SKRI PSI
R O N A L D V A N R O O M
I NTEGRASI N EGAR A- N EGAR A AN GGOTA ASEAN
DALAM BI DANG EKONOMI : BEBERAPA
PERM ASALAHAN YURI DI S
F A K U L T A S H U K U M U N IV E R S IT A S A 1R L A N G G A
S U R A B A Y A
INTEGRASI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN DALAM BIDANG
EKONOMI: BEBERAPA PERMASALAHAN YURIDIS
S K R I P S I
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI
SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAX GELAR
SARJANA HUKUM
oleh
RONALD VAN ROOM
NPM. 038532241
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
S U R A B A Y A
INTEGRASI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN DALAM BIDANG
EKONOMI: BEBERAPA PERMASALAHAN YURIDIS
S K R I P S I
DIAJUKAN UNTUK MELENGKAPI TUGAS DAN MEMENUHI
SYARAT-SYARAT UNTUK MENCAPAI GELAR
. SARJANA HUKUM
oleh
RONALD VAN ROOM
NPM. 038532241
Pembimbing
FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS AIRLANGGA
S U R A B A Y A
Diuji pada tanggal 25 Juni 1990
oleh :
Ketua
Sekretaris
Anggota
: Abdoel Rasjid, S.H., LL.M.
: E m a n , S .H ., M.S.
: Hermawan Ps. Hotodipoero, ScfH
J. Hendy Tedjonagoro, S.H.
I Wayan Titib Sulaksana, S.H.
ABSTRAK
I NTEGRASI NEGARA- NEGARA ANGGOTA ASEAN DALAM BI DANG
EKONOMI : BEBERAPA PERMASALAHAN YURI DI S
VAN ROOM, RONALD
Pembimbing : Hermawan PS Notodipuro,SH.MS
KKB KK-2 INT 154/91 Van i
Copyrights @ 1991 by Airlangga University Library. Surabaya
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun 1945, berkembanglah berbagai ikhtiar kerjasama regional
di hampir seluruh kawasan penting, membaik di Eropah, Timur Tengah, Asia, Afrika dan Amerika Latin. Salah satu asumsi pokok yang mendasari kerjasama regional adalah bahwa kedekatan
geografis akan mempermudah upaya-upaya saling memahami di antara negara-negara bertetangga sehingga masalah-masalah yang mungkin dapat menjurus pada pertikaian berlanjut dapat dibatasi dengan segera atas dasar hidup berdampingan secara damai. Di samping itu ada pula kerjasama regional yang dilakukan atas dasar pembagian kerja di antara negara-negara yang berdekatan secara geografis dimana masing-masing negara memusatkan diri terutama pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang menurut hematnya paling kuat dimilikinya sambil menyerahkann bidang kegiatan ekonomi lainnya kepada negara tetangga yang lebih kuat mintanya terhadap
kegiatan-kegiatan tersebut.
It is not from the benevolence of the butcher, the bre wer, or the baker that we expect our dinner, but from
their regard to their self-interest. We address ourselves, not to their humanity, but to their self-love, and never talk to them of our necessities, but of their advantages.
ADAM SMITH, The Wealth of Nations
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan ke hadirat-NYA, karena
atas segala berkat dan karunia yang dilimpahkan
sehing-ga saya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini yang
merupakan salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh
setiap mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga
untuk memperoleh gelar sarjana hukum.
Pekerjaan penulisan skripsi ini sudah barang
tentu melibatkan berbagai pihak yang telah menyumbangkan
tenaga, pikiran serta dukungan moril maupun materiil.
Bebcrapa pribadi kiranya perlu saya kemukakan di sini
secara khusus, dengan tidak mengurangi penghargaan saya
kepada banyak pihak yang tidak mungkin saya sebutkan
satu persatunya.
Pertama, saya menyampaikan terima kasih yang
mendalam kepada Bapak Hermawan Ps. Notodipoero, S.H.,M.S.
yang telah bersedia membimbing saya untuk menyelesaikann
penulisan skripsi ini di tengah-tengah kesibukan beliau
baik sebagai Ketua Jurusan Hukum Internasional maupun
sebagai pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Air
-langga. Ueliau telah pula bersedia mencjuji skripsi
ter-sebut. Dnlam hubungan ini saya juga berterima kasih ke
pada Bapak Harun Alsagoff, S.II.,M.A. yang telah
memL'iri-kan sumbangan pikiran dalam merumusmemL'iri-kan judul skripsi ini.
Ba-pak Abdoel Rasjid, S.H., LL.M., BaBa-pak Eman , S.H., M.S.,
Bapak J. IlGndy Tedjonagoro, S.H., Bapak I Wayan Titito
Su-laksana, S . II. , M.S., dan Bapak Djasadin Saragih, S. II., LL.M.
yang masing bertindak sebagai Ketua, Sekretaris dan
anggo-ta-anggota tim penguji skripsi ini.
Selanjutnya saya raengucapkan terima kasih kepada
Ibu Tetty Latupapua, yang pada saat pengumpulan data
un-tuk penuiisan skripsi ini menjabat sebagai Kepala Biro
Sosial Budaya Sekretariat Nasional Departemen Luar Negeri
RI dan kini menjabat sebagai Charge d'Affaires KBRI Brus
sel di Belgia.
Secara khusus saya menyampaikan terima kasih yang
mendalarn kepada Papa dan Mama serta adik-adik tercinta :
Carla, Renata, Angela, Stella dan Fiona yang dengan
te-kun dan sabar memberikan dute-kungan rnoril maupun spirituil
demi suksesnya pendidikan saya di Fakultas Hukum
Univer-sitas Airlangga.
Akhirnya, kepada sejawat Mohammad Mudjib, S.H. sa
ya menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya karena se
cara aktif turut serta memberikan masukan baik melalui
referensi maupun diskusi selama proses penyusunan skripsi
ini.
Seraoga Tuhan Yang Maha Kuasa membalas segala amal
baik mereka.
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... ... V
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR LAMPIRAN ... X BAB I PENDAHULUAN 1. Permasalahan: Latar Belakang dan Rumus-annya ... ... ... 1
2. Penjelasan Judul ... 9
3. Alasan Pemilihan Judul ... 10
4. Tujuan Penulisan ... 11
5. Metodologi ... . 11
6 . Pertanggungjawaban Sistematika ... 13
BAB II KERANGKA DAN UNSUR-UNSUR KERJASAMA EKONO-MI PADA ORGANISASI REGIONAL 1. Penggolongan Organisasi Regional .... 20
2. Unsur-unsur Kerjasama Ekonomi pada MEE dan ASEAN ... 25
BAB III INTEGRASI EKONOMI NEGARA-NEGARA ANGGOTA ASEAN: BEBERAPA KEMUNGKINAN DAN HAMBATAN-HAMBATANNYA 1. Kemungkinan Integrasi Ekonomi Negara-negara Anggota ASEAN ... 55
2. Beberapa Masalah yang Dihadapi
Halaman
nagara Anggota ASKAN untuk Borintcgrasi
dalam Bidang iilkonomi ... 63
BAB IV XESIilPULAN DAN SARAN
3.. Kesinipulan ... ... 39
2.
Saran ... ... 70DAFTAPv BACA A” 73
LAIiP I HA.'!-l a:;p i AM 7 5
1. THE ASEAN DECLARATION (BANGKOK DECLARATION)
0 August 1967
2. DECLARATION OF ASEAN CONCORD
3. TREATY OF AMITY AND COOPERATION IN SOUTHEAST
ASIA
4. TREATY ESTABLISHING THE EUROPEAN ECONOMIC
COMMUNITY
Part One
Part Five
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran:
B A B I
P E N D A H U L U A N
1. Perroasalahan: Latar Belakang dan Rumusannya
Suatu bangsa selalu mempunyai aspirasi hidup atau
karsa yang bersifat langgeng dan luhur. Aspirasi hidup
atau karsa tersebut kemudian diejawantahkan menjadi
tu-juan nasional, yang kemudian dijabarkan menjadi tujuan
jangka panjang dan tujuan jangka pendek. Semuanya itu
kemudian dijabarkan ke dalam strategi dan politik
nasio-n a l .
Tujuan nasional, baik tujuan jangka panjang
mau-pun jangka pondek dari suatu bangsa pada umumnya
menda-sarkan kepada keinginan untuk mencapai kesejahteraan dan
keamanan. Upaya-upaya untuk mencapai kesejahteraan dan
keamanan bangsa dalam hubungan internasional dinamakan
kepentingan nasional. Di dalam suatu keluarga
bangsa-bangsakepentingan nasional suatu bangsa dapat sejajar/
seiring dengan kepentingan nasional bangsa lainnya,
te-tapi dapat juga berbeda dan bahkan saling bertentangan.
Tingkat perbedaan atau persamaan antara kepentingan na
sional bangsa-bangsa yang tergabung di dalam suatu hubu
ngan antar bangsa di suatu kawasan dapat berbeda dan
berubah-ubah menurut dimensi tempat dan waktu. Hal
berba-gai macam pertikaian (contention), persengketaan (con
flict), dan kerjasama (cooperation).
Setelah berakhirnya Perang Dunia II, pada tahun
1945, berkembanglah berbagai ikhtiar kerjasama regional
di hampir seluruh kawasan penting, ■•baik di Eropah, Ti
mur Tengah, Asia, Afrika dan Amerika Latin. Salah satu
asumsi pokok yang mendasari kerjasama regional adalah
bahwa kedekatan geografis akan mempermudah upaya-upaya
saling memahami di antara negara-negara bertetangga
se-hingga masalah-masalah yang mungkin dapat menjurus pada
pertikaian berlanjut dapat dibatasi dengan segera atas
dasar hidup berdampingan secara damai. Di samping itu a
da pula kerjasama regional yang dilakukan atas dasar
pem-bagian kerja di antara negara-negara yang berdekatan se
cara geografis dimana masing-masing negara memusatkan
diri terutama pada kegiatan-kegiatan ekonomi yang
menu-rut hematnya paling kuat dimilikinya sambil menyerahkann
bidang kegiatan ekonomi lainnya kepada negara tetangga
yang lebih kuat mintanya terhadap kegiatan-kegiatan
ter-sebut.^
Di Eropa setelah tercapainya perdamaian, timbul
suatu gerakan di antara orang-orang idealis untuk
nyatukan Eropa secara demokratis yang dimulai dengan
bi-dang ekonomi yangmotif dan tujuan awalnya bersifat
po-litis, yakni mencegah agar supaya perang tidak lagi
ber-kecamuk di Eropa, serta tidak hanyut dalam komunisme.
Upaya tersebut di atas memperolah dukungan dengan
diumum-kannya Rencana Bantuan Marshall atau yang lebih dikenal
dengan "Marshall Plan", dimana Amerika Serikat dalam
rangka kerjasama dengan negara-negara Eropa, memberikann
bantuan ekonomi dan keuangan dalam jumlah yang besar ser
ta dalam jangka waktu panjang denbgan persyaratan agar
negara-negara yang tergabung dalam gerakan tersebut
membangun kembali negaranya yang telah hancur serta menga
-lami kerusakan berat akibat perang.
Negara-negara yang dimaksudkan di:atas yaitu
Jerman Barat, Belgia, Belanda, Luxemburg, Perancis, dan
Italia, selanjutnya menggabungkab diri ke dalam suatu
organisasi yang mereka sebut dengan Masyarakat Ekonomi
Eropa (The European Economic Community-EEC). Organisasi
ini bertujuan memajukan kerjasama ekonomi secara bersama
dan peningkatan aktifitas yang harmonis serta standard
hidup dan hubungan yang lebih besar guna memperbaiki
standard hidup dan hubungan yang lebih erat antara satu
dengan lainnya melalui suatu wadah kerjasama yakni
Pasa-ran Bersama (Common Market) melalui tahapan-tahapan
arah integrasi ini dimulai dengan landasan yuridis
Trae-ty of Romedi tahun 1957, yang bertumpu pada sistem
poli-tikdan sistem ekonomi yang pada dasarnya memiliki
kesa-maan antara negera-negara anggotanya.
Di kawasan Asia Tenggara, telah muncul juga suatu
organisasi regional yang pada deklarasi
pendiriannya,ya-itu Deklarasi Bangkok 1967, mempunyai maksud dan tujuann
untuk mengadakan kerjasama di bidang ekonomi,
sosial,bu-daya dan ilmu pengetahuan, yang disebut dengan Associat
ion of Southeast Asian Nations (ASEAN). Organisasi re
gional ini lebih menekankan kerjasama ekonomi dengan
per-timbangan bahwa stabilitas nasional khususnya dan regio
nal pada umumnya sangat bergantung pada pembangunan eko
nomi nasional maisng-masing negara anggotanya,
Berdasar-kan asumsi inilah maka pembangunan ekonomi mendapat
pri-2
o n t a s utama di semua negara ASEAN.
Selain itu kerjasama ekonomi dianggap lebih nyata
dan dapat dilaksanakan, walaupun pelaksanaannya ternyata
tidak semudah yang dibayangkan. Pemikiran ke arah kerja
sama ekonomi yang lebih nyata ini dipengaruhi oleh
ada-nya keada-nyataan bahawa Masyarakat Ekonomi Eropa telah
mam-pu berfungsi dengan baik hingga saat ini.
Namun harus diingat bahwa latar belakang dari lahirnya
kedua organisasi regional tersebut dalam hal pemahaman
C.F.F. Luhulima, "ASEAN dalam Usia 19 Tahun: Ma-salah Keamanan Regional dan Nasional", Kompas, 8 Agustus 1986, h. IV.
tentang kedaulatan pada keikutsertaan sebagai negara
anggota pada suatu organisasi adalah berbeda, Pada
Ma-syarakat Ekonomi Eropa, kedaulaatan itu sangat
bergan-tung pada pemenuuhan terhadap kebutuhan yang sama pula,
dimana hal ini merupakan tantangan yang timbul setelah
Perang Dunia 11.^
Di lain pihak, ASEAN lahir sebagai akibat per
-kembangan politik di Asia Tenggara pada waktu itu yang
pada dasarnya membentuk ASEAN sebagai organisasi region
al dengan suatu motivasi politik yakni keinginan untuk
menciptakan keamanan dan stabilitas regional yang meru
pakan prasyarat bagi pembangunan ekonomi masing - masing
negara anggotanya. Secara tersirat sikap politik ASEAN
tercermin pada pembukaan Deklarasi Bangkok 1967 sebagai
berikut:
Considering that the countries of Southeast Asia share a primary responsibility for strengthening the economic and social stabilityof the region and ensuring their peaceful and progressive na tional development, and that they are determined to ensure their stability and security from ex ternal interference in any form and manifestati o n ^ order to preserve their national identities
in accordance with the ideals and aspirations of their peoples.
Dari kenyataan tersebut di atas dengan jelas tergambar
keinginan negara-negara anngota ASEAN untuk
terselengga-ranya suatu tata regional dalam bidang politik dan
keama-Harun Alsagoff,"ASEAN Sebagai Pasaran Bersama Di-canangkan Kembali", Surabaya Po st, 29 Agustus 1986, hal.
na n .
Selain itu pilihan bentuk "association" atau
perhirapunan bagi ASEAN sendiri merupakan wahana kerja
sama antara negara-negara berdaulat dimana kedudukan A
SEAN sendiri tidak berada di atas negara-negara, anggo
tanya, akan tetapi berdiri di antara negara-negara
ter-sebut. ASEAN juga tidak membatasi keleluasaan negara
negara anggotanya sebagai akibat penyerahan sebagian
ke-daulatannya, akan tetapi lebih merupakan perwujudan ker
jasama di antara negara-negara anggotanya atas dasar
ke-bijaksanaan negara-negara tersebut. ASEAN tidak
menurun-kan derajat negara-negara anggotanya dan tidak menuntut *
emansipasi antara pengaruh organisasi ASEAN sebagai p e r - '
wujudan komitment bersama dan pengaruh pemerintah negara
negara anggota ASEAN secara individual. Dengan demikian
ASEAN merupkan organisasi yang didasarkan atas prinsip
kesamaan derajat, prinsip menghormati integritas terri
torial dan prinsip menghormati kedaulatan masing-masing
negara anggotanya. Jika dibandingkan dengan MEE, maka
organisasi yang disebut terakhir ini memilih bentuk
integrasi yang mempunyai ikatan dan konnsekuensi yang
lebih tegas dalam hal ikatan kerjasamanya. Hal ini
ber-beda sekali dengan bentuk perhimpunan (association) p a
da ASEAN.
Integrasi itu sendiri dapat diartikan sebagai
terpisah ke dalam suatu kesatuan yang serasi. Sedangkan
dalam pengertian ekonomi, integrasi diartikan pada satu
sisi sebagai suatu proses ke arah suatu tujuan tertentu,
sedsanhkan pada sisi lain diartikan sebagai suatu
keada-an (state of affairs). Ditinjau sebagai suatu proses
perkembangan, maka integrasi ekonomi meliputi
usaha-usaha diamana berbagai raacam diskriminasi yang menghambat
hubungan lalu lintas ekonomi antar negara
dihapuskan.Bi-la ditinjau sebagai suatu keadaan tertentu, maka integra
si ekonomi dapat dilihat sebagai suatu keadaan dimana ti
dak terdapat berbagai raacam diskriminasi antar negara
yang lazimnya terdapat dalam hubungan ekonomi internasi-4
onal. Dalam tulisan ini, saya akn mengartikan integrasi
ekonomi sebagai proses penghapusan diskrminasi antar
negara-negara yang tergabung dalam kerjasama regional,
yang meliputi usaha-usaha untuk menghapus segala
rinta-ngan yang menghambat lalu lintas perdagarinta-ngan, pembayaran
dan mobilitas faktor-faktor produksi. Di lain pihak in
tegrasi ekonomi regional antar sekelompok negara
teretentu juga berarti bahwa diskriminasi dan rintangan
-rintangan terhadap negara-negara di luar kelompok regio
nal ini tetap dipertahankan.
Thee Kian Wie, Seqi Ekonomi dari Masyarakat Eko nomi Eropa, Lembaga Research Kebudayaan Nasional/LIPI, Jakarta, 1972, h. 32 - 33.
Jika dibandingkan dengan kerjasama regional yang
berada di kawasan Asia Tenggara, yakni ASEAN, maka
ter-lihat bahwa kerangka kerjasama itu sendiri baru tertuang
dalam Deklarasi Kesepakatan ASEAN (Declaration of ASEAN
Concord), yang ditandatangani pada tahun 1976 pada KTT I
ASEAN di Bali. Dan baru pada KTT III ASEAN di Manila pa
da tahun 1987 kerjasama ekonomi ini lebih dipererat de
ngan beberapa kerangka kerjasama ekonomi serta
program-program yang lebih nyata.
Dengan penjabaran di atas, dapat diberikan
gam-baran bahwa kerjasama regional dalam bidang ekonomi pada
organisasi regional tampaknya semakin menunjukkan hasil ’
yang lebih nyata dan menunjang pembangunan ekonomi
nega-ra-negara anggotanya.
Dalam kaitannya dengan kerjasama negara-negara di
kawasan Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN ini
se-hubungan dengan kondisi ekonomi negara-negara anggotanya
serta berbagai kebijakasanaan dalam bidang tersebut baik
dalam rangka ASEAN maupun kerjasama bilateral antar ne
gara anggota ASEAN maka timbul permasaalahan-permasalahan
sebagai berikut. Pertama, dapatkah kerjaisama ekonomi intra
regional ASEAN ditingkatkan ke dalam suatu bentuk inte
grasi?, dan kedua, sehubungan dengan permasalahan terse
but pertama, harnbatan dan tantangan apakah yang menjadi
2. Penjelasan Judul
Skripsi ini merupakan suatu tinjauan yuridis
ter-hadap masalah kemungkinan berintegrasinya negara - negara
anggot.a ASEAN dalam bidang ekonomi.
Bahwa dalam rangka pembangunan bidang ekonomi di
kawasan Asia Tenggara, negara-negara anggota ASEAN telah
banyak menghasilkan kebijaksanaan-kebijaksanaan yang pada
hakekatnya bertujuan untuk menciptakan harmonisasi dalam
bidang tersebut. Meskipun secara eksplisit tidak pernah
dinyatakan bahwa harmonisasi kebijaksanaan tersebut
ditu-jukan untuk menciptakan suatu bentuk integrasi ekonomi
negaranegara anggota ASEAN. Akan tetapi dari kenyataan
-kenyataan yang tampak, terdapat langkah-langkah kongkret
yang memungkinkan ke arah integrasi tersebut. Dengan
de-mikiansecara implisit judul skripsi ini mengandung
pre-diksi bahwa suatu saat integrasi ekonomi tersebut akan
menjadi nyata.
Konsep integarsi mengandung pengertian yang luas
sekali. Oleh karena itu dalam judul skripsi saya
membata-sinya hanya dalam bidang ekonomi, sehingga pengertiannya
menjadi definitif.
Dari penjelasan tersebut di atas diharapkan dapat
diperoleh gambaran tentang maksud yang terkandung didalam
skripsi saya ini sekaligus menjadi jelas ruang lingkup
3. Alasan Pemilihan Judul
Seperti telah dikemukakan dalam penjelasan di atas
bahwa selama ini negara-negara anggota ASEAN telah banyak
menghaSIlkan kebijaksanaan-kebijaksanaan dalam bidang
ekonomi yang mengarah pada terciptanya harmonisasi bidang
tersebut. Terutama sejak Konperensi Tingkat Tinggi (KTT)
I ASEAN yang diselenggarakan di Bali pada bulan Pebruari, •
1976, yang melahirkan Deklarasi Kesepakatan ASEAN (Decla
ration of ASEAN Concord) serta Perjanjian Persahabatan
dan Kerjasama di Asia Tenggara (Treaty of Amity and Coo
-peration in Southeast Asia). Hal ini dipertegas lagi
de-ngan hasil-hasil KTT III ASEAN di Manila dimana
negara-negara anggota ASEAN telah menunjukkan beberapa langkah
kongkret menuju kerjasama ekonomi yang lebih mantap
seba-gaimana dicita-citakan dalam Deklarasi Bangkok.
Dari kenyataan-kenyataan tersebut saya melihat ada
nya kemurigkinan-kemungkinan pada negara-negara anggota
ASEAN untuk melangkah lebih maju, yaitu tidak saja
mewu-judkan kerjasama yang bersifat assosiatif tetapi lebih
dar'i itu menciptakan kerjasama ekonomi yang bersifat
in-tegratif, meskipun hal tersebut memcrlukan waktu. yang
rc-latif panjang. Hal-hal seperti itulah yang mendorong saya
untuk menilih judul sebagaimana tertera pada sampul
skrip-si ini.
khusus-nya antara negara-negara anggota ASEAN tidaklah
semata-mata hubungan internasional dibidang tersebut, akan
te-tapi hal ini sangat erat kaitannya dengan hukum interna
sional. Dari sisi inilah saya berusaha memberikan
tinjau-an terhadap kemungkintinjau-an berltinjau-angsungnya integrasi ekonomi
bagi negara-negara ASEAN.
4. Tujuan Penulisan
Tujuan pertama penulisan skripsi ini adalah untuk
melengkapi salah satu tugas akademis untuk memperoleh
gelar sarjana hukum pada Fakultas Hukum Universitas
Air-langga.
Selain itu dengan penulisan skripsi ini saya
men-coba untuk berperan serta dalam menyumbangkan pikiran
yang saya tuangkan dalam bentuk karya ilmiah dalam ilmu
hukum umumnya dan ilmu hukum internasional pada khusus
-nya. Secara khusus skripsi ini bertujuan untuk
menganali-sis kemungkinan berintegrasinya negara-negara anggota AS
EAN dalam . bidang ekonomi. Dengan demikian melalui penu
-lisan skripsi ini saya berusaha menginventarisir beberapa
yang telah ditempuh oleh negara-negara anggota ASEAN dan
kemungkinan-kemungkinannya untk berintegrasi serta
kenda-la-kendala apa yang meerintangi langkah-langkah itu.
5. Metodologi
a. Pendekatan inasalah
memperguna-kan pendekatan diskriptif, yuridis dan pendekatan politik
ekonomi. Pendekatan diskriptif maksudnya adalah bahwa
a-nalisis skripsi ini akan didahului dengan mengemukakan
gambaran tentang latar belakang sejarah berdirinya ASEAN
serta kondisi politik dan ekonomi negaranegara anggota
-nya. Selanjutnya ependekatan yuridis dimaksudkan bahwa
dalam rangka hubungan internasional khususnya hubungan
kerjasama antara negara-negara Asia Tenggara yang
terga-bung dalam ASEAN itu semuanya didasarkan pada
ketentuan-ketentuan yuridis baik yang dihasilkan oleh ASEAN sendiri
maupun maupun ketentuan-ketentuan hukum internasional
la-innya.
Akhirnya pendekatan politik ekonomi mesti dilakukn
dalam penyusunan skripsi ini oleh karena usaha
harmonisa-si kebijaksanaan negara-negara anggota ASEAN tidak dapat
dilepaskan dari faktor kepentingan ansional masing-masing.
Di samping itu karena latar belakang sistem politik dan
ekonomi negara-negara anggota ASEAN relatif berbeda satu
sama lain sehingga pendekatan tersebut terakhir ini ada
lah sangat perlu.
b. Sumber data.
Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini
diperoleh melalui studi kepustakaan, yaitu berupa
buku-buku, majalah, surat kabar serta tulisan-tulisan atau
pen-dapat para ahli '..>aik yang diterbitkan maupun yang tidak
c. Prosedur pengumpulan data dan pengolahannya.
Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengumpulan
data adalah pertaama, dengan mengklasifikasikannya
berda-sarkan urutan topik pembahasan dari permasalahan srkipsi
ini. Selanjutnya dilakukan perbandingan dengan bahan-
ba-han penunjang lainnya. Dari baba-han-baba-han yang terkumpul
kemudian kemudian dilakukan pengkajian menurut pokok-
po-kok permasalahn skripsi ini.
d. Analisis data.
Analisis data yang telah terkumpul dilakukan dengan
menggunakan pendekatan deskriptif-komparatif. Maksudnya
bahwa data yang ada dipadukan dengan bahan penunjang lain
nya di samping juga dipadukan dengan ketentuan-ketentuan
hukum internasional yang terkait dengan pokok permnasahan
skripsi ini.
6. Pertanqgungjawaban Sistematika
Skripsi ini dibagi dalam tiga bagian utama, yaitu
pendahuluan, pembahasan dan penutup. Sedangkan analisis
pokok pev/rmasalahan itu sendiri akan ditempatkan pada Bab
II dan Bab III.
Setelah pendahuluan yang menguraikan garis besar
pokpk permasalahan di samping latar belakang penulisan
skripsi ini, dalam Bab II secara diskriptif-analitis saya
ekonomi pada organisasi regional. Dalam bab ini
pembahas-an akpembahas-an saya bagi dalam dua subbab ypembahas-ang masing-masing
a-akn meninjau kerjasama ekonomi baik yang terdapat pada
Masyarakat Ekonomi Eropa (MEE) maupun pada ASEAN sendiri.
Setelah memahami kerangka dan unsur-unsur kerjasa
ma ekonomi, selanjutnya pembahasan akan terfokus pada
kondisi kerjasama ekonomi ASEAN itu sendiri, apakah kerja
sama itu diwujudkan menurut pola yang ada pada Masyarakat
Ekonomi Eropa atau pola khas ASEAN atau pola lainnya. Un
tuk ini Bab III akan menganalisis kemungkinan-kemungkinan
ASEAN menuju pola Pasaran Bersama (Common Market) dalam
lapangan kerjasama ekonominya. Di samping itu bab ini
ju-ga akan mencoba mengetenju-gahkan hambatan-hamabatan dan
tantangan-tantangan yang mungkin menjadi penghalang
pelak-sanaan pola kerjasama tersebut.
Kesimpulan dari analisis tersebut di atas akan
ditempatkan pada Bab IV yang sekaligus sebagai penutup
skripsi ini. Dalam bab terakhir ini pula saya ketengahkan
KERANGKA DAN UNSUR-UNSUR KERJASAMA EKONOMI
PADA ORGANISASI REGIONAL
Regionalisme sebagai gejala kerjasama antar nega
ra dalam suatu kawasan tertentu telah merupakan gejala
umum sesudah Perang Dunia II. Regionalisme sering
diang-gap oleh sebagian masyarakat dunia sebagai alternatif,
kalau tidak dapat dikatakan sebagai pengganti dari
glo-balisme yang mendasarkan diri kepada prinsip
unievrsali-tas. Kerjasama antar negara di dalam kawasan yang
terba-tas akan lebih mudah menciptakan penyesuaian kepentingan
serta memberikan kemungkinan pemecahan yang lebih besar
terhadap konflik-konflik lokal yang dapat mengancam
perdamaian di kawasan tersebut. Dengan demikian pengelom
-pokan regional di samping membantu terciptanya
keseimba-ngan dalam hubukeseimba-ngan di dan atau antar kawasan, juga da
pat merupakan tahapan menuju terciptanya konsensuskon
-snsus global. Hal ini sesuai dengan pendapat Oppenheim
yang mengatakan bahwa :
In view of the wide geographic, economic, and cultu ral differences obtaining between States, the scope of the rules capable of universal application must necessarily be more limited than in the relation of individuals within States. These diversities bet ween States may render necessary development and adjustment on the basis of a regional community of interest, but such particular international law bet ween two or more States presupposes the existence
and must be interpreted in the light of principles of international law binding all States.5
Di samping itu maka dapat kita lihat pula penda
pat lain yang diajukan oleh Michael Leifer dalam tulis
-annya "Regionalism : The Global Balance and Southeast
Asia"^ bahwa :
The actual manifestation of regionalist behaviour on the part of States may derive from variety of sources. It may from a common senise of place and identity, from the prospect of mutual advantages in cooperation and from a perception of common of region represeneted in institutional form by sovereign States contigous to one another is, above all, a political expression.
Dari ungkapan Leifer itu jelas terlihat, bahwa faktor
timbulnya kerjasama atau organisasi rwegional bersumber
pada beberapa kepentingan, misalnya identitas dan tempat
atau kawasan yang sam a, prospek kerjasama ynag saling
menguntungkan serta kesamaan pandangan terhadap ancaman
dari luar.
Sementara itu Henry G. Schermers
mengidentifikasi-kan adanya tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya keingi
nan untuk membentuk organisasi regional, yaitu:
b. Greater homogeneity... Regional cooperation is practiced between States with comparable pol itical systems and compatible cultural and eco nomic backgrounds ....
c. Divergent membership. ... to utilize the largest possible unit for each specific function. It would be pointless to regilate a matter solely for a small region if it could be regulated on a worldwide scale or within a larger region ....
Dari ketiga faktor tersebut di atas, faktor homogenitas
merupakan yang terpenting sebagai sumber kekuatan suatu 7
organisasi regional.
Sebagaimana telah saya uraikan di muka bahwa
ke-beradaan kerjasama atau organisasi regional itu telah di
akui oleh Perserikatan Banmgsa-Bangsa dan merupakan fak
tor yang sangat membentu dalam rangka memelihara
perda-maian dan keamanan internasional. Pengakuan seperti itu
dapat dijumpai dalam Piagam PBB, khususnya Bab VIII yang
terdiri dari pasal-pasal 52, 53, dan 54. Dengan kata la
in bahwa pasal-pasal tersebut merupakan landasan yuridis
bagi eksistensi kerjasama atau organisasi regional seba
gai salah satu subyek hukum internasional.
Akan tetapi ketentuan dalam Bab VIII Piagam PBB
terseburt tidak menjelaskan apa dan bagaimana yang
dimak-sudkan dengan "regional arrangement" sehingga menimbulkan
paham-paham yang berbedA tentang pengertian konsep ter
sebut.
Bunyi pasal 52 selengkapnya adalah sebagai berikut:
1. Nothing in the present Charter precludes the existence of regional arrangements or agencies for dealing with such matters relating to the maintenance of international peace and security as are appropriate for regional action,provided that such arrangement are consistent with the Purposes and Principles of the United Nations. 2. The Members of the United Nations entering into
such arrangements or constituting such agencies shall make every effort to achieve pacific set tlement of local disputes through such regional arrangemnets or by such regional agencies befo re refering them to the Security Council.
3. The Security Council shall encourage the deve -lopment of pacific settelemnt of local disputes through such regional arranegments or by such regional agencies either on the initiative of the States concerned or by reference from the Security Council.
4. This article in no may impairs the application of Article 34 and 35.
Kalau kita perhatikan ketentuan tersebut di atas
maka yang dimaksud dengan regional arrangement adalah
kerjasama yang dislenggarakan melalui suatu persetujuan
oleh beberapa negara yang ditujuakn untuk kepentingan
kawasan tertentu dalam rangka memclihara perdamaian dan
keamanan internasional . Dalam hal ini tidak jelas
apa-kah persetujuan itu diselenggarakan hanya terbatas oleh
negara-negara yang secara geografis berada dalam suatu
kawasan tertentu atau dapat juga oleh negara-negara yang
masing-masing berada dalam kawasan yang berbeda namun
tertentu.
Apabila keberadaan organisasi regional dikaitkan
dengan organisasi yang bersifat universal, yang
berda-sarkan kenyataan sejarah organisasi yang disebut
tera-khir ini tidak dapat terelakkan dalam perkembangan hu
bungan international, maka meskipun keduanya seolah-olah
tampak saling bertentangan dalam hal pendekatan, tetapi
keduanya telah berperan di dalam usahanya untuk
mencip-takan ketertiban, keamanan dan kesejahteraan dunia.
Upaya itu dilakukan dengan cara mencari keseimbangan
pe-ranan di antara keduanya, sehingga kedua bentuk organi
sasi ini bersifat saling menunjang dan dapat
menghindar-kan diri dari’ kemungkinan ketegangan atau persaingan
yang dapat mengancam ketertiban, perdamaian dan kesejah
teraan yang telah ada. Kongkretnya, secara umum
tampak-nya organisasi regional sangat cocok untuk mendorong
dan mengembangkan secata intensif kerjasama antar nega
ra, sedangkan organisasi global lebih berpeluang untuk
memecahkan masalah-masalah konflik antar negara. Dengan
demikian disadari bahwa regionalisme dapat merupakan
batu loncatan yang sangat efektif menuju globalisme.
Atas dasar pendirian tersebut, di samping merupakan
su-plemen, kerjasama regional juga merupakan tahapan ke
a-rah terciptanya sistem kerjasama global yanglebih
1. Penggolongan Organisasi Regional
Teoritis, adalah sulit untuk mendefinisikan peng
ertian organisasi regional walaupun dalam kenyataan
se-ring digunakan pendekatan proksimitas geografis sebagai
landasan untuk menentukan organisasi regioanl. Oleh
karena penggunaan batasan geografis di dalam penentuan
organisasi regional ternyata juga tidak mudah karena ti
dak adanya persepsi yang sama terhadap pembagian kawasan
dunia, maka untuk praktisnya proksimitas geografis digu
nakan sebagai salah satu kriteria untuk menentukan orga
nisasi regional, di samping memperhatikan pula
proksimi-tas-proksimitas politik, ekonomi, sosial budaya serta
proksimitas lainnya.
Berdasarkan kenyataan tersebut di atas, maka o r
ganisasi regional sebaiknya diartrikan sebagai organisa
si yang meliputu suatu segmen dunia yang diikat secara
bersama oleh serangkaian tujuan-tujuan bersama yang
di-dasarkan atas ikatan geografis, politik, ekonomi, sosial
budaya serta memiliki struktur formal yang berlandaskann
persetujuan-persetujuan formal antar pemerintah. Walau
pun pengertian tersebut dapat meliputi kerjasama nila
teral, namun perhatian terutama ditujukan kepada kerja -g
sama antara lebih dari dua negara.
g
LJpaya lain yang digunakan untuk memaharni kebera
-daan organisasi regional adalah dengan melihat pembagian
dan penggolongannya berdasarkan sifat dan ruang lingkup,
fungsi, keanggotaan dan tingkat integrasinya. Dalam hal
ini Lynn H. Mille menggolongkan organisasi regional ke
dalam : (1) kerjasama (cooperation), (2) persekutuan (al-g
liance), (3) fungsional (functional). Sementara itu
sarjana lainnya, A Leroy Bennet, membaginya menjadi :
(1)■ Organisasi dengan tujuan ganda, (2) Persekutuan, (3).
Organisasi fungsional, dan (4) Komisi-Komisi Regional
P BB.^ Tampaknya pembagian dan pengolongan ini mirip
dengan pendapat sarjana yang disebutkan terdahulu dengan
sedikit modifikasi dan tambahan.
Organisasi dengan tujuan ganda (mutipurposes or
ganizations) adalah organisasi yang mempunyai tujuan dan
kegiatan politik dan militer di satu pihak serta
kegiat-an sosial budaya di lain pihak dapat dibedakkegiat-an secara
jelas. Termasuk dalam golongan ini adalah organisasi
negara-negara Amerika (OAS), Liga Arab, Organisasi
Per-satuan Afrika (OAU), dan organisasi negara-negara Ameri
ka Tengah (OCAS).
Lynn H. Milled Regional Organization and Subodi-NATE Systems,
9
Organisasi Persekutuan adalah organisasi yang
orientasi militer dan politiknya terutama diarahkan un
tuk mengamankan negara-negara angotanya dari ancaman
serangan dari luar. Organisasi-organisasi semacam ini
umumnya lahir sebagai akibat Perang Dingin sesudah
Perang Dunia II, yang cenderung bersikap tidak saling
mempercayai dan tidak bersahabat. Hal ini meruupakan
pencerminan dari suatu rasa tidak aman sebagai akibat
dari adanya ancaman suatu negara atau sekelompok negara
dimana diperlukan aksi bersama untuk menghadapinya. O r
ganisasi semacam ini sebenarnya bertentangan dengan
se-mangat yang tersirat dalam Piagam PBB yang menekankan
pentingnya pengharapan terhadap prinsipprinsip perti
-kaian secara damai dan tidak menggunakan kekerasan.
Termasuk dalam kategori organisasi ini adalah Organisa
si Pertahanan Atlantik Utara (NATO), Organisasi Perta
-hanan Negara-negara Pakta Warsawa, Organisasi Pertahan
an Asia Tenggara (SEATO), CENTO, dan ANZUS. Organisasi
organisasi tersebut mengandung jaminan bahwa adanya
serangan bersenjata terhadap salah satu negara
anggota-nya akan dianggap sebagai serangan terhadap semua
anngyotanya, serta sering memiliki anggota yang berasal
dari luar kawasan dimana organisasi itu berada.
Komisi-Komisi Regional PBB adalah organisasi re
dari sistem global PBB yangmempunyai tujuan utama untuk
membantu negara-negara anggotanya yang berupaya
mening-katkan kesejahteraan rakyatnya serta untuk meningmening-katkan
hubungan ekonomi baik di antara negaranegara anggota
-nya sendiri maupun dengan negara-negara bukan anggota.
Komisi-Komisi yang telah dibentuk oleh Badan tersebut
antara lain Komisi Ekonomi untuk Eropa (E C E ), Komisi
E-konotni untuk Asia dan Timur Jauh (ECAFE yang kemudian
diubah menjadi ESCAP pada tahun 1974), Komisi Ekonomi
untuk Amerika Latin (ECIA), Komisi Ekonomi untuk Afrika
(ECA), dan Komisi Ekonomi untuk Asia Barat (ECWA).
Organisasi Fungsional adalah organisasi regional
yang bertujuan untuk meningkatkan kerjasama
ekonomi,so-sial dan politik, diraana biasanya tidak mencakup kerja
sama militer. Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa orga
nisasi regional yang termasuk dalam kategori ini
dimak-sudkan terutama untuk meningkatkan kerjasama ekonomi di
antara negara-negara anggotanya. Dalam kaitannya
terda-pat suatu asumsi bahwa keberhasilan kerjasama di bidang
ekonomi di antara anggota-anggotanya akan mendorong ke
berhasilan kerjasama di bidang politik bahkan dapat
menghapuskan hambatanhamabatan politik yang ada . Or
-ganisasi-organisasi yang termasuk kategori ini antara
lain : Benelux Economic Union, Masyarakat Ekonomi Eropa
Bila penggolongan dan pembagian organisasi regio
nal tersebut di atas dikaitkan dengan keberadaan ASEAN
maka dilihat dari deklarasi pendiriannya, yakni
Deklara-si Bangkok, maupun dari segi tugas, fungDeklara-si dan
kegiatan-nya dapat digolongkan sebagai organisasi f ungsional.
Deklarasi Bangkok yang menjadi dasar pembentukannya d e
ngan tandas mengatakan bahwa ASEAN bertujuan untuk
mem-percepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan
per-kembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara,
memeliha-ra perdamaian dan stabilitas regional, memajukan kerja
sama aktif dan saling membantu dalam mewujudkan kepenti
ngan bersama di bidang ekonomi, sosial, teknik dan
admi-nistrasi. Dalam usaha mewujudkan tujuan tersebut ASEAN
dalam perkembangannya telah mengupayakan peningkatan ker
jasama ekonomi, sosial budaya dan politik.
Berdasarkan uraian yang dipaparkan di atas, saya
melihat bahwa ASEAN sebagai organisasi regional yang
berada di kawasan Asia Tenggara dengan Masyarakat Ekono
mi Eropa (L4EE) di kawasan ERopa (baca: Eropa
Barat),mem-punyai titik persamaan yang mendasari kerjasama mereka
yakni kerjasama ekonomi dan keduanya tergolong sebagai
organisasi yang bersifat fungsional.
2. Unsur-unsur Kerjasama Ekonomi pada MEE dan ASEAN
a. Masyarakat Ekonomi Eropa (the European Economic
Community. ■
The European Economic Community (MEE) didirikan
berdasarkan The Treaty of Establishing the European Ec
onomic Community atau yang lebih dikenal dengan the
Treaty of Rome dan . ditandatangani pada tanggal 25
Ma-ret 1957 di R o m a . ^
Berdasarkan Treaty of Rome tersebut, tujuan di
bentuknya MEE adalah untuk menciptakan suatu Pasaran
Bersama (Common Market) yang di dalamnya ditunjang oleh
beberapa aktifitas. Pasal 2 Treaty tersebut selengkapnya
menyatkan sebagai berikut:
It shall be the aim of the Community, by establish ing a Common Market and progressively approximat -ing the economic policies of Member States, to pro mote throughout the Community a harmonious develop ment of economic activities, a continuous and ba lanced expansion, an increased stability, an acce lerated raising of the standard of living and clo ser relations between its Member States.
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, maka Pa
sal 3 Treaty of Rome meletakkan prionsip-prinsip di da
lam menjalankan aktifitasnya, yakni:
1) Negara-negara anggota MEE akan menghapuskan
tarif-Syahmin A.K., Pokok-Pokok Hukum Organisasi In ternational , Binacipta, Bandung, 1905, hal. 102.
tarif bea masuk, quota-quota dan lain-lain
rintang-an yrintang-ang menghambat lalu-lintas perdagrintang-angrintang-an antar
negara anggota tersebut;
2) Terhadap barang impor yang datang dari luar MEE
a-kan dikenaa-kan tarif bea masuk yang seragam (common
external tariff);
3) Negara-negara anggota MEE akan menghapus segala
rin-tangan yangmenghambat lalu-lintas faktor-faktor
pro-duksi antar negara anggota;
4) Negara-negara anggota MEE akan menempuh suatu
kebi-jaksanaan pertanian yang sama, dan suatu
naan transportasi yang sama, serta suatu
kebijaksa-naan yang sama pula terhadap persaiangan dalam dunia
usaha;
5) Negara-negara anggota MEE juga akan menyeragamkan
dan mengkoordinir kebijaksanaan moneter dan fiskal
mereka, serta kebijakasanaan sosial mereka.*^
Di samping ketentuasn-ketentuan tersebut,
ditetap-kan pula ketentuan-ketentuan untuk menciptaditetap-kan Bank
In-vestasi Eropa, Dana Sosial, Council, Commission, Assem
bly serta Court of Justice yang mempunyai kewenangan
terhadap seluruh negara anggota MEE. Treaty of Rome juga
nengatur perluasan keanggotaan MEE yakni suatu negara
baru dapat diterima menjadi anggota penuh MEE, jika
dapat persetujuan bulat dari seluruh negara anggota.
Dari sekian banyak permasalahan yang diatur da
lam Treaty of Rome, ketentuan-ketentuan penting yang
patut mendapat perhatian adalah yang menyangkut
pemben-tukan kesaTuan pabean (custom union). Seperti diketahui
bahwa dua ciri kesatuan pabean adalah penghapusan
sega-la rintangan tarif bea masuk dan rintangan non-tarif da
lam perdagangan antar sesama negara anggota, dan pene
-tapan tarif bea masuk yang sama (common external tariff)
terhadap barang impor dari negara ketiga (lihat pasal 3
paragraf b ) .
Dalam penetapan terhadap tarif eksternal yang
seragam (common external tariff) yakni barang-barang im
por yang berasal dari negara ketiga, maka negara-negara
MEE mengambil suatu patokan ketentuan yang berasal da
ri Persetujuan Umum tentang tarif-tarif bea masuk dan
perdagangan internasional ( General Agreement on Tariffs
and Trade - GATT) yang menyatakan bahwa tarif eksternal
yang seragam dari suatu kesatuan pabean tidak boleh
me-lebihi tingkat tarif bea masuk rata-rata yang berlaku
di negara-negara anggota sebelum pembentukan kesatuan 14
pabean tersebut. Ini mengandung pengertian ba hwa,
negara-negara yang mempunyai tarif bea masuk yang lebih
tinggi atau lebih rendah perlu menyesuaikan tarif
se-hingga pada akhirnya diperoleh keseragaman tarif. Akan
tetapi di dalam menghadapi permasalahan tersebut, yang
berkaitan dengan kepentingan masing-masing negara ang
gota, tentu saja ketenbtuan-ketentuan tersebut di atas
tidak mudah untuk dilaksanakan.
Untuk menghadapi masalah tersebut, telah dite
-tapkan suatu masa transisi yang diberlakukan tidak saja
pada saat berdirrinya organisasi ini, tetapi juga pada
saat diterimanya negara anggota baru yakni selma 5 ta
hun. Maksud diberlakukannya masa transisi tersebut bagi
anggota baru adalah untuk mencapai keserasian di antara
negara-negara anggota dengan dengan negara anggota baru.
Sedangkan bagi negara anggota baru pun akan merupakan
masalah yang tidak mudah untuk menyesuaikan diri dengan
ketentuan-ketentuan Treaty of Rome, khususnya dalam hal
perdagangan.
Pelaksanaan'the costum union' itu sendiri akan
dilakukan melalui tahapan berikut (pasal 14 Treaty of
R o m e ) :
Tahap I, akan dimulai pengurangan setahun setelah diber
lakukannya Treaty ini, yangkemudian disusul dengan pengu
rangan berikutnya 18 bulan kemudian, dan akhirnya pada
penghujung thaun keempat.
dimulai-nya tahap ini, yang selanjutdimulai-nya dilakukan 18 bulan
sete-lah berakhirnya pengurangan terdahulu, dan pengurangan
ketiga dilaksanakan setahun kemudian.
Tahap III, Jika masih diperlukan untuk dilakukan pengu
rangan, maka akan diteruskan pada tahap ketiga ini yang
pelakasanaannya akan dikerahkan kepada Council setelah
menerima usulan dari Commission.
Dalam Treaty of Rome juga ditetapkan ketentuan
mengenai mobilitas faktor-faktor produksi dalam kawasan MEE, yang menegaskan secara bertahap pula akan
dihapus-kan segala rintangan yangmenghambat perpindahan
faktor-faktor produksi dari satu negara ke negara lainnya.
Dengan demikian ketentuan ini menegaskan hasrat negara
negara anggota MEE utnuk membentuk suatu Pasaran Ber
-sama (Common Market), dimana tidak saja terdapat
kebe-basan dalam lalu-lintas barang dan.jasa, tetapi juga
dalam lalu-lintas produksi. Hal ini di samping bahwa
buruh yang datang dari satu negara lain, berdasarkan
Pa-sal 48 Treaty, sesudah mendapat suatu pekerjaan harus
diperlakukan sama dengan buruh yang berasal dari negara
itu sendiri, juga modal dari suatu negara dapat masuk
dengan bebasnya ke negara anggota lainnya.
Untuk dapat melaksanakan aktifitas dalam rangka
mencapai tujuannya, MEE niemerlukan organ atau badan
pe-laksana. Menurut Pasal 4 Treaty, organ-organ MEE
a. Asembly (Parlemen Eropa),
b. Council (Dewan Menteri),
c. Commission (Komisi), dan
d. Court of Justice (Mahkamah).
a d . a . Assembly (Parlemen Eropa)
Assembly MEE, atau yang biasa disebut European
Parliament (Parlemen Eropa), merupakan badan yang
ber-anggotakan 142 orang dan dipilih oleh Parlemen
negara-negara angota (Pasal 138 paragraf 1 dan 2). Meskipun
sampai saat ini Parlemen masih mengadakan pemilihan
se-cara tidak langsung terhadap para anggotanya, namun
ke-lak dikemudian hari dicita-citakan untuk dike-lakukan d e
ngan cara "direct universal suffrage" dan "a uniform e
lectoral procedure" pada semua neagara-negara anggota
MEE seperti yang ditetapkan oleh Treaty of Rome Pasal
138 paragraf 1. Untuk merealisasikan citacita terse
-but, maka sebagai langkah awal telah disetujui suatu
konvensi dimana penduduk negara-negara "the Six", yakni
negara-negara pendiri MEE, dapat memilih langsung wakil
wakil mereka untuk duduk dalam Assembly.
Anggota Assembly dapat digolongkan dalam empat
partai politik yang diakui oleh Assembly, yakni:
1. Partai Kristen DEmokrat (Christian DEmocrats);
2. Paratai Sosialis (Socialist);
4. Partai Demokrat Eropa (European DEmocrat Union).
Keberadaan anggota di daalara Assembly tidaklah mewakili
negaranya, melainkan kelompok politik mereka .(irrespec
tive of nationality).
Pembentukan partai politik yang ada, tidaklah
di-dasarkan pada ketentuan Treaty of Rome, melainkan
meru-pakan tujuan dari Assembly itu sendiri untuk mencapai
sovereignty dan independence terhadap peraturan yang
tetap dan tetap (Standing Orders).
Sidang Assembly dilakukan setiap tahun, pada hari
Selasa ketiga bulan Oktober
,
atau pada waktu-waktu ter tentu atas permohonan Commission, Council ataupunper-mohonan yang didasarkan pada suara mayoritas Assembly
(Pasal 139).
Lebi jauh, badan ini bertugas memberikan nasehat
dan mengajukan usul pada Commission dan Council serta
mengawasi jalannya organisasi MEE khususnya pekerjaan
Commission. Organ ini dapat pula meminta
pertanggungja-waban baik lisan maupun tertulis kepada Commission (Pa
sal 140 paragraf 3), dan bahkan memaksa anggota Commis
sion untuk membuharkan diri dengan mengajukan mosi ti
dak percaya yang harus didukung oleh dua pertiga dari
jumlah anggota yang hadir, dan meliputi suara terbanyak
( ^ + 1 ) dari seluruh anggota. Hal ini menunjukkan bah
legisla-tif sebagaimana yang dimiliki oleh Parlemen di
negara-negara Eropa Barat, namun memiliki fungsi kontrol ter
hadap Commission.Diharapkan nantinya Assembly, mempunyai
kekuasaan yang lebih besar, antara lain mengawasi bud
get serta memiliki pengaruh politik yang berarti.
ad. b. Council (Dewan Menteri)
The Council merupakan "Supreme Decision Making
Body", yakni Dewan yang mempunyai kekuasaan tertinggi
untuk merencanakan serta memberi putusan terhadap semua
rencana. Keanggotaan dalam Council terdiri dari Mente
ri Luar Negeri negara-negara anggota yang disebut
"A Minister for European Affairs or Minister for Europ
ean Integration". Namun tidak selalu menteri tersebut
yang mewakili negaranya, namun menteri lain pun dapat
juga menjadi anggota, tergantung pada masalah yang
di-hadapi dan yang akan dibicarakan.^ Pertemuan
diseleng-garakan atas inisiatif ketua Council (Presiden Dewan) ,
yang dipilih secara bergantian di antara para wakil ne
gara anggota secara alfabetis serta menjalankan tugasnya
selama 6 bulan, atau atas permohonan Commission mmaupun
atas permintaan salah satu anggota Council. Sebelum
acara pertemuan dibahas, maka terlebih dahulu
bahan-European Documentation, EEC Competition Rul es , Luxembourg: Office for Official Publication of European Community, 1983, hal. 12
bahan dipersiapkan oleh badan yang disebut Komite Wakil
tetap (Permanent Representative Committee), yang
diben-tuk undiben-tuk memudahkan tugas Council dalam menyiapkan
po-kok-pokok uraian agar dapat menghemat waktu dan mencip
takan kelancaran kerja.
Tugas utama Council menurut Pasal 145 Treaty of
Rome adalah menjamin terselenggaranya kerjasama ekonomi
di antara negara-negara anggota dan mempunyai kekuasaan
menetapkan perundangundangan. Pasal tersebut menyata
-kan sebagai berikut:
...the Council shall ensure the coordination of the general economic policies of the Member States and dispose of a power of decision.
Dengan demikian secara rinci dapat dilihat tugas utama
Council antara lain mencakup:
a. Mengawasi permasalahan yang telah diajukan kepa
da M E E .
b. Sesuai dengan Traety o f 'R o m e , Council harus
mem-pcrhatikanm kebijaksanaan ekonomi negara-negara
anggota. Fungsi ini dengan sendirinya menunjuk
pada kebijaksanaan ekonomi negara-negara
anngo-ta seperti yang tercantum dalam Treaty.
c. Council bertugas untuk mengadakan pemanduaN
TER-hadap kebijaksanaan para negara anggota secara
bertahap, di mana hal ini merupakan tujuan MEE.
a-kan memenuhi kewajibannya sebagaimana yang
dia-manatkan oleh Pasal 6 Treaty of Rome, yakni
me-ngadakan hubungan kerjasama yang harmonis d e
ngan MEE dalam rangka mengkoordinasikan
kebijak-sanaan ekonominya bagi tercapainya tujuan MEE.
Prosedur pemungutan suara di dalam Council dila
kukan dengan cara "unanimously", "simple" atau "quali
-fied majority". Manurut Pasal 148 Treaty, Council mem
punyai dua sistem pengambilan keputusan. Yang pertama
apabuila berkaitan dengan keinginan anggota, maka kepu
tusan diamb.il dngan suarua bulat. Hal ini berarti
se-tiap anggota mempunyai hak veto. Dalam hal lain,Council
mengambil keputusan dengan suara terbanyak ( ^ + 1 ),
dan harus minimal 12 suara serta termasuk di dalamnya
4 negara anggota. Pengambilan suara seperti dilakukan
jika masalahnya diajukan oleh Commission. Untuk
memberi-kan rasa adil dalam kaitannya dengan negara besar ( The
Big Three), maka hak pemberian suara ini dibagi sebagai
berikut:
Jerman Barat, Perancis, Italia { the Big Three)
masing-inasing 4 suara;
Belgia,dan Delanda masing-masing mempunyai 2 suara;
Luxembourg hanya mempunyai 1 suara.
Namun dengan masuknya enam negara anggota baru, maka
komposisi suara mengalami perubahan, yakni:
masing-masing mempunyai 10 suara;
Belgia dan Belanda masing-masing mempunyai 5 suara;
Irlandia, Denmark, dan Norwegia masingf-masing mem
punyai 3 suara;
Luxembourg mempunyai 2 suarA, scmentara Yunani,
Spa-nyol dan Portugal masing-masingmempunyai 1 suara.
Dengan demikian komposisi suara terbanyak dalam
pengambilan keputusan mengalarni perubahan pula, yakni 45
suara termasuk 6 negara anggota di dalamnya. Hal ini un
tuk mencegah negara-negara besar memaksakan kehendaknya
terhadap negara-negara yang lebih kecil.
ad. c. Commission (Komisi)
Badan ini memegang kekuasaan eksekutif dan dapat
dikatakan sebagai pelaksana harian MEE yang menyerupai
"the High Authority" dan European Coal and Steel Commun
ity (ECSC). Akan tetapi sejak 1 April 1967 beberapa or
gan Eropa mengalarni peleburan dan menjadi "Single Organ'r
termasuk di dalamnya Commission dari badan-badan Eropa
(Commission of the European Communities) yang
keberadaan-nya menggantikan kedudukan "the High Authority" dari ECSC,
MEE sertaEUROATOM. Sehingga dengan demikian European Com
mission menjadi suatu badan rangkap dari ketiga organi
-sasi Eropa yang tugas dan fungsinya menjalankan amanat
yang ditetapkan oleh Treaty of Paris dan Treaty of Rome.
dipilih dari para warga negara semua negara anggota ber
dasarkan kemampuannya secara umum dengan masa jabatan 4
tahun. Masingmasing negara anggota tidak* dapat raenem
-patkan wakilnya lebih dari 2 orang di dalam Commission,
serta untuk dapat menjalankan tugas dan kewajibannya ma
ka setiap anggota tidak berada di bawah pengaruh negara
asalnya. Hal ini tampak oleh karena setiap anggota
sebe-lum mcmangku jabatannya harus inengangkat sumpah terlebih
dahulu di muka pengadilan Eropa bahwa ia akan bekerja
"completely independent and neither solicit not accept
instructions their government". Dan apabila di kemudian
hari ternyata anggota tersebut tidak inemenuhi kewajiban
yang dia emban, maka atas permintaan Council maupun
anggota Commission lainnya, menurut Treaty, pengadilan
dapat memberhentikan keanggotaannya dan dengan demikiann
hak atas jaminan pensiun maupun tunjangan lainnya akan ’
gugur (Pasal 160 Juncto Pasal 157 paragraf 2).
Selanjutnya Pasal 155 menyatakan tugas Commission
sebagai berikut:
... ensure the application of provisions of this Treaty and the provisions enacted by the institution of the Community... formulate recommendations or o p inions in natters which are subject of this Treaty.
.. dispose of a power of decisions of its own and participate in the preparation of acts of the Coun cil and of the Assembly and exercise the competence confered on it by the Council for the implementation of the rules laid down by the letter.