• Tidak ada hasil yang ditemukan

SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK DALAM PENDAMPINGAN PERSONAL PARA GURU DI SLBG A-B HELLEN KELLER YOGYAKARTA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK DALAM PENDAMPINGAN PERSONAL PARA GURU DI SLBG A-B HELLEN KELLER YOGYAKARTA SKRIPSI"

Copied!
202
0
0

Teks penuh

(1)

i

SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK DALAM PENDAMPINGAN PERSONAL PARA GURU

DI SLB/G A-B HELLEN KELLER YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh : Maria Eka Savitri NIM: 081124005

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

PERSEMBAHAN

Skripsi ini kupersembahkan kepada

Yesus Sang Gembala Sejati

Kedua orang tuaku yang selalu mengasihi Sahabatku yang berada jauh di sana

(5)

v MOTTO

“Serahkanlah hidupmu kepada Tuhan dan

percayalah kepada-Nya, dan Ia akan bertindak.”

(Mzm 37:5)

Sebab,

“Ia melakukan perbuatan-perbuatan yang besar dan yang tak terduga,

serta keajaiban-keajaiban yang tak terbilang banyaknya.”

(6)
(7)
(8)

viii ABSTRAK

Skripsi ini mengambil judul Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Penulis memilih judul iniberdasarkan kerinduan dan rasa ingin tahu penulis pada dunia pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus. Bagi penulis, dunia pendidikan luar biasa merupakan suatu dunia yang baru dan mengusik rasa ingin tahu penulis. Selain itu juga, dengan berefleksi dari Spiritualitas Gembala Baik, penulis dapat belajar untuk menjadi seorang guru yang baik, karena menjadi guru merupakan sebuah perziarahan yang tidak pernah habis.

Berkaitan dengan hal tersebut, penulis mengambil tema Spiritualitas Gembala Baik sebagai sebuah refleksi bagi pelayanan dalam dunia pendidikan luar biasa, terutama di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Penulis melihat pendekatan personal akan sangat baik bila diperkaya dengan pendekatan spiritual. Alasannya dalam pendekatan spiritual, guru belajar untuk mengenal jati diri dan inti hidupnya. Dengan guru yang mengenal jati diri dan inti hidupnya, maka ia akan melayani dan mencintai anak didik dengan tulus. Hal ini pun sejalan dengan prinsip pendampingan personal yang dilaksanakan di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ialah prinsip pelayanan dan mencintai anak-anak dengan tulus. Pelaksanaan pendampingan di sekolah ini menggunakan metode pengajaran klasikal dan individual, tetapi pada kenyataannya metode pengajaran individual lebih dominan digunakan.

Karya tulis ini disusun menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologis, yaitu pendekatan yang berusaha memahami arti peristiwa dan kaitan-kaitannya dengan orang-orang dalam situasi-situasi tertentu, melalui wawancara dan observasi partisipatif. Fokus penelitian ini terletak pada proses pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

(9)

ix

ABSTRACT

This thesis took Spirituality of Good Shepherd in Personal Mentoring Teacher at Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta as its title. Writer chooses this title base on her yearning and curiosity about education for children with disabilities. For writer, education for children with disabilities is a new experience and tempting the writer curiosity. Moreover, with the reflection of Spirituality of Good Shepherd, writer can learn how to become a good teacher, because become a teacher is a pilgrimage that never ends.

Related with that, writer takes Spirituality of Good Shepherd as her theme as a reflection to serve the education for children with disabilities, especially at SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Writer sees that personal approach will be better if enriched with spiritual approach. The reason in spiritual approach, teacher can learn how to know his/her identity and the point of his/her life. So he/she will serve and sincerely loves his/her student. This is also the same principle with personal approach that SLB/G A-B Hellen Keller uses and that principle is service and sincerely love children. Implementation assistance in this school use classical and individual method, but in reality individual method is predominantly used.

This thesis is written using qualitative research methods with phenomenological approach. That is an approach who tried to understand the meaning of an event and the connection with people inside some situations, through some interviews and participative observation. The focus of this research base on personal assistance which is used by the teacher at SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta which is can help student to study.

(10)

x

KATA PENGANTAR

Pertama-tama, syukur dan terima kasih kepada Yesus Sang Gembala Sejati yang telah membimbing, menemani serta meneguhkan saat suka dan duka, dari awal perencanaan, penulisan hingga terselesainya penyusunan skripsi dengan judul Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Skripsi ini diajukan untuk memberikan sumbangan pemikiran, gagasan dan inspirasi bagi siapa saja yang mencintai anak-anak berkebutuhan khusus.

Selama proses penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, dukungan, doa dan perhatian yang meneguhkan dari banyak pihak, baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu penulis menyampaikan ungkapan terima kasih yang tulus kepada:

1. Drs. F.X Heryatno Wono Wulung., S.J., M.Ed, sebagai dosen yang telah membimbing, mengarahkan dan mengoreksi penyusunan skripsi ini.

2. Dr. C.B. Putranta. S.J. sebagai dosen wali sekaligus dosen penguji.

3. F.X Dapiyanta, SFK, M.Pd. sebagai dosen pembimbing dalam penelitian sekaligus sebagai dosen penguji.

(11)

xi

5. Para karyawan-karyawati di kampus IPPAK yang telah memberikan perhatian dan dukungan dengan caranya masing-masing.

6. Papa, mama dan adik-adikku tercinta yang telah memberikan banyak dukungan, baik secara moral maupun material.

7. Teman-teman seperjuangan angkatan 2008, terima kasih untuk segala persahabatan, kebersamaan, perjuangan dan persaingan dalam setiap proses perkuliahan.

8. Adik-adik asrama Serafhine yang selalu mendukung, siap menjadi tempat curhat dan penyemangat ketika penulis merasa lelah, jenuh dan putus asa. 9. Anna Titis Widosari dan Puri Wahyuni, sahabat, rival serta teman sharing

dalam suka dan duka terutama dalam proses penyusunan skripsi.

10. Sahabat yang jauh berada di sana, terima kasih atas doa, dukungan dan semangat yang tidak pernah putus.

11. Adik-adik special di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta, terima kasih atas penerimaan, inspirasi, berkat dan pelajaran yang telah kalian berikan yang tidak akan pernah terlupakan selamanya.

12. Suster-suster PMY, guru-guru dan karyawan-karyawati di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta, terima kasih atas persahabatan, bantuan dan dukungan dalam setiap proses, serta bersedia untuk direpotkan.

(12)
(13)

xiii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

MOTTO ... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vii

ABSTRAK ... viii

F. Sistematika Penulisan ... 8

BAB II. SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK BAGI PENDAMPINGAN PERSONAL ... 10

A. Spiritualitas Gembala Baik ... 10

1. Pengertian Spiritualitas ... 10

2. Arti Kata Gembala ... 13

3. Kehidupan Seorang Gembala Pada Jaman Yesus ... 13

4. Gambaran Seorang Gembala Baik Berdasarkan Alkitab... 16

a. Kitab Mazmur (Mzm 23:1-6)... 17

b. Kitab Yehezkiel (Yeh 34:1-31) ... 18

c. Injil Yohanes (Yoh 10:1-18) ... 21

(14)

xiv

a. Kawanan adalah pusat segalanya ... 25

b. Selalu siap dan hadir di tengah kawanan ... 25

c. Mengenal kawanannya... 26

d. Dapat dipercaya ... 26

e. Seorang yang pekerja keras ... 26

f. Pribadi yang melindungi dan berani ... 27

6. Kualitas Seorang Gembala Baik ... 27

7. Fungsi Pengembalaan ... 28

a. Menyembuhkan (Healing) ... 29

b. Mendukung (Sustaining) ... 29

c. Membimbing (Guiding) ... 29

d. Memulihkan (Reconciling) ... 29

e. Memelihara atau mengasuh (Nurturing) ... 29

B. Inspirasi Spiritualitas Gembala Baik Bagi Pendampingan Personal ... 30

1. Pengertian Pendampingan Personal ... 30

2. Fungsi Pendampingan Personal ... 30

a. Fungsi Pemahaman ... 31

b. Fungsi Pencegahan... 31

c. Fungsi Pemeliharaan ... 32

3. Teknik-Teknik dalam Pendampingan Personal ... 35

a. Rencana studi mandiri (Independent Study Plan) ... 35

b. Program belajar yang berpusat pada siswa (Learned Centered Program) ... 35

c. Belajar menurut kecepatan sendiri (Self Pacing) ... 36

d. Pengaturan instruksi oleh siswa sendiri (Student Determined Instruction) ... 37

4. Inspirasi dari Spiritualitas Gembala Baik ... 37

a. Pengabdian hidup ... 37

b. Menjaga dan melindungi... 38

c. Hubungan yang akrab ... 39

d. Menyediakan segalanya ... 39

(15)

xv

A. Gambaran Umum Tentang SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 43

1. Sejarah Singkat Berdirinya SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 43

2. Visi, Misi dan Tujuan SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 45

a. Visi Sekolah ... 45

b. Misi Sekolah ... 45

c. Tujuan Sekolah ... 46

3. Gambaran Singkat SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 46

a. Lingkungan Fisik ... 46

b. Fasilitas Sekolah ... 47

c. Administrasi Sekolah ... 47

d. Struktur Organisasi Sekolah ... 48

4. Metode Pendampingan Personal yang Digunakan oleh Sekolah ... 48

a. Kegiatan Akademik dan Non Akademik ... 49

b. Kegiatan belajar mengajar secara akademik ... 50

c. Kegiatan rohani ... 50

d. Kegiatan ekstrakulikuler ... 50

e. Kegiatan ADL (Activity Daily Living) ... 50

f. Kegiatan pengembangan keterampilan siswa ... 51

5. Program Home Visit ... 51

6. Keadaan Siswa di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 51

7. Guru yang Bekerja di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 53

B. Penelitian Tentang Pendampingan Personal ... 54

1. Metodologi Penelitian ... 54

a. Latar Belakang Penelitian ... 54

b. Fokus Penelitian ... 56

c. Tujuan Penelitian ... 56

d. Jenis Penelitian... 56

e. Setting Penelitian ... 57

f. Responden Penelitian ... 57

g. Waktu Penelitian ... 58

(16)

xvi

i. Tahap Pemeriksaan Keabsahan Data ... 58

j. Teknik Pembahasan Data ... 59

k. Definisi Konseptual ... 59

l. Definisi Operasional ... 60

m. Variabel Penelitian ... 61

n. Kisi-Kisi Penelitian ... 61

2. Laporan Hasil Penelitian... 62

a. Laporan Hasil Penelitian melalui Observasi Partisipatif ... 62

b. Laporan Hasil Penelitian melalui Wawancara dengan Staf Guru ... 63

c. Laporan Hasil Penelitian melalui Wawancara dengan Orang Tua Murid... 65

3. Pembahasan Hasil Penelitian ... 66

a. Pendampingan Personal ... 67

b. Hasil Belajar Anak ... 70

4. Kesimpulan Penelitian ... 73

BAB IV. SUMBANGAN PEMIKIRAN BAGI PARA GURU DALAM PENDAMPINGAN PERSONAL DENGAN DIINSPIRASI DARI SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK ... 75

A. Refleksi Pelaksanaan Pendampingan Personal di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta Berdasarkan Spiritualitas Gembala Baik ... 76

B. Program Pendampingan Para Guru ... 78

1. Latar Belakang Program Pendampingan ... 78

2. Alasan Pemilihan Tema Pendampingan ... 80

3. Rumusan Tema dan Tujuan ... 80

4. Petunjuk Pelaksanaan Program... 81

5. Matriks Program Pendampingan Bagi Para Guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 82

6. Satuan Persiapan ... 88

BAB V. PENUTUP ... 112

A. Kesimpulan ... 112

B. Saran ... 113

(17)

xvii

2. Bagi Para Guru SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 114

3. Bagi Orang Tua Siswa-Siswi SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta ... 114

DAFTAR PUSTAKA ... 115

LAMPIRAN ... 117

Lampiran 1 : Surat Ijin Penelitian ... (1)

Lampiran 2 : Tabel Sarana dan Prasarana ... (2)

Lampiran 3 : Struktur Organisasi Sekolah... (5)

Lampiran 4 : Data Siswa ... (6)

Lampiran 5 : Daftar Tenaga Kependidikan ... (8)

Lampiran 6 : Panduan Wawancara ... (10)

Lampiran 7 : Contoh Hasil Wawancara ... (12)

Lampiran 8 : Cergam Perbuatan Baik ... (28)

Lampiran 9 : Kumpulan Permainan ... (33)

Lampiran 10 : Contoh Format PPI ... (38)

Lampiran 11 : Catatan Berkala ... (48)

Lampiran 12: Foto-Foto Proses Belajar Mengajar di Sekolah ... (61)

Lampiran 13: Video Proses Belajar Mengajar di Sekolah ... (65)

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN

A. Singkatan Kitab Suci

Singkatan-singkatan Kitab Suci dalam Lembaga Alkitab Indonesia. (2000). Alkitab. LAI: Jakarta. Halaman vi.

B. Singkatan Lain.

PMY : Putri Maria dan Yosef

SLB/G A-B : Sekolah Luar Biasa Ganda Buta Tuli Sekda Prop : Sekretaris Daerah Propinsi

Dikpora : Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olahraga DIY : Daerah Istimewa Yogyakarta

Dll : dan lain-lain

HKI : Hellen Keller Indonesia

TV : Television

PPI : Program Pembelajaran Individual. ABK : Anak Berkebutuhan Khusus PLB : Pendidikan Luar Biasa WC : water closet

(19)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Menjadi seorang guru adalah sebuah seni. Seorang guru dapat diibaratkan seorang seniman yang sedang melukis di sebuah kanvas putih dengan warna yang beraneka ragam, ada warna merah, kuning, hijau, biru, emas, hitam dan lain-lain. Setiap guru memiliki pola mengajar sendiri-sendiri (Muhammad Ali, 1987: 5). Pola mengajar ini tercermin dalam tingkah laku mereka saat melaksanakan proses belajar mengajar.

Menjadi seorang guru yang baik merupakan sebuah panggilan yang melibatkan kemampuan intelektual, penguasaan akan materi, karakter yang patut untuk digugu, talenta dan kemampuan dalam berkomunikasi, serta semangat untuk melayani. Dan karakter seorang guru memegang peranan yang cukup penting. Guru hadir untuk mengabdikan diri kepada umat manusia dan dalam hal ini ialah anak (Syaiful Bahri, 2005: 1). Begitu juga dengan guru-guru yang mengabdikan dirinya untuk anak-anak berkebutuhan khusus atau difabel.

Difabilitas adalah suatu bentuk kesempurnaan yang diberikan oleh Tuhan kepada sekelompok makhluknya, artinya dalam kehidupan bermasyarakat sebenarnya tidak ada istilah cacat, karena semua orang diciptakan dengan kesempurnaannya masing-masing. Oleh sebab itu, anak berkebutuhan khusus wajib mendapatkan pelayanan yang baik dalam masyarakat.

(20)

pada hakikatnya adalah usaha sadar, untuk mengembangkan kepribadian yang berlangsung seumur hidup baik di sekolah maupun di luar sekolah” (Suhaeri dan Edi Purwanta, 1996: 27). Anak berkebutuhan khusus berhak mendapatkan pendidikan sesuai dengan bakat, minat serta kemampuan mereka masing-masing. Dalam konteks ini, seorang guru yang mendidik anak berkebutuhan khusus fisik, mental maupun karakteristik perilaku sosialnya, tidak sama seperti mendidik anak normal, sebab selain memerlukan suatu pendekatan yang khusus, juga memerlukan strategi yang berbeda (Mohammad Efendi, 2006: 24). Hal ini disebabkan pada kondisi anak berkebutuhan khusus yang jauh berbeda dari anak normal pada umumnya. Guru harus mengetahui apa yang menjadi kebutuhan dari masing-masing anak, permasalahan mereka, cara belajar mereka serta pendekatan yang sesuai bagi setiap anak. Diharapkan guru menghargai setiap anak, karena mereka memiliki keunikannya masing-masing.

(21)

apapun yang mereka sukai tanpa memikiran hal itu baik atau tidak bagi diri mereka sendiri atau orang lain. Berkaitan dengan hal tersebut, seorang guru memiliki fungsi untuk membimbing anak-anak dan membawa mereka ke arah tujuan yang jelas. Di samping menjadi seorang guru, ia pun juga menjadi orang tua kedua dan suri teladan (model) bagi anak.

Dalam membimbing dan mendampingi anak berkebutuhan khusus dibutuhkan pendekatan yang bersifat personal. Alasannya karena anak-anak tidak dapat ditangani oleh beberapa guru melainkan satu guru yang mengenal mereka dengan baik. Oleh sebab itu, dalam setiap kelas hanya berisikan 4-6 siswa (Mohammad Efendi, 2006: 24). Selain itu juga, guru dengan murid memiliki hubungan yang dekat, seperti orang tua dengan anaknya. Guru mengenal karakter, kekurangan serta kelebihan yang dimiliki masing-masing anak.

Dalam konteks di atas, seorang guru dapat diibaratkan sebagai seorang gembala. Ia tak hanya sekadar mengenal nama anak-anaknya saja, namun lebih dari itu guru harus mengenal kepribadian dan latar belakang mereka dengan sangat baik. Tak hanya itu, selayaknya seorang gembala, guru bertanggung jawab penuh untuk menjaga anak-anaknya. Mereka harus memiliki kepribadian penyayang, baik, hangat, sabar, namun juga tegas, tidak otoriter, apalagi untuk menangani anak-anak berkebutuhan khusus, yang tentu saja permasalahan mereka lebih kompleks daripada anak-anak pada umumnya.

(22)

memberikan nyawanya bagi kawanan. Memberikan nyawa berarti tidak setengah-setengah dalam mendampingi namun secara penuh dan serius. Ia yang memimpin di tengah kawanan dan tidak takut untuk berjalan sendiri serta tanpa rasa takut akan bahaya yang akan ia alami di kemudian harinya. Selain itu juga, menjadi seorang gembala pun harus mengenal Tuhan (Bapa), memiliki hubungan (relasi) yang akrab dengan Tuhan, sebab sumber kekuatan yang terbesar berasal dari doa kepada Tuhan. Setiap tindakan yang dilakukan atas dasar mengandalkan Tuhan akan mampu membuahkan sukacita yang berlimpah.

Sehubungan dengan hal di atas, melalui skripsi ini penulis ingin mengetahui, mengapa para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta memilih bergelut dalam bidang ini? Semangat apa yang mendasari para guru tetap memilih bergelut dalam bidang ini? Mengapa guru-guru tetap setia mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus ini? Alasan apa yang membuat para guru tetap bertahan dalam mendampingi anak-anak? Penulis melihat bahwa guru dengan penuh cinta mengajar sekaligus membimbing mereka, meskipun secara fisik dan mental anak-anak tidak mampu untuk berbuat sesuatu yang besar, paling sedikit anak-anak-anak-anak mampu untuk mengurus diri mereka sendiri dengan baik.

(23)

materi. Namun jika suatu profesi ini dipandang sebagai sebuah panggilan yang berarti, maka meskipun mereka merasa jenuh, bosan, kesulitan dan lelah dalam menjalaninya, apalagi harus menghadapi anak berkebutuhan khusus yang tentu tidak mudah untuk dihadapi, para guru tetap menjalaninya dengan penuh sukacita dan penuh syukur.

Maka dari itu berdasarkan pemaparan di atas, penulis terpanggil untuk mengambil topik ini sebagai topik dalam skripsi penulis dengan judul

“Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di

Sekolah SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta”. Dengan karya ilmiah ini, penulis ingin menggugah, mengetuk sekaligus menguatkan hati guru-guru yang memang secara khusus mendampingi anak berkebutuhan khusus dengan penuh semangat. Selain itu juga, bahan ini dapat menjadi bahan refleksi bagi penulis sendiri, bahwa menjadi seorang guru merupakan suatu panggilan yang mulia dan tidak dapat tergantikan. Menjadi seorang guru bukanlah suatu profesi biasa dan menjanjikan dalam hal materi, namun sebuah panggilan yang dimiliki oleh setiap pribadi, seperti sabda Yesus yang berkata, "Mari, ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia." (Mrk 1:17)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan pokok permasalahan sebagai berikut;

(24)

2. Sejauh mana pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta dapat meningkatkan hasil belajar anak-anak?

3. Bagaimana Spiritualitas Gembala Baik dapat memperkaya pendampingan personal yang dilakukan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta?

C. Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, penulis menyusun beberapa tujuan penulisan skripsi ini, sebagai berikut:

1. Menggali Spiritualitas Gembala Baik untuk pendampingan personal

2. Pengaruh pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta terhadap hasil belajar anak-anak

3. Menemukan kekayaan Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal yang dilakukan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta

D. Manfaat Penulisan

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan skripsi ini mengenai “Spiritualitas Gembala Baik dalam Pendampingan Personal Para Guru di Sekolah

SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta”, antara lain: 1. Akademis

(25)

pendampingan personal yang dilakukan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller.

2. Praktis

Tulisan ini diharapkan dapat membantu pembaca dalam memberikan suatu pemahaman tentang pemaknaan Spiritualitas Gembala Baik dalam panggilan sebagai seorang guru, terutama guru yang mendampingi anak berkebutuhan khusus.

Selain itu juga, diharapkan tulisan ini mampu untuk membantu pembaca dalam mencari dan menggali informasi untuk mengadakan penelitian serupa dan menjadi tambahan bahan kajian dalam rangka penelitian yang lebih lanjut, khususnya pada Spiritualitas Gembala Baik dalam panggilan sebagai seorang guru, terutama guru yang mendampingi anak berkebutuhan khusus.

3. Bagi penulis

Menjadi bahan refleksi dan permenungan penulis sendiri, bahwa menjadi seorang guru merupakan suatu panggilan yang mulia dan tidak dapat tergantikan serta mampu mencintai sebuah profesi dengan semangat Yesus Sang Gembala Baik.

E. Metode Penelitian

(26)

Sedangkan untuk memperoleh data, penulis memanfaatkan studi lapangan kualitatif dengan survei, observasi partisipatif dan wawancara, serta ada suatu sumbangan pemikiran yang dapat diberikan kepada pihak sekolah. Selain itu juga, penulis juga memanfaatkan studi pustaka dari berbagai buku dan literatur yang relevan serta mendukung bahan penelitian.

F. Sistematika Penulisan

Di bawah ini, penulis akan menguraikan secara garis besar tentang sistematika yang penulis gunakan dalam skripsi ini;

Pada bab I, penulis mengawali pendahuluan dengan membicarakan latar belakang penulisan dan rumusan masalah yang penulis gunakan, sehingga menemukan tujuan dan manfaat serta metode yang akan dipakai dalam penulisan skripsi ini. Sebagai akhir dari bagian ini, penulis menguraikan secara singkat tentang isi dari keseluruhan skripsi dalam sistematika penelitian.

Pada bab II, penulis akan memaparkan secara jelas tentang Spiritualitas Gembala Baik, yang dimaksud dengan pendampingan personal dan inspirasi yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal,

Pada bab III, penulis akan menjelaskan gambaran umum tentang SLB/G A-B Hellen Keller, metodologi penelitian yang penulis gunakan, laporan hasil penelitian dan pembahasan hasil penelitian serta kesimpulan dari penelitian.

(27)
(28)

BAB II

SPIRITUALITAS GEMBALA BAIK BAGI PENDAMPINGAN PERSONAL

Pada bab sebelumnya, penulis telah menjelaskan tentang latar belakang memilih topik ini, rumusan masalah yang digunakan, tujuan penulisan karya ilmiah, manfaat penulisan dari berbagai sudut pandang, metode penelitian yang digunakan dan sistematika penulisan.

Sehubungan dengan hal di atas, bab ini akan mengulas secara rinci tentang Spiritualitas Gembala Baik. Spiritualitas Gembala Baik menggambarkan bagaimana seorang gembala yang menyerahkan seluruh hidupnya bagi kawanan domba miliknya. Bagi seorang gembala, kawanan miliknya adalah bagian dari dirinya sendiri dan ia adalah bagian dari kawanannya. Ia memiliki hubungan yang akrab dengan kawanannya dan kawanannya mengenal suaranya. Ia selalu mencukupi segala kebutuhan dari kawanannya. Bagi seorang gembala, kebahagiaan dan kesejahteraan kawanannya merupakan prioritas utamanya.

Hal di atas akan diuraikan lebih jelas pada bab dua ini. Bab ini terdiri dari dua bagian, yaitu Spiritualitas Gembala Baik dan inspirasi yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal. Secara lengkap hal-hal di atas akan diuraikan dalam penjelasan sebagai berikut;

A. Spiritualitas Gembala Baik

1. Pengertian Spiritualitas

(29)

2005: 64). Dalam bahasa Latin, kata spiritualitas merupakan sebuah kata benda abstrak, dihubungkan dengan dua kata sifat lain spiritus dan spiritualis (Yan Olla, 2010: 19). Spiritualitas sebagai konsep, telah digunakan oleh Paulus (Yan Olla, 2010: 18), terutama dalam pengajaran-pengajaran Paulus.

Dalam refleksinya, Paulus lebih banyak menggunakan istilah roh untuk menerangkan tentang spiritualitas. Dalam pemikiran Paulus, roh sering disejajarkan dengan Roh Allah (bdk 2Kor 3;17) dan kesatuan manusia dengan diri Yesus sendiri (1Kor 6:17). Dalam prespektif Paulus, spiritualitas adalah hidup setiap orang Kristiani yang bertumbuh dan diharapkan menjadi matang secara antropologis-psikologis menurut irama dan dorongan misteri rahmat Allah (Yan Olla, 2010: 20).

Spiritualitas yang bersifat rohani sering dilawankan dengan materialitas yang bersifat tubuh atau duniawi. Spiritualitas kerap kali dikaitkan dengan usaha orang atau kelompok tertentu untuk mencari dan mencapai kesempurnaan hidup (Heryatno, 2008b: 95). Selain itu juga, spiritualitas dapat diartikan sebagai cara hidup yang lebih saleh dan berbakti kepada Allah (Agus Hardjana, 2005: 64).

Berdasarkan hal di atas, penulis menyimpulkan bahwa spiritualitas adalah hidup yang didasarkan pada pengaruh dan bimbingan Roh Allah. Dengan spiritualitas, manusia bermaksud membuat diri dan hidupnya dibentuk sesuai dengan semangat dan cita-cita Allah. Karena segala hal yang berhubungan dengan spiritualitas tidak jauh dari realitas hidup umat dan relasinya dengan Allah.

(30)

Kelompok pertama berpendapat bahwa spiritualitas berkaitan erat dengan hidup doa seseorang dan memberikan tempat pada latihan rohani seperti doa, meditasi kontemplasi dan segala praktek devosi (Heryatno, 2008b: 94).

Kelompok kedua berpendapat bahwa spiritualitas berkaitan erat dengan tindakan orang yang sungguh menghayati imannya di dalam pergulatan hidup sehari-hari (Heryatno, 2008b: 94). Sedangkan kelompok ketiga berpendapat spiritualitas berhubungan dengan seluruh pengalaman hidup manusia. Kelompok ini mengatakan bahwa orang berspiritualitas adalah orang yang mampu membangun segala daya kehidupan di dalam kesatuan dan keharmonian sehingga hidup menjadi lebih bermakna (Heryatno, 2008b: 94). Dan kelompok keempat mengatakan bahwa orang yang sungguh hidup di dalam roh atau menghayati spiritualitas Kristiani tidak akan pernah mengabaikan dimensi sosial politik (Heryatno, 2008b:94). Bagi mereka segala perjuangan demi keadilan dan perdamaian merupakan salah satu bagian yang integral dari spiritualitas.

(31)

2. Arti Kata Gembala

Berdasarkan Ensiklopedi Alkitab Masa Kini, kata gembala, dalam bahasa Ibrani dengan bentuk partisipium ialah ro’eh, sedangkan dalam bahasa Yunani ialah poimên (1995:330). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:350), gembala adalah penjaga atau pemelihara binatang (ternak); penjaga keselamatan orang banyak (dalam pemahaman kaum Nasrani). Sedangkan Kamus Alkitab yang ditulis oleh Herbert Haag (1989: 133-134) mengatakan bahwa gembala dijadikan lambang untuk seorang penguasa karena kesetiaan dan pemeliharaannya terhadap binatangnya.

Gembala adalah orang-orang yang menuntun orang-orang yang diserahkan kepadanya menuju pada kebebasan batin (Vanier, 2009: 254). Kebebasan batin ialah kemerdekaan untuk menentukan pilihan yang baik, mengambil inisiatif dan berkembang semakin matang serta mampu untuk mengasihi orang lain. Jadi dapat diartikan, bahwa gembala merupakan seseorang yang mengemban tanggung jawab untuk membimbing dan menjaga kawanannya, entah secara metaforis ataupun secara konkret.

3. Kehidupan Seorang Gembala Pada Jaman Yesus

(32)

mengindahkan peraturan dalam masyarakat, misalnya mereka tidak mencuci tangannya terlebih dahulu sebelum makan. Alasannya karena pada zaman Yesus, mencuci tangan merupakan salah satu ritual yang wajib dilakukan seseorang sebelum makan dan dimaksudkan untuk menghilangkan kenajisan. Namun bukan hal itu yang ditekankan pada pribadi seorang gembala, tetapi sifat-sifat dari gembala itu sendiri. Seorang gembala yang baik tentu memiliki sifat sebagai seorang pekerja keras, jujur, rela berkorban, gigih, pemberani, sabar dan dapat dipercaya.

Seorang gembala berpakaian bulu domba dengan kain-kain pemanas di dalamnya (St.Darmawijaya, 1987: 122). Perlengkapan seorang gembala itu sangat sederhana yang terdiri dari sebuah tas dari kulit binatang untuk membawa roti, buah-buahan kering, zaitun dan keju (St.Darmawijaya, 1987: 120). Seorang gembala selalu membawa gada atau tongkat pemukul. Alat ini biasanya digunakan untuk melindungi kawanan dan dirinya sendiri dari bahaya anjing hutan, puma, singa dan binatang buas lainnya. Selain itu, alat ini digunakan juga untuk mendisplinkan kawanannyayang bersikeras mengambil jalannya sendiri atau bertengkar satu sama lain.

(33)

semi gersang, tetapi di daerah ini jarang sekali ditemukan padang rumput yang hijau.

Padang rumput yang hijau merupakan tempat yang baik untuk domba-domba dan tumbuh secara alami. Dengan padang rumput yang hijau dan subur, segala kebutuhan yang diperlukan oleh kawanan domba akan terpenuhi dengan baik. Tetapi seorang gembala tidak hanya mengandalkan satu padang rumput saja, mereka selalu mencari padang rumput yang baru dan segar untuk menjaga kebutuhan domba-kawanannya. Secara berkala, kawanan domba harus digiring dari padang satu ke padang rumput yang lain. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari habisnya rumput di satu tempat, rusaknya kesuburan tanah dan mencegah domba-domba terjangkit parasit atau penyakit (Keller, 2001: 77). Oleh sebab itu dibutuhkan keterampilan, kecermatan dan pengalaman dari seorang gembala dalam mencari padang rumput bagi kawanannya.

Kebiasaan para gembala menggembalakan kawanannya ditentukan berdasarkan pembagian musim selama satu tahun, sama seperti yang dikatakan oleh Keller (2004: 88);

(34)

Berdasarkan pendapat ahli di atas dapat dikatakan bahwa kebiasaan seorang gembala dalam menggembalakan domba sangat ditentukan dari kecermatan dirinya dalam mengatur kebutuhan makanan kawanan berdasarkan musim yang berlangsung. Seorang gembala yang cermat akan memperhatikan pergantian musim.

Pada musim semi, ia akan diam di ladang miliknya sendiri, tetapi jika mulai memasuki musim panas, seorang gembala akan membawa kawanannya berjalan ke arah padang rumput di gunung yang tinggi. Hal ini dimaksud agar tetap menjaga kebutuhan makanan bagi kawanan dan memberikan waktu bagi padang rumput miliknya berkembang kembali untuk persediaan di musim dingin ke depan. Selama perjalanan menuju padang rumput di gunung yang tinggi, para kawanan dapat menikmati rumput yang tersedia di sepanjang jalan dan meminum air hasil salju yang mencair dari gunung, serta mereka akan berjalan dengan tidak tergesa-gesa. Begitu menjelang musim gugur, kawanan akan terpaksa turun karena suhu yang mulai menurun dan badai salju. Akhirnya ketika memasuki musim dingin, kawanan telah sampai di ladang mereka sendiri dan mereka akan melewati musim dingin dengan rumput yang telah tersedia.

4. Gambaran Seorang Gembala Baik Berdasarkan Alkitab

(35)

23:1-6), Kitab Yehezkiel (Yeh 34: 1-31) dan Injil Yohanes (Yoh 10:1-18). Di bawah ini, penulis menjelaskan gambaran Gembala yang baik berdasarkan: a. Kitab Mazmur (Mzm 23:1-6)

Mazmur ini merupakan sebuah Mazmur yang paling disukai dalam Kitab Mazmur, sejalan dengan yang disampaikan oleh Towns (2002: 7), yang mengatakan

Mazmur 23 jelas merupakan salah satu bagian Alkitab yang paling disenangi karena bagian tersebut telah melekat dalam hati dan pikiran kita. Kita sering mendengarnya dibacakan di saat pemakaman, baptisan dan pelayanan-pelayanan keagamaan lainnya. Banyak orang bisa mengucapkannya kata demi kata, sementara banyak yang lain (di dalam dan di luar Gereja) yang tidak menghafalkannya tetapi mengenalinya ketika mereka mendengarnya.

Mazmur ini berisi tentang ungkapan kepercayaan pemazmur sebagai domba yang digembalakan oleh gembala yang baik. Pada perikop ini, pemazmur menggambarkan Tuhan (Yahwe) sebagai seorang gembala, sebutan yang sangat lazim digunakan bagi dewa atau raja di dunia Timur Kuno terutama oleh bangsa Yahudi (Bergant dan Karris, 2002: 434). Sebutan ini mengungkapkan perhatian dan pimpinan Tuhan (Yahwe) kepada umat Israel saat lepas dari perbudakan di Mesir, serta perlindungan selama 40 tahun di padang gurun. Selama 40 tahun, walaupun harus mengembara di padang gurun, bangsa Israel tidak merasakan kelaparan maupun kehausan karena Tuhan (Yahwe) telah menyediakan semuanya.

(36)

melalui perjalanan yang sulit (lembah kekelaman) karena ia dalam lindungan Tuhan (Mzm 23:4a). Tongkat dan gada Sang Gembala selalu teracung untuk melindungi kawanannya (Mzm 23:4b). Tongkat dan gada merupakan lambang dari kekuatan Allah sendiri yang mampu memberikan sebuah kepastian dan penghiburan bagi kawanannya dalam masa sulit.

Bagi pemazmur, Tuhan (Yahwe) sebagai gembala adalah segalanya. Ia adalah pelindungnya, pemeliharanya, tuannya, damai sejahteranya, penyembuhnya, kebenarannya, hadirat ilahi, pahlawannya, pembela, penghibur dan kekekalannya. Tanpa sang gembala maka domba akan kehilangan segalanya. Pendek kata, kesejahteraan kawanan domba bergantung sepenuhnya kepada pemilik yang memeliharanya (Keller, 2004: 29).

b. Kitab Yehezkiel (Yeh 34:1-31)

Dalam perikop ini, pembahasan tentang seorang gembala dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu; pengantar (Yeh 34:1-2), peringatan kepada gembala yang lalai (Yeh 34:7-10), Allah digambarkan sebagai gembala yang baik (Yeh 34:11-16), Allah sebagai Hakim yang adil atas domba-domba (Yeh 34:17-21), gambaran pemenuhan janji Allah (Yeh 34:22-29) dan penutup sebagai penegasan atas kekuasaan Allah sebagai penguasa Israel (Yeh 34:30-31).

(37)

Berkhianat dalam hal ini berarti penyembahan kepada berhala saat mereka berada di pembuangan Babel (Bergant dan Karris, 2002: 595). Allah (Yahwe) memerintahkan Nabi Yehezkiel untuk menceritakan tentang apa saja yang dilakukan oleh para gembala masa lalu (Yeh 34:2-4) dan apa yang saja yang terjadi pada kawanan domba gembalaannya (Yeh 34:5-6). Selain itu juga, Allah (Yahwe) memerintah Nabi Yehezkiel untuk memberitahu akhir dari gembala-gembala tersebut karena mereka telah gagal memikul tanggung jawab mereka atas kawanan-Nya.

Bagian kedua adalah teguran Allah kepada para gembala yang lalai (Yeh 34:7-10). Allah menegur mereka yang telah gagal menggembalakan kawanannya dan akan mengambil alih tugas kegembalaannya. Alasan mengapa Allah mengambil alih tugas tersebut karena domba milik-Nya menjadi mangsa dan makanan binatang di hutan serta para gembala menggembalakan dirinya sendiri (Yeh 34:8-9). Padahal tugas utama para gembala adalah menggembalakan kawanan domba milik-Nya. Oleh sebab itu, Tuhan (Yahwe) menegur mereka dengan menyebutkan semua kesalahan para gembala melalui Nabi Yehezkiel.

(38)

bagian yang menggambarkan bagaimana gambaran seorang gembala baik yang pantas dan sesuai untuk melayani dan membimbing umat Allah sendiri.

Bagian keempat berisi tentang Allah sebagai hakim atas kawanan domba-Nya (Yeh 34:17-21). Pada awalnya, Allah menyapa kawanan domba-Nya dengan mengatakan bahwa Ia akan menjadi hakim atas mereka. Ia akan menjadi hakim antara domba dengan domba dan domba dengan kambing (Yeh 34:17). Allah sendiri yang akan membuka penghakiman terhadap domba-domba yang menyalahgunakan kekuasaan mereka dengan mengatakan bahwa yang mementingkan dirinya sendiri akan dihukum dan Allah sendiri yang akan menghakimi mereka (Yeh 34:19;22).

(39)

c. Injil Yohanes (Yoh 10:1-18)

Dalam perikop ini, yang menjadi penekanan ialah gambaran gembala yang baik ada dalam pribadi Yesus sendiri. Yesus digambarkan sebagai Sang Gembala Baik yang memberikan nyawa-Nya, mengenal kawanan-Nya serta mau merangkul domba yang tersesat. Di bawah ini, penulis memberikan penjelasan tentang gambaran Yesus sebagai Sang Gembala Baik menurut injil Yohanes

1) Yesus selalu memimpin di depan kawanan dan kawanan mengikuti Dia (Yoh 10:4)

Seorang gembala yang baik selalu berjalan di depan kawanannya dan menuntun mereka ke padang rumput dan sumber air yang segar (D‟Souza, 2007: 31). Di Palestina, gembala tidak menggiring domba dari belakang. Gembala berjalan di depan, sedang domba-domba mengikutinya dari belakang (St.Darmawijaya, 1987: 122). Biasanya seorang gembala memanggil kawanannya dengan siulan tertentu atau seruan khusus dan dengan sendirinya kawanan domba mengikuti suara atau siulan tersebut. Kawanan domba sangat mengenal suara gembalanya dan jika ada domba yang kurang memperhatikan, acungan tongkat gembala akan menyadarkan domba tersebut.

(40)

2) Yesus adalah pintu dan orang yang tidak masuk melewati Dia adalah pencuri (Yoh 10:7-8)

Hal ini tidak dapat diartikan secara harafiah sebagai sebuah pintu, namun sebagai batas antara luar kandang dengan dalam kandang. Karena pada jaman Yesus, tidak ada sebuah pintu yang membatasi antara dalam kandang dengan luar kandang dan bentuk kandang domba hanya sebuah ladang luas yang dipagari dengan batu yang dibuat oleh gembala sendiri atau berada dalam gua-gua yang ada di tengah padang gurun.

Biasanya seorang gembala selalu berjaga dan tidur di depan kandang untuk menjaga kawanannya, sehingga domba aman dari para pencuri atau binatang liar. Oleh sebab itu, dapat digambarkan bahwa Yesus sebagai batas (pintu) antara bagian luar dengan dalam dan bagi yang tidak masuk melewati dirinya (pintu) adalah seorang pencuri. Hal ini pun, memberikan rasa aman dan tenang bagi kawanan domba, karena sang gembala selalu berjaga di dekat mereka.

3) Yesus adalah pintu dan orang yang melewati Dia sampai pada keselamatan Allah (Yoh 10:9)

Biasanya pada masa dahulu, jika domba-domba ingin masuk atau keluar ke kandang, mereka harus melewati gembala yang telah bersiap dengan gada atau tongkat di depan pintu, untuk menghitung apakah kawanannya telah terkumpul semua atau belum. Dari pernyataan inilah, diartikan bahwa siapa yang melewati Yesus (pintu) akan mendapatkan keselamatan (kandang) dan yang mendapatkannya tentu saja adalah kawanan domba-Nya (umat-Nya).

(41)

kawanan domba akan segera berdiri dan berlari berdesakan menuju ke pintu, karena mereka tahu bahwa mereka akan dibawa kepada padang rumput yang lebih segar, subur dan menenteramkan mereka. Pada saat itu, perasaan bahagia luar biasa akan dirasakan oleh seluruh anggota kawanan. Perasaan di mana mereka selalu merasa bahagia saat bersama sang gembala.

4) Yesus rela memberikan nyawa bagi kawanan-Nya (Yoh 10:11)

Sebagai seorang gembala, Yesus rela memberikan nyawa bagi kawanan-Nya. Ia memberikan diri-Nya dengan benar-benar total, karena domba-domba (pengikut-Nya) hanya percaya kepada-Nya saja. Bagi domba, sang gembala adalah pemimpin yang dapat memberikan kebahagian dan kesejahteraan sejati. Bukti nyata atas totalitas Yesus dalam mencintai pengikut-Nya (domba) ditunjukkan dengan kematian-Nya di kayu salib dan kebangkitan-Nya, serta selalu menyertai mereka hingga akhir jaman.

5) Yesus mengenal dan dikenal kawanan-Nya (Yoh 10: 14)

(42)

Begitu juga dengan domba, mengenal suara pemiliknya, bukan berarti hanya sekedar tahu, tetapi memiliki hubungan yang akrab dan dekat dengan pemiliknya. Mereka tidak akan pernah jauh dari gembalanya dan selalu berada di samping gembalanya. Jika gembala miliknya memanggil dirinya, ia akan segera meloncat dan berlari ke arah suara tersebut. Domba memang binatang yang bodoh dan mudah tersesat tetapi mereka mempunyai sebuah kelebihan yaitu mampu mengenali suara dari gembalanya. Biasanya domba-domba dewasalah yang mampu mengenali suara gembalanya dengan baik. Sedangkan domba-domba yang belum dewasa kurang mampu mengenali suara gembalanya dengan baik. Anak-anak domba yang masih muda mengikuti domba yang telah dewasa untuk bisa mengenali suara gembala mereka. Ketika gembala memanggil maka domba-domba yang dewasa akan mengenali suara tersebut, lalu domba-domba-domba-domba yang lebih muda akan mengikuti mereka. Oleh sebab itu, dapat dikatakan bahwa mengenali suara bukan berarti hanya sekedar mengenal saja, namun mengenal keseluruhan pribadi dari setiap anggota serta mengasihinya.

6) Yesus mengenal dan dikenal oleh Bapa (Yoh 10:15)

(43)

7) Yesus mau menerima domba-domba yang tersesat menjadi satu kawanan (Yoh 10:16)

Sebagai seorang gembala, ia harus terbuka dan mau menerima domba-domba yang tersesat dan menjadikannya satu kawanan dengan miliknya. Ia tidak boleh menelantarkan domba lain yang tersesat, namun ia harus merangkul, menggendong dan menjadikan domba tersebut milik kepunyaannya sendiri.

5. Sifat-Sifat Seorang Gembala Baik

Seorang gembala yang baik memiliki banyak sifat yang baik dan dapat ditiru oleh setiap orang. Sifat-sifat itu, antara lain;

a. Kawanan adalah pusat segalanya

Bagi seorang gembala yang baik, kawanan merupakan segalanya baginya. Mereka adalah fokus dari keberhasilan dirinya dalam mengelola sebuah peternakan. Segala pikiran dan hidupnya hanya dipenuhi dengan domba gembalaannya. Ketika kawanannya menghadapi berbagai bahaya dalam perjalanan, ketika mereka bertambah kuat, gembala dengan setia menunaikan tugasnya (D‟Souza, 2007: 28).

b. Selalu siap dan hadir di tengah kawanan

(44)

Namun dengan sosok gembala yang hadir dan selalu siap melindungi mereka, kawanan akan merasa tenang.

c. Mengenal kawanannya

Gembala mengetahui nama setiap kawanannya dan secara pribadi memanggil masing-masing dengan namanya (D‟Souza, 2007: 29). Ia memanggil kawanannya dengan kekhasan yang masing-masing anggota miliki. Ia mengetahui segala kekurangan dan kelebihan yang dimiliki mereka, namun ia tetap mencintai mereka dengan penuh. Ia tidak membeda-bedakan mereka, namun mencintai mereka dengan cara yang sama dan kasih yang sama besar. Bagi seorang gembala, kawanan merupakan subyek, bukan obyek.

d. Dapat dipercaya.

Sang tuan akan merasa aman menyerahkan ternaknya kepada seorang gembala yang jujur, tekun dan pekerja keras, bukan karena pendidikannya yang tinggi atau pengalamannya yang banyak. Selain tuan yang percaya kepada gembala, kawanan pun akan sangat percaya kepada seorang gembala yang mampu dipercaya. Mereka akan mengikuti seorang gembala yang dapat mereka percaya.

e. Seorang yang pekerja keras

(45)

sering memotong jatah makanan ternaknya, menyuruh ternaknya mencari makanan sendiri serta meninggalkan mereka sendirian saat ada bahaya datang.

f. Pribadi yang melindungi dan berani

Gembala yang baik akan menjaga kawanannya dari kemungkinan gangguan yang mengancam, entah itu singa, serigala atau beruang. Upaya memberikan perlindungan dan rasa aman pada ternak menjadi tanggung jawab yang besar. Penggembala akan menghalau segala kemungkinan serangan yang mengancam keselamatan ternaknya walaupun itu harus mengorbankan nyawanya sendiri. Ia berani mengorbankan nyawa menghadapi bahaya apapun yang menyerang, asalkan kawanannya selamat. Biasanya saat seorang gembala menggembalakan kawanannya, ia selalu membawa tongkat atau gada untuk melindungi kawanan dan dirinya sendiri.

Selain itu juga, seorang gembala yang baik akan menghalau dan mencegah ternaknya melakukan kesalahan, tidak membiarkan ternaknya berbuat salah, contohnya ketika ternaknya mendekati pagar tanaman segera penggembala menghalaunya. Jika ada rumput beracun, sang gembala segera mencabutnya atau saat salah satu kawanannya hilang, ia akan segera mencari dan berusaha menemukannya.

6. Kualitas Seorang Gembala Baik

(46)

kesalahannya dan mengenal setiap kekurangan yang ia miliki, serta mampu untuk meminta maaf jika memiliki kesalahan.

Selain itu juga, seorang gembala diharapkan dapat menjadi seorang pemimpin yang baik karena kawanan domba sangat mengandalkan dirinya. Ia harus menjadi seorang pribadi yang kuat, tekun, pekerja keras dan selalu sabar dalam membimbing domba-kawanannya. Kepercayaan dari kawanannya merupakan dasar dari segala penggembalaan (Vanier, 2009: 254). Kepercayaan dapat dimiliki seorang gembala jika ia mampu untuk menjadi pemimpin yang baik.

Bagi Vanier, menjadi seorang gembala yang baik adalah berani keluar dari kungkungan egoisme agar dapat memberikan perhatian kepada kawanannya, menyatakan kepada mereka keindahan dan arti mereka, serta membantu mereka untuk berkembang dan menjadi hidup sepenuhnya (Vanier, 2009: 257).

7. Fungsi Penggembalaan

(47)

a. Menyembuhkan (Healing)

Adalah suatu fungsi penggembalaan yang terarah untuk mengatasi kerusakan yang dialami orang dengan memperbaiki orang itu menuju keutuhan dan membimbingnya ke arah kemajuan di luar kondisinya terdahulu.

b. Mendukung (Sustaining)

Adalah suatu fungsi di mana menolong orang yang sakit (terluka) agar dapat bertahan dan mengatasi suatu kejadian yang terjadi pada waktu yang lampau, di mana perbaikan atau penyembuhan atas penyakitnya tidak mungkin lagi diusahakan atas kemungkinannya sangat tipis sehingga tidak mungkin lagi diharapkan.

c. Membimbing (Guiding)

Adalah suatu fungsi di mana dapat membantu orang yang berada dalam kebingunan dalam mengambil pilihan yang pasti (meyakinkan di antara berbagai pikiran dan tindakan alternatif atau pilihan), pilihan yang dipandang mempengaruhi keadaan jiwa mereka sekarang dan pada waktu yang akan datang. d. Memulihkan (Reconciling)

Adalah suatu fungsi di mana adanya usaha untuk membangun hubungan yang rusak kembali di antara manusia dan sesamanya dan di antara manusia dengan Allah.

e. Memelihara atau mengasuh (Nurturing)

(48)

mereka, di sepanjang perjalanan mereka dengan segala lembah-lembah, puncak-puncak dan dataran-datarannya.

B.Inspirasi Spiritualitas Gembala Baik Bagi Pendampingan Personal

Sebelum mengulas lebih dalam tentang inspirasi apa saja yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal, terlebih dahulu, penulis akan mengulas tentang pendampingan personal itu sendiri. Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada uraian di bawah ini;

1. Pengertian Pendampingan Personal

Berdasarkan kamus Besar Bahasa Indonesia, pendampingan (2005: 234) adalah proses, cara, perbuatan mendampingi, sedangkan personal (2005: 863) adalah bersifat pribadi atau perseorangan. Dari kedua hal ini, penulis menarik kesimpulan bahwa pendampingan personal adalah proses, cara atau perbuatan seseorang mendampingi orang lain secara pribadi.

2. Fungsi Pendampingan Personal

(49)

Dalam kelangsungan perkembangan dan kehidupan manusia, berbagai pelayanan diciptakan dan diselenggarakan. Masing-masing pelayanan itu berguna dan memberikan manfaat untuk memperlancar dan memberikan dampak positif sebesar-besanya terhadap kelangsungan perkembangan dan kehidupan itu, khususnya dalam bidang tertentu yang menjadi fokus pelayanan yang dimaksud.

Sejalan dengan hal tersebut, pendampingan personal memiliki berbagai macam fungsi dalam dunia pendidikan ditinjau dari kegunaan, manfaat atau keuntungan yang diperoleh, antara lain:

a. Fungsi Pemahaman

Fungsi pemahaman dalam pendampingan personal, tidak hanya sekadar mengenal diri siswa, melainkan lebih jauh lagi, yaitu pemahaman yang menyangkut latar belakang pribadi siswa, kekuatan dan kelemahannya, serta kondisi lingkungan siswa sendiri (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 197). Pemahaman guru tentang siswa akan menjadi bahan acuan baginya dan pihak lain, terutama orang tua, untuk memahami siswa lebih baik. Tanpa pemahaman terhadap masalah, penanganan terhadap masalah itu tidak mungkin dilakukan. Oleh sebab itu, fungsi pemahaman menjadi tugas yang paling awal dalam setiap penyelenggaraan proses pendampingan personal bagi setiap anak.

b. Fungsi Pencegahan

(50)

tahap perkembangan selanjutnya. Oleh sebab itu, diharapkan anak dapat melalui setiap tahap perkembangannya dengan baik.

Sehubungan dengan hal di atas, pendidikan pun memiliki fungsi pencegahan. Fungsi ini berguna untuk mencegah sesuatu hal yang tidak diharapkan di masa depan dan mengurangi kemungkinan yang buruk. Upaya pencegahan memang telah disebut orang sejak puluhan tahun yang lalu. Pencegahan diterima sebagai sesuatu yang baik dan perlu untuk dilaksanakan (Prayitno dan Erman Amti, 2004: 202).

Berkaitan dengan hal di atas, dalam pendidikan luar biasa, fungsi pencegahan ini kurang begitu berperan terutama untuk fisik, karena sebagian besar telah mengalami kecacatan, sebelum atau setelah dilahirkan. Namun jika fungsi ini diterapkan dalam suatu proses pendidikan dengan tujuan untuk pencegahan di masa depan, terutama untuk proses interaksi mereka dengan orang lain, tentu akan sangat membantu. Misalnya saja, anak yang tunarungu yang sulit untuk berkomunikasi dengan orang lain. Jika diajarkan bahasa isyarat dengan baik dan benar, seperti mengucapkan selamat pagi atau bertanya siapa nama dan dari mana asalnya, tentu anak akan mengalami perkembangan. Perkembangan dalam hal ini bukan hanya berkembang secara kognitif, namun afektif dan psikomotoriknya mereka juga.

c. Fungsi Pemeliharaan

(51)

hal-hal tersebut bertambah baik, kalau dapat lebih indah, lebih menyenangkan, memiliki nilai tambah daripada waktu-waktu sebelumnya (Prayitno dan Erman, 2004: 215). Hal-hal yang dapat dinyatakan dalam fungsi ini, antara lain; intelegensi, bakat, minat seseorang, sikap atau kebiasaan yang baik, cita-cita, kesehatan rohani dan jasmani, hubungan dengan orang lain, serta lingkungan kehidupan seseorang.

Fungsi pemeliharaan berarti memelihara segala sesuatu yang baik yang ada dalam diri setiap individu, baik hal itu merupakan pembawaan maupun hasil-hasil perkembangan yang telah dicapai selama ini (Prayitno dan Erman, 2004: 215). Seperti seorang petani yang selalu menjaga tanaman padinya dengan baik. Ia selalu menjaga apakah kebutuhan air sudah terpenuhi, apakah ada hama yang menggangu tanaman atau adakah tanaman liar yang menggangu. Begitu pun dalam dunia pendidikan, guru bertugas menjaga anak-anaknya. Ia selalu memperhatikan apakah perkembangan anak terhambat atau tidak. Jika ada hambatan, apakah yang penyebab hambatan tersebut dan mencari cara untuk menyelesaikannya dengan baik.

(52)

d. Fungsi Pengembangan

Berbicara tentang fungsi pemeliharaan, tentu saja akan berbicara juga tentang fungsi pengembangan. Alasannya karena fungsi pemeliharaan dan fungsi pengembangan tidak dapat dipisahkan, ibarat dua sisi mata uang logam. Jika satu sisi cacat, maka sisi yang lain tidak bernilai (Prayitno dan Erman, 2004: 215).

Dalam kamus bahasa Indonesia (2007: 538), pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan; pembangunan secara bertahap dan teratur yang menjurus ke sasaran yang dikehendaki. Fungsi pengembangan pada dasarnya merupakan tujuan umum dari seluruh upaya pelayanan pemuliaan manusia (Prayitno dan Erman, 2004: 217). Selain itu juga, fungsi ini pun dilaksanakan melalui berbagai pengaturan, kegiatan dan program yang ada.

Dalam dunia pendidikan, fungsi ini sangat berperan penting di dalamnya. Guru berperan memelihara apa yang baik di dalam diri setiap anak. Seperti halnya fungsi pemeliharaan, fungsi pengembangan pun bertujuan untuk menjaga intelegensi yang dimiliki anak, bakat yang ada di dalam diri seseorang, minat seseorang, sikap atau kebiasaan yang baik, cita-cita, kesehatan rohani dan jasmani, hubungan dengan orang lain, serta lingkungan kehidupan seseorang. Guru berusaha sebaik mungkin untuk mengembangkan hal baik yang sudah terbentuk atau telah ada sebelumnya, sehingga anak semakin berkembang ke arah yang lebih baik.

(53)

dan tujuan tersebut tentu menuju ke arah perkembangan anak. Oleh sebab itu, fungsi pengembangan tidak dapat dipisahkan dari fungsi-fungsi lain dalam konteks pendampingan personal.

3. Teknik-Teknik dalam Pendampingan Personal

Dalam pendampingan personal, ada bermacam-macam teknik yang dapat dilakukan oleh guru untuk mendampingi siswa (Winkel, 1987: 263), antara lain: a. Rencana studi mandiri (Independent Study Plan)

Dalam pendampingan personal, pertama-tama guru membuat suatu rencana mengenai apa yang akan dipelajari dan pencapaian apa yang ingin didapatkan selama proses. Dalam hal ini, guru hanya berperan sebagai motivator bagi anak, namun segala keberhasilan dalam proses pembelajaran yang menentukan adalah anak sendiri. Untuk membuat suatu rencana mengenai apa yang ingin dicapai, guru harus terlebih dahulu melihat daya penangkapan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak, agar tujuan pembelajaran lebih jelas dan hasil lebih optimal.

Begitu pun dalam membimbing anak yang berkebutuhan khusus, setiap guru terlebih dahulu memahami latar belakang, kekuatan dan kekurangan dari setiap anak. Baru kemudian membuat rencana atau program yang ingin dicapai oleh mereka.

b. Program belajar yang berpusat pada siswa (Learned Centered Program)

(54)

guru yang menentukannya, namun anak sendiri. Tujuan dari program ini ialah keberhasilan anak dalam mencapai target sesuai dengan tingkat kemampuan anak.

Dalam membimbing anak berkebutuhan khusus, yang menjadi pusat dan inti dalam proses adalah anak sendiri. Guru tidak dapat memaksakan anak untuk menguasai bahan atau suatu materi melebihi dari kemampuan anak. Guru harus mengikuti dan menyesuaikan dengan kemampuan dan daya penangkapan anak sendiri.

c. Belajar menurut kecepatan sendiri (Self Pacing)

Dalam pendampingan personal, setiap anak diberikan kebebasan untuk mengatur kecepatan penangkapan mereka pada suatu materi. Guru tidak dapat memaksa anak untuk menguasai suatu materi sesuai dengan target, namun harus mengikuti perkembangan setiap anak.

(55)

d. Pengaturan instruksi oleh siswa sendiri (Student Determined Instruction) Dalam pendampingan personal, pengaturan instruksi ditentukan oleh anak sendiri. Maksudnya ialah guru harus terlebih dahulu melihat daya penangkapan dan kekurangan yang dimiliki oleh anak. Pengaturan instruksi ini menyangkut tujuan instruksional, pilihan media pengajaran dan narasumber, alokasi waktu mempelajari suatu topik, laju kemampuan, evaluasi pribadi dan kebebasan menentukan materi yang menjadi prioritas.

4. Inspirasi dari Spiritualitas Gembala Baik

Dalam Spiritualitas Gembala Baik ada banyak inpirasi yang dapat diambil maknanya untuk pendampingan personal, antara lain:

a. Pengabdian hidup

Seorang gembala merupakan seseorang yang menyerahkan nyawanya bagi kawanannya (St.Darmawijaya, 1987: 123). Ia mengabdikan seluruh hidupnya demi kawanannya, entah waktu, tenaga dan pikirannya, semua tercurah bagi kawanannya tersebut. Kawanannya merupakan hal yang paling berharga bagi seorang gembala dan ia terus-menerus mempersembahkan hidupnya (Keller, 2001: 21). Ia tidak akan menukarkan kawanannya tersebut dengan harga apapun, namun jika kawanannya hilang, ia rela untuk membeli dengan harga yang mahal. Bagi seorang gembala, kawanan domba yang dimilikinya adalah bagian dari dirinya sendiri dan dirinya sendiri adalah bagian dari kawanannya tersebut (Keller 2001: 20).

(56)

Ia mencurahkan pikiran dan memberikan perhatian yang penuh untuk anak-anak yang didampingi. Bagi para pendamping, keberhasilan dalam proses belajar dari anaknya merupakan yang utama.

Pendamping akan selalu mengontrol dan mengecek bagaimana perkembangan anak. Apakah anak berkembang atau malah menurun. Jika menurun pendamping akan mencari apa penyebabnya sekaligus berusaha menemukan solusi untuk anak tersebut. Tetapi jika anak mengalami perkembangan yang baik, maka ia akan memberikan dorongan atau motivasi pada anak tersebut, agar mempertahakan dan semakin meningkatkan prestasinya.

b. Menjaga dan melindungi

Ketika kawanan kawanannya dalam bahaya, entah itu berasal dari anjing hutan, singa, puma, serigala ataupun ular di dalam padang, ia akan selalu membela kawanan kawanannya dengan seluruh kekuatan. Seorang gembala selalu berjaga melindungi kawanan kawanannya, baik siang maupun malam. Sebuah gada atau tongkat, selalu ada di tangannya untuk melindungi kawanannya. Bagi kawanan domba, tidak ada hal yang lebih menenangkan dan menenteramkan selain melihat gembalanya di sekitarnya (Keller, 2001: 39).

(57)

belajar mereka masing-masing, sedangkan guru hanya bertindak sebagai seorang pengawas.

c. Hubungan yang akrab

Seorang gembala memiliki hubungan yang akrab dengan kawanannya serta mengenal kawanannya tersebut. Kerap kali seorang gembala bercanda dengan kawanannya. Seorang gembala memanggil domba menurut namanya masing-masing (St.Darmawijaya, 1987: 122). Begitu juga dengan kawanan domba, mereka mengenal suara dari gembala. Jika ada suara asing yang memanggil, maka kawanan tersebut tidak akan mengikutinya dan tentu akan pergi menghindari suara tersebut, karena mereka tidak mengenalinya (Yoh 10:5).

Dalam pendampingan personal, para pendamping tentu memiliki hubungan yang akrab dengan anak. Pendamping tentu saja mengenal karakter, kepribadian, kekurangan serta kelebihan yang dimiliki setiap anak. Mereka tentu tahu apa yang menjadi kendala dalam proses belajar mengajar, namun pendamping juga mengetahui apa yang menjadi kekuatan anak dalam belajarnya. Biasanya dalam pendampingan personal, pendamping menyesuaikan teknik bimbingan sesuai dengan kemampuan penangkapan dari anak tersebut. Oleh sebab itu, dalam pendampingan personal, hubungan antara pendamping dengan anak sangat dekat.

d. Menyediakan segalanya

(58)

2001: 32). Oleh sebab itu dapat dikatakan bahwa, seorang gembala yang baik sangat mengasihi kawanannya dan bersuka hati atas kesejahteraan kawanannya (Keller, 2001: 32). Meskipun seorang gembala menyediakan apa yang dibutuhkan oleh kawanannya, tetapi yang menentukan apa yang disukai dan ingin dimakan oleh kawanannya adalah kawanan tersebut. Seorang gembala tidak dapat memaksa kawanannya untuk makan apa yang tidak disukai, ia hanya membimbing dan memberikan arahan yang baik bagi domba-kawanannya.

Dalam pendampingan personal, pendamping selalu mempersiapkan apa yang ingin dipelajari, misalnya tujuan instruksional, materi yang harus dikuasai, daftar buku yang dapat digunakan dan media apa yang akan digunakan. Tetapi guru tidak dapat menentukan jalan proses pendampingan dan anak diberikan kebebasan dan kepercayaan untuk mengelola proses belajarnya sendiri dan mengatur kecepatan penangkapan mereka pada suatu materi. Guru tidak dapat memaksa anak untuk menguasai suatu materi sesuai dengan target, namun harus mengikuti perkembangan anak. Keberhasilan proses pendampingan dalam pendampingan personal bukan guru yang menentukannya, namun anak sendiri.

(59)

personal dan Spiritualitas Gembala Baik yang menjadi fokus utamanya adalah keberhasilan pada yang didampingi.

(60)

BAB III

PENELITIAN TENTANG PENDAMPINGAN PERSONAL DI SLB/G A-B HELLEN KELLER YOGYAKARTA

Bab sebelumnya telah mengulas tentang Spiritualitas Gembala Baik yang berisi gambaran seorang gembala yang menyerahkan seluruh hidupnya bagi kawanan domba miliknya dan inspirasi yang dapat diambil dari Spiritualitas Gembala Baik bagi pendampingan personal.

Sehubungan dengan hal di atas, bab ini akan membahas penelitian terhadap pendampingan personal yang dilaksanakan oleh para guru di SLB/G A-B Hellen Keller dan akan diuraikan dalam dua bagian. Bagian A membahas gambaran umum SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta. Bagian ini akan menjelaskan tentang sejarah singkat berdirinya SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta, visi, misi dan tujuan sekolah. Selain itu juga, bagian ini juga mengungkapkan metode pendampingan yang digunakan sekolah, kegiatan yang dilakukan, keadaan siswa, guru yang bekerja di sekolah hingga program yang dilaksanakan sekolah. Bagian ini akan memberikan gambaran secara umum sebelum mengadakan penelitian, sehingga mempermudahkan penulis untuk masuk ke dalam subyek penelitian.

(61)

Sedangkan, bagian laporan dan pembahasan hasil penelitian akan melaporkan serta membahas tentang apa saja yang didapat dalam proses pengambilan data, baik melalui observasi partisipatif maupun melalui wawancara. Lalu penulis akan menarik kesimpulan berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis dapatkan selama proses penelitian.

A.Gambaran Umum Tentang SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta

SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta merupakan pengembangan karya dari Yayasan Dena Upakara Wonosobo yang dikelola oleh suster-suster PMY yang terdapat di Jl RE Martadinata 88 A Wirobrajan, Yogyakarta. Sekolah ini merupakan sekolah yang dikhususkan untuk anak-anak berkebutuhan khusus, yaitu anak-anak tunarungu-wicara, tunarungu-netra dan tunarungu-low vision.

1. Sejarah Singkat Berdirinya SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta

Kehadiran anak berkebutuhan khusus ganda di tengah keluarga bukanlah aib bagi keluarga melainkan merupakan sebuah batu ujian cinta kasih bagi keluarga itu (http://www.jogjakota.go.id/). Begitu pula kehadiran anak berkebutuhan khusus di masyarakat bukanlah beban melainkan sebuah tantangan bagi para suster dari tarekat PMY.

(62)

untuk membantu anak-anak cacat di Yogyakarta. Nama SLB/G A-B Hellen Keller Indonesia diambil dari sejarah anak yang menderita buta-tuli asal Amerika, yaitu Hellen Keller, yang berhasil memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu bahasa dan menjadi penulis berkat ketekunannya, di bawah bimbingan gurunya, Anne Sulievan, yang juga menderita low-vision.

Sebelumnya, sekolah ini telah ada, namun gedung sekolah dan asrama belum ada. Yayasan masih menyewa sebuah rumah penduduk yang berada di sekitar daerah Sleman. Setelah melihat perkembangan dan semakin banyaknya anak yang bersekolah, yayasan memutuskan untuk mencari tempat baru, yaitu berlokasi di Jl RE Martadinata 88 A Wirobrajan.

Bangunan sekolah dan asrama SLB/G A-B Hellen Keller yang baru diresmikan oleh Asisten Fasilitas dan Investasi Sekda Prop DIY, Dra. Suhartuti Soetopo mewakili Gubernur DIY Sri Sultan Hamengku Buwono X, pada hari Kamis, 14 Februari 2008, ditandai dengan penandatangan prasasti. Bangunan sekolah yang menghabiskan Rp 2,1 miliar, yang berdiri di atas tanah seluas 1.139 meter persegi dan berlokasi di Jl RE Martadinata 88 A Wirobrajan Yogyakarta ini, merupakan pengembangan dari SLB Dena Upakara yang mendidik anak tunarungu di Wonosobo, Jawa Tengah.

(63)

dipertimbangkan dari banyaknya perguruan tinggi yang memiliki program Pengabdian kepada Masyarakat, dan akan dikembangkan kerjasama dengan PT (Perguruan Tinggi) untuk pengembangan pendidikan anak berkebutuhan khusus ganda tersebut. Selain itu, sekolah SLB/G A-B Hellen Keller ini mendapatkan banyak dukungan dana dari berbagai pihak, baik dari dalam negeri maupun luar negeri (http://www.jogjakota.go.id/).

2. Visi, Misi dan Tujuan SLB/G A-B Hellen Keller Indonesia

Dalam mendidik dan mendampingi anak-anak berkebutuhan khusus, sekolah memiliki visi, misi dan tujuan, sebagai berikut;

a. Visi Sekolah

Berdasarkan nilai-nilai Kristiani, SLB/G A-B Hellen Keller Indonesia mengaktualisasikan Kerajaan Allah dalam pelayanan cinta kasih kepada sesama yang miskin dan lemah khususnya kepada yang tunarungu-netra.

b. Misi Sekolah

1) SLB/G A-B Hellen Keller Indonesia siap sedia menanggapi kebutuhan aktual Gereja dan masyarakat dalam pelayanan pendidikan bagi anak tunarungu-netra secara profesional dan dalam suasana kekeluargaan.

2) Meningkatkan martabat anak tunarungu-netra seperti manusia lain sehingga mampu berkembang secara utuh dan hidup secara mandiri.

(64)

c. Tujuan Sekolah

1) Meningkatkan martabat anak tunarungu ganda atau anak tunarungu-netra seperti manusia lain sehingga mampu berkembang secara utuh dan hidup secara mandiri.

2) Meningkatkan dan mengembangkan potensi komunikasi anak tunarungu-netra secara optimal, sehingga anak tunarungu-netra mampu menangkap informasi dari orang lain. Dengan demikian dunia anak tunarungu-netra semakin diperluas.

3. Gambaran Singkat SLB/G A-B Hellen Keller Yogyakarta

Bagian ini akan membahas secara singkat tentang gambaran SLB/G A-B Hellen Keller, yaitu lingkungan fisik, fasilitas, administrasi dan struktur organisasi yang dimiliki sekolah. Untuk lebih jelasnya akan diuraikan di bawah ini:

a. Lingkungan fisik

(65)

yang mendukung kegiatan belajar mengajar, seperti ruang olahraga, perpustakaan, ruang keterampilan, ruang komputer, ruang doa dan ruang serbaguna (aula).

b. Fasilitas Sekolah

SLB/G A-B Hellen Keller memiliki fasilitas yang cukup memadai serta mendukung kegiatan belajar mengajar yang terdiri dari dua jenis, yaitu berdasarkan penggunaannya dan berdasarkan ruangan.

Fasilitas berdasarkan penggunaanya dibagi menjadi tujuh jenis, yaitu fasilitas umum, fasilitas tunanetra, fasilitas tunarungu, fasilitas tunagrahita, fasilitas tunadaksa, fasilitas tunalaras dan fasilitas untuk autis. Fasilitas yang tersedia masih kurang memadai dan peralatan untuk tunadaksa serta tunalaras tidak tersedia, namun hal ini tidak menggangu dalam setiap proses belajar mengajar.

Sedangkan untuk fasilitas berdasarkan ruangan dibagi menjadi empat ruangan, yaitu ruang kantor, ruang kelas, ruang keterampilan, dan fasilitas lainnya. Sebagian besar fasilitas dalam keadaan yang cukup baik dan tidak mengalami kerusakan yang cukup berat, hanya ada beberapa kerusakan ringan. Namun fasilitas yang tersedia cukup memadai untuk proses belajar mengajar. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam lampiran 2.

c. Administrasi Sekolah

Gambar

gambar. Cuma saya memang belum sempat

Referensi

Dokumen terkait

Biro Humas sebagai PPID utama juga tidak membuat kegiatan yang nyata sebagai upaya percepatan pengumpulan informasi sehingga daftar informasi publik untuk setiap SKPD

Kita harus selalu ingat untuk membuat page title (title dari page yang sering muncul pada tab browser.) yang baik dan menarik perhatian ketika halaman tersebut

Pada saat transmitter dari alat transfer daya tanpa kabel menghasilkan getaran elektromagnetik berfrekuensi tertentu dan terpancar ke ruang sekitar melalui antena transmitter

Perlu Bimbingan 4 3 2 1 Pengetahuan Pengetahuan siswa tentang nilai-nilai perkembangan Kerajaan Islam ditulis dengan sangat lengkap dan jelas Pengetahuan siswa tentang

Menurut penulis, kesamaan indikator yang harus digunakan untuk kelas penelitian ini adalah: siswa dalam kelas yang menjadi obyek penelitian duduk pada kelas yang sama,

kemudian dari data antopometri bayi yaitu berat badan bayi 1700 gram sesuai dengan kriteria BBLR yaitu berat bayi lahir kurang dari 2500 gram dan jika berat badan

Kepemilikan manajemen dalam perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi konflik kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen (Isnanta, 2008).

1) Dengan gambaran yang komprehensif, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat akan pentingnya mengetahui kearifan lokal