OPTIMASI PROSES PENCAMPURAN LOTIONVIRGIN COCONUT OIL DENGAN KAJIAN PENELITIAN
LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN MENGGUNAKAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Sever Liberto Frelians
NIM : 058114036
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
OPTIMASI PROSES PENCAMPURAN LOTIONVIRGIN COCONUT OIL DENGAN KAJIAN PENELITIAN
LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN MENGGUNAKAN METODE DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Sever Liberto Frelians
NIM : 058114036
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
“N
Tidak pe
ka
TUHAN
No one can
erlu TERP
arena DAL
N menunju
Seluruh
dalam
Teman
Halamn make you
PURUK den
LAM KELE
ukkan KEB
pemikiran
m karya ini
Je
Fre
n-teman s
man Persemb
u feel infe
ngan KELE
EMAHAN
BESARAN
, perasaan
i kupersem
esus Chris
elians Fami
seperjuang
bahanerior withou
-El
EMAHAN
itu
N-NYA
n dan perj
mbahkan un
t
ly
an Farmas
ut your co
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat dan
rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).
Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan
penulisan skripsi ini. Namun dengan bantuan berupa bimbingan, dukungan,
nasihat dan masukan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan
penulisan skripsi tersebut. Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan
terimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepada :
1. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta S.J, M.Sc., selaku dosen pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan, arahan, dan evaluasi yang sangat berarti kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, dan evaluasi yang sangat berarti kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
3. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji, atas
koreksi dan penjelasan yang sangat berarti kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
4. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku dosen penguji, atas
koreksi dan penjelasan yang sangat berarti kepada penulis dalam
5. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen Pembimbing Akademik, atas dukungan
dan motivasi yang diberikan kepada penulis.
6. Ayah, Ibu, adik, dan semua keluargaku atas dukungan, kasih saying, dan doa,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .
7. Ade dan Made sebagai teman satu tim atas seluruh bantuan, kerjasama, dan
dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Yoyok, Fian, Agus, Wisely, Roni, Donald, Iman, Jovan, atas kebersamaan dan
dukungan moril yang diberikan kepada penulis.
9. Teman-teman kelas A dan seluruh teman-teman Farmasi Angkatan 2005 atas
kebersamaan selama menempuh kuliah dan dukungan moril yang diberikan
kepada penulis.
10.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Sigit, Mas Ottok, serta laboran-laboran yang
lain atas bantuannya selama penulis menyelesaikan laporan akhir.
11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak
kekurangan, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk
ke arah yang lebih baik, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari semua pihak. Akhir kata, semoga penelitian dan skripsi ini dapat berguna
bagi pembaca.
INTISARI
Penelitian optimasi proses pencampuran lotion Virgin Coconut Oil
(VCO) bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari lama, suhu pencampuran atau interaksi antara keduanya, yang dominan mempengaruhi sifat dan stabilitas fisis
lotion Virgin Coconut Oil (VCO) serta memperoleh area proses pencampuran optimum yang memiliki sifat dan stabilitas fisis lotion Virgin Coconut Oil yang baik. Formula yang dioptimasi adalah formula optimum dari penelitian Hartanto (2007).
Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor (lama pencampuran-suhu pencampuran) dan dua level (level tinggi-level rendah). Optimasi proses pencampuran meliputi parameter sifat fisis yaitu daya sebar, viskositas dan stabilitas fisis yaitu pergeseran viskositas, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, dan persen pemisahan emulsi. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menujukkan bahwa suhu pencampuran berpengaruh signifikan terhadap daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas dan ukuran droplet lotion Virgin Coconut Oil (VCO), dan terdapat interaksi antara lama dan suhu pencampuran terhadap daya sebar dan viskositas lotion Virgin Coconut Oil
(VCO). Melalui contour plot super imposed diperoleh area proses pencampuran optimum dari lotion Virgin Coconut Oil pada level yang diteliti.
ABSTRACT
The aims of mixing process optimization of Virgin Coconut Oil (VCO) lotion with mixing temperature and mixing duration as factors by using factorial design method were to determine the dominant influence among mixing duration, mixing temperature and interaction between them on the physical properties and stabilities of lotion, and to obtain the optimum mixing process area which has good physical properties and stabilities of lotion. The formula used was the optimum formula obtained by Hartanto (2007).
This study was experimental research with two factors: mixing temperature-mixing duration and two levels: high level-low level factorial design. The mixing process was optimized on their physical properties (spreadability, viscosity) and their physical stabilities (viscosity shift over one month storage, globule size, globule size alteration over one month storage, and the degree of coalescence over one month storage). The data were analyzed statistically using Yate’s treatment with 95% level of confidence.
The result showed that the mixing temperature significantly influenced the spreadability, viscosity, viscosity shift over one month storage, and globule size of lotion, and there was interaction between mixing temperature and mixing duration in determining the response of spreadability, viscosity of (VCO) lotion. Contour plot super imposed showed the optimum mixing process area on the level studied.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvi
DAFTAR GAMBAR ... xvii
DAFTAR LAMPIRAN ... xix
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
1. Permasalahan ... 3
3. Manfaat Penelitian ... 4
B. Tujuan Penelitian ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5
A. Virgin Coconut Oil ... 5
B. Emulsi ... 6
C. Stabilitas Emulsi ... 8
D. Lotion ... 9
E. Moisturizer ... 9
F. Daya Sebar ... 10
G. Viskositas ... 11
H. Mikromeritik ... 12
I. Pencampuran ... 17
J. Mixer ... 19
K. Metode Desain Faktorial ... 20
L. Landasan Teori ... 22
M. Hipotesis ... 23
BAB III METODE PENELITIAN ... 24
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24
B. Variabel dalam Penelitian ... 24
D. Bahan dan Alat Penelitian ... 26
1. Bahan Penelitian ... 26
2. Alat Penelitian ... 26
E. Tata Cara Penelitian ... 26
1. Formula ... 26
2. Pembuatan Lotion ... 27
3. Penentuan Tipe Emulsi Lotion ... 28
4. Pengujian Daya Sebar... 28
5. Pengujian Viskositas ... 29
6. Mikromeritik ... 29
7. Pengujian Persen Pemisahan ... 30
F. Analisis Hasil ... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32
A. Pembuatan Lotion ... 32
B. Penentuan Tipe Emulsi ... 34
1. Metode Warna ... 35
2. Metode Pengenceran ... 36
3. Metode Pencucian ... 36
C. Sifat Fisis dan Stabilitas Lotion ... 37
2. Daya Sebar... 44
3. Viskositas ... 47
4. Pergeseran Viskositas ... 50
5. Pergeseran Ukuran Droplet ... 53
6. Persen Pemisahan Emulsi ... 56
D. Optimasi Proses Pencampuran ... 57
1. Daya Sebar... 58
2. Viskositas ... 59
3. Pergeseran Viskositas ... 60
4. Super Imposed Contour Plot ... 61
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63
A. Kesimpulan ... 63
B. Saran ... 63
DAFTAR PUSTAKA ... 64
LAMPIRAN ... 66
DAFTAR TABEL
Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial ... 27
Tabel II. Hasil pengujian sifat fisis dan stabilitas lotion ... 37
Tabel III. Efek faktor dan interaksi terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion . 37
Tabel IV. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon ukuran droplet .. 42
Tabel V. Distribusi frekuensi ukuran droplet ... 43
Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon daya sebar ... 46
Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon viskositas ... 49
Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon pergeseran
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran partikel ... 13
Gambar 2. Pengaruh antara tegangan cairan dengan gaya permukaan ... 15
Gambar 3. Kemungkinan pola deformasi droplet ... 16
Gambar 4. Grafik pengaruh lama pencampuran dan kecepatan pencampuran
terhadap rata-rata ukuran droplet ... 18
Gambar 5. Planetary mixer ... 19
Gambar 6. Penentuan tipe emulsi dengan cara menambahkan zat warna larut
air ... 36
Gambar 7. Gambar droplet lotion ... 39
Gambar 8. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu
pencampuran dan interaksinya terhadap ukuran droplet (µm) ... 40
Gambar 9. Grafik distribusi frekuensi ukuran droplet... 44
Gambar 10.Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran
dan interaksinya terhadap respon daya sebar (cm) ... 45
Gambar 11. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran
dan interaksinya terhadap viskositas (d Pa.s) ... 48
Gambar 12. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran
dan interaksinya terhadap pergeseran viskositas (%) ... 51
Gambar 14. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan a ... 54
Gambar 15. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan b ... 54
Gambar 16. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan ab ... 55
Gambar 17. Contour plot daya sebar lotion ... 59
Gambar 18. Contour plot viskositas lotion ... 60
Gambar 19. Contour plot pergeseran viskositas lotion ... 61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Penimbangan Bahan Untuk Pembuatan 1,5 Formula ... 66
Lampiran 2. Notasi dan Percobaan Desain Faktorial ... 67
Lampiran 3 . Data Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Lotion ... 68
Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Area Optimum Daya Sebar ... 73
Lampiran 5. Perhitungan Persamaan Area Optimum Viskositas ... 76
Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Area Optimum Pergeseran Viskositas .... 79
Lampiran 7. Perhitungan Efek Faktor Ukuran Droplet ... 82
Lampiran 8. Yate’s Treatment Daya Sebar ... 83
Lampiran 9. Yate’s Treatment Viskositas ... 86
Lampiran 10. Yate’s Treatment Pergeseran Viskositas ... 89
Lampiran 11. Yate’s Treatment Ukuran Droplet ... 92
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartanto (2007), telah
diperoleh formula optimum lotion Virgin Coconut Oil (VCO). Dalam penelitian
tersebut proses pencampuran lotion Virgin Coconut Oil (VCO) dilakukan secara
manual menggunakan mortir dan stamper. Proses pencampuran dalam penelitian
tersebut dikendalikan sama untuk semua formula dan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pencampuran seperti lama pencampuran, suhu
pencampuran dan kecepatan putar belum dioptimasi. Proses pencampuran yang
masih dilakukan secara manual tanpa dikendalikannya faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi proses pencampuran akan mengakibatkan pencampuran yang
terjadi tidak konsisten dan sediaan yang dihasilkan tidak reprodusibel.
Produk farmasi umumnya tersusun dari banyak komponen yang dalam
pembuatannya memerlukan proses pencampuran, sehingga dapat dikatakan proses
pencampuran penting dalam pembuatan produk farmasi. Perlunya proses
pencampuran yang baik untuk tercapainya homogenitas campuran sehingga dapat
dihasilkan produk farmasi yang homogen, khususnya berkaitan dengan zat aktif
yang terkandung di dalamnya, dan juga untuk dapat menghasilkan produk dengan
kualitas seragam dari setiap kali produksi (Aulton, 2002; Voigt, 1994; Martin et
LotionVirgin Coconut Oil (VCO) merupakan sediaan emulsi dengan tipe
minyak dalam air sehingga dalam penggunaannya mudah untuk dicuci dengan air,
tidak menimbulkan kesan lengket dan berminyak. Lotion Virgin Coconut Oil
(VCO) terdiri dari dua fase yang tidak saling campur, yaitu minyak dan air. Untuk
dapat membentuk sebuah emulsi yang stabil maka diperlukan proses
pencampuran dan kinerja emulgator yang optimum untuk mendispersikan dua
fase yang tidak saling campur tersebut.
Pada proses pembuatan emulsi, yang perlu diperhatikan adalah metode
untuk mencampurkan fase-fasenya, kecepatan pencampuran, temperatur dari
masing-masing fase yang berpengaruh terhadap distribusi ukuran droplet,
viskositas, dan stabilitas dari emulsi yang dihasilkan (Block, 1996). Dalam proses
pencampuran diperlukan energi untuk dapat mendispersikan dua fase yang tidak
saling campur untuk membentuk emulsi yaitu energi kinetik maupun energi
panas. Energi panas dari suhu pencampuran sedangkan energi kinetik dari lama
pencampuran dan kecepatan putar.
Dalam penelitian ini dilakukan optimasi terhadap faktor-faktor yang
mempengaruhi proses pencampuran, yaitu lama pencampuran dan suhu
pencampuran. Tingkat homogenitas hasil pencampuran tergantung pada lama
pencampuran, meskipun demikian pencampuran yang berlangsung lama tidak
menjamin tercapainya homogenitas ideal yang dikehendaki. Suhu pencampuran
berpengaruh pada proses pelelehan bahan menjadi bentuk cairan dan menjaga tiap
bahan tetap dalam bentuk cairan selama proses pencampuran sehingga dapat
Lotion Virgin Coconut Oil (VCO) memerlukan suatu optimasi pada
proses pencampurannya agar dapat dihasilkan sediaan yang memiliki sifat fisis
maupun stabilitas yang baik. Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi terhadap
proses pencampuran lotion Virgin Coconut Oil (VCO) yang meliputi lama
pencampuran dan suhu pencampuran dengan menggunakan metode desain
faktorial untuk melihat faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat dan
stabilitas fisis serta ada tidaknya interaksi antara kedua faktor tersebut, sehingga
diperoleh sediaan lotion Virgin Coconut Oil (VCO) yang aman, berkhasiat,
nyaman digunakan, dan memiliki sifat fisis maupun stabilitas yang baik.
1. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang muncul:
a. Bagaimana pengaruh proses pencampuran yang meliputi lama
pencampuran, suhu pencampuran dan interaksi antara suhu dan lama
pencampuran terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion Virgin Coconut Oil
(VCO)?
b. Adakah area kondisi optimum dalam proses pencampuran lotion Virgin
Coconut Oil (VCO)?
2. Keaslian Penelitian
Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai optimasi proses
pencampuran lotionVirgin Coconut Oil (VCO) yang mengkaji lama pencampuran
dan suhu pencampuran menggunakan desain faktorial belum pernah dilakukan.
Penelitian ini menggunakan formula optimum yang dihasilkan dari penelitian
dalam Lotion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain Faktorial oleh Hartanto
(2007).
3. Manfaat Penelitian
a. Manfaat teoritis. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai
sediaan lotion khususnya mengenai proses pencampuran.
b. Manfaat praktis. Mengetahui kondisi optimal antara lama pencampuran
dan suhu pencampuran yang menentukan sifat fisis dan stabilitas lotion
Virgin Coconut Oil (VCO).
c. Manfaat metodologis. Menambah informasi dalam bidang kefarmasian
mengenai aplikasi metode desain faktorial.
B. Tujuan Penelitian
1. Melakukan investigasi terhadap pengaruh proses pencampuran yang meliputi
lama pencampuran, suhu pencampuran dan interaksi antara lama dan suhu
pencampuran terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion Virgin Coconut Oil
(VCO).
2. Menemukan area kondisi optimum dalam proses pencampuran lotion Virgin
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Virgin Coconut Oil
Minyak kelapa telah sejak lama digunakan untuk membuat kulit halus
dan mulus. Susunan molekular VCO yang kecil memudahkan untuk penyerapan
dan memberikan manfaat pemulihan terhadap kulit kering, kasar dan keriput.
VCO mempunyai pengaruh terhadap jaringan connective pada kulit. Kulit
disatukan oleh jaringan connective yang memberi kekuatan dan elastisitas pada
kulit (Setiaji, 2005).
Pada saat masih muda kulit tampak halus dan elastis karena pengaruh
jaringan connective pada kulit yang masih kuat. Pada saat mulai tua, jaringan
connective mulai rusak karena reaksi radikal bebas yang menyebabkan jaringan
connective kehilangan elastisitas dan kekuatannya, sehingga kulit mengendur dan
berkerut dan menjadi kering (Setiaji, 2005).
Minyak kelapa dapat mencegah pembentukan radikal bebas perusak dan
memberikan perlindungan terhadap radikal, sehingga bisa membantu mencegah
kerusakan kulit yang disebabkan oleh penuaan dan terkena cahaya matahari yang
berlebihan (Setiaji, 2005).
Minyak kelapa berfungsi sebagai moisturizer dan membantu menjaga
jaringan connective kulit agar tetap kuat dan elastis sehingga kulit tidak
kulit yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Setiaji, 2005; Schwartz,
2006).
B. Emulsi
Emulsi merupakan suatu campuran dari dua cairan yang tidak campur
dan agen pengemulsi untuk menjaganya tetap bersama-sama. Umumnya,
campuran dalam emulsi memiliki komponen polar dan nonpolar. Suatu emulsi
terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous phase), medium dispers
(fase eksternal atau continuous phase), dan emulsifying agent. Fungsi dari
emulsifying agent adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase
dispers dan medium dispers, sehingga fase dispers dapat terdispersi merata di
dalam medium dispers (Allen, 2002).
Ketika fase terdispersi adalah nonpolar (minyak) dan medium
pendispersi adalah polar (air), emulsi diketahui sebagai emulsi minyak dalam air
(O/W). Ketika fase terdispersi adalah polar (air) dan medium pendispersi adalah
nonpolar (minyak), emulsi diketahui sebagai emulsi air dalam minyak (W/O).
Diameter tetesan fase dispers umumnya berada dalam rentang 0,1 – 10 µm
meskipun ada yang lebih kecil dari 0,001 µm dan lebih besar dari 100 µm (Allen,
2002).
Umumnya, emulsi yang digunakan untuk pemakaian internal adalah tipe
O/W, dan untuk pemakaian eksternal tipe W/O. Emulsi tipe W/O tidak larut
O/W dapat larut air, dapat dicuci dengan air, non-occlusive, dan tidak berminyak
(Allen, 2002).
Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air
mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat penting
dalam emulsi minyak dalam air, karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi.
Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat memisahnya
bahan antimikroba dari fase air yang sangat memerlukannya, atau terjadinya
kompleksasi dengan bahan pengemulsi yang akan mengurangi efektivitas
(Anonim, 1995).
Emulsi tidak terbentuk secara spontan ketika bahan-bahan cair dicampur.
Dibutuhkannya penambahan energi, seperti gaya mekanik, vibrasi ultrasonik, atau
panas, untuk memecah cairan tersebut, dengan demikian akan meningkatkan area
permukaan dari fase internal (Allen, 2002).
Ketika dilakukan pencampuran antara kedua cairan yang tidak saling
campur, droplet bundar akan terbentuk dikarenakan umumnya cairan tersebut
akan mempertahankan area permukaan yang sekecil mungkin, sehingga adanya
tegangan permukaan antara kedua cairan tersebut. Adanya penambahan surfaktan,
kedua cairan tersebut menjadi dapat bercampur karena molekul surfaktan
terorientasi di antara kedua cairan, dengan bagian polar dalam cairan polar dan
yang nonpolar dalam cairan nonpolar. Agen pengemulsi akan mengurangi
kecenderungan droplet untuk bersatu membentuk droplet yang lebih besar, yang
C. Stabilitas Emulsi
1. Inversi Fase
Proses perubahan tipe emulsi dari satu tipe ke tipe lainnya, misalnya tipe O/W
menjadi W/O. Range konsentrasi fase dispers yang paling stabil adalah
30-60%. Jika jumlah faser dispers mendekati atau melebihi jumlah maksimum
secara teori yaitu 74% dari volume total, akan memungkinkan terjadinya
inversi fase. Inversi fase merupakan proses yang irreversibel.
2. Creaming
Istilah creaming digunakan untuk menggambarkan agregasi droplet dari fase
dispers pada bagian atas atau bawah emulsi, seperti pada krim pada susu.
Terjadinya creaming tidak dikehendaki karena menyebabkan penampakan
yang tidak elegan dan dosis menjadi tidak akurat bila penggojogan dilakukan
dengan tidak seksama. Creaming dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya
penggabungan droplet dan kemungkinan pecahnya emulsi menjadi cracking.
Creaming merupakan proses yang reversibel dan dengan penggojogan dapat
mendistribusikan kembali droplet pada seluruh fase continuous.
3. Cracking
Cracking merupakan penggabungan droplet terdispersi dan pemisahan fase
dispers sebagai lapisan yang terpisah. Cracking merupakan proses yang
D. Lotion
Lotion adalah emulsi yang encer atau suspensi yang didesain untuk
aplikasi eksternal. Lotion memiliki efek lubrikasi dan dengan begitu lotion
diaplikasikan pada area intertriginous yaitu pada area kulit yang dapat saling
bergesekan, seperti pada sela-sela jari, paha, atau di bawah lengan (Allen, 2002).
Lotion merupakan suatu sediaan topikal yang nonviscous yang ditujukan
untuk kulit sehat. Lotion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada
permukaan kulit yang luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus,
lembut, dan tidak berminyak. Lotion biasanya berupa emulsi dengan tipe minyak
dalam air dengan maksud agar lotion segera mengering setelah diaplikasikan pada
kulit dan meninggalkan lapisan tipis komponen obat pada permukaan kulit
(Wilkison and More, 1982).
E. Moisturizer
Kulit kering dapat dihubungkan dengan adanya kelainan pada struktur
dan fungis epidermis dan juga dapat dihubungkan dengan penyakit lain. Selain
itu, kulit kering dapat terjadi karena respon terhadap lingkungan dengan
kelembaban dan temperatur yang rendah (Maibach, 2000).
Produk yang digunakan untuk perawatan dan pencegahan kulit kering
disebut emollient atau moisturizer. Moisturizer dapat mengobati kulit kering dan
mempertahankan kelembutan kulit. Kata emollient tertuju pada sebuah material
dengan emollient, tetapi moisturizer biasanya mengandung humektan yang akan
membasahi stratum corneum (Maibach, 2000).
Aplikasi moisturizer pada kulit akan menginduksi perubahan visual pada
permukaan kulit. Rasio antara minyak dan air sangat penting, seperti tipe minyak
dan sejumlah tipe bahan tambahan lainya (pengemulsi, humektan, dll.).
Kombinasi dari bahan berpengaruh pada rasa awal dari produk ketika
diaplikasikan, penyebaran pada kulit, kecepatan untuk diabsorbsi, dan yang
dirasakan kulit setelah pemakaian. Moisturizer mempengaruhi struktur fungsi
pertahanan kulit tidak hanya pada kulit sakit, tapi juga pada kulit normal.
Moisturizer diharapkan dapat meningkatkan hidrasi kulit dan untuk memodifikasi
sifat fisika dan kimia alami kulit menjadi halus, lembut, dan kenyal. (Maibach,
2000).
Moisturizer merupakan emollient yang diformulasikan khusus sebagai
krim yang berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering. Produk
emollient seperti moisturizer mempunyai bahan yang larut minyak atau larut air
dalam jumlah banyak yang dapat mengurangi hilangnya air dari kulit. Efek ini
didapat karena terbentuknya lapisan tipis di permukan kulit (occlusive) yang dapat
menjaga kelembaban lapisan kulit terluar (Ash and Michael, 1977).
F. Daya Sebar
Efikasi terapi topikal bergantung pada penyebaran formulasi oleh pasien,
yaitu dalam lapisan datar untuk member dosis standar. Konsistensi formulasi yang
aksi. Dosis yang kurang akan mengakibatkan tidak tercapainya efek yang
diinginkan, dan dosis yang berlebihan akan dapat mengakibatkan efek samping
yang tidak diinginkan. Pemberian dosis obat yang sesuai bergantung pada daya
sebar dari formulasi (Garg et al., 2002).
Secara prinsip daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara
droplet sediaan dengan tempat aplikasinya dan ini menggambarkan kelicinan
(lubricity) tiap tetes cairan (droplet) atau preparasi semisolid yang berhubungan
langsung dengan koefisien gesekan (Garg et al., 2002).
Untuk mengukur daya sebar dari sediaan semisolid, perlu
dipertimbangkan faktor-faktor penting yang meliputi kekakuan/kekerasan
formula, kecepatan dan lama pengadukan, temperatur pada tempat aksi.
Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formulasi, kecepatan
penguapan pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari
penguapan (Garg et al., 2002).
G. Viskositas
Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk
mengalir; makin tinggi viskositas, maka semakin besar tahanannya (Martin et al.,
1993). Karakteristik formulasi, meliputi viskositas, elastisitas, dan rheologi,
merupakan faktor terpenting dalam pengembangan dan karakteristik produk akhir
dari formulasi semisolid. Peningkatan viskositas akan menaikkan waktu retensi
H. Mikromeritik
Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla
Valle. Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat
dengan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk
halus berada dalam jangkauan mikrokop optik. Satuan ukuran partikel yang sering
digunakan dalam mikromeritik adalah mikrometer (µm), juga disebut mikron, dan
µ, sama dengan 10-6 m (Martin et al., 1993).
Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel
sangat penting dalam farmasi. Jadi ukuran, dan juga luas permukaan suatu partikel
dapat dihubungkan dengan sifat fisika, kimia, dan farmakologi suatu obat.
Keberhasilan formulasi dari suspensi, emulsi dan tablet, dari segi kestabilan fisik,
dan respon farmakologis, juga bergantung pada ukuran partikel yang dicapai
dalam produk tersebut (Martin et al., 1993).
Dua sifat penting dalam suatu kumpulan partikel lebih dari satu ukuran
(yakni dalam suatu sampel polidispers) yaitu: (1) bentuk dan luas permukaan
partikel, dan (2) kisaran ukuran dan banyaknya atau berat partikel-partikel yang
ada dan luas permukaan total (Martin et al., 1993).
Data tentang ukuran partikel diperoleh dalam diameter partikel dan
distribusi ukuran partikel, sedangkan bentuk partikel memberikan gambaran
tentang luas permukaan spesifik partikel, dan teksturnya (Martin et al., 1993).
Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi, karenanya perlu
banyak partikel-partikel dengan ukuran yang sama dalam sampel (Martin et al.,
1993).
Pengukuran ukuran partikel yang berkisar dari 0,2 µm sampai kira-kira
100 µm dapat dilakukan menggunakan mikroskop. Kerugian metode mikroskopi
adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari partikel tesebut,
yaitu dimensi panjang dan lebar. Selain itu jumlah partikel yang harus dihitung
sekitar 300-500 partikel agar mendapat suatu perkiraan distribusi yang baik,
sehingga metode ini membutuhkan waktu dan ketelitian. Pengujian mikromeritik
suatu sampel harus tetap dilakukan bahkan jika digunakanmetode analisis ukuran
partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu
komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini (Martin et al., 1993).
Distribusi ukuran partikel, jika jumlah atau berat partikel yang terletak
dalam suatu kisaran ukuran tertentu diplot terhadap kisaran ukuran atau ukuran
partikel rata-rata, akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Grafik kurva
distribusi frekuensi biasa ditunjukkan seperti pada gambar :
Plot seperti itu memberikan gambaran distribusi yang jelas bahwa suatu
garis tengah rata-rata tidak dapat dicapai. Ini adalah penting, karena adalah
mungkin untuk mempunyai dua sampel dengan garis tengah rata-rata yang sama
tapi terdistribusi yang berbeda. Dari kurva distribusi frekuensi juga akan tampak
ukuran partikel berapa yang sering muncul pada sampel dan disebut modus
(Martin et al., 1993)
Umumnya, droplet terbentuk akibat tegangan yang diberikan terhadap
droplet awal yang berukuran besar yang menyebabkan pemanjangan droplet
tersebut, diikuti dengan peningkatan tegangan permukaan dan mengarah pada
ketidakstabilan, sehingga droplet yang awalnya berukuran besar terpecah menjadi
droplet-droplet yang berukuran lebih kecil. Faktor penting dari proses
pembentukan droplet adalah sifat kental dan elastis dari fase dispers dan medium
dispers; tegangan antarmuka; dan kondisi aliran (Peters, 1997).
Terdapat kesulitan dalam menguji peranan faktor-faktor tersebut baik
secara eksperimental maupun secara teoritis. Inti dari kesulitan tersebut adalah
bahwa secara prakteknya, emulsifikasi tidak terjadi pada kondisi yang tetap, tetapi
di bawah kondisi yang dinamis yaitu dalam skala waktu satuan detik sampai 10-6
detik. Bagaimanapun, dapat diasumsikan bahwa arah efek yang timbul bergantung
pada skala waktu. Kemudian, dapat digunakan kombinasi efek steady-state
dengan sebuah pemahaman tentang pengaruh skala waktu dalam memodifikasi
besar droplet (Peters, 1997).
Deformasi droplet bergantung pada parameter tertentu, yaitu salah
viskositas fase dispers berbanding dengan viskositas medium dispers. Temperatur
berperan kuat dalam perubahan rasio viskositas antara dua fase (Peters, 1997).
R viskositas medium dispersviskositas fase dispers
Pada rasio viskositas yang rendah, yaitu R < 0,2, dalam aliran tegangan
pertama-tama droplet meluruskan dirinya pada sudut 45º membentuk droplet
ellipsoidal. Peningkatan aliran dan karena adanya tegangan akan membuat droplet
dengan ekor yang berbentuk tirus menjadi pecah membentuk droplet satelit (kecil)
(Peters, 1997).
Droplet dengan rasio viskositas mendekati 1,0 berbentuk dumb-bells
yang dengan peningkatan tegangan pecah menjadi dua droplet bundar dengan
beberapa droplet satelit. Peningkatan R cenderung akan menghasilkan droplet
yang pipih panjang, droplet dengan R > 3.8 tidak akan memecah tapi membentuk
droplet ellipsoidal lurus dengan bidang tegangan.
Gambar 3. Kemungkinan pola deformasi droplet (Peters, 1997)
Dalam prakteknya, efek dinamik sangat penting, yaitu efeknya terhadap
kecepatan perenggangan suatu droplet. Pada saat perenggangan droplet awal,
tegangan antarmuka akan meningkat dikarenakan molekul surfaktan tidak dapat
merespon secara spontan, kemudian setelah lapisan tunggal surfaktan teradsorbsi
pada ukuran droplet yang lebih kecil akan terjadi penurunan tegangan permukaan,
dan bergantung pada sifat serta konsentrasi surfaktan yang digunakan (Peters,
1997).
Kondisi aliran tetap juga menjadi pertimbangan tetapi dalam prakteknya
emulsifikasi sering terjadi di bawah kondisi aliran yang turbulen. Diperkirakan
droplet akan pecah jika tekanan yang melintasi droplet sama dengan tekanan
berkaitan dengan tegangan permukaan yang menahan droplet tetap menyatu
I. Pencampuran
Proses mencampur terbilang juga sebagai salah satu proses penting
dalam pembuatan sediaan obat. Fungsinya untuk memungkinkan tercapainya
homogenitas campuran dari dua bahan atau lebih. Prinsip dasar pencampuran
terletak pada penyusupan partikel bahan yang satu diantara partikel bahan yang
lainya (Voigt, 1994).
Tingkat pencampuran tergantung pada lama pencampuran, meskipun
demikian pencampuran yang berlangsung lama tidak menjamin tercapainya
homogenitas ideal yang dikehendaki, sebab proses pencampuran maupun proses
pemisahan pada saat yang sama berlangsung secara kompetitif dan tetap (Voigt,
1994).
Pada proses pembuatan emulsi, yang perlu diperhatikan adalah metode
untuk mencampurkan fase-fasenya, kecepatan pencampuran, dan temperatur
masing-masing fase yang berpengaruh terhadap distribusi ukuran droplet,
viskositas, dan stabilitas dari emulsi yang dihasilkan (Block, 1996).
Sifat fisis emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh
banyak faktor lain, seperti kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan geser,
tegangan, dan waktu pencampuran (lama pencampuran) (Nielloud dan Mestres,
2000).
Waktu pencampuran merupakan faktor penting yang digunakan untuk
memastikan bahwa pencampuran yang dilakukan cukup, memastikan distribusi
ukuran droplet yang seimbang, dan untuk menghindari proses pencampuran yang
dapat juga merusak produk. Berikut adalah grafik pengaruh lama pencampuran
pada kecepatan pencampuran yang berbeda terhadap rata-rata ukuran droplet:
Gambar 4. Grafik pengaruh lama pencampuran dan kecepatan pencampuran terhadap rata-rata ukuran droplet (Peters, 1997)
Emulsi yang digunakan dalam grafik di atas adalah tipe O/W, tampak
bahwa peningkatan kecepatan putar dari 350 ke 500 rpm tidak menghasilkan
penurunan diameter rata-rata ukuran droplet dan penurunan diameter rata-rata
ukuran droplet terjadi pada menit awal pencampuran yang selanjutnya dengan
penambahan lama pencampuran tidak akan berpengaruh pada diameter rata-rata
ukuran droplet. Berhubungan dengan grafik tersebut, penting dilakukannya
J. Mixer
Permasalahan yang sering timbul pada pencampuran semisolid
bersumber dari kenyataan bahwa berbeda dengan pencampuran sediaan padat dan
cair, sediaan semisolid tidak mudah mengalir, dan menyebabkan terdapatnya
”death spots”. Oleh karena itu harus digunakan mixer yang sesuai, yaitu yang
dapat memutar bahan yang dicampurkan dengan jarak terdekat antara bahan
dengan wadah mixer dan dapat menghasilkan derajat pencampuran tinggi yang
tidak dapat dihasilkan oleh pencampuran difusi dan pencampuran konvektif
(Aulton, 2002). Salah satu tipe mixer yang dapat digunakan dalam pencampuran
semisolid adalah planetary mixer. Mixer tipe ini biasanya digunakan sebagai
peralatan dapur rumah tangga dan juga berupa mesin yang lebih besar dengan
prinsip pengoperasian yang sama dan digunakan dalam industri (Aulton, 2002).
Gambar 5. Planetary mixer(Aulton, 2002)
Bagian pemutar mixer terpasang pada bagian tengah dan disanggah oleh
yang pada prosesnya akan beputar mengitari porosnya. Jarak yang kecil antar
pemutar dan wadah mixer akan memberikan geseran tapi terkadang perlu
dilakukan gesekan untuk mencampur bahan-bahan dengan baik (Aulton, 2002).
Disebut planetary mixer karena pencampurannya dilakukan oleh roda
gigi planetary yang dipasangkan pada mixer blade dengan gesekan disekitar ring
gear mengitari mixer blade. Kelemahan alat ini adalah terbatasnya jumlah batch
yang dapat diproduksi (Lantz dan Schwartz, 1990).
K. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan desain yang dipilih untuk mengukur
bersama-sama efek dari beberapa faktor dan interaksi antara faktor-faktor tersebut
(Bolton,1997). Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian
dengan dua faktor dan dua level, level rendah dan level tinggi (Armstrong dan
James, 1996).
Faktor merupakan variabel bebas yang telah ditentukan oleh peneliti
dalam suatu penelitian, seperti konsentrasi, dan temperatur. Level dari faktor
adalah nilai yang ditentukan untuk masing-masing faktor. Contohnya, level 30ºC
dan 50ºC untuk faktor temperatur. Efek dari sebuah faktor adalah perubahan
respon yang disebabkan oleh level yang berbeda dari faktor yang bersangkutan.
Jumlah percobaan untuk penelitian desain faktorial dihitung dari jumlah level
yang digunakan dalam penelitian, dipangkatkan dengan jumlah faktor yang
adalah 22 = 4. Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 secara berurutan
adalah formula 1, a, b, dan ab (Bolton,1997).
Rumusan yang berlaku untuk desain faktorial :
Y = Bo + Ba X1 + Bb X2 + Bab X1 X2
Keterangan :
Y = respon
X1 = level faktor pertama
X2 = level faktor kedua
X1 X2 = level faktor pertama dikalikan level faktor kedua
Bo = rata-rata respon seluruh formula
Ba, Bb, Bab = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan Ba, Bb, Bab = ∑ XY / 2n
Dari persamaan tersebut, dengan substitusi matematis, dapat dihitung
besarnya efek masing-masing faktor dan interaksi. Besarnya efek dapat dicari
dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata- rata
respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997)
sebagai berikut :
efek faktor I =
{
( )
} {
}
21 ab b
a− + −
efek faktor II =
{
( )
} {
}
21 ab a
b− + −
efek interaksi =
{
}
{
( )
}
21
− +
−b a
ab
Terdapatnya interaksi dapat dilihat dari grafik hubungan respon dan level
faktor. Jika kurva menunjukkan garis sejajar, dapat dikatakan bahwa tidak ada
interaksi antar faktor dalam menentukkan respon. Jika kurva menunjukkan garis
yang tidak sejajar, dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar faktor dalam
L. Landasan Teori
Minyak kelapa telah sejak lama digunakan untuk membuat kulit halus
dan mulus. Minyak kelapa berfungsi sebagai moisturizer dan membantu menjaga
jaringan connective kulit agar tetap kuat dan elastis sehingga kulit tidak
mengendur dan keriput, yaitu dengan cara membentuk lapisan tipis di permukaan
kulit yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Setiaji, 2005; Schwartz,
2006).
Pada penelitian sebelumnya telah diperoleh formula optimum lotion
Virgin Coconut Oil (VCO) oleh Hartanto (2007). Lotion merupakan sediaan
emulsi encer yang didesain untuk pemakaian eksternal. Umumnya lotion
merupakan sediaan emulsi dengan tipe M/A dengan tujuan lotion segera
mengering ketika diaplikasikan ke kulit dengan meninggalkan lapisan tipis
komponen obat pada permukaan kulit (Wilkison and More, 1982).
Sediaan yang dibuat merupakan suatu emulsi yang merupakan campuran
dari dua cairan yang tidak saling campur, dan adanya agen pengemulsi untuk
menjaganya tetap bersama-sama. diketahui kritis dalam hal pencampuran
fase-fasenya agar dapat terdispersi dengan baik (Allen, 2002).
Prose pencampuran merupakan proses yang penting dalam pembuatan
sediaan obat, termasuk pula pada pembuatan sediaan emulsi. Proses pencampuran
yang baik memungkinkan tercapainya homogenitas campuran dalam proses
pembuatan emulsi sehingga dapat dihasilkannya emulsi dengan kualitas yang
Proses pencampuran emulsi tidak terjadi secara spontan tetapi
dibutuhkannya penambahan energi, misalnya pengadukan, temperatur, dan
kecepatan pencampuran. Proses pencampuran tersebut berpengaruh terhadap
ukuran droplet yang dihasilkan, viskositas , daya sebar dan stabilitas emulsi yang
dihasilkan (Allen, 2002; Block, 1996).
Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan optimasi terhadap proses
pencampuran meliputi faktor lama pencampuran dan suhu pencampuran untuk
menghasilkan lotion dengan sifat fisis yang baik dan stabil. Dari penelitian ini
dapat diketahui pengaruh dari faktor lama pencampuran, suhu pencampuran, dan
interaksi antara kedua faktor tersebut yang berpengaruh signifikan terhadap sifat
fisis dan stabilitas lotion yang dihasilkan. Hasil uji sifat fisis dan stabilitas lotion
dihitung menggunakan desain faktorial, sehingga diperoleh area optimum proses
pencampuran lotion dalam batas yang diteliti.
M. Hipotesis
Hipotesis yang diambil pada penelitian ini adalah :
a. Faktor pencampuran yang terdiri dari lama pencampuran, suhu pencampuran,
dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap respon sifat
fisis dan stabilitas lotion.
b. Diperoleh area proses pencampuran lotion yang optimum menurut sifat fisis
dan stabilitas lotion yang diinginkan dengan menggunakan metode Desain
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan
metode desain faktorial, yaitu dengan menentukan proses pencampuran yang
optimum (lama pencampuran-suhu pencampuran) dalam menghasilkan lotion
yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik.
B. Variabel dalam Penelitian
1. Variabel bebas : lama pencampuran (level rendah 10 menit; level tinggi 20 menit) dan suhu pencampuran (level rendah 50ºC; level tinggi 70ºC).
2. Variabel tergantung : daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas setelah penyimpanan satu bulan, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, persen
pemisahan emulsi.
3. Variabel pengacau terkendali : lama penyimpanan, alat percobaan, kualitas bahan yang digunakan, wadah penyimpanan, kecepatan mixer (500 rpm), dan
tiap percobaan menggunakan formula yang sama yaitu formula optimum dari
penelitian Hartanto (2007).
C. Definisi Operasional
1. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan produk VCO merk Klentik Putih
dengan kandungan lauric acid 50,06%; palmitic acid 7,54%; caprilic acid
5,11%; capric acid 6,66%; stearic acid 7,23; oleic acid 2,27%.
2. Lotion dalam naskah ini adalah sediaan Lotion Virgin Coconut Oil (VCO)
yang dihasilkan dalam penelitian ini.
3. Kondisi optimum adalah kondisi lama pencampuran dan suhu pencampuran
yang digunakan untuk memperoleh sediaan lotion dengan sifat dan stabilitas
fisis yang dikehendaki.
4. Daya sebar adalah kemampuan lotion untuk diaplikasikan merata pada kulit
yang dalam penelitian diuji menggunakan horizontal double plate. Daya sebar
yang optimal 5-7 cm.
5. Viskositas yang optimum adalah viskositas yang mudah bagi lotion untuk
dimasukkan ke dalam wadah, dikeluarkan dari wadah saat digunakan, dan
memiliki daya sebar yang baik saat diaplikasikan ke kulit. Viskositas yang
optimal diambil dari pengukuran viskositas lotion yang beredar di pasaran
pada tahap orientasi yaitu 15 d Pa.s dengan pergeseran viskositas ± 10%.
6. Ukuran droplet adalah besarnya ukuran fase dispers yang dihasilkan dari
proses pencampuran lotion yang diamati di bawah mikroskop. Ukuran droplet
optimal 20 – 50 µm.
7. Pengujian setelah pembuatan dilakukan 48 jam setelah lotion selesai dibuat.
8. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk
9. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum
berdasarkan satu parameter kualitas lotion.
10.Super imposed contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi
area optimum formula berdasarkan semua parameter kualitas lotion.
D. Bahan dan Alat Penelitian
1. Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Virgin Coconut
Oil (VCO) merk Klentik Putih, gliserin (kualitas farmasetis), minyak lemon
(kualitas farmasetis), cetyl alcohol (kualitas farmasetis), polisorbate 80
(kualitas farmasetis), nipagin (kualitas farmasetis), asam stearat (kualitas
farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), dan aquadest.
2. Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares
(PYREX-GERMANY), timbangan analitik, waterbath, termometer, mixer,
stopwatch, horizontal double plate, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN),
mikroskop merk Boeco Model number BM-180.
E. Tata Cara Penelitian
1. Formula
Berdasarkan formula optimum dari optimasi formula oleh Hartanto
R/ A. VCO 110 g Polysorbate 80 20 g B. Cetyl alcohol 6,4 g Asam sterarat 9,6 g C. Gliserin 40 g TEA 2,4 g
Nipagin 5,2 g
Aquadest 27 g
Minyak lemon 1,6 g
Aquadest 53 g
Tabel I: Rancangan percobaan desain faktorial
Percobaan Suhu pencampuran (oC) Lama pencampuran (menit)
1 50 10
a 70 10
b 50 20
ab 70 20
2. Pembuatan Lotion
Fase A dipanaskan di atas waterbath hingga suhu 50oC. Fase B
dipanaskan di atas waterbath hingga suhu 50oC. Fase C dipanaskan di atas
waterbath hingga 50oC. Fase A, B, C, dan minyak lemon dicampur menjadi
satu dalam mixer dengan kecepatan 500 rpm dan level suhu pencampuran
yang diinginkan selama 3 menit (hasil orientasi) untuk memberi kesempatan
bahan-bahan tersebut tercampur dengan baik. Setelah itu tambahkan sisa
aquadest sedikit demi sedikit dan dilakukan pencampuran selama 10 menit
(level rendah) dan 20 menit (level tinggi) pada suhu 50oC (level rendah) dan
70oC (level tinggi) dengan kecepatan pencampuran konstan 500 rpm.
3. Penentuan Tipe Emulsi Lotion a. Metode Warna
Beberapa tetes larutan bahan pewarna dalam air (metilen biru)
dicampurkan ke dalam suatu contoh lotion. Jika seluruh lotion bewarna
biru, maka menunjukkan suatu lotion dengan tipe M/A, oleh karena air
adalah fase luar. Metode warna dapat menguntungkan juga di bawah
penggunaan mikroskop (Voigt, 1994).
b. Metode Pengenceran
Dasar dari uji ini adalah bahwa hanya pada fase luar emulsi yang dapat
diencerkan. Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil emulsi dan
setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali suatu emulsi
homogen, maka terdapat jenis M/A. Pada jenis A/M hasilnya akan
kebalikannya. Metode pengenceran juga dapat dilakukan sebagai berikut :
1 tetes emulsi diberikan ke dalam air dan secara cepat terdistribusi, maka
terdapat emulsi M/A, 1 tetes suatu emulsi A/M tertinggal pada
permukaaan air (Voigt, 1994).
c. Metode Pencucian
Hanya emulsi M/A dapat mudah dicuci dengan air dari tangan atau barang.
Penghilangan suatu emulsi A/M menurut pengalaman sering menunjukkan
kesulitan yang sangat berarti (Voigt, 1994).
4. Pengujian Daya Sebar
Uji daya sebar lotion dilakukan segera setelah pembuatan dengan
plate. Di atas lotion diletakkan horizontal double plate lain dan pemberat 125
gram, diamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya
(Garg et al., 2002). Pengukuran dilakukan setelah pembuatan. Pengujian
dilakukan pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap percobaan.
5. Pengujian viskositas
Pengukuran viskositas menggunakan alat viskosimeter seri VT 04
(RION-JAPAN) dengan cara : lotion dimasukkan dalam wadah dan dipasang
pada portable viscotester. Viskositas lotion diketahui dengan mengamati
gerakan jarum penunjuk vikositas. Uji ini dilakukan 2 kali yaitu (1) setelah
pembuatan dan (2) setelah penyimpanan satu bulan. Untuk menghitung
pergeseran viskositas digunakan rumus :
% pergeseran viskositas =
|
X
100%
jam
48
viskositas
hari
30
viskositas
jam
48
viskositas
|
−
Pengujian dilakukan pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap percobaan.
6. Mikromeritik
Sejumlah lotion dioleskan pada gelas objek, diencerkan dengan
menggunakan sedikit aquadest kemudian diletakkan meja benda pada
mikroskop. Ukuran droplet diamati yang terdispersi pada lotion. Setelah
dilakukan kalibrasi mikroskop, pengamatan ukuran partikel sebanyak 500
buah terhadap masing-masing percobaan (1), (a), (b), dan (ab) (Martin et al.,
1993). Pengujian dilakukan pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap
7. Pengujian Persen Pemisahan
Lotion dimasukkan ke dalam tabung berskala. Amati pemisahan fase
yang terjadi setelah pembuatan dan setelah penyimpanan satu bulan. Uji
persen pemisahan dilakukan dengan menghitung ratio volume emulsi yang
memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002). Pengujian dilakukan
pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap percobaan.
F. Analisis Hasil
Data yang diperoleh adalah data uji daya sebar, viskositas dan pergeseran
viskositas, persen pemisahan, modus ukuran droplet serta pergeseran modus
ukuran droplet. Dihitung besarnya pengaruh lama pencampuran, suhu
pencampuran atau interaksi keduanya menggunakan metode desain faktorial,
sehingga dapat diketahui faktor yang dominan mempengaruhi sifat fisis dan
stabilitas lotion.
Masing-masing uji sifat fisis dan stabilitas lotion dibuat persamaan
desain faktorial dengan menggunakan metode eliminasi dan substitusi.
Selanjutnya respon yang diperoleh dibuat contour plot untuk masing-masing
respon uji. Kemudian masing-masing contour plot digabungkan menjadi satu
super imposed contour plot yang telah dipilih berdasarkan parameter kualitas
yang ditentukan. Area yang ditemukan, selanjutnya digunakan sebagai area proses
pencampuran yang optimun terbatas pada level yang diteliti.
Analisis statistik dilakukan dengan Yate’s Treatment untuk mengetahui
Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya
hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon. Sebelumnya ditentukan
hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (Hi) menyatakan bahwa efek lama
pencampuran level rendah berbeda dengan level tinggi, efek suhu pencampuran
level rendah berbeda dengan level tinggi, dan ada interaksi antara lama
pencampuran dan suhu pencampuran, sedangkan Hnull negasi dari Hi yang
menyatakan efek lama pencampuran level rendah tidak berbeda dengan level
tinggi, efek suhu pencampuran level rendah tidak berbeda dengan level tinggi, dan
tidak ada interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran. Hi diterima
dan Hnull ditolak apabila harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel, yang
berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari Fα
(numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%. Sebagai numerator
merupakan derajat bebas interaksi dalam penelitian ini, yaitu 1, sedangkan
denumeratornya adalah derajat bebas experimental error yaitu 20, maka diperoleh
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Pembuatan Lotion
Dalam pembuatan lotion menggunakan formula optimum dari optimasi
formula lotion oleh Hartanto (2007). Dari formula tersebut yang berfungsi sebagai
zat aktif adalah VCO. VCO berefek sebagai moisturizer. Cetyl alcohol berfungsi
sebagai thickening agent. TEA yang bersifat basa kuat dan asam stearat yang
merupakan asam lemak akan mengalami reaksi saponifikasi membentuk sabun
stearat. Nipagin berfungsi sebagai pengawet untuk menjaga kestabilan emulsi.
Gliserin sebagai moisturizer. Polysorbate 80 berfungsi sebagai surfaktan.
Proses pembuatan lotion diawali dengan memanaskan semua bahan pada
suhu 50oC. Dilakukannya pemanasan tersebut dimaksudkan untuk melelehkan
bahan yang masih berbentuk padatan (cetyl alcohol dan asam stearat) menjadi
bentuk cairan, karena pencampuran dilakukan saat semua bahan sudah berbentuk
cairan. Setelah semua bahan berbentuk cairan dilakukan proses pencampuran
yang diawali dengan penuangan fase A ke dalam wadah pencampuran yang
suhunya telah diatur pada suhu pencampuran yang telah ditentukan yaitu 50oC
untuk level rendah suhu pencampuran dan 70oC untuk level tinggi suhu
pencampuran, kemudian dilanjutkan dengan penuangan fase B. Fase A dan fase B
dicampur hingga homogen dengan kecepatan putar mixer diatur konstan 500 rpm.
Fase C dan minyak lemon kemudian dituang dan dicampur hingga
minyak lemon ini dilakukan dalam waktu 3 menit dengan level suhu pencampuran
yang diinginkan, kecepatan putar diatur konstan 500 rpm, dan dalam waktu 3
menit diasumsikan bahan-bahan tersebut sudah tercampur homogen. Setelah 3
menit, dituangkan sisa aquadest sedikit demi sedikit sambil terus diaduk selama
10 menit untuk level rendah lama pencampuran dan 20 menit untuk level tinggi
lama pencampuran, 50oC untuk level rendah suhu pencampuran dan 70oC untuk
level tinggi suhu pencampuran, serta kecepatan putar diatur konstan 500 rpm
hingga terbentuk emulsi.
Dalam pencampuran dipilih kecepatan putar mixer 500 rpm, lama
pencampuran 10 menit untuk level rendah dan 20 menit untuk level tinggi, serta
suhu pencampuran 50oC untuk level rendah dan 70oC untuk level tinggi berdasar
pada hasil tahap orientasi yang dilakukan sebelum masuk ke tahap penelitian.
Dari hasil tahap orientasi, kecepatan putar mixer 500 rpm, lama pencampuran 10
menit dan 20 menit, serta suhu pencampuran 50oC dan 70oC merupakan kecepatan
putar mixer, rentang lama pencampuran dan suhu pencampuran yang mampu
menghasilkan lotion sesuai dengan parameter sifat fisis lotion dan dapat diterima
secara visual.
Pemilihan suhu pencampuran 50oC juga berdasar pada penelitian
sebelumnya yang melakukan pencampuran lotion pada suhu pencampuran 50oC
dan juga berdasar pada titik leleh cetyl alcohol yaitu 59 oC, dan peningkatan suhu
pencampuran sampai 70oC berdasarkan pada titik leleh asam stearat yaitu 69 oC
yang merupakan bahan dengan titik leleh tertinggi dalam formula lotion.
saponifikasi yang berlangsung optimal pada rentang suhu 80 oC - 100 oC (Anonim,
2009).
Dalam hal kaitan antara pemilihan rentang suhu pencampuran dan suhu
optimal terjadinya reaksi saponifikasi adalah bahwa digunakannya suhu 70 oC
sebagai level tinggi suhu pencampuran diasumsikan mendekati suhu optimal
terjadinya saponifikasi dan berdasar hasil orientasi dapat dihasilkannya lotion
sesuai dengan parameter sifat fisis lotion dan dapat diterima secara visual.
Digunakannya suhu 50 oC yang jauh dari suhu saponifikasi sebagai level rendah
suhu pencampuran adalah berdasar hasil orientasi yaitu pada suhu 50 oC sudah
dapat dihasilkannya lotion sesuai dengan parameter sifat fisis lotion dan dapat
diterima secara visual.
Dalam penelitian ini, untuk proses pencampuran setiap formula,
kecepatan putar mixer diatur konstan yaitu 500 rpm, lama pencampuran 10 menit
untuk level rendah dan 20 menit level tinggi, dan suhu pencampuran 50oC untuk
level rendah dan 70oC untuk level tinggi.
B. Penentuan Tipe Emulsi
Lotion dibuat dari formula optimum yang diperoleh dari optimasi
formula oleh Hartanto (2007). Formula optimum tersebut merupakan formula
lotion dengan tipe emulsi O/W, yaitu fase minyak terdispersi dalam fase air,
sehingga nyaman diaplikasikan di kulit, tidak menimbulkan rasa lengket dan
kesan berminyak serta mudah dicuci dengan air. Dilakukan pengujian tipe emulsi
untuk memastikan kesesuaian tipe emulsi dengan tipe emulsi formula optimum
yang diperoleh dari penelitian Hartanto (2007), yaitu tipe emulsi O/W.
Pengujian tipe emulsi lotion dilakukan dengan tiga metode, yaitu: metode
warna, metode pengenceran dan metode pencucian. Pengujian tipe emulsi
dilakukan dengan ketiga metode diatas karena pengujian yang dilakukan hanya
dengan sebuah metode, data yang diperoleh dapat mengarahkan kepada keputusan
yang salah (Voigt, 1994).
1. Metode Warna
Pengujian tipe emulsi dengan metode warna dengan menggunakan zat
warna larut air yaitu methylen blue. Jika dengan penambahan methylen blue
seluruh lotion bewarna seragam yaitu biru, maka menunjukkan suatu lotion
dengan tipe M/A, oleh karena air adalah fase eksternal. Lotion dioleskan tipis
pada sebuah gelas benda, kemudian diteteskan methylen blue dan diamati di
bawah mikroskop.
Pada hasil gambar yang diperoleh tampak bahwa warna biru menyebar
merata pada fase luar atau medium dispers. Methylen blue sifatnya larut air,
sehingga dapat dikatakan bahwa air adalah medium dispers dan lotion yang
dihasilkan merupakan emulsi dengan tipe O/W. Berikut gambar hasil
Percobaan 1 Percobaan a
Percobaan b Percobaan ab
Gambar 6. Penentuan tipe emulsi dengan cara menambahkan zat warna larut air (perbesaran 40 x 10)
2. Metode Pengenceran
Metode ini dilakukan dengan meletakkan sejumlah lotion sebanyak
kurang labih 1 ml pada sebuah gelas arloji, kemudian ditambahkan beberapa
tetes air yang diduga sebagai fase eksternal. Hasil yang diperoleh dari
pengujian menunjukkan air dapat terdistribusi pada seluruh formula lotion.
Hal ini menunjukkan bahwa fase eksternal lotion adalah air, dan dapat
dikatakan bahwa lotion yang dihasilkan termasuk emulsi tipe O/W.
3. Metode Pencucian
Hanya emulsi O/W dapat mudah dicuci dengan air dari tangan atau
barang (Voigt, 1994). Metode ini dilakukan dengan mengoleskan lotion pada
dibilas dengan air tanpa meninggalkan bekas lotion di tangan, dan dapat
dikatakan bahwa lotion yang dihasilkan termasuk emulsi tipe O/W.
Dari hasil ketiga pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
lotion yang dihasilkan termasuk emulsi tipe O/W.
C. Sifat Fisis dan Stabilitas Lotion
Salah satu penentu kualitas dan penerimaan sediaan oleh konsumen dapat
dilihat dari sifat fisis dan stabilitas sediaan yang dihasilkan. Dalam penelitian ini
dilakukan penentuan kualitas sediaan lotion melalui uji sifat fisis dan stabilitas
sediaan lotion yang dihasilkan. Uji sifat fisis yang dilakukan meliputi uji daya
sebar dan uji viskositas, dan uji stabilitas yang dilakukan meliputi pergeseran
viskositas setelah penyimpanan satu bulan, ukuran droplet, pergeseran ukuran
droplet setelah penyimpanan satu bulan serta uji persen pemisahan lotion setelah
penyimpanan satu bulan. Berikut adalah hasil pengujian sifat fisis dan stabilitas
lotion:
Tabel II. Hasil pengujian sifat fisis dan stabilitas lotion
Percobaan Daya Sebar (cm)
Viskositas (d Pa.s)
Pergeseran viskositas (%)
Modus Nilai Tengah Ukuran droplet
(µm)
1 7,6±0,1 13,2±0,8 13,0±9,8 27,005 a 6,1±0,2 17,3±0,8 4,8±2,4 21,005 b 7,1±0,2 15,7±0,5 6,5±6,0 27,005 ab 6,2±0,1 17,0±0,6 0,9±2,3 21,005
Tabel III. Efek faktor dan interaksi terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion
Respon Suhu Pencampuran Lama Pencampuran Interaksi
Faktor pencampuran yang diteliti dalam penelitian ini meliputi lama
pencampuran dan suhu pencampuran. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dilihat
faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion yang
dihasilkan dalam penelitian ini. Penentuan faktor-faktor pencampuran yang
berpengaruh dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas lotion yang dihasilkan
dilakukan melalui perhitungan desain faktorial desain dan Yate’s Treatment.
Perhitungan desain faktorial menghitung efek tiap faktor (lama
pencampuran dan suhu pencampuran) dan interaksinya terhadap respon.
Perhitungan Yate’s Treatment merupakan analisis statistik untuk melihat
signifikansi tiap faktor (lama pencampuran dan suhu pencampuran) dan
interaksinya terhadap respon.
Dari hasil penelitian akan dapat ditentukan faktor pencampuran yang
paling berpengaruh terhadap daya sebar, viskositas, persen pergeseran viskositas
dan modus ukuran droplet. Tanda positif maupun negatif tidak mempengaruhi
besar atau kecilnya nilai yang diperoleh. Tanda positif pada hasil yang diperoleh
berarti faktor yang bersangkutan berperan dalam meningkatkan respon sifat fisis
ataupun stabilitas lotion yang dihasilkan. Tanda negatif pada hasil yang diperoleh
berarti faktor yang bersangkutan berperan dalam menurunkan respon sifat fisis
ataupun stabilitas lotion yang dihasilkan. Besar nilai yang diperoleh menunjukkan
besar pengaruh faktor yang bersangkutan terhadap respon sifat fisis ataupun
1. Ukuran Droplet
Pengukuran diameter ukuran droplet dilakukan pada 500 partikel pada
tiap replikasi dari tiap percobaan dan dilakukan setelah pembuatan. Dari
pengukuran tersebut dapat diketahui modus ukuran droplet.
Modus merupakan frekuensi ukuran droplet yang paling banyak
muncul dari 500 partikel yang diukur menggunakan mikroskop. Data yang
digunakan adalah modus ukuran droplet. Data yang diperoleh tidak digunakan
nilai mean karena nilai mean merupakan nilai rata-rata ukuran droplet yang
beragam dan tidak bisa menggambarkan ukuran partikel yang paling sering
muncul. Data yang diperoleh dari pengujian ukuran droplet ini dibagi menjadi
sepuluh interval ukuran droplet. Dari sepuluh interval tersebut diambil nilai
tengahnya.
Proses pembentukan droplet diawali dari perenggangan dan
pemecahan droplet awal yang berukuran besar oleh adanya perlakuan (suhu
pencampuran, lama pencampuran dan adanya emulgator) menjadi ukuran
droplet yang kecil.
Mengacu pada gambar 7, dalam penelitian ini diperoleh ukuran droplet
lotion yang terdiri dari ukuran droplet besar dengan adanya droplet yang
berukuran lebih kecil lagi (droplet satelit).
Dari hasil perhitungan nilai efek faktor (Tabel III) tampak bahwa di
antara faktor lama pencampuran, suhu pencampuran yang berpengaruh
signifikan terhadap respon ukuran droplet dari sediaan lotion adalah faktor
suhu pencampuran. Faktor suhu pencampuran memiliki nilai negatif yang
berarti bahwa semakin meningkatnya suhu pencampuran akan semakin
mengecilkan ukuran droplet dari lotion.
Berikut ini merupakan grafik pengaruh peningkatan level faktor lama
pencampuran dan suhu pencampuran terhadap respon ukuran droplet lotion
yang dihasilkan:
Gambar 8a Gambar 8b
Gambar 8. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran dan interaksinya terhadap ukuran droplet (µm)
Mengacu pada grafik Gambar 8, dapat dilihat bahwa dengan semakin
lama pencampuran pada level rendah maupun level tinggi suhu pencampuran
memberikan respon ukuran droplet lotion yang tetap (Gambar 8a). Semakin
maupun level tinggi lama pencampuran akan semakin menurunkan respon
ukuran droplet dari lotion (Gambar 8b). Pada grafik Gambar 8b garis yang
menunjukkan level tinggi dan level rendah suhu pencampuran dalam dua
dimensi saling sejajar yaitu pada posisi depan dan belakang sehingga hanya
diwakilkan oleh satu garis saja.
Dari grafik Gambar 8 tampak bahwa pada level lama pencampuran
yang diteliti yaitu 10 menit dan 20 menit, peningkatan lama pencampuran
tidak memberikan perubahan respon ukuran droplet yang terbentuk. Melalui
pendekatan berdasar pada penjelasan tentang pembentukan droplet oleh Peters
(1997) dapat diperkirakan bahwa pada level lama pencampuran yang diteliti
yaitu 10 menit dan 20 menit tidak lagi memberikan respon pengecilan ukuran
partikel, dan kemungkinan terjadinya pengecilan ukuran partikel terjadi pada
menit-menit awal pencampuran yaitu pada sebelum waktu pencampuran 10
menit.
Garis yang sejajar dari grafik Gambar 8 tersebut menggambarkan
bahwa tidak terjadi interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran
dalam menentukan respon ukuran droplet dari lotion yang dihasilkan.
Untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi dan memastikan bahwa
suhu pencampuran merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap
ukuran droplet dari lotion maka dilakukan perhitungan Yate’s Treatment
Tabel IV. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon ukuran droplet
Source Degrees of freedom
Sum of Squares
Mean
Squares F hitung
Between:
a 1 121,500 121,500 12,273
b 1 1,500 1,500 0,152 ab 1 1,500 1,500 0,152
Within:
Error 20 198,000 9,900
Total 23 322,500
Keterangan: a: suhu pencampuran, b: lama pencampuran, ab: interaksi
Hi diterima dan Hnull ditolak apabila nilai F hitung yang diperoleh lebih besar
dari nilai F tabel. Nilai F tabel yang digunakan adalah 4,35.
Dari hasil perhitungan Yate’s Treatment yang diperoleh, hanya nilai F
hitung faktor suhu pencampuran yang memiliki nilai di atas nilai F tabel,
sedangkan faktor lama pencampuran memiliki nilai F hitung di bawah F tabel.
Nilai interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran memiliki
nilai F hitung di bawah F tabel sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada
interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran yang berpengaruh
terhadap respon ukuran droplet.
Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil perhitungan nilai efek
faktor dan Yate’s Treatment terbukti bahwa faktor suhu pencampuran yan