• Tidak ada hasil yang ditemukan

OPTIMASI PROSES PENCAMPURAN LOTION VIRGIN COCONUT OIL DENGAN KAJIAN PENELITIAN LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN MENGGUNAKAN METODE DESAIN FAKTORIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "OPTIMASI PROSES PENCAMPURAN LOTION VIRGIN COCONUT OIL DENGAN KAJIAN PENELITIAN LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN MENGGUNAKAN METODE DESAIN FAKTORIAL"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

OPTIMASI PROSES PENCAMPURAN LOTIONVIRGIN COCONUT OIL DENGAN KAJIAN PENELITIAN

LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN MENGGUNAKAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Sever Liberto Frelians

NIM : 058114036

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)

OPTIMASI PROSES PENCAMPURAN LOTIONVIRGIN COCONUT OIL DENGAN KAJIAN PENELITIAN

LAMA PENCAMPURAN DAN SUHU PENCAMPURAN MENGGUNAKAN METODE DESAIN FAKTORIAL

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh :

Sever Liberto Frelians

NIM : 058114036

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(3)
(4)
(5)

“N

Tidak pe

ka

TUHAN

No one can

erlu TERP

arena DAL

N menunju

Seluruh

dalam

Teman

Halam

n make you

PURUK den

LAM KELE

ukkan KEB

pemikiran

m karya ini

Je

Fre

n-teman s

man Persemb

u feel infe

ngan KELE

EMAHAN

BESARAN

, perasaan

i kupersem

esus Chris

elians Fami

seperjuang

bahan

erior withou

-El

EMAHAN

itu

N-NYA

n dan perj

mbahkan un

t

ly

an Farmas

ut your co

(6)
(7)

PRAKATA

Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas semua berkat dan

rahmat-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh

gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).

Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan

penulisan skripsi ini. Namun dengan bantuan berupa bimbingan, dukungan,

nasihat dan masukan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi tersebut. Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan

terimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepada :

1. Romo Drs. P. Sunu Hardiyanta S.J, M.Sc., selaku dosen pembimbing I yang

telah memberikan bimbingan, arahan, dan evaluasi yang sangat berarti kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Ibu Sri Hartati Yuliani, M.Si., Apt., selaku dosen pembimbing II yang telah

memberikan bimbingan, arahan, dan evaluasi yang sangat berarti kepada

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Agatha Budi Susiana Lestari, M.Si., Apt., selaku dosen penguji, atas

koreksi dan penjelasan yang sangat berarti kepada penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini.

4. Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm., Apt., selaku dosen penguji, atas

koreksi dan penjelasan yang sangat berarti kepada penulis dalam

(8)

5. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta dan dosen Pembimbing Akademik, atas dukungan

dan motivasi yang diberikan kepada penulis.

6. Ayah, Ibu, adik, dan semua keluargaku atas dukungan, kasih saying, dan doa,

sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini .

7. Ade dan Made sebagai teman satu tim atas seluruh bantuan, kerjasama, dan

dukungannya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Yoyok, Fian, Agus, Wisely, Roni, Donald, Iman, Jovan, atas kebersamaan dan

dukungan moril yang diberikan kepada penulis.

9. Teman-teman kelas A dan seluruh teman-teman Farmasi Angkatan 2005 atas

kebersamaan selama menempuh kuliah dan dukungan moril yang diberikan

kepada penulis.

10.Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Sigit, Mas Ottok, serta laboran-laboran yang

lain atas bantuannya selama penulis menyelesaikan laporan akhir.

11.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu

penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini banyak

kekurangan, mengingat keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk

ke arah yang lebih baik, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun

dari semua pihak. Akhir kata, semoga penelitian dan skripsi ini dapat berguna

bagi pembaca.

(9)
(10)

INTISARI

Penelitian optimasi proses pencampuran lotion Virgin Coconut Oil

(VCO) bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari lama, suhu pencampuran atau interaksi antara keduanya, yang dominan mempengaruhi sifat dan stabilitas fisis

lotion Virgin Coconut Oil (VCO) serta memperoleh area proses pencampuran optimum yang memiliki sifat dan stabilitas fisis lotion Virgin Coconut Oil yang baik. Formula yang dioptimasi adalah formula optimum dari penelitian Hartanto (2007).

Penelitian ini merupakan rancangan penelitian eksperimental murni menggunakan metode desain faktorial dengan dua faktor (lama pencampuran-suhu pencampuran) dan dua level (level tinggi-level rendah). Optimasi proses pencampuran meliputi parameter sifat fisis yaitu daya sebar, viskositas dan stabilitas fisis yaitu pergeseran viskositas, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, dan persen pemisahan emulsi. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik menggunakan Yate’s treatment dengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menujukkan bahwa suhu pencampuran berpengaruh signifikan terhadap daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas dan ukuran droplet lotion Virgin Coconut Oil (VCO), dan terdapat interaksi antara lama dan suhu pencampuran terhadap daya sebar dan viskositas lotion Virgin Coconut Oil

(VCO). Melalui contour plot super imposed diperoleh area proses pencampuran optimum dari lotion Virgin Coconut Oil pada level yang diteliti.

(11)

ABSTRACT

The aims of mixing process optimization of Virgin Coconut Oil (VCO) lotion with mixing temperature and mixing duration as factors by using factorial design method were to determine the dominant influence among mixing duration, mixing temperature and interaction between them on the physical properties and stabilities of lotion, and to obtain the optimum mixing process area which has good physical properties and stabilities of lotion. The formula used was the optimum formula obtained by Hartanto (2007).

This study was experimental research with two factors: mixing temperature-mixing duration and two levels: high level-low level factorial design. The mixing process was optimized on their physical properties (spreadability, viscosity) and their physical stabilities (viscosity shift over one month storage, globule size, globule size alteration over one month storage, and the degree of coalescence over one month storage). The data were analyzed statistically using Yate’s treatment with 95% level of confidence.

The result showed that the mixing temperature significantly influenced the spreadability, viscosity, viscosity shift over one month storage, and globule size of lotion, and there was interaction between mixing temperature and mixing duration in determining the response of spreadability, viscosity of (VCO) lotion. Contour plot super imposed showed the optimum mixing process area on the level studied.

(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii 

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii 

HALAMAN PENGESAHAN ... iv 

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v 

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi 

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix 

INTISARI ... x 

ABSTRACT ... xi 

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xvi

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR LAMPIRAN ... xix 

BAB I. PENGANTAR ... 1 

A. Latar Belakang ... 1 

1.  Permasalahan ... 3 

(13)

3.  Manfaat Penelitian ... 4 

B. Tujuan Penelitian ... 4 

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 5 

A. Virgin Coconut Oil ... 5 

B. Emulsi ... 6 

C. Stabilitas Emulsi ... 8 

D. Lotion ... 9 

E. Moisturizer ... 9 

F. Daya Sebar ... 10 

G. Viskositas ... 11 

H. Mikromeritik ... 12 

I.  Pencampuran ... 17 

J.  Mixer ... 19 

K. Metode Desain Faktorial ... 20 

L. Landasan Teori ... 22 

M. Hipotesis ... 23 

BAB III METODE PENELITIAN ... 24 

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 24 

B. Variabel dalam Penelitian ... 24 

(14)

D. Bahan dan Alat Penelitian ... 26 

1.  Bahan Penelitian ... 26 

2.  Alat Penelitian ... 26 

E. Tata Cara Penelitian ... 26 

1.  Formula ... 26 

2.  Pembuatan Lotion ... 27 

3.  Penentuan Tipe Emulsi Lotion ... 28 

4.  Pengujian Daya Sebar... 28 

5.  Pengujian Viskositas ... 29 

6.  Mikromeritik ... 29 

7.  Pengujian Persen Pemisahan ... 30 

F. Analisis Hasil ... 30 

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 32 

A. Pembuatan Lotion ... 32 

B. Penentuan Tipe Emulsi ... 34 

1.  Metode Warna ... 35 

2.  Metode Pengenceran ... 36 

3.  Metode Pencucian ... 36 

C. Sifat Fisis dan Stabilitas Lotion ... 37 

(15)

2.  Daya Sebar... 44 

3.  Viskositas ... 47 

4.  Pergeseran Viskositas ... 50 

5.  Pergeseran Ukuran Droplet ... 53 

6.  Persen Pemisahan Emulsi ... 56 

D. Optimasi Proses Pencampuran ... 57 

1.  Daya Sebar... 58 

2.  Viskositas ... 59 

3.  Pergeseran Viskositas ... 60 

4.  Super Imposed Contour Plot ... 61 

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 63 

A. Kesimpulan ... 63 

B. Saran ... 63 

DAFTAR PUSTAKA ... 64 

LAMPIRAN ... 66 

(16)

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial ... 27

Tabel II. Hasil pengujian sifat fisis dan stabilitas lotion ... 37

Tabel III. Efek faktor dan interaksi terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion . 37

Tabel IV. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon ukuran droplet .. 42

Tabel V. Distribusi frekuensi ukuran droplet ... 43

Tabel VI. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon daya sebar ... 46

Tabel VII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon viskositas ... 49

Tabel VIII. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon pergeseran

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran partikel ... 13

Gambar 2. Pengaruh antara tegangan cairan dengan gaya permukaan ... 15

Gambar 3. Kemungkinan pola deformasi droplet ... 16

Gambar 4. Grafik pengaruh lama pencampuran dan kecepatan pencampuran

terhadap rata-rata ukuran droplet ... 18

Gambar 5. Planetary mixer ... 19

Gambar 6. Penentuan tipe emulsi dengan cara menambahkan zat warna larut

air ... 36

Gambar 7. Gambar droplet lotion ... 39

Gambar 8. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu

pencampuran dan interaksinya terhadap ukuran droplet (µm) ... 40

Gambar 9. Grafik distribusi frekuensi ukuran droplet... 44

Gambar 10.Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran

dan interaksinya terhadap respon daya sebar (cm) ... 45

Gambar 11. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran

dan interaksinya terhadap viskositas (d Pa.s) ... 48

Gambar 12. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran

dan interaksinya terhadap pergeseran viskositas (%) ... 51

(18)

Gambar 14. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan a ... 54

Gambar 15. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan b ... 54

Gambar 16. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan ab ... 55

Gambar 17. Contour plot daya sebar lotion ... 59

Gambar 18. Contour plot viskositas lotion ... 60

Gambar 19. Contour plot pergeseran viskositas lotion ... 61

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penimbangan Bahan Untuk Pembuatan 1,5 Formula ... 66

Lampiran 2. Notasi dan Percobaan Desain Faktorial ... 67

Lampiran 3 . Data Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Lotion ... 68

Lampiran 4. Perhitungan Persamaan Area Optimum Daya Sebar ... 73

Lampiran 5. Perhitungan Persamaan Area Optimum Viskositas ... 76

Lampiran 6. Perhitungan Persamaan Area Optimum Pergeseran Viskositas .... 79

Lampiran 7. Perhitungan Efek Faktor Ukuran Droplet ... 82

Lampiran 8. Yate’s Treatment Daya Sebar ... 83

Lampiran 9. Yate’s Treatment Viskositas ... 86

Lampiran 10. Yate’s Treatment Pergeseran Viskositas ... 89

Lampiran 11. Yate’s Treatment Ukuran Droplet ... 92

(20)

BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Hartanto (2007), telah

diperoleh formula optimum lotion Virgin Coconut Oil (VCO). Dalam penelitian

tersebut proses pencampuran lotion Virgin Coconut Oil (VCO) dilakukan secara

manual menggunakan mortir dan stamper. Proses pencampuran dalam penelitian

tersebut dikendalikan sama untuk semua formula dan faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pencampuran seperti lama pencampuran, suhu

pencampuran dan kecepatan putar belum dioptimasi. Proses pencampuran yang

masih dilakukan secara manual tanpa dikendalikannya faktor-faktor yang dapat

mempengaruhi proses pencampuran akan mengakibatkan pencampuran yang

terjadi tidak konsisten dan sediaan yang dihasilkan tidak reprodusibel.

Produk farmasi umumnya tersusun dari banyak komponen yang dalam

pembuatannya memerlukan proses pencampuran, sehingga dapat dikatakan proses

pencampuran penting dalam pembuatan produk farmasi. Perlunya proses

pencampuran yang baik untuk tercapainya homogenitas campuran sehingga dapat

dihasilkan produk farmasi yang homogen, khususnya berkaitan dengan zat aktif

yang terkandung di dalamnya, dan juga untuk dapat menghasilkan produk dengan

kualitas seragam dari setiap kali produksi (Aulton, 2002; Voigt, 1994; Martin et

(21)

LotionVirgin Coconut Oil (VCO) merupakan sediaan emulsi dengan tipe

minyak dalam air sehingga dalam penggunaannya mudah untuk dicuci dengan air,

tidak menimbulkan kesan lengket dan berminyak. Lotion Virgin Coconut Oil

(VCO) terdiri dari dua fase yang tidak saling campur, yaitu minyak dan air. Untuk

dapat membentuk sebuah emulsi yang stabil maka diperlukan proses

pencampuran dan kinerja emulgator yang optimum untuk mendispersikan dua

fase yang tidak saling campur tersebut.

Pada proses pembuatan emulsi, yang perlu diperhatikan adalah metode

untuk mencampurkan fase-fasenya, kecepatan pencampuran, temperatur dari

masing-masing fase yang berpengaruh terhadap distribusi ukuran droplet,

viskositas, dan stabilitas dari emulsi yang dihasilkan (Block, 1996). Dalam proses

pencampuran diperlukan energi untuk dapat mendispersikan dua fase yang tidak

saling campur untuk membentuk emulsi yaitu energi kinetik maupun energi

panas. Energi panas dari suhu pencampuran sedangkan energi kinetik dari lama

pencampuran dan kecepatan putar.

Dalam penelitian ini dilakukan optimasi terhadap faktor-faktor yang

mempengaruhi proses pencampuran, yaitu lama pencampuran dan suhu

pencampuran. Tingkat homogenitas hasil pencampuran tergantung pada lama

pencampuran, meskipun demikian pencampuran yang berlangsung lama tidak

menjamin tercapainya homogenitas ideal yang dikehendaki. Suhu pencampuran

berpengaruh pada proses pelelehan bahan menjadi bentuk cairan dan menjaga tiap

bahan tetap dalam bentuk cairan selama proses pencampuran sehingga dapat

(22)

Lotion Virgin Coconut Oil (VCO) memerlukan suatu optimasi pada

proses pencampurannya agar dapat dihasilkan sediaan yang memiliki sifat fisis

maupun stabilitas yang baik. Pada penelitian ini akan dilakukan optimasi terhadap

proses pencampuran lotion Virgin Coconut Oil (VCO) yang meliputi lama

pencampuran dan suhu pencampuran dengan menggunakan metode desain

faktorial untuk melihat faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat dan

stabilitas fisis serta ada tidaknya interaksi antara kedua faktor tersebut, sehingga

diperoleh sediaan lotion Virgin Coconut Oil (VCO) yang aman, berkhasiat,

nyaman digunakan, dan memiliki sifat fisis maupun stabilitas yang baik.

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut, permasalahan yang muncul:

a. Bagaimana pengaruh proses pencampuran yang meliputi lama

pencampuran, suhu pencampuran dan interaksi antara suhu dan lama

pencampuran terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion Virgin Coconut Oil

(VCO)?

b. Adakah area kondisi optimum dalam proses pencampuran lotion Virgin

Coconut Oil (VCO)?

2. Keaslian Penelitian

Sejauh pengetahuan penulis, penelitian mengenai optimasi proses

pencampuran lotionVirgin Coconut Oil (VCO) yang mengkaji lama pencampuran

dan suhu pencampuran menggunakan desain faktorial belum pernah dilakukan.

Penelitian ini menggunakan formula optimum yang dihasilkan dari penelitian

(23)

dalam Lotion Virgin Coconut Oil dengan Aplikasi Desain Faktorial oleh Hartanto

(2007).

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat teoritis. Menambah khasanah ilmu pengetahuan mengenai

sediaan lotion khususnya mengenai proses pencampuran.

b. Manfaat praktis. Mengetahui kondisi optimal antara lama pencampuran

dan suhu pencampuran yang menentukan sifat fisis dan stabilitas lotion

Virgin Coconut Oil (VCO).

c. Manfaat metodologis. Menambah informasi dalam bidang kefarmasian

mengenai aplikasi metode desain faktorial.

B. Tujuan Penelitian

1. Melakukan investigasi terhadap pengaruh proses pencampuran yang meliputi

lama pencampuran, suhu pencampuran dan interaksi antara lama dan suhu

pencampuran terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion Virgin Coconut Oil

(VCO).

2. Menemukan area kondisi optimum dalam proses pencampuran lotion Virgin

(24)

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Virgin Coconut Oil

Minyak kelapa telah sejak lama digunakan untuk membuat kulit halus

dan mulus. Susunan molekular VCO yang kecil memudahkan untuk penyerapan

dan memberikan manfaat pemulihan terhadap kulit kering, kasar dan keriput.

VCO mempunyai pengaruh terhadap jaringan connective pada kulit. Kulit

disatukan oleh jaringan connective yang memberi kekuatan dan elastisitas pada

kulit (Setiaji, 2005).

Pada saat masih muda kulit tampak halus dan elastis karena pengaruh

jaringan connective pada kulit yang masih kuat. Pada saat mulai tua, jaringan

connective mulai rusak karena reaksi radikal bebas yang menyebabkan jaringan

connective kehilangan elastisitas dan kekuatannya, sehingga kulit mengendur dan

berkerut dan menjadi kering (Setiaji, 2005).

Minyak kelapa dapat mencegah pembentukan radikal bebas perusak dan

memberikan perlindungan terhadap radikal, sehingga bisa membantu mencegah

kerusakan kulit yang disebabkan oleh penuaan dan terkena cahaya matahari yang

berlebihan (Setiaji, 2005).

Minyak kelapa berfungsi sebagai moisturizer dan membantu menjaga

jaringan connective kulit agar tetap kuat dan elastis sehingga kulit tidak

(25)

kulit yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Setiaji, 2005; Schwartz,

2006).

B. Emulsi

Emulsi merupakan suatu campuran dari dua cairan yang tidak campur

dan agen pengemulsi untuk menjaganya tetap bersama-sama. Umumnya,

campuran dalam emulsi memiliki komponen polar dan nonpolar. Suatu emulsi

terdiri dari fase dispers (fase internal atau discontinuous phase), medium dispers

(fase eksternal atau continuous phase), dan emulsifying agent. Fungsi dari

emulsifying agent adalah untuk menurunkan tegangan permukaan antara fase

dispers dan medium dispers, sehingga fase dispers dapat terdispersi merata di

dalam medium dispers (Allen, 2002).

Ketika fase terdispersi adalah nonpolar (minyak) dan medium

pendispersi adalah polar (air), emulsi diketahui sebagai emulsi minyak dalam air

(O/W). Ketika fase terdispersi adalah polar (air) dan medium pendispersi adalah

nonpolar (minyak), emulsi diketahui sebagai emulsi air dalam minyak (W/O).

Diameter tetesan fase dispers umumnya berada dalam rentang 0,1 – 10 µm

meskipun ada yang lebih kecil dari 0,001 µm dan lebih besar dari 100 µm (Allen,

2002).

Umumnya, emulsi yang digunakan untuk pemakaian internal adalah tipe

O/W, dan untuk pemakaian eksternal tipe W/O. Emulsi tipe W/O tidak larut

(26)

O/W dapat larut air, dapat dicuci dengan air, non-occlusive, dan tidak berminyak

(Allen, 2002).

Semua emulsi memerlukan bahan anti mikroba karena fase air

mempermudah pertumbuhan mikroorganisme. Adanya pengawet sangat penting

dalam emulsi minyak dalam air, karena kontaminasi fase eksternal mudah terjadi.

Kesulitan muncul pada pengawetan sistem emulsi, sebagai akibat memisahnya

bahan antimikroba dari fase air yang sangat memerlukannya, atau terjadinya

kompleksasi dengan bahan pengemulsi yang akan mengurangi efektivitas

(Anonim, 1995).

Emulsi tidak terbentuk secara spontan ketika bahan-bahan cair dicampur.

Dibutuhkannya penambahan energi, seperti gaya mekanik, vibrasi ultrasonik, atau

panas, untuk memecah cairan tersebut, dengan demikian akan meningkatkan area

permukaan dari fase internal (Allen, 2002).

Ketika dilakukan pencampuran antara kedua cairan yang tidak saling

campur, droplet bundar akan terbentuk dikarenakan umumnya cairan tersebut

akan mempertahankan area permukaan yang sekecil mungkin, sehingga adanya

tegangan permukaan antara kedua cairan tersebut. Adanya penambahan surfaktan,

kedua cairan tersebut menjadi dapat bercampur karena molekul surfaktan

terorientasi di antara kedua cairan, dengan bagian polar dalam cairan polar dan

yang nonpolar dalam cairan nonpolar. Agen pengemulsi akan mengurangi

kecenderungan droplet untuk bersatu membentuk droplet yang lebih besar, yang

(27)

C. Stabilitas Emulsi

1. Inversi Fase

Proses perubahan tipe emulsi dari satu tipe ke tipe lainnya, misalnya tipe O/W

menjadi W/O. Range konsentrasi fase dispers yang paling stabil adalah

30-60%. Jika jumlah faser dispers mendekati atau melebihi jumlah maksimum

secara teori yaitu 74% dari volume total, akan memungkinkan terjadinya

inversi fase. Inversi fase merupakan proses yang irreversibel.

2. Creaming

Istilah creaming digunakan untuk menggambarkan agregasi droplet dari fase

dispers pada bagian atas atau bawah emulsi, seperti pada krim pada susu.

Terjadinya creaming tidak dikehendaki karena menyebabkan penampakan

yang tidak elegan dan dosis menjadi tidak akurat bila penggojogan dilakukan

dengan tidak seksama. Creaming dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya

penggabungan droplet dan kemungkinan pecahnya emulsi menjadi cracking.

Creaming merupakan proses yang reversibel dan dengan penggojogan dapat

mendistribusikan kembali droplet pada seluruh fase continuous.

3. Cracking

Cracking merupakan penggabungan droplet terdispersi dan pemisahan fase

dispers sebagai lapisan yang terpisah. Cracking merupakan proses yang

(28)

D. Lotion

Lotion adalah emulsi yang encer atau suspensi yang didesain untuk

aplikasi eksternal. Lotion memiliki efek lubrikasi dan dengan begitu lotion

diaplikasikan pada area intertriginous yaitu pada area kulit yang dapat saling

bergesekan, seperti pada sela-sela jari, paha, atau di bawah lengan (Allen, 2002).

Lotion merupakan suatu sediaan topikal yang nonviscous yang ditujukan

untuk kulit sehat. Lotion memungkinkan pemakaian yang merata dan cepat pada

permukaan kulit yang luas. Setelah diaplikasikan dapat menimbulkan kesan halus,

lembut, dan tidak berminyak. Lotion biasanya berupa emulsi dengan tipe minyak

dalam air dengan maksud agar lotion segera mengering setelah diaplikasikan pada

kulit dan meninggalkan lapisan tipis komponen obat pada permukaan kulit

(Wilkison and More, 1982).

E. Moisturizer

Kulit kering dapat dihubungkan dengan adanya kelainan pada struktur

dan fungis epidermis dan juga dapat dihubungkan dengan penyakit lain. Selain

itu, kulit kering dapat terjadi karena respon terhadap lingkungan dengan

kelembaban dan temperatur yang rendah (Maibach, 2000).

Produk yang digunakan untuk perawatan dan pencegahan kulit kering

disebut emollient atau moisturizer. Moisturizer dapat mengobati kulit kering dan

mempertahankan kelembutan kulit. Kata emollient tertuju pada sebuah material

(29)

dengan emollient, tetapi moisturizer biasanya mengandung humektan yang akan

membasahi stratum corneum (Maibach, 2000).

Aplikasi moisturizer pada kulit akan menginduksi perubahan visual pada

permukaan kulit. Rasio antara minyak dan air sangat penting, seperti tipe minyak

dan sejumlah tipe bahan tambahan lainya (pengemulsi, humektan, dll.).

Kombinasi dari bahan berpengaruh pada rasa awal dari produk ketika

diaplikasikan, penyebaran pada kulit, kecepatan untuk diabsorbsi, dan yang

dirasakan kulit setelah pemakaian. Moisturizer mempengaruhi struktur fungsi

pertahanan kulit tidak hanya pada kulit sakit, tapi juga pada kulit normal.

Moisturizer diharapkan dapat meningkatkan hidrasi kulit dan untuk memodifikasi

sifat fisika dan kimia alami kulit menjadi halus, lembut, dan kenyal. (Maibach,

2000).

Moisturizer merupakan emollient yang diformulasikan khusus sebagai

krim yang berminyak dan lotion yang dapat melembabkan kulit kering. Produk

emollient seperti moisturizer mempunyai bahan yang larut minyak atau larut air

dalam jumlah banyak yang dapat mengurangi hilangnya air dari kulit. Efek ini

didapat karena terbentuknya lapisan tipis di permukan kulit (occlusive) yang dapat

menjaga kelembaban lapisan kulit terluar (Ash and Michael, 1977).

F. Daya Sebar

Efikasi terapi topikal bergantung pada penyebaran formulasi oleh pasien,

yaitu dalam lapisan datar untuk member dosis standar. Konsistensi formulasi yang

(30)

aksi. Dosis yang kurang akan mengakibatkan tidak tercapainya efek yang

diinginkan, dan dosis yang berlebihan akan dapat mengakibatkan efek samping

yang tidak diinginkan. Pemberian dosis obat yang sesuai bergantung pada daya

sebar dari formulasi (Garg et al., 2002).

Secara prinsip daya sebar berhubungan dengan sudut kontak antara

droplet sediaan dengan tempat aplikasinya dan ini menggambarkan kelicinan

(lubricity) tiap tetes cairan (droplet) atau preparasi semisolid yang berhubungan

langsung dengan koefisien gesekan (Garg et al., 2002).

Untuk mengukur daya sebar dari sediaan semisolid, perlu

dipertimbangkan faktor-faktor penting yang meliputi kekakuan/kekerasan

formula, kecepatan dan lama pengadukan, temperatur pada tempat aksi.

Kecepatan penyebaran bergantung pada viskositas formulasi, kecepatan

penguapan pelarut dan kecepatan peningkatan viskositas sebagai hasil dari

penguapan (Garg et al., 2002).

G. Viskositas

Viskositas adalah suatu pernyataan tahanan dari suatu cairan untuk

mengalir; makin tinggi viskositas, maka semakin besar tahanannya (Martin et al.,

1993). Karakteristik formulasi, meliputi viskositas, elastisitas, dan rheologi,

merupakan faktor terpenting dalam pengembangan dan karakteristik produk akhir

dari formulasi semisolid. Peningkatan viskositas akan menaikkan waktu retensi

(31)

H. Mikromeritik

Ilmu dan teknologi partikel kecil diberi nama mikromeritik oleh Dalla

Valle. Dispersi koloid dicirikan oleh partikel yang terlalu kecil untuk dilihat

dengan mikroskop biasa, sedang partikel emulsi dan suspensi farmasi serta serbuk

halus berada dalam jangkauan mikrokop optik. Satuan ukuran partikel yang sering

digunakan dalam mikromeritik adalah mikrometer (µm), juga disebut mikron, dan

µ, sama dengan 10-6 m (Martin et al., 1993).

Pengetahuan dan pengendalian ukuran, serta kisaran ukuran partikel

sangat penting dalam farmasi. Jadi ukuran, dan juga luas permukaan suatu partikel

dapat dihubungkan dengan sifat fisika, kimia, dan farmakologi suatu obat.

Keberhasilan formulasi dari suspensi, emulsi dan tablet, dari segi kestabilan fisik,

dan respon farmakologis, juga bergantung pada ukuran partikel yang dicapai

dalam produk tersebut (Martin et al., 1993).

Dua sifat penting dalam suatu kumpulan partikel lebih dari satu ukuran

(yakni dalam suatu sampel polidispers) yaitu: (1) bentuk dan luas permukaan

partikel, dan (2) kisaran ukuran dan banyaknya atau berat partikel-partikel yang

ada dan luas permukaan total (Martin et al., 1993).

Data tentang ukuran partikel diperoleh dalam diameter partikel dan

distribusi ukuran partikel, sedangkan bentuk partikel memberikan gambaran

tentang luas permukaan spesifik partikel, dan teksturnya (Martin et al., 1993).

Setiap kumpulan partikel biasanya disebut polidispersi, karenanya perlu

(32)

banyak partikel-partikel dengan ukuran yang sama dalam sampel (Martin et al.,

1993).

Pengukuran ukuran partikel yang berkisar dari 0,2 µm sampai kira-kira

100 µm dapat dilakukan menggunakan mikroskop. Kerugian metode mikroskopi

adalah bahwa garis tengah yang diperoleh hanya dua dimensi dari partikel tesebut,

yaitu dimensi panjang dan lebar. Selain itu jumlah partikel yang harus dihitung

sekitar 300-500 partikel agar mendapat suatu perkiraan distribusi yang baik,

sehingga metode ini membutuhkan waktu dan ketelitian. Pengujian mikromeritik

suatu sampel harus tetap dilakukan bahkan jika digunakanmetode analisis ukuran

partikel lainnya, karena adanya gumpalan dan partikel-partikel lebih dari satu

komponen seringkali bisa dideteksi dengan metode ini (Martin et al., 1993).

Distribusi ukuran partikel, jika jumlah atau berat partikel yang terletak

dalam suatu kisaran ukuran tertentu diplot terhadap kisaran ukuran atau ukuran

partikel rata-rata, akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Grafik kurva

distribusi frekuensi biasa ditunjukkan seperti pada gambar :

(33)

Plot seperti itu memberikan gambaran distribusi yang jelas bahwa suatu

garis tengah rata-rata tidak dapat dicapai. Ini adalah penting, karena adalah

mungkin untuk mempunyai dua sampel dengan garis tengah rata-rata yang sama

tapi terdistribusi yang berbeda. Dari kurva distribusi frekuensi juga akan tampak

ukuran partikel berapa yang sering muncul pada sampel dan disebut modus

(Martin et al., 1993)

Umumnya, droplet terbentuk akibat tegangan yang diberikan terhadap

droplet awal yang berukuran besar yang menyebabkan pemanjangan droplet

tersebut, diikuti dengan peningkatan tegangan permukaan dan mengarah pada

ketidakstabilan, sehingga droplet yang awalnya berukuran besar terpecah menjadi

droplet-droplet yang berukuran lebih kecil. Faktor penting dari proses

pembentukan droplet adalah sifat kental dan elastis dari fase dispers dan medium

dispers; tegangan antarmuka; dan kondisi aliran (Peters, 1997).

Terdapat kesulitan dalam menguji peranan faktor-faktor tersebut baik

secara eksperimental maupun secara teoritis. Inti dari kesulitan tersebut adalah

bahwa secara prakteknya, emulsifikasi tidak terjadi pada kondisi yang tetap, tetapi

di bawah kondisi yang dinamis yaitu dalam skala waktu satuan detik sampai 10-6

detik. Bagaimanapun, dapat diasumsikan bahwa arah efek yang timbul bergantung

pada skala waktu. Kemudian, dapat digunakan kombinasi efek steady-state

dengan sebuah pemahaman tentang pengaruh skala waktu dalam memodifikasi

besar droplet (Peters, 1997).

Deformasi droplet bergantung pada parameter tertentu, yaitu salah

(34)

viskositas fase dispers berbanding dengan viskositas medium dispers. Temperatur

berperan kuat dalam perubahan rasio viskositas antara dua fase (Peters, 1997).

R viskositas medium dispersviskositas fase dispers

Pada rasio viskositas yang rendah, yaitu R < 0,2, dalam aliran tegangan

pertama-tama droplet meluruskan dirinya pada sudut 45º membentuk droplet

ellipsoidal. Peningkatan aliran dan karena adanya tegangan akan membuat droplet

dengan ekor yang berbentuk tirus menjadi pecah membentuk droplet satelit (kecil)

(Peters, 1997).

Droplet dengan rasio viskositas mendekati 1,0 berbentuk dumb-bells

yang dengan peningkatan tegangan pecah menjadi dua droplet bundar dengan

beberapa droplet satelit. Peningkatan R cenderung akan menghasilkan droplet

yang pipih panjang, droplet dengan R > 3.8 tidak akan memecah tapi membentuk

droplet ellipsoidal lurus dengan bidang tegangan.

(35)

Gambar 3. Kemungkinan pola deformasi droplet (Peters, 1997)

Dalam prakteknya, efek dinamik sangat penting, yaitu efeknya terhadap

kecepatan perenggangan suatu droplet. Pada saat perenggangan droplet awal,

tegangan antarmuka akan meningkat dikarenakan molekul surfaktan tidak dapat

merespon secara spontan, kemudian setelah lapisan tunggal surfaktan teradsorbsi

pada ukuran droplet yang lebih kecil akan terjadi penurunan tegangan permukaan,

dan bergantung pada sifat serta konsentrasi surfaktan yang digunakan (Peters,

1997).

Kondisi aliran tetap juga menjadi pertimbangan tetapi dalam prakteknya

emulsifikasi sering terjadi di bawah kondisi aliran yang turbulen. Diperkirakan

droplet akan pecah jika tekanan yang melintasi droplet sama dengan tekanan

berkaitan dengan tegangan permukaan yang menahan droplet tetap menyatu

(36)

I. Pencampuran

Proses mencampur terbilang juga sebagai salah satu proses penting

dalam pembuatan sediaan obat. Fungsinya untuk memungkinkan tercapainya

homogenitas campuran dari dua bahan atau lebih. Prinsip dasar pencampuran

terletak pada penyusupan partikel bahan yang satu diantara partikel bahan yang

lainya (Voigt, 1994).

Tingkat pencampuran tergantung pada lama pencampuran, meskipun

demikian pencampuran yang berlangsung lama tidak menjamin tercapainya

homogenitas ideal yang dikehendaki, sebab proses pencampuran maupun proses

pemisahan pada saat yang sama berlangsung secara kompetitif dan tetap (Voigt,

1994).

Pada proses pembuatan emulsi, yang perlu diperhatikan adalah metode

untuk mencampurkan fase-fasenya, kecepatan pencampuran, dan temperatur

masing-masing fase yang berpengaruh terhadap distribusi ukuran droplet,

viskositas, dan stabilitas dari emulsi yang dihasilkan (Block, 1996).

Sifat fisis emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh

banyak faktor lain, seperti kecepatan geser (kecepatan putar), tegangan geser,

tegangan, dan waktu pencampuran (lama pencampuran) (Nielloud dan Mestres,

2000).

Waktu pencampuran merupakan faktor penting yang digunakan untuk

memastikan bahwa pencampuran yang dilakukan cukup, memastikan distribusi

ukuran droplet yang seimbang, dan untuk menghindari proses pencampuran yang

(37)

dapat juga merusak produk. Berikut adalah grafik pengaruh lama pencampuran

pada kecepatan pencampuran yang berbeda terhadap rata-rata ukuran droplet:

Gambar 4. Grafik pengaruh lama pencampuran dan kecepatan pencampuran terhadap rata-rata ukuran droplet (Peters, 1997)

Emulsi yang digunakan dalam grafik di atas adalah tipe O/W, tampak

bahwa peningkatan kecepatan putar dari 350 ke 500 rpm tidak menghasilkan

penurunan diameter rata-rata ukuran droplet dan penurunan diameter rata-rata

ukuran droplet terjadi pada menit awal pencampuran yang selanjutnya dengan

penambahan lama pencampuran tidak akan berpengaruh pada diameter rata-rata

ukuran droplet. Berhubungan dengan grafik tersebut, penting dilakukannya

(38)

J. Mixer

Permasalahan yang sering timbul pada pencampuran semisolid

bersumber dari kenyataan bahwa berbeda dengan pencampuran sediaan padat dan

cair, sediaan semisolid tidak mudah mengalir, dan menyebabkan terdapatnya

death spots”. Oleh karena itu harus digunakan mixer yang sesuai, yaitu yang

dapat memutar bahan yang dicampurkan dengan jarak terdekat antara bahan

dengan wadah mixer dan dapat menghasilkan derajat pencampuran tinggi yang

tidak dapat dihasilkan oleh pencampuran difusi dan pencampuran konvektif

(Aulton, 2002). Salah satu tipe mixer yang dapat digunakan dalam pencampuran

semisolid adalah planetary mixer. Mixer tipe ini biasanya digunakan sebagai

peralatan dapur rumah tangga dan juga berupa mesin yang lebih besar dengan

prinsip pengoperasian yang sama dan digunakan dalam industri (Aulton, 2002).

Gambar 5. Planetary mixer(Aulton, 2002)

Bagian pemutar mixer terpasang pada bagian tengah dan disanggah oleh

(39)

yang pada prosesnya akan beputar mengitari porosnya. Jarak yang kecil antar

pemutar dan wadah mixer akan memberikan geseran tapi terkadang perlu

dilakukan gesekan untuk mencampur bahan-bahan dengan baik (Aulton, 2002).

Disebut planetary mixer karena pencampurannya dilakukan oleh roda

gigi planetary yang dipasangkan pada mixer blade dengan gesekan disekitar ring

gear mengitari mixer blade. Kelemahan alat ini adalah terbatasnya jumlah batch

yang dapat diproduksi (Lantz dan Schwartz, 1990).

K. Metode Desain Faktorial

Desain faktorial merupakan desain yang dipilih untuk mengukur

bersama-sama efek dari beberapa faktor dan interaksi antara faktor-faktor tersebut

(Bolton,1997). Penelitian desain faktorial yang paling sederhana adalah penelitian

dengan dua faktor dan dua level, level rendah dan level tinggi (Armstrong dan

James, 1996).

Faktor merupakan variabel bebas yang telah ditentukan oleh peneliti

dalam suatu penelitian, seperti konsentrasi, dan temperatur. Level dari faktor

adalah nilai yang ditentukan untuk masing-masing faktor. Contohnya, level 30ºC

dan 50ºC untuk faktor temperatur. Efek dari sebuah faktor adalah perubahan

respon yang disebabkan oleh level yang berbeda dari faktor yang bersangkutan.

Jumlah percobaan untuk penelitian desain faktorial dihitung dari jumlah level

yang digunakan dalam penelitian, dipangkatkan dengan jumlah faktor yang

(40)

adalah 22 = 4. Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 secara berurutan

adalah formula 1, a, b, dan ab (Bolton,1997).

Rumusan yang berlaku untuk desain faktorial :

Y = Bo + Ba X1 + Bb X2 + Bab X1 X2

Keterangan :

Y = respon

X1 = level faktor pertama

X2 = level faktor kedua

X1 X2 = level faktor pertama dikalikan level faktor kedua

Bo = rata-rata respon seluruh formula

Ba, Bb, Bab = koefisien yang dihitung dari hasil percobaan Ba, Bb, Bab = ∑ XY / 2n

Dari persamaan tersebut, dengan substitusi matematis, dapat dihitung

besarnya efek masing-masing faktor dan interaksi. Besarnya efek dapat dicari

dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata- rata

respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997)

sebagai berikut :

efek faktor I =

{

( )

} {

}

2

1 ab b

a− + −

efek faktor II =

{

( )

} {

}

2

1 ab a

b− + −

efek interaksi =

{

}

{

( )

}

2

1

− +

b a

ab

Terdapatnya interaksi dapat dilihat dari grafik hubungan respon dan level

faktor. Jika kurva menunjukkan garis sejajar, dapat dikatakan bahwa tidak ada

interaksi antar faktor dalam menentukkan respon. Jika kurva menunjukkan garis

yang tidak sejajar, dapat dikatakan bahwa ada interaksi antar faktor dalam

(41)

L. Landasan Teori

Minyak kelapa telah sejak lama digunakan untuk membuat kulit halus

dan mulus. Minyak kelapa berfungsi sebagai moisturizer dan membantu menjaga

jaringan connective kulit agar tetap kuat dan elastis sehingga kulit tidak

mengendur dan keriput, yaitu dengan cara membentuk lapisan tipis di permukaan

kulit yang mencegah hilangnya air dari dalam kulit (Setiaji, 2005; Schwartz,

2006).

Pada penelitian sebelumnya telah diperoleh formula optimum lotion

Virgin Coconut Oil (VCO) oleh Hartanto (2007). Lotion merupakan sediaan

emulsi encer yang didesain untuk pemakaian eksternal. Umumnya lotion

merupakan sediaan emulsi dengan tipe M/A dengan tujuan lotion segera

mengering ketika diaplikasikan ke kulit dengan meninggalkan lapisan tipis

komponen obat pada permukaan kulit (Wilkison and More, 1982).

Sediaan yang dibuat merupakan suatu emulsi yang merupakan campuran

dari dua cairan yang tidak saling campur, dan adanya agen pengemulsi untuk

menjaganya tetap bersama-sama. diketahui kritis dalam hal pencampuran

fase-fasenya agar dapat terdispersi dengan baik (Allen, 2002).

Prose pencampuran merupakan proses yang penting dalam pembuatan

sediaan obat, termasuk pula pada pembuatan sediaan emulsi. Proses pencampuran

yang baik memungkinkan tercapainya homogenitas campuran dalam proses

pembuatan emulsi sehingga dapat dihasilkannya emulsi dengan kualitas yang

(42)

Proses pencampuran emulsi tidak terjadi secara spontan tetapi

dibutuhkannya penambahan energi, misalnya pengadukan, temperatur, dan

kecepatan pencampuran. Proses pencampuran tersebut berpengaruh terhadap

ukuran droplet yang dihasilkan, viskositas , daya sebar dan stabilitas emulsi yang

dihasilkan (Allen, 2002; Block, 1996).

Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan optimasi terhadap proses

pencampuran meliputi faktor lama pencampuran dan suhu pencampuran untuk

menghasilkan lotion dengan sifat fisis yang baik dan stabil. Dari penelitian ini

dapat diketahui pengaruh dari faktor lama pencampuran, suhu pencampuran, dan

interaksi antara kedua faktor tersebut yang berpengaruh signifikan terhadap sifat

fisis dan stabilitas lotion yang dihasilkan. Hasil uji sifat fisis dan stabilitas lotion

dihitung menggunakan desain faktorial, sehingga diperoleh area optimum proses

pencampuran lotion dalam batas yang diteliti.

M. Hipotesis

Hipotesis yang diambil pada penelitian ini adalah :

a. Faktor pencampuran yang terdiri dari lama pencampuran, suhu pencampuran,

dan interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap respon sifat

fisis dan stabilitas lotion.

b. Diperoleh area proses pencampuran lotion yang optimum menurut sifat fisis

dan stabilitas lotion yang diinginkan dengan menggunakan metode Desain

(43)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian eksperimental murni menggunakan

metode desain faktorial, yaitu dengan menentukan proses pencampuran yang

optimum (lama pencampuran-suhu pencampuran) dalam menghasilkan lotion

yang memiliki sifat fisis dan stabilitas yang baik.

B. Variabel dalam Penelitian

1. Variabel bebas : lama pencampuran (level rendah 10 menit; level tinggi 20 menit) dan suhu pencampuran (level rendah 50ºC; level tinggi 70ºC).

2. Variabel tergantung : daya sebar, viskositas, pergeseran viskositas setelah penyimpanan satu bulan, ukuran droplet, pergeseran ukuran droplet, persen

pemisahan emulsi.

3. Variabel pengacau terkendali : lama penyimpanan, alat percobaan, kualitas bahan yang digunakan, wadah penyimpanan, kecepatan mixer (500 rpm), dan

tiap percobaan menggunakan formula yang sama yaitu formula optimum dari

penelitian Hartanto (2007).

(44)

C. Definisi Operasional

1. Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan produk VCO merk Klentik Putih

dengan kandungan lauric acid 50,06%; palmitic acid 7,54%; caprilic acid

5,11%; capric acid 6,66%; stearic acid 7,23; oleic acid 2,27%.

2. Lotion dalam naskah ini adalah sediaan Lotion Virgin Coconut Oil (VCO)

yang dihasilkan dalam penelitian ini.

3. Kondisi optimum adalah kondisi lama pencampuran dan suhu pencampuran

yang digunakan untuk memperoleh sediaan lotion dengan sifat dan stabilitas

fisis yang dikehendaki.

4. Daya sebar adalah kemampuan lotion untuk diaplikasikan merata pada kulit

yang dalam penelitian diuji menggunakan horizontal double plate. Daya sebar

yang optimal 5-7 cm.

5. Viskositas yang optimum adalah viskositas yang mudah bagi lotion untuk

dimasukkan ke dalam wadah, dikeluarkan dari wadah saat digunakan, dan

memiliki daya sebar yang baik saat diaplikasikan ke kulit. Viskositas yang

optimal diambil dari pengukuran viskositas lotion yang beredar di pasaran

pada tahap orientasi yaitu 15 d Pa.s dengan pergeseran viskositas ± 10%.

6. Ukuran droplet adalah besarnya ukuran fase dispers yang dihasilkan dari

proses pencampuran lotion yang diamati di bawah mikroskop. Ukuran droplet

optimal 20 – 50 µm.

7. Pengujian setelah pembuatan dilakukan 48 jam setelah lotion selesai dibuat.

8. Desain faktorial adalah metode optimasi yang memungkinkan untuk

(45)

9. Contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi area optimum

berdasarkan satu parameter kualitas lotion.

10.Super imposed contour plot adalah grafik yang digunakan untuk memprediksi

area optimum formula berdasarkan semua parameter kualitas lotion.

D. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Virgin Coconut

Oil (VCO) merk Klentik Putih, gliserin (kualitas farmasetis), minyak lemon

(kualitas farmasetis), cetyl alcohol (kualitas farmasetis), polisorbate 80

(kualitas farmasetis), nipagin (kualitas farmasetis), asam stearat (kualitas

farmasetis), trietanolamin (kualitas farmasetis), dan aquadest.

2. Alat Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah glasswares

(PYREX-GERMANY), timbangan analitik, waterbath, termometer, mixer,

stopwatch, horizontal double plate, Viscotester seri VT 04 (RION-JAPAN),

mikroskop merk Boeco Model number BM-180.

E. Tata Cara Penelitian

1. Formula

Berdasarkan formula optimum dari optimasi formula oleh Hartanto

(46)

R/ A. VCO 110 g Polysorbate 80 20 g B. Cetyl alcohol 6,4 g Asam sterarat 9,6 g C. Gliserin 40 g TEA 2,4 g

Nipagin 5,2 g

Aquadest 27 g

Minyak lemon 1,6 g

Aquadest 53 g

Tabel I: Rancangan percobaan desain faktorial

Percobaan Suhu pencampuran (oC) Lama pencampuran (menit)

1 50 10

a 70 10

b 50 20

ab 70 20

2. Pembuatan Lotion

Fase A dipanaskan di atas waterbath hingga suhu 50oC. Fase B

dipanaskan di atas waterbath hingga suhu 50oC. Fase C dipanaskan di atas

waterbath hingga 50oC. Fase A, B, C, dan minyak lemon dicampur menjadi

satu dalam mixer dengan kecepatan 500 rpm dan level suhu pencampuran

yang diinginkan selama 3 menit (hasil orientasi) untuk memberi kesempatan

bahan-bahan tersebut tercampur dengan baik. Setelah itu tambahkan sisa

aquadest sedikit demi sedikit dan dilakukan pencampuran selama 10 menit

(level rendah) dan 20 menit (level tinggi) pada suhu 50oC (level rendah) dan

70oC (level tinggi) dengan kecepatan pencampuran konstan 500 rpm.

(47)

3. Penentuan Tipe Emulsi Lotion a. Metode Warna

Beberapa tetes larutan bahan pewarna dalam air (metilen biru)

dicampurkan ke dalam suatu contoh lotion. Jika seluruh lotion bewarna

biru, maka menunjukkan suatu lotion dengan tipe M/A, oleh karena air

adalah fase luar. Metode warna dapat menguntungkan juga di bawah

penggunaan mikroskop (Voigt, 1994).

b. Metode Pengenceran

Dasar dari uji ini adalah bahwa hanya pada fase luar emulsi yang dapat

diencerkan. Sedikit air diberikan ke dalam sebuah contoh kecil emulsi dan

setelah pengocokan atau pengadukan diperoleh kembali suatu emulsi

homogen, maka terdapat jenis M/A. Pada jenis A/M hasilnya akan

kebalikannya. Metode pengenceran juga dapat dilakukan sebagai berikut :

1 tetes emulsi diberikan ke dalam air dan secara cepat terdistribusi, maka

terdapat emulsi M/A, 1 tetes suatu emulsi A/M tertinggal pada

permukaaan air (Voigt, 1994).

c. Metode Pencucian

Hanya emulsi M/A dapat mudah dicuci dengan air dari tangan atau barang.

Penghilangan suatu emulsi A/M menurut pengalaman sering menunjukkan

kesulitan yang sangat berarti (Voigt, 1994).

4. Pengujian Daya Sebar

Uji daya sebar lotion dilakukan segera setelah pembuatan dengan

(48)

plate. Di atas lotion diletakkan horizontal double plate lain dan pemberat 125

gram, diamkan selama 1 menit, kemudian dicatat diameter penyebarannya

(Garg et al., 2002). Pengukuran dilakukan setelah pembuatan. Pengujian

dilakukan pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap percobaan.

5. Pengujian viskositas

Pengukuran viskositas menggunakan alat viskosimeter seri VT 04

(RION-JAPAN) dengan cara : lotion dimasukkan dalam wadah dan dipasang

pada portable viscotester. Viskositas lotion diketahui dengan mengamati

gerakan jarum penunjuk vikositas. Uji ini dilakukan 2 kali yaitu (1) setelah

pembuatan dan (2) setelah penyimpanan satu bulan. Untuk menghitung

pergeseran viskositas digunakan rumus :

% pergeseran viskositas =

|

X

100%

jam

48

viskositas

hari

30

viskositas

jam

48

viskositas

|

Pengujian dilakukan pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap percobaan.

6. Mikromeritik

Sejumlah lotion dioleskan pada gelas objek, diencerkan dengan

menggunakan sedikit aquadest kemudian diletakkan meja benda pada

mikroskop. Ukuran droplet diamati yang terdispersi pada lotion. Setelah

dilakukan kalibrasi mikroskop, pengamatan ukuran partikel sebanyak 500

buah terhadap masing-masing percobaan (1), (a), (b), dan (ab) (Martin et al.,

1993). Pengujian dilakukan pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap

(49)

7. Pengujian Persen Pemisahan

Lotion dimasukkan ke dalam tabung berskala. Amati pemisahan fase

yang terjadi setelah pembuatan dan setelah penyimpanan satu bulan. Uji

persen pemisahan dilakukan dengan menghitung ratio volume emulsi yang

memisah dibanding volume total emulsi (Aulton, 2002). Pengujian dilakukan

pada tiap replikasi (6 replikasi) dari tiap percobaan.

F. Analisis Hasil

Data yang diperoleh adalah data uji daya sebar, viskositas dan pergeseran

viskositas, persen pemisahan, modus ukuran droplet serta pergeseran modus

ukuran droplet. Dihitung besarnya pengaruh lama pencampuran, suhu

pencampuran atau interaksi keduanya menggunakan metode desain faktorial,

sehingga dapat diketahui faktor yang dominan mempengaruhi sifat fisis dan

stabilitas lotion.

Masing-masing uji sifat fisis dan stabilitas lotion dibuat persamaan

desain faktorial dengan menggunakan metode eliminasi dan substitusi.

Selanjutnya respon yang diperoleh dibuat contour plot untuk masing-masing

respon uji. Kemudian masing-masing contour plot digabungkan menjadi satu

super imposed contour plot yang telah dipilih berdasarkan parameter kualitas

yang ditentukan. Area yang ditemukan, selanjutnya digunakan sebagai area proses

pencampuran yang optimun terbatas pada level yang diteliti.

Analisis statistik dilakukan dengan Yate’s Treatment untuk mengetahui

(50)

Berdasarkan analisis statistik ini maka dapat ditentukan ada atau tidaknya

hubungan dari setiap faktor dan interaksi terhadap respon. Sebelumnya ditentukan

hipotesis terlebih dahulu, hipotesis alternatif (Hi) menyatakan bahwa efek lama

pencampuran level rendah berbeda dengan level tinggi, efek suhu pencampuran

level rendah berbeda dengan level tinggi, dan ada interaksi antara lama

pencampuran dan suhu pencampuran, sedangkan Hnull negasi dari Hi yang

menyatakan efek lama pencampuran level rendah tidak berbeda dengan level

tinggi, efek suhu pencampuran level rendah tidak berbeda dengan level tinggi, dan

tidak ada interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran. Hi diterima

dan Hnull ditolak apabila harga F hitung lebih besar daripada harga F tabel, yang

berarti faktor berpengaruh signifikan terhadap respon. F tabel diperoleh dari Fα

(numerator, denominator) dengan taraf kepercayaan 95%. Sebagai numerator

merupakan derajat bebas interaksi dalam penelitian ini, yaitu 1, sedangkan

denumeratornya adalah derajat bebas experimental error yaitu 20, maka diperoleh

(51)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembuatan Lotion

Dalam pembuatan lotion menggunakan formula optimum dari optimasi

formula lotion oleh Hartanto (2007). Dari formula tersebut yang berfungsi sebagai

zat aktif adalah VCO. VCO berefek sebagai moisturizer. Cetyl alcohol berfungsi

sebagai thickening agent. TEA yang bersifat basa kuat dan asam stearat yang

merupakan asam lemak akan mengalami reaksi saponifikasi membentuk sabun

stearat. Nipagin berfungsi sebagai pengawet untuk menjaga kestabilan emulsi.

Gliserin sebagai moisturizer. Polysorbate 80 berfungsi sebagai surfaktan.

Proses pembuatan lotion diawali dengan memanaskan semua bahan pada

suhu 50oC. Dilakukannya pemanasan tersebut dimaksudkan untuk melelehkan

bahan yang masih berbentuk padatan (cetyl alcohol dan asam stearat) menjadi

bentuk cairan, karena pencampuran dilakukan saat semua bahan sudah berbentuk

cairan. Setelah semua bahan berbentuk cairan dilakukan proses pencampuran

yang diawali dengan penuangan fase A ke dalam wadah pencampuran yang

suhunya telah diatur pada suhu pencampuran yang telah ditentukan yaitu 50oC

untuk level rendah suhu pencampuran dan 70oC untuk level tinggi suhu

pencampuran, kemudian dilanjutkan dengan penuangan fase B. Fase A dan fase B

dicampur hingga homogen dengan kecepatan putar mixer diatur konstan 500 rpm.

Fase C dan minyak lemon kemudian dituang dan dicampur hingga

(52)

minyak lemon ini dilakukan dalam waktu 3 menit dengan level suhu pencampuran

yang diinginkan, kecepatan putar diatur konstan 500 rpm, dan dalam waktu 3

menit diasumsikan bahan-bahan tersebut sudah tercampur homogen. Setelah 3

menit, dituangkan sisa aquadest sedikit demi sedikit sambil terus diaduk selama

10 menit untuk level rendah lama pencampuran dan 20 menit untuk level tinggi

lama pencampuran, 50oC untuk level rendah suhu pencampuran dan 70oC untuk

level tinggi suhu pencampuran, serta kecepatan putar diatur konstan 500 rpm

hingga terbentuk emulsi.

Dalam pencampuran dipilih kecepatan putar mixer 500 rpm, lama

pencampuran 10 menit untuk level rendah dan 20 menit untuk level tinggi, serta

suhu pencampuran 50oC untuk level rendah dan 70oC untuk level tinggi berdasar

pada hasil tahap orientasi yang dilakukan sebelum masuk ke tahap penelitian.

Dari hasil tahap orientasi, kecepatan putar mixer 500 rpm, lama pencampuran 10

menit dan 20 menit, serta suhu pencampuran 50oC dan 70oC merupakan kecepatan

putar mixer, rentang lama pencampuran dan suhu pencampuran yang mampu

menghasilkan lotion sesuai dengan parameter sifat fisis lotion dan dapat diterima

secara visual.

Pemilihan suhu pencampuran 50oC juga berdasar pada penelitian

sebelumnya yang melakukan pencampuran lotion pada suhu pencampuran 50oC

dan juga berdasar pada titik leleh cetyl alcohol yaitu 59 oC, dan peningkatan suhu

pencampuran sampai 70oC berdasarkan pada titik leleh asam stearat yaitu 69 oC

yang merupakan bahan dengan titik leleh tertinggi dalam formula lotion.

(53)

saponifikasi yang berlangsung optimal pada rentang suhu 80 oC - 100 oC (Anonim,

2009).

Dalam hal kaitan antara pemilihan rentang suhu pencampuran dan suhu

optimal terjadinya reaksi saponifikasi adalah bahwa digunakannya suhu 70 oC

sebagai level tinggi suhu pencampuran diasumsikan mendekati suhu optimal

terjadinya saponifikasi dan berdasar hasil orientasi dapat dihasilkannya lotion

sesuai dengan parameter sifat fisis lotion dan dapat diterima secara visual.

Digunakannya suhu 50 oC yang jauh dari suhu saponifikasi sebagai level rendah

suhu pencampuran adalah berdasar hasil orientasi yaitu pada suhu 50 oC sudah

dapat dihasilkannya lotion sesuai dengan parameter sifat fisis lotion dan dapat

diterima secara visual.

Dalam penelitian ini, untuk proses pencampuran setiap formula,

kecepatan putar mixer diatur konstan yaitu 500 rpm, lama pencampuran 10 menit

untuk level rendah dan 20 menit level tinggi, dan suhu pencampuran 50oC untuk

level rendah dan 70oC untuk level tinggi.

B. Penentuan Tipe Emulsi

Lotion dibuat dari formula optimum yang diperoleh dari optimasi

formula oleh Hartanto (2007). Formula optimum tersebut merupakan formula

lotion dengan tipe emulsi O/W, yaitu fase minyak terdispersi dalam fase air,

sehingga nyaman diaplikasikan di kulit, tidak menimbulkan rasa lengket dan

kesan berminyak serta mudah dicuci dengan air. Dilakukan pengujian tipe emulsi

(54)

untuk memastikan kesesuaian tipe emulsi dengan tipe emulsi formula optimum

yang diperoleh dari penelitian Hartanto (2007), yaitu tipe emulsi O/W.

Pengujian tipe emulsi lotion dilakukan dengan tiga metode, yaitu: metode

warna, metode pengenceran dan metode pencucian. Pengujian tipe emulsi

dilakukan dengan ketiga metode diatas karena pengujian yang dilakukan hanya

dengan sebuah metode, data yang diperoleh dapat mengarahkan kepada keputusan

yang salah (Voigt, 1994).

1. Metode Warna

Pengujian tipe emulsi dengan metode warna dengan menggunakan zat

warna larut air yaitu methylen blue. Jika dengan penambahan methylen blue

seluruh lotion bewarna seragam yaitu biru, maka menunjukkan suatu lotion

dengan tipe M/A, oleh karena air adalah fase eksternal. Lotion dioleskan tipis

pada sebuah gelas benda, kemudian diteteskan methylen blue dan diamati di

bawah mikroskop.

Pada hasil gambar yang diperoleh tampak bahwa warna biru menyebar

merata pada fase luar atau medium dispers. Methylen blue sifatnya larut air,

sehingga dapat dikatakan bahwa air adalah medium dispers dan lotion yang

dihasilkan merupakan emulsi dengan tipe O/W. Berikut gambar hasil

(55)

Percobaan 1 Percobaan a

Percobaan b Percobaan ab

Gambar 6. Penentuan tipe emulsi dengan cara menambahkan zat warna larut air (perbesaran 40 x 10)

2. Metode Pengenceran

Metode ini dilakukan dengan meletakkan sejumlah lotion sebanyak

kurang labih 1 ml pada sebuah gelas arloji, kemudian ditambahkan beberapa

tetes air yang diduga sebagai fase eksternal. Hasil yang diperoleh dari

pengujian menunjukkan air dapat terdistribusi pada seluruh formula lotion.

Hal ini menunjukkan bahwa fase eksternal lotion adalah air, dan dapat

dikatakan bahwa lotion yang dihasilkan termasuk emulsi tipe O/W.

3. Metode Pencucian

Hanya emulsi O/W dapat mudah dicuci dengan air dari tangan atau

barang (Voigt, 1994). Metode ini dilakukan dengan mengoleskan lotion pada

(56)

dibilas dengan air tanpa meninggalkan bekas lotion di tangan, dan dapat

dikatakan bahwa lotion yang dihasilkan termasuk emulsi tipe O/W.

Dari hasil ketiga pengujian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

lotion yang dihasilkan termasuk emulsi tipe O/W.

C. Sifat Fisis dan Stabilitas Lotion

Salah satu penentu kualitas dan penerimaan sediaan oleh konsumen dapat

dilihat dari sifat fisis dan stabilitas sediaan yang dihasilkan. Dalam penelitian ini

dilakukan penentuan kualitas sediaan lotion melalui uji sifat fisis dan stabilitas

sediaan lotion yang dihasilkan. Uji sifat fisis yang dilakukan meliputi uji daya

sebar dan uji viskositas, dan uji stabilitas yang dilakukan meliputi pergeseran

viskositas setelah penyimpanan satu bulan, ukuran droplet, pergeseran ukuran

droplet setelah penyimpanan satu bulan serta uji persen pemisahan lotion setelah

penyimpanan satu bulan. Berikut adalah hasil pengujian sifat fisis dan stabilitas

lotion:

Tabel II. Hasil pengujian sifat fisis dan stabilitas lotion

Percobaan Daya Sebar (cm)

Viskositas (d Pa.s)

Pergeseran viskositas (%)

Modus Nilai Tengah Ukuran droplet

(µm)

1 7,6±0,1 13,2±0,8 13,0±9,8 27,005 a 6,1±0,2 17,3±0,8 4,8±2,4 21,005 b 7,1±0,2 15,7±0,5 6,5±6,0 27,005 ab 6,2±0,1 17,0±0,6 0,9±2,3 21,005

Tabel III. Efek faktor dan interaksi terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion

Respon Suhu Pencampuran Lama Pencampuran Interaksi

(57)

Faktor pencampuran yang diteliti dalam penelitian ini meliputi lama

pencampuran dan suhu pencampuran. Dari faktor-faktor tersebut kemudian dilihat

faktor yang paling berpengaruh terhadap sifat fisis dan stabilitas lotion yang

dihasilkan dalam penelitian ini. Penentuan faktor-faktor pencampuran yang

berpengaruh dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas lotion yang dihasilkan

dilakukan melalui perhitungan desain faktorial desain dan Yate’s Treatment.

Perhitungan desain faktorial menghitung efek tiap faktor (lama

pencampuran dan suhu pencampuran) dan interaksinya terhadap respon.

Perhitungan Yate’s Treatment merupakan analisis statistik untuk melihat

signifikansi tiap faktor (lama pencampuran dan suhu pencampuran) dan

interaksinya terhadap respon.

Dari hasil penelitian akan dapat ditentukan faktor pencampuran yang

paling berpengaruh terhadap daya sebar, viskositas, persen pergeseran viskositas

dan modus ukuran droplet. Tanda positif maupun negatif tidak mempengaruhi

besar atau kecilnya nilai yang diperoleh. Tanda positif pada hasil yang diperoleh

berarti faktor yang bersangkutan berperan dalam meningkatkan respon sifat fisis

ataupun stabilitas lotion yang dihasilkan. Tanda negatif pada hasil yang diperoleh

berarti faktor yang bersangkutan berperan dalam menurunkan respon sifat fisis

ataupun stabilitas lotion yang dihasilkan. Besar nilai yang diperoleh menunjukkan

besar pengaruh faktor yang bersangkutan terhadap respon sifat fisis ataupun

(58)

1. Ukuran Droplet

Pengukuran diameter ukuran droplet dilakukan pada 500 partikel pada

tiap replikasi dari tiap percobaan dan dilakukan setelah pembuatan. Dari

pengukuran tersebut dapat diketahui modus ukuran droplet.

Modus merupakan frekuensi ukuran droplet yang paling banyak

muncul dari 500 partikel yang diukur menggunakan mikroskop. Data yang

digunakan adalah modus ukuran droplet. Data yang diperoleh tidak digunakan

nilai mean karena nilai mean merupakan nilai rata-rata ukuran droplet yang

beragam dan tidak bisa menggambarkan ukuran partikel yang paling sering

muncul. Data yang diperoleh dari pengujian ukuran droplet ini dibagi menjadi

sepuluh interval ukuran droplet. Dari sepuluh interval tersebut diambil nilai

tengahnya.

Proses pembentukan droplet diawali dari perenggangan dan

pemecahan droplet awal yang berukuran besar oleh adanya perlakuan (suhu

pencampuran, lama pencampuran dan adanya emulgator) menjadi ukuran

droplet yang kecil.

(59)

Mengacu pada gambar 7, dalam penelitian ini diperoleh ukuran droplet

lotion yang terdiri dari ukuran droplet besar dengan adanya droplet yang

berukuran lebih kecil lagi (droplet satelit).

Dari hasil perhitungan nilai efek faktor (Tabel III) tampak bahwa di

antara faktor lama pencampuran, suhu pencampuran yang berpengaruh

signifikan terhadap respon ukuran droplet dari sediaan lotion adalah faktor

suhu pencampuran. Faktor suhu pencampuran memiliki nilai negatif yang

berarti bahwa semakin meningkatnya suhu pencampuran akan semakin

mengecilkan ukuran droplet dari lotion.

Berikut ini merupakan grafik pengaruh peningkatan level faktor lama

pencampuran dan suhu pencampuran terhadap respon ukuran droplet lotion

yang dihasilkan:

Gambar 8a Gambar 8b

Gambar 8. Grafik hubungan efek faktor lama pencampuran, suhu pencampuran dan interaksinya terhadap ukuran droplet (µm)

Mengacu pada grafik Gambar 8, dapat dilihat bahwa dengan semakin

lama pencampuran pada level rendah maupun level tinggi suhu pencampuran

memberikan respon ukuran droplet lotion yang tetap (Gambar 8a). Semakin

(60)

maupun level tinggi lama pencampuran akan semakin menurunkan respon

ukuran droplet dari lotion (Gambar 8b). Pada grafik Gambar 8b garis yang

menunjukkan level tinggi dan level rendah suhu pencampuran dalam dua

dimensi saling sejajar yaitu pada posisi depan dan belakang sehingga hanya

diwakilkan oleh satu garis saja.

Dari grafik Gambar 8 tampak bahwa pada level lama pencampuran

yang diteliti yaitu 10 menit dan 20 menit, peningkatan lama pencampuran

tidak memberikan perubahan respon ukuran droplet yang terbentuk. Melalui

pendekatan berdasar pada penjelasan tentang pembentukan droplet oleh Peters

(1997) dapat diperkirakan bahwa pada level lama pencampuran yang diteliti

yaitu 10 menit dan 20 menit tidak lagi memberikan respon pengecilan ukuran

partikel, dan kemungkinan terjadinya pengecilan ukuran partikel terjadi pada

menit-menit awal pencampuran yaitu pada sebelum waktu pencampuran 10

menit.

Garis yang sejajar dari grafik Gambar 8 tersebut menggambarkan

bahwa tidak terjadi interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran

dalam menentukan respon ukuran droplet dari lotion yang dihasilkan.

Untuk mengetahui ada atau tidaknya interaksi dan memastikan bahwa

suhu pencampuran merupakan faktor yang berpengaruh signifikan terhadap

ukuran droplet dari lotion maka dilakukan perhitungan Yate’s Treatment

(61)

Tabel IV. Hasil perhitungan Yate’s Treatment pada respon ukuran droplet

Source Degrees of freedom

Sum of Squares

Mean

Squares F hitung

Between:

a 1 121,500 121,500 12,273

b 1 1,500 1,500 0,152 ab 1 1,500 1,500 0,152

Within:

Error 20 198,000 9,900

Total 23 322,500

Keterangan: a: suhu pencampuran, b: lama pencampuran, ab: interaksi

Hi diterima dan Hnull ditolak apabila nilai F hitung yang diperoleh lebih besar

dari nilai F tabel. Nilai F tabel yang digunakan adalah 4,35.

Dari hasil perhitungan Yate’s Treatment yang diperoleh, hanya nilai F

hitung faktor suhu pencampuran yang memiliki nilai di atas nilai F tabel,

sedangkan faktor lama pencampuran memiliki nilai F hitung di bawah F tabel.

Nilai interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran memiliki

nilai F hitung di bawah F tabel sehingga dapat dikatakan bahwa tidak ada

interaksi antara lama pencampuran dan suhu pencampuran yang berpengaruh

terhadap respon ukuran droplet.

Jadi dapat dikatakan bahwa berdasarkan hasil perhitungan nilai efek

faktor dan Yate’s Treatment terbukti bahwa faktor suhu pencampuran yan

Gambar

Tabel I. Rancangan percobaan desain faktorial .........................................
Gambar 16. Grafik pergeseran ukuran droplet percobaan ab ...............................
Gambar 1. Contoh grafik distribusi frekuensi ukuran partikel (Martin,  et al.,1993)
Gambar 2. Pengaruh antara tegangan cairan dengan gaya permukaan (Peters, 1997)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah Virgin Coconut Oil (VCO) dapat menghambat bakteri Staphylococcus aureus, untuk mengetahui perbedaan konsentrasi Virgin Coconut

PEMBUATAN VIRGIN COCONUT OIL (VCO) BERDASARKAN FAKTOR TEMPERATUR DAN LAMA PEMANASAN DENGAN METODE PERMUKAAN RESPON PADA LABORATORIUM PROSES MANUFAKTUR DEPARTEMEN TEKNIK

Virgin coconut oil (VCO) adalah minyak yang dihasilkan dari buah kelapa segar.. Berbeda dengan minyak kelapa biasa, virgin coconut oil (VCO) dihasilkan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efek dari kecepatan putar mixer dan waktu pencampuran atau interaksi antara keduanya yang paling berpengaruh dominan terhadap sifat fisik

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui cara pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan proses fermentasi, enzimatis dengan menggunakan bahan bonggol nanas,

Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan produk olahan dari buah kelapa yang dibuat dengan metode secara fisika atau biokimia untuk menghasilkan minyak kelapa murni dengan karakter kadar

Buku panduan ini disusun mengingat bahwa masyarakat perlu adanya pedoman dalam pembuatan minyak kelapa murni atau Virgin Coconut Oil (VCO) , sehingga untuk menuntun

PENGARUH SUHU TERHADAP BILANGAN PEROKSIDA DAN ASAM LEMAK BEBAS PADA VCO Virgin Coconut Oil HASIL FERMENTASI ALAMI.. Cakra Kimia Indonesian E-Journal of Applied Chemistry ,