PERBEDAAN TINGKAT KESEPIAN LANSIA YANG TINGGAL
DI PANTI WERDHA DAN DI RUMAH
BERSAMA KELUARGA
Yulia Damayanti1 Antonius Catur Sukmono2
Fakultas Keperawatan STIKES Hang Tuah Surabaya
ABSTRAK
Salah satu masalah psikologis yang terjadi pada lansia adalah kesepian. Kesepian merupakan kondisi yang sering mengancam kehidupan para lansia, ketika anggota keluarga hidup terpisah dari mereka, kehilangan pasangan hidup, kehilangan teman sebaya, dan ketidakberdayaan untuk hidup mandiri. Tujuan penelitian untuk menganalisis perbedaan tingkat kesepian lansia yang tinggal di panti werdha dan di rumah bersama keluarga.
Desain penelitian observasional analitik jenis komparatif dengan pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya berjumlah 33 orang dan di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik
berjumlah 42 orang. Teknik sampel menggunakan simple random sampling. Instrumen
menggunakan kuesioner UCLA loneliness scale. Data dianalisa dengan uji mann whitney.
Hasil penelitian menunjukkan ada perbedaan tingkat kesepian lansia yang tinggal di panti werdha dan di rumah bersama keluarga, dengan hasil uji mann whitney
menunjukkan ρ = 0,007 (ρ ≤ α = 0,05). Lansia yang tinggal di panti werdha sebagian besar mengalami tingkat kesepian rendah (43,3%), sedangkan lansia yang tinggal bersama keluarga sebagian besar tidak kesepian (57,9%).
Simpulan penelitian ini adalah perbedaan tingkat kesepian lansia yang tinggal di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya lebih merasa kesepian dibandingkan dengan lansia yang tinggal bersama keluarganya di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik.
Kata kunci : Lansia, Kesepian, Panti Werdha, Keluarga PENDAHULUAN
Usia lanjut pada masa tahap
akhir rentang kehidupan dalam
perkembangannya mengalami berbagai perubahan fisik, psikis maupun sosial, seiring dengan menurunnya fungsi organ fisik juga berpengaruh terhadap
masalah sosial maupun masalah
psikologis (Fitriana, 2013). Masalah psikologis yang paling banyak terjadi pada lansia adalah kesepian, kesepian
merupakan kondisi yang sering
mengancam kehidupan para lansia, ketika anggota keluarga hidup terpisah
dari mereka, kehilangan pasangan hidup, kehilangan teman sebaya, dan ketidakberdayaan untuk hidup mandiri
(Gunarsa, 2009). Lansia yang
mengalami kesepian seringkali merasa jenuh dan bosan dengan hidupnya,
merasa tidak berharga, tidak
diperhatikan dan tidak dicintai
(Septiningsih, 2012). Memasuki masa
tua dibutuhkan kehormatan dan
penghargaan yang diberikan dari keluarga dan masyarakat kepada lansia supaya dirinya merasa tidak tersisih atau kesepian (Rosita, 2012). Pemilihan lokasi tempat tinggal lansia masih kontroversi di Indonesia, ada yang di panti werdha dan di rumah bersama keluarga. Terlihat perbedaan fenomena kesepian pada lansia di panti werdha Hargo Dedali Surabaya dan di rumah bersama keluarga RW 09 Perumnas KBD Gresik yang merupakan masalah psikologis dapat dilihat dari : lansia di rumah bersama keluarga dapat lebih berinteraksi dengan keluarga, teman, dan masyarakat, sedangkan interaksi lansia di panti terbatas pada penghuni panti serta petugas panti saja, jauh dari keluarganya dan mematuhi peraturan yang berlaku di panti. Lansia di rumah bersama keluarga kondisi fisiknya lebih baik dari lansia di panti, lansia di rumah masih beraktifitas fisik seperti bekerja, merawat cucu, memasak dan kegiatan diluar rumah lainnya, sedangkan lansia di panti kondisi fisik lansia lemah sehingga mereka tidak dapat leluasa
dalam menggunakan sarana dan
prasarana yang disediakan, kurangnya
aktifitas sehingga waktu luang
bertambah banyak.
Menurut data Departemen Sosial RI di tahun 2010 tercatat 444 panti
werdha di seluruh Indonesia
(Wreksoatmodjo, 2013). Penelitian dari
National Council on Ageing and Older
People, melaporkan bahwa prevalensi lansia di Amerika yang mengalami kesepian menunjukkan angka yang cukup tinggi sebanyak 62% lansia. Di Indonesia, penelitian oleh Asma (2008) mengenai kesepian yang dilakukan di Panti Werdha Pakutandang Bandung menunjukkan hasil bahwa sebagian besar lansia berada pada keadaan kesepian sedang sebesar 11%, kesepian ringan 69% dan sisanya kesepian tinggi sebesar 2%, dan tidak kesepian 16%. Berdasarkan data jumlah lansia di Jawa Timur tahun 2012 mencapai 3 juta jiwa atau 10,4% (Kemenkes RI, 2013). Jumlah lansia di Indonesia diperkirakan mencapai 30-40 juta pada tahun 2020, dengan seiring meningkatnya jumlah lansia maka angka kesepian akan semakin besar diperkirakan 50% lansia kini menderita kesepian (Amalia, 2013). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh peneliti selama 2 hari pada tanggal 20 & 27 Februari 2015 di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya pada 10 lansia yang telah di wawancarai didapatkan 7 lansia merasa kesepian karena merasa ditinggalkan oleh orang-orang yang dicintainya, kurang perhatian keluarga dan rindu pada anggota keluarga karena sebagian besar lansia masih memiliki anggota keluarga. Hasil wawancara dengan kepala panti werdha Hargo Dedali Surabaya, didapatkan bahwa lansia yang tidak cocok bergaul dengan sesama penghuni panti lainnya sering menimbulkan pertengkaran. Dan hasil studi pendahuluan yang dilakukan di RW 09 Perumnas KBD Gresik pada 10 lansia yang telah di wawancarai didapatkan 4 lansia merasa kesepian karena kehilangan pasangan hidup dan teringat masa lalu yang indah.
Seiring dengan proses menua,
tubuh akan mengalami berbagai
terjadi pada lansia seperti perubahan fisik, psikologis, dan psikososial menentukan sampai taraf tertentu
apakah lansia akan melakukan
penyesuaian sosial yang baik atau buruk. Keadaan tersebut berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa pada lansia. Akibat perubahan fisik yang dialami lansia maka muncul gangguan fungsional atau kecacatan pada lansia, misalnya badannya menjadi bungkuk, pendengaran & penglihatan berkurang dan sebagainya sehingga menimbulkan keterasingan dan lansia merasa kesepian (Kuntjoro, 2007). Keterpisahan orang tua dengan anggota keluarga yang dicintai, misalnya anak, teman sebaya, kehilangan pasangan hidup lansia yang meninggal dunia dan kondisi yang diharuskan tinggal di panti werdha dikarenakan keluarga tidak mampu
untuk merawat. Secara bertahap
penyesuaian keadaan ini dapat
menambah perasaan kesepian yang mereka alami (Gunarsa, 2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi kesepian adalah usia, jenis kelamin, status nikah, status sosial ekonomi, dan dukungan sosial keluarga. Dukungan sosial mungkin saja datang dari berbagai pihak, tetapi dukungan sosial yang amat bermakna dalam kaitannya dengan masalah kesepian adalah dukungan sosial yang bersumber dari mereka yang memiliki kedekatan emosional, seperti anggota keluarga dan kerabat dekat
(Gunarsa, 2009). Panti werdha
merupakan alternatif terakhir yang dipilih oleh lansia sebagai tempat tinggal, diketahui lansia seharusnya berkumpul dengan keluarganya tetapi ditempatkan di panti werdha dan terdapat pula yang menginginkan untuk tinggal karena tidak mempunyai tempat tinggal dan keluarga, perasaan jauh dari keluarga dan rasa terbuang dari
orang-orang yang disayangi akan membuat lansia merasa tersisih atau kesepian (Rosita, 2012). Sementara, penempatan di panti werdha memicu munculnya kesepian sekalipun mereka hidup bersama sejumlah penghuni lainnya (Gunarsa, 2009). Kesepian juga bisa terjadi pada lansia dikarenakan pola keluarga yang semakin mengarah pada pola keluarga inti, dimana anak-anak begitu sibuk dengan masalahnya sendiri dan mengakibatkan anak-anak secara tidak langsung kurang memperdulikan keberadaannya serta jalinan komunikasi antara orang tua dengan anak juga semakin berkurang, sehingga kondisi ini yang membuat lansia merasa tersisih, tidak lagi dibutuhkan peranannya sebagai anggota keluarga dan kemudian memicu hadirnya perasaan kesepian walaupun masih berada di lingkungan keluarga (Hayati, 2010). Sementara itu
Cohen (dalam Gunarsa, 2009)
menjelaskan bahwa perasaan kesepian yang dialami oleh lansia yang berusia lanjut secara bertahap cenderung memberikan pengaruh negatif terhadap kondisi kesehatan mereka. Kesepian yang dialami oleh lansia mempunyai dampak yang cenderung menyebabkan berbagai masalah seperti depresi, keinginan bunuh diri, sistem kekebalan tubuh menurun dan gangguan tidur.
Solusi mengatasi kesepian pada lansia bisa dilakukan oleh lansia itu sendiri atau oleh orang lain. Beberapa hal yang bisa dilakukan lansia dalam menghadapi kesepian adalah bersikap ramah, mengunjungi teman sebaya, melakukan kegiatan atau kesibukan yang bermanfaat bagi dirinya maupun orang lain, melaksanakan ibadah menurut agama yang dianutnya dengan tekun (BKKBN, 2012). Dukungan sosial keluarga akan tetap dibutuhkan sampai menjelang kematiannya, dalam hidup lansia masih harus tetap belajar
menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kenyataan yang dihadapinya. Berdasarkan latar belakang di atas maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul perbedaan tingkat kesepian lansia yang tinggal di panti werdha dan di rumah bersama keluarga.
METODE
Desain penelitian yang
digunakan pada penelitian ini adalah observasional analitik jenis komparatif
dengan pendekatan cross sectional,
dengan menggunakan uji statistik Mann Whitney untuk mencari perbedaan dari 2 sampel bebas. Teknik sampling dalam
penelitian ini adalah probability
samplingdengan metode simple random sampling. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya berjumlah 33 lansia dan di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik berjumlah 42 lansia, dengan memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, sehingga di dapatkan sampel penelitian 30 lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya dan 38 lansia di RW 09 Perumnas Kota
Baru Driyorejo Gresik. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah data demografi dan kuesioner UCLA
loneliness scale yang berbentuk skala likert dengan 20 aitem pernyataan untuk mengukur tingkat kesepian pada lansia. tingkatan kesepian yang dialami lansia dengan poin penilaian untuk pernyataan negatif (1) tidak pernah (2) jarang (3) kadang-kadang (4) sering, dan untuk pernyataan positif (4) tidak pernah (3) jarang (2) kadang-kadang (1) sering, kemudian dikategorikan dengan hasil rentang 20-80. Seluruh skor dalam skala
ini akan dijumlahkan untuk
mendapatkan skor total yang
menunjukkan tingkat kesepian
seseorang. Semakin tinggi skor total seseorang maka semakin tinggi tingkat kesepian seseorang. Tingkat kesepian seseorang lansia akan terbagi dalam empat kategori yaitu tidak kesepian (20-34), kesepian rendah (35-49), kesepian sedang (50-64), dan kesepian berat (65-80). Pernyataan negatif terdapat pada soal nomor 2, 3, 7, 8, 11, 12, 13, 14, 17, dan 18. Pernyataan positif terdapat pada soal nomor 1, 4, 5, 6, 9, 10, 15, 16, 19, dan 20.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tingkat Kesepian
Lansia di Panti Werdha
Hargo Dedali Surabaya Kota Baru Driyorejo GresikLansia di RW 09 Perumnas Frekuensi (f) Presentase (%) Frekuensi (f) Presentase (%) Tidak Kesepian 8 26.7 22 57.9 Kesepian Rendah 13 43.3 11 28.9 Kesepian Sedang 6 20 5 13.2 Kesepian Berat 3 10 0 0 Total 30 100 38 100
Uji Mann WhitneySig. ρ = 0,007 (α = 0,05) Hasil penelitian utama menyatakan bahwa hasil uji statistik mann whitney
menunjukkan hasil ρ = 0,007 < α = 0,05
yang bermakna Ho ditolak dan H1 diterima, sehingga ada perbedaan tingkat kesepian lansia yang tinggal di
panti werdha dan di rumah bersama keluarga. Hasil penelitian didapatkan hasil tingkat kesepian lansia dari 30 lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya terdapat 8 responden (26,7%) tidak kesepian, 13 responden (43,3%) kesepian rendah, 6 responden (20%) kesepian sedang, dan 3 responden (10%) kesepian berat. Sedangkan, hasil penelitian didapatkan hasil tingkat kesepian lansia dari 38 lansia di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik terdapat 22 responden (57,9%) tidak
kesepian, 11 responden (28,9%)
kesepian rendah, 5 responden (13,2%) kesepian sedang, dan tidak ada responden (0%) kesepian berat. Hal ini menunjukkan bahwa lansia yang tingga di panti werdha hargo dedali surabaya memiliki tingkat kesepian yang lebih tinggi dibandingkan dengan lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga.
Lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya rata-rata mengalami tingkat kesepian rendah berjumlah 13
orang (43,3%), Hurlock (2002)
mengatakan sebagaimana berhasilnya orang usia lanjut dalam menyesuaikan diri terhadap kehidupan di lembaga hunian seperti panti tersebut, tergantung pada beberapa kondisi apabila lansia baik pria atau wanita secara sukarela tidak dipaksa oleh kondisi lingkungan mereka, maka mereka akan merasa bahagia dan mempunyai motivasi yang kuat untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai perubahan yang mendadak yang disebabkan oleh lembaga panti itu sendiri. Namun hal yang perlu diingat bahwa dimanapun lansia tinggal mereka masih merasa menjadi bagian dari keluarga dan tidak terputus kontak dengan keluarga mereka, kehadiran keluarga bagi orang usia lanjut juga sangat penting bagi kehidupan mereka. Peneliti berasumsi bahwa hal ini
dimungkinkan karena faktor lingkungan panti sendiri yang kondusif yaitu terjalinnya ikatan persaudaraan yang erat antara lansia terutama bagi lansia yang tinggal di satu wisma, tidak sedikit yang mengaku betah di panti meskipun sudah tidak memiliki keluarga namun hal tersebut tergantikan oleh kehadiran lansia lainnya. Selain itu kegiatan-kegiatan yang dibimbing baik oleh pekerja sosial panti terutama oleh para mahasiswa yang melakukan praktek lapangan membuat lansia tetap dapat melakukan banyak aktifitas meskipun lansia mengalami perubahan fisik yang membuat aktifitas lansia yang dilakukan
sehari-hari terbatas. Lansia yang
mengalami kesepian rendah di panti werdha dikarenakan lansia tersebut rata-rata memiliki konflik hubungan yang kurang baik dengan keluarga mereka, hal ini peneliti dapatkan dengan wawancara kepada lansia, lansia mengatakan bahwa pada awalnya mereka tinggal di panti rata-rata bukan karena keinginan lansia sendiri, tetapi karena permintaan anak-anaknya dan cucunya dikarenakan anak dan cucunya tidak mampu merawat lansia yang tidak lain adalah orang tua dan neneknya sendiri. Lansia merasa ditinggalkan dan
terasing dari keluarga mereka,
terkadang mereka merindukan keluarga mereka dan ingin tinggal di rumah yang dulu, di sisi itu keinginan tinggal dengan anaknya ada tapi dia berusaha mandiri dengan tidak ingin menjadi beban keluarga jika lansia tinggal dengan keluarganya. Hal ini sangat disayangkan karena pada dasarnya lansia menginginkan untuk tinggal bersama keluarganya, akan tetapi keadaan yang harus dijalani oleh lansia adalah harus bisa bertahan dan mencintai lingkungan barunya di panti werdha. Selain itu, lansia yang tidak cocok bergaul dengan sesama penghuni
panti lainnya sering menimbulkan pertengkaran. Dukungan dari pihak keluarga yang tidak pernah diberikan kepada lansia antara lain perhatian dan kasih sayang, sehingga lansia memilih untuk tinggal di panti werdha karena didalam panti lansia mendapatkan banyak dukungan dari lingkungan sekitar panti.
Lansia di RW 09 Perumnas Kota
Baru Driyorejo Gresik rata-rata
mengalami tidak kesepian berjumlah 22 orang (57,9%), keluarga merupakan
support systemutama bagi lansia dalam
mempertahankan kesehatannya.
Peranan keluarga dalam perawatan lansia antara lain perawatan fisik, perawatan psikologis, perawatan sosial dan perawatan spiritual. Perawatan lanjut usia di rumah bertujuan memberikan perawatan sebaik mungkin tanpa menganggu atau mengurangi kemandirian lanjut usia. Kemandirian dalam melakukan aktivitas sehari-hari harus diupayakan, walaupun dalam beberapa aktivitas tertentu perlu dibantu (Nugroho, 2012). Perawatan yang
dilakukan anak sendiri diduga
memberikan rasa aman dan nyaman karena mereka lebih toleran terhadap lansia dibandingkan kerabat atau orang lain, sehingga kebutuhan fisik, psikis, sosial, ekonomi dan spiritual lansia bisa terpenuhi dengan baik (Fatimah, 2010 dalam Rambe, 2013). Peneliti berasumsi bahwa hal ini terjadi karena di lingkungan keluarga RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik terkait dengan budaya masyarakat Indonesia yang masih kental, yaitu penghargaan kepada orang tua dalam segala bentuknya merupakan nilai yang tinggi dan sebagai kewajiban kelompok generasi yang lebih muda sehingga memilih untuk merawat lansia di keluarga sendiri tanpa harus berada di
lembaga panti. Selain itu, anggota lansia di RW 09 sering aktif mengikuti kegiatan sosial, kesehatan dan spiritual seperti arisan RT RW, senam lansia, posyandu lansia, pengajian rutin, beraktifitas bekerja, merawat cucu, memasak dan kegiatan di luar rumah lainnya. Hal tersebut tentunya sangat berarti bagi lansia, dalam hidup lansia masih harus tetap belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan dan kenyataan yang dihadapinya, mengingat lansia dalam mengalami berbagai perubahan yang terjadi dalam proses menua sangat dibutuhkan dukungan sosial keluarga, dan akan tetap dibutuhkan sampai menjelang kematiannya. Lansia yang berada di tengah-tengah keluarga banyak yang tidak mengalami kesepian, hal ini dikarenakan lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga merasa aman dan terpenuhinya rasa cinta dan kasih sayang dari keluarga yang dicintai, dapat mencurahkan keluh kesah permasalahan yang dihadapi, dan merasa bahagia hidup ditengah-tengah keluarga. Namun, bukan tidak mungkin lansia yang tinggal dirumah bersama keluarga bisa saja merasa kesepian, hal ini dikarenakan kehilangan pasangan hidupnya, merasa diabaikan oleh cucu dan anak-anaknya, merindukan anaknya yang jarang pulang ke rumah, ditinggal sendiri dirumah, perubahan kondisi fisik yang menyebabkan terbatasnya kontak sosial seperti penurunan penglihatan,
penurunan pendengaran, badan
bungkuk, dan kondisi fisik lemah dalam
beraktifitas. Berdasarkan hasil
wawancara juga menunjukkan bahwa sebagian besar lansia yang tinggal di
rumah bersama keluarga tidak
mengalami kesepian, hal itu
dikarenakan juga usia lansia yang masih produktif, masih aktif dalam kegiatan sosialisasi, dapat beraktifitas sehari-hari, dan terpenuhinya kebutuhan cinta
dan kasih sayang dari keluarga sangat berarti bagi lansia karena dukungan dan limpahan kasih sayang akan membuat lansia jauh dari rasa kesepian.
Fakta yang didapat pada
pengukuran tingkat kesepian
menggunakan UCLA loneliness scale
yang paling banyak dikeluhkan oleh lansia di panti werdha hargo dedali surabaya adalah, merasa tidak memiliki orang terdekat disekitarnya, merasa sendirian, merasa tidak lagi dekat
dengan yang lain, merasa
kepentingannya tidak tersampaikan, merasa ditinggalkan, tidak senang jika dijauhi, dan merasa sendirian di keramaian. Sedangkan, pada lansia di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik adalah, merasa sendirian, merasa menjadi bagian dari suatu kelompok teman, merasa tidak lagi dekat dengan yang lain, merasa ditinggalkan, tidak senang jika dijauhi, dan merasa sendirian di tengah keramaian. Hal ini merupakan akibat perubahan fisik, psikologis dan psikososial. Dimana para lansia tidak dapat beradaptasi terhadap perubahan tersebut dan berusaha belajar dalam tahap menyesuaikan diri pada saat lanjut usia, hal tersebut juga terlihat bahwa kesepian yang dialami oleh lansia lebih dominan kesepian secara emosional, yang berarti kesepian yang muncul ketika seseorang membutuhkan
kasih sayang tetapi tidak
mendapatkannya.
Pakar psikologi Dr. Parwati Soepagat, M.A. menjelaskan bahwa para lansia yang dititipkan di panti pada dasarnya memiliki dua sisi negatif dan positif. Diamati dari sisi positif, lingkungan panti dapat memberikan kesenangan bagi lansia. Sosialisasi di
lingkungan yang memiliki tingkat usia sebaya akan menjadi hiburan tersendiri,
sehingga kebersamaan ini dapat
mengubur kesepian yang biasanya mereka alami. Tetapi jauh dilubuk hati, mereka merasa jauh lebih nyaman berada di dekat keluarganya. Negara Indonesia yang masih menjunjung tinggi kekeluargaan, tinggal di panti merupakan sesuatu hal yang tidak natural lagi, tinggal di rumah masih jauh lebih baik daripada di panti
(Maryam, et al, 2008). Peneliti
berasumsi bahwa proses penyesuaian diri lansia di lingkungan panti dan lansia yang tinggal bersama keluarga menerima stressor berupa sosial budaya, psikologis dan fisiologis mempengaruhi kondisi pada diri lansia yang berbeda-beda. Lansia di rumah bersama keluarga kondisi fisiknya lebih baik dari lansia di panti, lansia di rumah masih bisa beraktifitas fisik seperti bekerja, merawat cucu, memasak dan kegiatan diluar rumah lainnya, sedangkan lansia di panti kondisi fisik lansia lemah sehingga mereka tidak dapat leluasa
dalam menggunakan sarana dan
prasarana yang disediakan, kurangnya
aktifitas sehingga waktu luang
bertambah banyak. Adanya penurunan pada kondisi lansia, maka akan mengalami perubahan aspek psikologis
yang berkaitan dengan keadaan
kepribadian lansia. Karakteristik lansia yang di panti werdha dengan lansia yang bersama keluarga memiliki perbedaan karakteristik, karakteristik ini
berpengaruh pada perilaku yang
dilakukan sehari-hari. Sehingga adanya perbedaan secara aspek psikolgis, salah satunya adalah perbedaan tingkat kesepian
KESIMPULAN DAN SARAN KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan dapat diambil kesimpulan mengenai hasil penelitian yang dapat digunakan penulis untuk perbaikan dalam penelitian selanjutnya dan berguna bagi pihak-pihak yang terkait, bahwa:
1. Lansia di Panti Werdha Hargo Dedali Surabaya rata-rata sebagian besar mengalami tingkat kesepian rendah.
2. Lansia di RW 09 Perumnas Kota Baru Driyorejo Gresik rata-rata sebagian besar tidak mengalami kesepian.
3. Ada perbedaan tingkat kesepian lansia yang tinggal di panti werdha dan di rumah bersama keluarga.
SARAN
Peneliti menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari kesempurnaan, peneliti mengemukakan beberapa saran. Saran-saran ini diharapkan dapat berguna untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan kesepian pada lansia.
1. Bagi Responden
Lansia yang berada di panti werdha disarankan lebih antusias mengikuti kegiatan di panti yang sudah
dikembangkan seperti mengikuti
senam, perlombaan, kegiatan
kreativitas, serta meningkatkan kegiatan beribadahnya sehingga dapat meningkatkan ketenangan hidup. Lansia yang tinggal di rumah bersama keluarga disarankan lebih mengikuti berbagai kegiatan sosial seperti pengajian rutin, senam lansia, jalan sehat bersama, pemeriksaan kesehatan bagi lansia. Disarankan untuk keduanya baik lansia di panti werdha maupun lansia di rumah bersama keluarga agar lebih menerima diri sendiri sebagai seorang lansia dalam proses
menua terhadap berbagai
penyesuaian diri yang tidak bisa dihindari dari seorang lansia.
2. Bagi Lahan Penelitian
Memberikan dukungan serta kasih sayang dan cinta kasih terhadap lansia, mendorong lansia untuk
mengikuti berbagai kegiatan
sosialisasi di lingkungan sekitar dan bagi keluarga lansia yang tinggal di panti werdha diharapkan keluarga lansia rutin mengunjungi lansia. 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Disarankan bagi peneliti
selanjutnya untuk meneliti tentang hubungan fungsi keluarga terhadap tingkat kesepian pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. (2008). Penelitian Lansia di Perkotaan: Tinggal Bersama Keluarga Lebih Nyaman.
Surabaya : Universitas
Airlangga, diakses tanggal 25 Februari 2015
Alhada. (2013). Pergeseran Nilai dalam Hubungan antar Generasi Serta Dampak Terhadap Lansia: Studi
Deskriptif Lansia yang Tinggal di Panti Werdha Majapahit Mojokerto. Surabaya : Departemen Sosiologi FISIP Universitas Airlangga, diakses tanggal 22 Februari 2015
Amalia, DA. (2013). Kesepian dan
Isolasi Sosial yang Dialami Lanjut Usia: Tinjauan dari Perspektif Sosiologis. Jakarta : Departemen Kementerian Sosial
RI, diakses tanggal 17 Februari 2015
Asma, D., et al. (2008). Gambaran Jenis dan Tingkat Kesepian pada Lansia di Balai Panti Sosial Tresna Werdha Pakutandang Ciparay Bandung.
Bandung : Fakultas Ilmu
Keperawatan Universitas
Padjadjaran, diakses tanggal 12 Februari 2015
Azizah, L.M. (2011). Keperawatan
Lanjut Usia. Yogyakarta : Graha Ilmu
BKKBN. (2012). Seri 4 Mental
Emosional: Pembinaan Mental Emosional Bagi Lansia. Jakarta :
Direktorat Bina Ketahanan
Keluarga Lansia dan Rentan, diakses tanggal 14 Februari 2015.
Bruno, F. J. (2000). Conquer
Loneliness: Menaklukkan Kesepian. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama
Efendi, F., dan Makhfudli. (2009).
Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Fitriana, V. (2013). Hubungan antara Tingkat Kesepian dengan Tingkat Insomnia pada Lanjut Usia di Desa Srimulyo Kecamatan Piyungan Bantul Yogyakarta. Yogyakarta :
Skripsi Fakultas Ilmu
Keperawatan UGM
Gunarsa, S. D. (2009). Dari Anak
Sampai Usia Lanjut: Bunga
Rampai Psikologi
Perkembangan. Jakarta : BPK Gunung Mulia
Hayati, S. (2010). Pengaruh Dukungan Sosial Terhadap Kesepian pada Lansia di Perkumpulan Lansia Habibi dan Habibah. Jurnal Psikologi Universitas Sumatera Utara, diakses tanggal 14 Februari 2015
Hidayat, AAA (2007). Metode
Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
Hurlock. (2002). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan.Jakarta : Erlangga Kementerian Kesehatan RI. (2013).
Buletin Jendela Data dan Informasi Kesehatan: Gambaran Kesehatan Lanjut Usia di Indonesia. Jakarta : Departemen Kementerian Kesehatan RI, diakses tanggal 2 Februari 2015
Kharisma, Y. (2014). Hubungan Antara
Tingkat Kesepian dengan Tingkat Depresi pada Lansia Masa Pensiun di Perumahan Jalagatra Kamal Madura.
Program Studi S1 Keperawatan Stikes Hang Tuah Surabaya : Skripsi tidak dipublikasikan
Kuntjoro, Z. (2007). Masalah
Kesehatan Jiwa Lansia. www.e-psikologi.com
Maryam, et al. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta : Salemba Medika
Masithoh, A. R. (2010). Pengaruh Latihan Keterampilan Sosial
Terhadap Kemampuan
Sosialisasi pada Lansia dengan Kesepian di Panti Werdha di Kabupaten Semarang. Program Magister Keperawatan Jiwa Universitas Indonesia : Tesis dipublikasikan, diakses tanggal 18 Februari 2015
Mubarak, et al. (2009). Ilmu
Keperawatan Komunitas: Pengantar dan Teori. Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, W. (2012). Keperawatan
Gerontik dan Geriatrik, Edisi 3. Jakarta : EGC
Nursalam. (2013). Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan Pendekatan Praktis, Edisi 3.
Jakarta : Salemba Medika
Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Nuha Medika
Parwati, T. (2008). Kesepian pada
Lansia yang Tinggal di Panti Werdha. Skripsi Fakultas
Psikologi Universitas
Gunadarma, diakses tanggal 18 Februari 2015
Rosita. (2012). Stressor Sosial Biologi Lansia Panti Werdha Usia dan Lansia Tinggal Bersama Keluarga.Jurnal Bio Kultur, Vol 1 No. 1 Hal 43-52
Sari, N. (2011). Kesepian pada Dewasa Madya yang Hidup Melajang.
Jurnal Psikologi Universitas Sumatera Utara, diakses tanggal 15 Februari 2015
Setiadi. (2008). Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu
Setiawan, B. M. (2013). Kesepian pada Lansia di Panti Werdha Sultan Fatah Demak. Jurnal Psikologi Universitas Negeri Semarang, Vol 2 No. 1
Septiningsih, D. S. (2012). Kesepian pada Lanjut Usia: Studi Tentang Bentuk Faktor Pencetus dan Strategi Koping. Jurnal
Psikologi Universitas
Diponegoro, Vol 11 No. 2
Sharaswati, N. T. (2009). Hubungan Kesepian dan Agresi pada Remaja yang Sedang Berpacaran. Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, diakses tanggal 26 Februari 2015
Tamher, S. dan Noorkasiani (2009).
Kesehatan Usia Lanjut dengan
Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika
Wreaksoatmodjo, B. R. (2013).
Perbedaan Karakteristik Lanjut Usia yang Tinggal di Keluarga dengan yang Tinggal di Panti Werdha di Jakarta Barat. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Vol 40 No. 10