• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang

Perdamaian dunia yang selalu dikumandangkan oleh Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) sepertinya masih membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terwujud. Akibat berbagai hal dan kepentingan maka perdamaian dunia seakan-akan merupakan suatu hal yang bersifat utopis untuk dapat dicapai dalam kurun waktu dekat ini. Belum juga terwujudnya perdamaian dunia itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya konflik bersenjata yang terjadi di beberapa belahan dunia. Salah satu dari konflik tersebut adalah konflik Israel dan Palestina yang telah berlangsung selama lebih dari lima dekade hingga saat ini.

Konflik berkepanjangan antara Israel dan Palestina diawali dengan berdirinya negara Israel di wilayah Palestina pada tahun 1948. Sejak kekalahan Kerajaan Ottoman dalam Perang Dunia I pada tahun 1924, wilayah Palestina yang sebelumnya adalah bagian dari kerajaan Ottoman (Turki Ustmani), telah menjadi wilayah yang berada di bawah mandat kerajaan Inggris. Adanya mandat dari kerajaan Inggris terhadap Palestina tersebut berdasarkan keputusan Konferensi Dewan Tertinggi Sekutu pasca Perang Dunia I pada tanggal 19-20 April 1920 di San Remo, Italia. Keputusan tersebut telah disahkan oleh Liga Bangsa-Bangsa (LBB) pada tanggal 24 Juli

(2)

1922 dengan nama The British Mandate For Palestine dan mulai diberlakukan pada tahun 19231.

Adapun isi dari mandat tersebut yaitu, Pertama, Inggris wajib mengisi kekosongan pemerintahan yang ada di wilayah tersebut. Kedua, menjamin pelaksanakan perlindungan terhadap hak sipil dan politik penduduk Palestina tanpa membedakan agama maupun ras. Ketiga, menjadikan wilayah Palestina menjadi national home bagi bangsa Yahudi, ini merupakan perwujudan dari Deklarasi Balfour tahun 1917 berupa surat tertanggal 2 November 1917 dari Menteri Luar Negeri Inggris, Arthur James Balfour, kepada Lord Rothschild (Pemimpin Komunitas Yahudi Inggris) yang berisi tentang dukungan Inggris bagi bangsa Yahudi untuk memiliki tanah air sendiri dan tanah air yang dimaksud adalah tanah Palestina.2

Pada tahun 1947, Mandat Inggris terhadap wilayah Palestina berakhir dengan meninggalkan permasalahan migrasi bangsa Yahudi yang semakin tidak terkendali ke wilayah Palestina. Untuk mengatasi permasalahan eksodus penduduk tersebut, PBB sebagai pemegang mandat baru di wilayah Palestina, mengeluarkan Resolusi PBB Nomor 181 (II) tertanggal 29 November 1947. Beberapa isu penting yang diatur dalam resolusi tersebut adalah, Pertama, tentang pembentukan dua negara di wilayah Palestina, yaitu Bangsa Palestina berhak menempati 31% wilayah Palestina, sedangkan untuk Bangsa Yahudi

       1

 Trias Kuncahyono, Jerusalem : Kesucian, Konflik Dan Pengadilan Akhir, Kompas, Jakarta. 2008. Hlm 256 

2

The Avalon Project,”The British Mandate for palestine”, www.avalon.law.yale.edu/20th_century/palmanda.asp, diakses pada 29 Agustus 2016  

(3)

mendapat bagian 55% dari wilayah Palestina. Kedua tentang internasionalisasi Yerusalem.3

Keberadaan Resolusi PBB No. 181 (II) Tahun 1947, disatu sisi menimbulkan protes dari Bangsa Palestina, karena dianggap tidak adil. Sisi lain, bagi Israel keberadaan Resolusi PBB No. 181 (II) Tahun 1947 ini merupakan legitimasi bagi berdirinya Negara Israel. Oleh karena itu pada tanggal 15 Mei 1948, Organisasi Zionis Internasional memproklamirkan berdirinya Negara Israel di wilayah Palestina dan menjadikan Yerusalem sebagai ibukotanya.4 Akibat berdirinya Israel di wilayah Palestina dan eksodus bangsa Yahudi ke negara Israel, menurut United Nations Relief and Works Agency (UNRWA) antara tahun 1947-1948 jumlah penduduk Palestina yang menjadi pengungsi mencapai 419.000 orang

Berdirinya Israel selain menimbulkan permasalahan kemanusiaan di Palestina, juga menimbulkan ketegangan antara Israel dan negara Arab lainnya. Selang dua hari setelah berdirinya Israel, negara Arab langsung melancarkan serangan ke wilayah Isarel. Perang tersebut bagi Israel merupakan perang kemerdekaan, tetapi menurut negara Arab, perang tersebut merupakan perang pendudukan. Selain Perang 1948, Israel sering terlibat peperangan dengan negara Arab yaitu Perang Sinai 1956, Perang Enam Hari pada tahun 1967 sampai dengan Perang Yom Kippur 1973. Hampir kesemua       

3

 Rini Subekti. “Peranan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Dalam Upaya Penyelesaian Konflik Israel-Palestina Tahun 1947-1988”. www.repository.unej.ac.id/handle/123456789/22632. diakses pada 26 Oktober 2012 

4

Ahmad Yani.”Menoropong Tragedi Pembagian Palestina, 29 November 1947”.

(4)

perang itu Israel memenangkannya. Tetapi ketika Israel mengalami kekalahan dalam segi politis pada saat Perang Enam Hari tahun 1967, Israel harus menarik mundur pasukannya dari wilayah Palestina.5

Penarikan mundur tentara Israel dari wilayah konflik didasarkan pada Resolusi Dewan Keamanan PBB Nomor 242 tanggal 22 November 1967, yaitu menegaskan bahwa pelaksanakan pokok-pokok piagam PBB membutuhkan perdamaian yang adil dan langgeng di Timur Tengah, mencakup asas-asas berikut :

a. Penarikan pasukan bersenjata Israel dari wilayah yang diduduki dalam konflik akhir-akhir ini;

b. Diakhirinya semua klaim atau keadaan perang; dihormati dan diakuinya kekuasaan, integritas wilayah dan politik setiap negara Timur Tengah, hak mereka untuk hidup aman, di wilayah perbatasan diakui, yang bebas dari ancaman maupun pengerahan kekuatan.6

Dalam resolusi ini tidak dijelaskan secara rinci wilayah mana saja yang harus bebas ancaman kekuatan dan wilayah mana saja yang menjadi wilayah pendudukan pasukan bersenjata Israel. Wilayah pendudukan (occupation territory) yang dimaksud dalam resolusi diatas adalah wilayah yang direbut oleh Israel dalam konflik bersenjata dengan beberapa negara       

5

 Ade Nurrahmah BFA.”Perang 6 Hari Arab Israel, Latar Belakang dan Dampaknya Terhadap Negara Arab”. www.academia.edu/23351. diakses pada 27 Oktober 2016

6

United Nations, “Resolution 242 (1967) of 22 November 1967”. https://unispal.un.org/DPA/DPR/unispal.nsf/0/7D35E1F729DF491C85256EE700686136. diakses pada 10 Januari 2014 

(5)

Arab (Mesir, Yordania, Suriah) pada tanggal 16 April 1967, yaitu wilayah Jalur Gaza (direbut dari kekuasaan Yordania) dan wilayah Tepi Barat (direbut dari kekuasaan Mesir).7 Namun Israel tidak memenuhi kewajiban dari resolusi ini dan hanya mengembalikan sebagian wilayah yang didudukinya. Dataran Tinggi Golan diduduki dan Israel menerapkan kebijakan militer disana serta mulai melakukan pembangunan pemukiman penduduk. Bahkan pada 1981, Israel memberlakukan Golan Heights Law yang membuat hukum Israel dan administrasi Israel berlaku di wilayah tersebut.8 Hal ini ditentang oleh Dewan Keamanan PBB dengan mengeluarkan Resolusi PBB 497 yang menyatakan perbuatan Israel memberlakukan hukum, yurisdiksi, dan administrasinya di Dataran Tinggi Golan sebagai “perbuatan yang hampa dan kosong tanpa efek legal internasional”. Begitu pula dengan Yerusalem Timur yang berdasarkan Resolusi PBB no. 181 (II) tahun 1947 merupakan wilayah Internasional, diakui secara sepihak oleh Israel. Israel bahkan menyatakan Yerusalem sebagai ibukota dari Israel. Hal ini ditentang oleh PBB dan di dalam Resolusi DK PBB No. 478 tahun 1980 dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional. Lain halnya dengan Semenanjung Sinai. Israel pada awalnya tidak mengembalikan Semenanjung Sinai setelah adanya Persetujuan Camp David pada tahun 1978. Wilayah pendudukan (occupied territories) yang terus dikontrol oleh Israel, yaitu Jalur Gaza yang direbut dari       

7

Middle East Research and Information Project, “The Occupied Territories”,

www.merip.org/primer-palestine-israel-arab-israeli-conflict-new#The%20Occupied%20Territories, diakses pada 15 November 2014

8

David K Shipler, “The Golan Heights Annexed By Israel In An Abrupt Move”. http://www.nytimes.com/learning/general/onthisday/big/1214.html, diakses pada 15 Desember 2014 

(6)

Mesir, serta Tepi Barat yang direbut dari Yordania. Israel menerapkan administrasi militer yang menguasai dan mengatur aspek kehidupan sipil masyarakat di daerah-daerah tersebut. Dari sinilah awal bermulanya pendudukan oleh Israel sebagai occupying force di Tepi Barat.

Berdasarkan resolusi tersebut, Israel harus menarik pasukannya keluar dari wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat. Sayangnya, keberadaan resolusi ini tidak ditaati oleh Israel. Pada tahun 1967, Israel melaksanakan kebijakan militernya untuk mengatur penduduk Palestina di wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat. Kebijakan militer Israel tersebut mengatur dan membatasi hampir semua aspek yang berkaitan dengan kehidupan penduduk sipil termasuk kebebasan berekspresi, kebiasaan berserikat dan kebebasan pers.9

Konflik Palestina-Israel merupakan konflik yang banyak melibatkan negara-negara Arab dan terus berkelanjutan, bahkan hingga saat ini. Setelah Perang Enam Hari 1967, terjadi lagi konflik yaitu Perang Yom Kippur pada tahun 1973 dimana Mesir dan Suriah melakukan serangan mendadak terhadap Israel dengan tujuan untuk merebut kembali wilayah yang telah diambil Israel pada perang Enam Hari. Lalu terjadi perang Lebanon 1982 antara Lebanon dengan Israel. Lalu ada Intifada pertama pada 1987-1993 dimana terjadi perlawanan rakyat Palestina terhadap Israel dalam bentuk protes, pelemparan batu, boikot, serta penyerangan terhadap tentara Israel yang sempat terhenti karena Perjanjian Damai Oslo 1993. Intifada kedua pun kembali meletus pada

      

9

(7)

tahun 2000, diikuti perang Lebanon kedua pada 2006, serta Perang Gaza pada tahun 2008 sampai 2009.

Israel juga mendapat kecaman dari dunia Internasional karena telah secara sepihak mengakui Jerusalem sebagai ibu kotanya, padahal menurut Resolusi PBB No. 181 (II) tahun 1947, Jerusalem merupakan wilayah internasional yang terpisah dari Tepi Barat dan Jalur Gaza (corpus separatum) dan mewakili historis tiga agama, pengakuan secara sepihak Israel terhadap Jerusalem Timur juga dinyatakan sebagai pelanggaran terhadap hukum internasional dalam Resolusi DK PBB No. 478 tahun 1967

Penguasaan dan pendudukan militer Israel di wilayah Gaza dan Tepi Barat mendorong bangsa Palestina melakukan perlawanan. Hal ini diakibatkan karena hak dasar mereka sebagai manusia yaitu hak hidup, hak bertempat tinggal serta hak untuk mendapatkan kebebasan telah dilanggar. Perlawanan bangsa Palestina dikoordinir oleh suatu gerakan pembebasan. Gerakan pembebasan yang dimaksud adalah PLO (Palestine Liberation Organization), PLO memiliki tujuan yaitu menyatukan semua organisasi perlawanan Palestina yang ada, guna mewujudkan negara Palestina merdeka diwilayah yang pada saat itu telah berdiri negara Israel. Pada November 1947, PLO mendapat pengakuan dari dunia internasional sebagai satu-satunya organisasi resmi non-pemerintahan. Dan pada tahun 1976, PLO berhasil menjadi angota penuh Liga Arab.

(8)

Dalam forum internasional, PLO menjadi wakil resmi bagi Palestina, namun dalam kenyataan dilapangannya, perjuangan bangsa Palestina juga dimotori oleh gerakan pembebasan lainnya seperti Hamas dan Jihad Islam. Pada tahun 1987 terjadi perlawanan terhadap Israel yang dikenal sebagai Gerakan Intifada (perjuangan dengan lemparan batu sebagai senjatanya). Untuk memulihkan kondisi antara Palestina dan Israel diadakan perundingan damai antara PLO dan pemerintah Israel di Oslo, pada tahun 1993. Adapun kesepakatan yang dicapai dalam perundingan tersebut yaitu pertama, PLO menjadi Otoritas National Palestina (ONP) yang memiliki daerah administratif di Jalur Gaza dan Tepi Barat. Kedua, Palestina berhak mengatur wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat termasuk mengurusi permasalahan pemukiman penduduk lokal. Ketiga Israel mendapat pengakuan dari Palestina sebagai suatu negara. Namun kesepakatan yang telah dicapai tersebut menjadi mentah kembali, tatkala terjadi penolakan keras dari rakyat Palestina maupun rakyat Israel.

Sejak perundingan damai untuk membahas solusi dua negara yang telah dilakukan mulai tahun 1993, 1996, 2000 sampai yang terakhir pada tahun 2007 selalu mengalami kebuntuan bahkan kegagalan. Keadaan di wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat semakin tidak menentu dan selalu diwarnai aksi saling serang antara tentara Israel dan pejuang Palestina.

(9)

Pada tahun 1967 Israel melaksanakan kebijakan militernya untuk mengatur penduduk Palestina di wilayah Jalur Gaza dan Tepi Barat.10 Penguasaan dan pendudukan militer Israel di wilayah Gaza dan Tepi Barat mendorong bangsa Palestina melakukan perlawanan. Hal ini diakibatkan karena hak dasar mereka sebagai manusia yaitu hak hidup, hak bertempat tinggal serta hak untuk mendapatkan kebebasan telah dilanggar. Perlawanan bangsa Palestina dikoordinir oleh suatu gerakan pembebasan yang disebut PLO (Palestine Liberation Organization). Aksi-aksi bersenjata para pejuang Palestina salaha satunya adalah pelemparan roket Qassam. Aksi ini dikendalikan oleh Hamas, faksi garis keras Palestina yang memiliki otoritas di wilayah Gaza. Pelemparan roket ke wilayah Israel bagi Palestina merupakan bagian dari pembelaan diri terhadap Israel yang telah melanggar hak kebebasan bangsa Palestina, sejak pendudukan tahun 1967.

Berdasarkan laporan badan-badan PBB, sebagian besar penduduk Tepi Barat menggantungkan kebutuhan hidup dari bantuan-bantuan kemanusiaan sebagai akibat dari dibangunnya tembok pembatas. Bantuan yang diterima penduduk Tepi Barat kurang dari seperempat kebutuhan minimal. Pembangunan tembok pembatas tersebut telah mengancam sarana penghidupan dan keberlangsungan hidup bagi seluruh warga Tepi Barat. Hal ini dilakukan oleh Israel untuk mengurangi penembakan roket dan bom bunuh diri yang dilakukan oleh warga Palestina. Namun tindakan pembangunan tembok pembatas tepi barat tersebut berefek kolektif kepada       

10

(10)

seluruh warga Tepi Barat. Ini merupakan tindakan yang melanggar hukum internasional, baik hukum humaniter internasional maupun hukum HAM internasional.11

Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, maka penulis tertarik untuk membuat penulisan hukum dengan judul “Legalitas Pembangunan Tembok Pembatas di Tepi Barat Oleh Israel Ditinjau Dari Segi Hukum Internasional”

B.

Rumusan Masalah

1. Bagaimana legalitas pembangunan tembok pembatas di Tepi Barat oleh Israel ditinjau dari segi hukum internasional?

2. Apakah dampak yang terjadi akibat adanya pembangunan tembok pembatas di Tepi Barat oleh Israel?

C.

Keaslian Penelitian

Berdasarkan penelusuran kepustakaan yang dilakukan oleh penulis di Perpustakaan Hukum Universitas Gadjah Mada, tidak ditemukan penulisan hukum mengenai Legalitas Pembangunan Tembok Pembatas Tepi Barat oleh Israel Ditinjau Dari Hukum Internasional merupakan asli hasil penelitian penulis. Berikut beberapa tulisan yang serupa dengan tulisan penulis yaitu :

      

11

United Nations Office for Coordination of Humanitarian Affairs Occupied Palestinian Territory,

“The Humanitarian Impact Of The Barrier”, https://unispal.un.org/DPA/unispal.nsf/9a798adbf322aff38525617b006d88d7/1a7a2d49cd3de0d18

5257a360054854f?OpenDocument&Highlight=0,west,bank,barrier. Diakses pada 18 September 20154

(11)

1. Penulisan hukum oleh Dian Okta Kurniawan (02/159730/HK/15924) dengan judul Perlindungan Penduduk Sipil dalam Konflik Israel – Hezbollah. Tulisan ini mengenai perlindungan penduduk sipil selama terjadi serangan militer Israel ke Lebanon tahun 2006

2. Penulisan hukum oleh Irfan Riyadi (02/154452/HK/15875) dengan judul Dugaan Pelanggaran Berat Terhadap Konvensi Jenewa dalam Agresi Militer Israel ke Gaza. Tulisan ini membahas tentang agresi militer ke Gaza dari sudut pandang Konvensi Jenewa saja, yang mana Israel sebagai negara anggota konvensi tersebut

3. Penulisan hukum oleh Annisa Ayu Permata

(04/HK/178544/16221) dengan judul Kebijakan Represif Israel di Jalur Gaza sebagai Tindakan Balasan Terhadap Serangan Roket Pejuang Palestina di Wilayah Israel Berdasarkan Hukum Humaniter Internasional. Tulisan ini membahas kebijakan represif Israel di Gaza yaitu analisis tindakan penembakan roket oleh Hamas, serta balasan Israel melalui operasi militer dan blokade ekonomi dari sisi hukum humaniter.

4. Penulisan hukum oleh Fardan Rahmat Sutan

(06/194130/HK/17256) dengan judul Legalitas Blokade Jalur Gaza Oleh Israel Ditinjau Dari Hukum Internasional. Tulisan ini membahas tentang legalitas atau keabsahan dari tindakan blokade

(12)

atau pengucilan Jalur Gaza oleh Israel dilihat dari segi hukum internasional secara keseluruhan, baik itu ditinjau dari hukum humaniter, HAM, serta aturan-aturan internasional lainnya.

Penulisan hukum yang ditulis oleh Penulis berjudul Legalitas Pembangunan Tembok Pembatas Tepi Barat oleh Israel ditinjau dari segi Hukum Internasional. Tulisan ini membahas mengenai keabsahan pembangunan tembok pembatas Tepi Barat dilihat dari segi hukum internasional secara keseluruhan, baik itu ditinjau dari hukum humaniter, HAM, dan aturan-aturan internasional lainnya.

D.

Tujuan Penelitian

Sesuai dengan perumusan masalah yang ada, maka penelitian ini mempunyai tujan yang terdiri dari dua hal, yaitu :

1. Tujuan Objektif :

a. Untuk mengetahui dan menganalisis legalitas atau keabsahan pembangunan tembok pembatas di Tepi Barat oleh Israel ditinjau dari hukum Internasional

b. Untuk mengetahui tindakan apakah yang dapat diambil oleh PBB dan komunitas Internasional agar Israel tunduk dan mematuhi hukum internasional serta meruntuhkan tembok pembatas tersebut.

2. Tujuan Subyektif :

a. Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada.

(13)

b. Untuk turut serta memberikan sumbangan kepadan ilmu pengetahuan, khususnya pada cabang ilmu hukum.

               

Referensi

Dokumen terkait

menyebutkan bahwa single tap root memiliki kemampuan untuk menyerap air dari kedalaman tanah yang dalam dan mencukupi kebutuhan air lebih dari 65% pada tanaman

Sistem antrian yang masih manual menyebabkan petugas pendaftaran keliru dalam memanggil nomor urut pasien selanjutnya karena nomor urut yang dipegang oleh masing-masing

Dengan melakukan wawancara diperoleh informasi mengenai permasalahan- permasalahan yang terjadi pada proses survei kepuasan pelanggan pada PDAM Surya Sembada Kota

Dalam berproses Apip’s Batik bermitra dengan para perajin potensial di Pekalongan dan Yogyakarta demi melahirkan produk unggulan.. Kini, desainer yang aktif di beberapa asosiasi

Sebagian dari skripsi saya yang berjudul “Kajian Mobilitas Pembawa Muatan pada Lapisan Organik Spirulina sp: Drift Current, Magneto-conductance, dan Efek Hall”

Hasil penelitian efektivitas dari segi penyelesaian SP2 pada tahun 2011 dan 2012 masuk dalam kategori tidak efektif dengan presentase yang sama 51%, sedangkan tahun 2013

Selain Wahyudi (2014) hasil penelitian dari Darajat Rangkuti dan Rustam Siregar (2012) mendapatkan kesimpulan bahwa hasil belajar matematika peserta didik yang diajar

Biasanya untuk mengenal tenses , kalimat dibuat dengan melihat pada bentuk pola suatu tenses kemudian menyesuaikan tiap-tiap kata yang akan digunakan agar