• Tidak ada hasil yang ditemukan

KATA PENGANTAR L. Jakarta, Desember 2016 Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan, Bappenas. Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KATA PENGANTAR L. Jakarta, Desember 2016 Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan, Bappenas. Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph."

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)
(2)

i

KATA PENGANTAR

aporan Akhir Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 disusun dalam rangka memenuhi pertanggungjawaban atas pelaksanaan Program/Kegiatan Pembangunan dan Pengembangan Kawasan, sesuai dengan Peraturan Menteri Negara PPN/Kepala Bappenas No. 04/M.PPN/2009 tentang Pedoman Pengelolaan Kegiatan dan Anggaran di Lingkungan Kantor Kementerian PPN/Bappenas.

Pelaksanaan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 ini dimaksudkan untuk menjamin pengendalian kelancaran proses koordinasi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, pengendalian dalam pengelolaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal secara menyeluruh. Hasil-hasil yang telah dicapai dalam penerapan proses perencanaan, koordinasi dan pelaksanaan program di lapangan khususnya dibeberapa lokasi sebagai studi kasus, akan dilihat permasalahan dan kendala apa saja yang dihadapi serta berupaya memberikan saran untuk perbaikan proses perencanaan dan pelaksanaan program/kegiatan pada tahun berikutnya.

Laporan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritiknya sebagai penyempurnaan dalam pelaksanaan pemantauan perencanaan dan program/kegiatan pembangunan daerah tertinggal dan perbatasan pada tahun yang akan datang.

Jakarta, Desember 2016 Direktur Daerah Tertinggal, Transmigrasi dan Perdesaan, Bappenas

Drs. Sumedi Andono Mulyo, MA, Ph.D

L

(3)

ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i DAFTAR ISI ... ii DAFTAR TABEL ... iv DAFTAR GAMBAR ... v BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Tujuan dan Sasaran: ... 5

1.2.1.Tujuan ... 5

1.2.2.Sasaran ... 5

1.3. Keluaran ... 5

1.4. Manfaat dari kajian ... 6

1.5. Ruang Lingkup Kegiatan ... 6

1.6. Pelaksanaan Kegiatan ... 7

BAB II PENDEKATAN DAN METODOLOGI 2.1. Metode Pelaksanaan ... 11

2.2. Metode Pelaksanaan Kajian ... 12

2.2.1. Pengumpulan Data ... 12

2.2.2.Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terarah) ... 13

2.2.3.Wawancara Mendalam ... 15

(4)

iii

BAB III PELAKSANAAN KOORDINASI PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL

3.1. Penyusunan RKP Tahun 2017 sebagai upaya Percepatan Pembangunan

Daerah Tertinggal ... 19

3.2. Pendalaman Materi di Daerah Tertinggal ... 22

3.2.1.Monitoring di Provinsi Jawa Timur ... 22

3.2.2.Monitoring di Provinsi Papua ... 28

3.2.3.Monitoring di Provinsi NTB ... 35

3.2.4.Monitoring di Provinsi Maluku ... 44

3.2.5.Monitoring di Provinsi NTT ... 50

3.2.6.Monitoring di Provinsi Maluku Utara ... 60

BAB IV KONSEP STRATEGI PERCEPATAN PEMBANGUNAN DAERAH TERTINGGAL 4.1. Arah Kebijakan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ... 64

4.2. Strategi Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal ... 67

BAB V KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 5.1. Kesimpulan ... 73

(5)

iv

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. List Kebutuhan Jenis Data Beserta Sumbernya ... 13 Tabel 2.2 Rencana Kerja ... 18 Tabel 3.1. Ketersediaan Sarana Pelayanan Dasar di daerah Tertinggal Jawa Timur 23 Tabel 3.2. Sektor unggulan daerah tertinggal di Jawa Timur ... 28 Tabel 3.3. Jumlah Penduduk dan Sex Rasio di Nusa Tenggara Barat Tahun 2010 .... 37 Tabel 3.4. Jumlah Pengangguran Nusa Tenggara Barat Tahun 2010—2014. ... 38 Tabel 3.5 Rata-Rata Lama Sekolah (tahun) dan Angka Melek Huruf (persen)

Kabupaten/Kota Di Nusa Tenggara Barat Tahun 2011-2014 ... 40 Tabel 3.6. Umur Harapan Hidup Nusa Tenggara Barat (Dalam Tahun) Tahun 2011-

2014 ... 41 Tabel 3.7 Capaian Pembangunan Kabupaten Maluku Tenggara Barat Tahun 2014.. 45 Tabel 3.8. Potensi Komoditas Unggulan Kabupaten Maluku Tenggara Barat ... 46 Tabel 3.9. Rata-Rata Lama Sekolah (tahun) dan Angka Melek Huruf (persen)

Kabupaten/Kota Di Nusa Tenggara Timur Tahun 2011-2014 ... 52 Tabel 3.10 Umur Harapan Hidup Nusa Tenggara Timur (Dalam Tahun)

Tahun 2011-2014 ... 54 Tabel 3.11 Data Kebutuhan Kab. Morotai ... 61

(6)

v

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1. Peta Sebaran Daerah Tertinggal 2015-2019 ... 2

Gambar 3.1. Alur Perencanaan Pembangunan Nasional ... 19

Gambar 3.2. Kriteria Ketertinggalan Provinsi Jawa Timur ... 23

Gambar 3.3. Rata-rata Lama Sekolah Jawa Timur... 24

Gambar 3.4. Angka Buta Huruf di Jawa Timur ... 25

Gambar 3.5. Angka Buta Huruf daerah tertinggal di Jawa Timur Menurut Jenis Kelamin dan usia ... 26

Gambar 3.6. Persentase Kemiskinan di Jawa Timur ... 27

Gambar 3.7. Pembahasan SKPD terkait Keberlanjutan Program ... 32

Gambar 3.8. Proses Packaging Minyak VCO di Sarmi ... 32

Gambar 3.9. Proses Packaging Minyak Goreng di Sarmi ... 33

Gambar 3.10 Struktur Ekonomi Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2014 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ... 42

Gambar 3.11 Kriteria Ketertinggalan Provinsi Maluku ... 45

Gambar 3.12 Pabrik Rumput Laut di Kabupaten Maluku Tenggara Barat ... 48

Gambar 3.13 Lokasi Kecamatan Prioritas Daerah Tertinggal di Kab Maluku Tenggara Barat ... 49

Gambar 3.14 FGD Penentuan Lokasi Kecamatan Prioritas di Kabupaten Maluku Tenggara Barat ... 50

Gambar 3.15 Kriteria Ketertinggalan Provinsi Nusa Tenggara Timur ... 51

Gambar 3.16 Struktur Ekonomi Wilayah Nusa Tenggara Tahun 2014 Atas Dasar Harga Konstan Tahun 2000 ... 55

(7)

vi

Gambar 3.18 Lokasi Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal di Kab. Morotai ... 63

Gambar 4.1 Roadmap Pembangunan Daerah Tertinggal ... 64

Gambar 4.2 Fokus Penanganan Daerah Tertinggal ... 65

Gambar 4.3 Program Prioritas Pembangunan Daerah Tertinggal ... 67

Gambar 4.4 Kegiatan Prioritas Pemenuhan Pelayanan Dasar Publik ... 68

Gambar 4.5 Kegiatan Prioritas Peningkatan Aksesibilitas/Konektivitas ... 69

Gambar 4.6 Kegiatan Prioritas Pengembangan Ekonomi Lokal ... 70

(8)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kesenjangan antar wilayah dan ketertinggalan suatu daerah masih menjadi isu yang harus diatasi sejalan dengan tujuan pembangunan nasional. Penyebab terjadinya kesenjangan tersebut sangatlah beragam mulai dari perbedaan ketersediaan sumber daya alam, letak geografis, kualitas sumber daya manusia, kemajuan ekonomi, hingga pada aspek sosial budaya. Kesenjangan pembangunan tersebut ditunjukkan dengan masih adanya daerah-daerah yang tingkat perkembangannya masih tertinggal dibandingkan daerah lainnya dengan kata lain keberdaan daerah tertinggal sebagai indikator adanya kesenjangan dalam pembangunan. Daerah tertinggal sesuai dengan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal adalah daerah kabupaten yang masyarakat serta wilayahnya kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Suatu daerah ditetapkan sebagai daerah tertinggal berdasarkan kriteria : (i) Perekonomian masyarakat; (ii) Sumberdaya manusia; (iii) Sarana dan Prasarana; (iv) Kemampuan keuangan daerah; (v) Aksesibilitas; (vi) Karakteristik daerah.

Jumlah daerah tertinggal sejak tahun 2005 hingga saat ini mengalami beberapa perkembangan, yaitu : (i) Periode tahun 2005-2009, terdapat 199 daerah tertinggal. Selama periode ini dari 199 daerah tertinggal terdapat 50 daerah yang telah terentaskan, namun demikian pada periode tersebut terdapat 34 Daerah Otonomi Baru (DOB) atau daerah pemekaran yang termasuk dalam kategori tertinggal, sehingga pada Periode 2010-2014 terdapat 183 daerah tertinggal, (ii) Pada Periode 2010-2014 terdapat 70 kabupaten yang berhasil dientaskan dari ketertinggal berdasarkan Keputusan Menteri Pembangunan Daerah Tertinggal No. 141 tentang Penetapan Kabupaten Daerah

(9)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 2

Tertinggal Yang Terentaskan Tahun 2014, namun demikian terdapat 9 kabupaten DOB yang termasuk kategori daerah tertinggal. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, bahwa Daerah tertinggal merupakan suatu daerah dengan kabupaten yang masyarakat dan wilayahnya relatif kurang berkembang dibandingkan daerah lain dalam skala nasional. Ketertinggalan daerah tersebut dapat diukur berdasarkan enam kriteria utama yaitu ekonomi, sumber daya manusia, infrastruktur, kapasitas keuangan daerah, aksesibilitas dan karakteristik daerah. Isu Utama pembangunan wilayah nasional saat ini adalah masih besarnya kesenjangan antawilayah, khususnya kesenjangan pembangunan antara Kawasan Barat Indoneisa (KBI) dan Kawasan Timur Indonesia (KTI). Kondisi ini didukung oleh fakta bahwa sebagian besar persebaran daerah tertinggal berada di KTI khususnya di wilayah Pulau Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua. Dalam Peraturan Presiden No. 131 Tahun 2015 tentang Penetapan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 telah ditetapkan 122 kabupaten sebagai daerah tertinggal.

Gambar 1.1 Peta Sebaran Daerah Tertinggal 2015-2019

Pada akhir periode RPJMN 2015-2019 ditargetkan dapat terentaskan sebanyak 80 kabupaten tertinggal, dengan sasaran outcome sebagai berikut : (1) meningkatnya pertumbuhan ekonomi di daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar 7,24 persen; (2)

(10)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 3

menurunnya persentase penduduk miskin di daerah tertinggal menjadi rata-rata 14,00 persen; dan (3) meningkatkan Indeks Pembangunan Mansuia (IPM) di daerah tertinggal menjadi rata-rata sebesar 69,59 persen.

Adanya disparitas kualitas sumberdaya manusia antarwilayah, perbedaan kemampuan perekonomian antardaerah, serta belum meratanya ketersediaan infrastruktur antarwilayah mendukung fakta kesenjangan antarwilayah. Dengan memperhatikan isu strategis pembangunan daerah tertinggal dan sasaran pembangunan daerah tertinggal, arah kebijakan pembangunan daerah tertinggal di fokuskan pada: (a) promosi potensi daerah tertinggal untuk mempercepat pembangunan, sehingga terbangun kemitraan dengan banyak pihak. Promosi daerah tertinggal ini juga akan mendorong masyarakat semakin mengetahui potensi daerah tersebut dan aktif dalam membantu pembangunan; (b) upaya pemenuhan kebutuhan dasar dan kebutuhan pelayanan dasar publik; (c) pengembangan perekonomian masyarakat yang didukung oleh sumberdaya manusia yang berkualitas dan infrastruktur penunjang konektivitas antar daerah tertinggal dan kawasan strategis.

Khusus untuk pembangunan daerah tertinggal di Wilayah Papua (Provinsi Papua dan Papua Barat), membutuhkan penanganan khusus mengingat 83,3% Wilayah Papua merupakan daerah tertinggal. Capaian pembangunan mengalami peningkatan apabila dilihat perkembangannya dari tahun ke tahun, walaupun apabila dilihat peringkatnya dalam tingkat nasional, capaian tersebut masih termasuk rendah. IPM Provinsi Papua mengalami peningkatan dari angka 58,8 (1999) menjadi 66,3 (2013), dan penurunan persentase angka kemiskinan secara signifikan sebesar 50 persen, yaitu 54,75% (1999) menjadi 27,8% (2014). Sedangkan capaian pembangunan Provinsi Papua Barat yaitu IPM Provinsi Papua Barat mengalami peningkatan dari angka 63,7 (2004) menjadi 70,63 (2013), dan penurunan angka kemiskinan secara signifikan mulai dari 33,01% (2006) menjadi 27,14% (2013). Untuk itu, pembangunan daerah tertinggal di wilayah papua perlu dilakukan secara kontekstual berdasarkan kondisi dan kebutuhan masyarakat,

(11)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 4

terutama dalam penyediaan layanan dasar bidang pendidikan dan kesehatan, pengembangan ekonomi lokal, dan pembangunan infrastruktur yang membuka keterisolasian.

Beberapa isu strategis pembangunan daerah tertinggal yang akan menjadi fokus penanganan dalam lima tahun kedepan, diantaranya adalah :

a. Adanya regulasi yang tidak memihak/disharmonis terhadap percepatan pembangunan daerah tertinggal;

b. Masih lemahnya koordinasi antarpelaku pembangunan untuk percepatan pembangunan daerah tertinggal;

c. Belum optimalnya kebijakan yang afirmatif pada percepatan pembangunan daerah tertinggal;

d. Masih rendahnya kualitas sumberdaya manusia dan tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tertinggal;

e. Terbatasnya ketersediaan sarana dan prasarana publik dasar di daerah tertinggal;

f. Rendahnya produktivitas masyarakat di daerah tertinggal;

g. Belum optimalnya pengelolaan potensi sumberdaya lokal dalam pengembangan perekonomian di daerah tertinggal;

h. Kurangnya aksesibilitas daerah tertinggal terhadap pusat-pusat pertumbuhan wilayah;

i. Belum adanya insentif terhadap sektor swasta dan pelaku usaha untuk berinvestasi di daerah tertinggal; dan

j. Belum optimalnya pelayanan dasar di bidang pendidikan dan kesehatan yang sesuai dengan kondisi dan kebutuhan Provinsi Papua dan Papua Barat.

Kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No. 78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 dilakukan dalam rangka optimalisasi pelaksanaan pembangunan daerah tertinggal. Untuk

(12)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 5

mendukung efektifitas kegiatan Koordinasi Strategis PPDT, maka perlu dibentuk Tim Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 di tingkat pusat yang berisi direktorat di Bappenas serta Kementerian/Lembaga lainnya.

1.2. Tujuan dan Sasaran

Tujuan dari kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 adalah untuk menjamin pengendalian kelancaran proses koordinasi perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan pengendalian Pembangunan Daerah Tertinggal secara menyeluruh dan berkelanjutan.

Kegiatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai tujuan dan keluaran yang diharapkan yaitu:

1. Penyusunan Rancana Kerja Tahunan kegiatan koordinasi strategis Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT).

2. Melakukan koordinasi dengan unit pelaksana terkait dengan unit pelaksana program dan unit pemantau lainnya dalam melakukan monitoring pelaksanaan PPDT dan program pembangunan daerah tertinggal lainnya.

3. Melakukan rapat eksindential/ khusus untuk Tim Pelaksana dan Pengarah; 4. Melakukan rapat koodinasi Tim Pengarah per Semester dan Tahunan;

5. Melakukan koordinasi dengan program sejenis mengenai perencana, pelaksanaan dan pengendalian program;

6. Penyusunan Rencana Tindak Eksidential / Khusus; 7. Penyusunan Laporan Akhir.

1.3. Keluaran

Berdasarkan lingkup kegiatan yang akan dilakukan diharapkan akan diperoleh keluaran, yaitu :

(13)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 6

1. Tersedianya data, bahan dan informasi sebagai masukan dalam menetapkan kebijakan pengelolaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal;

2. Tersusunnya Rencana kerja Pemerintah bidang Pembangunan Daerah Tertinggal 3. Tersusunnya rencana tindak lanjut/ eksidential tahunan Program PPDT;

4. Terlaksananya koordinasi pelaksanaan, monitoring dan evaluasi pelaksanaan Program PPDT;

5. Tersusunnya Laporan monitoring supervisi terhadap pelaksanaan Program PPDT;

6. Tersusunnya Laporan akhir Koordinasi Strategis PPDT.

1.4. Manfaat dari Kajian

Kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 adalah untuk mengkoordinasikan tim di tingkat pusat dalam meningkatkan sinergi antar sektor pembangunan dalam rangka meningkatkan perekonomian daerah dan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya dalam menjalankan fungsi koordinasi tersebut adalah melalui program PPDT, Program PPDT dilaksanakan dalam rangka untuk memberikan dukungan kepada TK-Pusat PPDT sebagai upaya peningkatan kemampuan pemerintah daerah dan masyarakat dalam mempercepat pembangunan di daerah tertinggal.

1.5. Ruang Lingkup Kegiatan

Ruang lingkup kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015, adalah sebagai berikut:

1. koordinasi lintas sektor dalam pembangunan daerah tertinggal.

2. Mengumpulkan dan mengolah data, bahan dan informasi sebagai masukan dalam menetapkan kebijakan umum pembangunan daerah tertinggal.

(14)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 7

3. Monitoring dan evaluasi terhadap perkembangan dan hasil pelaksanaan pembangunan di daerah tertinggal.

4. Mengembangkan konsep dan rancangan kebijakan pembangunan daerah tertinggal.

5. Menyusun dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal. 6. Sinkronisasi pelaksanaan program pembangunan daerah tertinggal.

1.6. Pelaksanaan Kegiatan

Organisasi Pelaksana kegiatan ini mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan No.65/PMK.02/2015 tentang Standar Biaya Masukan Tahun Anggaran 2016 yang mengacu pada 5 (lima) ketentuan sebagai berikut :

a) Mempunyai keluaran (output) jelas dan terukur;

b) Bersifat koordinatif yang mengharuskan untuk mengiikutsertakan satuan kerja/eselon I lainnya;

c) Bersifat temporer, pelaksanaannya perlu diprioritaskan atau diluar jam kerja; d) Merupakan perangkapan fungsi atau tugas tertentu kepada pegawai negeri

disamping tugas pokok sehari-hari;

e) Dilakukan secara selektif, efektif dan efisien.

Pelaksanaan kegiatan ini dilakukan dengan cara swakelola, dengan susunan keanggotaan Tim Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 terdiri dari Pengarah, Penanggung Jawab, Tim Pelaksana, dan Tenaga Ahli sebagai berikut :

A. UNSUR ORGANIK (PNS)

1) 1 Orang Penanggung Jawab 2) 1 Orang Ketua Tim Pelaksana 3) 1 Orang Wakil Ketua Tim Pelaksana 4) 15 Orang Anggota Tim Pelaksana

(15)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 8

5) 2 Orang Anggota Tim Pendukung

Pengarah adalah Menteri PPN/Kepala Bappenas, yang bertugas untuk memberikan arahan kebijakan, mengawasi, membimbingan dan memantau kemajuan pelaksanaan Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (PPDT).

Penanggung jawab adalah Deputi Bidang Pengembangan Regional dengan tugas dan tanggung jawab sebagai berikut :

a. Membantu Pengarah dalam melaksanakan tugas-tugas sesuai uraian yang telah disebutkan dalam rangka koordinasi kegiatan PPDT;

b. Menyampaikan laporan kepada menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional mengenai pelaksanaan kegiatan PPDT.

c. Ketua Tim Pelaksana Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 adalah Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal, yang bertugas terlaksananya kegiatan dan penyusunan laporan hasil koordinasi, baik secara substansi maupun dari segi keuangan sebagaimana berikut :

a. Menyusun kebijakan umum dan rencana kerja tim koordinasi PPDT; b. Menyusun konsepsi program/kegiatan PPDT;

c. Melakukan koordinasi di tingkat pusat dan daerah dalam pelaksanaan program/kegiatan PPDT dan sinkronisasi dengan program pembangunan daerah dan pembangunan sektoral terkait;

d. Melakukan koordinasi perencanaan dan penetapan alokasi dana dan persetujuan penyaluran anggaran tahun program;

e. Melakukan monitoring pelaksanaan rencana dan evaluasi pelaksanaan program PPDT bersama-sama dan melaporkannya kepada Pengarah;

(16)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 9

pelaksanaan masing-masing program kepada Pengarah.

Anggota Tim Pelaksana Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 terdiri dari Direktorat terkait di Bappenas, dan Kementerian/Lembaga lainnya. Anggota Tim bertugas untuk mendukung semua pelaksanaan tugas dari Penanggung Jawab dan Tim Pelaksana, termasuk menyampaikan laporan perkembangan pelaksanaan PPDT, memonitor dan memberikan arahan secara substantif pada laporan dan pertemuan-pertemuan yang diadakan dalam kegiatan penyusunan rencana, koordinasi, pengawasan, pemantauan dan evaluasi program percepatan pembangunan daerah tertinggal.

B. UNSUR Non-ORGANIK (Non-PNS)

1) 1 Tenaga Ahli Bidang Pembangunan Infrastruktur Daerah Tertinggal

Pendidikan minimal S1 pada bidang teknik/manajemen atau yang relevan dan memiliki pengalaman yang relevan minimal 4 tahun. Tugas utamanya adalah melakukan analisis capaian pembangunan infrastruktur di daerah tertinggal dan menyusun konsep kebijakan peningkatan infrastruktur di daerah tertinggal, sebagai bahan masukan kepada Tim Pelaksana Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015.

2) 1 Tenaga Teknis Bidang Perencanaan dan Penganggaran Pembangunan Daerah Tertinggal

Pendidikan minimal S1 pada bidang Administrasi Publik/Negara atau yang relevan dan memiliki pengalaman yang relevan minimal 1 tahun. Tugas utamanya adalah menyusun perencanaan dan penganggaran pembangunan daerah tertinggal, sebagai bahan masukan kepada Tim Pelaksana Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal

(17)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 10

untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015.

3) 1 Tenaga Teknis Bidang Monitoring dan Evaluasi

Pendidikan minimal S1 pada bidang Ekonomi/Manajemen/geografi atau yang relevan dan memiliki pengalaman yang relevan minimal 1 tahun. Tugas utamanya membantu tugas-tugas yang diberikan oleh Tim Organik serta melakukan monitoring dan evaluasi kegiatan pembangunan daerah tertinggal, sebagai bahan masukan kepada Tim Pelaksana Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015.

4) 1 Tenaga Administrasi

Pendidikan minimal SMA/SMK dengan pengalaman sekurang-kurangnya 3 tahun. Deputi Bidang Pengembangan Regional dan Otonomi Daerah bertindak sebagai Ketua Tim Pengarah Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP no.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 dan dibantu oleh beberapa anggota dari Kementerian/Lembaga terkait. Untuk melaksanakan tugas Tim Pengarah dibantu oleh Tim Pelaksana yang terdiri dari Ketua dan Anggota Tim Pelaksana. Adapun Ketua Tim Pelaksana PPDT adalah Direktur Kawasan Khusus dan Daerah Tertinggal.

Ketua Tim Pelaksana bertanggungjawab atas terlaksanakannya kegiatan penyusunan rencana aksi, koordinasi pengendalian PPDT, pemantauan dan evaluasi perencanaan dan pengendalian PPDT, serta penyusunan laporan hasil kegiatan, baik secara substansi maupun dari segi keuangannya. Ketua Tim Pelaksana juga bertanggungjawab memimpin dan memonitor serta mengarahkan secara substantif pada laporan dan pertemuan-pertemuan yang diadakan. Sedangkan anggota tim pelaksana koordinasi PPDT, bertanggungjawab atas pelaksanaan koordinasi, pemantauan dan evaluasi serta penyusunan laporan akhir/final atas pelaksanaannya.

(18)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 11

BAB II

PENDEKATAN DAN METODOLOGI

2.1. Metode Pelaksanaan

Untuk mencapai tujuan kegiatan dan keluaran yang diharapkan, maka metode pelaksanaan yang dipergunakan adalah:

1. Penatalaksanaan Administratif Program

Merancang sistem dan prosedur administrasi program terkait dengan pengelolaan instrumental masukan kesekretariatan untuk mendukung kegiatan yang akan dilakukan. Kegiatan ini mencakup dukungan administratif pelaksanaan kegiatan, kegiatan kearsipan, penginformasian dan pelaporan pelaksanaan Program PPDT.

2. Melakukan Koordinasi dengan Stakeholder Terkait

Koordinasi dengan berbagai stakeholder terkait dilaksanakan untuk sinkronisasi dan koordinasi Tahap awal Program PPDT, laporan-laporan rutin yang harus disusun oleh implementing/executing agency terkait pengelolaan keuangan program, laporan tahunan, laporan akhir kegiatan. Kegiatan ini dilakukan dengan melakukan inisiasi mengundang stekeholder (proaktif) maupun secara aktif terlibat dalam mekanisme koordinasi yang telah diagendakan oleh unit pelaksana kegiatan lain terkait program pembangunan daerah tertinggal.

3. Melakukan Monitoring (Supervisi)

Monitoring pelaksanaan difokuskan pada koordinasi tahap awal program di 7 Kabupaten Tertinggal, diantaranya: (1) Kabupaten Jayawijaya, Provinsi Papua; (2) Boven Digoel, Provinsi Papua; (3) Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Papua Barat; (4) Kabupaten Ende, Provinsi Nusa Tenggara Timur; (5) Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku; (6) Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi

(19)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 12

Tenggara; dan (7) Kabupaten Pasaman Barat, Provinsi Sumatera Barat.

4. Penyediaan Informasi dan Masukan bagi Penyempurnaan serta Pengembangan Program

Kegiatan ini melalui penyediaan informasi dan data yang diperoleh secara langsung maupun memanfaatkan informasi dan data yang dilaksanakan oleh unit pelaksana yang berkompeten. Hasil analisa terhadap berbagai informasi dan data tersebut menjadi masukan untuk mendukung pelaksanaan dan perbaikan/pengembangan program pembangunan daerah tertinggal selanjutnya sesuai dengan dinamika yang terus berkembang.

5. Menyusun Laporan

Penyusunan laporan lebih difokuskan untuk laporan rutin tahunan dan laporan akhir kegiatan berdasarkan hasil monitoring selama pelaksanaan koordinasi PPDT.

2.2. Metode Pelaksanaan Kajian

Metode pelaksanaan kajian pada dasarnya terbagi kedalam 3 kegiatan utama, yakni meliputi tahap pengumpulan data dan studi literatur, tahap analisis dan verifikasi lapangan, dan tahap perumusan isu strategis dan arah kebijakan, sejalan dengan kerangka analisis pekerjaan pada Gambar di atas.

2.2.1 Pengumpulan Data

Data-data yang digunakan dalam studi ini mencakup data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan melalui kegiatan Focus Group Discussion (FGD) yang diadakan di setiap Provinsi pada saat tim melakukan survei ke lapangan. Sementara data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait baik di pusat maupun di daerah, hasil-hasil studi sebelumnya dan hasil survei literatur. Jenis data dan sumbernya dapat dilihat pada Tabel 2.1

(20)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 13 Tabel 2.1. List Kebutuhan Jenis Data Beserta Sumbernya

No Jenis Data dan Informasi Sumber

2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional

(RPJMN) Tahun 2015-2019 Bappenas

3 Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2015 Bappenas 4 Pembangunan Daerah Dalam Angka (PDDA) Tahun

2015 Bappenas

5 Statistik Perhubungan 2014/2015 Bina Marga, Kementerian PU 6 Data Statistik Indonesia dan Data Provinsi Dalam

Angka 2015/2016 Badan Pusat Stastistik

7 Buku PDRB Kabupaten/Kota 2010-2015 Badan Pusat Stastistik 8 Data Status Kawasan Hutan dan Penggunaan

Lahan Hutan Kementerian LHK

9 a. STRANAS PPDT Tahun 2015-2019 b. Kondisi Ketertinggala Daerah Tahun 2015 c. Daftar Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019 d. Daftar Kawasan Transmigrasi

e. Daftar Desa Tertinggal

Kementerian Desa, PDT dan Transmigrasi

10 Data Penggunaan lahan menurut provinsi dan

Kabupaten/kota Badan Pertanahan Nasional

11 Dokumen Rencana Tata Ruang Nasional Kementerian Pekerjaan Umum

12 Dokumen Rencana Tata Ruang Pulau Sulawesi Kementerian Pekerjaan Umum

13 Dokumen Dokumen RTRW Provinsi dan RPJMD

Provinsi Pemerintah Daerah Provinsi

2.2.2 Focus Group Discussion (Diskusi Kelompok Terarah)

Focus Group Discussion (FGD) dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai permasalahan, kondisi, kinerja dan isu-isu strategis di setiap wilayah yang tidak dapat tergali dari analisis kualitatif yang dilakukan serta untuk memperoleh masukan dan persepsi dari para stakeholders yang ada. FGD ini juga dilakukan untuk mendapatkan masukan tentang arah pengembangan wilayah dan dukungan yang diperlukan untuk pengembangan tersebut. Diskusi akan difokuskan pada aspek-aspek non kuantitatif, pemerintahan dan kebijakan pemerintah dan aspek politik, serta masukan lain dan

(21)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 14

klarifikasi terhadap hasil analisis kuantitatif.

FGD melibatkan kelompok untuk menjawab pertanyaan secara bersama-sama. Walaupun masih memungkinkan bagi setiap individu untuk memberikan jawabannya sendiri, hal tersebut terjadi dalam konteks kelompok. Menurut Ward et al. (1991) dalam Bailey (1994), FGD yang merupakan ”diskusi kelompok yang dipandu”, dirancang untuk memberikan informasi mengenai topik tertentu dari populasi tertentu. Kelompok tersebut secara umum cukup homogen, walaupun rancangannya dapat memerlukan subpopulasi yang berbeda dalam populasi (misalnya satu kelompok laki-laki dan satu kelompok perempuan).

Dalam studi ini, FGD dilakukan dengan melibatkan beberapa pemangku kepentingan (stakeholder). Sesuai dengan tujuan, FGD yang akan dilakukan akan melibatkan stakeholder yang berasal dari pemerintah dan non pemerintah. Stakeholder dari pemerintah yang akan dilibatkan dalam diskusi berasal dari Badan Perencanan Pembanganan Daerah (Bappeda Provinsi), Asisten Bidang Pemerintahan dan Asisten Bidang Pembangunan. Sementara dari luar pemerintahan, stakeholder yang akan dilibatkan meliputi pakar dari perguruan tinggi, LSM dan lembaga penelitian di daerah. Dari sisi keahlian, peserta FGD diharapkan juga mewakili keahlian pada beberapa bidang yang menjadi fokus diskusi yaitu sosiologi-antropologi, politik dan hukum, pemerintahan, ekonomi dan lingkungan.

Pelaksanaan FGD dipandu oleh seorang fasilitator yang terlatih dan berpengalaman dalam memfasilitasi jalannya diskusi. Sesuai fungsinya, fasilitator akan memandu lalulintas diskusi dengan mengantarkan beberapa pertanyaan dan pernyataan pemandu (leading question) terkait isu di daerah maupun hasil analisis kuantitatif. Fasilitator bertanggungjawab untuk menghidupkan jalannya diskusi dan menjadikan semua peserta terlibat aktif memberikan pendapat. Diskusi akan dilakukan dengan kombinasi alat bantu metaplan dan penapat spontan yang akan didokumentasikan oleh note taker. Format diskusi bersifat spontan, dan seluruh peserta didorong untuk mendiskusikan

(22)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 15

pendapat dan perasaannya dengan bebas untuk topik-topik yang didiskusikan.

Berdasarkan hasil dari analisis kualitatif ini kemudian diangkat menjadi isu-isu strategis dan permasalahan daerah untuk kebutuhan perencanaan pembangunan ke depan.

2.2.3 Wawancara Mendalam

Wawancara mendalam dilakukan untuk menggaliu informasi lebih rinci dan tidak dapat tergali dari data-data sekunder yang ada. Wawancara mendalam juga dimaksudkan untuk mendapatkan penjelasan lebih lanjut terhadap fenomena yang terdapat dalam data sekunder maupun informasi untuk aspek-aspek kualitatif yang tidak dapat tersajikan secara kuantitatif melalui data. Dalam studi ini, wawancara mendalam akan difokuskan lebih dulu unuk pennggalian aspek-aspek kualitatif tertutama untuk isu-isu sosial, budaya, kemasyarakatan, pemerintahan dan politik lokal.

Wawancara mendalam akan dilakukan terhadap beberapa narasumber informasi yang berasal dari kalangan pemerintah dan non pemerintah. Narasumber dari kalangan pemerintah berasal dari institusi perencanaan daerah dan instansi teknis yang relevan. Sementara narasumber dari luar pemerintah terutama berasal dari pakar yang berasal dari perguruan tinggi, lembaga penelitian maupun lembaga swadaya masyarakat.

Wawancara mendalam akan dilakukan dengan menggunakan bantuan intrumen dalam bentuk panduan pertanyaan mendalam (guideline questionaire) yang akan menjai acuan dalam menggali informasi melalui wawancara. Berbeda dengan instrumen kuesioner yang biasa digunakan dalam survei, guideline questioner hanya memuat beberapa point pertanyaan penting dan arah penggalian informasi yang akan dieksplorasi melalui wawancara. Peneliti yang melakukan wawancara dapat mengembangkan poin pertanyaan tersebut, melakukan pendalaman dan eksplorasi lebih dalam atas informasi yang digali. Oleh karena itu dalam wawancara mendalam sangat disarankan dilakukan langsung oleh peneliti yang melakukan riset (tidak menggunakann

(23)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 16

surveyor/enumerator) sehingga lebih mengetahui informasi yang akan digali disesuaikan dengan tujuan penelitian yang dilakukan.

Berdasarkan hasil dari analisis kualitatif ini kemudian diangkat menjadi isu-isu strategis dan permasalahan daerah untuk kebutuhan perencanaan pembangunan ke depan.

2.2.4 Analisis Spasial

Aspek ini dilandasi oleh kepentingan untuk mengindikasikan ketergantungan suatu daerah terhadap suatu daerah lain, baik yang terletak di dalam wilayah fungsionalnya maupun bukan. Dalam hal ini, lingkup eksplorasi dibatasi pada indikasi ketergantungan suatu daerah terhadap beberapa daerah lain yang merupakan tujuan utama ekspor komoditi dari daerah tersebut. Dengan informasi ini diharapkan proses perencanaan daerah akan memperhitungkan peran penting dari perkembangan daerah-daerah tujuan tersebut.

Untuk melihat aspek ini, ditampilkan daerah-daerah yang menjadi tujuan pergerakan barang keluar terbesar dari suatu daerah. Data ini menunjukkan arah pergerakan barang dominan dari total barang yang mengalir keluar dari daerahnya. Hai ini merupakan gambaran awal potensi keterkaitan yang terjadi antarsuatu daerah dengan daerah lain. Selanjutnya output ini divisualisasikan dalam bentuk peta desire lines (garis kehendak) aliran barang keluar terbesar dari kabupaten/kota. Garis ini mewakili informasi mengenai jumlah pergerakan barang dari suatu kabupaten/kota ke kabupaten/kota yang lain dalam jangka waktu tahun observasi.

Data-data yang digunakan untuk menampilkan informasi aspek ini adalah data Asal dan Tujuan pergerakan barang/penumpang antardaerah serta peta Kabupaten BPS. Peta ini memiliki beberapa versi menurut tahun dasar pembuatan. Karena data yang digunakan adalah data OD hasil survai tahun 1996/1997, maka peta Kabupaten BPS yang digunakan adalah peta dengan tahun dasar 1996.

(24)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 17 2.3 Rencana Kerja

Pelaksanaan kegiatan Tim Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No. 78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 akan dilaksanakan selama 12 (dua belas) bulan yaitu Awal Januari – Akhir Desember 2016.

(25)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 18

Tabel 2.2 Rencana Kerja Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015

NO KEGIATAN

JADWAL PELAKSANAAN KEGIATAN TAHUN 2016 (bulan)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. Penyiapan data dan informasi PPDT

2. Penyusunan kerangka Monev Program-program PPDT

3. Pelaksanaan Rapat Koordinasi, Konsinyering dalam rangka Koordinasi perencanaan & pelaksanaan PPDT

4. Pemantauan dan evaluasi capaian

Pembangunan Daerah Tertinggal di beberapa daerah

6. Koordinasi Perencanaan dan pemantauan PPDT 7. Pengolahan Data informasi serta koordinasi

PPDT

8. Melaksanakan evaluasi kebijakan PPDT

(26)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 19

BAB III

PELAKSANAAN KOORDINASI PERCEPATAN PEMBANGUNAN

DAERAH TERTINGGAL

3.1. Penyusunan RKP Tahun 2017 sebagai upaya Percepatan Pembangunan

Daerah Tertinggal

Sesuai dengan PP No. 78 tahun 2014 bahwa diperlukan suatu upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal agar tidak semakin lebar kesenjangannya dengan daerah non-tertinggal, maka pendekatan pembangunan yang digunakan dalam penyusunan RKP 2017 dalam mengupayakan pemerataan pembangunan mengalami penyempurnaan, untuk mewujudkan kualitas perencanaan yang mampu menjawab tantangan pembangunan antar wilayah, yaitu dengan menerapkan prinsip-prinsip:

1. Holistik-tematik untuk pencapaian prioritas nasional melalui koordinasi berbagai K/L serta pemerintah daerah.

2. Integratif antar berbagai program/kegiatan untuk mencapai prioritas nasional. 3. Pertimbangan spasial agar rencana kegiatan mempertimbangkan lokasi berbagai

kegiatan lain yang saling mendukung untuk mencapai sasaran prioritas nasional.

Gambar 3.1 Alur Perencanaan Pembangunan Nasional

(27)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 20

Sejalan dengan hubungan antar dokumen perencanaan di atas maka keterkaitan antar dokumen perencanaan dalam STRANAS PPDT mengacu pada PP No. 78 Tahun 2014 tentang Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, adalah sebagai berikut:

1) Strategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal, yang selanjutnya disingkat STRANAS PPDT adalah dokumen perencanaan pembangunan daerah tertinggal untuk periode 5 (lima) tahun yang merupakan penjabaran dari RPJMN 2015-2019;

2) STRANAS PPDT akan menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Aksi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAN PPDT);

3) RAN PPDT akan menjadI acuan bagi penyusunan Rencana Kerja

Kementerian/Lembaga yang berkaitan dengan pembangunan daerah tertinggal; 4) STRANAS PPDT akan menjadi acuan bagi Penyusunan Strategi Daerah PPDT

(STRADA PPDT) Daerah pada tingkat provnsi dan kabupaten;

5) STRADA PPDT akan menjadi acuan bagi penyusunan Rencana Aksi Daerah Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal (RAD PPDT) pada tingkat Provinsi dan Kabupaten

Prinsip-prinsip tersebut diwujudkan dalam rangkaian Penyusunan RKP 2017 melalui berbagai tahapan penting yang telah dilakukan oleh Pemerintah Pusat dan daerah, antara lain: Multilateral Meeting (MM); Bilateral Meeting (BM) antara K/L dan Bappenas; Rakorbangpus dan Musrenbangnas.

Adapun tahapan penting dalam pembahasan Prioritas Nasional Pembangunan Kawasan Perbatasan yaitu:

1) Multilateral Meeting I, dilaksanakan dengan Melibatkan multistakeholder K/L, BUMN, dan Pemda dalam merumuskan rencana pembangunan tahun 2017, yang bertujuan untuk Mengintegrasikan berbagai upaya K/L ke dalam satu tujuan (goal) yang jelas dan terukur; Menginformasikan mengenai Prioritas Nasional

(28)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 21

Tahun 2017 serta hasil Identifikasi awal Sasaran Prioritas Nasional, Arah Kebijakan Prioritas Nasional, Program Prioritas dan Kegiatan Prioritas Tahun 2017 kepada K/L terkait; Menginformasikan mengenai Kerangka Regulasi dalam pelaksanaan program dan kegiatan prioritas; dan Memperoleh masukan dari K/L terkait sasaran prioritas, program prioritas dan kegiatan prioritas.

2) Bilateral Meeting I, dilaksanakan dengan melibatkan K/L, BUMN, dan Pemda dalam merumuskan rencana pembangunan tahun 2017 bidang pembangunan Daerah Tertinggal. Tujuan utama kegiatan ini yaitu untuk Pengintegrasian berbagai upaya K/L ke dalam satu tujuan (goal) yang jelas dan terukur (dinyatakan dalam Prioritas Nasional, Program Prioritas dan Kegiatan Prioritas). Hasil yang diharapkan yaitu Pencapaian kesepakatan antar stakeholders terhadap sasaran prioritas, program K/L, kegiatan K/L, indikator sasaran (Form B), kerangka pendanaan (Form C), kerangka regulasi (Form D), kerangka kelembagaan (Form D), lokasi (Form E).

3) Multilateral Meeting II, dengan agenda penyepakatan rencana kegiatan dan anggaran yang mendukung Pembangunan Kawasan Perbatasan, finalisasi program/kegiatan prioritas serta dukungan program/kegiatan K/L dalam Rancangan Akhir RKP 2017, konfirmasi dan verifikasi usulan Pemerintah Daerah oleh Koordinator PN terkait pembangunan Daerah Tertinggal.

4) Bilateral Meeting II, dengan agenda integrasi hasil MM II ke dalam SIMU Form A-E dengan mempertimbangkan pagu indikatif. Penelaahan pagu anggaran untuk yang mendukung pembangunan Daerah Tertinggal dalam Rancangan Akhir RKP 2017; Konfirmasi dan verifikasi usulan Pemerintah Daerah oleh Bappenas – K/L mitra.

5) Musrenbangnas, dengan agenda Penyepakatan program, kegiatan, lokasi, target dan anggaran untuk mencapai sasaran PN terkait Pembangunan Daerah Tertinggal, Kawasan Perbatasan, KSN, dan Kawasan Rawan Bencana antara

(29)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 22

Kementerian PPN/Bappenas, K/L dan Pemprov dalam bentuk Multilateral dan disepakati dalam bentuk berita acara.

6) Trilateral Meeting, dengan agenda penyusunan Renja K/L dan RKA K/L mitra berdasarkan RKP Tahun 2017.

Dalam pelaksanaan Kegiatan Koordinasi Strategis Percepatan Palaksanaan Program Pembangunan daerah tertinggal prinsip-prinsip tersebut terutama digunakan dalam pengidentifikasian isu/permasalahan, penentuan target dan sasaran, serta program/kegiatan yang dibutuhkan. Dengan demikian, baik RKP, Renja K/L, dan RKA K/L tahun 2017 diharapkan dapat memberikan kontribusi program/kegiatan yang mampu menjawab tantangan, kebutuhan, dan upaya percepatan pembangunan di daerah tertinggal sesuai dengan Stategi Nasional Percepatan Pembangunan Daerah Tertinggal Tahun 2015-2019.

3.2. Pendalaman Materi di Daerah Tertinggal

3.2.1 Monitoring di Provinsi Jawa Timur

Provinsi Jawa Timur memiliki 4 (empat) kabupaten yang tergolong kedalam daerah tertinggal yaitu Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, Kabupaten Bangkalan, dan Kabupaten Sampang. Persentase daerah tertinggal di Provinsi Jawa Timur sebesar 10,53%.

Berdasarkan 6 Kriteria Ketertinggalan, yang paling dominan menjadi penyebab ketertinggalan di Provinsi Jawa Timur adalah :

1. Sumber Daya Manusia, seluruh kabupaten

2. Karakteristik Daerah, yaitu Kabupaten Bondowoso, Kabupaten Situbondo, dan Kabupaten Sampang kecuali Kabupaten Bangkalan

(30)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 23 Gambar 3.2

Kriteria Ketertinggalan Provinsi Jawa Timur

Sumber: Hasil Olahan KDPDTT, Tahun 2015

Kunjungan di lakukan di Kabupaten Sampang, dimana yang menjadi focus informasi yang didalami adalah terkait dengan sector unggulan kabupaten dan SDM di Kabupaten Sampang yang menjadi indikator ketertinggalan utama daerah.

Tabel 3.1

Ketersediaan Sarana Pelayanan Dasar di daerah Tertinggal Jawa Timur

Kabupaten Jumlah desa

SEKOLAH DASAR/SEDERAJAT PERTAMA/ SEDERAJAT SEKOLAH LANJUTAN FASILITAS KESEHATAN Desa tdk ada

SD/MI Jarak SD lebih 3 Km (Unit) Desa tdk ada SLP/MTs 6 Km (Unit) Jarak lebih ada FasKes Desa tdk

Vol (unit) jarak lebih 5 Km Bondowoso 219 2 0 89 10 120 5 Situbondo 136 0 0 43 9 50 8 Bangkalan 281 6 0 134 20 180 23 -0.06099 -0.12219 -0.00238 0.04785 0.25956 0.25615 0.25792 0.34892 0.02448 0.01797 -0.00158 0.00737 -0.03024 0.02810 -0.02105 -0.02118 -0.11149 -0.09235 -0.09111 -0.10236 -0.02817 0.00765 -0.07267 -0.03918 -0.20000 -0.10000 0.00000 0.10000 0.20000 0.30000 0.40000

Bondowoso Situbondo Bangkalan Sampang

PROVINSI JAWA TIMUR

(31)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 24

Kabupaten Jumlah desa

SEKOLAH DASAR/SEDERAJAT PERTAMA/ SEDERAJAT SEKOLAH LANJUTAN FASILITAS KESEHATAN Desa tdk ada

SD/MI Jarak SD lebih 3 Km (Unit) Desa tdk ada SLP/MTs 6 Km (Unit) Jarak lebih ada FasKes Desa tdk

Vol (unit) jarak lebih 5

Km

Sampang 186 0 0 33 1 100 15

Sumber : Podes, 2014

Dari Tabel diatas terlihat bahwa ketersediaan sarana dan prasarana pendidikan dan kesehatan untuk menunjang tingkat SDM di Kabupaten tertinggal di Jawa Timur sudah relative baik, padahal menurut data dari Kemendesa, PDT dan Transmigrasi bahwa daerah tertinggal di Pulau Jawa khususnya Provinsi Jawa Timur adalah karena indikator SDM.

Gambar 3.3

(32)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 25

Dari grafik diatas terlihat bahwa kabupaten – kabupaten tertinggal di Jawa Timur memiliki rata-rata lama sekolah yang rendah, khususnya di Kabupaten Sampang yang hanya 4,62 tahun. Hal ini dipengaruhi karena kultur di kabupaten – kabupaten tersebut yang lebih memilih jalur pendidikan informal, seperti masuk pesantren atau sejenisnya.

Gambar 3.4

Angka Buta Huruf di Jawa Timur

Dari sisi angka buta huruf terlihat bahwa kabupaten – kabupaten tertinggal di Jawa Timur memiliki persentase angka buta huruf yang tinggi. Jika dilihat dari sisi ketersediaan dan akses untuk menjangkau sarana dan prasarana pendidikan, daerah tertinggal di Pulau Jawa relatif lebih mudah, namun dari angka-angka statistik ada keanehan yaitu tingginya angka buta huruf/rendahnya angka melek huruf dan rendahnya

(33)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 26

angka rata-rata lama sekolah.

Setelah ditelusuri bahwa rendahnya angka melek huruf dikarenakan bahwan masyarakat diatas 10 tahun tidak mengikuti pendidikan informal dan kultur didaerah tersebut yang penting bisa baca tulisan Arab.

Gambar 3.5

Angka Buta Huruf daerah tertinggal di Jawa Timur Menurut Jenis Kelamin dan usia

Dari gambar diatas dapat dilihat bahwa tingginya angka buta huruf ada pada golongan usia diatas 45 tahun dan didominasi oleh kamu perempuan. Hal ini dipengaruhi pada kultur zaman dulu bahwa yang terpenting bisa baca tulisan arab dan perempuan sebaiknya mengurusi rumah tangga di rumah.

Namun demikian karena perkembangan zaman dan komunikasi yang baik dengan perkembangan budaya, sehingga pada usia sekolah saat ini sudah baik dan target wajib belajar 9 tahun bisa tercapai, walaupun anomali statistik dimana data dari setiap responden dianggap sama sehingga rata-rata lama sekolah dan angka melek huruf tetap rendah.

(34)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 27 Gambar 3.6

Persentase Kemiskinan di Jawa Timur

Tingkat kemikinan di Kabupaten Sampang dan daerah tertinggal yang berada di provinsi Jawa Timur relatif masih tinggi, untuk itu dalam rangka mendukung percepatan pembangunan daerah tertinggal yang ada di Provinsi Jawa Timur diperlukan kegiatan – kegiatan dalam rangka penurunan tingkat kemiskinan dan harus secara holistik diterapkan tidak secara parsial karena akan mengurangi manfaat dalam menyentuh akar masalah kemiskinan di daerah.

Untuk mendorong penurunan tingkat kemiskinan di daerah diperlukan kegiatan yang mendorong masyarakat untuk lebih produktif, tidak lagi dengan cara konsumtif (seperti bantuan langsung tunai). Kegiatan produktif tersebut seperti dengan melakukan

(35)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 28

pengembangan ekonomi lokal yang merupakan sector unggulan masing – masing daerah yang memiliki daya ungkit dalam penurunan kemiskinan.

Tabel 3.2

Sektor unggulan daerah tertinggal di Jawa Timur

Provinsi/ Kabupaten Se kt or Pe rt an ia n Se kt or Per tam ba nga n & Pen gga lian Se kt or In du st ri Pen go lah an Se kt or L ist rik , G as & A ir B ersi h Se kt or B an gu nan Se kt or Per da ga nga n, Ho te l & R est ora n Se kt or Pen ga ngk ut an & Ko m un ik asi Se kt or K eu an ga n, Per sewaan , & Ja sa Per usah aa n Se kt or Ja sa -jasa PD R B ( R p. M ily ar ) Jawa Timur 163.293 29.548 279.423 16.542 40.629 368.333 67.822 53.039 92.575 1.094.377 Bondowoso 2,816 0,260 0,635 0,352 0,409 0,817 0,236 0,506 0,899 9.991 Situbondo 1,972 0,751 0,367 0,522 1,009 1,108 0,933 0,641 1,002 11.749 Bangkalan 1,890 0,561 0,161 0,757 2,656 0,837 1,147 0,893 1,886 10.664 Sampang 2,705 3,356 0,039 0,266 0,745 0,835 0,429 0,757 1,419 8.038

Sumber : Bappeda Jawa Timur, 2016

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa sektor pertanian menjadi tulang punggung utama penggerak perekonomian dari kabupaten – kabupaten tertinggal di Jawa timur. Produk unggulan dari Kabupaten Sampang sendiri adalah garam dan jagung.

Untuk menunjang pengembangan sektor unggulan di atas, diperlukan pengembangan ekonomi wilayah secara terintegrasi dari aspek hulu dan hilir (keterkaitan sektor) dengan meningkatkan konektivitas antara daerah pinggiran, seperti daerah tertinggal ke pusat pertumbuhan/kawasan strategis.

3.2.2 Monitoring di Provinsi Papua

Provinsi Papua terdiri dari 29 (dua puluh sembilan) kabupaten/kota yang terbagi kedalam 214 kecamatan. Provinsi Papua memiliki 26 (dua puluh enam) kabupaten yang tergolong kedalam daerah tertinggal yaitu Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Nabire, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten

(36)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 29

Paniai, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Waropen, Kabupaten Supiori, Kabupaten Mambramo Raya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Membramo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Puncak, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Deiyai. Persentase daerah tertinggal di Provinsi Papua sebesar 89,66%.

Berdasarkan 6 (enam) Kriteria Ketertinggalan, yang paling dominan menjadi penyebab ketertinggalan di Provinsi Papua adalah :

1. 1. Ekonomi yaitu seluruh kabupaten, kecuali Kabupaten Sarmi

2. 2. Sumber Daya Manusia yaitu seluruh kabupaten, kecuali 4 kabupaten, yaitu Kabupaten 3. Kepulauan Yapen, Biak Numfor, Keerom, dan Supiori)

4. 3. Sarana dan Prasarana yaitu ada 17 kabupaten, yaitu Kabupaten Merauke, Jayawijaya, 5. Paniai, Puncak Jaya, Boven Digul, Mappi, Asmat, Yahukimo, Pegunungan Bintang, 6. Tolikara, Nduga, Lanny Jaya, Memberamo Tengah, Yalimo, Puncak, Dogiyai, Intan 7. Jaya, dan Deyiai)

8. 4. Aksesibilitas yaitu seluruh kabupaten, kecuali kabupaten Kepulauan Yapen, Yalimo, 9. dan Deiyai)

Di Provinsi Papua, Tim Teknis melakukan monitoring di Kabupaten Sarmi. Kabupaten Sarmi dipilih sebagai daerah yang dilakukan monitoring dengan mempertimbangkan bahwa Kabupaten Sarmi adalah sebagai evaluasi terhadap program PcDP yang tahun sebelumnya telah dilaksanakan di daerah tersebut, dan sebagai upaya keberlanjutan dari program tersebut dirasa perlu digali potensi dan kendala dari keberlanjutan program yang sebelumnya telah dilakukan.

Sarmi merupakan singkatan dari nama suku-suku besar, yakni Sobey, Armati, Rumbuai, Manirem, dan Isirawa. Keberadaan mereka telah lama menjadi perhatian antropolog Belanda, Van Kouhen Houven, yang kemudian memberikan nama Sarmi. Singkatan Sarmi

(37)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 30

sebenarnya belum mencerminkan suku-suku di sana mengingat di wilayah ini terdapat 87 bahasa yang dipergunakan. Dari bahasa yang ada, paling tidak bisa disimpulkan terdapat 87 suku, dan setiap suku mempunyai bahasa sendiri-sendiri. Sebelumnya, Sarmi lebih dikenal sebagai nama sebuah distrik, setingkat kecamatan, di Kabupaten Jayapura. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2002 yang dikeluarkan pada tanggal, 11 Desember 2002 memekarkan Kabupaten Jayapura menjadi tiga kabupaten, yaitu Jayapura, Keerom, dan Sarmi. Kabupaten Sarmi memiliki luas wilayah 35.587 km2.

Sektor di Kabupaten Sarmi yang potensial untuk dikembangkan yaitu Kelapa Dalam, Kakao, dan hasil kelautan. Namun, walaupun Kabupaten Sarmi dialiri oleh beberapa aliran sungai, ketersediaan air bersih menjadi permasalahan yang belum terselesaikan. Di samping itu, kondisi konektivitas transportasi, ketersediaan listrik dan jaringan komunikasi masih sangat terbatas dan perlu menjadi program prioritas untuk mendukung pemenuhan pelayanan di bidang kesehatan dan pendidikan, serta pengembangan ekonomi lokal. Berikut penjelasan dari masing-masing bidang sebagai hasil diskusi dengan SKPD dan kunjungan lapangan.

Pengembangan Ekonomi Lokal

1. Komoditi unggulan yang ada di Sarmi dari bidang perkebunan yaitu Kelapa Dalam dan Kakao. Hingga saat ini sudah sampai pada tahap pemasaran. Persoalan di bidang hulu peningkatan produktivitas dan ketersediaan bahan baku. Sedangkan di hilir yaitu tingginya biaya operasional (semua mesin dan sarana produksi didatangkan dari Jawa) dan biaya pemasaran.

2. Pengembangan pertanian terhambat oleh tingginya biaya penyuluh pertanian yang merupakan tenaga honorer yang dikontrak per tahun. Harapannya, 1 penyuluh satu kampung, namun saat ini ada beberapa tambahan kampung (pemekaran). Ada 118 kampung, sementara penyuluh pertanian ada 53 orang. 3. Kelapa yang ada di Sarmi mayoritas berusia di atas 50 thn, dengan produktivitas

(38)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 31

Peremajaan dilakukan dengan penanaman di sela-sela pohon kelapa, tidak dilakukan menggunakan penebangan. Peremajaan ini sudah dilakukan sejak tahun 2013.

4. Kendala: (a) Kelapa yang ada di Sarmi bukan milik pribadi, tapi milik kelompok suku. Suku tersebut akan melakukan complain/tuntut ganti rugi apabila dilakukan penebangan dengan tujuan peremajaan, peremajaan menyebabkan abrasi pantai, jika dilakukan dengan metode penebangan; (b) keterbatasan infrastruktur dasar (listrik, jaringan telekomunikasi, air bersih, transportasi); (c) perubahan pola pikir masyarakat.

5. Rekomendasi: (a) standar biaya khusus perlu dirumuskan kembali sesuai dengan tingkat kemahalan di Papua; (b) peningkatan produktivitas kelapa melalui peremajaan; (c) penyediaan infrastruktur dasar; dan (d) pendampingan intensif serta kaderisasi tenaga pendamping. Dalam jangka panjang, perlu diinisiasi mini pabrik untuk mendukung penyediaan sarana produksi, sehingga tidak mendatangkan dari Wilayah Jawa yang berdampak pada mahalnya biaya produksi.

Pengembangan Mini Pabrik Pengolahan Kelapa

1. Keunggulan minyak PICO yaitu: rendah lemak, kolesterol rendah, bisa untuk 8 kali penggorengan.

2. Untuk menjamin keberlanjutan telah terbentuk kelembagaan/LPEL (Lembaga Pengembangan Ekonomi Lokal) yang ditangani secara lintas SKPD yaitu BPMK, Dinas Perkebunan, Dinas Perindagkop, Bappeda, dan akan menambah Badan Penyuluh Pertanian.

(39)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 32 Gambar 3.7 Pembahasan SKPD terkait Keberlanjutan Program

Sumber : Dok. BPMK Papua

3. Perlu dilakukan maintain Tenaga profesional, manajemen kantor, dan set up bisnis center. Selanjutnya akan menambah produksi, dan pemasarah yang stabil dan luas 4. Mencari format pengembangan ekonomi di masyarakat dan sisi profit, agar terjadi

refolving fund

5. Produksi minyak mentah sudah menurun karena disinyalir ada distributor dari Sentani yang membeli minyak CCO dari mama-mama seharga Rp 20.000, sehingga mama-mama lebih tertarik menjual ke pihak tersebut.

Gambar 3.8 Proses Packaging Minyak VCO di Sarmi

Sumber : Dok. DTTP, Bappenas

6. Produksi CCO di Kube-Kube (mama-mama), sedang diupayakan solusi ketika sudah menurun; sementara memutus beberapa tenaga teknis untuk mengurangi

(40)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 33

cost. Sebenarnya mama-mama masih semangat, namun perlu pendampingan teknis, yang sampai saat ini penganggaran belum jelas.

Gambar 3.9

Proses Packaging Minyak Goreng di Sarmi

Sumber : Dok. DTTP, Bappenas

7. Program livelihood tidak mungkin dilakukan dalam kurun waktu kurang dari 3 tahun, sehingga pendampingan perlu dilakukan terus.

8. Beban operasional cost cukup tinggi, bahan-bahan dari Jawa (NaOH, parfum, kemasan) sehingga biaya menjadi tinggi. Di samping itu, belum tersedia listrik, sehingga harus menggunakan genset.

9. Akan promosi di media lokal, spanduk dan banner. Misi sosial akan dituliskan dalam label produk. Edaran Bupati agar PNS gunakan minyak PICO. Agar diinfokan jika ada bazar nasional.

10.Uji lab sudah dilakukan terkait rendah kolesterol dan lemak, sertifikasi PIRT sudah didapatkan melalui kerjasama dengan dinas kesehatan

11.Bupati akan membuat regulasi untuk membatasi produk minyak goreng dari luar, sehingga bisa meningkatkan permintaan minyak goreng produksi lokal.

(41)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 34 Penyediaan Layanan Pendidikan

1. Program Guru Kontrak kurang berjalan optimal, seringkali guru tidak berada di tempat. Perlu insentif yang lebih besar, supaya guru lebih betah di tempat tugas. 2. Ruang kelas PAUD sangat kekurangan, masih banyak yang numpang di Gereja

atau di rumah masyarakat. Butuh bantuan RKB PAUD, dimana biaya operasional pemeliharaan PAUD dapat discover melalui APBD. PAUD sebaiknya ada di setiap kampung, jika populasi di kampung itu cukup banyak. Dalam hal ini, PAUD memiliki arti penting untuk membangun Generasi Emas di Papua.

3. Dalam pembangunan infrastruktur pendidikan, perlu ditambahkan inflasi antara 15-20% untuk mengakomodir tingkat kemahalan. Sehingga bangunan benar-benar diselesaikan, tidak mangkrak. Bantuan ada, tapi seringkali bermasalah karena juknis tidak bisa diikuti.

4. Kekurangan Laboratorium MIPA, mengingat anak-anak juga memiliki potensi. Perpustakaan perlu disiapkan di setiap sekolah, mulai dari PAUD, SD, dan seterusnya.

5. Sekolah kampung/alam yang bertujuan untuk menyiapkan anak-anak Papua sebelum memasuki jenjang sekolah dasar (formal) bisa dikatakan berhasil, tapi belum bisa direplikasi di daerah lain. Sekolah kampung ini, dilakukan dengan mengkolaborasikan nilai-nilai kearifan lokal yang ada, juga menggunakan Bahasa suku. Sehingga anak-anak dapat memahami pengetahuan umum tanpa meninggalkan kekayaan budayanya.

6. Penerapan pola SD Kecil-SD Besar sudah tepat, tapi perlu peningkatan kualitas dan kuantitas Guru.

7. Masalah penumpukan Guru terjadi, yaitu ada Ibu Guru yang tidak mau berpisah dengan suaminya. Belum disiapkan anak-anak lokal di FKIP untuk menjadi tenaga guru di Sarmi.

(42)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 35 Penyediaan Layanan Kesehatan

1. Ketersediaan tenaga kesehatan masih sangat rendah, dari 9 dokter umum dan 4 dokter gigi yang diajukan hanya 1 yang dipenuhi.

2. Jadwal kerja dokter hanya 3 kali dalam satu minggu, karena harus bergiliran ke lokasi yang lain.

3. Minimnya ketersediaan sarana dan prasarana puskesmas.

4. Insentif untuk dokter yang bertugas di daerah terpencil perlu dipertimbangkan, karena insentif yang diberikan tidak selalu membuat dokter betah. Di samping itu, penting untuk menyediakan fasilitas tempat tinggal.

5. Dana DAK Kesehatan di sarmi cukup besar, namun permasalahannya tidak dapat merencanakan sesuai dengan kondisi sarmi; dalam Juklahk ada daftar 18 kegiatan dan dibatasi hanya memilih 5 kegiatan; menu tiap tahun berubah; yang dibutuhkan tidak ada dalam daftar 18 misal rehab pustu dan rumah petugas kesehatan

6. Dokter PTT masih kurang dari 7 PTT hanya diberi jatah 1 PTT namun gagal, dokter gigi.

7. Bidan dan perawat mencukupi, 1 bidan cukup utk dua kampung. 8. Tenaga gizi kurang; butuh lab, alat poned.

9. Mulai 2015 diabngun RSU Daerah (RS tipe C) dengan biaya Pemda, sementara sudah dibangun RS Pratama (RS brgerak) sudah permanen namun belum ada rumah dinas tenaga medis, apakah bisa satu manajemen atau harus sendiri2.

3.2.3 Monitoring di Provinsi NTB

Jumlah Provinsi Nusa Tenggara Barat adalah 4.496.855 orang, yang terdiri atas 2.180.168 laki-laki dan 2.316.687 perempuan dengan tingkat kepadatan 223 jiwa per

(43)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 36

km². Penyebaran penduduk di Provinsi Nusa Tenggara Barat hasil SP2010, angka sementara tersebut masih tampak bahwa penyebaran penduduk Nusa Tenggara Barat masih bertumpu di Pulau Lombok yakni sebesar 70,42 persen, sedangkan selebihnya sebanyak 29,58 persen berada di Pulau Sumbawa. Kabupaten Lombok Timur merupakan kabupaten dengan jumlah penduduk yang paling banyak dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya di Nusa Tenggara Barat, yakni sebanyak 1105 671 orang, kemudian diikuti oleh Kabupaten Lombok Tengah dan Kabupaten Lombok Barat dengan penduduk masing-masing berjumlah 859.309 orang dan 599.609 orang. Sedangkan Kabupaten/Kota yang memiliki jumlah penduduk paling sedikit adalah Kabupaten Sumbawa Barat yakni sejumlah 114.754 orang. Khusus untuk Kabupaten/Kota di Pulau Sumbawa, kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Bima yakni sejumlah 438.522 orang diikuti Kabupaten Sumbawa yakni sejumlah 415.363 orang. Sementara dari sisi kepadatan penduduk Kabupaten/Kota yang paling tinggi tingkat kepadatan penduduknya adalah Kota Mataram yakni sebanyak 6.563 orang per kilo meter persegi, sedangkan yang paling rendah adalah Kabupaten Sumbawa Barat yakni sebanyak 62 orang per kilo meter persegi.

Dari sisi pertumbuhan, Laju pertumbuhan penduduk Provinsi Nusa tenggara Barat per tahun selama sepuluh tahun terakhir yakni dari tahun 2000-2014 sebesar 1,17 persen. Laju pertumbuhan penduduk yang tertinggi terjadi Kabupaten Sumbawa Barat yakni sebesar 2,71 persen disusul oleh Kota Bima sebesar 2,02 persen, sedangkan yang terendah adalah di Kabupaten Lombok Timur yakni sebesar 0,78 persen, dimana Kabupaten Lombok Timur juga merupakan kabupaten yang memiliki jumlah penduduk terbesar di Nusa Tenggara Barat. Apabila dibandingkan laju pertumbuhan penduduk antara penduduk di Pulau Lombok dengan penduduk di Pulau Sumbawa, maka dapat kita lihat bahwa laju pertumbuhan penduduk Pulau Sumbawa lebih besar dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk di Pulalu Lombok yakni 1,29 persen untuk penduduk

(44)

Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No. 131 Tahun 2015 37

Pulau Sumbawa dan 1,10 persen untuk penduduk pulau Lombok.

Tabel 3.3.

Jumlah Penduduk dan Sex Rasio di Nusa Tenggara Barat Tahun 2010

Kabupaten/Kota Laki-laki Perempuan Total Sex Rasio

Lombok Barat 293,123 306,486 599,609 96 Lombok Tengah 406,783 452,526 859,309 90 Lombok Timur 514,327 591,344 1,105,671 87 Sumbawa 211,451 203,912 415,363 104 Dompu 110,706 108,280 218,986 102 Bima 218,280 220,242 438,522 99 Sumbawa Barat 58,170 56,584 114,754 103 Lombok Utara 98,623 101,281 199,904 97 Mataram 198,866 203,430 402,296 98 Kota Bima 69,841 72,602 142,443 96

Nusa Tenggara Barat 2,180,170 2,316,687 4,496,857 94 Wilayah Nusa Tenggara 4,503,704 4,672,469 9,176,173 96

Sumber: BPS Sensus Penduduk 2010

Ketenagakerjaan

Penduduk usia kerja pada tahun 2013 di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak 3,38 juta jiwa. Sementara Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebesar 66,63 persen. TPAK antar kabupaten/kota di Provinsi Nusa Tenggara Barat TPAK paling besar terdapat di Kabupaten Bima dan terendah di Kabupaten Lombok Barat.

Jumlah angkatan kerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak 2,25 juta jiwa. Sementara untuk jumlah penduduk yang bekerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat sebanyak 2,13 juta jiwa. Penyebaran penduduk yang bekerja di Provinsi Nusa Tenggara Barat jumlah terbesar penduduk yang bekerja terdapat di Kabupaten Lombok Timur sebanyak 524,092 jiwa, Kabupaten Lombok Tengah sebanyak 421.981 jiwa, dan terendah di Kota Bima sebanyak 68.720.

Gambar

Gambar 1.1 Peta Sebaran Daerah Tertinggal 2015-2019
Tabel 2.1. List Kebutuhan Jenis Data Beserta Sumbernya
Tabel 2.2 Rencana Kerja Koordinasi Strategis Percepatan Pelaksanaan Program Pembangunan Daerah Tertinggal  untuk Mendukung PP No.78 Tahun 2014 dan Perpres No
Gambar 3.1 Alur Perencanaan Pembangunan Nasional
+3

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menggunakan faktor-faktor yang akan diamati dan sebelumnya telah dijelaskan hipotesis dari faktor-faktor tersebut, antara lain keputusan migrasi sirkuler

Dan dari penelitian yang telah dilakukan hasil yang diperoleh adalah bahwa kualitas pelayanan dan bagi hasil yang diberikan oleh pihak Bank Syariah Mandiri di Kota Medan memiliki

Proses Sampling & Pemilihan Responden 5 6 Seleksi Responden System akan memilih target responden secara random per Region Perolehan Akhir Melakukan penyesuaian

• Mengidentifikasi inisiatif strategi (Strategic Initiatives) dan sumberdaya sponsor untuk inisiatif, yang merupakan program yang sedang berlangsung atau proyek pembangunan

Bagaimana perusahaan akan terus bergerak dari arsitektur saat ini untuk arsitektur masa depan adalah sebuah perencanaan yang signifikan dan tantangan manajemen,

Pemasok mampu melakukan integrasi ke depan dan mengolah produk yang dihasilkan menjadi produk yang sama dengan yang dihasilkan perusahaan.. PEST digunakan untuk menilai

Media massa memberikan pengaruh atau efek berupa efek Kognitif yang berkaitan dengan pembentukan dan perubahan citra, agenda setting, dan efek prososial

Sistem peradilan yang merdeka dan mandiri untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hokum dan Sistem peradilan yang merdeka dan mandiri untuk menyelenggarakan peradilan