• Tidak ada hasil yang ditemukan

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus PADA PADAT TEBAR BERBEDA DALAM PENDEDERAN SISTEM RESIRKULASI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN KERAPU MACAN Epinephelus fuscoguttatus PADA PADAT TEBAR BERBEDA DALAM PENDEDERAN SISTEM RESIRKULASI"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH

IKAN KERAPU MACAN

Epinephelus fuscoguttatus

PADA

PADAT TEBAR BERBEDA DALAM PENDEDERAN

SISTEM RESIRKULASI

ERNITHA MERLIANA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH

IKAN KERAPU MACAN

Epinephelus fuscoguttatus

PADA

PADAT TEBAR BERBEDA DALAM PENDEDERAN

SISTEM RESIRKULASI

ERNITHA MERLIANA

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Progam Studi Teknologi & Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(3)

PERNYATAN MENGENAI SKRIPSI

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:

KELANGSUNGAN HIDUP DAN PERTUMBUHAN BENIH

IKAN KERAPU MACAN

Epinephelus fuscoguttatus

PADA

PADAT TEBAR BERBEDA DALAM PENDEDERAN SISTEM

RESIRKULASI

adalah benar merupakan hasil karya yang belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka dibagian akhir Skripsi ini.

Bogor, Oktober 2012

Ernitha Merliana C14080029

(4)

Judul Skripsi : Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus pada Padat Tebar Berbeda dalam Pendederan Sistem Resirkulasi

Nama Mahasiswa : Ernitha Merliana Nomor Pokok : C14080029

Disetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Irzal Effendi M.Si. Dr. Kukuh Nirmala M.Sc. NIP. 19640330 198903 1 003 NIP. 19610625 198703 1 001

Diketahui

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Sukenda M.Sc. NIP 19671013 199302 1 001

(5)

ABSTRAK

ERNITHA MERLIANA. Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus pada Padat Tebar Berbeda dalam Pendederan Sistem Resirkulasi. Dibimbing oleh Irzal Effendi dan Kukuh Nirmala.

Ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus merupakan salah satu komoditas ekspor yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Upaya memenuhi kebutuhan pasar yang tinggi diperlukan peningkatan ketersediaan benih secara memadai, melalui peningkatan produksi pendederan dengan meningkatkan padat tebar dan penggunaan sistem resirkulasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui padat tebar optimal diantara 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 yang memberikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan terbaik ikan kerapu macan E. fuscoguttatus dalam sistem resirkulasi. Benih ikan kerapu macan (panjang 5,67 ± 0,40 cm dan bobot 3,75 ± 0,65 gram) dipelihara dalam akuarium ukuran 60 x 30 x 28 cm yang berisi air sebanyak 36 L dengan kepadatan 5, 7, 9 dan 11 ekor/akuarium pada masing-masing perlakuan. Parameter yang diamati adalah tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, efisiensi pakan dan tingkat konsumsi oksigen. Hasil penelitian menunjukan tidak ada perbedaan yang nyata antara perlakuan terhadap tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan (P>0,05). Tingkat kelangsungan hidup (SR) berkisar 85,71–100,00%, laju pertumbuhan harian (LPH) berkisar 1,78–3,57%, pertumbuhan panjang mutlak (PM) berkisar 1,06–1,69 cm, koefisien keragaman panjang (KK) berkisar 8,76-13,54%, efisiensi pakan (EP) berkisar 40,22-95,45% dan tingkat konsumsi oksigen berkisar 0,47 to 0.89 mg/g/jam. Pendederan ikan kerapu macan sebaiknya menggunakan padat tebar 250 ekor/m3.

Kata kunci : Ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus, Padat Tebar, Sistem Resirkulasi, Kelangsungan Hidup, Pertumbuhan.

(6)

ABSTRACT

ERNITHA MERLIANA. Survival Rate and Growth of Tiger Grouper

Epinephelus fuscoguttatus on Different Stocking Density in Recirculation System. Supervised by Irzal Effendi and Kukuh Nirmala.

Tiger grouper Epinephelus fuscoguttatus is one of coral reef fish exported commodities that have high value. To filled high market demand need increase of production through increasing of density and using recirculation system in rearing. This research aims to evaluate optimal density that support growth and survival rate better in recirculation system, through four treatment they are 150, 200, 250 and 300 individu/m3. Using fish has length 5,67 ± 3,75 cm and weight 0,4001 ± 0,6489 g that reared in aquarium 60 x 30 x 28 cm is fiiled 36 L of water and got 5, 7, 9 and 11 individu/aquarium for each treatment. Survival rate, growth, feeding efficiency and oxygen comsumption rate were measured in this research. They are no significant different effect of density on survival rate and growth (P.0,05). Survival rate (SR) are 85,71 to 100,00%, specific growth rate (LPH) are 1,78 to 3,57%, absolute length (PM) are 1,06 to 1,69 cm, diversity coefficient of length (KK) are 8,76 to 13,54%, feeding efficiency (EP) are 40,22-95,45 % and oxygen consumption rate are 0,47 to 0.89 mg/g/hr. The recommended density for rearing of tiger grouper is 250 fish/m3 in recirculation system.

Keyword: Tiger Grouper Epinephelus fuscoguttatus, Stocking Density, Recirculation System, Survival Rate, Growth.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema dari penelitian yang dilaksanakan dari Mei hingga Juni 2012 di Laboratorium Teknik Produksi dan Manajemen Akuakultur, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor ini adalah stocking density

dengan judul penelitian “Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus pada Padat Tebar Berbeda dalam Pendederan Sistem Resirkulasi”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Irzal Effendi M.Si. dan Dr. Kukuh Nirmala M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan arahan, bimbingan serta motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi. Dr. Mia Setiawati M.Si. selaku Dosen Penguji Tamu. Disamping itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Ayahanda Badri, Ibunda Rusmini, Kakanda Nurfalah Yusrika dan Adinda Rifqi Afzalurrahman yang selalu memberikan doa dan motivasi yang besar. Randi, Kurnia, Wildan, Ardina, dan Wahyu yang telah membantu dalam mendistribusikan air laut; Ojan dan Bayu yang telah membantu dalam membuat konstruksi sistem resirkulasi; Mas Dama yang telah membantu dalam penelitian seperti dalam stabilisasi sistem aerasi dan resirkulasi, mengobati ikan, serta sampling pertumbuhan; Kang Abe yang sudah membantu dalam mengukur kualitas air; Kang Dedi, Anis dan Nuni atas keceriannya; Fatima, Nidya, Lita, dan Deasy yang telah menemani selama penelitian serta BDP 45 atas kekeluargaan dan keceriannya selama perkuliahan yang selalu menjadi motivasi.

Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Selain itu, skripsi ini dapat dijadikan bahan pustaka bagi pembaca untuk penelitian selanjutnya.

Bogor, Oktober 2012

Ernitha Merliana

(8)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 5 Februari 1990. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara, dengan Ayah bernama Badri dan Ibu bernama Rusmini. Pendidikan formal yang dilalui penulis adalah TK Islam Al-Fajar (1996), SD Negeri 1 Kampung Bulak (2002), SMP Negeri 3 Ciputat (2005), dan SMA Negeri 74 Jakarta (2008). Pada tahun yang sama penulis lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya, Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah mengikuti magang di Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut (BBPBL) Lampung 2010, dan Praktik Lapangan Akuakultur di Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut (BBRPBL) Gondol-Bali pada 2011. Penulis juga menjadi Asisten untuk Program S1 pada Mata Kuliah Fisiologi Hewan Air pada Tahun Ajaran 2010/2011 dan 2011/2012. Selain itu penulis juga aktif pada Himpunan Mahasiswa Akuakultur (HIMAKUA) sebagai Bendahara Divisi Olahraga dan Seni 2010-2011. Tugas akhir dalam pendidikan tinggi diselesaikan dengan menulis skripsi yang berjudul “Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Kerapu Macan Epinephelus fuscoguttatus pada Padat Tebar Berbeda dalam Pendederan Sistem Resirkulasi”.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR LAMPIRAN ... v I. PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Tujuan Penelitian ... 3 1.3 Manfaat Penelitian ... 3 II. METODOLOGI ... 4 2.1 Rancangan Percobaan ... 4 2.2 Persiapan Wadah ... 4 2.3 Pemeliharaan Benih ... 5 2.3.1 Penebaran Benih ... 5 2.3.2 Pemberian Pakan ... 6 2.3.3 Pengelolaan Air ... 6 2.4 Pengamatan ... 7

2.4.1 Tingkat Kelangsungan Hidup ... 7

2.4.2 Laju Pertumbuhan Harian ... 7

2.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 8

2.4.4 Koefisien Keragaman Panjang ... 8

2.4.5 Efisiensi Pakan ... 8

2.4.6 Tingkat Konsumsi Oksigen ... 9

2.4.7 Identifikasi Bakteri Patogen ... 10

2.5 Analisis Data ... 10

III. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 11

3.1 Hasil ... 11

3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup ... 11

3.1.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian ... 11

3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak ... 12

3.1.4 Koefisien Keragaman Panjang ... 13

3.1.5 Efisiensi Pakan ... 14

3.1.6 Tingkat Konsumsi Oksigen... 14

3.1.7 Identifikasi Bakteri Patogen ... 15

3.1.8 Fisika Kimia Air ... 16

3.1.8.1 Oksigen Terlarut (dissolved oxygen) ... 16

3.1.8.2 Suhu ... 17

3.1.8.3 pH ... 18

3.1.8.4 Salinitas ... 18

2.1.8.5 Amoniak ... 19

3.2 Pembahasan ... 19

IV. KESIMPULAN DAN SARAN ... 26

4.1 Kesimpulan ... 26

(10)
(11)

iii

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan Epinephelus

fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam

sistem resirkulasi. ... 11

2. Laju pertumbuhan bobot harian ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam

sistem resirkulasi. ... 12

3. Pertumbuhan bobot ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus setiap minggunya pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3

dalam sistem resirkulasi. ... 12

4. Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam

sistem resirkulasi. ... 13

5. Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus setiap minggunya pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi. ... 13

6. Koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam

sistem resirkulasi yang. ... 14

7. Efisiensi pakan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada

padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi. ... 14

8. Tingkat konsumsi oksigen ikan kerapu macan Epinephelus

fuscoguttatus dalam berbagai bobot tubuh. ... 15

9. Hasil sebar media air pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus ke media TCBS tiosulfat cytrat bilt salt sucrose yang

telah diinkubasi selama 1x24 jam. ... 16

10. Oksigen terlarut (dissolved oxygen) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300

(12)

iv 11. Oksigen terlarut (dissolved oxygen) media pemeliharaan ikan

kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300

ekor/m3. ... 17

12. Suhu media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 17

13. Suhu media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 17

14. pH media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 18

15. pH media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 18

16. Amoniak air media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250, dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi. ... 19

(13)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Biofilter yang digunakan dalam pemeliharaan ikan kerapu macan

Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300

ekor/m3 dengan sistem resirkulasi. ... 30

2. Skema konstruksi sistem resirkulasi untuk pemeliharaan ikan

kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus ... 31

3. Sampling pertumbuhan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3

dalam sistem resirkulasi ... 32

4. Jumlah pakan harian ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem

resirkulasi. ... 34

5. Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dan analisis sidik ragam serta uji Tukey pada padat

tebar 150, 200, 250, 300 ekor/m3 dengan sistem resirkulasi. ... 35

6. Jumlah ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus yang mati pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem

resirkulasi ... 36

7. Laju Pertumbuhan bobot harian ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dan analisis sidik ragam serta uji Tukey pada padat

tebar 150, 200, 250, 300 ekor/m3 dengan sistem resirkulasi. ... 37

8. Pertumbuhan panjang mutlak harian ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dan analisis sidik ragam serta uji Tukey pada padat tebar 150, 200, 250, 300 ekor/m3 dengan sistem

resirkulasi. ... 39

9. Koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dan analisis sidik ragam serta uji Tukey pada padat

tebar 150, 200, 250, 300 ekor/m3 dengan sistem resirkulasi. ... 41

10. Efisiensi pakan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dan analisis sidik ragam serta uji Tukey pada padat tebar 150, 200, 250,

(14)

vi 11. Amoniak (mg/L) air media pemeliharaan ikan kerapu macan

Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250, 300

ekor/m3 dengan sistem resirkulasi. ... 43

12. Tingkat konsumsi oksigen ikan kerapu macan Epinephelus

fuscoguttatus diberbagai ukuran bobot tubuh. ... 44

13. DO (mg/L) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 45

14. DO (mg/L) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 46

15. pH media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 47

16. pH media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 48

17. Suhu (oC) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi

dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 49

18. Suhu (oC) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari hari yang dipelihara dalam sistem

resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. ... 50

19. Salinitas (ppt) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300

ekor/m3. ... 51

20. Salinitas (ppt) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300

ekor/m3. ... 52

21. Gambar ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus yang mengalami luka di bagian tubuh. ... 53

(15)

1

I. PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Budidaya ikan kerapu semakin berkembang di Indonesia, salah satunya adalah ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus. Ikan kerapu macan E. fuscoguttatus merupakan salah satu komoditas ekspor dari jenis ikan karang yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Arifenie (2011) menyatakan bahwa harga ikan kerapu macan E. fuscoguttatus mencapai Rp. 120.000 hingga Rp. 160.000 per kilogram. Adapun produksi benih ikan kerapu macan pada 2008-2011 mencapai 1.908.500 ekor sedangkan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis mencapai 625.000 ekor (Direktorat Perbenihan Budidaya 2011). Selain ini pertumbuhan ikan kerapu macan lebih cepat dibanding ikan kerapu bebek. Hal ini sesuai dengan pernyataan Kordi (2011) bahwa pada pendederan kerapu macan hanya membutuhkan waktu 1-2 bulan dengan ukuran awal tebar 5-7 cm/ekor dan bobot 4-8 g/ekor yang menghasilkan ikan berbobot 20-45 g/ekor. Sedangkan pada pendederan ikan kerapu bebek dengan ukuran tebar dan hasil panen yang sama dengan ikan kerapu macan membutuhkan waktu 3 bulan.

Produksi ikan kerapu secara umum pada 2010 mencapai 10.398 ton dan pada 2011 mencapai 12.561 ton sehingga terjadi kenaikan sebesar 20,80% (KKP(1) 2011). Pasar terbesar untuk ikan kerapu adalah Hongkong dan Singapura dengan harga 11 US$ untuk ikan kerapu macan. Adapun total permintaan ikan kerapu pada 2011 mencapai 35.000 ton per tahun dengan kisaran harga US$ 25-125 (KKP(2) 2011). Berdasarkan hasil produksi dan pemintaan pasar pada 2011 maka peluang pasar ikan kerapu mencapai 22.439 ton (64,11%).

Dalam mencukupi hasil permintaan pasar diperlukan peningkatan produksi dengan adanya ketersedian benih secara memadai. Peningkatan produksi dapat ditingkatkan dengan mempercepat pertumbuhan dan meningkatkan kelangsungan hidup benih kerapu tersebut. Upaya untuk meningkatkan produktivitas benih pada pendederan ikan kerapu macan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan padat penebaran dan mengoptimalkan kondisi lingkungan pemeliharaan. Peningkatan padat tebar merupakan kegiatan budidaya perikanan yang beralih dari sistem ekstensif ke sistem intensif (Sidik et al. 2002). Untuk itu diperlukan

(16)

2 penelitian mengenai peningkatan padat penebaran benih ikan kerapu macan pada tahap pendederan. Penentuan padat tebar 150, 200, 250, dan 300 ekor/m3 berlandaskan pada penelitian yang telah dilakukan oleh Alit (2010) dengan menyarankan padat tebar yang baik untuk pendederan ikan kerapu macan di hatchery skala rumah tangga adalah 150 ekor/m3 pada sistem air mengalir (flow trough).

Upaya untuk mengoptimalkan kondisi lingkungan pemeliharaan yaitu dengan mengontrol kualitas air agar tetap terjaga untuk kehidupan ikan. Umumnya kegiatan budidaya ikan kerapu macan E. fuscoguttatus untuk pembenihan dan pendederan dilakukan di bak-bak hatchery sedangkan untuk kegiatan pembesaran dilakukan di keramba jaring apung. Selain itu kegiatan pembenihan maupun pendederan yang dilakukan di bak-bak hatchery dengan menggunakan sistem air mengalir atau flow through. Pada sistem ini air yang masuk ke wadah pemeliharaan langsung keluar dari wadah pemeliharaan. Hal ini bertujuan untuk membuang sisa-sisa metabolit dan pakan yang tersisa di dalam wadah pemeliharaan yang bersifat toksik bagi ikan, selain itu juga menyuplai oksigen ke dalam wadah pemeliharaan (Anonim 2009). Adapun kelemahan pada sistem ini, yaitu besarnya jumlah air laut yang dibutuhkan atau tidak hemat dalam penggunaan air laut dan membutuhkan bahan desinfikesi yang banyak sehingga diperlukan biaya yang cukup besar.

Untuk menghemat dan menjaga kualitas fisika kima air diperlukan teknologi budidaya dengan menggunakan sistem resirkulasi. Sistem ini memanfaatkan ulang air buangan dari kegiatan budidaya melalui sebuah filter (Sidik et al. 2002). Pada sistem resirkulasi ini merupakan sistem yang efektif dan efisien dikarenakan pada sistem ini tidak harus mengganti air setiap harinya (Zhang et al. 2011).

Adapun solusi untuk meningkatan produksi benih ikan kerapu macan yaitu dengan cara memelihara ikan kerapu macan pada berbagai padat tebar dalam sistem resirkulasi. Hal ini disebabkan padat penebaran merupakan faktor biotik yang paling penting dalam akuakultur karena memberikan pengaruh secara langsung terhadap tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan, kebiasaan hidup, kesehatan, pemberian pakan, dan jumlah produksi (Salari et al. 2012). Blackburn dan Clarke (1990) dalam Salari et al. (2012) menyatakan bahwa ikan yang

(17)

3 diperlihara pada kepadatan tinggi akan mengalami stress, berpotensi menyebabkan pertumbuhan yang rendah, meningkatkan kerentanan ikan terhadap penyakit dan meningkatkan tingkat kematian.

Pemanfaatan air laut dalam kegiatan pendederan ikan kerapu macan dilakukan dengan sistem resirkulasi. Penelitian padat penebaran pada sistem resirkulasi ini dilakukan untuk mendapatkan padat tebar yang optimal untuk tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan benih kerapu macan dengan memanfaatkan ulang air buangan dari budidaya ikan kerapu ini.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan padat tebar optimal yang memberikan kelangsungan hidup dan pertumbuhan terbaik benih ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dalam sistem resirkulasi

1.3Manfaat

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan solusi peningkatan produksi benih ikan kerapu macan dengan cara meningkatkan padat penebaran dalam skala pendederan. Selain itu solusi juga diberikan untuk kegiatan pendederan ikan kerapu pada wilayah yang minim air laut dengan menggunakan sistem resirkulasi.

(18)

4

II. METODOLOGI

2.1 Rancangan Percobaan

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini adalah perlakuan perbedaan padat tebar benih ikan kerapu macan E. fuscoguttatus berukuran panjang 5,67±0,40 cm dan bobot 3,75±0,65 gram yaitu 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3. Pemeliharaan dilakukan di dalam akuarium dengan volume air sebanyak 36 liter. Oleh karena itu jumlah ikan pada masing-masing perlakuan adalah 5, 7, 9, dan 11 ekor per akuarium.

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) terdiri dari empat perlakuan padat tebar dengan masing-masing diulang 3 kali. Parameter yang diukur selama penelitian meliputi tingkat kelangsungan hidup, pertumbuhan panjang dan bobot, jumlah pakan, serta tingkat konsumsi oksigen.

2.2 Persiapan Wadah

Penelitian ini menggunakan sistem resirkulasi yang terdiri dari 12 unit akuarium berukuran 60x28x30cm. Tahap persiapan penelitian meliputi pembuatan konstruksi sistem resirkulasi, pembersihan wadah, pengisian air, sterilisasi air, dan stabilisasi sistem yaitu mengupayakan sistem resirkulasi dapat berjalan dengan baik sehingga tidak ada penyumbatan pada selang outlet yang dapat menyebabkan tumpahnya air pada akuarium. Filter yang digunakan adalah tiga unit filter yang masing-masing berfungsi untuk filter fisik, kimia, dan biologi (Lampiran 1).

Pada sistem resirkulasi ini aliran air dari wadah pemeliharaan masuk ke dalam filter melalui pipa pengeluaran (outlet) dan talang air. Bahan filter yang digunakan adalah kapas filter, karang jahe (panjang 4,58±0,88cm dan lebar 1,93±0,85cm), pasir malang (panjang 1,05±0,20cm dan lebar0,51±0,19cm), arang aktif (panjang 1,02±0,05cm dan lebar 0,65±0,08cm), zeolit (panjang 3,75±0,86 dan lebar 3,08±0,53cm) dan bioball (diameter 2,75±0,01cm). Sebuah saringan berupa kapas filter ditempatkan pada outlet talang air untuk menyaring kotoran ikan dan sisa pakan yang terbuang, air yang keluar langsung masuk bak fiber-1 (100L) yang berisi karang jahe. Kemudian dengan prinsip bejana berhubungan, air

(19)

5 dari bak fiber-1 memasuki bak fiber-2 (100 L) yang berisi pasir malang dan karbon aktif selanjutkan air memasuki ke bak fiber-3 (1000 L) yang berisi zeolit dan bioball yang berfungsi untuk menumbuhkan bakteri nitrifikasi sebagai filter biologis, kemudian dengan debit 0,2 l/menit air yang telah bersih dan siap digunakan dipompakan ke akuarium pemeliharaan melalui saluran pemasukan (inlet) (Lampiran 2). Suhu pada wadah pemeliharaan distabilkan agar tetap dalam kisaran 28-30 oC dengan menggunakan thermostat.

Sebelum digunakan, akuarium dicuci dengan menggunakan air tawar kemudian dikeringkan selama 24 jam. Setelah 24 jam, akuarium diisi air laut dengan ketinggian 20 cm serta bak fiber juga diisi dengan air laut dengan masing-masing bervolume 80, 70, dan 600 liter untuk bak fiber-1, fiber-2, dan fiber-3. Setelah wadah pemeliharaan terisi air laut, air tersebut didesinfeksi dengan larutan klorin dosis 30 ppm dan diaerasi kuat selama 24 jam. Setelah pemberian larutan klorin selama 1 jam, sistem resirkulasi dijalankan dengan tujuan untuk menstabilkan sistem. Selanjutnya air diberi laruan Na-thiosulfat 15 ppm untuk menetralkan klorin yang terdapat di dalam air dan setelah 24 jam air dalam wadah pemeliharaan siap digunakan.

2.3 Pemeliharaan Benih 2.3.1Penebaran Benih

Ikan yang digunakan dalam penelitian ini adalah ikan kerapu macan E. fuscoguttatus berukuran panjang 5,67±0,40 cm dan bobot 3,75±0,65 gram yang berasal dari Bali. Sebelum benih ditebar sesuai perlakuan, terlebih dahulu benih dipelihara selama 14 hari di sepuluh unit wadah pemeliharaan dengan kepadatan yang sama di masing-masing akuarium sebanyak 667 ekor/m3 sehingga jumlah ikan disetiap akuarium adalah 24 ekor. Sebelum ditebar benih diaklimatisasi terlebih dahulu. Setelah suhu pada kantong packing sama atau tidak berbeda jauh dengan suhu dalam wadah maka benih ditebar secara perlahan ke dalam akuarium. Setelah 14 hari pemeliharaan benih disesuaikan dengan perlakuan yaitu 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 yang dimasukkan ke dalam akuarium sesuai dengan rancangan percobaan yaitu jumlah ikan di masing-masing perlakuan adalah 5, 7, 9 dan 11 ekor per akuarium. Setelah benih ditebar ke dalam

(20)

masing-6 masing akuarium diambil 3 ekor ikan setiap akuarium sebagai sampel untuk diukur panjang dan bobot awalnya dan didapat panjang dan bobot rata-rata benih (Lampiran 3).

2.3.2 Pemberian Pakan

Selama pemeliharaan dalam penelitian ini, benih diberi pakan komersial dengan kandungan protein minimal 52,0%, lemak minimal 14,0%, serat kasar maksimal 3,5%, kadar abu maksimal 15%, kalsium minimal 2,3%, pospor minimal 1,5%, dan kadar air maksimal 6,5%. Pakan diberikan dengan cara ditebar ke akuarium sebanyak 5 kali sehari, yaitu pukul 06.00, 09.00, 12.00, 15.00, dan 18.00 WIB dengan jumlah pemberian pakan per hari (feeding rate, FR) 10% dari biomassa ikan. Penentuan jumlah pakan disesuaikan dengan jumlah biomassa setiap sampling mingguan (Lampiran 4).

2.3.3 Pengelolaan Air

Fisika kimia air yang optimal pada media pemeliharaan dipertahankan dengan penyifonan yang dilakukan setelah pemberian pakan pagi hari pukul 07.00 WIB dan sore hari 19.00 WIB. Penyifonan dilakukan dengan mengganti air sebanyak 10% dari volume air dalam akuarium. Setiap harinya dilakukan pengecekan oksigen terlarut (dissolved oxygen, DO), suhu, pH, dan salinitas pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB. DO diukur dengan cara mengambil sampel air yang berada di kolom perairan menggunakan botol sampel kemudian air contoh dalam botol sampel dipindahkan ke dalam gelas ukur, DO air contoh selanjutnya diukur dengan DO meter. Suhu dan pH diukur dengan cara mencelupkan termometer dan pH meter di kolom perairan. Salinitas diukur dengan mengambil sampel air yang berada di kolom perairan kemudian diteteskan ke refraktrometer kemudian dibaca skalanya. Setiap minggunya dilakukan pengecekan amoniak (total amoniak nitrogen, TAN) dengan metode sfektrofotometri yaitu dengan mengambil air sampel yang berada di kolom perairan dan dimasukkan ke dalam botol sampel, kemudian sebelum dilakukan pengukuran air sampel didestilasi terlebih dahulu setelah itu diambil 25 ml air sampel dan dimasukan ke dalam gelas Beaker kemudian ditambahkan 1 tetes MnSO4, 0,5 µl klorox, 0,6 µl phenat dan

(21)

7 didiamkan selama 15 menit selanjutnya di spektro dengan gelombang cahaya 630 nm.

2.4Pengamatan

Parameter yang diamati selama penelitian antara lain jumlah ikan, panjang, bobot total, jumlah pakan dan fisika kimia air. Pengamatan dilakukan selama 2 minggu. Parameter tersebut digunakan untuk menentukan tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot, pertumbuhan panjang, koefisien keragaman panjang, efisiensi pakan, tingkat konsumsi oksigen dan identifikasi bakteri patogen.

Dilakukan sampling pertumbuhan setiap 7 hari sekali pada pukul 18.00 WIB. Sampling pertumbuhan dilakukan dengan mengukur panjang total menggunakan penggaris (satu digit dibelakang koma) dan bobot tubuh ikan menggunakan timbangan digital (dua digit dibelakang koma) dengan menggambil 3 ekor ikan di setiap masing-masing akuarium.

2.4.1Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (survival rate, SR) dihitung menggunakan rumus Goddard (1996) yaitu:

𝑆𝑅 = 𝑁𝑡 𝑁0

𝑥 100% Keterangan:

SR : Tingkat kelangsungan hidup (%)

Nt : Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)

N0 : Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

2.4.2 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian (LPH) dihitung menggunakan rumus Huisman (1987) yaitu : LPH = Wt W0 t − 1 X 100% Keterangan:

(22)

8 Wt : Bobot rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (gram)

W0 : Bobot rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (gram

t : Lama pemeliharaan (hari)

2.4.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak dihitung menggunakan rumus Effendie (1997) yaitu:

Pm = Lt− L0 Keterangan:

Pm : Pertumbuhan panjang mutlak (cm)

Lt : Panjang rata-rata ikan pada akhir pemeliharaan (cm)

L0 : Panjang rata-rata ikan pada awal pemeliharaan (cm)

2.4.4 Koefisien Keragaman Panjang

Variasi ukuran dalam penelitian ini berupa variasi panjang ikan, yang dinyatakan dalam koefisien keragaman. Koefisien keragaman dihitung menggunakan rumus Steel dan Torrie (1991) yaitu:

KK = S Y X 100% Keterangan: KK : Koefisien keragaan S : Simpangan baku Y : Rata-rata contoh 2.4.5 Efisiensi Pakan

Perhitungan efisiensi pakan menggunakan rumus Zonneveld et al. (1991) yaitu:

EP = Wt + Wd − W0

F X 100% Keterangan:

EP : Efisiensi pakan (%)

Wt : Biomassa ikan pada akhir pemeliharaan (gram)

W0 : Biomassa ikan pada awal pemeliharaan (gram)

(23)

9 F : Jumlah pakan yang diberikan (gram)

2.4.6 Tingkat Konsumsi Oksigen

Pengukuran tingkat konsumsi oksigen (TKO) dilakukan setiap 30 menit selama tiga jam. Penentuan tingkat konsumsi oksigen (TKO) diawali dengan disiapkannya wadah akuarium berukuran 25x15x15 cm dengan ketinggian air 13 cm yang telah dibersihkan dan dikeringkan, kemudian diisi air dengan volume 4,5 L yang telah diaerasi selama 24 jam agar kandungan oksigen dalam air jenuh. Setelah 24 jam, aerasi pada wadah dimatikan kemudian air dalam wadah yang telah diaerasi diukur kandungan oksigen terlarut awal. Sebelum ditebar ikan ditimbang bobotnya. Pengukuran dilakukan pada 2 wadah akuarium dengan ukuran seperti yang telah dicantumkan. Wadah pertama diisi ikan sebanyak 1 ekor dengan bobot 7,10 g dan wadah kedua berisi 2 ekor ikan dengan bobot total 13,29 g. Kemudian wadah ditutup dengan styrofoam yang telah dilubangi untuk memasukkan selang air yang berfungsi mengeluarkan contoh air guna pengukuran oksigen terlarut (DO). Air contoh yang dikeluarkan melalui selang tersebut ditampung dalam gelas Beaker (10 mL) dan selanjutnya diukur oksigen terlarutnya. Setiap wadah baik akuarium maupun gelas Beaker dilapisi oleh trash bag berwarna hitam agar tidak ada cahaya yang masuk. Kandungan DO air contoh diukur dengan menggunakan DO-meter setiap 30 menit selama 3 jam. Pada setiap pengukuran air contoh diukur sebanyak 10 mL dan dialirkan ke dalam gelas Beaker dengan cara membuka keran pada selang tersebut. Ini adalah metode pengukuran tingkat konsumsi oksigen yang telah dilakukan oleh Affandi dan Tang (2002). Persamaan yang digunakan untuk penentuan nilai TKO adalah sebagai berikut:

TKO/bobot = DOt – DOo x Δv

W.t

Keterangan:

TKO/bobot : tingkat konsumsi oksigen/ bobot ikan (mg O2/gram/jam)

DOt : DO waktu ke-t

DOo : DO waktu ke-0

(24)

10 t : waktu (jam)

Δv : selisih volume air (liter)

2.4.7Identifikasi Bakteri Patogen

Identifikasi bakteri patogen dilakukan dengan menyebar air media pemeliharaan ikan kerapu macan ke dalam media tiosulfat cytrat bilt salt sucrose (TCBS) yaitu media selektif untuk bakteri dengan genus Vibrio. Sebelum dilakukannya penyebaran air media pemeliharan ke dalam media TCBS disiapkan terlebih dahulu cawan petri steril untuk media TCBS. Media TCBS dibuat dari 8,9 gram TBCS yang dicampurkan dengan 100 ml akuades steril dan selanjutnya dipanaskan hingga media tersebut larut. Kemudian media yang telah larut dituang ke dalam cawan petri steril dan didinginkan kemudian diinkubasi 1x24 jam pada inkubator.

Setelah media TCBS diinkubasi selama 1x24 jam, media siap untuk digunakan. Air contoh dari media pemeliharaan ikan kerapu macan dimasukkan ke dalam botol sampel. Kemudian dilakukan pengeceran 1x10-3 dengan mengambil 0,1 ml air contoh dan ditambahkan 0,9 ml phosfat buffer sulfat (pbs) selanjutnya dihomogenkan dengan vortex. Diambil 50 µl air contoh yang telah diencerkan dan di sebar ke dalam agar plate TCBS dengan batang penyebar selanjutnya diinkubasi selama 1x24 jam di inkubator untuk diamati koloni bakteri yang tumbuh pada media TCBS keesokan harinya.

2.5 Analisis Data

Parameter tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, efisiensi pakan, tingkat konsumsi oksigen, dan fisika kimia air dianalisis menggunakan Microsoft Exel dan menggunakan program SPSS 16.0, yaitu meliputi:

Analisis Ragam (ANOVA) dengan uji F pada selang kepercayaan 95% digunakan untuk menentukan apakah perlakuan berbeda nyata terhadap tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan harian, pertumbuhan panjang mutlak, koefisien keragaman panjang, dan efesiensi pakan. Apabila berpengaruh nyata, untuk melihat perbedaan antar perlakuan maka diuji lanjut menggunakan uji Tukey.

(25)

11 93.33±11.55 85.71±14.29 100.00±0.00 90.91±9.09 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 150 200 250 300 Tin gka t Ke lan gsu n gan Hi d u p ( % )

Padat Tebar (ekor/m3)

a

a

a

a

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

3.1.1 Tingkat Kelangsungan Hidup

Pada padat tebar 250 ekor/m3 ikan hidup semua sedangkan pada perlakuan 150, 200 dan 300 ekor/m3 terjadi kematian. Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan E. fucsoguttatus yang dipelihara pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 berkisar antara 85,71±14,29 hingga 100,00±0,00% (Gambar 1 dan Lampiran 5). Tidak ada perbedaan kelangsungan hidup antara perlakuan (P>0,05).

Gambar 1. Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

3.1.2 Laju Pertumbuhan Bobot Harian

Laju pertumbuhan harian ikan kerapu macan E. fuscoguttatus yang dipelihara pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 berkisar 1,78±0,30 hingga 3,57±0,76% (Gambar 2 dan Lampiran 7). Tidak ada perbedaan laju pertumbuhan harian ikan kerapu macan untuk disemua perlakuan (P>0,05) meskipun terlihat peningkatan disetiap perlakuan. Pertumbuhan bobot ikan kerapu macan pada minggu kedua cenderung mengalami penurunan kecuali pada perlakuan 250 dan 300 ekor/m3 (Gambar 3).

(26)

12 1,78±0.30 2.67±1.04 3.56±1.45 3.57±0.76 0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 150 200 250 300 Laj u Per tu m b u h an H ar ian (% )

Padat Tebar (ekor/m3)

a

a

a

a

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00 8.00

6 Mei 2012 13 Mei 2012 20 Mei 2012

Per tu m b u h an b o b o t tu b u h (g)

Waktu Pengamatan (hari)

150 200 250 300 Perlakuan (ekor/m3)

Gambar 2. Laju pertumbuhan bobot harian ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

Gambar 3. Pertumbuhan bobot ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus setiap minggunya pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

3.1.3 Pertumbuhan Panjang Mutlak

Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan E. fuscogutatus yang dipelihara pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 berkisar 1,06±0,29 hingga 1,69±0,67 cm (Gambar 4 dan Lampiran 8). Tidak ada perbedaan pertumbuhan panjang mutlak untuk disemua perlakuan (P>0,05). Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan cenderung meningkat seiiring bertambahnya waktu hingga minggu kedua pengamatan (Gambar 5).

(27)

13 1.06±0.29 1.11±0.37 1.69±0.67 1.39±0.42 0.00 0.40 0.80 1.20 1.60 2.00 2.40 2.80 150 200 250 300 Pan jan g M u tlak (c m )

Padat Tebar (ekor/m3)

a

a

a

a

2.00 4.00 6.00 8.00

6 Mei 2012 13 Mei 2012 20 Mei 2012

Per tu m b u h an Pan jan g (c m ) Waktu (hari) 150 200 250 300 Kepadatan (ekor/m3)

Gambar 4. Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

Gambar 5. Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus setiap minggunya pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

3.1.4 Koefisien Keragaman Panjang

Koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan E. fuscoguttatus yang dipelihara pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 berkisar 8,76±2,92 hingga 13,54±5,01 % (Gambar 6 dan Lampiran 9). Tidak ada perbedaan koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan untuk disemua perlakuan (P>0,05), meskipun terlihat adanya peningkatan hingga perlakuan 250 ekor/m3 dan adanya peningkatan pada perlakuan 300 ekor/m3.

(28)

14 8.76±2.92 9.64±2.41 13.54±5.01 11.70±2.29 0.00 4.00 8.00 12.00 16.00 20.00 150 200 250 300 K o e fi si e n Ker ag am an Pan jan g (% )

Padat Tebar (ekor/m3)

a

a

a

a

40.54±17.10 40.22±32.59 95.45±25.12 83.25±20.95 0.00 20.00 40.00 60.00 80.00 100.00 120.00 140.00 150 200 250 300 Efi si e n si Pakan (% )

Padat Tebar (ekor/m3)

ab

ab

ab

ab

ab

ab

ab

ab

a

b

Gambar 6. Koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi yang.

3.1.5 Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan ikan kerapu macan E. fuscoguttatus pada padat tebar 150 ekor/m3 berbeda nyata dengan 300 ekor/m3 (P<0,05) tetapi tidak berbeda nyata dengan padat tebar 200 dan 250 ekor/m3 (P>0,05). Efisiensi pakan tertinggi terdapat pada padat tebar 250 ekor/m3 sebesar 95,45±25,12% (Gambar 7 dan Lampiran10).

Gambar 7. Efisiensi pakan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

3.1.6 Tingkat Konsumsi Oksigen

Berdasarkan Gambar 8 tingkat konsumsi oksigen (TKO) ikan kerapu macan dapat dilihat perbedaannya berdasarkan bobot tubuh ikan. Kandungan oksigen terlarut media air pada awal sebelum dilakukan pengukuran tingkat konsumsi oksigen sebesar 7,70 mg/L untuk media air pada ikan berbobot 7,10 gram dengan jumlah ikan 1 ekor dan 7,90 mg/L untuk media air pada ikan berbobot 13,29 gram

(29)

15 0.00 0.10 0.20 0.30 0.40 0.50 0.60 0.70 0.80 0.90 1.00 30 60 90 120 150 180 Ti n gkat ko n sum si o ksi gen ( m g O2/ gr /jam ) Waktu (menit) 7.10 13.29 Bobot (gram)

dengan jumlah ikan 2 ekor. TKO ikan kerapu macan dengan bobot 7.10 gram pada awal pengukuran 0,89 mg/g/jam dan cenderung menurun hingga diakhir pengukuran pada menit ke 180. Hal tersebut juga sama pada ikan kerapu macan yang memiliki bobot tubuh sebesar 13,29 gram pada awal pengukuran TKO sebesar 0,47 mg/g/jam dan cenderung menurun hingga akhir pengukuran pada menit ke 180 namun pada menit ke 120 TKO ikan kerapu macan dengan bobot 13,29 gram mengalami peningkatan sebesar 0,13 mg/g/jam. Berdasarkan Gambar 8 dan Lampiran 12 dapat dilihat bahwa ikan kerapu macan dengan bobot yang lebih rendah memiliki tingkat konsumsi oksigen yang lebih besar dibandingkan dengan ikan yang memiliki bobot yang besar.

Gambar 8. Tingkat konsumsi oksigen ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus dalam berbagai bobot tubuh.

3.1.7 Identifikasi Bakteri Patogen

Berdasarkan Gambar 9 bahwa hasil sebar media air pemeliharaan ke media TCBS terlihat bahwa terdapat dua koloni tunggal yang berbeda warna yaitu warna hijau dan kuning. Koloni yang berwarna hijau adalah koloni dari bakteri Vibrio Algynoliticus sedangkan yang berwarna kuning adalah bakteri V. harveyi.

(30)

16 2.8 2.9 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Oksi ge n Te rl ar u t (m g/ L) Waktu (Hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3)

Gambar 9. Hasil sebar media air pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus ke media TCBS tiosulfat cytrat bilt salt sucrose yang telah diinkubasi selama 1x24 jam.

3.1.8 Fisika Kimia Air

3.1.8.1 Oksigen Terlarut (dissolved oxygen,DO)

Berdasarkan Gambar 10 dan 11 bahwa kandungan oksigen terlarut media pemeliharaan ikan kerapu macan pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 cenderung stabil pada pagi dan sore hari. Kandungan oksigen terlarut media pemeliharaan pada pagi hari berkisar 2,96 - 3,82 mg/L dan pada sore hari berkisar 3,15-3,88 mg/L.

Gambar 10. Oksigen terlarut (dissolved oxygen) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3.

(31)

17 3.0 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8 3.9 4.0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Oksi ge n Te rl ar u t (m g/ L) Waktu (Hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3) 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Su h u ( oC) Waktu (hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3) 27 28 29 30 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Su h u ( oC) Waktu (Hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3)

Gambar 11. Oksigen terlarut (dissolved oxygen) media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3.

3.1.8.2 Suhu

Berdasarkan Gambar 12 dan 13 bahwa kandungan suhu media pemeliharaan ikan kerapu macan pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 cenderung stabil pada pagi dan sore hari. Kandungan suhu media pemeliharan pada pagi hari berkisar 28 – 29 oC dan pada sore hari berkisar 29 – 30 oC.

Gambar 12. Suhu media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3.

Gambar 13. Suhu media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3.

(32)

18 7.4 7.5 7.6 7.7 7.8 7.9 8.0 8.1 8.2 8.3 8.4 8.5 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 pH Waktu (Hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3) 7.50 7.60 7.70 7.80 7.90 8.00 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 pH Waktu (Hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3) 3.1.8.3 pH

Berdasarkan Gambar 14 dan 15 bahwa kandungan pH media pemeliharaan ikan kerapu macan pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 cenderung stabil pada pagi dan sore hari. pH media pemeliharan pada pagi hari berkisar 7,48-8,35dan pada sore hari berkisar 7,65-7,87.

Gambar 14. pH media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di pagi hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3.

Gambar 15. pH media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus di sore hari yang dipelihara dalam sistem resirkulasi dengan padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3.

3.1.8.4 Salinitas

Kandungan salinitas media pemeliharaan ikan kerapu macan pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 cenderung stabil pada pagi dan sore hari dari awal hingga akhir pemeliharaan yaitu 30 ppt (Lampiran 19 dan 20).

(33)

19 0.00 0.02 0.04 0.06 0.08 0.10

7 Mei 2012 14 Mei 2012 21 Mei 2012

NH 3 (m g/ L) Waktu (hari) 150 200 250 300 Padat Tebar (ekor/m3) 3.1.8.5 Amoniak (NH3)

Berikut adalah data hasil amoniak (NH3) pada pemeliharan ikan kerapu

macan Epinephelus fuscoguttatus dengan padat tebar yang berbeda. Berdasarkan Gambar 16 dapat diinterpretasikan bahwa amoniak setiap minggunya mengalami peningkatan. Total amoniak diminggu awal pemeliharaan cenderung rendah dibandingkan total amoniak diminggu akhir pemeliharaan. Terjadinya penurunan total amoniak pada minggu kedua pemeliharaan pada perlakuan 150 ekor/m3.

Gambar 16. Amoniak air media pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250, dan 300 ekor/m3 dalam sistem resirkulasi.

3.2 Pembahasan

Tingkat kelangsungan hidup ikan adalah nilai presentase jumlah ikan hidup selama masa pemeliharaan pada waktu tertentu. Tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan E. fuscoguttatus selama penelitian berkisar antara 85,71±14,29 hingga 100,00±0,00%. Pada perlakuan 250 ekor/m3 ikan kerapu macan tidak mengalami kematian sehingga tingkat kelangsungan hidup sebesar 100,00±0,00% sedangkan pada perlakuan lainnya yaitu perlakuan 150, 200 dan 300 ekor/m3 ikan kerapu macan mengalami kematian (Gambar 1). Perlakuan 250 ekor/m3 memiliki tingkat kelangsungan hidup yang tinggi diduga dipengaruhi oleh kualitas fisika kimia air media pemeliharaan. Kandungan oksigen terlarut (DO) pada perlakuan 250 ekor/m3 cenderung meningkat hingga diakhir pemeliharaan, selain itu kandungan DO air media pada perlakuan ini lebih tinggi dibanding ketiga perlakuan lainnya yaitu 3,70 mg/L di sore hari (Gambar 11 dan Lampiran 14). Effendi (2003) mengemukakan bahwa kandungan oksigen terlarut pada media pemeliharaan membantu di dalam proses oksidasi bahan buangan serta pembakaran makanan untuk menghasilkan energi bagi kehidupan dan

(34)

20 pertumbuhan ikan kerapu macan. Selain itu amoniak media pemeliharaan ikan kerapu macan pada perlakuan 250 ekor/m3 cenderung stabil diminggu pertama (Gambar 16 dan Lampiran 11). Salari et al. (2012) juga mengungkapkan bahwa kematian pada ikan kerapu macan yang dipeliharan dalam sistem resirkulasi disebabkan oleh tingkat kanibalisme, penyakit, dan tingginya padat penebaran sehingga menyebabkan ruang gerak semakin rendah.

Sebagian besar kematian yang terjadi pada perlakuan 150, 200 dan 300 ekor/m3 terjadi pada minggu kedua pemeliharaan (Lampiran 6). Hal ini terjadi karena menurunnya fisika kimia air media pemeliharaan, yaitu meningkatnya kandungan amoniak air media pemeliharaan di setiap perlakuan. Peningkatan amoniak air media pemeliharaan dari 0,01 hingga 0,06 mg/L, 0,01 hingga 0,08 mg/L, dan 0,01 hingga 0,06 mg/L untuk masing-masing perlakuan 150, 200 dan 300 ekor/m3 (Gambar 16 dan Lampiran 11). Effendi (2003) menyatakan bahwa kandungan amoniak diperairan bersifat toksik bagi organisme akuatik. Toksisitas amoniak terjadi apabila terjadinya penuruan DO air media pemeliharaan dari 3,82 menjadi 3,70 mg/L pada 150 ekor/m3; 3,78 menjadi 3,66 mg/L pada 200 ekor/m3 dan 3,73 menjadi 3,63 mg/L pada 300 ekor/m3 di pagi hari (Gambar 10 dan Lampiran 13) dan fluktuasi pH air media pemeliharaan dari 7,75 menjadi 7,51 pada 150 ekor/m3; 7,74 menjadi 7,48 pada 200 ekor/m3 dan 7,72 menjadi 7,49 pada 300 ekor/m3 di pagi hari (Gambar 14 dan Lampiran 15). Selain itu meningkatnya kandungan amoniak media pemeliharaan disebabkan oleh meningkatnya kandungan bahan buangan metabolit seperti feses dan sisa pakan yang tidak termakan. Hal lain yang menyebabkan meningkatnya kandungan amoniak dalam air media pemeliaharaan benih ikan kerapu disebabkan oleh tidak tumbuhnya bakteri nitrifikasi sehingga amoniak yang bersifat toksik bagi benih ikan kerapu macan tidak diubah menjadi nitrat. Effendi (2003) menyatakan amoniak yang tidak terionisasi oleh bakteri nitrifikasi bersifat toksik bagi organisme akuatik.

Selain itu terjadinya kematian ikan diduga disebabkan oleh semakin tingginya padat tebar maka mengakibatkan gesekan, luka dan stress (Lampiran 21) sehingga mudahnya terserang bakteri patogen bagi ikan kerapu macan. Mudahnya terserang bakteri patogen disebabkan menurunnya kualitas fisika air

(35)

21 media pemeliharaan yang dapat menyebabkan ikan stress sehingga mudah terpapar oleh penyakit. Hal lain yang menyebabkan kematian pada benih ikan kerapu macan juga diduga berasal dari benih pada saat awal tebar sudah membawa bakteri patogen. Berdasarkan uji lanjut dengan menyebar air media ke dalam media agar TCBS, kematian benih ikan kerapu macan pada penelitian ini disebabkan oleh bakteri Vibrio alginolyticus dan Vibrio harvei (Gambar 9 dan Lampiran 21). Menurut Harikrishnan et al. (2011) bahwa penyakit yang timbul pada budidaya ikan kerapu disebabkan oleh bakteri, parasit dan virus. Harikrishnan et al. (2011) juga mengungkapkan bahwa penyakit yang paling serius sehingga dapat menyebabkan kematian massal pada budidaya ikan kerapu adalah bakteri V. carchariae dan V. alginolyticus. Selain itu bakteri V. harveyi juga dapat mematikan tetapi tidak menyebabkan kematian massal seperti infeksi dari bakteri V. alginolyticus.

Adapun hal yang telah dilakukan untuk mencegah kematian massal dalam penelitian ini adalah dengan perendaman air tawar yang dilakukan setiap 7 hari sekali. Hal ini diduga bahwa air tawar dapat mematikan bakteri dan parasit air laut yang menempel pada ikan air laut. Selain itu juga telah diberikan antibiotik berupa Oxytetracyline dengan dosis 0.5 g/kg pakan pada minggu kedua pemeliharaan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Harikrishnan et al. (2011) bahwa penyakit Vibriosis dapat dicegah dengan Oxytertracycline dengan dosis 0.5 g/kg pakan.

Berdasarkan hasil yang diperoleh bahwa nilai laju pertumbuhan bobot harian berkisar 1,78±0,30 hingga 3,57±0,76% (Gambar 2 dan Lampiran 7). Tidak ada perbedaan laju pertumbuhan harian ikan kerapu macan disetiap perlakuan (P>0,05), meskipun terlihat adanya peningkatan disetiap perlakuan. Laju bobot ikan kerapu seiring bertambahnya waktu menurun kecuali pada padat tebar 250 dan 300 ekor/m3 (Gambar 3) hal ini diduga kandungan amoniak air media pada pata tebar tersebut memiliki nilai yang sama (Gambar 16 dan Lampiran 11). Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Wedemeyer (1996) bahwa menurunnya bobot ikan disebabkan oleh terganggunya proses fisiologis dan tingkah laku ikan akibat kepadatan yang melewati batas tertentu. Pertumbuhan panjang mutlak ikan kerapu macan selama penelitian berkisar 1,06±0,29 hingga 1,69±0,67cm (Gambar 4 dan Lampiran 8). Tidak ada perbedaan pertumbuhan panjang mutlak disemua

(36)

22 perlakuan. Hal ini diduga jarak padat tebar yang digunakan dalam penelitian ini masih ditoleransi dan mendukung bagi pertumbuhan ikan kerapu macan. Pertumbuhan panjang ikan kerapu macan seiring bertambahnya waktu mengalami peningkatan (Gambar 5). Salari et al. (2012) menyatakan bahwa hubungan antara padat tebar dengan pertumbuhan baik bobot maupun panjang tidak selalu berpengaruh, tetapi umumnya pertumbuhan ikan yang dipelihara pada padat tebar yang berbeda dipengaruhi ketika kualitas air pemeliharaan tidak mempengaruhi oleh peningkatan jumlah ikan per m3 dan ketersediaan pakan yang cukup.

Peningkatan padat tebar akan menciptakan keragaman ukuran didalam suatu populasi akibat interaksi sosial. Nilai Koefisien keragaman panjang dibawah 10% dianggap masih seragam (Brandao 2004). Nilai koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan berkisar 8,76±2,92 hingga 13,54±5,01% (Gambar 6 dan Lampiran 9). Berdasarkan pernyataan Brandao (2004) bahwa pada padat tebar 250 dan 300 ekor/m3 pertumbuhan panjang ikan tidak seragam akibat peningkatan pada tebar, hal ini karena koefisien keragaman panjang ikan kerapu macan lebih dari 10% yaitu 13,54±5,01 dan 11,70±2,29%.

Berdasarkan hasil, nilai efisiensi pakan ikan kerapu macan pada padat tebar 150 ekor/m3 berbeda nyata dengan 300 eko/m3 (P<0,05) namun tidak berbeda nyata pada 200 dan 250 ekor/m3 (P>0.05) (Gambar 7 dan Lampiran 10). Pada padat tebar 250 ekor/m3 memiliki efisiensi pakan yang tinggi sebesar 95,45±25,12% (Gambar 7) dan laju pertumbuhan bobot harian tertinggi sebesar 3,56±1,45% (Gambar 2) dibanding padat tebar lainnya. Hal ini diduga bahwa ikan kerapu macan pada padat tebar ini dapat memanfaatkan pakan sebaik mungkin walaupun dalam jumlah sedikit untuk pertumbuhan ikan kerapu macan dan selain itu kandungan DO air media pada perlakuan ini lebih tinggi dibanding ketiga perlakuan lainnya yaitu 3,70 mg/L di sore hari (Gambar 11 dan Lampiran 14). Efisiensi pakan bergantung pada spesies (kebiasan makan, ukuran/stadia), kualitas air (oksigen, pH, suhu dan amoniak), serta pakan (kualitas dan kuantitas) (Effendi 2004). Efisiensi pakan merupakan hal yang terpenting dalam perhitungan pertumbuhan. Hal ini digunakan untuk penentuan jika pakan yang digunakan pada pakan yang efisien (Salari et al. 2012).

(37)

23 Salari et al. (2012) menyatakan bahwa adanya perbedaan ikan kerapu macan yang dipelihara pada kepadatan berbeda di sistem air mengalir (flow through) dan sistem resirkulasi dengan ukuran tebar yang sama. Pertumbuhan bobot ikan kerapu macan yang dipelihara pada sistem air mengalir lebih tinggi dengan kisaran 6-11 gram dibandingkan dengan ikan kerapu macan yang dipelihara pada sistem resirkulasi pertumbuhan bobot berkisar 6-8 gram.

Selama penelitian terjadi penurunan kualitas air terutama amoniak, DO, dan pH. Penurunan kualitas air tersebut dikarenakan semakin meningkatnya bahan buangan hasil metabolisme akibat padat tebar yang semakin meningkat. Kandungan amoniak air media selama pemeliharan cenderung meningkat dan berkisar 0,01 hingga 0,08 mg/L (Gambar 16 dan Lampiran 11). Meningkatnya amoniak selama pemeliharaan dikarenakan semakin meningkatnya bahan buangan metabolisme seiring semakin meningkatnya padat penebaran. Bahan buangan tersebut cenderung bersifat asam sehingga mempengaruhi nilai kandungan amoniak pada media pemeliharaan (Effendi 2003). Selain itu meningkatnya amoniak juga disebabkan tidak terjadinya nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi sehingga amoniak yang bersifat toksik tidak berubah menjadi nitrat yang bersifat tidak toksik bagi organisme akuatik.

Kandungan oksigen terlarut dalam media pemeliharan ikan kerapu macan berkisar 2.96 sampai 3,82 mg/L pada pagi hari (Gambar 10 dan Lampiran 13) dan 3,15 sampai 3,88 mg/L pada sore hari (Gambar 11 dan Lampiran 14). Kandungan oksigen membantu di dalam proses oksidasi bahan buangan serta pembakaran makanan untuk menghasilkan energi bagi kehidupan dan pertumbuhan ikan (Effendi 2003). Penurunan kandungan oksigen terlarut ini disebabkan oleh bertambahnya bahan buangan metabolisme.

Suhu media pemeliharaan selama penelitian berkisar 28-29 oC pada pagi hari (Gambar 12 dan Lampiran 17) dan 29-30 oC pada sore hari (Gambar 13 dan Lampiran 18). Semakin tinggi suhu dapat meningkatkan tingkat metabolisme tubuh ikan. Fluktuasi suhu yang didapatkan tidak mengganggu proses metabolisme yang berdampak pada pertumbuhan dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu macan Kisaran suhu yang diperoleh selama penelitian optimal untuk kehidupan dan pertumbuhan ikan kerapu macan.

(38)

24 Kandungan pH dalam media pemeliharaan ikan kerapu macan berkisar 7,48 hingga 8,35 pada pagi hari (Gambar 14 dan Lampiran 15) dan 7,65 hingga 7,87 pada sore hari (Gambar 15 dan Lampiran 16). Selama masa pemeliharaan nilai pH cenderung berubah-ubah. Perubahan nilai pH ini disebabkan oleh meningkatnya bahan buangan metabolisme yang cenderung bersifat asam. Selain itu pH disebabkan oleh peningkatan CO2 akibat respirasi (Boyd 1979).

Salinitas media pemeliharaan selama penelitian adalah 30 ppt (Lampiran 19 dan 20). Salinitas media memiliki nilai yang stabil dari awal hingga akhir penelitian. Salinitas tersebut merupakan masih dalam kisaran optimum bagi kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu macan. Kisaran salinitas optimum ikan kerapu macan antara 22-32 ppt (Sutarmat et al 2003 dalam Supriyono et al. 2010).

Tingkat konsumsi oksigen (TKO) adalah banyaknya oksigen yang diambil atau dikonsumsi oleh biota akuatik dalam waktu tertentu yang berhubungan linear dengan banyaknya oksigen terlarut di perairan tersebut (Vernbeg and Venberg 1972 dalam Sahetapy 2011). TKO ikan kerapu macan disetiap 30 menitnya berbeda. Pada 30 menit pertama TKO ikan kerapu macan sebesar 0,89 mg/L/g/jam dan di 30 menit ke-6 sebesar 0,06 mg/L/g/jam untuk ikan berbobot 7,10 gram. Sementara itu, TKO ikan kerapu macan dengan bobot 13,29 gram di 30 menit pertama sebesar 0,47 mg/L/g/jam dan di 30 menit ke-6 sebesar 0,02 mg/L/g/jam (Gambar 8 dan Lampiran 12). Pengukuran TKO pada penelitian ini digunakan untuk mengetahui tingkat metabolisme ikan kerapu macan. Affandi dan Tang (2002) menyatakan bahwa TKO menunjukan tingkat metabolisme, namun pada ikan dalam mengukur tingkat metabolisme sangat sulit dilakukan. Metode yang umum dilakukan untuk mengetahui tingkat metabolisme yaitu dengan mengukur tingkat konsumsi oksigen. TKO tergantung pada spesies, ukuran (stadia), aktivitas, jenis kelamin, saat reproduksi, tingkat konsumsi pakan, dan suhu (Vernbeg and Venberg 1972 dalam Sahetapy 2011). Kebutuhan oksigen untuk ikan dalam keadaan diam relatif lebih sedikit apabila dibandingkan dengan ikan pada saat bergerak atau memijah. Kandungan oksigen terlarut minimum 2 mg/L dalam keadaan normal tidak tercemar oleh senyawa beracun (Wardoyo 1987 dalam Sahetapy 2011).

(39)

25 Pengukuran TKO pada penelitian ini dapat dijadikan asumsi jumlah konsumsi oksigen yang dihabiskan oleh benih ikan kerapu macan pada padat tebar yang berbeda. Penentuan asumsi tingkat konsumsi oksigen yang digunakan untuk setiap perlakuan adalah 0,89 mg/g/jam pada benih ikan kerapu macan berukuran 7,10 gram (Gambar 8 dan Lampiran 12). Berdasarkan asumsi TKO yang digunakan 0,89 mg/g/jam sehingga pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 masing-masing mengkonsumsi oksigen sebesar 18,60; 23,24; 28,25 dam 35,02 mgO2/jam (Lampiran 12). Nilai TKO ini dapat dikaitkan dengan

ketersediaan oksigen terlarut dalam wadah pemeliharaan dengan asumsi tidak ada penambahan aerasi dalam wadah pemeliharaan. Nilai konsentrasi oksigen terlarut dalam wadah adalah 3600 mg/m3 (Lampiran 12) sehingga lama ketersediaan kandungan oksigen terlarut air media pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 berdasarkan nilai TKO dari masing-masing padat tebar dengan nilai konsentrasi oksigen terlarut dalam wadah dapat diasumsikan bahwa kandungan oksigen terlarut akan habis pada 193,55; 154,90; 127,43 dan 102,80 jam di masing-masing padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 (Lampiran 12).

(40)

26

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

2.3 Kesimpulan

Berdasarkan data yang diperoleh bahwa padat tebar ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 tidak memberikan pengaruh pada tingkat kelangsungan hidup, laju pertumbuhan bobot harian, panjang mutlak, dan koefisien keragaman panjang, namun memberikan pengaruh terhadap efisiensi pakan ikan kerapu macan yang dipelihara dalam sistem resirkulasi (P>0,05). Berdasarkan tingkat kelangsungan hidup sebesar 100,00±0,00%, laju pertumbuhan harian sebesar 3,56±1,45 % dan efisiensi pakan sebesar 95,45±25,12% maka padat tebar yang baik untuk pertumbuhan ikan kerapu macan adalah 250 ekor/m3.

2.4 Saran

Sebaiknya menggunakan benih ikan kerapu macan yang memiliki ukuran yang lebih besar dari panjang 5,67±0,40 cm dan bobot 3,75±0,65 gram sehingga dapat mengurangi tingkat kanibalisme ikan. Selain itu sebaiknya pemeliharaan benih ikan kerapu macan dalam pendederan ini dipelihara dalam waktu lebih lama dari 15 hari dan menggunakan dua sistem berbeda seperti sistem flow through dengan sistem resirkulasi sehingga didapatkan perbedaan antar padat tebar dengan tingkat kelangsungan hidup dan pertumbuhan ikan kerapu macan pada skala pendederan.

(41)

27

DAFTAR PUSTAKA

Affandi R dan Tang U. 2002. Fisiologi hewan air. Riau: UNRI Press.

Alit KAA. 2010. Pendederan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada hatcheri skala rumah tangga. Prosiding. Forum Inovasi Teknologi Akuakultur: 381-385.

Anonim. 2009. Flow through system. http://www.ecotox.be/node/496. [31 Januari 2012].

Arifenie NF. 2011. Ikan Kerapu: budidaya ikan kian menjanjikan (1).

http://peluangusaha.kontan.co.id/news/ikan-kerapu-harga-tinggi-budidaya-kian-menjanjikan-1-1. [31 Januari 2012].

Boyd CE. 1979. Water quality in warmwater fish pond. Alabama: Craft Master Printers, Inc.

Brandao FR, Gomes LC, Chagas EC, Araujo LD, Silva ALF, SilvaCR. 2004. Stoking density of matrinxã juveniles during second growth phase in cage. Fish culture performance in the tropics, Manaus.

Direktorat Perbenihan Budidaya. 2011. Rekapitulasi ketersediaan induk dan produksi benih-air laut (satuan:ekor). http://www.perbenihan-budidaya.kkp.go.id/komoditi.php?komo=25&jenis=b&th1=2008&th2=2 011&jns=3. [16 September 2012].

Effendi H. 2003. Telaah kualitas air bagi pengelola sumber daya dan lingkungan perairan. Jakarta: Kanasius.

Effendi I. 2004. Pengantar akuakultur. Jakarta: Penebar Swadaya.

Effendie MI. 1997. Biologi perikanan. Yogyakarta: Yayasan Pustaka Nusatama.

Goddard S. 1996. Feed management in intensive aquaculture. New York: Chapman and Hall.

Harikrishnan R, Balasundaram C, Heo SM. 2011. Fish health aspect in grouper aquaculture. Aquaculture 320 (2011): 1-21.

Huisman EA. 1987. The principles of fish culture production. Netherland: Departement of Aquaculture, Wageningen University.

KKP(1). 2011. Kelautan dan perikanan dalam angka (Marine and fisheries in figures). Pusat Data Statistik dan Informasi. Hal: 47.

(42)

28 KKP(2). 2011. Permintaan kerapu terus meningkat. http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/4624/Permintaan-Kerapu-Terus-Meningkat/?category_id=58. [31 Juli 2012].

Kordi HGM. 2011. Buku pintar budidaya 32 ikan laut ekonomis. Yogyakarta: Andi.

Sahetapy FMJ. 2011. Toksisitas logam berat timbal (Pb) dan pengaruhnya pada konsumsi oksigen dan respon hematologi juvenil ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus. [Thesis]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Salari R, Saad RC, Kamarudin SH, Zokaeifar H. 2012. Effect of different stocking densities on tiger grouper juvenile (Epinephelus fuscoguttatus) growth and comparative study of the flow through and recirculating aquaculture systems. African Journal of Agriculture Research 7(26):3766-3711.

Sidik AS, Sarwono, Agustina. 2002. Pengaruh padat penebaran terhadap laju nitrifikasi dalam budidaya ikan sistem resirkulasi tertutup. Jurnal Akuakultur Indonesia 1(2): 47-51.

Steel RGD, Torri JH. 1982. Principle and procedures of statistics a biometrical aprroac. 2th edition. Florida: CRC Press.

Supriyono E, Budiyanti, Budiardi T. 2010. Respon fisologi benih ikan kerapu macan Epinephelus fuccoguttatus terhadap penggunaan minyak sereh dalam transportasi tertutup dengan kepadatan tinggi. Ilmu Kelautan 15(2): 103-112.

Wedemeyer GA. 1996. Physiology of fish in intensive culture system. USA: Chapman and Hall.

Zhang YS, Li G, Wu BH, Liu GX, Yao HY, Tao L, Liu H. 2011. An integrated recirculating aquaculture system (RAS) for land-based fish farming: The effect on water quality and fish production. Aquaculture engineering 45 92011): 93-102.

Zonneveld NEA, Huisman EA, Boon JH. 1991. Prinsip-prinsip budidaya ikan. Jakarta: Gramedia.

(43)

29

(44)

30 Lampiran 1. Biofilter yang digunakan dalam pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m3 dengan sistem resirkulasi.

Filter fisik (karang jahe) Filter kimia (pasir malang dan karbon aktif

(45)

31 ( 1 2 3 4 5 6 Keterangan :

1. Akuarium (60X28X30) cm 4. Filter Fisik 2. Talang Air 5. Filter Kimia 3. Filter Fisik 6. Keran Air

: Arah aliran air

Lampiran 2. Skema konstruksi sistem resirkulasi untuk pemeliharaan ikan kerapu macan Epinephelus fuscoguttatus

60X28x30 cm 400x15 cm 42 cm 66 cm 100x40 cm 5cm 5 0 cm 2 5 cm

Gambar

Gambar  1.  Tingkat  kelangsungan  hidup  ikan  kerapu  macan  Epinephelus  fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m 3  dalam  sistem resirkulasi
Gambar  2.  Laju  pertumbuhan  bobot  harian  ikan  kerapu  macan  Epinephelus  fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m 3  dalam  sistem resirkulasi
Gambar  4.  Pertumbuhan  panjang  mutlak  ikan  kerapu  macan  Epinephelus  fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m 3  dalam  sistem resirkulasi
Gambar  6.  Koefisien  keragaman  panjang  ikan  kerapu  macan  Epinephelus  fuscoguttatus pada padat tebar 150, 200, 250 dan 300 ekor/m 3  dalam  sistem resirkulasi yang
+4

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

a) Koefisien didapat dari perhitungan regresi dengan bantuan software SPSS dengan hasil seperti pada tabel 4.36. b) Volume aktual didapat dari tabel sub

Jenin – Ayah dari tawanan Palestina Mar’i Qabha, tawanan yang sakit di penjara Zionis, dari Jenin wilayah utara Tepi Barat, menyataan pihak penjara dan pemerintah

al (2012: 495) menyatakan bahwa ada dua kekuatan yang dapat mendorong munculnya kebutuhan untuk melakukan perubahan di dalam organisasi, yaitu: 1) kekuatan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara motivasi belajar dan efikasi diri dengan model mental siswa dalam

Penelitian ini menghasilkan (LKS) Diskusi berorientasi Model Brainstorming untuk Melatih Keterampilan Penyelesaian Masalah Siswa Pada Materi Perubahan Lingkungan Kelas X

Dalam usaha tersebut, pada tahun 1974 dibangun kilang minyak di Cilacap yang dirancang untuk mengolah bahan baku minyak mentah dari Timur Tengah, dengan maksud untuk

Disisi lain Abu Qurroh (1997:15) mengemukakan bahwa pernikahan sebagaimana diketahui publik, bukan sekedar memenuhi selera biologis. Dalam panduan Alquran wa

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah menganalisis karakteristik pekerja home industry pembuatan tahu Kediri dan menganalisis hubungan lama kontak, jenis pekerjaan dan