• Tidak ada hasil yang ditemukan

KONDISI SANITASI DASAR MASYARAKAT DESA JATIMULYO, KECAMATAN TAMBAKREJO, KABUPATEN BOJONEGORO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KONDISI SANITASI DASAR MASYARAKAT DESA JATIMULYO, KECAMATAN TAMBAKREJO, KABUPATEN BOJONEGORO"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman | 39 KONDISI SANITASI DASAR MASYARAKAT DESA JATIMULYO, KECAMATAN

TAMBAKREJO, KABUPATEN BOJONEGORO Rena Ratri Anggoro

Universitas Airlangga: Departemen Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku Fakultas Kesehatan Masyarakat, Surabaya

Email : rena.ratri@gmail.com

ABSTRAK

Desa Jatimulyo merupakan salah satu desa yang berada di Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro dengan jumlah penduduk 4.392 jiwa. Beberapa fasilitas sanitasi yang dimiliki masyarakat Desa Jatimulyo masih belum memenuhi standar kesehatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kondisi sanitasi dasar pada masyarakat Desa Jatimulyo. Desain penelitian yang digunakan adalah deskriptif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah KK yang ada di Desa Jatimulyo, pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik cluster sampling dengan jumlah sampel sebanyak 230 KK meliputi RT 7, RT 8 dan RT 9. Hasil penelitian menunjukkan bahwa cakupan akses air bersih pada masyarakat sebesar 99,1 %. 60,4% masyarakat belum memiliki saluran pembuangan air limbah yang memenuhi standar. 70,4% masyarakat sudah memiliki jamban. 75,7% masyarakat tidak memiliki tempat sampah di dalam rumah. Sebanyak 97,4 % masyarakat mengumpulkan sampah di tanah kosong yang ada di sekitar rumah. 89,6% masyarakat memiliki kebiasaaan membakar sampah.

(2)

PENDAHULUAN

Sanitasi dasar adalah sarana minimum yang diperlukan untuk menyediakan lingkungan pemukiman sehat dengan memenuhi syarat kesehatan yang meliputi penyediaan air bersih, sarana jamban, pembuangan sampah dan pembuangan air limbah. Adanya sarana sanitasi dasar yang memenuhi syarat merupakan sarana pendukung untuk meningkatkan kesehatan lingkungan (Badu,2012).

Kabupaten Bojonegoro merupakan salah satu wilayah dengan kondisi sanitasi dasar yang belum memenuhi syarat kesehatan yang optimal. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro tahun 2010 menunjukkan bahwa jumlah rumah yang memenuhi syarat kesehatan atau rumah sehat sebanyak 140.454 unit atau 42,84% dan jumlah rumah tangga yang mempunyai jamban adalah 218.153 KK atau 66,54% dengan kondisi jamban yang sehat adalah 49%. Sedangkan rumah tangga yang memiliki akses air bersih adalah 997.808 unit atau sebesar 82% .Cakupan dan akses air bersih di Kabupaten Bojonegoro terdiri dari ledeng, sumur pompa tangan, sumur gali dan lainnya. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukkan ada sumber air yang tidak memenuhi syarat yaitu adanya bakteri e-coli sebagai indikator bakteri patogen. Jumlah KK yang memiliki tempat sampah sebanyak 244.189 KK atau sebesar 74,48% dan memiliki SPAL rumah tangga sebanyak 98.575 KK atau sebesar 30,07%.

Kondisi sanitasi dasar yang tidak memenuhi syarat kesehatan, merupakan kondisi yang sangat kondusif untuk berkembangnya penyakit seperti penyakit kulit, kecacingan, dan bahkan penyakit yang bisa menjadi wabah dan menimbulkan kematian seperti diare, disentri dan lain sebagainya (Rusdi,2003). Hal inilah yang mendorong dilakukannya penelitian untuk mengetahui kondisi sanitasi dasar pada masyarakat Desa Jatimulyo, Kecamatan Tambakrejo, Kabupaten Bojonegoro

Desa Jatimulyo merupakan salah satu desa di Kecamatan Tambakrejo Kabupaten Bojonegoro yang memiliki total tanah seluas 1.133.630 hektar dengan jumlah penduduk pada tahun 2015 sebanyak 4.392 jiwa. Desa Jatimulyo memiliki 4 dusun. Setiap dusun tersebut terbagi menjadi beberapa Rukun

Desa Jatimulyo antara lain Dusun Nglambangan, terdiri dari 6 RT yaitu RT 1,2,3,4, 5 dan 6, Dusun Kalongan terdiri dari 4 RT yaitu RT 7, 8, 9, dan 10 dan Dusun Kramanan terdiri dari 2 RT yaitu RT 11 dan RT 12.

METODE PENELITIAN

Desain penelitian yang digunakan adalah observasional dengan pendekatan deskriptif. Penelitian ini dilaksanakan di Desa Jatimulyo, Kecamatan Tambakrejo,Kabupaten Bojonegoro pada bulan Juli – Agustus tahun 2016. Populasi penelitian adalah seluruh rumah tangga di Desa Jatimulyo berjumlah 1095 KK. Pengambilan sampel dilakukan menggunakan teknik cluster sampling dengan jumlah sampel sebanyak 230 KK meliputi RT 7, RT 8 dan RT 9. Pengambilan data dilakukan menggunakan kuesioner, observasi dan wawancara dengan responden. Proses analisis dilakukan dengan menggunakan program analisis data yang telah tersedia dalam program SPSS. Data yang telah diolah dan dianalisis disajikan dalam bentuk tabel sederhana/tabel frekuensi untuk analisis univariat yang disertai narasi atau penjelasan mengenai variabel yang diteliti.

HASIL

1. Karakteristik Responden

Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pekerjaan n % Petani 259 35,2 Wiraswasta 68 9,3 Pegawai Negeri 6 ,8 Swasta 35 4,8 Belum/Tidak Bekerja 170 23,1 Pelajar 136 18,5 Pembantu Rumah Tangga 27 3,7 Lainnya 34 4,6 Total 735 100,0

Jenis pekerjaan masyarakat RT 7, RT 8 , dan RT 9 Desa Jatimulyo mayoritas adalah petani, yaitu sebesar 35,2%.

Tabel 2. Tingkat Pendidikan

Pendidikan terakhir n %

Tidak sekolah 117 15,9

SD 351 47,8

SMP 128 17,4

(3)

Halaman | 41

D3 5 0,7

S1 4 0,5

Belum Sekolah 73 9,9

Total 735 100,0

Tingkat pendidikan terakhir masyarakat RT 7, RT 8 , dan RT 9 Desa Jatimulyo mayoritas adalah SD, yaitu sebesar 47,8 %.

2. Ketersediaan Air Bersih

Tabel 3. Ketersediaan Air Bersih Keluarga Ketersediaan air bersih n %

Ya 228 99,1

Tidak 2 0,9

Total 230 100,0

Sebagian besar responden telah memiliki ketersediaan air bersih, yaitu dengan jumlah sebanyak 228 KK (99,1 %). Tabel 4. Jenis Sumber Air Bersih

Jenis sumber air besih terlindung

n %

Ya 220 96,5

Tidak 8 3,5

Total 228 100,0

Sebagian besar responden yang memiliki akses air bersih telah memiliki sumber air yang terlindung, yaitu dengan jumlah sebanyak 220 KK (96,5%).

3. Pembuangan Air Limbah Tabel 5. Ketersediaan Saluran Pembuangan Air Limbah

Ketersediaan SPAL N %

Ya 91 39,6

Tidak 139 60,4

Total 230 100,0

Sebagian besar responden tidak memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL), yaitu sebanyak 139 KK (60,4 %). 4. Sarana Jamban

Tabel 6. Kepemilikan Jamban

Kepemilikan jamban N %

Ya 162 70,4

Tidak 68 29,6

Total 230 100,0

Sebagian besar responden telah memiliki jamban, yaitu sebanyak 162 KK (70,4 %).

Tabel 7. Jenis Jamban

Jenis jamban n %

Saniter (Leher angsa, Kloset, Plengsengan)

133 82,1

Tidak Saniter 29 17,9

Total 162 100,0

Sebagian besar responden yang memiliki jamban menggunakan jenis jamban yang saniter (leher angsa, kloset, plengsengan), yaitu dengan jumlah sebanyak 133 KK (82,1%).

5. Pembuangan Sampah

Tabel 8. Kepemilkan Tempat Sampah di Dalam Rumah Kepemilikan tempat sampah N % Ya 56 24,3 Tidak 174 75,7 Total 230 100,0

Sebagian besar responden tidak memilki tempat sampah yang disediakan di dalam rumah, yaitu dengan jumlah sebanyak 174 KK (75,7%).

Tabel 9. Tempat Pengumpulan Sampah Pengumpulan sampah N % Di Tanah Kosong 224 97,4 Di Sampah Umum 4 1,7 Di Sungai 1 ,4 Lainnya 1 ,4 Total 230 100,0

Sebagian besar responden mengumpulkan sampah di tanah kosong di sekitar rumah, yaitu dengan jumlah sebanyak 224KK (97,4%).

Tabel 10. Perlakuan Terhadap Sampah Perlakuan pada sampah N % Dibakar 206 89,6 Dtimbun 15 6,5 Di daur ulang 3 1,3 Lainnya 6 2,6 Total 230 100,0

Sebagian besar responden membakar sampah yang telah menumpuk, yaitu dengan jumlah sebanyak 206 KK (89,6%).

PEMBAHASAN

1. Karakteristik Responden

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 1 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Jatimulyo bekerja sebagai petani. Hal ini tentu saja dikarenakan lingkungan tempat tinggal yang berada di kawasan desa yang memiliki area persawahan seluas 189.465 hektar sehingga mendukung masyarakat untuk bekerja sebagai petani (Profil Desa Jatimulyo,2015)

(4)

Pada aspek kesehatan, petani relatif lebih berisiko terhadap munculnya masalah kesehatan, sesuai dengan penelitian yang dilakukan Susanto,dkk (2016) tentang masalah kesehatan petani didapatkan hasil bahwa permasalahan kesehatan yang terjadi pada petani di Kabupaten Jember yaitu masalah gizi (kurus dan lebih), anemia, hipertensi, nyeri tulang dan sendi. Karakteristik umum dari kondisi sakit dalam penelitian tersebut ditandai dengan lingkungan sanitasi tempat tinggal yang tidak sehat seperti tipe rumah yang tidak permanen, ventilasi dan pencahayaan rumah, manajemen sampah dan MCK, serta kualitas air minum yang tidak sehat. Menurut Pender, et al. (2014) hal ini berkaitan dengan lingkungan sebagai media vektor penyakit yang akan berdampak baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap masalah kesehatan dan promosi kesehatan individu, kelompok, dan komunitas.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 2 menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat Desa Jatimulyo memiliki tingkat pendidikan terakhir Sekolah Dasar (SD). Hal ini sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Imroatus,dkk (2016) tentang sanitasi masyarakat di kawasan pesisir pantai Dusun Talaga, Desa Kairatu,Kabupaten Seram Bagian Barat yang menunjukkan bahwa tingkat pendidikan terakhir responden paling banyak adalah tamat SD yaitu sebanyak 74 orang (60,2%). Menurut Sander (2005), pendidikan merupakan hal yang penting dalam mempengaruhi pikiran seseorang, pendidikan kepala keluarga yang rendah menjadikan mereka sulit memahami pentingnya sanitasi dasar. Tingkat

pendidikan seseorang dapat

mempengaruhi pengetahuannya tentang kesehatan. Pendidikan akan memberikan pengetahuan sehingga terjadi perubahan perilaku positif, seseorang yang memiliki tingkat pendidikan lebih tinggi lebih berorientasi pada tindakan preventif, mengetahui lebih banyak tentang masalah kesehatan dan memiliki status kesehatan yang lebih baik (Notoadmodjo,2003). 2. Ketersediaan Air Bersih

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 3 menunjukkan bahwa sebagian besar responden telah memiliki akses air

penelitian Irhamiah,dkk dalam penelitiannya mengenai kondisi sanitasi dasar pada masyarakat Pulau Lae-Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar tahun 2014 yang menunjukkan bahwa 97,3% masyarakat telah memiliki ketersediaan air bersih yang baik. Kondisi sanitasi dasar manusia yang baik tidak terlepas dari tersedianya air. Persediaan air yang banyak dan dengan kualitas yang baik akan lebih cepat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Menurut Notoatmodjo (2007), untuk berperilaku sehat masyarakat memerlukan sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan seperti air bersih, tempat pembuangan sampah, dan tempat pembuangan tinja. Dengan adanya cakupan akses air bersih yang tinggi di Desa Jatimulyo, hal ini bisa menjadi potensi untuk mendukung masyarakat dalam berperilaku sehat.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar responden yang memiliki akses air bersih telah memiliki sumber air yang terlindung seperti sumur. Menurut WHO-UNICEF (2004), penyediaan air bersih yang layak meliputi sambungan rumah, hidran umum, sumur bor, sumur gali terlindung, mata air terlindung, dan pengumpulan air hujan. Meskipun masyarakat telah memiliki sumur yang terlindung, namun berdasarkan hasil wawancara sebagian besar masyarakat pernah mengalami diare. Hal ini dimungkinkan karena sumur yang juga digunakan sebagai sumber air minum oleh masyarakat tercemar oleh zat tertentu. Menurut Rahayu (2004) penyebab terjadinya pencemaran air sumur ada 2, yaitu berasal dari air permukaan dan berasal dari dalam tanah. Air hujan yang mengandung mikroorganisme jatuh di tanah kadang membuat genangan di permukaan tanah, diperparah lagi dengan adanya muatan sampah sehingga menjadikan air tersebut sangat kotor. Air genangan ini lambat laun akan terserap ke dalam tanah sehingga membuat pencemaran dalam sumber air.

3. Pembuangan Air Limbah

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 5 menunjukkan bahwa sebagian besar responden tidak memiliki SPAL. Masyarakat hanya mengalirkan air limbah

(5)

Halaman | 43 dengan kondisi terbuka, sehingga air

limbah tersebut membuat tanah jadi becek. Kusnoputranto (1997) menyatakan bahwa air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan bahaya bagi kesehatan manusia karena air limbah yang tidak dikelola dengan baik merupakan media pembawa penyakit terutama penyakit menular yang penularannya melalui air yang tercemar. Air limbah yang mengandung mikroorganisme patogen dapat menginfeksi anak-anak yang sedang bermain di halaman.Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitri di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli menunjukkan bahwa air limbah yang dibuang sembarangan menginfeksi anak-anak sehingga terjadi kecacingan. Penelitian yang dilakukan Nur,dkk (2013) juga menyebutkan bahwa dari dari 181 responden yang positif kecacingan, responden yang memiliki SPAL yang tidak memenuhi syarat yaitu sebesar 80,3%. Berdasarkan beberapa hasil penelitian tersebut peneliti menyimpulkan bahwa masyarakat di Desa Jatimulyo memiliki risiko untuk terkena kecacingan karena tidak memiliki SPAL yang memenuhi syarat.

4. Sarana Jamban

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 6 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden telah memiliki jamban dan sudah menggunakan jamban saniter seperti leher angsa atau kloset. Jamban leher angsa merupakan jenis jamban yang memenuhi syarat kesehatan. Jamban ini berbentuk leher angsa sehingga akan selalu terisi air, yang berfungsi sebagai sumbat sehingga bau dari jamban tidak tercium dan mencegah masuknya lalat ke dalam lubang. Jamban leher angsa memiliki keuntungan antara lain aman untuk anak-anak dan dapat dibuat di dalam rumah karena tidak menimbulkan bau (Entjang,2000).

Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, masyarakat yang tidak memiliki jamban memiliki kebiasaan melakukan buang air besar di sungai,sawah,maupun kebun. Alasan yang mendasari masyarakat untuk buang air besar tidak di jamban yaitu di antaranya karena jarak rumah yang dekat dengan sungai/sawah/kebun, tidak memiliki dana untuk membangun jamban, dan belum

mendapat bantuan jamban. Selain itu, kesadaran masyarakat untuk membangun jamban sendiri juga masih rendah. Masyarakat masih memiliki rasa enggan dalam mengeluarkan uang untuk membangun jamban, hal ini disebabkan karena masyarakat masih memiliki mind set bahwa membangun jamban itu harus bagus dan menghabiskan uang hingga jutaan rupiah. Hal ini didukung dengan hasil penelitian Irhamiah,dkk (2014) mengenai kondisi sanitasi dasar pada masyarakat Pulau Lae-Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar yang menyebutkan bahwa kebiasaan masyarakat Pulau Lae-Lae buang air besar di laut sudah menjadi kebiasaan sehari-hari, sehingga hal tersebut bukan lagi menjadi hal yang aneh atau dianggap tabu. Selain itu, alasan responden membuang tinja di pinggir laut karena memerlukan biaya yang besar untuk membuat jamban, terutama yang dilengkapi dengan septic tank dan juga memerlukan lahan yang cukup, sementara kondisi yang ada jarak antar rumah sangat berdekatan. Adanya masyarakat yang masih buang air besar sembarangan dapat menimbulkan permasalahan karena dapat mencemari lingkungan dan dapat menjadi media penularan penyakit. Menurut Soeparman (2002) tinja yang dibuang di tempat terbuka dapat dijadikan tempat bertelur dan berkembang biak oleh lalat. Lalat berperan dalam penularan penyakit melalui tinja (faecal borne disease).

5. Pembuangan Sampah

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 8 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden tidak memiliki tempat sampah di dalam rumah. Mayoritas masyarakat membuang sampah dengan cara mengumpulkannya di tanah kosong sekitar rumah (tabel 9). Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa tempat pengumpulan sampah yang dimiliki masyarakat adalah dibuat dengan menggali tanah yang ada di sekitar rumah hingga membentuk lubang yang tidak terlalu dalam. Masyarakat membuang sampah di lubang tersebut dengan keadaan terbuka dan tidak dipilah. Tempat pembuangan sampah dalam keadaan terbuka dapat mengundang datangnya lalat yang kemudian bisa membawa penyakit yang dapat ditularkan oleh lalat melalui

(6)

makanan. Hal ini sejalan dengan pernyataan Santi (2001) dalam penelitiannya mengenai manajemen pengendalian lalat menyebutkan bahwa sampah yang ditumpuk di tempat terbuka dapat menjadi medium yang mendukung pembiakan lalat rumah karena mengandung zat-zat organik.

Berdasarkan hasil yang diperoleh pada tabel 10 menunjukkan bahwa sebagaian besar responden memiliki kebiasaan membakar sampah. Menurut masyarakat membakar sampah merupakan hal yang wajar dilakukan dan dianggap tidak menjadi masalah bagi mereka. Sampah yang telah terkumpul di lahan kosong akan dibakar dalam periode waktu tertentu, sehingga dari pembakaran tersebut menghasilkan asap yang dapat mengganggu pernafasan dan mencemari lingkungan. Sesuai dengan pendapat Fitriana (2011) yang menyatakan bahwa pembakaran sampah dapat meningkatkan karbonmonoksida (CO), karbondioksida (CO2) nitrogen-monoksida (NO), gas belerang, amoniak dan asap di udara. Asap di udara, asap yang ditimbulkan dari bahan plastik ada yang bersifat karsinogen, artinya dapat menimbulkan kanker

KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa kondisi sanitasi dasar masyarakat RT 7,8, dan Desa Jatimulyo sudah cukup baik.

2. Sebagian besar masyarakat telah memiliki ketersediaan air bersih yang cukup dan berasal dari sumber air yang terlindung. 3. Sebagian besar masyarakat telah memiliki

jamban yang saniter.

4. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki Saluran Pembuangan Air Limbah (SPAL). 5. Sebagian besar masyarakat tidak memiliki

tempat sampah di dalam rumah dan memiliki kebiasaan membakar sampah yang telah dikumpulkan di lahan kosong sekitar rumah.

SARAN

1. Pemerintah perlu melakukan kerjasama dengan masyarakat Desa Jatimulyo untuk pengadaan jamban keluarga dengan menyesuaikan karakteristik/kondisi masyarakat setempat.

2. Petugas kesehatan wilayah setempat perlu melakukan penyuluhan secara intensif

kesadaran masyarakat mengenai masalah kesehatan lingkungan seperti pentingnya jamban, dampak pembakaran sampah, serta SPAL yang kurang sehat.

DAFTAR PUSTAKA

Badu A. 2012. Gambaran Sanitasi Dasar pada Masyarakat Nelayan di Kelurahan Pohe Kecamatan Hulonthalangi Kota Gorontalo. Jurnal Kesehatan Masyarakat.

Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro. 2010. Profil Sanitasi Kabupaten Bojonegoro. [Online] available at: http://ppsp.nawasis.info/dokumen/peren canaan/sanitasi/pokja/bp/kab.bojonegor o/BAB%20III%20BPS.pdf.

Entjang I. 2000. Ilmu Kesehatan Masyarakat, cetakan ke XIII. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.

Fitri. 2012. Analisis Faktor-faktor Risiko Infeksi Kecacingan Murid Sekolah Dasar di Kecamatan Angkola Timur Kabupaten Tapanuli Selatan. Jurnal Ilmu lingkungan.

Fitriana,Ayu. 2011. Perilaku Ibu Rumah Tangga dalam Pengelolaan Sampah di Desa Bluru Kidul RW 11 Kecamatan Sidoarjo [Jurnal]. Universitas Airlangga. Imroatus, S., Mulyadi, M., & Lihi, M. 2016.

Gambaran Kualitas Fisik Bakteriologis Udara Dalam Ruang dan Gejala ISPA di Pondok Pesantren Bahrul Ulum Kabupaten Gowa Tahun 2014. Jurnal Kesehatan Lingkungan.

Irhamiah, M. 2014. Kondisi Sanitasi Dasar Pada Masyarakat Pulau Lae-Lae, Kecamatan Ujung Pandang, Kota Makassar [Jurnal]. Universitas Hasanuddin

Kusnonputranto H. Air limbah dan Ekskreta Manusia. Jakarta: Ditjen Dikti Depdikbud; 1997.

Notoatmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka Cipta Nur, M. I., La Ane, R., & Selomo, M. 2013.

Faktor Risiko Sanitasi Lingkungan Rumah Terhadap Kejadian Kecacingan Pada Murid Sekolah Dasar Di Pulau Barrang Lompo Kota Makassar Tahun 2013. Makassar.

(7)

Halaman | 45 Pemerintah Desa Jatimulyo. 2016. Profil Desa

Jatimulyo. Bojonegoro.

Pender, N. J., Murdaugh, C. L., & Parsons, M. A. 2002. Health promotion in nursingpractice (4th ed.). Upper Saddle River, NJ: Prentice Hall

Rusdi. 2003. Kondisi Sanitasi Lingkungan dan Pola Penyakit Pada Masyarakat Sekitar Daerah Aliran Sungai Citra Mas Kecamatan Pangkajene Kabupaten Pangkep [Skripsi]. Universitas Hasanuddin.

Sander M. A. 2005. Hubungan Faktor Sosio Budaya dengan Kejadian Diare di Desa Candinegoro Kecamatan Wonoayu Sidoarjo. Jurnal Medika.

Santi, D. N. 2001.Manajemen pengendalian lalat. Jurnal Kesehatan Lingkungan. Suparmin, S. 2002. Pembuangan Tinja dan

Limbah Cair. EGC. Jakarta.

Susanto, T., Purwandari, R., & Wuryaningsih, E. W. 2016. Model Perawatan Kesehatan Keselamatan Kerja Berbasis Agricultural Nursing: Studi Analisis Masalah Kesehatan Petani. Jurnal NERS.

WHO-UNICEF. 2004. Meeting the MDG Dringking Water and Sanitation Target: A Mid-Term Assesment of Progress. World Health Organization and United Nations Children`s Fund

Gambar

Tabel 6. Kepemilikan Jamban

Referensi

Dokumen terkait

Hasil evaluasi semua bobot contoh yang diperoleh (Ω, W, W*, dan W**) menunjukkan bahwa bobot W* merupakan bobot yang memenuhi kriteria pembobot yang baik yaitu

Penelitian ini memiliki dua tujuan, yaitu: (1) Tujuan Umum: Untuk mengetahui, memahami, dan mendapatkan suatu gambaran yang jelas tentang ada atau tidak adanya penyimpangan hukum

Strategi merupakan salah satu cara yang sangat efektif digunakan oleh seorang guru dalam meningkatkan motivasi atau minat belajar siswa, karena dengan adanya strategi yang

untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Program Pemulihan Ekonomi Nasional Dalam Rangka Mendukung

Kemudian, data disusun dan dianalisis menggunakan metode deskriptif analisis yakni menggambarkan atau mendeskripsikan data yang telah diperoleh dari lapangan terkait

Berdasarkan peta persentase rumah tangga terhadap akses dan fasilitas air bersih tergambarkan bahwa rumah tangga yang tidak memiliki akses terhadap air bersih pada setiap

Kim (32) dan Huang (33) mengamati apoptosis pada kanker servik yang diberi perlakuan dengan radioterapi dan memperoleh bahwa indeks apoptosis spontan yang rendah mencerminkan

Dari kebutuhan hidup bagi biota air tersebut akan membentuk suatu hubungan diantara biota air (simbiosis) yang berbeda-beda antara lain. 1) Parasitisme, yaitu biota air