• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI FRAKSINASI DAN PENGERINGAN PROTEIN ALBUMIN TELUR AYAM. (Fractionation Tecnology and Drying of Hen Egg s Albumin Protein)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI FRAKSINASI DAN PENGERINGAN PROTEIN ALBUMIN TELUR AYAM. (Fractionation Tecnology and Drying of Hen Egg s Albumin Protein)"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

TEKNOLOGI FRAKSINASI DAN PENGERINGAN PROTEIN ALBUMIN TELUR AYAM

(Fractionation Tecnology and Drying of Hen Egg’s Albumin Protein) A. M. Legowo, Soepardie, dan A. Hintono

Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro, Semarang

ABSTRAK

Albumin merupakan fraksi protein didalam putih telur dan mempunyai beberapa sifat fungsional yang penting pada proses pengolahan pangan. Penelitian ini bertujuan untuk melakukan fraksinasi albumin dengan metoda modifikasi dan melakukan pengeringan dengan beberapa metoda, serta evaluasi hasilnya.

Proses fraksinasi protein albumin dilakukan berdasarkan metoda Johnson dan Zabiek (1981) yang dimodifikasi dan kemudian dilakukan analisis kimiawi cairan protein albumin yang diperoleh. Selanjutnya, hasil fraksinasi dikeringkan dengan tiga metoda, yaitu : (1) menggunakan oven, (2) menggunakan oven dengan didahului perlakuan enzimatis, dan (3) pengeringan beku (“freeze drying”). Protein albumin kering diuji, yaitu meliputi variabel komposisi kimiawi, daya buih dan stabilitas buih.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar protein dan kadar total abu cairan albumin hasil modifikasi dan metoda terdahulu berbeda sangat nyata (p<0,01). Ketiga metoda pengeringan menghasilkan protein albumin kering yang mempunyai kadar protein dan total abu tidak berbeda nyata, tetapi kadar glukosa berbeda sangat nyata (p<0.01). Daya buih dan stabilitas buih ketiga jenis protein albumin kering berbeda sangat nyata (p<0,01).

Kata kunci : fraksionasi, pengeringan, albumin, telur ayam ABSTRACT

Albumin is the protein fractions in egg white and it has several functional properties that are important in the food processing. The objectives of this study were to fractionate and dry the albumin, and then to evaluate the properties of dried albumin.

The albumin was fractionated by the modified procedures, followed by chemical analysis of albumin. In the further step, the fractionated albumin was dried using three methods of : (1) oven drying, (2) enzymatically treatments prior to oven drying, and (3) freeze drying. The dried albumins were evaluated for chemical composition, foaming ability and foaming stability.

The results indicated that the protein and ash contens of albumin from the previous and modified methods were significantly different (P<0,01). The three drying methods resulted in similar protein and ash contens, but significantly different in glucose contents (P<0,01). Foaming ability and stability of three dried albumins were significantly different (P<0,01).

(2)

PENDAHULUAN

Telur ayam merupakan sumber protein hewani yang relatif murah dan mudah didapat. Bagian telur yang banyak mengandung protein adalah putih telur (albumin). Didalam albumin terdapat sekitar 40 jenis protein yang berbeda (Osuga dan Feeney, 1977). Sebagai satu kesatuan, keseluruhan protein yang ada didalam albumin disebut sebagai protein albumin (Ziegler dan Foegeding, 1990).

Protein albumin mempunyai berbagai sifat fungsional yang penting pada proses pengolahan makanan, misalnya membentuk gel, membentuk emulsi, dan membentuk buih. Upaya fraksinasi dan pengawetan protein albumin perlu dilakukan agar dapat dimanfaatkan secara khusus untuk jangka waktu lama.

Protein dapat difraksinasi/dipisahkan dari pr otein jenis lain atau bahan bukan pr otein berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan, dan afinitas ikatan (Win arno, 1986a). Fraksin asi protein berdasarkan ukurannya dapat dilakukan dengan cara dianalisis melalui membran semipermiabel, atau dengan cara kromatografi gel (Winarno, 1986a; Robyt dan White, 1987).

Fraksinasi protein albumin telah dilakukan oleh Sorensen & Hoyrup yang dimodifikasi oleh Johnson dan Zabiek (1981). Pada garis besarnya metoda fraksinasi meliputi pemisahan albumin dari bagian telur yang lain, kemudian dilanjutkan dengan pembuangan kalaza dan komponen lain yang terikut, homogenisasi, dan dialisis membran (Johnsoin dan Zabiek, 1981). Metoda fraksinasi ini masih dapat dimodifikasi pada beberapa tahap prosesnya untuk mengurangi fraksi non-protein dan mineral yang terikut.

Untuk mendapatkan protein albumin yang awet antara lain dapat dilakukan dengan cara pengeringan. Salah satu masalah didalam proses pengeringan albumin adalah terjadinya pencoklatan (“browning”) karena adanya glukosa (Meyer, 1973; Tomasik, 1997). Pengurangan kandungan glukosa albumin dapat dilakukan antara lain secara enzimatis. Penelitian ini mempunyai tujuan antara lain :

1. Fraksinasi protein albumin telur ayam dengan memodifikasi metoda yang telah ada.

2. Pengeringan protein albumin dengan beberapa cara, yaitu dengan oven, menggunakan oven dengan perlakuan enzimatis, dan dengan “freeze dryer”.

3. Menguji dan membandingkan sifat fungsional protein albumin kering dari ketiga cara pengeringan tersebut serta dengan kontrol (albumin telur segar).

MATERI DAN METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan Universitas diponegoro dan di Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) Pangan dan Gizi Universitas Gadjah Mada.

Penelitian ini menggunakan 250 butir telur infertil berumur 1 hari dari ayam strain Lohman Brown yang berumur 52 minggu dari produksi Peternakan “E dan E” di Desa Mijen, Kecamatan Gunung Pati, Kota Semarang. Bahan penunjang meliputi membran dianalisis, enzim glukosa oksidase, dan enzim katalase (Sigma Chemical Co., St. Louis – MO, USA). Bahan kimia lain yang digunakan antara lain asam sitrat, H2O2, dan larutan buffer untuk pH-meter yang memenuhi standar kualitas untuk analisa.

Fraksinasi dan Pengeringan Protein Albumin Mula-mula dilakukan pemisah an dan homogenisasi putih telur ayam. Protein albumin difraksinasikan dari cairan putih telur homogen dengan prosedur yang dimodifikasi dari metoda Joh nson dan Zabiek (1981). Modifiksi yang dilakukan meliputi cara homogenisasi, sentrifugasi untuk pemisahan albumin, dan dialisis membran. Homogenisasi dilakukan dengan cara mengencerkan putih telur den gan akuades (1:1), kemudian dihomogenisasi menggunakan “waring blendor’ pada kecepatan rendah selama 10 menit. Sentrifugasi pada 6.000 rpm selama 15 menit untuk memisahkan protein dari sisa-sisa kalaza, dan presipitat komponen albumin. Dialisis membran dilakukan selama 3 hari menggunakan akuades (penggantian 5 kali yaitu setiap 12 jam) untuk menghilangkan sebagian besar mineral dan komponen terlarut bukan protein.

(3)

Cairan protein albumin ynag diperoleh dikeringkan dengan cara sebagai berikut : (1) menggunakan oven pada suhu 45o C selama 22 jam;

(2) menggunakan oven pada suhu 45o C selama 22

jam, dengan didahului pemberian enzim glukosa oksidase dan katalase (Winarno, 1986b); dan (3) dengan menggunakan alat pengering beku (“freeze dryer”).

Telur Ayam Segar

Pemisahan Putih Telur

Pengenceran

(dengan air 1 : 1 )

Homogenisasi

( 10 menit )

Sentrifugasi

( 6000 rpm, 15 menit )

Klarifikasi

Dialisis Membran

Presipit & Sisa Khalaza

Mineral & Zat terlarut Non – protein

Cairan Protein Albumin

Cangkang, Kuning Telur,

Khalaza

(4)

Besarnya suhu pemanasan dengan oven didasar kan h asil per cobaan pen dah uluan

pengeringan pada berbagai tingkat suhu (40-60

o C)

yaitu optimal pada suhu 45o C. Pemberian enzim

glukosa oksidase didasarkan kadar glukosa sebesar 58.000 unit pada pH 6,7 – 6,8 (diatur dengan asam sitrat 10%), suhu 37o C, dan ditambah 0,6 mL H

2O2

serta enzim katalase 0,26 g. Setelah diaduk perlahan selama 30 menit, cairan protein albumin dikeringkan didalam oven. Untuk pengeringan beku, cairan

protein dibekukan (-10o C) selama 20 jam, kemudian

dibawa ke Laboratorium PAU Pangan dan Gizi UGM dengan thermos es untuk dibekukan kembali dan kemudian dikering bekukan.

Putih telur segar dan cairan protein albumin yang diperoleh dianalisis kimiawi yang meliputi : Kadar air dengan metoda oven (Sudarmadji et al., 1989); kadar glukosa dengan metoda Kjeldhal (Sudarmadji et al., 1989); kadar glukosa dengan metoda spektroskopi (Apriantono et al., 1989); kadar total abu/mineral (Sudarmadji et al., 1989).

Uji Hasil Pengeringan

Protein albumin kering yang diperoleh dihaluskan dengan mortir dan diayak dengan saringan berukuran 100 mesh. Seperti halnya putih telur segar dan cairan protein albumin, serbuk protein dari ketiga perlakuan selanjutnya dianalisis kimiawi, yaitu meliputi kadar air, kadar protein, kadar glukosa dan total abu/mineral.

Uji Daya Buih dan Stabilitas Buih

Daya buih diukur berdasarkan besarnya perbandingan volume sampel cairan protein sebelum

dan sesudah dikocok menggunakan “mixer” dengan kecepatan medium selama 90 detik dilanjutkan den gan kecepatan tin ggi selama 90 detik. Pengukuran daya buih ini merupakan modifikasi metoda yang dikemukakan oleh Taylor dan Bigbee (1973).

Stabilitas buih ditentukan berdasarkan besarnya perubahan daya buih pada saat mula-mula dan setelah 30 menit didiamkan pada suhu sekitar 30o C selama 30 menit. Dengan demikian, stabilitas

buih adalah selisih nilai daya buih mula-mula dan nilai daya buih setelah 30 menit, kemudian dibagi dengan nilai daya buih mula-mula dan dikalikan 100 %.

Rancangan Percobaan dan Pengolahan Data Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 kali ulangan. Parameter yang diamati adalah sifat kimiawi protein albumin yang berupa cairan dan kering, serta daya buih dan stabilitas buih. Data dianalisis ragam dan diuji lanjut dengan uji wilayah ganda Duncan (Steel dan Torrie, 1980).

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Fraksinasi Protein Albumin

Fr aksinasi albumin dilakukan melalui beberapa modifikasi prosedur Johnson dan Zabiek (1981). Modifikasi mencakup 3 tahapan proses, yaitu homogenisasi, sentrifugasi, dan dialisis membran (Ilustrasi 1).

Bila Johnson dan Zabiek (1981) tidak melakukan pengenceran, maka dalam penelitian ini Tabel 1. Komposisi Kimiawi Putih Telur segar dan Cairan Protein Albumin

Protein Glukosa Abu Jenis Bahan Air

(% berat basah)

(---% berat kering ---) Putih Telur Segar

Cairan Prot. Albumin Cairan Albumin *) 86,46 89,15 88,56 90,78A 86,30B 85,83B 2,01 1,99 2,01 0,73C 0,42E 0,68D

Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). *) Cairan albumin hasil fraksinasi metoda Johnson dan Zabiek (1981).

(5)

putih telur diencerkan dengan air (1:1) untuk mempermudah homogenisasi. Selanjutnya Johnson dan Zabiek (1981) tidak menjelaskan spesifikasi prosesnya, namun dalam penelitian ini digunakan homogenisasi dengan kecepatan rendah selama 10 menit. Penetapan kecepatan homogenisasi ini berdasarkan percobaan pendahuluan, yaitu setelah homogenisasi > 10 menit putih telur sudah homogen. Pada prosedur Johnson dan Zabiek (1981) pemisahan sisa-sisa khalaza tidak dijelaskan secara rinci. Didalam penelitian ini, pemisahan sisa-sisa khalaza dan endapan/presipitat protein dihilangkan dengan cara sentrifugasi. Setelah sentrifugasi pada 6000 rpm selama 15 menit cairan putih telur (berupa supernatan) dapat dipisahkan dan diperoleh.

Dialisis membran semi-permiabel dengan media akuades dapat mengurangi garam-garam, mineral, dan zat terlarut bukan protein. Dialisis selama 3 hari (5 kali penggantian) telah dapat menurunkan kadar sebesar 43%. Hasil analisis kimiawi cairan albumin hasil fraksinasi pada Tabel 1. Pada Tabel 2 tampak bahwa kadar protein cairan albumin lebih rendah dibandingkan dengan protein putih telur segar. Hal ini disebabkan selama proses fraksinasi ada sebagian protein yang hilang, misalnya pada sentrifugasi dan klarifikasi. Protein yang hilang tersebut terutama terikat bersama kalaza dan protein-protein yang mudah terpresipitasi seperti globulin dan protein minor (Osuga dan Feeney, 1977). Hasil Analisis Kimiawi Protein Albumin Kering

Proses pengeringan cairan albumin dilakukan dengan tiga metoda, yaitu menggunakan oven tanpa penambahan enzim, menggunakan oven dengan penambahan enzim, dan dengan pengeringan beku.

Protein albumin kering dari ketiga cara pengeringan tersebut dianalisis kimiawi dan hasilnya disajikan pada Tabel 2.

Ketiga protein albumin kering mempunyai kadar air dan kadar total abu hampir sama (Tabel 2). Kesamaan tersebut menunjukkan bahwa perbedaan cara pengeringan tidak berpengaruh terhadap perubahan abu/miner al. Kadar protein hasil pengeringan dengan oven lebih rendah dibanding hasil pengeringan menggunakan oven dengan perlakuan enzimatis dan hasil pengeringan beku. Perbedaan ini diduga berkaitan terjadinya reaksi pencoklatan Maillard antara protein dan senyawa gula. Sejauh ini diketahui bahwa pengeringan berpengaruh terhadap perubahan struktur protein tetapi tidak mengurangi jumlah nitrogen (N) penyusun molekul protein, sehingga perbedaan kadar protein ketiga albumin kering relatif kecil.

Pada Tabel 2 tampak bahwa glukosa ketiga protein albumin kering tersebut berbeda sangat nyata. Kadar glukosa albumin yang dikeringkan dengan oven sedikit lebih rendah dari pada kadar glukosa albumin sebelum dikeringkan. Perubahan ini diduga bahwa sebagian glukosa mengalami proses pencoklatan (“browning”) membentuk senyawa berwarna coklat (Meyer, 1973).

Pr otein albumin yan g diker in gkan menggunakan oven dengan perlakuan enzimatis mempunyai kadar glukosa paling rendah (Tabel 2). Pemberian enzim glukosa oksidase dapat mengubah glukosa menjadi asam glukonat (Winarno, 1986b). Daya Buih dan Stabilitas Buih Protein Albumin

Daya buih dan stabilitas buih protein albumin disajikan pada Tabel 3. Daya buih merupakan rasio Tabel 2. Komposisi Kimiawi Albumin Kering

Air Protein Glukosa Total Abu Jenis Bahan

(% berat basah) (---% berat kering ---) Albumin Kering – A Albumin Kering – B Albumin Kering - C 5,32 5,24 4,75 85,01B 86,92A 87,16A 1,08A 0,01B 1,97C 0,39 0,41 0,42

Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Albumin Kering–A = Albumin hasil pengeringan dengan oven.

Albumin Kering–B = Albumin hasil pengeringan oven dengan perlakuan enzimatis Albumin Kering–C = Albumin hasil pengeringan beku

(6)

volume buih yang terbentuk dengan volume awal cairan protein; sedangkan stabilitas buih merupakan besarnya perubahan volume buih setelah 30 menit. Daya buih ketiga jenis albumin kering dan putih telur segar berbeda sangat nyata (Tabel 3). Daya buih terbesar dimiliki oleh putih telur segar, sedangkan daya buih terkecil adalah protein albumin hasil pengeringan beku. Dari data ini tampak bahwa metoda pengerigan berpengaruh terhadap daya buih protein albumin.

Daya buih sangat dipengaruhi oleh jenis protein didalam albumin (Baldwin, 1977). Perbedaan daya buih diduga berkaitan dengan pengaruh pengeringan terhadap jenis-jenis protein tertentu yang mudah terkoagulasi akibat panas (Palmer, 1972). Didalam penelitian ini ada perbedaan panas yang diber ikan pada masin g-masin g per lakuan pengeringan.

Stabilitas buih protein albumin h asil pengeringan dengan oven langsung dan dengan perlakuan enzimatis tidak berbeda nyata. Stabilitas buih kedua jenis protein ini berbeda sangat nyata dengan stabilitas buih putih telur segar dan juga berbeda sangat nyata dengan stabilitas buih protein albumin hasil pengeringan beku. Palmer (1972) menyatakan bahwa ovomusin didalam albumin berperan menstabilkan buih. Kendati jumlah ovomusin didalam putih telur relatif kecil (Osuga dan Feeney, 1977), namun diduga mengalami perubahan fun gsi akibat pengeringan den gan oven dan selanjutnya mempengaruhi stabilitas buih.

KESIMPULAN

1. Cairan protein albumin hasil fraksinasi dengan metoda modifikasi mempunyai kadar total abu lebih rendah, tetapi kadar protein dan glukosa relatif sama bila dibandingkan metoda terdahulu. 2. Pengeringan dengan tiga metoda, yaitu (1) menggunakan oven, (2) menggunakan oven dengan perlakuan enzimatis, dan (3) pengeringan beku, mengakibatkan menurunnya daya buih dan stabilitas buih dibanding telur segar.

DAFTAR PUSTAKA

Apriantono, A., D. Fardiaz, N.L. Puspitasari, Sedarnawati, dan S. Budiyanto. 1989. Petunjuk Laboratorium Analisis Pangan. Depdikbud Ditjen Dikti – PAU Pangan dan Gizi IPB, Bogor.

Baldwin, R.E. 1997. Functional properties in food. In W.J. Stadelman & O.J Cotterill (Eds.), Egg Sciense and Technology. The Avi Publishing Co., Westport Connecticut.

Johnson, T. M. and Zabiek, M. E. 1981. Egg albumen proteins interactions in an angel food cake system. J. Food Sci. 46 : 1231 – 1236. Meyer, L. H. 1973. Food Chemistry. Affiliated East –

West Press PVT. Ltd., New Delhi.

Tabel 3. Rerata Daya Buih dan Stabilitas Buih Protein Albumin

Daya Buih Stabilitas Buih Jenis Bahan

--- % --- Putih Telur Segar

Albumin Kering – A Albumin Kering – B Albumin Kering – C 440,95A 357,50B 368,42C 349,66D 89,61E 82,34F 82,70F 84,95G

Superskrip huruf besar yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang sangat nyata (P<0,01). Albumin Kering – A, B, dan C = seperti keterangan pada Tabel 2.

(7)

Osuga, D. t. and Feeney, R. E. 1977. Egg proteins. In : Food Proteins, J. R. Whitaker & S. R. Tannenbaum (Eds.). Avi Publ. Co., Inc., Westport, Connecticut. p.209 – 266.

Palmer, H. H. 1972. Eggs. In : P.P.Paul and H.H. Palmer (Eds.). Food Theory and Applications. John Wiley and Sons, Inc. New York.

Robyt, J.F. White. 1987. Biochemical Techniques Theory and Practice. Waveland Press Inc. Illinois.

Steel, R. G. D. and Torrie, J. H. 1980. Principles aand procedures of statistic. McGraw Hill Book Co., New York.

Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Syhardi. 1989. Prosedur Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Liberty, Yogyakarta.

Taylor, M.H. and D.E. Bigbee. 1973. Poultry and egg products. In : A. Kramer & B.A. Twigg (Eds.),

Quality control for the Food Industry, 3rd ed.

The Avi Publising Co. Inc., Westport – Connecticut.

Tomasik, P. 1997. Saccharides. In : Z. E. Sikorski (ed). Chemical and functional Properties of food Components. Technomic Publishing Co. Inc. Pennsylvania

Winarno, F. G. 1986a. Kimia Pangan dan Gizi. P. T. Gramedia, Jakarta.

Winarno, F. G. 1986b. Enzim Pangan dan Gizi. P. T. Gramedia, Jakarta.

Ziegler, G. R. and Foegeding, E. A. 1990. The gelation of proteins. In : Advances in Food and Nutrition Research, J. E. Kinsella (Ed.). Academic Press, San Diego. p. 204-297.

Gambar

Ilustrasi 1. Diagram Alir Proses Fraksinasi protein Albumin Telur
Tabel 3. Rerata Daya Buih dan Stabilitas Buih Protein Albumin

Referensi

Dokumen terkait

Menyadari tugas pelayanan aparatur sipil Negara (ASN) merupakan faktor utama guna menunjang keberhasilan pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dalam membangun

Persahabatan ditandai dengan kesediaan untuk dapat saling bantu (dapat menjadi penolong) satu sama lain.(4)Dasar keempat penggunaan teman sebaya untuk membantu orang lain muncul

“Tahun 2014, data anak putus sekolah mencapai angka 703 anak, hal tersebut menunjukkan penurunan signifikan dari tahun-tahun sebelumnya yang pada tahun 2013 saja

11 Kombinasi rasa Brownies Zebra tidak menyatu 12 Brownies Zebra tidak memiliki tekstur yang lembut 13 Ukuran brownies tidak sesuai yang diharapkan 14 Tidak terdapat label

1) Pribadi kreatif mempunyai kekuatan energi fisik yang memungkinkan mereka bekerja berjam-jam dengan konsentrasi penuh, tetapi mereka juga bisa tenang dan rileks,

Alat ukur yang digunakan adalah kuisioner yang mengukur tingkat konformitas dan potensi untuk menjadi pelaku bully yang disusun oleh peneliti.. Bagian A berisikan

ROHIS merupakan ekstrakurikuler yang berhubungan dengan mata pelajaran PAI dan salah satu programnya adalah pembinaan akhlak mulia, sehingga penulis merasa tertarik