• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SELF EFFICACY MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS NEGERI LUBUK PAKAM.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASI DAN SELF EFFICACY MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTS NEGERI LUBUK PAKAM."

Copied!
42
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS MASALAH UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN KOMUNIKASIDAN

SELF EFFICACY MATEMATIKA SISWA KELAS VII MTs NEGERI LUBUK PAKAM

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan pada

Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh:

Z A I M A H NIM. 8106172055

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN MEDAN

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Zaimah. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematika Siswa Kelas VII MTs Negeri Lubuk Pakam. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2015.

Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah, (2) Untuk meningkatkan self efficacy siswa melalui penerapan model pembelajaran berbasis masalah, (3) Untuk mendeskripsikan kadar aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah, dan (4) Untuk mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis masalah di dalam pembelajaran. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas. Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas VII-A MTs Negeri Lubuk Pakam yang berjumlah 28 orang siswa. Objek dalam penelitian ini adalah kemampuan komunikasi matematika dan self efficacy melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan tes kemampuan komunikasi matematik siswa diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 57,16% dan setelah dilakukan refleksi dan pemberian tindakan siklus II ketuntasan klasikal siswa mencapai 85,72%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, (2) Hasil tindakan pada siklus I setelah diberikan angket self efficacy siswa diperoleh ketuntasan klasikal sebesar 71,43% dan setelah dilakukan refleksi dan pemberian tindakan siklus II ketuntasan klasikal siswa mencapai 82,15%. Hal ini menunjukkan bahwa hasil angket self efficacy siswa meningkat dari siklus I ke siklus II, (3) Pada pengamatan observasi aktivitas siswa siklus I diperoleh 3 dari 5 kategori aktivitas siswa yang belum memenuhi kriteria persentase waktu ideal, sedangkan pada siklus II aktivitas siswa mengalami perbaiki sehingga diperoleh 5 dari 5 kategori aktivitas siswa yang memenuhi kriteria persentase waktu ideal aktivitas siswa, dan (4) Hasil respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah menunjukkan respon yang positif, pada siklus I perolehan persentase respon siswa mencapai 87,27% dan meningkat pada siklus II menjadi 92,42%. Dari hasil penelitian tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran berbasis masalah dapat meningkatkan kemampuan komunikasi dan self efficacy matematika siswa.

(6)

ii ABSTRACT

Zaimah. Implementation of Problem Based Learning Model to Improve Communication Skills and Self Efficacy Mathematics Students Class VII MTs Negeri Lubuk Pakam. Thesis. State University of Medan. Post Graduate Program. 2015.

The purpose of this study were (1) In order to improve the communication skills of mathematics students through the application of problem based learning model, (2) To increase the self-efficacy of students through the application of problem based learning model, (3) To describe the levels of activity of students during the learning process through the implementation based learning problems, and (4) To describe the students' response to the application of problem-based learning model in the study. This research is a classroom action research. Subjects in this study were students of class VII-A MTs Lubuk Pakam totaling 28 students. The object of this research is mathematical communication skills and self efficacy through the application of problem-based learning. The results showed that (1) the results of the action on the first cycle after a given test students' mathematical communication skills acquired classical completeness amounted to 57.16% and after reflection and administration of the second cycle of classical completeness of students reached 85.72%. This shows that the test results of students mathematic communication ability improved from the first cycle to the second cycle, (2) The results of the action on the first cycle after a given student self-efficacy questionnaire obtained classical completeness amounted to 71.43% and after reflection and administration of the second cycle of mastery classical students reached 82.15%. This suggests that the results of the questionnaire self-efficacy of students increased from the first cycle to the second cycle, (3) On the observation of student activity observation cycle I gained 3 of 5 categories of activities of students who do not meet the criteria of percentage of time the ideal, while in the second cycle of activity students have repaired thus obtained 5 of 5 categories of activities of students who meet the criteria of an ideal percentage of time the student activity, and (4) The results of students' response to the problem based learning showed a positive response, the response of the first cycle of acquisition percentage of students reaching 87.27% and increased in the second cycle became 92.42%. From the results, it can be concluded that the application of problem-based learning can improve communication skills and self efficacy math students. Key Word: Mathematical Communication Ability, Self Efficacy, Problem

(7)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, atas

limpahan berkat, rahmat, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk

Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Self Efficacy Matematika Siswa

Kelas VII MTs Negeri Lubuk Pakam” ini dapat diselesaikan. Penyusunan tesis ini

dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED

Medan.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih

sebesar-besarnya kepada:

1) Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku pembimbing I dan Ibu Ida

Karnasih, M.Sc,Ed. Ph.D selaku pembimbing II, yang telah banyak

memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini, yang dengan

penuh ketelitian, kesabaran, kesediaannya menerima keluh kesah penulis, dan

pengertian yang luar biasa dalam membimbing penulis di sela-sela

kesibukannya.

2) Bapak Dr. KMS. M. Amin Fauzi, M.Pd., Ibu Dr. Izwita Dewi, M.Pd., dan

Bapak Prof. Dr. Edy Syahputra, M.Pd selaku nara sumber yang telah

memberikan banyak masukan.

3) Bapak Prof. Dr. Edi Syahputra, M.Pd selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika PPs UNIMED yang telah banyak memberikan arahan dan

(8)

iv

4) Kepala sekolah MTs Negeri Lubuk Pakam, yang telah memberikan izin

penelitian kepada peneliti.

5) Teman-teman seperjuangan yang juga banyak memberikan masukan bagi

penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Dalam penyelesaian tesis ini penulis telah berupaya dengan semaksimal

mungkin, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi

maupun tata bahasa, dan apa yang diuraikan mungkin masih jauh dari

kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat

membangun dari pembaca demi sempurnanya penulisan tesis ini. Semoga tesis ini

bermanfaat dalam memperkaya khazanah ilmu pendidikan.

Medan, Agustus 2015 Penulis,

(9)

v DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1Latar Belakang Masalah ... 1

1.2Identifikasi Masalah ... 16

1.3Batasan Masalah... 16

1.4Rumusan Masalah ... 17

1.5Tujuan Penelitian ... 17

1.6Manfaat Penelitian ... 18

1.7Definisi Operasional... 19

BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 21

2.1.Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 21

2.2.Hakikat Model Pembelajaran Berbasis Masalah... 24

2.3.Kemampuan Komunikasi Matematik ... 35

2.4.Self Efficacy ... 44

2.5.Materi Ajar ... 59

2.6.Konsep dan Strategi Pembelajaran... 66

2.7.Penerapan Materi Persamaan dan Pertidaksamaan Linear Satu Variabel dengan Menggunakan Pembelajaran Berbasis Masalah (PBM) ... 68

(10)

vi

2.9.Aktivitas Siswa ... 75

2.10. Respon Aktif Siswa ... 77

2.11. Penelitian yang Relevan ... 78

2.12. Kerangka Konseptual ... 83

2.13. Hipotesis Tindakan ... 89

BAB III METODE PENELITIAN ... 90

3.1.Jenis Penelitian ... 90

3.2.Setting Penelitian ... 91

3.3.Waktu Penelitian ... 91

3.4.Prosedur Penelitian... 92

3.5.Instrument Penelitian ... 102

3.6.Uji Coba Instrumen ... 112

3.7.Teknik Analisis Data ... 115

3.8.Indikator Kinerja ... 119

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 120

4.1.Deskripsi Hasil Penelitian ... 120

4.1.1. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus I ... 120

4.1.2. Deskripsi Hasil Penelitian Siklus II ... 141

4.2.Pembahasan Penelitian ... 159

4.3.Keterbatasan Penelitian ... 165

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 166

5.1.Kesimpulan ... 166

5.2.Saran ... 167

(11)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

2.1. Desain Pembelajaran Berbasis Masalah ... 27

2.2. Gambar seorang pedagang buah ... 59

2.3. Perkumpulan Sirkus ... 60

2.4. Dua ekor katak ... 61

2.5. Ali dan Udin bersepeda ... 62

2.6. Keadaan yang terjadi dalam kehidupan ... 63

3.1. Skema Penelitian Tindakan Kelas ... 91

4.1. Rekapitulasi Hasil Tes Komunikasi Matematik Siklus I ... 127

4.2. Diagram Perolehan Hasil Angket Self Efficacy pada Masing-Masing Indikator ... 129

4.3. Kadar Aktivitas Siswa Siklus I ... 130

4.4. Rekapitulasi Hasil Tes Komunikasi Matematik Siklus II... 145

4.5. Diagram Perolehan Hasil Angket Self Efficacy pada Masing-Masing Indikator ... 147

4.6. Kadar Aktivitas Siswa Siklus II ... 148

4.7. Peningkatan Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa untuk Setiap Aspek ... 156

(12)

viii

DAFTAR TABEL

Halaman

1.1. Nilai rata-rata Raport Matematika SiswaKelas XI semester

ganjil Tahun ajaran 2011/2012 ... 6

1.2. Hasil Observasi Angket Self Efficacy Siswa ... 11

2.1. Sintaksis Model Pembelajaran Berbasis Masalah ... 33

2.2. Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar Kelas VII, Semester 1 ... 69

3.1. Rancangan Tahapan Siklus I dan Siklus II ... 100

3.2. Kisi-Kisi Instrumen Self-Efficacy ... 104

3.3. Skor Alternatif Jawaban skala Self-efficacy ... 105

3.4. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus I ... 105

3.5. Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematik ... 106

3.6. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siklus II ... 106

3.7. Penyekoran Kemampuan Komunikasi Matematik ... 107

3.8. Kisi-Kisi Angket Respon Siswa ... 111

3.9. Klasifikasi Persentase untuk Skor Hasil Angket ... 116

3.10. Kriteria Pencapaian Waktu Ideal Aktivitas Siswa ... 117

3.11. Kategori Respons Siswa dalam Kegiatan Pembelajaran ... 118

3.12. Kriteria dan target Keberhasilan... 119

4.1. Tahapan Pembelajaran Berbasis Masalah ... 122

4.2. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Siklus I ... 124

4.3. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada Siklus I untuk Indikator Menuliskan Ide Matematika dengan Kata-Kata Sendiri ... 125

(13)

ix

4.5. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Siklus I untuk Indikator Menjelaskan Prosedur Penyelesaian ... 126 4.6. Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa pada Siklus I pada Setiap Indikator ... 126 4.7. Hasil Angket Self Efficacy Siswa pada Siklus I ... 127 4.8. Perolehan Hasil Angket Self Efficacy Siklus I pada

Masing-Masing Indikator ... 129 4.9. Rerata Persentase Waktu Aktivitas Siswa Siklus I ... 130 4.10. Respon Siswa Terhadap Komponen dan Kegiatan

Pembelajaran Siklus I ... 133 4.11. Rangkuman Refleksi Siklus I ... 139 4.12. Tindakan Perbaikan pada SIklus II ... 140 4.13. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Siklus II ... 142 4.14. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Siklus II untuk Indikator Menuliskan Ide Matematika dengan

Kata-Kata Sendiri ... 142 4.15. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Siklus II untuk Indikator Menuliskan Ide Matematika ke dalam

Model Matematika ... 143 4.16. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Siklus II untuk Indikator Menjelaskan Prosedur Penyelesaian .. 143 4.17. Rekapitulasi Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik

Siswa pada Siklus II pada Setiap Indikator ... 144 4.18. Hasil Angket Self Efficacy Siswa pada Siklus II ... 145 4.19. Perolehan Hasil Angket Self Efficacy Siklus II pada

Masing-Masing Indikator ... 146 4.20. Rerata Persentase Waktu Aktivitas Siswa Siklus II ... 148 4.21. Respon Siswa Terhadap Komponen dan Kegiatan

(14)

x

4.22. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Aspek Menuliskan Ide Matematika dengan Kata-Kata Sendiri . 154 4.23. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Aspek Menuliskan Ide Matematika ke dalam Model

Matematika ... 155 4.24. Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa pada

Aspek Menjelaskan Prosedur Penyelesaian ... 155 4.25. Hasil Angket Self Efficacy Siswa pada Siklus I dan II untuk

(15)

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Silabus ... 173

2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen I ... 180

3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen II ... 186

4. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen III ... 191

5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Eksperimen IV ... 196

6. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kontrol I ... 202

7. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kontrol II ... 163

8. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kontrol III ... 166

9. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kontrol IV ... 169

10. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) I ... 172

11. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) II ... 177

12. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) III ... 181

13. Lembar Aktivitas Siswa (LAS) IV ... 185

14. Tes Kemampuan Awal Matematika ... 188

15. Kunci Jawaban Kemampuan Awal matematika ... 191

16. Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Matematik ... 194

17. Soal Pos Tes Pemahaman Konsep ... 195

18. Alternatif Jawaban Siswa Kemampuan Pemahaman Konsep ... 197

19. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 200

20. Soal Pos Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 201

21. Alternatif Jawaban Siswa Kemampuan Komunikasi Matematik ... 204

(16)

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang Masalah

Belajar adalah proses perubahan prilaku sebagai akibat dari pengalaman

dan latihan. Belajar adalah juga proses perubahan melalui atau prosedur latihan,

baik latihan di dalam laboratorium kegiatan maupun dalam lingkungan alamiah

(Sanjaya, 2010: 112). Belajar bukanlah sekadar mengumpulkan pengetahuan.

Belajar adalah proses mental yang terjadi dalam diri seseorang, sehingga

menyebabkan munculnya perubahan prilaku. Aktivitas mental itu terjadi karena

adanya interaksi individu dengan lingkungan yang disadari.

Proses belajar pada hakikatnya merupakan kegiatan mental yang tidak

dapat dilihat. Artinya, proses perubahan yang terjadi dalam diri seseorang yang

belajar tidak dapat kita lihat. Kita hanya mungkin dapat menyaksikan dari adanya

gejala-gejala perubahan perilaku yang tampak. Misalnya, ketika seorang guru

menjelaskan suatu materi pelajaran, walaupun sepertinya seorang siswa

memerhatikan dengan saksama sambil mengangguk-anggukan kepala, maka

belum tentu yang bersangkutan belajar. Mungkin mengangguk-anggukan kepala

itu bukan karena siswa memerhatikan materi pelajaran dan paham apa yang

dikatakan guru, akan tetapi karena siswa sangat mengagumi cara guru berbicara,

atau mengagumi penampilan guru, sehingga ketika ia ditanya apa yang telah

disampaikan guru, ia tidak mengerti apa-apa. Siswa yang demikian pada

hakikatnya tidak belajar, karena tidak metampakkan gejala-gejala perubahan

tingkah laku. Sebaliknya, manakala ada siswa yang seakan-akan tidak

(17)

menunduk-2

nundukkan kepala dan tidak pernah memandang muka guru, belum tentu mereka

tidak sedang belajar. Mungkin saja otak dan pikirannya sedang mencerna apa

yang dikatakan guru, sehingga ketika ditanya siswa bisa menjawab semua

pertanyaan dengan benar. Berdasarkan adanya perubahan perilaku yang

ditimbulkannya, maka kita yakin bahwa sebenarnya siswasudah melakukan proses

belajar. Belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Kita perlu memahami scara

teoritis bagaimana terjadinya perubahan perilaku itu.

Untuk mencapai keberhasilan dalam proses belajar, perlu diterapkan

model pembelajaran. Pada umumnya ada 2 bentuk model pembelajaran, yakni: (1)

model pembelajaran yang berpusat pada siswa (student centre) dan (2) model

pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centre). Pada pembelajaran yang

berpusat pada guru (teacher centre) memiliki karakteristik: (1) pengetahuan

dipindahkan dari pengajar ke pembelajar, (2) pembelajar menerima informasi

secara pasif, (3) belajar dan penilaian adalah hal yang terpisahkan, (4) penekanan

pada pengetahuan di luar konteks aplikasinya, (5) pengajar perannya sebagai

pemberi informasi dan penilai, (6) fokus pada satu bidang disiplin.

Sedangkan karakteristik model pembelajaran yang berpusat pada siswa

(students centered), yakni: (1) pembelajar membangun pengetahuan, (2)

pembelajar terlibat secara aktif, (3) belajar dan penilaian adalah hal sangat terkait,

budaya belajar adalah kooperatif, kolaboratif, dan saling mendukung, (4)

penekanan pada penguasaan dan penggunaan pengetahuan yang merefleksikan isu

baru dan lama serta menyelesaikan masalah konteks kehidupan nyata, (5) pengajar

(18)

3

pembelajar mengevaluasi pembelajaran bersama-sama, pendekatan pada integral

antar disiplin.

Trianto (2011:8) menjelaskan bahwa salah satu perubahan paradigma

pembelajaran adalah orientasi pembelajaran yang semula berpusat pada guru

(teacher centered) beralih berpusat pada murid (student centered). Metodologi

yang semula lebih didominasi ekspositori berganti ke partisipatori, dan

pendekatan yang semula lebih banyak tekstual berubah menjadi kontekstual.

Matematika adalah satu mata pelajaran yang diajarkan di sekolah tingkat

sekolah formal dari tingkat sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Matematika

juga berkontribusi terhadap perkembangan teknologi. Hal ini sejalan dengan apa

yang dikatakan Hudojo (2005:37) bahwa matematika sangat diperlukan baik

untuk kehidupan sehari-hari maupun dalam menghadapi kemajuan IPTEK

sehingga matematika perlu dibekalkan kepada setiap peserta didik sejak SD,

bahkan sejak TK. Selanjutnya Cockroft (dalam Bintoro, 2015:72) mengemukakan

alasan tentang perlunya belajar matematika yaitu: Matematika perlu diajarkan

kepada siswa karena selalu digunakan dalam segala segi kehidupan. Matematika

merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, dapat digunakan

untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemauan berpikir

logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan serta memberikan kepuasan terhadap

usaha memecahkan masalah yang menantang.

Berdasarkan Permendiknas Nomor 22 tahun 2006 tentang standar isi,

tujuan pembelajaran matematika di Sekolah Menengah Pertama ialah agar peserta

didik memiliki kemampuan sebagai berikut: (1) memahami konsep matematika,

(19)

4

algoritma, secara luwes, akurat, efesien, dan tepat dalam pemecahan masalah, (2)

menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika

dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan

pernyataan matematika, (3) memecahkan masalah yang meliputi kemampuan

memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan

menafsirkan solusi yang diperoleh, (4) mengkomunikasikan gagasan dengan

simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah,

(5) menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin

tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan

percaya diri dalam pemecahan masalah, (6) Menalar secara logis dan kritis serta

mengembangkan aktivitas kreatif dalam memecahkan masalah dan

mengkomunikasikan ide. Disamping itu, memberi kemampuan untuk menerapkan

Matematika pada setiap program keahlian.

National Council of Teachers of Mathematics atau NCTM (2000:29)

merekomendasikan ada lima kompetensi standar yang utama dalam tujuan

pembelajaran matematika yaitu kemampuan pemecahan masalah (problem

solving), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan koneksi

(connection), kemampuan penalaran (reasoning) dan representasi

(representation). Berdasarkan penjabaran NCTM di atas, jelas bahwa kemampuan

komunikasi matematik merupakan salah satu tujuan pembelajaran matematika

yang perlu mendapat perhatian dari setiap guru dan peneliti untuk

meningkatkannya. Sumarmo (dalam Setiawan, 2008:36) menjelaskan learning to

life together dari UNESCO sebagai pelaksanaan belajar matematika yang

(20)

5

belajar mengemukakan pendapat, bersedia sharing ideas dalam matematika

sehingga diharapkan mampu bersosialisasi dan berkomunikasi dalam matematika.

Lindquist (NCTM, 1996) berpendapat bahwa jika kita sepakat bahwa matematika

itu merupakan suatu bahasa dan bahasa tersebut sebagai bahasan terbaik dalam

komunitasnya, maka mudah dipahami bahwa komunikasi merupakan esensi dari

mengajar, belajar, dan mengassess matematika. Jadi jelaslah bahwa komunikasi

dalam matematika merupakan kemampuan mendasar yang harus dimiliki pelaku

dan pengguna matematika selama belajar, mengajar, dan mengakses matematika.

Komunikasi merupakan cara berbagi ide dan memperjelas pemahaman.

Melalui komunikasi matematik, ide matematika dapat dicerminkan, diperbaiki,

didiskusikan, dan dikembangkan. Proses komunikasi juga membantu membangun

makna dan mempermanenkan ide dan proses komunikasi juga dapat

mempublikasikan ide. Ketika para siswa ditantang pikiran dan kemampuan

berfikir mereka tentang matematika dan mengkomunikasikan hasil pikiran mereka

secara lisan atau dalam bentuk tulisan, mereka sedang belajar menjelaskan dan

menyakinkan. Mendengarkan penjelasan siswa yang lain, memberi siswa

kesempatan untuk mengembangkan pemahaman mereka (NCTM, 2000:60).

Pemahaman matematik dan komunikasi matematik merupakan dua hal yang

saling mempengaruhi. Pemahaman matematik membantu perkembangan

komunikasi matematik siswa. Dengan memahami materi pelajaran matematika,

siswa mampu mengkomunikasikan pemahamannya kepada siswa lain dan dengan

komunikasi matematik, siswa yang mendengarkan penjelasan secara lisan maupun

(21)

6

Pemahaman matematik adalah salah satu tujuan penting dalam

pembelajaran, memberikan pengertian bahwa materi-materi yang diajarkan

kepada siswa bukan hanya sebagai hafalan, namun lebih dari itu dengan

pemahaman siswa dapat lebih mengerti materi pelajaran itu sendiri. Pemahaman

matematik juga merupakan salah satu tujuan dari setiap materi yang disampaikan

oleh guru, sebab guru merupakan pembimbing siswa untuk mencapai konsep yang

diharapkan, memahami keterkaitan antar konsep dan memberi arti. Hal ini sesuai

dengan pendapat Hudoyo (1985: 18) yang menyatakan: Tujuan mengajar adalah

agar pengetahuan yang disampaikan dapat dipahami peserta didik”. Pendidikan

yang baik adalah usaha yang berhasil membawa siswa kepada tujuan yang ingin

dicapai yaitu agar bahan yang disampaikan dipahami sepenuhnya oleh siswa.

Rendahnya pemahaman siswa terhadap pelajaran matematika akan mempengaruhi

hasil yang diperolehnya, sehingga masih banyak di antara siswa kelas VII MTs-N

Lubuk Pakam yang belum memenuhi kriteria ketuntasan minimal yang ditetapkan

oleh sekolah. Hal ini dapat dilihat dari perolehan hasil raport siswa kelas VII

semester ganjil tahun ajaran 2011/2012 berikut ini.

Hal ini senada dengan apa yang dikatakan oleh guru-guru matematika

bahwa mereka menerapkan strategi pembelajaran Expositori, yakni dimana

gurulah yang aktif bukan siswanya. Dari hasil belajar siswa yang menerapkan

[image:21.595.47.556.554.744.2]

model pembelajaran yang berpusat pada guru, diperoleh nilai raport yakni:

Tabel 1.1. Nilai rata-rata Raport Matematika Siswa Kelas VII Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012

No Kelas Nilai Rata-rata

1. 2. 3. 4.

IX – I IX– 2 IX– 3 IX– 4 59 56 58 54

(22)

7

Berdasarkan rata-rata nilai raport diatas, disimpulkan bahwa nilai rata-rata

matematika siswa masih rendah, karena siswa tidak dapat memperoleh nilai 60

dan rata-rata nilai diatas dibawah nilai KKM (Kriteria Ketuntasan Minimal).

Pembelajaran matematika yang diharapkan saat ini adalah pembelajaran

yang berorientasi kepada siswa. Siswa dituntut untuk aktif membangun sendiri

pengetahuannya, guru hanya sebagai fasilisator. Namun pada kenyataannya masih

ada guru yang menggunakan paradigma lama yaitu pembelajaran yang berpusat

pada guru (teacher centered), bukan pada siswa (student centered). Masih ada

guru yang beranggapan bahwa belajar matematika adalah penuangan ilmu atau

transfer of knowledge secara utuh dari pikiran guru ke pikiran siswa. Guru sebagai

pemberi informasi dan siswa mendengarkan, gum memberikan contoh soal dan

mengerjakannya kemudian memberikan soal yang akan dikerjakan siswa yang

mirip dengan soal yang diberikan guru. Hal ini membuat siswa tidak mempunyai

kesempatan untuk mengemukakan ide dan gagasan, siswa hanya sampai pada

berfikir tingkat rendah sementara tujuan yang ingin dicapai adalah berfikir

rasional, kritis, logis, kreatif dan bernalar yang merupakan bagian dari berpikir

tingkat tinggi. Salah satu pencapaian yang harus dikuasai siswa dalam

pembelajaran matematika adalah kemampuan dalam komunikasi matematik.

Namun kenyataannya kemampuan komunikasi Matematika di Indonesia

masih rendah. Hal ini dinyatakan Suryadi (dalam Setiawan, 2008: 8) kemampuan

siswa Indonesia dalam komunikasi matematika sangat jauh dibawah

negara-negara lain. Siswa Indonesia yang mampu menjawab benar hanya 5%, sedangkan

Singapure, Korea, Taiwan dapat mencapai 50%. Demikian juga berdasarkan

(23)

8

negara di bidang pendidikan dan matematika, sementara yang menjadi peringkat

pertama adalah Negara Finlandia, sedangkan Amerika Serikat munduduki

peringkat kelima.

Hal yang sama juga terjadai pada siswa kelas VII MTs-N Lubuk Pakam,

berdasarkan observasi awal dan wawancara yang dilakukan pada siswa kelas VII

MTs-N Lubuk Pakam diperoleh bahwa kemampuan komunikasi siswa dan self

efficacy siswa masih rendah. Dimana sebahagian besar siswa masih kesulitan

untuk mengkomunikasikan ide atau gagasan mereka dengan kawannya dan

mereka juga tidak memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan soal-soal

matematika sehingga mereka memperoleh nilai yang tidak baik. Hal ini juga

didukung data dari hasil penyelesaian jawaban siswa dalam menjawab soal

kemampuan komunikasi matematik berikut ini:

“Andra membeli 4 buah komik dan 2 buah majalah animasi di toko buku

gramedia. Untuk 4 buah komik tersebut Andra membayar Rp 80.000,- sedangkan

untuk harga majalah animasi Andra membayar setengah dari harga satu komik.

Ubahlah masalah tersebut ke dalam bentuk model matematika, dan berpakah

harga sebuah majalah animasi yang dibeli oleh Andra? Jelaskan pendapatmu!”.

Dalam soal komunikasi matematik ini, siswa dituntut untuk dapat merubah

masalah yang ada ke dalam model matematika serta mengemukakan caranya

untuk dapat membantu Andra mengetahui harga majalah animasi yang dibelinya.

Dari hasil jawaban yang diberikan kepada 20 siswa, 8 diantaranya tidak menjawab

soal tersebut, 10 orang menjawab dengan jawaban yang salah dan 2 orang

menjawab yang benar, dari hasilnya menunjukkan kemampuan komunikasi siswa

(24)
[image:24.595.88.519.85.470.2]

9

Gambar 1.1. Proses Jawaban Tes Komunikasi Matematis Siswa

Berdasarkan jawaban yang diberikan oleh salah seorang siswa tersebut

menunjukan bahwa siswa belum mampu menyelesaikan masalah yang diberikan

dengan benar, dari proses jawaban yang diberikan siswa terlihat belum mampu

membuat model matematika yang sesuai dengan masalah, dan siswa juga tidak

dapat menuliskan atau mengkomunikasikan idenya secara tertulis dalam

menyelesaikan masalah tersebut. Disamping itu tampak bahwa siswa tidak

memahami masalah sehingga proses jawaban yang diberikan tidak sesuai dengan

penyelesaian masalah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan siswa dalam

kompetensi komunikasi matematik masih rendah. Dari 20 siswa, terdapat dua

orang siswa yang menjawab benar (10%), 10 siswa (50%) menjawab tetapi salah

dan 8 siswa (40%) tidak menjawab sama sekali. Kutipan ini menunjukan

kegagalan siswa dalam menyelesaikan masalah dalam komunikasi matematik

sehingga pembelajaran matematika yang berorientasi pada kemampuan

komunikasi matematik perlu di perhatikan.

Disamping pentingnya kemampuan komunikasi, kompetensi yang juga

harus dimiliki siswa adalah self efficacy dalam matematika, menurut Bandura

(25)

10

kepercayaan yang dimiliki seseorang terhadap kapabilitas masing-masing untuk

meningkatkan prestasi kehidupannya. Untuk mengetahui ketercapaian

Self-efficacy matematis siswa dapat dilakukan dengan observasi proses pembelajaran

matematika, bisa juga dilakukan dengan angket skala Self-efficacy matematika,

disini peneliti melihat ketercapaian Self-efficacy matematis siswa sebagai

kepercayaan diri siswa terhadap: kemampuan mempresentasikan dan

menyelesaikan masalah matematika, cara belajar dan bekerja dalam memahami

konsep dan menyelesaikan tugas dan kemampuan komunikasi matematis dalam

menyelesaikan suatu permasalahan. untuk mengembangkan kemampuan tersebut,

guru haruslah melatihkan kepada siswa bahwa dalam menyelesaikan soal/masalah

matematika perlu adanya menguji jawabannya, perlu diberikan berbagai cara atau

strategi dalam menyelesaikan soal matematika.

Siswa cenderung menghindari situasi-situasi yang diyakini melampaui

keyakinan kemampuannya, tetapi dengan penuh keyakinan mengambil dan

melakukan kegiatan yang diperkirakan dapat diatasi. Self efficacy menyebabkan

keterlibatan aktif dalam kegiatan belajar mengajar dan mendorong perkembangan

kompetensi. Sebaliknya, self efficacy yang mengarahkan siswa untuk menghindari

lingkungan dan kegiatan akan memperlambat perkembangan potensi. self efficacy

mempengaruhi siswa dalam memilih kegiatannya. Siswa dengan self efficacy yang

rendah mungkin menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya untuk

tugas-tugas yang menantang, sedangan siswa dengan self efficacy yang tinggi

berkeinginan yang besar untuk mengerjakan tugas-tugasnya.

Selama ini pembelajaran yang dilaksanakan oleh guru masih cenderung

didominasi oleh guru (pembelajaran langsung), dimana siswa hanya menerima

(26)

11

sebagai solusi dalam pemecahan masalah. Siswa dalam memecahkan

permasalahan, akan mengikuti aturan-aturan pemecahan masalah tersebut. dengan

kata lain pembelajaran matematika dianggap hanya untuk mengerjakan soal-soal

saja, sehingga pembelajaran dirasakan membosankan dan siswa cenderung hanya

menghapal rumus. Dengan demikian, pada pembelajaran langsung siswa tidak

merasa tertantang untuk mencari solusi atas permasalahan yang disajikan. Hal ini

akan berdampak pada kurang maksimalnya atau rendahnya tingkat self efficacy.

Rendahnya self efficacy siswa berakibat pada kurangnya keyakinan siswa

terhadap kemampuannya dalam menyampaikan gagasan atau ide-ide yang ia

miliki. Informasi rendahnya self efficacy siswa diperoleh berdasarkan hasil

wawancara peneliti kepada salah satu guru matematika di sekolah tersebut. Selain

itu juga dapat dilihat dari hasil observasi awal yang dilakukan peneliti dikelas VII

MTs-N Lubuk Pakam, dengan memberikan angket self efficacy berupa skala

angket tertutup yang berisikan 6 butir pernyataan dengan pilihan jawaban sangat

setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS). Berikut

[image:26.595.57.556.531.756.2]

ini adalah tabel hasil observasi awal terhadap self efficacy siswa.

Tabel. 1.2. Hasil Observasi Angket Self Efficacy Siswa

No Pernyataan

Banyak siswa yang menjawab

SS S TS STS

1 Saya yakin akan kemampuan saya dalam

memahami materi yang diberikan guru, sehingga ketika adala soal yang sulit saya yakin mampu menyelesaikannya

2 4 9 5

2 Soal matematika yang sulit membuat saya tidak

tertarik untuk mengerjakannya 8 8 3 1

3 Saya merasa tidak percaya diri dan cenderung

takut untuk tampil di depan kelas 10 9 1 0

4 Soal yang sulit akan membuat saya terpacu

untuk menyelesaikannya 3 3 8 6

5 Pekerjaan rumah yang diberikan guru membuat

(27)

12

6 Soal-soal matematika yang tidak bisa saya

kerjakan membuat saya tertantang untuk mencobanya lagi karena saya yakin dapat menyelesaikannya

2 3 10 5

Pada pernyataan nomor (1), yang menjawab tidak setuju 9 siswa dan

sangat tidak setuju 5 siswa, hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar mereka

tidak memiliki rasa kepercayaan diri unttuk mampu memahami pelajaran

matematika, meskipun matematika dianggap pelajaran yang sulit.

Ketidakpercayaan diri tersebut akan menyebabkan siswa benar-benar sulit

memahami pelajaran matematika. Selanjutnya pada pernyataan nomor (2) terlihat

bahwa 8 siswa menyatakan bahwa soal matematika yang sulit membuat siswa

tidak tertarik untuk menyelesaikannya. Pada pernyataan nomor (3) terlihat bahwa

sebanyak 10 siswa kurang percaya diri ketika guru menyuruh untuk tampil di

depan kelas. Untuk pernyataan nomor (4) hanya terdapat 3 siswa yang terpacu

untuk menyelesaikan soal-soal matematika yang sulit. Sedangkan untuk

pernyataan nomor (5) sebanayak 9 orang siswa setuju bahwa pekerjaan rumah

yang diberikan guru membuat siswa terbebani dan malas mengerjakannya dan

untuk pertanyaan butir (6) menunjukkan bahwa 10 orang siswa tidak setuju jika

soal-soal matematika yang tidak bisa dikerjakan oleh siswa membuat siswa

tertantang untuk mencobanya lagi. Dari hasil obervasi awala ini menunjukkan

bahwa self efficacy siswa masih rendah.

Hal ini juga sejalan dengan hasil studi penelitian yang dilakukan oleh

Anandari (2013:211) menjelaskan bahwa siswa yang tidak mencapai kriteria

ketuntasan minimal (KKM) dalam ujian akhir semester matematika, diketahui

bahwa siswa memiliki minat yang rendah pada pelajaran tersebut. Selain itu,

(28)

13

lain dalam menyelesaikan tugas-tugas matematika. Mereka mengaku bahwa

mereka membutuhkan bantuan orang lain untuk mengerjakan pekerjaan rumah

dan tugas di sekolah. Siswa beranggapan bahwa matematika merupakan momok

dan adanya rasa bosan untuk belajar matematika. Hal ini menunjukkan bahwa self

efficacy siswa terhadap matematik masih rendah.

Salah satu penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematik dan self

efficacy antara lain adalah pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang

digunakan belum memberikan peluang untuk menumbuhkan aktivitas belajar siswa.

Hudoyo (1998:4) menyatakan ”proses pembelajaran matematika di Indonesia masih

secara biasa seperti ceramah dan drill”. Artinya pembelajaran yang sering digunakan

adalah pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered). Peran guru pada

pembelajaran biasa guru masih mendominasi, akibatnya siswa tidak berkembang,

siswa hanya akan belajar jika ada perintah oleh guru, menyelesaikan soal-soal jika

ditunjuk guru.

Oleh karena itu, model pembelajaran yang berpusat pada siswa perlu

diterapkan agar terjadi perubahan proses belajar mengajar dan akhirnya

meningkatkan hasil belajar siswa. Salah satu model pembelajaran yang berpusat

pada siswa adalah model Pembelajaran Berbasis Masalah. Pembelajaran berbasis

masalah memiliki ciri-ciri: (Tan, 2003; Wee & Kek, 2002) pembelajaran dimulai

dengan pemberian “masalah” biasanya “masalah” memiliki konteks dengan dunia

nyata, pembelajar secara berkelompok aktif merumuskan masalah dan

mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan mereka, mempelajari dan mencari

sendiri materi yang terkait dengan “masalah” dan melaporkan solusi dari

“masalah”. Sementera pendidik lebih banyak memfasilitasi. Ketimbang

(29)

14

clue (indikasi-indikasi) tentang sumber bacaan tambahan dan berbagai arahan dan

saran yang diperlukan saat pembelajar menjalankan proses. Meskipun bukanlah

pendekatan yang sama sekali baru, penerapan metode pembelajaran berbasis

masalah mengalami kemajuan yang pesat di banyak perguruan tinggi dari

berbagai disiplin ilmu di negara-negara maju (Tan, 2003).

Model pembelajaran pembelajaran berbasis masalah menerapkan

pemberdayaan terhadap pembelajar, yakni: (1) memperoleh pengetahuan yang

relevan (knowledge). Apapun yang kita pelajari, selalu menuntut sejumlah

pengetahuan (knowledge) tertentu. Orang yang belajar untuk terampil bermain

gitar misalnya, harus tahu serba-serbi not dalam memainkannya. Bahkan untuk

aktivitas yang sesungguhnya berbasiskan keterampilan seperti bermain tenis, ada

pengetahuan penting yang harus kita peroleh agar penampilan kita bisa efektif.

Pada dimensi pemerolehan pengetahuan ini, yang penting dalam proses mental

individu adalah daya ingat (memory); (2) berpikir untuk dapat memahami

(thinking). Pembelajar tidak cukup hanya mendapatkan pasokan pengetahuan,

menyimpannya bertumpuk-tumpuk pada memorinya, jika ia ingin efektif dalam

belajar. Pembelajar perlu “memahami” apa yang mereka pelajari dan tahu kapan,

dimana, dan bagaimana menggunakan pengetahuan itu. Keefektifan pembelajaran

sangat ditentukan oleh memahami pengetahuan. Proses mental yang dominan

dalam hal ini adalah “memikirkan” (thingking); (3). Melakukan (doing).

Pemerolehan pengetahuan dan proses memahami akan sangat terbantu, akan tebih

mudah bila kita sekaligus melakukan sesuatu yang terkait dengan keduanya. Kita

bisa saja tahu beberapa pengetahuan teknik memukul backhand dalam bermain

(30)

15

juga kita tahu bagaimana membunyikan nada tertentu saat bermain gitar, dan

memahami penggunaannya saat gitar tersebut kita pegang. Tetapi, dengan

mengerjakanlah kita menjadi lebih tahu dan lebih paham. Saat kita berlatih

melakukan pukulan back-hand itu, atau saat kita memainkan langsung nada

tertentu dengan gitar di tangan kita.

Ada beberapa manfaat model pembelajaran berbasis masalah, seperti

yang dikemukakan Smith (2005) dalam Taufiq Amir (2009:27-29), yakni: 1)

Menjadi lebih ingat dan meningkat pemahamannya atas materi ajar; 2)

Meningkatkan fokus pada pengetahuan yang relevan; 3) Mendorong untuk

berpikir; 4) Membangun kerja tim, kepemimpinan, dan keterampilan social; 5)

Membangun kecakapan belajar (building learning skills); dan 6) Memotivasi

Pembelajar. Hal ini juga didukung oleh hasil temuan penelitain Husnidar, dkk

(2014:80) bahwa Secara keseluruhan, peningkatan kemampuan berpikir kritis dan

disposisi matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis

masalah pada materi bangun ruang lebih tinggi daripada siswa yang diajarkan

secara konvensional pada materi yang sama. Disamping itu pada pengelompokan

siswa menurut peringkat, peningkatan kemampuan berpikir kritis dan disposisi

matematis siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran berbasis masalah

lebih tinggi dari siswa yang diajarkan secara konvensional terjadi pada kelompok

tinggi dan kelompok sedang saja.

Berdasarkan paparan diatas, penulis merasa perlu untuk menerapkan

model pembelajaran yang berpusat pada siswa dan merealisasikan dalam

(31)

16

masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Dan Self Efficacy

Matematika Siswa”.

1.2. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat diidentifikasi

beberapa permasalahan yang ditemukan sebagai berikut, yakni:

1. Pembelajaran yang berpusat pada siswa jarang digunakan dalam

pembelajaran di kelas.

2. Pemilihan dan penggunaan model pembelajaran yang digunakan belum

memberikan peluang untuk menumbuhkan aktivitas belajar siswa.

3. Kegiatan pembelajaran matematika dianggap hanya mengerjakan

soal-soal sehingga pembelajaran dirasakan membosankan dan tidak ada

pemahaman yang ada hanya menghapal rumus.

4. Guru belum menjadikan kemampuan komunikasi matematik sebagai

tujuan pembelajaran matematika.

5. Kemampuan komunikasi tertulis matematik rendah

6. Rendahnya self efficacy siswa.

7. Aktivitas aktif siswa dalam belajar matematika masih rendah.

1.3.Batasan Masalah

Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas

dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus dan mencapai tujuan, maka peneliti

membatasi masalah sebagai berikut:

1. Meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa meliputi

kemampuan menulis, mendengar, membaca, mendiskusikan dan

(32)

17

berbasis masalah di MTs Negeri Lubuk pakam di kelas VII tahun

pelajaran 2014/2015.

2. Meningkatkan self efficacy matematik siswa dengan penerapan model

pembelajaran berbasis masalah di MTs Negeri Lubuk Pakam tahun

pelajaran 2014 / 2015.

3. Aktivitas aktif siswa di dalam pembelajaran.

4. Respon siswa terhadap pemebelajaran berbassis masalah.

1.4. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang di

kaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana peningkatan klasikal siswa terhadap kemampuan komunikasi

matematika siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah?

2. Bagaimana peningkatan self efficacy siswa melalui model pembelajaran

berbasis masalah?

3. Bagaimana aktivitas siswa selama proses pembelajaran melalui penerapan

model pembelajaran berbasis masalah?

4. Bagaimana respon siswa terhadap penerapan model pembelajaran berbasis

masalah di dalam pembelajaran?

1.5. Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang

kemampuan komunikasi dan self efficacy matematik siswa dengan penerapan

model pembelajaran berbasis masalah.

(33)

18

1. Untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa melalui

penerapan model pembelajaran berbasis masalah.

2. Untuk meningkatkan self efficacy siswa melalui penerapan model

pembelajaran berbasis masalah.

3. Untuk mendeskripsikan kadar aktivitas siswa selama proses pembelajaran

melalui penerapan pembelajaran berbasis masalah.

4. Untuk mendeskripsikan respon siswa terhadap penerapan model

pembelajaran berbasis masalah di dalam pembelajaran.

1.6. Manfaat Penelitian

Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka diperoleh manfaat dari

penelitian ini sebagai berikut:

1. Dengan menerapkan model pembelajaran berbasis masalah dapat

meningkatkan kemampuan komunikasi dan pemahaman matematik siswa

kelas VII MTsN Lubuk Pakam, maka penerapan model pembelajaran berbasis

masalah dapat dijadikan sebagai alternatif untuk meningkatkan kemampuan

komunikasi dan self efficacy siswa, dan pada akhirnya akan mempengaruhi

hasil belajar matematika siswa.

2. Bagi siswa diharapkan dengan penerapan model pembelajaran berbasis

masalah dapat melibatkan siswa secara aktif dalam belajar matematika

dibawah bimbingan guru sebagai fasilitator yang menuntut siswa dalam

memunculkan ide-ide atau gagasan-gagasan. Diharapkan pula siswa secara

aktif dapat membangun pengetahuannya sendiri dan mampu mengembangkan

kemampuan berpikir dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi,

(34)

19

3. Bagi sekolah, agar sekolah mengoptimalkan penerapan model pembelajaran

berpusat pada siswa.

4. Bagi seluruh guru matematika dapat menjadi masukan bahwa penggunaan

model pembelajaran berpusat pada siswa meningkatkan daya matematika

siswa dan meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran di kelas.

5. Menghasilkan informasi tentang alternatif model pembelajaran matematika

dalam usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.

1.7. Definisi Operasional

Berikut ini adalah beberapa istilah yang perlu di definisikan secara

operasional dengan tujuan agar tidak terjadi interprestasi yang berbeda dari para

pembaca dan menjadikan penelitian lebih terarah.

1. Model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran

yang diawali dengan penyajian masalah kontekstual nonrutin kepada

siswa. Siswa dituntut melakukan penyelidikan dengan berangkat dari

pengetahuan awal yang dimilikinya hingga konsep atau aturan yang

diperlukan dalam pemecahan masalah secara kolaboratif. adapun

langkah-langkah pokok dalam pembelajaran berbasis masalah yaitu: a) orientasi

siswa pada masalah; b) mengorganisasi siswa untuk belajar; c) membimbing

investigasi individual maupun kelompok; d) mengembangkan dan

menyajikan hasil karya dan e) menganalisis dan mengevaluasi proses

penyelesaian masalah.

2. Aktivitas aktif siswa adalah kegiatan siswa dalam proses

pembelajaran yang meliputi membaca (buku siswa, LAS, sumber pelajaran

(35)

20

kegiatan (menulis penjelasan guru, menyelesaikan masalah, membuat

rangkuman, mencatat dari buku teman atau penjelasan guru, mengerjakan

LAS), berdiskusi dan bertanya antara siswa dengan siswa, berdiskusi atau

bertanya antara siswa dengan guru (menanggapi pertanyaan guru, bertanya

pada guru).

3. Respons siswa terhadap komponen dan kegiatan pembelajaran adalah

pendapat siswa tentang senang/tidak senang dan baru/tidak baru terhadap

komponen dan kegiatan pembelajaran, siswa berminat mengikuti

pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah pada kegiatan

pembelajaran berikutnya, komentar siswa terhadap keterbacaan buku siswa,

lembar kegiatan siswa, penggunaan bahasa dan penampilan guru dalam

pelaksanaan pembelajaran.

4. Kemampuan komunikasi matematik adalah suatu kemampuan

menyampaikan pesan dalam menyelesaikan masalah matematik dengan

bentuk tulisan, dan kesanggupan siswa menyampaikan ide matematika ke

dalam bentuk simbol-simbol dan model matematika atau sebaliknya, adapun

indikatornya adalah: (1) menuliskan ide matematika dengan kata-kata (2)

menuliskan ide matematika ke dalam model matematika, (3) menjelaskan

prosedur penyelesaian.

5. Self efficacy adalah keyakinan seseorang atas kemampuannya dalam

melaksanakan sesuatu, yang meliputi: (1) pengakuan terhadap kemampuan,

(2) perolehan pengetahuan, (3) disiplin diri, (4) penampilan, (5) motivasi,

(36)

166 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan

Berdasarkan rumusan masalah ynag telah diajukan pada bab sebelumnya serta hasil analisis data dan pembahasan penelitian dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah di dalam pembelajaran dengan focus kemampuan komunikasi matematik dan self efficacy, maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Ketuntasan klasikal tes kemampuan komunikasi matematik siswa pada siklus I diperoleh sebesar 42,85% dan perolehan ketuntasan klasikal pada siklus II mencapai 85,8%. Hal ini menunjukkan peningkatan ketuntasan klasikal tes kemampuan komunikasi matematik siswa melalui pembelajaran berbasis masalah sebesar 42,95%. Ketuntasan siswa secara klasikal pada aspek menuliskan ide matematika dengan kata-kata sendiri dan menuliskan ide matematika ke dalam model matematika pada siklus II lebih baik jika dibandingkan pada siklus I. Peningkatan ketuntasan secara klasikal pada aspek menuliskan ide matematika dengan kata-kata sendiri merupakan aspek tertinggi.

(37)

167

dan motivasi siswa dalam pembelajaran siklus II lebih baik jika dibandingkan dengan pembelajaran pada siklus I.

3. Pada pengamatan observasi aktivitas siswa siklus I diperoleh 3 dari 5 kategori aktivitas siswa yang belum memenuhi kriteria persentase waktu ideal, sedangkan pada siklus II aktivitas siswa mengalami perbaiki sehingga diperoleh 5 dari 5 kategori aktivitas siswa yang memenuhi kriteria persentase waktu ideal aktivitas siswa.

4. Hasil respon siswa terhadap pembelajaran berbasis masalah menunjukkan respon yang positif, pada siklus I perolehan persentase respon siswa mencapai 87,27% dan meningkat pada siklus II menjadi 92,42%.

5. Dari keempat aspek yang menjadi fokus penelitian, bahwa aspek self efficacy merupakan salah satu aspek yang memperoleh peningkatan yang paling tinggi yaitu sebesar 46,44%, dimana perolehan ketuntasan secara klasikal pada siklus I 35,7% meningkat sebesar 82,14% pada siklus. Sedangkan untuk perolehan tes komunikasi matematik memperoleh peningkatan sebesar 42,95%.

5.2.Saran

Berdasarkan kesimpulan dari hasil penelitian di atas, maka ada beberapa hal saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran berbasis masalah dalam proses pembelajaran matematika, yaitu:

(38)

168

a) Para guru matematika disarankan untuk menggunakan model pembelajaran berbasis masalah sebagai model pembelajaran alternatif dalam proses pembelajaran mata pelajaran matematika

b) Dalam penerapan model pembelajaran berbasis masalah sebaiknya para guru mempersiapkan dengan baik perangkat pendukung seperti lembar kerja kelompok beserta buku pendukung seperti buku siswa. c) Penerapan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa

dan karakteristik mata pelajaran sangat mempengaruhi hasil belajar siswa. Maka guru perlu merancang dan mengembangkan model pembelajaran yang berkaitan dengan pembelajaran.

d) Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan pembelajaran berbasis masalah hendaknya pembagian kelompok harus heterogen secara akademik, suku dan ras. Sehingga akan menumbuhkan sikap bersosialisasi yang baik dikalangan siswa.

2. Bagi Siswa

a) Hendaknya siswa melibatkan dirinya secara aktif dalam diskusi kelompok dan lebih bertanggungjawab dengan tugas yang diberikan kepada tim kelompoknya.

b) Para siswa harus lebih disiplin dalam menggunakan waktu pada saat diskusi kelompok, sehingga tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik.

(39)

169

a) Hendaknya memberikan workshop atau pelatihan dalam penggunaan model-model pembelajaran.

b) Memberikan pelatihan kepada guru-guru dalam melakukan penelitian tindakan kelas, sehingga dapat memberikan pengalaman dan pembelajaran bagi guru dalam upaya memperbaiki pembelajaran. c) Mengintruksikan kepada para guru untuk menciptakan pembelajaran

yang melibatkan keaktifan siswa, dengan menerapkan pembelajaran berbasis masalah.

4. Bagi peneliti selanjutnya, agar mempersiapkan bahan pendukung yang relevan dalam mengakomodasi siswa untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematik dan self efficacy siswa.

(40)

170

DAFTAR PUSTAKA

Amir, T.M. 2009. Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta : Kencana.

Ansari, B. I. 2009. Komunikasi Matematik (Konsep dan Aplikasi), Penerbit PeNA, Banda Aceh.

Bandura, A. 2001. Guide for Contructing Self Efficacy Scales. Standford : StandfrodUniversity.

Hudoyo, H. 1988. Teori Belajar dalam Proses Belajar Mengajar Matematika. Jakarta : Depdikbud.

Husniah, A. 2006. Pembelajaran Kooperatif tipe Think-Pair-Share di Kelas VIII SMP Raden Fatah Batu. (Online), (http://student-research.umm.ac.id. html,diakses 20 Juni 2010).

Husnidar, dkk. 2014. Penerapan Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan Disposisi Matematis Siswa. Jurnal Didaktik matematika. Vol. 1. No. 1. Halaman: 80.

Kulsum. S. 2009. Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan pemahaman Siswa terhadap Konsep Bilangan Bulat (Penelitian Tindakan Kelas terhadap Siswa Kelas VII-E SMP 2 Banjaran Kab. Bandung. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UP!

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajawali Pers.

Lestari, S. (2010). Peningkatan Kemampuan Pemahaman Matematis dan Berpikir Kritis Melalui Penerapan Model Pembelajaran Creative problem Solving (CPS) dengan Menggunakan Software Autograph. Tesis tidak diterbitkan.Medan: Program Pascasarjana Unimed.

Muliana, I. 2010. Matematika (Non Teknik Kelas X). Solo: Indonesia Jaya.

Mulyana, D. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung.

Nofyanti. 2005. Upaya Meningkatkan Hasil Belajar Siswa dalam Sub Pokok Bahasan Teorema Pythagoras dengan Metode Penemuan pada Siswa Kelas II SMP Negeri 1 Salipian Tahun Pelajaran 2004/2005. Skripsi tidak diterbitkan.Medan: Prodi Pendidikan Matematika Unimed.

(41)

171

Priatna, N. 2003. Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung. Tesis tidak diterbitkan.Bandung: Program Pascasarjana UPI.

Rozi, F. 2010. Penerapan model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw melalui Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan untuk Meningkatkan Hasil Belajar IPA dan Kecakapan Sosial Siswa Kelas IV B SD-I Al Azhar Medan. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Unimed.

Russefendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA.Bandung: Tarsito

Sanjaya, W. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.

Setiawan, A. 2008. Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP. Tesis : Program Pasca Sarjana UNIMED.

Sihombing, W.L. (2006). Telaah Kurikulum Matematika Sekolah. Medan Unimed.

Siswini, T. 200). Mengajar dan Meneliti Panduan Penelitian Tindakan Kelas untuk Guru dan Calon Guru. Surabaya: UnesaUniversity Press.

Slameto. 1989. Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.

Slavin, R.E. 1997. Educational Psychology Theory, Research and Practice Massachussetts: Allyn and Bacon.

Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta:Depdikbud.

Sumarmo, U. 2003. Daya dan Disposisi Matematik: Apa. Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah. Makalah disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB, Oktober 2003.

Tan, Oon-Seng. 2003. Problem Based Learning Innovation. Singapore : Thomson Learning.

(42)

172

Gambar

Tabel 1.1. Nilai rata-rata Raport Matematika Siswa Kelas VII Semester Ganjil Tahun Ajaran 2011/2012
Gambar 1.1. Proses Jawaban Tes Komunikasi Matematis Siswa
Tabel. 1.2. Hasil Observasi Angket Self Efficacy Siswa Banyak siswa yang

Referensi

Dokumen terkait

Dalam pengujiannya untuk menghasilkan temperatur alumunium cair sebesar 800 ° C membutuhkan waktu paling cepat yakni 28 menit dengan variasi putaran kecepatan burner 2000

[r]

Beranjak dari kenyataan yang ada maka penelitian tentang pasar uang yang ditinjau dari segi norma hukum Islam mencoba untuk mengetahui apakah mekanisme transaksi

Gagasan atau kata-kata orang lain digunakan tanpa memberi penghargaan atau pengakuan atas sumbernya. Plagiarisme dapat terjadi ketika mengajukan usul penelitian,

[r]

Landasan teori yang digunakan adalah teori Wardaugh (2010), Dalam teori tersebut menjelaskan tentang Pembagian tipe code mixing dibagi menjadi dua bagian,

[r]

Sehingga akhirnya dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan memanfaatkan fasilitas yang tersedia di dalam Microsoft Visual Basic 6.0 maka, dapat dibuat sebuah program sederhana yang