DAFTAR ISI
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian ... 69
B. Pembahasan... 114
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 132
B. Saran... 133
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Level Inkuiri ... 22
Tabel 2.2 Kemampuan yang Dikembangkan dalam Proses Inkuiri ... 25
Tabel 2.3 Aspek belajar Kognitif dan Indikatornya ... 32
Tabel 2.4 Perbaikan Struktur Ranah Kognitif ... 33
Tabel 2.5 Indikator dan Sub Indikator Keterampilan Proses Sains ... 40
Tabel 2.6 Sifat Garam Nerdasarkan Asam dan Basa Pembentuknya ... 44
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian ... 55
Tabel 3.2 Teknik Pengumpulan Data ... 61
Tabel 3.3 Rekapitulasi Hasil Ujicoba Instrumen Pemahaman Konsep... 66
Tabel 3.4 Kategori Gain Ternormalisasi ... 67
Tabel 4.1 Jenis dan Label Konsep Hidrolisis Garam ... 70
Tabel 4.2 Indikator Pemahaman Konsep ... 70
Tabel 4.3 Tahapan Pembelajaran di kelas Inkuiri Terbimbing ... 76
Tabel 4.4 Tahapan Pembelajaran di kelas Inkuiri Terstruktur ... 79
Tabel 4.5 Tahapan Pembelajaran di kelas Inkuiri Verifikasi ... 84
Tabel 4.6 Pengembangan Keterampilan Proses Sains melalui Model Pembelajaran Inkuiri ... 93
Tabel 4.7 Nilai Pemahaman Konsep Siswa ... 96
Tabel 4.8 Hasil KPS ... 99
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan memegang peran yang sangat penting dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia dan sangat berpengaruh terhadap kemajuan suatu bangsa. Pemerintah terus berupaya agar kualitas pendidikan semakin meningkat,
seperti melakukan perbaikan kurikulum. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan kurikulum terbaru yang digunakan saat ini di Indonesia.
Pengembangan KTSP tidak hanya berorientasi pada hasil, tetapi juga memperhitungkan proses, artinya siswa dituntut aktif mengembangkan
kemampuan yang dimilikinya seperti mengamati, menginterpretasikan, mengaplikasikan konsep, dan mengkomunikasikan hasil yang diperolehnya (Mulyasa, 2007).
Begitu juga dengan pembelajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara mencari tahu tentang gejala alam secara sistematis, sehingga IPA
bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Proses pembelajarannya menekankan pada pemberian pengalaman langsung
untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik mampu menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan IPA diarahkan untuk mencari
maka orientasi pembelajaran IPA lebih kearah penanaman pengetahuan tentang konsep-konsep dasar, pengembangan keterampilan sains, dan pengembangan
keterampilan berpikir, sebagaimana para saintis merumuskan hukum-hukum dan prinsip-prinsip (Depdiknas, 2006).
Masalah yang terjadi di lapangan adalah ketika siswa memiliki nilai kognitif yang cukup tinggi, namun kurang mampu menerapkan apa yang mereka pelajari, baik berupa pengetahuan, keterampilan maupun sikap. Pengetahuan yang
telah diperoleh siswa menjadi cepat dan mudah dilupakan karena siswa tidak dibiasakan untuk mencoba menemukan sendiri pengetahuan atau informasi yang
diperolehnya (Conny, 1985). Seperti yang dikemukakan Conny tersebut, hal itu juga banyak terjadi di sekolah-sekolah di Indonesia.
Penemuan pengetahuan dalam pembelajaran tidak dapat dipindahkan begitu saja dari guru ke siswa. Siswa sendirilah yang harus mengartikan apa yang telah diajarkan dengan menyesuaikan terhadap pengalaman-pengalaman mereka.
Dalam proses pembelajaran, siswa diharapkan dapat terlibat aktif sehingga dapat membangun sendiri pengetahuan mereka. Pembelajaran lebih terfokus pada siswa
sedangkan guru hanya sebagai fasilitator. Oleh karena itu, diperlukan usaha agar dapat melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran dan dapat memahami pelajaran dengan baik.
Salah satu cara agar siswa dapat menemukan sendiri pengetahuannya adalah dengan kegiatan laboratorium. Kegiatan laboratorium merupakan kegiatan
National Research Council (2005) menyatakan bahwa kegiatan laboratorium dapat meningkatkan literasi sains karena memiliki tujuan untuk meningkatkan
penguasaan terhadap materi, mengembangkan penjelasan secara ilmiah, memahami hal yang lebih kompleks, mengembangkan keterampilan ilmiah,
memahami ilmu pengetahuan alam, meningkatkan ketertarikan terhadap sains dan pembelajaran sains, serta meningkatkan kemampuan bekerja sama.
Keterampilan proses sains, keterampilan berpikir serta sikap ilmiah siswa
dapat dilatih dan dikembangkan dalam kegiatan laboratorium. Keterampilan proses sains adalah salah satu keterampilan dasar yang perlu dimiliki siswa.
Keterampilan tersebut diperoleh dari latihan kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang
lebih tinggi. Pembentukan pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka pembelajaran sains pun harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan keterampilan proses sains siswa.
Ketika siswa belajar kimia menggunakan pendekatan keterampilan proses sains, maka pada saat yang sama juga belajar tentang keterampilan proses sains.
Keterampilan proses sains dapat mempengaruhi perkembangan pengetahuan siswa. Selain dapat melatih detail keterampilan ilmiah dan kerja sistematis, dapat pula membentuk pola berpikir siswa secara ilmiah. Dengan demikian,
pengembangan keterampilan proses sains dapat berimplikasi pada pengembangan kemampuan berpikir siswa ke arah berpikir tingkat tinggi.
pada awalnya diperoleh dan dikembangkan berdasarkan percobaan (induktif) namun pada perkembangan selanjutnya kimia juga diperoleh dan dikembangkan
berdasarkan teori (deduktif). Oleh sebab itu, pembelajaran kimia dan penilaian hasil belajar kimia harus memperhatikan karakteristik ilmu kimia sebagai proses
dan produk. Dalam pembelajaran kimia, salah satu pokok bahasan yang dapat menerapkan metode ilmiah adalah hidrolisis garam, yaitu dengan melakukan kegiatan praktikum dalam membantu siswa membangun pengetahuan dan
memahami konsep.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di beberapa sekolah di
Kota Bandung diperoleh informasi bahwa pelaksanaan praktikum di sekolah pada umumnya menggunakan prosedur praktikum dan LKS yang ada dalam buku-buku
paket pegangan siswa. Dari analisis prosedur praktikum yang ada dalam buku paket yang beredar, kebanyakan hanya berupa petunjuk ilmiah pelaksanaan praktikum. Menurut Rustaman dan Wulan (dalam Muthmainnah, 2010) LKS dari
penerbit belum tentu sesuai dengan kondisi sekolah, kondisi siswa, kompetensi yang diharapkan, dan kompetensi yang ingin dilatihkan.
Subiantoro (2010) menyatakan bahwa melalui pengamatan di sekolah dan hasil diskusi dengan mahasiswa calon guru yang telah melaksanakan praktik di sekolah menunjukkan bahwa LKS tidak berfungsi optimal selain hanya untuk
latihan soal-soal, penyampaian informasi yang sarat dan dominan satu arah dari guru dengan ceramah, sedikitnya kesempatan dan ruang bagi siswa untuk
berpikir tingkat tinggi adalah gambaran umum proses pembelajaran IPA yang ada di sekolah.
Selain itu, Hamdu (2007) dalam penelitiannya mendapatkan bahwa dalam kegiatan praktikum hidrolisis, hasil kerja ilmiah siswa pada penerapan konsep
hidrolisis masih cukup rendah dan dalam memahami hidrolisis garam masih sering terjadi miskonsepsi. Masih banyak yang beranggapan bahwa sifat larutan garam adalah netral dengan pH = 7, karena garam dihasilkan dari suatu reaksi
penetralan asam dan basa. Selain itu, siswa juga kurang mengetahui aplikasi konsep hidrolisis dalam konteks nyata, karena sedikitnya informasi yang dimiliki
siswa melalui bahan ajar acuannya.
Oleh karena itu, perlu dikembangkan bahan ajar yang dapat menunjang
kegiatan praktikum siswa seperti Lembar Kegiatan Siswa (LKS). LKS diharapkan dapat digunakan sebagai acuan dalam menuntun siswa untuk memahami masalah dan membantu kegiatan bernalar. Dalam melakukan
penalaran, siswa akan mempunyai kesempatan yang lebih luas untuk mengemukakan pendapatnya dan siswa akan menemukan konsep melalui kegiatan
praktikum. Sementara itu untuk meningkatkan keterampilan proses sains siswa, maka dalam pengembangan LKS juga perlu dilengkapi dengan penggunaan model pembelajaran. Tentunya model pembelajaran tersebut dapat mendukung kegiatan
praktikum. Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengoptimalkan cara belajar dan mengembangkan daya nalar siswa
Secara umum, inkuiri merupakan proses yang bervariasi dan meliputi kegiatan-kegiatan mengobservasi, merumuskan pertanyaan yang relevan,
mengevaluasi buku dan sumber-sumber informasi lain secara kritis, merencanakan penyelidikan dan investigasi, mereview apa yang telah diketahui,
melaksanakan percobaan atau eksperimen dengan menggunakan alat untuk memperoleh data, menganalisis dan menginterpretasikan data, serta membuat prediksi dan mengkomunikasikan hasilnya. Menurut Suchman (dalam Dirgantara,
2008) melalui inkuiri diharapkan siswa dapat sampai pada pertanyaan mengapa sesuatu itu terjadi seperti yang mereka alami, mereka lakukan dan peroleh melalui
proses pengolahan data secara logis dan dapat membangun cara berpikir untuk menemukan jawaban.
Menurut Kuhne (dalam Alberta, 2004) bahwa model inkuiri akan membuat siswa menjadi lebih kreatif, berpikir positif dan bebas berekspresi. Hal tersebut berlaku menyeluruh pada semua siswa walaupun setiap individu
membutuhkan perhatian yang berbeda selama proses inkuiri. Selain itu, proses inkuiri juga dapat mengembangkan keterampilan proses siswa. Bertitik tolak dari
latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Model Lembar Kegiatan Siswa (LKS) Berorientasi Inkuiri untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep dan Keterampilan Proses Sains Siswa
melalui Pembelajaran Hidrolisis Garam dengan Metode Praktikum”.
B. Rumusan Masalah
“Bagaimana model lembar kegiatan siswa (LKS) berorientasi inkuiri untuk
meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa melalui
pembelajaran hidrolisis garam dengan metode praktikum?”
Untuk mempermudah pengkajian secara sistematis terhadap masalah yang
akan diteliti, maka rumusan masalah tersebut dirinci menjadi sub-sub masalah sebagai berikut :
1. Bagaimana pola/model LKS yang digunakan di sekolah-sekolah dan di
buku-buku paket yang beredar ?
2. Bagaimana menyusun prosedur praktikum hidrolisis garam yang efektif untuk
mengembangkan LKS berorientasi inkuiri?
3. Bagaimana pembelajaran hidrolisis garam dengan metode praktikum
menggunakan LKS berorientasi inkuiri yang dikembangkan ?
4. Bagaimana pengaruh LKS berorientasi inkuiri yang dikembangkan terhadap pemahaman konsep siswa?
5. Bagaimana pengaruh LKS berorientasi inkuiri yang dikembangkan terhadap keterampilan proses sains siswa?
6. Model LKS berorientasi inkuiri manakah yang layak diterapkan?
7. Bagaimana tanggapan guru dan siswa terhadap LKS praktikum berorientasi inkuiri yang dikembangkan?
C. Pembatasan Masalah
1. Aspek yang diteliti adalah pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa terhadap pokok bahasan hidrolisis garam menggunakan LKS
berorientasi inkuiri yang dikembangkan,
2. Pendekatan inkuiri yang digunakan yaitu inkuiri level 0 (inkuiri verifikasi),
level 1 (inkuiri terstruktur) dan inkuiri level 2 (terbimbing),
3. Penelitian ini dilakukan terhadap siswa kelas XI IPA tahun ajaran 2011/2012 pada semester genap di salah satu SMAN di Garut.
D. Definisi Operasional
Supaya tidak terjadi kesalahan penafsiran terhadap istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian ini, maka perlu diberikan penjelasan tentang
istilah-istilah tersebut, yaitu sebagai berikut:
1. LKS Praktikum adalah lembaran-lembaran berisi tugas yang harus
dikerjakan oleh peserta didik yang berupa petunjuk, langkah-langkah untuk menyelesaikan suatu tugas praktikum (Depdiknas, 2008).
2. Inkuiri adalah rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara
maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri (Gulo, 2002).
3. Inkuiri terbimbing adalah rangkaian kegiatan belajar siswa dalam
menyelidiki suatu permasalahan yang diberikan guru menggunakan prosedur yang ditentukan sendiri oleh siswa. Siswa mengembangkan
mengumpulkan, menafsirkan dan data dalam rangka untuk mengusulkan solusi yang layak (Fay, et al. 2008)
4. Inkuiri terstruktur adalah rangkaian belajar siswa dalam menyelidiki suatu permasalahan yang diberikan guru melalui suatu prosedur yang telah
ditentukan. Masalah dan prosedur disediakan guru untuk siswa. Siswa menafsirkan data untuk mengusulkan solusi yang layak (Fay, et al. 2008). 5. Keterampilan Proses Sains adalah keterampilan yang diperoleh dari latihan
kemampuan-kemampuan mental, fisik dan sosial yang mendasar sebagai penggerak kemampuan-kemampuan yang lebih tinggi. Pembentukan
pengetahuan sains diawali dari proses yang ilmiah, maka pembelajaran sains pun harus diletakkan dan ditekankan lebih awal pada kemampuan
keterampilan proses sains siswa (Holil, 2008).
6. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam memahami suatu fenomena atau kejadian, objek, dan kegiatan yang terkait dengan materi
yang ditinjau, yang dapat diukur dengan tes.
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Penelitian ini bertujuan menghasilkan LKS berorientasi inkuiri untuk
2. Tujuan Khusus :
a. Menjelaskan pola/model LKS yangdigunakan di sekolah-sekolah dan
di buku-buku perpustakaan,
b. Menyusun prosedur praktikum hidrolisis garam yang efektif untuk
mengembangkan LKS berorientasi inkuiri,
c. Mengidentifikasi pelaksanaan pembelajaran hidrolisis garam dengan metode praktikum menggunakan LKS berorientasi inkuiri yang
dikembangkan,
d. Mengetahui pengaruh LKS berorientasi inkuiri yang dikembangkan
terhadap pemahaman konsep siswa,
e. Mengetahui pengaruh LKS berorientasi inkuiri yang dikembangkan
terhadap keterampilan proses sains siswa,
f. Mengetahui model LKS berorientasi inkuiri yang layak diterapkan, g. Melihat respon guru dan siswa terhadap LKS praktikum berorientasi
inkuiri yang dikembangkan
F. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pendidikan kimia. Beberapa manfaat yang dapat diperoleh adalah sebagai
berikut:
1. Bagi siswa, diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan
2. Bagi guru dan calon pendidik, diharapkan dapat menambah wawasan baru tentang penggunaan bahan ajar LKS berorientasi inkuiri dalam
pembelajaran. Diharapkan dapat memberikan masukan dan informasi dalam memperbaiki proses pembelajaran kimia sebagai upaya untuk
meningkatkan kualitas dan hasil belajar siswa.
3. Bagi sekolah, diharapkan dapat memberi informasi pendidikan dalam upaya peningkatan keterampilan proses sains dan pemahaman konsep
siswa. Hasil penelitian ini diharapkan juga dapat berfungsi sebagai bahan masukan dalam rangka memperbaiki dan meningkatkan mutu
pembelajaran di sekolah.
4. Bagi peneliti, dapat dijadikan landasan berpijak untuk melakukan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Pengembangan bahan ajar khususnya Lembar Kegiatan Siswa (LKS) dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian dan pengembangan pendidikan (educational research and development) menggunakan 4D
models yang dikemukakan oleh Thiagarajan, et al (Rochmad, 2011), terdiri
dari 4 tahap yaitu tahap pendefinisian (define), tahap perencanaan (design),
tahap pengembangan (develop) dan tahap penyebaran (disseminate).
B. Subjek Penelitian
Subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA salah satu SMA di
Garut yang terdaftar pada semester II Tahun Ajaran 2011/2012. Dalam penelitian ini digunakan tiga kelas, dua kelas digunakan sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol.
C. Prosedur Penelitian
Tahapan-tahapan yang menjadi acuan dalam pelaksanaan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pendefinisian (define)
pembelajaran. Tahap pendefinisian dilakukan dengan metode deskriptif. Pada tahap ini dilakukan analisis tujuan dalam batasan materi pokok
hidrolisis garam kelas XI. Ada 5 langkah pokok dalam tahap ini, yaitu: a. Analisis Ujung Depan
Analisis ujung depan bertujuan untuk memunculkan masalah dasar yang dibutuhkan dalam pengembangan bahan ajar LKS. Pada tahap ini dilakukan survei dan observasi pra penelitian di beberapa sekolah di
Bandung, antara lain wawancara terhadap guru kimia di SMA Darul Hikam, SMA Laboratorium Percontohan UPI, SMA 1 Bandung, SMA 6
Bandung.
b. Analisis Siswa
Analisis dilakukan dengan memperhatikan ciri, kemampuan dan pengalaman siswa baik sebagai kelompok maupun individu. Analisis siswa meliputi karakteristik antara lain latar belakang kemampuan siswa,
motivasi siswa terhadap mata pelajaran, kemampuan bekerjasama dan kemampuan perkembangan kognitif siswa.
c. Analisis Tugas
Analisis ini mencakup analisis struktur isi, analisis prosedural dan analisis proses informasi. Pada analisis tugas dilakukan studi literatur
pemahaman konsep, keterampilan proses sains dan studi kegiatan laboratorium untuk menganalis tugas yang harus dilakukan oleh siswa
d. Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama yang
akan diajarkan dan menyusunnya secara sistematis dalam bentuk struktur makro dan tabel analis konsep.
e. Perumusan Indikator
Perumusan indikator pembelajaran bertujuan untuk merumuskan indikator hasil belajar yang terdapat dalam kurikulum dan beberapa
indikator hasil belajar tambahan yang relevan dengan materi pokok hidrolisis. Perumusan indikator mempertimbangkan keterampilan yang
akan diukur yaitu pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa.
2. Tahap Perencanaan (design)
Pelaksanaan tahap ini bertujuan untuk merancang perangkat
pembelajaran yaitu berupa bahan ajar LKS pada topik hidrolisis garam. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah:
a. Merancang kegiatan laboratorium
Kegiatan laboratorium yang dirancang berupa prosedur praktikum pada topik hidrolisis garam. Percobaan yang akan dilakukan yaitu
menentukan definisi hidrolisis garam melalui percobaan. Prosedur praktikum dirancang berdasarkan indikator yang telah dirumuskan.
b. Studi penelitian kegiatan laboratorium
mendapatkan perlakuan yang optimum serta menganalisis prosedur kegiatan praktikum yang telah dirancang.
c. Perancangan desain awal Lembar Kegiatan Siswa (LKS)
Pada awal ini, dilakukan pemilihan format dan pengembangan LKS.
Pemilihan format disesuaikan dengan format yang diperlukan dalam LKS siswa. Sementara langkah pengembangan LKS meliputi penulisan, pengadaptasian, pengeditan dan penelaahan LKS siswa yang dirancang.
Langkah tersebut dilakukan dengan cara mengumpulkan bahan penulisan naskah yang berkaitan dengan materi hidrolisis garam yaitu berupa
konsep-konsep, tugas kegiatan praktikum, gambar ilustrasi, contoh soal dan evaluasi.
d. Penyusunan Perangkat Pembelajaran dan Instrumen
Hasil-hasil yang diperoleh dari studi literatur dan pendahuluan, digunakan untuk pembuatan produk awal (draft). Menyiapkan rencana
pelaksanaan pembelajaran (RPP) dan instrumen penelitian kemudian mengkonsultasikannya dengan dosen pembimbing. Instrumen penilaian
keterampilan proses sains dibuat berupa tes tertulis jenis uraian dan instrumen penilaian pemahaman konsep berupa tes tertulis pilihan ganda.
3. Tahap Pengembangan (Develop)
Pada tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan desain LKS
yang berorientasi inkuiri yang diharapkan dapat meningkatkan pemahaman konsep dan keterampilan proses sains siswa kelas XI pada pokok bahasan
a. Melakukan validasi ahli dan uji coba terbatas terhadap LKS dan instrumen. Setelah dilakukan penyusunan instrumen penelitian maka
dilakukan validasi oleh ahli untuk mengetahui validitas isi dan uji coba di sekolah untuk mengetahui validitas empiris dari instrumen yang digunakan
dalam penelitian. Instrumen penelitian sebelum digunakan, dilakukan uji reliabilitas, uji daya pembeda, dan uji tingkat kemudahan. Pengujian instrumen penelitian dengan teknik test-retest yang diujicobakan pada
siswa kelas XI di SMA 1 Cineam Tasikmalaya. Dari hasil uji coba butir soal yang tidak memenuhi syarat, dapat diperbaiki atau direvisi. Hasil
perbaikan (revisi) butir soal yang tidak memenuhi syarat, tidak dilakukan uji coba lagi atau langsung digunakan untuk mengambil data tes awal dan
tes akhir.
b. Melakukan revisi hasil validasi instrumen
c. Melaksanakan ujicoba terbatas terhadap LKS berorientasi inkuiri yang
dikembangkan. Desain penelitian pada tahapan pengembangan ini adalah adalah Pretest-Posttest Control Group Design, seperti yang terlihat pada
tabel berikut ini:
Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Eksperimen 1 O X1 O1
Eksperimen 2 O X2 O1
Kontrol O C O1
Keterangan:
X1 : Perlakuan yang diberikan berupa pembelajaran hidrolisis garam dengan
X2 : Perlakuan yang diberikan berupa pembelajaran hidrolisis garam dengan
LKS berorientasi inkuiri terbimbing (inkuiri level 2)
C : Perlakuan yang diberikan berupa pembelajaran hidrolisis garam dengan
LKS berorientasi inkuiri verifikasi (inkuiri level 0)
O : Pretes awal yang diberikan
O1 : Posttest
Pelaksanaan pembelajaran menggunakan LKS berorientasi inkuiri
diterapkan pada tiga kelas. Masing-masing kelas melaksanakan pembelajaran dengan langkah pembelajaran inkuiri. Kelas XI IA 3 melaksanakan pembelajaran
inkuiri level 2 (inkuiri terbimbing) dengan langkah berikut : a. Berhadapan dengan masalah
b. Merumuskan hipotesis c. Pengumpulan data d. Merumuskan penjelasan
e. Menganalisis hasil temuan dan menarik kesimpulan
Pada level ini guru hanya memberikan masalah kepada siswa, kemudian
siswa dibimbing untuk mencari prosedur penyelesaian masalah tersebut sehingga dapat ditemukan solusi dari masalah tersebut.
Sedangkan kelas berikutnya dilaksanakan pembelajaran inkuiri level 1
(inkuiri terstruktur) di kelas XI IA 2 dengan tahapan pembelajaran seperti di inkuiri level 2 di atas. Hal yang membedakan inkuiri level 1 dengan inkuiri level 2
atau cara menyelesaikan masalah diberitahukan oleh guru secara terstruktur sehingga siswa dapat menemukan solusi dari permasalahan yang diberikan.
Kemudian kelas ke tiga sebagai kelas kontrol melakukan pembelajaran inkuiri level 0 yang dinamakan kelas verification atau confirmation. Pada level ini
dilakukan pembelajaran inkuiri dengan metode tanya jawab. Perbedaannya dengan pembelajaran inkuiri level 1 dan 2 adalah pada prosedur pemecahan masalah dan solusi dari masalah. Pada level ini semuanya diberikan oleh guru
baik dari masalah, prosedur untuk menyelesaikan masalah dan solusi dari masalah yang dibahas. Ketiga kelas diberikan LKS sebagai bahan ajar dalam pembelajaran
serta instrumen untuk melihat keterampilan proses sains siswa.
Ujicoba terbatas terhadap pembelajaran pemecahan masalah dengan
tahapan sebagai berikut:
1) Melaksanakan pretes sebelum pembelajaran
2) Melaksanakan pembelajaran dengan bantuan LKS berorientasi inkuiri
yang dikembangkan
3) Melaksanakan postes setelah pembelajaran dilaksanakan.
4) Menyebarkan angket kepada siswa. 5) Melaksanakan wawancara kepada siswa. 6) Mengumpulkan data hasil penelitian.
7) Mengolah data hasil penelitian.
8) Menganalisis data hasil penelitian dan membahasnya.
9) Menyimpulkan hasil penelitian.
Pada tahap pengembangan ini bertujuan untuk menghasilkan LKS yang sudah direvisi berdasarkan masukan dari penelaah ahli materi, validasi serta uji
coba terbatas di sekolah.
4.Tahap Penyebaran (Disseminate)
Pada tahap disseminate, desain LKS sampai pada tahap produksi akhir
D.Alur Penelitian
Adapun alur penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut ini
Studi Pendahuluan Penelitian
Studi penelitian kegiatan laboratorium berorientasi inkuiri
Instrumentasi : Soal KPS & Pemahaman Konsep, angket, pedoman
LKS praktikum berorientasi inkuiri (desain akhir)
Pembelajaran menggunakan LKS berorientasi inkuiri
E. Instrumen Penelitian
Untuk mendapatkan data yang diinginkan dalam penelitian ini, digunakan
instrumen berupa lembar tes tertulis, lembar observasi, angket, dan wawancara. a. Tes tertulis berupa tes pilihan ganda, bertujuan untuk menjaring data
pemahaman konsep siswa pada pembelajaran hidrolisis garam. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di awal (pretes) dan akhir (postes) perlakuan. Pretes digunakan untuk melihat kondisi awal subyek penelitian.
Hasil tes ini akan dihitung gain yang dinormalisasi <g>.
b. Tes tertulis berupa uraian untuk melihat keterampilan proses sains siswa pada
konsep hidrolisis. Tes ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu di awal (pretes) dan akhir (postes) perlakuan. Tes awal digunakan untuk melihat kondisi awal
subyek penelitian berakaitan keterampilan proses sains siswa. Kemudian dibandingkan dengan hasil tes akhir keterampilan proses sains siswa dan dilihat peningkatan keterampilan proses sains apa yang dapat dikembangkan
melalui LKS berorientasi inkuiri yang didesain.
c. Lembar observasi, digunakan untuk menjaring informasi secara langsung
kinerja siswa selama proses pembelajaran. Pengamatan ini dilakukan dari awal pembelajaran sampai akhir pembelajaran.
d. Angket, berupa skala sikap yang bertujuan untuk mengetahui respon siswa
tentang LKS yang dikembangkan.
e. Pedoman wawancara, bertujuan untuk mengetahui respon siswa tentang
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 3.2
Teknik Pengumpulan Data
No Jenis Data Teknik Pengumpulan Data Keterangan
1 Keterampilan proses sains dan pemahaman konsep
Tes (pretes dan postes) Dilakukan di awal dan akhir
pembelajaran 2 Aktivitas siswa selama
kegiatan pembelajaran
Observasi Guru Dilakukan saat pembelajaran 3 Tanggapan terhadap LKS
yang dikembangkan
Angket dan wawancara siswa
Dilakukan setelah pembelajaran
G. Analisis Data
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini digolongkan ke dalam data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif yang diperoleh dari penelitian
ini adalah skor tes pemahaman konsep dan KPS siswa. Hasil observasi dan angket ini akan dinyatakan dalam persentase untuk dideskripsikan.
Teknik analisis data ini meliputi tiga tahapan, yaitu:
1. Uji Instrumen
Dalam menyusun dan melaksanakan tes, agar instrumen menjadi alat
ukur yang baik maka dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Membuat kisi-kisi soal tes
b. Menyusun soal tes sesuai dengan kisi-kisi yang telah dibuat
d. Merevisi hasil validasi e. Uji coba soal
Dari hasil uji coba soal dilakukan analisis soal untuk mengetahui reliabilitas soal, tingkat kesukaran tiap soal, daya beda serta validitas soal
sehingga dapat dipilih soal-soal yang baik dan dapat dijadikan sebagai instrumen pada penelitian.
1) Validitas
Tes dikatakan valid apabila soal itu dapat mengukur apa yang hendak diukur. Pengukuran validitas tes dilakukan pengujian dari segi validitas isi
dan itemnya. Validitas isi adalah validitas yang ditilik dari segi isi tes itu sendiri sebagai alat pengukur hasil belajar. Arikunto (2008) mengemukakan
bahwa sebuah tes dikatakan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan khusus tertentu yang sejajar dengan materi atau isi pelajaran yang diberikan. Menurut Sugiyono (2007) bahwa pengujian validitas isi dapat dilakukan
dengan membandingkan antara isi instrumen dengan materi pelajaran yang telah diajarkan. Pengujian validitas isi dilakukan dengan cara meminta
pertimbangan (judgement) oleh ahli, dengan tujuan untuk mengetahui apakah instrumen yang disusun sudah mengukur apa yang hendak diukur (ketepatan). Para ahli diminta memberikan tanggapan pendapatnya tentang instrumen
yang telah disusun.
Secara teknis pengujian validitas isi dibantu dengan menggunakan
pernyataan yang telah dijabarkan dari indikator. Dengan kisi-kisi instrumen tersebut maka pengujian validitas dapat dilakukan dengan mudah dan
sistematis. 2) Reliabilitas
Reliabilitas adalah taraf kepercayaan suatu soal, apakah soal memberikan hasil yang tetap atau berubah-ubah (Arikunto, 2008). Suatu instrumen dikatakan mempunyai nilai reliabilitas tinggi, apabila tes yang
dibuat mempunyai hasil yang konsisten dalam mengukur kemampuan yang hendak diukur. Jadi reliabilitas harus mampu menghasilkan
informasi yang sebenarnya. Menurut Sugiyono (2007) untuk mengukur reliabilitas digunakan rumus Kuder Richardson (KR-21), yaitu :
�11 =
r11 : koefisien reliabilitas tes
n : banyak butir item M : mean total
S2 : variansi total
ΣX : Jumlah skor total
Kriterianya :
0,80 ≤ r11 ≤ 1,00 : reliabilitas sangat tinggi
0,60 ≤ r11≤ 0,79 : reliabilitas tinggi
0,40 ≤ r11 ≤ 0,59 : reliabilitas sedang
0,20 ≤ r11 ≤ 0,39 : reliabilitas rendah
0,00 ≤ r11≤ 0,19 : reliabilitas sangat rendah
3) Indeks Kesukaran
Butir-butir tes hasil belajar dapat dikatakan baik apabila tingkat kesukarannya adalah sedang atau cukup. Untuk mengetahui sejauh mana
tingkat kesukaran soal (indeks kesukaran), digunakan rumus seperti yang dikemukakan dalam Arikunto, 2008 :
Js B
P
Dimana:
P : indeks kesukaran
B : banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul Js : jumlah seluruh siswa peserta tes
Kriterianya
0,00 – 0,30 : Soal Sukar
0,30 – 0,70 : Soal Sedang (Cukup)
4) Daya Pembeda
Daya pembeda merupakan kemampuan suatu soal untuk
membedakan antara siswa yang berkemampuan tinggi dengan siswa yang berkemampuan rendah. Angka yang menunjukkan daya pembeda disebut
indeks diskriminasi (D). Indeks diskriminasi dapat ditentukan dengan rumus seperti yang dikemukakan oleh Arikunto (2008) yaitu:
B
JA : banyaknya peserta kelompok atas. JB : banyaknya peserta kelompok bawah.
BA : banyaknya peserta kelompok atas yang menjawab soal dengan benar.
BB : banyaknya peserta kelompok bawah yang menjawab soal dengan benar.
Tabel 3.3
Rekapitulasi Hasil Uji Coba Instrumen Pemahaman Konsep No
Penskoran hasil pemahaman konsep siswa menggunakan aturan penskoran untuk tes pilihan ganda yaitu 1 atau 0. Skor satu jika jawaban benar, dan skor 0 jika jawaban salah. Skor maksimum ideal sama dengan
jumlah soal yang diberikan.
Rubrik penskoran instrumen uji coba dan pretest-posttes keterampilan proses sains selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran.
2. Perhitungan Gain ternormalisasi
Pengolahan data secara garis besar dilakukan dengan menggunakan
bantuan pendekatan secara hierarkhi statistik. Data primer hasil tes siswa sebelum dan sesudah perlakuan, dianalisis dengan cara membandingkan skor tes awal dan tes akhir. Peningkatan yang terjadi sebelum dan sesudah
pembelajaran dihitung dengan rumus g faktor (N-gains) yaitu:
N-Gain = Terdapat tiga kategorisasi perolehan skor gain ternormalisasi:
Tabel 3.4 Kategori Gain Ternormalisasi
Gain ternormalisasi (G) Kriteria Peningkatan
G < 0,30 Rendah
0,30 ≤ G ≤ 0,70 Sedang
G > 0,70 Tinggi
Pengolahan data skor gain ternormalisasi dianalisis secara statistik dengan menggunakan Microsoft Office Excel 2007.
2. Pengolahan Angket Tanggapan Siswa Terhadap LKS Berorientasi Inkuiri Data mengenai tanggapan siswa terhadap LKS berorientasi inkuiri
langkah-langkah yang peneliti lakukan untuk mengolah data tersebut adalah dengan:
a. Menghitung jumlah jawaban “SS” dan “S” atau “E” atau “TS” dan “STS”
yang observer isi pada format angket tanggapan siswa terhadap
pembelajaran.
b. Angket disusun dengan 2 jenis pernyataan yaitu pernyataan positif dan negatif. Bobot untuk pernyataan positif kategori SS = 5; S = 4; R = 3 TS =
2; dan STS = 1. Sedangkan bobot untuk pernyataan negatif kategori SS = 1; S = 2; E = 3; TS = 4 dan STS = 5.
Analisis dilakukan dengan menggunakan rumus persentase respon yaitu:
P =F
N× 100% (Sudjana, 2011: 131).
Keterangan:
P : Persentase jawaban siswa
F : Jumlah jawaban siswa N : Jumlah siswa
2. Analisis Hasil Wawancara
Wawancara digunakan untuk menggali informasi yang lebih lengkap mengenai respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan LKS berorientasi
132
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data, hasil temuan, dan pembahasan yang telah dikemukan dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pola/Model LKS yang digunakan di sekolah dan buku paket yang beredar
adalah berupa petunjuk ilmiah pelaksanaan praktikum. Diberikan alat, bahan, dan prosedur percobaan serta beberapa pertanyaan terkait percobaan yang
akan dilakukan.
2. Prosedur praktikum hidrolisis garam disusun melalui kegiatan laboratrorium dengan menentukan alat, bahan dan prosedur yang efektif digunakan untuk
menentukan sifat keasaman larutan garam, kemudian dikembangkan untuk penyusunan LKS.
3. Pembelajaran hidrolisis garam dengan metode praktikum menggunakan LKS berorientasi inkuiri dilakukan dengan tiga jenis pembelajaran inkuiri, yaitu
inkuiri verifikasi (level 0), inkuiri terstruktur (level 1), dan inkuiri terbimbing (level 2). Beberapa hal yang ditivnjau adalah materi pembelajaran dan proses pembelajaran.
4. Pengaruh pembelajaran hidrolisis garam dengan metode praktikum menggunakan LKS berorientasi inkuiri dapat meningkatkan pemahaman
siswa lebih tinggi dibandingkan pembelajaran inkuiri level 0 (verifikasi) dan 2 (terbimbing). Hal ini terlihat dari rata-rata gain yang ternormalisasi <g>
pemahaman konsep 0,72 untuk kelas inkuiri terstruktur (level 1) denga kategori tinggi dan 0, 53 serta 0,47 dengan kategori sedang masing-masing
untuk kelas inkuiri level 2 (terbimbing) dan inkuiri level 0 (verifikasi).
5. Pengaruh pembelajaran hidrolisis garam dengan metode praktikum menggunakan LKS berorientasi inkuiri dapat meningkatkan keterampilan
proses sains siswa. Dari ketiga level inkuiri yang diterapkan, pembelajaran dengan inkuiri level 1 (terstruktur) menunjukkan peningkatan rata-rata
keterampilan proses sains siswa lebih tinggi dibandingkan pembelajaran inkuiri level 0 (verifikasi) dan 2 (terbimbing). Rata-rata gain yang ternormalisasi <g> keterampilan proses sains 0,76 dengan kategori tinggi
untuk kelas inkuiri terstruktur (level 1) dan 0,61 serta 0, 58 dengan kategori sedang masing-masing untuk kelas inkuiri level 2 (terbimbing) dan inkuiri
level 0 (verifikasi).
6. Model LKS berorientasi inkuiri yang cocok diterapkan pada kelas dengan
karakteristik seperti kelas pada subyek penelitian adalah model LKS inkuiri level 1 (terstruktur) karena struktur LKS tersebut lebih jelas dan terarah serta prosedur pemecahan masalah telah diberikan dalam LKS.
B. Saran
134 1. LKS berorientasi inkuiri terbimbing perlu disempurnakan lagi dari segi
pertanyaan untuk membimbing siswa dalam menemukan konsep
2. Perlu diadakan penelitian lebih lanjut untuk mengembangkan LKS berorientasi inkuiri terbimbing dan terstruktur pada kelas dengan karakteristik