• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARATIF BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK TOPENG PADA PERTUNJUKAN SENI BANGBARONGAN UJUNGBERUNG DAN BEBEGIG SUKAMANTRI DI JAWA BARAT.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "STUDI KOMPARATIF BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK TOPENG PADA PERTUNJUKAN SENI BANGBARONGAN UJUNGBERUNG DAN BEBEGIG SUKAMANTRI DI JAWA BARAT."

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ………... ii

UCAPAN TERIMA KASIH ………. iii

DAFTAR ISI ………...…… v

DAFTAR TABEL ………. viii

DAFTAR GAMBAR ………. ix

DAFTAR BAGAN ……… xiv

DAFTAR LAMPIRAN ………. xv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ……… 1

B. Rumusan dan Batasan Masalah ………. 8

C. Tujuan Penelitian ……….. 9

D. Signifikansi dan Manfaat Penelitian ………..….. 9

E. Asumsi Penelitian ………. 11

F. Penjelasan Istilah ……….. 11

G. Sistematika Penulisan ……… 12

BAB II KESENIAN TOPENG BARONG SUNDA A. Konsep Seni Tradisi ……….. 14

B. Topeng Sebagai Kriya Tradisional ……… 21

1. Arti Topeng ... 21

2. Karakterisasi Topeng ... 22

3. Jenis Topeng ……… 31

4. Bentuk Dasar Topeng ... 35

5. Fungsi ………. 38

6. Motif Topeng ………. 42

7. Bahan Pembuatan Topeng ……….. 46

(2)

1. Material/Media ………... 59

2. Warna ………. 61

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan dan Metode ……… 69

B. Subjek penelitian ……….. 70

C. Lokasi Penelitian ……….. 70

D. Instrumen Penelitian ………. 70

E. Teknik Pengumpulan data .……… 71

1. Observasi (Pengamatan) ………. 71

2. Interview (Wawancara) ……….. 72

3. Studi Dokumentasi ……….. 74

F. Teknik Analisis Data ………. 74

BAB IV STUDI KOMPARATIF MAKNA SIMBOLIK BENTUK TOPENG PADA PERTUNJUKAN SENI BANGBARONGAN DAN BEBEGIG SUKAMANTRI DI JAWA BARAT A. Kondisi Geografis dan Demografis ……….. 75

1. Kecamatan Ujungberung Kota Bandung ……… 75

2. Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis ……… 80

B. Deskripsi dan Historiografi Topeng Bangbarongan …………. 85

1. Pengertian dan Deskripsi Bangbarongan ……… 85

2. Sejarah Bangbarongan ………. 104

C. Deskripsi dan Historiografi Topeng Bebegig Sukamantri …… 120

1. Pengertian dan Deskripsi Bebegig Sukamantri .………… 120

2. Sejarah Bebegig Sukamantri ……….…….………… 128

D. Proses Pembuatan topeng ………... 145

(3)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ………. 191

B. Saran ………... 195

DAFTAR PUSTAKA ………. 198

LAMPIRAN-LAMPIRAN ……… 202

(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Sebagian besar orang masih berpendapat bahwa seni adalah segala ciptaan manusia yang indah, baik, dan benar. Seni dipandang sebagai manifestasi dari bentuk pengolahan jiwa lewat cipta, rasa, dan karsa manusia untuk mengekspresikan hal-hal yang ada dalam pola pikir manusia. Ki Hajar Dewantara menegaskan bahwa “ ‘seni’ adalah segala perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia” (Soedarso, 1998). Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa seni menggerakkan kemauan manusia untuk dapat menampilkan suatu hal indah lewat apresiasi yang dilandasi oleh semangat untuk berkarya.

Seni dapat memberikan berbagai macam nilai (value) yang bersifat normatif dalam pemberian makna terhadap kebaikan atau kebenaran moral dalam seni. Berbagai macam nilai yang ditunjukkan oleh aksiologi sebagai suatu condition sine qua non yang wajib dipatuhi dalam kegiatan manusia antara lain adalah seni (Wibisono, 1996), yang pada dasarnya memiliki kebaikan dan kebenaran entitas dalam budaya masyarakat.

(5)

dua kategori seni secara universal, yakni seni tradisi sebagai aset budaya setempat (lokal) dan seni modern sebagai aset budaya dunia.

Berkaitan dengan seni tradisi yang dapat dikategorikan sebagai aset budaya dan dapat dijadikan panduan dalam menelaah pola pikir primordial daerah setempat, seni tradisi tak lepas dari manifestasi sebagai standar isi dari pola pikir suatu masyarakat. Hal utama yang dapat disampaikan di sini adalah bahwa karya tradisi tidaklah diciptakan sebagai karya yang sifatnya sementara atau temporer, melainkan memiliki kandungan yang berlandaskan pada filosofi daerah tersebut.

Kesenian pada dasarnya merupakan budaya daerah yang dipandang sebagai landasan pembentukan jati diri bangsa (nation identity). Menurut Sedyawati, “Budaya daerah sebagai warisan bangsa, dapat membuat suatu bangsa mempunyai akar” (1981: 8), dan “….dari sudut pandangan yang sudah kita capai tentang budaya maka kita dapat mengoreksi dan memperluas definisi klasik tentang manusia…” (Cassirer, 1987: 39). Dengan demikian, setiap budaya daerah dapat menambah eratnya ikatan solidaritas masyarakat yang bersangkutan.

Boscom (dalam Ninuk, 1996: 19) menyebutkan bahwa budaya daerah memiliki empat peranan, yaitu:

1. Sebagai sistem proyeksi adalah pencerminan angan-angan suatu kolektif; 2. Sebagai pengesahan pranata-pranata dan lembaga-lembaga kebudayaan; 3. Sebagai alat pendidikan (pedagogical device); dan

4. Sebagai alat kontrol agar norma-norma masyarakat akan selalu dipatuhi anggota kolektifnya.

(6)

perayaan upacara penyambutan tamu agung, hari raya kemerdekaan Republik Indonesia dan khitanan. Memang secara fungsional, seni tradisi memiliki keberagaman yang luas seperti diungkapkan oleh Soedarsono (dalam Ridwan, 2007: 2) yang merupakan tindak lanjut dari pernyataan Boscom tadi bahwa:

“Setiap zaman, setiap kelompok etnis, serta setiap lingkungan masyarakat, setiap bentuk seni pertunjukan memiliki fungsi primer dan sekunder yang berbeda’. “Kedua fungsi tersebut meliputi, fungsi primer: 1) sebagai sarana upacara, 2) sebagai ungkapan pribadi, dan 3) sebagai presentasi estetis. Fungsi sekunder adalah apabila seni pertunjukan bertujuan bukan untuk dinikmati tetapi untuk kepentingan lain”.

Pada fungsi sekunder, seni pertunjukan dapat dinikmati pula sebagai sarana hiburan, helaran (arak-arakan), dan untuk diarak keliling kampung.

Seni tradisi memiliki hal yang sangat berkenaan dengan nilai estetis yang menjadi ciri untuk mengenal ragam seni suatu daerah. Dalam hal ini, “seni sebagai hasil ciptaan berupa karya seni merupakan hasil simbolisasi manusia. Prinsip penciptaan seni merupakan pembentukan simbol dan pembentukan simbol bersifat abstraksi” (Langer, 1957: 163). Hartoko (1992: 23) pun menambahkan di samping simbol terdapat lambang-lambang yang masih diwariskan, yaitu “… lambang-lambang visual, bentuk-bentuk, warna-warni, garis-garis.”

(7)

dengan sistem produksi dalam bekerja dan bermasyarakat dalam bidang agama, budaya, sosiologi, dan antropologi.

Manifestasi seni tradisi di wilayah Kecamatan Ujungberung dan Kecamatan Sukamantri dapat berbentuk beberapa macam selain tampilan dari visualisasi topeng itu sendiri. Hal yang menjadi unsur utama dalam seni topeng Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri di antaranya terdapat pada unsur pertunjukannya yang ditampilkan secara helaran atau arak-arakan, tampilan musik yang mengiringinya, serta seorang sinden yang melantunkan beberapa tembang atau lagu untuk memeriahkan arak-arakan tersebut. Sosok pemimpin dengan nama malim yang dikenal dalam lingkungan seni topeng Bangbarongan atau Benjang Helaran dan sesepuh yang dikenal dalam lingkungan seni topeng Bebegig Sukamantri menjadi hal yang utama pula. Sosok pemimpin atau sesepuh tersebut berkaitan dengan pemandu atau dapat diistilahkan sebagai dukun yang memiliki ilmu untuk menyadarkan dan membuat trance pemain topeng. Kecuali untuk Bebegig Sukamantri, setiap pemain sudah dibekali dengan rapalan atau ajian yang disesuaikan dengan karakter dari masing-masing topeng.

(8)

Kabupaten Ciamis), Berokan (Kabupaten Indramayu), Barong Kepet (Kabupaten Cirebon), Buroq atau Burokan (Kabupaten Cirebon), Reog Ponorogo (Kabupaten Ponorogo), dan Barongan (Kabupaten Jepara).

Kesenian Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri merupakan kategori dari seni tradisi yang lahir dan dimiliki secara turun-temurun, mempunyai aturan yang ketat, usianya tua, dan orisinil (Ruchimat dalam Sutrisno, 2008: 22). Bangbarongan adalah salah satu seni tradisi Sunda, khususnya sebagai milik masyarakat Ujungberung di Kota Bandung, yang menjadi cagar budaya masyarakat. Secara hegemonis dalam upaya strukturalisasi kesenian di wilayah Jawa Barat, strukturalisasi pada seni tradisi Bangbarongan di wilayah Ujungberung merupakan bentuk seni helaran yang divisualisasikan dengan cara diarak keliling kampung.

Seni Bangbarongan itu merupakan nama lain dari seni Benjang Helaran. Bagi masyarakat Ujungberung, seni Bangbarongan adalah seni tradisi yang memiliki makna simbolik sebagai milik masyarakat Ujungberung yang berlatar belakang masyarakat agraris. Dalam hal ini, dapat dikatakan bahwa pergelaran tanpa seni Bangbarongan maka tidak ada seni lain yang dapat menjadi ciri khas atau ikon seni tradisi daerah di wilayah Ujungberung.

(9)

acara syukuran khitanan. Walaupun dalam kenyataannya dapat dikatakan bahwa seni Bangbarongan memiliki nilai seni yang meniru alam, yang dalam perwujudan artistiknya (artistic appearance) sebagaimana yang dapat dilihat, didengar, maupun dirasakan, tetapi seni Bangbarongan tersebut tidak terlepas dengan berbagai unsur keindahan. Dalam mengkaji sesuatu hal yang mengacu pada unsur keindahan, pada dasarnya sangatlah relatif, apalagi bila sudah berkaitan dengan cipta, rasa, dan karsa manusia.

Peranan Bangbarongan sebagai budaya tradisi, sebagaimana telah dijelaskan di atas, menjadi alat komunikasi pada masyarakat maupun penikmat seni untuk mengenalkan budaya tradisi yang ada sebagai seni yang menjadi ciri atau karakter suatu daerah. Nilai budaya yang terkandung dalam seni Bangbarongan menjadi hal yang sebaiknya diwujudkan untuk dapat membukukan karya seni tradisi agar budaya dari suatu daerah dapat terdokumentasikan dan dapat dijadikan referensi bacaan pengetahuan bagi masyarakat.

(10)

Sukamantri serta tidak ada di daerah lain di Kabupaten Ciamis, begitu pula di Jawa Barat. Pengertian bebegig itu sendiri dalam bahasa Sunda (Tim, 2008: 5) adalah “Jajalmaan tina jarami paranti nyingsieunan manuk”. Jika diartikan dalam bahasa Indonesia, bebegig merupakan sejenis patung atau boneka atau benda lain yang menyerupai manusia yang terbuat dari bahan jerami, yaitu pohon padi yang sudah kering, yang digunakan untuk menakut-nakuti burung di sawah menjelang musim panen.

Sukamantri termasuk kecamatan baru di Kabupaten Ciamis, hasil pengembangan dari Kecamatan Panjalu. Wilayah tersebut merupakan batas sebelah Barat antara Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Majalengka. Daerah Sukamantri merupakan daerah persawahan yang dikelilingi pegunungan. Dengan demikian, mata pencaharian masyarakat tersebut adalah bertani dan berladang. Dalam perkembangannya, Bebegig Sukamantri sekarang sudah menjadi kesenian yang biasa dipentaskan dalam kegiatan helaran, seperti yang sudah menjadi tampilan rutin dalam helaran pada bulan Agustus. Lahir serta berkembangnya kesenian tersebut mengalami proses yang sangat panjang serta mengandung nilai sejarah sejalan dengan zaman Kerajaan Panjalu, Kerajaan Pajajaran dan Kerajaan Galuh di Kabupaten Ciamis.

(11)

“Topeng pada mulanya dikenakan untuk menyembunyikan identitas asli pemainnya/pemakainya dan bukan untuk memerankan tokoh-tokoh tertentu sebuah lakon, pada topeng dibuat percaya bahwa roh-roh leluhur dalam wujud orang-orang bertopeng benar-benar turun ke bumi menemui mereka, hal ini untuk kepentingan upacara sehingga topeng sebagai alat untuk berhubungan dengan arwah nenek-moyang”.

Berdasarkan asumsi penulis, dua karya seni pertunjukan Bangbarongan di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dan Bebegig Sukamantri di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan sehingga dapat dikomparasikan.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penelitian ini akan memfokuskan pada Studi Komparatif Bentuk dan Makna Simbolik Topeng pada Pertunjukan Seni Bangbarongan Ujungberung dan Bebegig Sukamantri di Jawa

Barat.

B. BATASAN DAN RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana wujud visual dan makna simbolik pada (mata, hidung, mulut, motif, hiasan, dan warna) topeng Bangbarongan?

2. Bagaimana wujud visual dan makna simbolik pada (mata, hidung, mulut, motif, hiasan, dan warna) topeng Bebegig Sukamantri?

(12)

C. TUJUAN PENELITIAN

Tujuan umum dari kegiatan penelitian ini ialah mengenal topeng Bangbarongan sebagai budaya masyarakat Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, dan topeng Bebegig Sukamantri sebagai budaya masyarakat Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis. Adapun tujuan khusus dari kegiatan penelitian ini sebagai berikut:

1. Mendeskripsikan wujud visual dan makna simbolik pada (mata, hidung, mulut, motif, hiasan, dan warna) topeng Bangbarongan.

2. Mendeskripsikan wujud visual dan makna simbolik pada (mata, hidung, mulut, motif, hiasan, dan warna) topeng Bebegig Sukamantri.

3. Menganalisis komparasi wujud visual dan makna simbolik pada (mata, hidung, mulut, motif, hiasan, dan warna) topeng Bangbarongan dengan topeng Bebegig Sukamantri.

D. SIGNIFIKANSI DAN MANFAAT PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan stimulus baik secara teoretis maupun secara praktis bagi pengembangan ide dan konsep berkesenian secara signifikan yang di dalamnya terkandung nilai-nilai pembelajaran bagi kaum akademisi dan sosio-kultural.

(13)

1. Bagi Seniman

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pengetahuan berupa data tertulis mengenai kajian tentang topeng Bangbarongan dan topeng Bebegig Sukamantri. Kajian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi seniman dalam mengekspresikan dirinya lebih luas agar dapat menghasilkan karya seni yang berkualitas serta tak lupa dengan jati diri seni tradisional Indonesia yang saat ini telah banyak direvisi untuk dibentuk menjadi seni berlabel modern.

2. Bagi Objek yang Diteliti

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi yang mendalam mengenai topeng Bangbarongan di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung, yang dikomparasikan dengan Bebegig Sukamantri di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis.

3. Bagi Peneliti

Bagi peneliti, hasil penelitian ini merupakan sebuah pengalaman yang sangat bermanfaat dalam menambah wawasan keilmuan, studi banding, teknik penelitian lapangan, dan terutama agar seni tradisi karya masyarakat Sunda yang memiliki dasar budaya pada segi upacara, segi hiburan, dan segi pertunjukan ini dikenal dengan baik oleh masyarakat di luar Tatar Sunda secara teoretis maupun secara praktis.

4. Bagi Lembaga Pendidikan

(14)

5. Bagi Dunia Pendidikan Seni

Hasil penelitian ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan ilmu dan pembelajaran pendidikan seni rupa di tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama, dan sekolah menengah atas, dalam pembelajaran studi komparasi mengenai artefak di wilayah nusantara maupun mancanegara.

E. ASUMSI PENELITIAN

Asumsi yang penulis rumuskan dalam penelitian sebagai berikut:

1. Makna simbolik wujud topeng Bangbarongan sangat dipengaruhi oleh makna artefak topeng pada bentuk, warna, kostum, dan hiasan.

2. Makna simbolik wujud topeng Bebegig Sukamantri sangat dipengaruhi oleh makna artefak topeng pada bentuk, warna, kostum, dan hiasan.

3. Seni Bangbarongan di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dan Bebegig Sukamantri di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis menunjukkan adanya persamaan dan perbedaan sehingga dapat dikomparasikan.

4. Seni Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri identik dengan acara syukuran. 5. Seni Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri ada kaitannya dengan aspek

budaya masyarakat Sunda

6. Seni Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri mengandung unsur replika dari alam, bukan dari makhluk jadi-jadian atau makhluk gaib.

F. PENJELASAN ISTILAH

(15)

2. Bentuk: mengkaji visual, warna, kostum, dan hiasan.

3. Makna simbolik: makna yang tersirat dibalik bentuk dan wanda topeng.

4. Pertunjukan: pergelaran berupa tampilan seni dan budaya baik di atas panggung maupun di tempat terbuka.

5. Topeng Bangbarongan: topeng hasil mimesis dari kuda nil yang dimainkan oleh satu orang.

6. Masyarakat Ujungberung, Bandung: Lokasi seni Bangbarongan.

7. Bebegig Sukamantri: topeng yang menyerupai tokoh-tokoh buta dalam dunia wayang golek purwa.

8. Sukamantri: Lokasi kesenian Bebegig Sukamantri.

G. SISTEMATIKA PENULISAN PENELITIAN Penulisan disusun sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN yang meliputi: Latar Belakang Masalah, Rumusan dan Batasan Masalah, Tujuan Penelitian, Signifikansi dan Manfaat Penelitian, Asumsi Penelitian, Penjelasan Istilah, Sistematika Penulisan Penelitian.

(16)

BAB III METODE PENELITIAN yang meliputi: Pendekatan dan Metoda, Subjek Penelitian, Lokasi Penelitian, Instrumen Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Teknik Analisis Data, Jadwal Penelitian.

BAB IV STUDI KOMPARATIF BENTUK DAN MAKNA SIMBOLIK TOPENG PADA PERTUNJUKAN SENI BANGBARONGAN DAN BEBEGIG SUKAMANTRI DI JAWA BARAT yang meliputi: Kondisi Geografis dan Demografis (Kecamatan Ujungberung Kota Bandung, Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis), Deskripsi dan Historiografi Topeng Bangbarongan (Pengertian dan Deskripsi Bangbarongan, Sejarah Bangbarongan), Deskripsi dan Historiografi Topeng Bebegig Sukamantri (Pengertian dan Deskripsi Bebegig Sukamantri, Sejarah Bebegig Sukamantri), Proses Pembuatan topeng, Kajian Bentuk dan Makna Simbolik Topeng Bangbarongan, Kajian Bentuk dan Makna Simbolik Topeng Bebegig Sukamantri, Komparasi Topeng Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri

(17)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. PENDEKATAN DAN METODE

Pada bagian ini, dalam studi lapangan untuk mengkaji makna simbolik seni Bangbarongan yang terdapat di Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dan Bebegig Sukamantri yang terdapat di Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis, menurut pandangan penulis metode pendekatan yang paling cocok untuk keperluan tersebut adalah pendekatan kualitatif atau pendekatan yang bersumber dari paradigma kualitatif dengan menggunakan data empiris. Pendekatan ini digunakan untuk dapat menemukan hal mendasar dari objek kajian penelitian terutama mengenai makna simbol, makna visual (mata, hidung, mulut, alis, warna, dan properti yang digunakan).

(18)

rasional-empirik dan dapat dipertanggungjawabkan. Landasan rasional-empirik merujuk pada kesesuaian landasan konseptual pada penampilan seni tradisi dengan cara kerja yang digunakan bila dihubungkan dengan karakteristik fakta yang dijadikan sasaran kajian.

Pemahaman teoritis dalam menganalisis kegiatan penelitian yang berkenaan langsung dengan judul dan latar belakang adalah metode deskriptif analitis yang menggunakan pendekatan multidisiplin antropologi dari segi emik (warga budaya) dan estetika paradoks serta wanda wayang golek untuk menemukan kajian bentuk dan makna simbolik penelitian.

B. SUBJEK PENELITIAN

Sesuai dengan judul dari kegiatan penelitian, maka subjek dalam penelitian ini adalah bentuk dan makna simbolik topeng Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri yang dikaji dengan menggunakan studi komparasi.

C. LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini bertempat di daerah Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung dan Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis.

D. INSTRUMEN PENELITIAN

(19)

yang digunakan adalah lembar wawancara pada seniman, budayawan, dan Disbudpar.

E. TEKNIK PENGUMPULAN DATA

Pengumpulan data dalam kegiatan penelitian merupakan kegiatan yang sangat penting dan harus dilakukan dengan teknik yang tepat agar mendapatkan data yang akurat dan objektif. Teknik pengumpulan dalam penelitian ini menggunakan observasi (pengamatan), interview (wawancara), studi dokumentasi.

1. Observasi (pengamatan)

Observasi yang dilakukan dalam kegiatan penelitian ini adalah observasi partisipansi pasif (passive participation). Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan terhadap aspek kerupaan Barong untuk mengkaji lebih dalam tentang aspek-aspek seni sebagai perangkat dalam studi penelitian ini.

Menurut Sussan Stainback (1988) dalam Sugiyono (2005:65) menyatakan “In participant observation, the researcher observers what people do, listen to what they say, and participates in their activities”. Dalam observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang, mendengarkan apa yang mereka ucapkan dan berpatisipasi dalam aktivitas mereka.

2. Interview (wawancara)

(20)

adalah wawancara terstruktur (structured interview) dan wawancara tak berstruktur (unstructured interview).

[image:20.595.111.512.225.754.2]

Wawancara terstruktur digunakan peneliti sebagai teknik pengumpul data, untuk mengumpulkan data yang telah diketahui dengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh peneliti. Dengan wawancara terstruktur ini dapat membantu terhadap hipotesis penelitian. Sedangkan wawancara tak berstruktur digunakan peneliti sebagai teknik pengumpul data, untuk mendapatkan data yang lebih dalam lagi dan mendapatkan gambaran yang lebih lengkap. Dalam proses pelaksanaannya pertanyaan tidak disusun secara rinci terlebih dahulu, malah disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik menyesuaikan keadaan responden saat itu. Untuk menghindari agar hasil wawancara tidak menyimpang dari yang seharusnya, maka akan dibuat pedoman wawancara yang sudah disesuaikan dengan kebutuhan penelitian.

TABEL 3.1 DAFTAR RESPONDEN

No Nama Tempat,

tanggal lahir

Pendidikan Pekerjaan Alamat

1 Anto

Sumiarto Widjaya

Tasikmalaya, 01 Mei 1962

S1 (Seni

Rupa) IKIP Bandung FPBS

Budayawan, Pimpinan Grup Seni Benjang: Milang Bentang Ujungberung

Jl. Cigending Gang Rengganis, Kecamatan Ujungberung, Kota Bandung

2 Ahup Bandung, 12

Oktober 1949

- Petani dan

peternak, pimpinan Grup Seni Benjang: Seni Sawargi

Jl. Cikoneng Cileunyi Kabupaten Bandung

3 Mijut Bandung,

usia 82 tahun

- Pimpinan Grup

Seni: Seni Cibiru Pembuat.

Jl. Cibiru Hilir

(21)

Bangbarongan, Kuda Lumping, Dog-dog, Singa

Depok, Kuda

Sembrani, Bedug Mesjid, seluruh waditra/peralatan musik Benjang

Cibiru Kabupaten Bandung

4 Ucun Sunardi Bandung, 07 Mei 1948

- Pimpinan Grup

Seni: Mekar

Budaya.

Generasi ke-6 penari Topeng Benjang

Penari Topeng Benjang (dalam lakon Rahwana

dan atau

Ksatria/Citra Yuda)

Jl. Ciporeat Kecamatan Ujungberung Kota Bandung

5 M Duyeh Bandung, 16

Mei 1954

Pembuat

Wayang Golek, Kedok,

Kerajinan patung, Bangbarongan. Alat musik dog-dog, gamelan Sunda, Calung

Kampung Lio Warung Gede RT 02/ RW

12 Desa

Cibiru Wetan Cileunyi Kabupaten Bandung

6. Cucu Panji

Suherman

Ciamis, 16 Juni 1968

Pimpinan Grup Seni Bebegig Sukamantri: Baladewa Pembuat

kedelapan belas karakter topeng Bebegig

Sukamantri, membuka bengkel mobil

Dusun Cempaka RT

02/RW 09

Desa Sukamantri, Kecamatan Sukamantri, Kabupaten Ciamis

3. Studi Dokumentasi

(22)

F. TEKNIK ANALISIS DATA

Analisis data merupakan langkah yang dilakukan setelah mendapatkan data, baik selama pengumpulan maupun setelahnya. Untuk menganalisis data, peneliti harus mengacu pada pertanyaan penelitian dan menjawabnya berdasarkan data-data yang didapatkan. Langkah yang dilakukan adalah dengan melakukan triangulasi data hasil observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Koding, mengategorisasikan, dan menginterpretasikan data harus ditempuh pada saat proses analisis. Kemudian, kerangka teori yang dikemukakan pada bab II menjadi landasan dalam menginterpretasikan data yang ada. Jika dirasa data belum lengkap dan perlu validasi, maka peneliti dapat kembali ke sumber primer.

(23)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat ditemui hal-hal berkenaan dengan bentuk, simbol serta sekilas tentang pertunjukan dari topeng Bangbarongan Ujungberung dan topeng Bebegig Sukamantri Kabupaten Ciamis. Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian yakni:

1. Dari sumber pustaka, catatan sejarah, dan hasil wawancara dengan responden, dapat disimpulkan bahwa pengertian topeng secara umum adalah penutup muka yang terbuat dari bahan kayu. Bentuk ukiran merupakan desain yang berdasarkan pada cipta, rasa, dan karsa seniman dalam melihat dan mengamati lingkungan tempat tinggalnya. Dasar ini pun berangkat dari ritual kepercayaan daerah setempat serta religi masyarakat yang masih menganut animisme dan dinamisme, sebagai fondasi permanen lestarinya budaya topeng Bangbarongan dan Bebegig Sukamantri secara khusus. Sehingga, topeng bersifat religiomagis sebagai media peragaan dalam upacara, dan hiasan magis. Topeng pun dapat bersifat profan sebagai cinderamata dengan ukuran yang mini, dan benda hias.

(24)

dengan kepercayaan animisme dan dinamisme, kemudian masuknya agama Hindu dan Budha, dan dikuatkan dengan masuknya agama Islam. Hingga keterkaitan kepercayaan pada nenek moyang dan para karuhun yang diimbangi dengan doa-doa dalam agama Islam.

3. Perkembangan topeng mendapat pengaruh dari wayang golek, namun terdapat kreasi baru dari bentuk topeng. Pakem-pakem pada raut topeng merupakan kreasi yang berasal dari keadaan lingkungan dengan ekosistem yang masih terjaga sebelum dirubah menjadi areal persawahan yaitu berupa hutan lebat dan pohon-pohon besar. Tarian pada topeng bukanlah tarian yang memiliki wiraga sesuai dengan aturan-aturan dalam pola gerak. Selain aspek tari, irama musik memiliki andil yang kuat terutama dalam mengiringi tarian bernuansa magis. Pada seni topeng Bangbarongan, irama musik dapat dibuat menjadi lambat sampai pada tempo musik yang menghentak-hentak yang memberi kesan pada tarian topeng tersebut menjadi liar dan tidak terkendali. Berbeda dalam seni topeng Bebegig Sukamantri, irama musik kurang memberikan peran dalam tarian bernuansa magis, dan efek dari pola tarian topeng itu sendiri.

(25)

memiliki fungsi yang sama dengan kegiatan yang dilaksanakan oleh seni topeng Bebegig Sukamantri. Kelebihannya adalah memiliki ciri khas untuk menghibur anak yang dikhitan, karena tanpa kehadiran Bangbarongan maka terkesan kegiatan khitanan kurang sempurna. Ditambah lagi dengan atraksi dari para pemain topeng yang memasuki masa trance atau tidak sadarkan diri. Inilah titik puncak ketakjuban penonton yang menunggu-nunggu dari awal pertunjukan hingga usai dengan rela berbondong-bondong untuk menyaksikan saat ngajadikeun yang dilakukan oleh para pemain.

(26)

6. Topeng merupakan media bagi masyarakat untuk mengenal jati dirinya tentang alam sekitar dan tempat tinggalnya. Topeng tidak hanya menjadi monumentasi dari hal profan, tetapi manifestasi kehidupan masyarakat. Transendensi mempengaruhi kuatnya religiomagis dalam tampilan pertunjukan helaran, dan kaitannya dengan tingkat kepercayaan masyarakat pada roh-roh karuhun. Bangbarongan sebagai seni topeng tradisi adalah ikon pada upacara khitanan anak sekaligus bentuk tradisi khas masyarakat Ujungberung dan penyemarak dalam pertunjukan helaran, di samping topeng-topeng lain serta alat musik yang mengiringinya. Dalam Bebegig Sukamantri, kehadiran topeng merupakan ikon masyarakat Sukamantri secara otonom dan seni topeng hadir dengan tampilan berbeda. Kemeriahan dapat dirasakan dari bentuk topeng serta atribut yang dikenakan. Suasana karnaval lebih terasa dalam penampilan topeng Bebegig Sukamantri dibandingkan dengan topeng Bangbarongan.

7. Secara umum, topeng Bangbarongan Ujungberung maupun Bebegig Sukamantri merupakan jenis topeng yang berukuran besar. Keduanya dalam pertunjukannya memiliki beberapa fungsi yang sama, yaitu:

a. Sebagai ikonisitas dari latar belakang wilayah b. Sebagai pemandu dalam arak-arakan/helaran c. Sebagai alat upacara syukuran.

(27)

dalam upaya perluasan otonomi daerah, pengenalan lingkungan daerah di tingkat tatanan kehidupan masyarakat, spektrum tentang potensi wilayah, dan kaitannya dengan keunikan atau kualitas produk yang dihasilkan dari alam dan manusia.

B. SARAN

Penelitian ini membahas tentang bentuk dan makna simbolik dari topeng Bangbarongan Ujungberung dan Bebegig Sukamantri. Oleh karena itu, penelitian ini masih banyak wilayah lain yang perlu dikaji, agar keberadaan topeng sebagai karya artefak budaya setempat dapat dilestarikan, terutama bagi masyarakat yang menyukai motif-motif topeng tradisi. Penulis berharap kepada:

1. Pemerintah Pusat (Menteri Kebudayaan dan Pariwisata, serta instansi terkait) agar diperhatikan mengenai artikel-artikel dan sumber-sumber mengenai kesenian topeng di Jawa Barat. Data tersebut dapat digunakan sebagai data otentik dan akurat agar peneliti berikutnya menemukan setitik cahaya arah yang akan ditempuh dalam penelitian selanjutnya. Adanya perhatian dan pengakuan berupa sertifikasi pada seniman rakyat khususnya para perajin topeng dan mendapat kesempatan untuk maju lewat wadah dalam melestarikan seni dan budaya tradisi daerah.

(28)

menciptakan wadah dan organisasi kesenian untuk mengelola dan menumbuhkembangkan kesenian daerahnya sebagai ruang kerja seniman. Upaya revitalisasi seni dan budaya daerah dapat menumbuhkembangkan lestarinya tradisi masyarakat setempat, terutama seni topeng Bangbarongan di Kecamatan Ujungberung Kota Bandung dan seni topeng Bebegig Sukamantri di Kecamatan Sukamantri Kabupaten Ciamis sebagai aset orang Sunda di wilayah Jawa Barat.

3. Lembaga-lembaga Pendidikan.

Sehubungan dengan pengenalan terhadap seni dan budaya tradisi Jawa Barat, baik itu dalam seni rupa, musik, tari, dan teater, agar dimasukkan dalam studi pembelajaran di kelas yaitu basis kurikulum. Segi kognitif dan psikomotor merupakan wilayah utama agar siswa mengenal wajah Indonesia lebih dalam, di samping makin ketatnya persaingan teknologi yang secara signifikan memengaruhi motorik siswa di lingkungan pendidikan. Ketercapaian afektif dapat dipenuhi setelah minat dan bakat siswa muncul beriringan dengan kognitif dan psikomotor sebagai stimulan siswa. Melalui metode komparasi dapat diaplikasikan dalam pembelajaran seni rupa di Sekolah.

4. Masyarakat

(29)

merupakan sebagian kecil dari banyaknya seni tradisi daerah Nusantara. Karena hal tradisi yang dimiliki bangsa Indonesia sifatnya turun-temurun dan aset budaya bangsa. Dalam mengevaluasi pertunjukan tradisi, hal-hal gaib biasanya selalu diupayakan untuk hadir saat itu. Kegiatan yang dapat dikatakan berada diluar cara berpikir kaum moden akan menemukan jalan bila dianalisis hanya dengan kekuatan dari kajian ilmu modern. Prospek primordial berpikir perlu diubah agar mengerti maksud dalam pertunjukan tradisi.

(30)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi V). Jakarta: PT Rineka Cipta.

Atmadibrata, Enoch; Nang Hendi K Danumiharja; Yuli Sunarya, Agustus 2006. Khazanah Seni Pertunjukan Jawa Barat. Bandung: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jawa Barat dan Yayasan Kebudayaan Jaya Loka.

Cassirer, Ernst. Terjemahan Alois A. Nugroho. 1987. Manusia dan Kebudayaan: Sebuah Essai Tentang Manusia. Jakarta: PT Gramedia.

Http://geocities.com/bandungcity

Http://id.images.search.yahoo.com/images/view;_ylt=A0S0zu0aoNVOtVEAKkjN Qwx.;_ylu=X3oDMTBlMTQ4cGxyBHNlYwNzcgRzbGsDaW1n?back= http%3A%2F%2Fid.images.search.yahoo.com%2Fsearch%2Fimages%3

Fp%3Dbenjang%2Bgulat%26n%3D30%26ei%3Dutf-

8%26y%3DCari%26fr%3Dyfp-t-713%26b%3D1%26tab%3Dorganic&w=200&h=149&imgurl=img510.i mageshack.us%2Fimg510%2F6258%2Fbenjangtx2.jpg&rurl=http%3A% 2F%2Fwww.forumbebas.com%2Fprintthread.php%3Ftid%3D21276&siz e=7.7+KB&name=Benjang&p=benjang+gulat&oid=38741116713537bd

10246ffe439c28af&fr2=&fr=yfp-t-713&tt=Benjang&b=0&ni=30&no=0&tab=organic&ts=&sigr=11jotufd2 &sigb=13hsu45lm&sigi=11fqb5k4p&.crumb=x.u.JL5O.Kp

Hartoko, Dick. 1992. Manusia dan Seni. Yogyakarta: Kanisius. Id.wikipedia.org/wiki/Barongsai

Indonesian-product.biz Jakartadailyphoto.com

Kaplan, David dan Albert A. Manners. 1999. The Theory of Culture. Penerjemah Landung Simatupang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Masinambow, E K M dan Rahayu S Hidayat. 2001. Semiotik: Mengkaji Tanda dalam Artifak. Jakarta: Balai Pustaka.

Koentjaraningrat, (ed). 1980. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Aksara Baru. Kustiawan, Usep. 1996. Topeng Sebagai Bentuk Seni Rupa dalam Kesenian

Tradisional Cirebon. Tesis. Bandung: FSRD ITB.

(31)

Mariosaputra.com

Murgiyanto, Sal. 2004. Tradisi dan Inovasi. Beberapa Masalah Tari di Indonesia. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.

Masunah, Juju dan Karwati, Uus. 2003. Topeng Cirebon. Bandung: P4ST UPI. Masunah, J & Narawati. 2003. Seni dan Pendidikan Seni: Sebuah Bunga Rampai.

Bandung: P4ST UPI.

Ninuk, Kleden-Probonegoro. 1996. Teater Lenong Betawi. Editor: James Danandjaja. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Nugraha, Andi Cipta. 2007. Topeng Slangit: Tinjauan Estetik dan Simbolik Topeng Slangit di Desa Slangit Kecamatan Klangenan Kabupaten Cirebon. Skripsi. Bandung: FPBS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Palmer, Richard E. 1969. Hermeneutics. Evanston, Northwestern: Univ. Press. Patimah dan The Toyota Foundation, Agustus 2000. Ensiklopedia Sunda (Alam,

Manusia, dan Budaya Termasuk Budaya Cirebon dan Betawi), Pemimpin

Redaksi: Ajip Rosidi. Jakarta: Pustaka Jaya.

Poerwa Darminta, W.J.S. 1967. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Cetakan Kedua Belas. Jakarta: Balai Pustaka.

Prawira, Sulasmi Darma. 1989. Warna: Sebagai Salah Satu Unsur Seni dan

Desain. Jakarta: Depdikbud Dirjen Dikti Proyek Pengembangan LPTK.

Raharjo, J.Budhy. 2009. Pengembangan Silabus Mata Pelajaran Seni Budaya (Seni Rupa) Berbasis Budaya Lokal dalam KTSP SMA di Kabupaten Cirebon. Tesis pada SPS UPI Bandung: Tidak diterbitkan.

Read, Herbert. Terjemahan Soedarsono, SP., MA. 1972. The Meaning of Art. Yogyakarta: STSRI.

Ridwan. 2007. Eksistensi Grup Kesenian Bajidoran Rama Medal Mandiri Jaya (Namin Grup) Karawang: Studi Kasus Tentang Penerapan Manajemen pada Seni Pertunjukan Tradisional. Tesis pada UPI: Tidak diterbitkan. Rohidi, Tjetjep Rohendi. 2000. Kesenian dalam Pendekatan Kebudayaan.

Bandung: STISI.

Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan. Soedarso. 1998. Seni dan Keindahan, dalam Pidato Ilmiah. Pengukuhan Guru

(32)

Sudrajat, Jajat. 1997. Tari Bangbarongan. Skripsi pada STSI Bandung: Tidak diterbitkan.

Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.

Sumardjo, Jakob. 1992. Perkembangan Teater Modern dan Sastra Drama Indonesia. Bandung: Citra Aditya Bakti.

2000. Perkembangan Teater Indonesia. Puslitmas STSI Bandung: Tidak diterbitkan.

2006. Estetika Paradoks. Bandung: Sunan Ambu Press.

Sumaryono, E. 1999. Hermeneutik: Sebuah Metode Filsafat. Yogyakarta: Kanisius

Suryana, Jajang. 2002. Wayang Golek Sunda. Bandung: Kiblat Buku Utama Sutrisno, Mudji & Hendar Putranto. 2008. Teori-teori Kebudayaan. Yogyakarta:

Kanisius.

Suwanda, Endo. 2004. Topeng. Jakarta: PSN.

Synott, Anthony. 2003. Tubuh Sosial: Simbolisme, Diri, dan Masyarakat. Terjemahan Yudi Santoso. Yogyakarta: Jalasutra.

T, Faruk H. 2000. Beyond Imagination, Yogyakarta: Gama Media. Tim. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Tim. 2008. Bebegig Sukamantri jeung Burakna Pajajaran, Majalah Ujung Galuh. Bandung: Kelompok Muda Pelestari Seni dan Tradisi.

Tim Penulis. 2009. Pedoman Penulisan Karya Ilmiah. Bandung: UPI.

Tedjoworo, H. 2001. Imaji dan Imajinasi: Suatu Telaah Filsafat Post Modern. Yogyakarta: Kanisius.

Wahyuti, Uut. 2009. Burok sebagai Mitos Kesuburan di Masyarakat Cirebon: Kontinuitas dan Perubahannya. Tesis pada SPs UPI Bandung: Tidak diterbitkan

Wibisono, Koento. 1996. Hubungan Filsafat, Ilmu Pengetahuan, dan Budaya,

dalam Ceramah Ilmiah. Pada Pascasarjana Universitas Airlangga,

(33)

Widjaya, Anto Sumiarto. November 2006. Benjang, dari Seni Terebangan ke Bentuk Seni Beladiri dan Pertunjukan. Bandung: Panitia Festival Benjang Anak.

Wikipedia

Winarno. 2006. Media Seni Rupa. Yogyakarta: FKIP Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa.

Gambar

TABEL 3.1 DAFTAR RESPONDEN

Referensi

Dokumen terkait

Nyanyian Io-io Pada Masyarakat Karo Singalur Lau (Studi Terhadap Bentuk Musik, Fungsi dan Makna).. Fakultas Bahasa

MAKNA RITUAL DALAM PEMENTASAN SENI TRADISI REOG PONOROGO (Studi Kasus di Desa Wagir Lor, Kecamatan Ngebel, Kabupaten Ponorogo).. Skripsi Fakultas Keguruan

Hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa terdapat perubahan pada unsur-unsur seni pertunjukan rakyat sisingaan yang mengarah pada perkembangan seperti unsur