• Tidak ada hasil yang ditemukan

Manajemen Strategik Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Dalam Pengembangan Kualitas Pejabat Struktural Eselon 3 (Suatu Studi di Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Provinsi Jawa Barat).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Manajemen Strategik Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Dalam Pengembangan Kualitas Pejabat Struktural Eselon 3 (Suatu Studi di Badan Pendidikan dan Pelatihan Daerah Provinsi Jawa Barat)."

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

PERNYATAAN... iii

MOTTO ... iv

ABSTRACT... ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

PENGHARGAAN DAN UCAPAN TERIMA KASIH ... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xvii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR LAMPIRAN ... xx

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 10

C. Fokus Telaahan dan Perumusan Masalah ... 13

D. Pendekatan Masalah ... 17

E. Kerangka Pikir Penelitian ... 18

F Batasan Masalah ... ... 22

G. Premis-Premis Penelitian ... 24

H. Sistematika Disertasi ... 26

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Manajemen Strategik ... 27

B. Pengertian Pelatihan dan Pengembangan SDM ... 46

C. Diklat dalam Pengembangan Kualitas SDM ... 66

1. Konsep Dasar Administrasi Pendidikan dalam Manajemen Strategik Diklat SDM ... 66

2. Visi, Misi dan Strategik Peningkatan SDM ... 71

(2)

Penyelenggaraan Diklat ... 100

1. Faktor-Faktor yang Mendukung Penyelenggaraan Diklat... 100

2. Faktor-Faktor yang Menghambat Penyelenggaraan Diklat... 114

F. Studi Terdahulu Yang Relevan ... 115

G. Kesimpulan Tinjauan Pustaka ... 117

BAB III METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian ... 121

B. Populasi dan Sampel Penelitian ... 124

C. Teknik Pengumpulan Data ... 126

D. Instrumen Penelitian ... 128

E. Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data ... 129

F. Teknik Analisis Data ... 133

G. Prosedur Penelitian ... 133

H. Lokasi, Waktu, dan Langkah-langkah Penelitian ... 135

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN A. Hasil Penelitian 1. Kondisi Umum Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat ... 138

2. Penyelenggaraan Diklatpim III ... 150

B. Pembahasan Hasil Penelitian 1. Analisis Program Diklatpim III yang Ditawarkan Sesuai dengan Visi , Misi, dan Strategik . ………….……... 174

2. Training Needs untuk Kebutuhan Pengembangan Sumber Daya Manusia Dilihat dari Tuntutan Formasi Organisasi dan Tuntutan Tugas………..…..…… 177

(3)

Penyelenggara……….……….…... 188

5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Proses Pembelajaran.…..……….…….. 191

6. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Kualitas Pejabat Struktural Eselon 3 Selain Efektivitas Proses Pembelajaran……..………..……….…….. 193

7. Analisis Lingkungan Diklatpim III dalam Mengembangkan Kualitas Pejabat Struktural Eselon 3 ... 195

8. Model Manajemen Strategik Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat yang Komprehensif …….……….…………... 205

BAB V MODEL ALTERNATIF KONSEPTUAL MANAJEMEN STRATEGIK DIKLATPIM III DALAM PENGEMBANGAN KUALITAS PEJABAT STRUKTURAL ESELON 3 A. Asumsi-asumsi yang digunakan... 221

B. Model Alternatif Konseptual Manajemen Strategik Diklatpim III yang ditawarkan ... 228

C. Prasyarat Implementasi Model Alternatif ... 230

D. Jaminan Kelayakan untuk Implementasi Model Alternatif ... 232

BAB VI KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN REKOMENDASI A. Kesimpulan ... 235

B. Implikasi ... 239

C. Rekomendasi ... 241

DAFTAR PUSTAKA ... 244

(4)
(5)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembangunan pendidikan nasional Indonesia berakar pada kebudayaan

bangsa Indonesia dan berdasarkan Pancasila serta Undang-Undang Dasar 1945.

Tujuannya yaitu untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM)

Indonesia yang mampu mendukung terhadap tuntutan pembangunan nasional.

Pendidikan nasional diarahkan untuk meningkatkan kualitas SDM dan masyarakat

Indonesia agar makin maju, sehingga berkembang menjadi sikap mental dan sikap

hidup masyarakat yang mampu mendorong percepatan proses pembangunan di

segala aspek kehidupan bangsa, guna memperkokoh persatuan dan kesatuan

bangsa demi terwujudnya tujuan pendidikan nasional.

Pendidikan dalam arti luas tidak terbatas hanya pada sistem persekolahan

saja, akan tetapi meliputi segala upaya yang menyangkut transformasi nilai dan

kemampuan yang berlangsung dalam proses interaksi antar individu dalam sistem

sosial. Nilai-nilai dan kemampuan yang ditransformasikan tersebut merupakan

kristalisasi budaya yang dianggap terbaik dan diperlukan bagi kelangsungan dan

peningkatan kesejahteraan individu, masyarakat, bangsa, dan bahkan penduduk

dunia (Satori, 2000:2).

Dalam masyarakat modern, pendidikan diberi peranan yang sangat

dinamis. Pendidikan diarahkan untuk mengubah dan mengembangkan nilai, ilmu

pengetahuan dan teknologi, sehingga pendidikan yang baik diukur dari nilai

(6)

tambah yang dirasakan dan didapat oleh individu, masyarakat atau bangsa dalam

meningkatkan kualitas dan kesejahteraan hidupnya. Bagi negara-negara yang

sedang berkembang seperti Indonesia, beban tambahan yang diberikan kepada

pendidikan adalah bahwa pendidikan masih diharapkan mampu mengubah atau

bahkan memberantas kebodohan, keterbelakangan, dan kemiskinan. Dalam

konteks ini pendidikan diharapkan dapat melakukan intervensi untuk membuka

jendela kehidupan masyarakat melalui upaya pembekalan kemampuan dasar

(coping skills) yang diperlukan oleh setiap individu dalam konteks dan kondisi

masyarakat di mana mereka berada.

Seperti diungkapkan Makmun (2000:2) bahwa:

Dalam konteks pembangunan masyarakat, pendidikan dipandang sebagai bagian atau merupakan salah satu sektor dalam sistem pembangunan kewilayahan. Dalam fungsi ini pendidikan mencakup: (1) upaya untuk melaksanakan wajib belajar, (2) memenuhi tuntutan politik dan aspirasi masyarakat, (3) upaya membina kepribadian, (4) upaya untuk menguasai dan mengembangkan iptek, (5) upaya penyiapan tenaga kerja, (6) upaya peningkatan sumber daya manusia seutuhnya, dan (7) upaya pendidikan untuk transformasi kebudayaan. Dalam memenuhi fungsi-fungsi tersebut, upaya pembangunan pendidikan hendaknya memenuhi tuntutan akan (1) pemerataan dan perluasan kesempatan pendidikan bagi seluruh anggota masyarakat, (2) terwujudnya layanan dan hasil yang bermutu, (3) adanya kesesuaian antara produk atau output pendidikan dengan tuntutan masyarakat, dan (4) terjadinya pengelolaan pendidikan yang efisien, yaitu pengelolaan pendidikan yang dapat memanfaatkan sumber daya yang terbatas untuk mencapai produktivitas yang optimal.

Permasalahan pendidikan yang mempengaruhi rendahnya kualitas dan

relevansi mutu pendidikan pada saat ini, yakni antara lain kondisi lembaga

pendidikan terkesan jauh dari lingkungan strategik, administrasi pendidikan yang

masih rendah, kurikulum/methodologi dan pelaksanaan evaluasi belum berfungsi

(7)

pendidikan yang sangat kecil, rasa memiliki dan partisipasi masyarakat terhadap

institusi pendidikan masih rendah.

SDM perlu dikelola dengan manajemen yang strategik, karena pendidikan

mempunyai peranan memanusiakan dan membudayakan manusia, menghasilkan

yang terbaik untuk generasi yang akan datang. Tantangan yang dihadapi

organisasi/institusi di bidang pendidikan pada abad 21 terfokus pada pelayanan

kebutuhan masyarakat sebagai customer, tidak hanya pada kepuasan (customer

satisfaction), tetapi berorientasi pada nilai (customer value).

Manajemen strategik dalam bidang pendidikan menurut Menteri

Pendidikan Nasional (2000: 6) pada hakekatnya merupakan suatu cara berpikir,

yang menghasilkan kebiasaan untuk melakukan perencanaan dengan berorientasi

kepada perkiraan-perkiraan ke masa depan dan bukannya perencanaan yang

terbelenggu oleh kebiasaan yang berjalan di masa lalu dan sekarang saja.

Walaupun sesungguhnya seperti dikatakan Natajaya (2001: 10) bahwa “dalam

mengembangkan suatu perencanaan yang baik itu masih tetap diperlukan yang

diawali dengan evaluasi terhadap pelaksanaan program masa lalu, namun tolak

ukur yang dipakai adalah orientasi perkiraan masa depan”.

Sebagai konsekuensi untuk mengakomodir aspirasi, harapan, dan

kebutuhan, perlu dikembangkan adanya manajemen strategik pendidikan dan

latihan (Diklat) yang mampu menampung dan menyalurkan potensi lembaga.

Manajemen strategik Diklat ini merupakan representasi dari berbagai unsur yang

(8)

Diklat diharapkan mempunyai arah dan kebijakan yang akan menopang

keberhasilan lembaga yang menjadi pola dasar untuk pengembangan SDM.

Dalam pandangan Boseman dan Phatak (dalam Anwar, 2003: 14),

“Manajemen strategik berguna untuk menetapkan arah masa depan organisasi dan

mengimplementasikan keputusan yang bertujuan untuk mencapai sasaran jangka

panjang dan jangka pendek suatu organisasi”. Lebih lanjut ditegaskan bahwa

“Manajemen strategik memberikan perhatian yang besar terhadap berbagai bidang

usaha yang kompleks dan rumit (Anwar, 2003: 14).”

Mengkaji masalah manajemen strategik Diklat SDM tidak terlepas dari

peran SDM pada lembaga-lembaga yang ada, yang bergerak dalam berbagai

sektor kegiatan usaha atau pembangunan (Harun, 2002: 5). Untuk menunjang

pembangunan nasional tersebut, beberapa strategi telah dilaksanakan, antara lain

dengan pengembangan SDM yang tangguh melalui sistem Diklat. Permasalahan

ini sesuai dengan Keputusan Presiden pada saat itu, yaitu: Keputusan Presiden

Republik Indonesia No. 34 tahun 1972 tentang Tanggung Jawab Fungsional

Pendidikan dan Latihan pada Pasal 1 yang berbunyi sebagai berikut:

Pendidikan dan latihan diselenggarakan dengan: (1) merencanakan berbagai jenis pendidikan dan latihan yang dibutuhkan termasuk perencanaan anggarannya, (2) mengatur standarisasi lembaga pendidikan dan latihan meliputi isi kualitas pelajaran guna disesuaikan dengan kebutuhan pembangunan, (3) mengatur penilaian lembaga pendidikan dan/atau latihan; dan (4) mengatur dan mengawasi izin pendirian suatu lembaga pendidikan dan latihan.

Upaya yang diperlukan untuk dapat mencapai hasil yang optimal

dilakukan pengembangan SDM melalui Diklat. Kondisi ini sejalan dengan

(9)

Pendidikan Nasional, pasal 29 tentang Pendidikan Kedinasan, ayat 1 sampai

dengan ayat 4, yang berbunyi sebagai berikut: (Undang-Undang Sisdiknas,

2003:15).

(a) ayat 1, pendidikan kedinasan merupakan pendidikan profesi yang diselenggarakan oleh departemen atau lembaga pemerintah non departemen; (b) ayat 2, pendidikan kedinasan berfungsi meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam pelaksanaan tugas kedinasan bagi pegawai dan calon pegawai negeri suatu departemen atau lembaga pemerintah non departemen; (c) ayat 3, pendidikan kedinasan diselenggarakan melalui jalur pendidikan formal dan nonformal; (d) ayat 4, ketentuan mengenai pendidikan kedinasan sebagai dimaksud dalam ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.

Diharapkan pengembangan SDM melalui program Diklat secara periodik,

dilakukan sesuai dengan bidang masing-masing. Kondisi ini dilakukan dalam

rangka memberikan dukungan dan peningkatan performance atau kinerja

organisasi/lembaga.

Disamping itu agar tingkat kepercayaan pelanggan atau calon pelanggan

terhadap lembaga dalam memberikan pelayanan terbaik, perlu dilakukan

perbaikan terus menerus (continuous improvement) dan perbaikan mutu (quality

improvement) melalui pendekatan total quality management. Selain itu agar

tingkat kepercayaan masyarakat terhadap peningkatan pelayanan maka perlu

diterapkan jaminan kualitas pelayanan (quality assurance) khususnya dalam

bidang pengembangan SDM agar lebih profesional dalam menangani setiap

pekerjaan sesuai dengan bidangnya.

Kepemerintahan yang baik atau disebut good governance merupakan salah

satu paradigma yang mengemuka dalam pengelolaan manajemen pemerintahan

di era otonomi daerah dewasa ini. Sebagai konsekuensinya banyak tuntutan

(10)

publik yang baik. Hal ini padanan dengan meningkatnya tingkat pengetahuan

masyarakat sebagai akibat pengaruh globalisasi teknologi dan informasi.

Tuntutan masyarakat wajar dan harus direspon oleh pemerintah dengan

melakukan perubahan-perubahan yang berorientasi kepada kepentingan

masyarakat.

Perubahan yang terjadi harus mengarah pada terwujudnya aparatur yang

profesional. Kata kunci “profesional” merupakan “critical success factor”. Hal

ini mengandung makna bahwa SDM membawa konsekuensi dalam proses

perubahan manajemen pemerintahan pada saat ini dan dimasa yang akan datang.

Demikian halnya pada lingkup Pemerintah Provinsi Jawa Barat, dalam

penyelenggaraan pemerintahan masih dirasakan adanya berbagai keterbatasan

baik secara kuantitas maupun kualitas. Untuk mensikapi kondisi semacam ini

diperlukan suatu strategi yang tepat dan dilaksanakan secara konsisten, bertahap

dan berkesinambungan. Salah satu upaya yang dapat ditempuh untuk

meningkatkan kualitas SDM aparatur dilakukan melalui Diklat dengan berbagai

jenis dan jenjang sesuai kebutuhan dan dinamika penyelenggaraan pemerintahan

dan pelayanan publik.

Masalah yang kemudian timbul adalah seberapa jauh kesiapan SDM yang

ada dapat menyesuaikan diri dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi

serta tuntutan masyarakat sehingga dapat memberikan kepuasan kepada

(11)

Kondisi eksisting pegawai negeri sipil (PNS) pada umumnya dapat

diidentifikasi sebagai berikut, yaitu: belum profesional dalam melayani dan

menangani permasalahan, terkadang sering menimbulkan masalah baru;

cenderung lamban, kaku, kegemukan sehingga produktivitas rendah; bersifat

feodal, patrimonial, dan tradisional; cenderung bekerja tidak berstandar pada

kepuasan publik; masih overlaping dalam tugas dan fungsi karena struktur yang

kurang jelas; prosedur kerja masih berbelit-belit; seleksi kepemimpinan birokrasi

masih syarat korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) belum mengutamakan aspek

kompetensi; masih akrab dan biasa dengan penyalahgunaan wewenang.

Permasalahan seputar Diklat pada umumnya, yaitu: kesadaran PNS

mengikuti Diklat belum tinggi, sebagai akibat belum signifikannya korelasi antar

Diklat dengan jenjang karier, sehingga terkadang sulit mencari calon peserta

terutama untuk Diklat teknis, sebagian pemerintah daerah belum menjadikan

Diklat sebagai focus of interest dalam mendukung peningkatan kinerja

pemerintah daerah, kegiatan Diklat masih berorientasi pada kegiatan proyek

belum sepenuhnya merupakan kebutuhan yang esensi terhadap permasalahan

yang dihadapi, sarana dan prasarana Diklat belum memadai sedangkan di provinsi

masih terbatas dikaitkan dengan fasilitas PNS se-Jawa Barat, kompetensi

widyaiswara belum memadai terutama untuk keahlian yang bersifat teknis, masih

terdapat kegamangan dalam urusan kewenanagan sehingga antara provinsi dan

kabupaten/kota seperti terpisah padahal urusan pembinaaan SDM termasuk

(12)

Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat menjadi salah satu komponen

yang sangat dibutuhkan dalam meningkatkan kompetensi dan performansi

lembaga pemerintah. Pendidikan kedinasan secara praktis dilaksanakan dalam

bentuk Diklat PNS yang bertujuan untuk meningkatkan pengabdian, mutu,

keahlian, kemampuan, dan keterampilan. Penyelenggaraan Diklat PNS

berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 14 tahun 1994 menegaskan,

bahwa bagi pejabat struktural dipersyaratkan mengikuti Diklat Administrasi

Umum (Adum), Diklat Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Pertama (Spama),

Diklat Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Menengah (Spamen), dan Diklat

Staf dan Pimpinan Administrasi Tingkat Tinggi (Spati). Memasuki era reformasi,

mendorong pemerintah memberlakukan PP Nomor 101 tahun 2000 tentang

Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil bagi pejabat struktural

dipersyaratkan mengikuti Diklat Kepemimpinan Tingkat IV (Diklatpim IV),

Diklat Kepemimpinan Tingkat III (Diklatpim III), Diklat Kepemimpinan Tingkat

II (Diklatpim II), dan Diklat Kepemimpinan Tingkat I (Diklatpim I).

Menurut PP Nomor 100 Tahun 2000 jo. PP Nomor 13 Tahun 2002

ditegaskan bahwa PNS yang menduduki jabatan struktural dipersyaratkan

mengikuti dan lulus Diklatpim sesuai dengan jenjang jabatannya. Kebijakan

tersebut secara substansial menekankan, bahwa tugas jabatan struktural harus

dilaksanakan oleh PNS yang memiliki kompetensi jabatan dengan tingkat

(13)

Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 menekankan pentingnya

akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam melaksanakan tugas pokok dan

fungsinya. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002

menekankan, bahwa akuntabilitas penggunaan anggaran pemerintah harus sesuai

dengan prinsip-prinsip anggaran berbasis kinerja. Sejalan dengan hal tersebut,

dapat dikemukakan bahwa kompetensi yang dihasilkan dari penyelenggaraan

Diklat dituntut untuk memiliki dampak positif terhadap pengembangan kualitas

sekaligus peningkatan kinerja pejabat struktural.

Selanjutnya fenomena yang terjadi di pemerintahan terutama di daerah

adalah kekhawatiran terdapat kalangan masyarakat tertentu yang

mempertanyakan, apakah penyelenggaraan Diklatpim dengan dukungan

pembiayaan yang tinggi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap

pengembangan kualitas dan peningkatan kinerja aparatur pemerintah? Hal

tersebut dapat diargumentasikan secara logika formal, tetapi belum dapat

dibuktikan secara empirik. Fenomena lain yang lebih mengkhawatirkan adalah

tumbuhnya pemikiran dikalangan peserta Diklatpim yang memandang bahwa

orientasi sertifikat lebih penting daripada orientasi kompetensi.

Dalam kajian disertasi ini, Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat

sampai sekarang terus berusaha mengembangkan kualitas SDM-nya untuk

memenuhi tuntutan masyarakat. Apalagi dengan adanya perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi yang semakin cepat, lembaga ini dituntut untuk tetap

berkompetisi di segala bidang, dengan menghasilkan kualitas produk dan jasa

(14)

Berdasarkan hasil temuan di Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat,

bahwa terdapat indikasi beberapa permasalahan, diantaranya: Kebijakan

manajemen strategik Diklatpim III di Badan Diklat yang diterapkan selama ini

masih belum optimal dalam pelaksanaannya, karena output/lulusan dari Diklat ini

selain ada yang berhasil, banyak juga yang tidak berhasil dalam meniti karir

selanjutnya. Data di Badan Kepegawaian Daerah Provinsi Jawa Barat

menunjukkan bahwa pada tahun 2010 terdapat 273 orang pejabat/pegawai yang

telah mengikuti Diklatpim III tetapi belum menduduki jabatan struktural eselon 3.

Hal itu kiranya yang akan dikaji dan diteliti secara mendalam, mengingat

kebijakan tentang manajemen strategik Diklatpim III memegang peranan penting

dalam keberhasilan pencapaian tujuan. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini

penulis akan meneliti manajemen strategik Diklatpim III di Badan Diklat Daerah

Provinsi Jawa Barat, dengan judul disertasi: “Manajemen Strategik Pendidikan

dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III dalam Pengembangan Kualitas

Pejabat Struktural Eselon 3 (Suatu Studi di Badan Pendidikan dan

Pelatihan Daerah Provinsi Jawa Barat)”.

B. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

a. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis karakteristik

manajemen strategik Diklatpim III di Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa

(15)

model manajemen strategik selanjutnya agar lebih efektif dan efisien dalam

rangka pengembangan kualitas pejabat struktural eselon 3.

b. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1) Mengetahui dan menganalisis penyelenggaraan Diklatpim III yang

dilaksanakan oleh Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat;

2) Mengungkapkan manajemen strategik penyelenggaraan Diklatpim III

dalam pengembangan kualitas pejabat struktural eselon 3;

3) Menemukan keunggulan dan kelemahan Diklatpim III, dan menghasilkan

model manajemen strategik Diklatpim III yang komprehensif dan

kompetitif dalam rangka pengembangan kualitas pejabat struktural

eselon 3.

4) Sebagai sarana peningkatan kinerja pejabat struktural eselon 3 dalam

menyongsong era globalisasi dan informasi, sebagai pelaku utama

pembangunan yang mempunyai kemampuan memanfaatkan,

mengembangkan, serta menguasai IPTEK dan tetap dilandasi kendali

keimanan kepada Tuhan YME.

2. Manfaat Penelitian

Manfaat hasil penelitian ini diharapkan dapat menyentuh dua bentuk

sumbangan, yaitu sumbangan teoritis dan sumbangan praktis. Sumbangan teoritis,

penelitian ini dapat memberikan sumbangan konseptual dalam bidang SDM,

kurikulum/metodologi, sarana dan prasarana, serta dana pendukung

(16)

Sumbangan praktis penelitian ini terfokus kepada manajemen strategik

sistem penyelenggaraan Diklatpim III di Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa

Barat. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan untuk

mengoptimalkan kualitas lulusan (output) yang akan menjadi feedback baik bagi

Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat.

Adapun manfaat selanjutnya dari penelitian ini, diharapkan dapat dibuat

model manajemen strategik Diklatpim III berikutnya, agar lebih berkualitas, yang

mampu memberi sumbangan pikiran agar terjadi perubahan ke arah yang lebih

baik bagi penyelenggaraan Diklatpim III. Melalui model konseptual Diklatpim III

yang ditawarkan, diharapkan akan dapat membuat output/lulusan Diklatpim III

lebih efektif dan efisien dalam usaha mencapai produktivitas aparatur pemerintah.

Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menyempurnakan manajemen

strategik sistem penyelenggaraan Diklatpim III di Badan Diklat. Melalui

penelitian ini, dapat dikaji faktor-faktor yang mempengaruhi Diklatpim III, baik

dari segi keunggulan maupun kelemahannya.

Secara keseluruhan, penelitian ini berguna bagi peningkatan kualitas dan

kinerja pejabat struktural eselon 3, yang perlu memiliki tujuan dan asumsi-asumsi

yang jelas dan dapat diterjemahkan secara operasional oleh penyelenggara

Diklatpim III dalam proses belajar mengajar (PBM) dengan mempertimbangkan

lingkungan masyarakat yang semakin cepat berubah, lingkungan lembaga,

memperhatikan situasi dan kondisi di tempat output (lulusan) ditugaskan, dan

memperhitungkan pesaing secara sehat untuk dapat meningkatkan kualitas

(17)

C. Fokus Telaahan dan Perumusan Masalah

Upaya pengembangan kualitas pejabat struktural eselon 3 sangat

memerlukan pengaturan yang baik, dalam hal ini manajemen yang teratur,

sehingga dapat memperoleh hasil yang baik pula. Sejalan dengan masalah ini,

Engkoswara (1993: 7) mengemukakan bahwa:

Upaya mencapai sasaran pembangunan kualitas sumber daya manusia memerlukan suatu pemikiran tentang kemungkinan pelaksanaan atau strategik. Operasional peningkatan kualitas sumber daya manusia dilihat dari sudut kebudayaan, pekerjaan, dan pendidikan.

Kita sering melihat, mengapa sudah dididik dan dilatih, akan tetapi masih

belum meningkat juga kualitasnya. Hal ini diduga penyebabnya antara lain

manajemen dan kurikulum/methodologi Diklatpim III belum digarap dengan baik

sebagaimana yang diharapkan. Kurikulum/metodologi Diklatpim III, harus

dikembangkan mengikuti kebutuhan dan permintaan lembaga dan masyarakat.

Dengan demikian, secara logis kurikulum berubah apabila muncul kebutuhan dan

permintaan baru dari lembaga dan masyarakat.

Semua perubahan dalam kebutuhan dan permintaan perlu diwaspadai,

karena setiap perubahan akan membawa dampak pada berbagai aspek yang ada,

seperti SDM (penyelenggara, dan peserta), kurikulum/methodologi, sarana dan

prasarana, serta dana. Sebaliknya, jika tidak mengikuti perubahan sesuai dengan

permintaan, maka lembaga tersebut akan tertinggal dibandingkan dengan lembaga

lainnya.

Personel yang dididik dan dilatih di Badan Diklat mempunyai latar

belakang pendidikan yang beraneka ragam (heterogen). Diklat bertugas untuk

(18)

Sehubungan dengan masalah itu, Supriadi (1996: 54) menyatakan sebagai berikut:

“Agar pendidikan dapat memainkan perannya, ia mesti terkait dengan dunia kerja,

atau dengan tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara ini pendidikan akan

mempunyai kontribusi terhadap ekonomi.”

Selanjutnya Supriadi (1996: 57) mengatakan bahwa:

Pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara-negara Asia dan perubahan progresif dalam produksi menuju industri dan jasa berteknologi tinggi mengakibatkan meningkatnya tuntutan dari dunia usaha terhadap perlunya tenaga kerja yang terampil dan terdidik.

Dari pernyataan tersebut, jelaslah bahwa SDM sebagai tenaga kerja sangat

diperlukan keterampilannya dalam melaksanakan tugas untuk peningkatan

kualitas organisasi dalam menunjang pertumbuhan ekonominya.

Berkaitan dengan masalah ini (Supriadi, 1996: 58) mengemukakan bahwa:

Ada kesenjangan antara keterampilan yang dibekalkan oleh pendidikan konvensional dengan apa yang dibutuhkan oleh dunia usaha. Untuk itu, lembaga-lembaga sekarang dipaksa untuk melatih sendiri karyawannya melalui pendidikan prajabatan, sebelum mereka ditempatkan dalam suatu posisi.

Berdasarkan informasi di atas, dapat dirumuskan bahwa permasalahan

pengembangan kualitas SDM yang sangat diperlukan untuk peningkatan kualitas

organisasi dapat dipecahkan antara lain melalui Diklatpim III sebagai sarana

pengembangan kualitas SDM. Oleh sebab itu, yang menjadi fokus telaahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut: “Apakah manajemen strategik

Diklatpim III yang diselenggarakan oleh Badan Diklat telah sesuai dengan

(19)

Sejalan dengan rumusan masalah di atas, penelitian ini merumuskan

beberapa pertanyaan penelitian sebagai berikut:

1. Apakah program manajemen strategik Diklatpim III yang ditawarkan sesuai

dengan visi, misi, dan strategi organisasi?

2. Apakah penentuan kebutuhan melalui pengembangan kualitas SDM di

Pemerintah Provinsi Jawa Barat telah disesuaikan dengan formasi organisasi

dan tuntutan tugas di lapangan untuk peningkatan produktivitas organisasi di

masa depan?

3. Faktor-faktor apa sajakah yang mendukung dan menghambat penyelenggaraan

Diklatpim III dalam pengembangan kualitas pejabat struktural eselon 3?

4. Apa kekuatan dan kelemahan dari program Diklatpim III yang sedang

diselenggarakan dalam upaya peningkatan kualitas SDM dan bagaimana cara

penanggulangan kelemahannya?

5. Bagaimana cara mengadakan evaluasi terhadap peserta Diklatpim III dan

alumni Diklatpim III (output) yang akan menjadi feedback untuk

penyelenggaraan program Diklatpim III selanjutnya?

6. Bagaimanakah kemungkinan model alternatif secara konseptual manajemen

strategik Diklatpim III yang efektif dan efisien untuk dikembangkan di Badan

Diklat?

Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian tersebut di atas,

peneliti akan menghimpun data selengkap dan seakurat mungkin melalui

(20)

observasi, studi kepustakaan, maupun wawancara dengan nara sumber

(responden).

Adapun variabel-variabel dari masalah pokok penelitian ini adalah sebagai

berikut:

1. Manajemen strategik adalah ilmu dan kiat tentang perumusan, pelaksanaan,

dan evaluasi keputusan-keputusan strategik antar fungsi-fungsi manajemen

yang memungkinkan organisasi mencapai tujuan-tujuan masa depan secara

efektif dan efisien. Unsur-unsur dasar yang berisi faktor-faktor penting dalam

proses manajemen strategik adalah:

(1) Analisis lingkungan internal dan eksternal organisasi, (2) Perumusan strategik, baik visi, misi, tujuan, sasaran, strategi, dan kebijakan, (3) Pelaksanaan strategik yang mencakup program, sumber daya dan prosedur, (4) Evaluasi dan pengendalian terhadap kinerja dan hasil pelaksanaan program (Ismaun, 1999:5).

Dalam penelitian ini model manajemen strategik Diklat yang

diterapkan sebagai faktor penting dalam pengembangan kualitas SDM,

sebagai suatu studi kasus.

2. Lingkungan internal dan eksternal organisasi sebagai variabel penting yang

diidentifikasikan, yakni struktur, budaya, dan sumber baik sebagai kekuatan

maupun sebagai kelemahan yang mencerminkan profil dan kapabilitasnya.

Demikian pula tantangan, masalah atau ancaman, dan peluang yang dihadapi

(21)

D. Pendekatan Masalah

Peningkatan kualitas SDM yang menjadi tujuan output dari suatu program

manajemen strategik Diklatpim III yang akan menghasilkan SDM dengan kualitas

tertentu, pada gilirannya akan mempengaruhi produktivitas organisasi/lembaga di

tempat nantinya output (alumni) Diklatpim III mendarmabaktikan dirinya.

Program manajemen strategik Diklatpim III akan dapat dikatakan berhasil jika

hasil yang diperoleh akan sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dan disesuaikan

pula dengan kebutuhan di lapangan.

Jika hasil yang diperoleh dari model manajemen strategik Diklatpim III

tidak sesuai dengan kebutuhan di lapangan akan terasa adanya kekecewaan dari

pihak pemakai (masyarakat/konsumen) karena terjadinya kesenjangan antara

supply dan demand. Persoalan kualitas SDM, sering diukur dari pihak pemakai,

dan untuk mengukur kualitas SDM ditinjau dari keberhasilan (hasil kerja) dan

keefektifan SDM tersebut dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari di tempat dia

ditugaskan pascadiklat.

Evaluasi dari atasan langsung alumni dan evaluasi langsung yang

dilaksanakan oleh penyelenggara Diklatpim III di lapangan, akan menjadi

feedback (umpan balik) untuk program Diklatpim III dan akan dapat memberikan

masukan yang positif kepada penyelenggara Diklatpim III demi perbaikan

program Diklatpim III selanjutnya. Dengan meningkatnya kualitas output

Diklatpim III, maka diharapkan akan meningkat pula produktivitas organisasi

(22)

E. Kerangka Pikir Penelitian

Ditinjau dari sudut Administrasi Pendidikan berbagai masalah umum

pendidikan tersebut kiranya bertumpu pada masalah kelemahan dalam

pengelolaan atau manajemen pendidikan, baik kesesuaian model manajemen yang

digunakan maupun kemampuan dalam menerapkannya secara profesional dan

konsisten (Ismaun, 1999: 8).

Di dalam konsep “manajemen strategik terdapat lima unsur dasar yang

berkaitan satu sama lain dalam proses manajemen tersebut” (Ismaun, 1999: 9),

yaitu:

(1) Analisis lingkungan, yang meliputi faktor-faktor lingkungan internal dan lingkungan eksternal organisasi.

(2) Penentuan arah organisasi yang mencakup faktor-faktor visi, misi, arah, tujuan, dan sasaran organisasi.

(3) Perumusan strategi, yang meliputi faktor-faktor program, sumber daya, dan prosedur.

(4) Pelaksanaan strategi, yang meliputi faktor-faktor program, sumber daya dan prosedur.

(5) Pengendalian dan evaluasi terhadap kinerja organisasi maupun hasil-hasilnya.

Dalam setiap pemecahan masalah diperlukan suatu kerangka kerja proses

pemecahan masalah sebagai penuntun dalam hal “dimana pemecahan masalah

dimulai dan berakhirnya dimana”. Dengan adanya kerangka atau langkah-langkah

pemecahan masalah yang telah dibuat sebelum pemecahan masalah dilaksanakan

akan memudahkan peneliti dalam melaksanakan rangkaian penelusuran terhadap

masalah yang akan dikaji melalui tahap-tahap kegiatan yang telah ditetapkan

sebelumnya. Berkaitan dengan hal itu, maka pelaksanaan penelitian ini

menggunakan sebuah model kerangka pikir yang terdiri atas empat tahap

(23)

(2) tahap perumusan rencana/program peningkatan model; (3) tahap implementasi

peningkatan model; dan (4) tahap evaluasi program peningkatan model.

Kerangka pikir tersebut, menunjukkan bahwa: visi, misi, dan strategik

dalam menangani isu peningkatan kualitas SDM untuk menentukan Training

Needs Assessment suatu organisasi dalam mengantisipasi kebutuhan peningkatan

kualitas SDM dilihat dari tuntutan formasi organisasi dan tuntutan tugas kerja di

masa depan.

Dari hasil analisis, dapat ditemukan keunggulan dan kelemahan

manajemen strategik Diklat yang kemudian ditanggulangi kelemahannya dan

akhirnya ditawarkan model manajemen strategik Diklatpim III yang komprehensif

dan kompetitif, dan diharapkan akan lebih efektif dan efisien untuk menunjang

produktivitas lembaga. Apabila ditemui kelemahan dan kekurangan, melalui

analisis feedback diadakan perbaikan untuk meningkatkan kualitas Diklatpim III

selanjutnya. Proses pemecahan masalah mengenai model manajemen strategik

(24)

Gambar 1.1.

Analisis Proses Pemecahan Masalah dalam Penyusunan Model Manajemen Strategik

Sumber : Sukmadinata, 2003

Adapun secara diagramatik model proses kerangka pikir penelitian dapat

disajikan pada gambar 1.2. di halaman berikut ini.

(25)

2

Gambar 1.2. Kerangka Pikir Penelitian

(26)

Untuk menjaga supaya tidak terjadi salah penafsiran terhadap variabel

yang diteliti, perlu dikemukakan definisi operasional seperti berikut ini.

1. Strategik dalam manajemen sebuah organisasi, dapat diartikan sebagai kiat,

cara dan taktik utama yang dirancang secara sistematis dalam melaksanakan

fungsi-fungsi manajemen, yang terarah pada tujuan strategik organisasi.

2. Manajemen strategik adalah proses atau rangkaian kegiatan pengambilan

keputusan yang bersifat mendasar dan menyeluruh, disertai penetapan cara

melaksanakannya, yang dibuat oleh manajemen puncak dan

diimplementasikan oleh seluruh jajaran di dalam suatu organisasi, untuk

mencapai tujuannya. (Nawawi, 2003: 148).

3. Pengembangan kualitas SDM adalah suatu proses perencanaan Diklat dan

pengelolaan tenaga kependidikan untuk mencapai hasil yang optimal.

(Notoatmodjo, 1988: 3).

4. Bahan ajar Diklatpim III merupakan serangkaian mata kuliah Diklatpim III

yang terdiri dan Kelompok Kajian Sikap dan Perilaku, Kajian Manajemen

Publik, Kajian Pembangunan, Aktualisasi, dan lain-lain seperti tertuang di

dalam Keputusan Kepala Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia

Nomor 541/XII/10/6/2001 tentang Pedoman Penyelenggaraan Diklatpim III.

5. Metode Diklatpim III adalah cara-cara yang dilakukan dalam proses

pembelajaran orang dewasa (andragogi) seperti ceramah, pendalaman materi,

studi kasus, diskusi dan latihan, penulisan kertas kerja perorangan/kelompok,

(27)

6. Pengajar/Widyaiswara Diklatpim III adalah pejabat fungsional widyaiswara,

pejabat struktural Departemen Dalam Negeri/Pemerintah Daerah, dan tenaga

edukasi perguruan tinggi yang memenuhi persyaratan seperti tertuang di

dalam Pedoman Penyelenggaraan Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan

Tingkat IV (Keputusan Kepala LAN RI Nomor 541/XII/10/6/2001).

7. Peserta Diklatpim III adalah PNS yang memenuhi persyaratan administratif

dan persyaratan akademis seperti tertuang di dalam Surat Edaran Menteri

Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor 893.3/268/Sj. tentang Pedoman

Penyelenggaraan Pendidikaan dan Pelatihan Kepemimpinan di jajaran

Departemen Dalam Negeri dan Otonomi Daerah.

8. Penyelenggara Diklatpim III adalah Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat

yang secara operasional dilaksanakan oleh panitia penyelenggara yang

dibentuk berdasarkan Keputusan Kepala Badan Diklat.

9. Proses pembelajaran adalah akrtivitas pembelajaran yang mengacu pada

kompetensi jabatan sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan bagi PNS.

10.Kinerja pejabat struktural eselon-3 adalah hasil kerja pegawai yang duduk

pada jabatan struktural eselon-3 yang secara formal dibandingkan dengan

sasaran kinerja yang mencakup kemampuan memimpin dan kemampuan

teknis sebagaimana tertuang di dalam Pedoman Penyelengaraan Pendidikan

dan Pelatihan Kepemimpinan di jajaran Departemen Dalam Negeri dan

(28)

Penelitian ini bertolak dari beberapa premis yang menjadi dasar pijakan

dalam pelaksanaan penelitian sebagai berikut:

1. Kunci keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak dimulai dengan

barang-barang tetapi dimulai dengan pembangunan SDM. Membangun SDM yang

berkualitas merupakan fungsi asasi pendidikan yang amat inti.

2. Dalam menyongsong era globalisasi dan informasi, SDM sebagai pelaku

utama pembangunan mempunyai kemampuan memanfaatkan,

mengembangkan, serta menguasai IPTEK dan tetap dilandasi oleh motivasi

serta kendali keimanan kepada Allah SWT (Makmun, 1996).

3. Abad silam disebut abad mutu produk/jasa, abad masa yang akan datang

merupakan abad mutu SDM. SDM yang bermutu dan peningkatan mutu SDM

bukan lagi merupakan isu dan tema-tema retorik, melainkan akan merupakan

taruhan serta ujian setiap individu, kelompok, golongan masyarakat, dan

bahkan setiap bangsa (Sanusi, 1998).

4. Penataan administrasi pendidikan perlu diperhatikan dalam meningkatkan

kualitas pendidikan (dalam hal ini sumber daya pendidikan). Administrasi

pendidikan dalam arti yang seluas-luasnya adalah suatu ilmu yang

mempelajari penataan sumber daya yaitu SDM, kurikulum atau sumber belajar

dan fasilitas untuk mencapai tujuan pendidikan secara optimal dan pencapaian

(29)

Diklat, pendidikan diperhitungkan sebagai faktor penentu keberhasilan

seseorang, baik secara sosial maupun ekonomi. Nilai pendidikan berupa aset

moral dalam bentuk pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh dalam

pendidikan merupakan suatu investasi, pandangan ini ditinjau dari sudut

human capital, SDM sebagai unsur modal (Gehee & Thayer, 1961 dan

Bromley, 1991).

6. Beberapa hasil efektif yang diperoleh dari model manajemen strategik Diklat

yaitu: pencapaian tujuan, peningkatan sumber daya, kepuasan pelanggan, dan

perbaikan proses internal (Bromley, 1991).

7. Faktor-faktor yang mendukung dan menghambat penyelenggaraan Diklat

yaitu: SDM yang terdiri dari penyelenggara (Morphet, 1974; Castetter, 1976;

dan Blanchard 1993), nara sumber (Nasution, 1995; dan Makmun, 1996);

peserta (Musanef, 1983; Notoatmodjo, 1992; dan Nasution, 1994), kurikulum

(Sukmadinata, 1988), sarana dan prasarana (Soetjipto, dan Kosasi, 1994); serta

dana (Head, 1994; dan Gaffar, 1996). Penghambat penyelenggaraan strategik

Diklat adalah kondisi ketenagakerjaan internal lembaga (Siagian, 1998).

8. Penerapan model manajemen strategik Diklat merupakan alternatif yang sesuai

dalam pengembangan kualitas SDM guna menghadapi tantangan, masalah,

dan peluang di masa yang akan datang (Harun, 2000).

9. Untuk meningkatkan kemampuan pegawai yang tinggi perlu pengembangan

(30)

Sistematika disertasi ini disusun sebagai berikut: Bab I terdiri atas Latar

Belakang Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Fokus Telaahan dan

Perumusan Masalah, Pendekatan Masalah, Kerangka Berfikir Penelitian, Definisi

Operasional, Premis-Premis Penelitian, dan Sistematika Disertasi.

Bab II terdiri atas: Kajian Teori: Konsep Manajemen Strategik, Pendidikan

dan Pelatihan untuk Peningkatan SDM, Analisis Training Needs dan Faktor-faktor

yang Mendukung dan Menghambat Penyelenggaraan Diklatpim III, Studi

Terdahulu yang Relevan; dan Kesimpulan Tinjauan Teoritis.

Bab III terdiri atas Metode Penelitian yang berisikan: Pendekatan

Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen

Penelitian, Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data Penelitian, Teknik Analisis

Data, Prosedur Penelitian serta Lokasi, Waktu dan Langkah-langkah Penelitian.

BAB IV yang berisikan: Hasil Penelitian dan Pembahasan Hasil

Penelitian.

Bab V terdiri atas Simpulan, Implikasi, dan Rekomendasi. Terakhir

dilengkapi dengan Daftar Pustaka dan lampiran-lampiran yang diperlukan untuk

(31)

120

B A B III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Produk akhir yang diharapkan dari penelitian ini adalah terumusnya model

manajemen strategik Diklatpim III yang sesuai dengan karakteristik Badan Diklat

sehingga pada gilirannya dapat digunakan dalam mengakomodasikan kebutuhan

pejabat struktural eselon 3 di Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Untuk

mengembangkan model tersebut, diperlukan data, fakta, dan informasi yang

lengkap mengenai kondisi internal dan eksternal tentang objek yang dikaji sebagai

dasar untuk membuat rancangan peningkatan model manajemen strategik yang

diharapkan, seperti terlihat dalam ambar 3.1 di bawah ini:

Research

Gambar 3.1. Research Process Sumber: Sukmadinata, 2003

(32)

fenomena masalah (research problem), formulasi masalah, kajian literatur,

hipotesis, pengumpulan data, pengujian data, dan diakhiri dengan kesimpulan.

Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini dilaksanakan dalam dua

tahap kegiatan, yaitu tahap perumusan program strategik, peningkatan model

manajemen strategik, dan tahap implementasi dan evaluasi. Tahap perumusan

program strategik dilakukan dengan mengumpulkan data dan informasi melalui

analisis lingkungan internal dan eksternal (analisis SWOT) lokasi penelitian. Data

dan informasi yang relevan dikumpulkan meliputi: (1) profil Badan Diklat sebagai

faktor internal dan eksternal sistem pendidikan, (2) profil perkembangan Badan

Diklat, (3) profil implementasi kegiatan Diklatpim III yang sedang dilaksanakan.

Tahap implementasi dan evaluasi dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan

penelitian tindakan.

Oleh karena substansi penelitian ini tidak dirancang untuk menguji

hipotesis, tetapi hanya mendeskripsikan kecenderungan fenomena-fenomena

simbolik dan merefleksikan secara apa adanya, sehingga penelitian ini dapat

dikategorikan sebagai penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan

mengutamakan teknik studi deskriptif analitik.

1. Studi Deskriptif-Analitik

Penelitian deskriptif ini diarahkan untuk mengidentifikasi situasi pada

waktu penyelidikan (investigasi) dilakukan, melukiskan variabel atau kondisi “apa

(33)

penelitian deskriptif sebagai berikut:

a. Penelitian deskriptif menuturkan sesuatu secara sistematis tentang data atau

karakteristik populasi tertentu atau bidang tertentu secara faktual dan cermat,

serta menganalisis dan menginterpretasikan data yang ada;

b. Penelitian deskriptif lebih menekankan pada observasi dan suasana alamiah

(natural setting), ia mencari teori (hypothesis-generating) dan bukan menguji

teori (hypothesis-testing), serta heuristic bukan verifikatif;

c. Terdapat beberapa jenis penelitian deskriptif, antara lain: studi kasus (case

study), survei, studi peningkatan (development study), studi perkembangan

(longitudinal study), studi tindak lanjut (follow-up studies), analisis dokumen

(document analysis), analisis kecenderungan (trend analysis), analisis tingkah

laku (behavior analysis), studi waktu dan gerak (time and motion studies), dan

studi korelasional (correlational study).

Studi deskriptif-analitik dalam penelitian ini merupakan studi eksplorasi

yang difokuskan pada penelaahan lokasi penelitian sebagai pra-kondisi dalam

mempersiapkan rancangan manajemen strategik Diklatpim III sebagai sarana

peningkatan kualitas pejabat struktural eselon 3.

2. Studi Kualitatif-Analitik

Pendekatan studi kualitatif dalam menelaah substansi permasalahan

digunakan untuk mengarahkan dan mendeskripsikan karakteristik populasi yang

(34)

kemudian mendeskripsikan tentang keadaan itu secara apa adanya. Atas dasar itu,

disusunlah konsep-konsep strategik bagi peningkatan studi yang dilakukan, yaitu

model manajemen strategik Diklatpim dalam peningkatan kualitas pejabat

struktural eselon 3.

Secara substansial studi kualitatif mempunyai kaitan yang sifatnya

interdependensi antar konsep sebagaimana karakteristik penelitian kualitatif yang

dikemukakan oleh beberapa ahli (Bogdan dan Biklen, 1982; Lincoln dan Guba,

1985; dan Moleong, 1989) bahwa penelitian kualitatif mempunyai ciri-ciri, yaitu:

(1) mempunyai latar belakang alamiah atau natural setting, (2) manusia sebagai

instrumen penelitian atau key instrument, (3) menggunakan metode kualitatif, (4)

analisis secara kualitatif, (6) laporannya bersifat deskriptif, (7) lebih

mementingkan proses daripada produk, (8) adanya “batas” yang ditentukan oleh

fokus penelitian, (9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, (10) desain

penelitian bersifat sementara, (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati

bersama antara peneliti dengan responden dan nara sumber.

B. Subjek dan Informan Penelitian

1. Subjek Penelitian

Populasi penelitian menurut Sugiyono (1998: 57) merupakan wilayah

generalisasi yang terdiri dari objek maupun subjek yang mempunyai kualitas

maupun karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan

(35)

merupakan suatu “totalitas semua nilai yang mungkin, hasil perhitungan ataupun

pengukuran kuantitatif maupun kualitatif dari karakteristik tertentu mengenai

sekumpulan objek yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya,

dinamakan populasi”.

Dengan demikian subjek penelitian ini meliputi jumlah karakteristik yang

berpengaruh terhadap peningkatan kualitas pejabat struktural eselon 3, yaitu

sumber-sumber yang dipandang dapat memberikan data dan informasi.

2. Informan Penelitian

Posisi manusia sebagai sampel dalam penelitian ini berperan sebagai

informan. Informan menurut Moleong (1999; 90) adalah “orang yang

dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar

belakang penelitian”.

Sampel penelitian ditentukan berdasarkan tujuan tertentu (purposive

sampling) dan teknik pengambilan sampel menggunakan model snowball

sampling. Sampel purposif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) rancangan

sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik terlebih dahulu, kecuali menyebutkan

karakteristik, jabatan atau fungsinya dalam konteks masalah penelitian; (2)

penentuan sampel secara beruntun; (3) penyesuaian sampel berkelanjutan; dan (4)

(36)

sampling technique (Bogdan dan Biklen, 1982; Moleong, 1999). Dengan

pemilihan teknik ini peneliti dapat memperoleh informasi yang lebih bervariasi

dan memperluas informasi yang diperoleh terdahulu sehingga dapat

dipertentangkan dan diminalisir kesenjangannya. Pemanfaatan manusia sebagai

informan bagi peneliti adalah agar dalam waktu yang relatif singkat banyak

informasi yang terjangkau atau sebagai internal sampling, karena informan

diminta berbicara, bertukar pikiran, atau membandingkan suatu kejadian yang

ditemukan dari subjek lainnya (Bogdan dan Biklen, 1982; Moleong, 1999).

C. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

(1) studi dokumentasi, (2) observasi, (3) wawancara, dan (4) studi kepustakaan.

Studi dokumentasi, digunakan menjaring data pada dokumen-dokumen tertulis

yang menunjukkan adanya hubungan dengan masalah penelitian yang dilakukan.

Observasi, digunakan selama penelitian berlangsung dalam mencermati

fenomena-fenomena mulai dari studi orientasi suasana lingkungan penelitian,

implementasi, sampai evaluasi hasil. Teknik wawancara digunakan untuk

mewawancarai para responden yang dianggap sebagai tokoh kunci dalam

penelitian. Studi kepustakaan dilakukan dengan mencari literatur-literatur yang

(37)

perilaku, pendapat, persepsi, dan sikap dari sasaran penelitian. Penelti melakukan

hubungan langsung dengan sampel penelitian yang telah dipilih melalui

wawancara, observasi, studi dokumentasi/kepustakaan.

1. Wawancara

Dalam melakukan wawancara untuk penelitian kualitatif, Nasution

(1992:54) mengemukakan bahwa:

Wawancara yang dilakukan sering bersifat terbuka dan tak berstruktur. Ia tidak menggunakan test standard atau instrument lain yang telah diuji validitasnya. Ia mengobservasi apa adanya dalam kenyataan. Ia mengajukan pertanyaan dalam wawancara menurut perkembangan wawancara itu secara wajar berdasarkan ucapan dan buah pikiran yang dicetuskan orang yang di wawancarai itu.

Dalam melaksanakan penelitian kualitatif, digunakan wawancara yang

tidak berstruktur dan lebih bersifat informal. Pertanyaan-pertanyaan tentang

pandangan, sikap dan keyakinan subyek atau tentang keterangan lainnya dapat

diajukan secara bebas kepada subyek.

2. Observasi

Selanjutnya pengumpulan data melalui cara observasi merupakan metode

pengumpulan data yang menggunakan pengamatan terhadap objek penelitian.

Dalam mengadakan observasi, peneliti secara langsung melihat obyek penelitian

(38)

Dokumentasi berasal dari kata dokumen yang berarti barang-barang

tertulis. Metode dokumentasi berarti cara mengumpulkan data dengan mencatat

data yang sudah ada. Metode ini lebih mudah dibandingkan dengan

metode-metode lain. Alasan mengapa metode-metode dokumentasi ini baik digunakan untuk

penelitian sebagaimana yang diungkapkan Riyanto (1996:83) adalah sebagai

berikut: (1) dokumen merupakan sumber yang stabil, (2) berguna sebagai bukti

untuk pengujian, (3) sesuai untuk penelitian kualitatif, (4) tidak reaktif, sehingga

tidak sukar ditemukan dalam teknik kajian isi, dan (5) hasil pengkajian isi akan

membuka sesuatu yang diselidiki.

D. Instrumen Penelitian

Manusia sebagai instrumen dalam penelitian kualitatif dipandang lebih

cermat dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) manusia sebagai alat peka dan dapat

bereaksi terhadap segala stimulan dari lingkungan yang harus diperkirakannya

bermakna atau tidak bermakna bagi peneliti; (2) manusia sebagai alat dapat

menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka

ragam data sekaligus, (3) tiap situasi merupakan suatu keseluruhan; (4) suatu

situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapat dipahami dengan

pengetahuan semata-mata; (5) peneliti sebagai instrumen dapat segera

menganalisis data data yang diperoleh; (6) hanya manusia sebagai instrumen yang

dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat

(39)

yang aneh, yang menyimpang justru diberi perhatian (Nasution, 1992: 55-56).

Pada penelitian ini peneliti berperan sebagai instrumen utama dalam menjaring

data dan informasi dengan menggunakan teknik observasi, studi dokumentasi,

kepustakaan, dan wawancara.

E. Pengecekan Validitas dan Reliabilitas Data

Semua bentuk penelitian memerlukan keabsahan data yang dapat

dibuktikan dengan berbagai cara. Dalam penelitian kualitatif untuk mengukur

keabsahan data tersebut dapat dilakukan melalui beberapa cara, sebagaimana yang

dikemukakan oleh Lincoln & Goba (1985: 289) berikut ini: “Validitas internal

yang dinyatakan dalam kredibilitas (credibility), validitas eksternal yang

dinyatakan dalam transferability. Reliabilitas dinyatakan dalam dependability dan

objectivitas dinyatakan dalam confirmability”.

1. Credibility

Credibility (kepercayaan) adalah mengusahakan agar hasil-hasil penelitian

dapat dicapai kebenarannya oleh peneliti untuk kenyataan ganda yang sedang

diteliti atau kepercayaan penemuan yang dapat dicapai atau dengan kata lain

kesesuaian antara konsep peneliti dengan konsep responden. Kredibilitas

dalam penelitian kualitatif dapat dicapai dengan cara memperpanjang waktu

penelitian sehingga penemuannya sesuai dengan keadaan sebenarnya.

Dalam hal kredibilitas ini, Lincoln & Guba (2000: 102) menjelaskan

(40)

persistence observation; (3) trianggulation; (4) peer debriefing; (5)

referential adequacy; (6) negative case analysis; (7) member check; (8)

Transferability; (9) Dependability; (10) Confirmability”.

Untuk keabsahan data diperlukan keikutsertaan peneliti dalam penelitian.

Dengan demikian, peneliti akan dapat mempelajari seluk beluk dari penelitian

itu sendiri secara terperinci dan dijamin kebenarannya.

2. Persistence Observation

Ketelitian/ketekunan dalam pengamatan akan menghasilkan kedalaman data

yang diinginkan sehingga data yang dibutuhkan akan lebih akurat.

3. Trianggulation

Trianggulation (trianggulasi) adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang

memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu sendiri, yaitu untuk keperluan

pengecekan atau sebagai pembanding data. Trianggulasi adalah proses untuk

memeriksa kebenaran data dengan cara membandingkan dengan data yang

didapat dari sumber lain pada berbagai tahapan penelitian di lapangan, pada

waktu yang berbeda dengan memakai metode yang berbeda pula.

Sehubungan dengan masalah trianggulasi ini, Patton (2000:103)

menyebutkan empat macam cara dalam melaksanakan trianggulasi, yaitu:” (1)

memanfaatkan sumber; (2) metode; (3) penyidik; dan (4) teori”.

Memanfaatkan adalah: (1) membandingkan data hasil pengamatan

(41)

apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan

sepanjang waktu; (4) membandingkan keadaan dan perspektif seseorang

dengan berbagai pendapat dan pandangan orang biasa; dan (5)

membandingkan hasil wawancara dengan isi dokumen yang berkaitan.

Metode, yaitu mengecek: (1) derajat kepercayaan penemuan hasil

penelitian melalui beberapa teknik pengumpulan data, dan (2) pengecekan

derajat kepercayaan dengan beberapa sumber data dengan metode yang sama.

Memanfaatkan penyidik atau peneliti lain untuk keperluan pengecekan

kembali derajat kepercayaan data. Terakhir, teori dimaksud adalah fakta

tertentu tidak dapat diperiksa derajat kepercayaannya dengan hanya satu

informasi, tetapi harus ada pembanding lain.

4. Peer Debriefing

Peer debriefing dimaksud adalah untuk menjelaskan hasil sementara dari hasil

akhir yang diperoleh dalam bentuk diskusi analitik dengan rekan-rekan

sejawat.

5. Referential Adequacy

Referential adequacy adalah untuk menampung dan menyesuaikan dengan

(42)

Negative case analysis, teknik ini dilakukan dengan mengumpulkan contoh

dan kasus yang tidak sesuai dengan pola dan kecenderungan informasi yang

telah dikumpulkan dan digunakan sebagai bahan pembanding.

7. Member Check

Member check, adalah pengecekan sumber utama dalam proses pengumpulan

data.

8. Transferability

Dalam penelitian kualitatif, transferability adalah kemampuan melihat sampai

sejauhmana hasil penelitian dapat digunakan dalam situasi yang lain.

Sehubungan dengan transferability ini, Nasution (1992: 119) mengemukakan

bahwa: “bagi peneliti kualitatif, transferability bergantung pada si pemakai,

yaitu hingga manakah hasil penelitian itu dapat mereka gunakan dalam

konteks dan situasi tertentu”.

9. Dependability

Dependability (ketergantungan) adalah ingin melihat seberapa jauh hasil

penelitian bergantung kepada keandalan.

10. Confirmability

Confirmability adalah keyakinan terhadap data yang diperoleh. Hal ini dapat

dilakukan dengan cara audit trail. Artinya, dapat dikonfirmasikan dengan

jejak yang dapat diikuti. Untuk dapat melakukan pemeriksaan ini, peneliti

(43)

proses penelitian secara keseluruhan.

F. Teknik Analisis Data

Karena data yang diperoleh lebih bersifat kualitatif, maka teknik analisa

data yang digunakan adalah analisa kualitatif (Strauss, 1987). Beberapa ahli

menyatakan, bahwa analisis data kualitatif lebih sukar daripada analisis data

kuantitatif. Miles dan Huberman (1984: 27) menyatakan bahwa menganalisis data

secara kualitatif sangat sulit disebabkan karena metode dan instrumen-instrumen

belum dapat dirumuskan dengan jelas. Dalam bagian lain, Miles dan Huberman

(1984: 25) menyatakan bahwa analisis data kualitatif merupakan arts dan harus

menggunakan pendekatan yang bersifat intuitive.

Berdasarkan kepada pandangan para ahli tersebut, teknis analisis data yang

akan dilakukan peneliti merupakan proses yang berkesinambungan yaitu dimulai

saat pengambilan data, dimana data sudah diolah dan dimaknai, triangulasi untuk

menjaga keotentikan informasi, pemaknaan dilakukan dengan berpijak pada teori

dan dalil yang bersumber dari referensi yang relevan.

G. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian kualitatif menurut beberapa sumber, antara lain

Bogdan, (1972), dan Moleong, (1990) mengemukakan ada tiga tahapan dalam

penelitian kualitatif, yaitu (1) pra-lapangan, (2) kegiatan lapangan, dan (3) analisis

(44)

Sedangkan Subino (1998), juga mengemukakan ada tiga tahapan penelitian

kualitatif, yaitu (1) orientasi lapangan, (2) orientasi data, dan (3) member-check.

Tahap-tahap pelaksanaan penelitian lapangan, secara kronologis

dikemukakan sebagaimana tersaji pada gambar 3.2 berikut ini.

(45)

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Badan Diklat Daerah Provinsi Jawa Barat,

yang berlokasi di Jalan Windu No. 1 Bandung, Jawa Barat.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitan selama tiga puluh empat bulan terhitung mulai bulan

(46)

JADWAL DAN LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN PENELITIAN

! " !

#

$ % &

' ( )

* ) "

"

+ ( "

$ "* *

1

3

(47)
(48)

BAB V

MODEL ALTERNATIF KONSEPTUAL

MANAJEMEN STRATEGIK DIKLATPIM III

DALAM PENGEMBANGAN KUALITAS

PEJABAT STRUKTURAL ESELON 3

A. Asumsi-asumsi yang digunakan

Berdasarkan hasil analisis penelitian seperti yang diuraikan di atas, dan

berdasarkan berbagai pertimbangan khususnya menyangkut masih lemahnya

kemampuan pegawai menguasai pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Masih

rendahnya kemampuan SDM yang ada berpengaruh pada rendahnya tingkat

pencapaian kinerja individu maupun kinerja organisasi. Dalam kaitan itu peneliti

cenderung menyikapi pada hasil penelitian terhadap informan yang didukung oleh

kenyataan pelaksanaan manajemen strategik Diklatpim III dalam pengembangan

kualitas pejabat struktural eselon 3, dapat dikemukakan asumsi-asumsi sebagai

berikut:

1. Analisis kebutuhan Diklatpim III berguna untuk penentuan perbedaan antara

keadaan yang nyata dan kondisi yang diinginkan dalam pelaksanaan kerja

suatu organisasi. Sebagai bahan analisis kebutuhan, mendapatkan masukan

dari informasi hasil penilaian membandingkan antara tingkat kinerja pegawai

dengan standar kinerja. Hasil perbandingan dapat mengetahui kelemahan

yang terjadi dan selanjutnya digunakan sebagai masukan bagi analisis

kebutuhan dan perencanaan. Disamping itu analisis kebutuhan dan

perencanaan dipengaruhi oleh visi, misi dan tujuan strategik, sasaran.

(49)

Selanjutnya uraian lebih lanjut dapat dijelaskan di bawah ini:

a) Tujuan Analisis Kebutuhan (Atmodiwirio, dalam Ansen 2004: 346), adalah sebagai berikut:

- Menggambarkan sifat yang sebenarnya dari suatu deskripsi pelaksanaan pekerjaan;

- Menentukan sebab-sebab deskripansi pelaksanaan pekerjaan; - Merekomendasikan solusi yang cocok;

- Menggambarkan populasi calon peserta.

b) Proses Analisis Kebutuhan

- Langkah pertama, mengidentifikasi dan menggambarkan kesenjangan pelaksanaan kerja;

- Langkah kedua, menentukan sebab-sebab kesenjangan;

- Langkah ketiga, mengidentifikasi kesenjangan pelaksanaan kerja tersebut; yang didasarkan kepada kurangnya pengetahuan dan keterampilan;

- Langkah keempat, menentukan apakah Diklat solusi yang mungkin; - Langkah kelima, rekomendasi solusi;

- Langkah keenam, menggambarkan tentang peran atau pelaksanaan tugas.

c) Perencanaan (Gaspersz, 1997: 58)

- Jenis pendidikan dan latihan yang harus diberikan; - Siapa yang harus menerima pendidikan dan pelatihan; - Berapa banyak pendidikan dan pelatihan yang dibutuhkan;

- Berapa waktu yang dibutuhkan untuk mencapai tingkat pendidikan dan pelatihan;

- Bagaimana cara memberikan program pendidikan dan pelatihan; - Berapa biaya yang dibutuhkan;

- Sumber pendanaan.

2. Menekankan pola pikir yang dinamis dan bernalar agar memiliki wawasan

yang komprehensif untuk melaksanakan tugas untuk memenangkan

persaingan dan mendapatkan keuntungan sesuai tujuan yang ditetapkan

lembaga. Meningkatkan pengetahuan, keahlian dan keterampilan sebagai

(50)

3. Pengembangan Sistem Kompetensi (Martin, 2002: 154)

1) Identifikasi pekerjaan atau posisi-posisi kunci yang akan dibuat kompetensi modelnya;

2) Lakukan analisis lebih jauh mengenai proses kerja penting (cara kerja, waktu kerja, hubungan kerja, tanggung jawab) pada posisi kunci tersebut; 3) Lakukan survai mengenai kompetensi apa saja yang dibutuhkan agar

berhasil melaksanakan pekerjaan tersebut;

4) Bila perlu, lakukan survai mengenai kompetensi yang dibutuhkan dengan bercermin pada star performer atau input dari atasan langsung;

5) Semua masukan yang ada, buatlah daftar tentang jenis-jenis kompetensi apa saja yang diperlukan pada posisi tertentu;

6) Uraikan makna dari setiap jenis kompetensi yang telah dituliskan;

7) Tentukan skala tingkat penguasaan kompetensi yang ingin dibuat misalnya 1 (sangat rendah), 2 (rendah), 3 (sedang), 4 (baik), 5 (sangat baik);

8) Buat penjelasan dari suatu jenis kompetensi dalam skala yang telah dibuat; 9) Uji kembali setiap kompetensi yang telah dibuat agar dapat diaplikasikan.

4. Penyusunan kurikulum merupakan tahap sangat penting yang akan

menentukan keberhasilan pelaksanaan Diklat tersebut. Tujuan kurikulum

adalah “apa yang harus dicapai yang merupakan pedoman yang harus

diketahui, dan bagaimana cara melakukannya kurikulum tersebut”

(Atmodiwirio, 2002: 138).

Secara garis besar menurut Atmodiwirio, (2002: 139) bahwa

langkah-langkah penyusunan kurikulum Diklat sebagai berikut:

a) Mereviu analisis kebutuhan atau menganalisis kebutuhan;

b) Menentukan tujuan dan menentukan isi atau kunci dalam bidang pelajaran;

c) Menentukan isi atau kunci bidang pelajaran;

d) Menentukan metode yang akan digunakan;

(51)

5. Menentukan tujuan pembelajaraan merupakan tugas yang paling kritis dalam

proses pelaksanaan Diklatpim III. Sebab “tujuan tidak jelas maka pengukuran

susah dilakukan dan berakibat kurang baik pada penyusunan tes, serta kriteria

evaluasi Diklat” (Atmodiwirio, 2002: 111). Adapun maksud tujuan daripada

pembelajaran adalah sebagai berikut:

a) landasan untuk mengembangkan pertanyaan (tes); (b) alat untuk evaluasi program dan bahan Diklat; (c) alat untuk menentukan metode penyampaian, isi, garis besar dan urutan, dan tipe media yang digunakan; (d) alat bantu bagi peserta untuk mengarahkan perhatiannya kepada hasil -hasil pelajaran dan perilaku yang diharapkan” (Atmodiwirio, 2002: 112).

Sedangkan tujuan pembelajaran terdiri dari tiga ranah menurut jenis

kemampuan yang tercermin di dalamnya antara lain:

(a) ranah kognitif, adalah tujuan yang menitikberatkan pada kemampuan berfikir; (b) ranah psikomotor, tujuan yang memfokuskan pada keterampilan melaksanakan gerak fisik; (c) ranah afektif, tujuan yang memfokuskan pada kemampuan sikap (Atmodiwirio, 2002: 115).

Sasaran pembelajaran merupakan pernyataan tentang outcome yang

diinginkan dari sebuah pelatihan. Sasaran pembelajaran “membuat suatu garis

keterkaitan antara pemikiran kemana arah yang ingin dituju peserta dengan

kegiatan perancangan dan pengembangan pembelajaran yang dibuat” (Irianto,

2001: 64). Tanpa merumuskan sasaran yang jelas, outcome pembelajaran

kemungkinan besar tidak dapat memenuhi kebutuhan sesuai dengan analisis

kebutuhan pelatihan.

Gambar

Gambar 1.1.  Analisis Proses Pemecahan Masalah dalam
Gambar 1.2.  Kerangka Pikir Penelitian
Gambar 3.1. Research ProcessSumber: Sukmadinata, 2003
Gambar 3.2. Tahap-Tahap Pelaksanaan PenelitianKesimpulan, Implikasi, dan Rekomendasi
+2

Referensi

Dokumen terkait

Setelah proses charging selesai, transistor D313 menutup secara otomatis karena tegangan 18 volt dari kolektor tidak masuk ke dalam emitor pada transistor D313,

Keseimbangan lintasan pada setiap proses produksi akan mempengaruhi jumlah produk yang dihasilkan.. Apabila terjadi hambatan atau ketidakefisienan dalam suatu

Penerapan hasil belajar longtorso pada pembuatan pola wedding gown Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu..

kerja dari April 2015-Maret 2016, data elemen kerja proses produksi roda lorry,. data waktu siklus proses produksi roda lorry, precedence diagram

Ada, misalnya saat kita di masyarakat kita harus menggunakan komunikasi dengan nada, intonasi yang baik, kita harus lebih hati-hati lagi dalam memilih dan menggunakan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran perilaku agresi anak yang mengalami kekerasan oleh orang tua dengan mengetahui beberapa faktor- faktor yang menyebabkan

Sehingga, hasil penelitian ini yang dilakukan ini diharapkan dapat menjadi rekomendasi bagi para guru PAUD/RA untuk memilih bercerita sebagai metode yang paling tepat digunakan

Abstract: Nose is an important organ, which is supposed to received more attention than usual, no exception nose in children of elementary school. In children with severe