• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEYAKINAN KEMANDIRIAN BELAJARSISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEYAKINAN KEMANDIRIAN BELAJARSISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING."

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEYAKINAN KEMANDIRIAN BELAJAR

SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

TESIS

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Magister Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

Oleh

Riska Novia Sari

1207111

(2)

HALAMAN PENGESAHAN

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEYAKINAN KEMANDIRIAN BELAJAR

SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

Oleh

RISKA NOVIA SARI 1207111

Disetujui Oleh Pembimbing I

Dr. H. Dadang Juandi, M. Si NIP. 19640117 1992 02 1001

Pembimbing II

Dr. Dadan Dasari, M.Si NIP. 19640717 1991 02 1001

Mengetahui

(3)

PENINGKATAN KEMAMPUAN PENALARAN, KOMUNIKASI MATEMATIS DAN KEYAKINAN KEMANDIRIAN BELAJAR

SISWA SMP MELALUI PEMBELAJARAN PENEMUAN TERBIMBING

Oleh Riska Novia Sari

S. Pd. STKIP PGRI Padang. 2012

Sebuah Tesis yang diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M. Pd.)

pada Program Studi Pendidikan Matematika

Riska Novia Sari 2015 Universitas Pendidikan Indonesia

Januari 2015

Hak Cipta dilindungi undang-undang

(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya, Riska Novia Sari menyatakan bahwa tesis dengan judul

“Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis dan Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing” beserta seluruh isinya adalah benar karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan dengan cara yang tidak sesuai dengan etika yang berlaku dalam masyarakat keilmuan. Atas pernyataan ini saya siap menanggung resiko/sangsi yang dijatuhkan kepada saya apabila di kemudian hari ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam karya saya ini atau ada klaim dari pihak lain terhadap keaslian karya saya ini.

Bandung, Januari 2015

Yang Membuat Pernyataan

(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga dapat menyusun tesis dengan judul “Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis dan Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing”. Tesis ini sebagai tugas yang diajukan untuk memenuhi syarat memperoleh gelar magister pendidikan dalam pendidikan dalam pendidikan matematika di Universitas Pendidikan Indonesia.

Tesis ini terdiri dari lima bab. Bab I berisi pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan definisi operasional. Bab II berupa kajian pustaka yang memuat kemampuan penalaran, komunikasi matematis dan keyakinan kemandirian belajar serta hipotesis penelitian. Bab III berisi metode penelitian, variabel penelitian, instrumen penelitian, analisis hasil uji coba instrumen, prosedur penelitian, teknik pengumpulan data, teknik pengolahan data, dan jenis statistik yang digunakan dalam analisis data. Bab IV disajikan hasil penelitian serta pembahasannya. Kemudian Bab V menguraikan kesimpulan dan saran.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tesis ini masih terdapat banyak kekurangan, namun penulis telah berusaha semaksimal mungkin, oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritikan yang sifatnya membangun. Demikian, semoga tesis ini dapat manfaat bagi para penulis sendiri, para pembaca dan dunia pendidikan.

(6)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis menyadari bahwa penyelesaian tesis ini berkat bantuan, bimbingan, arahan, dan motivasi dari berbagai pihak. Untuk itu penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat: 1. Bapak Dr. H. Dadang Juandi, M. Si selaku Pembimbing I dan Pembimbing Akademis yang di tengah-tengah kesibukannya, telah memberikan bimbingan, arahan dan kritis terhadap berbagai permasalahan.

2. Bapak Dr. Dadan Dasari, M. Si selaku Pembimbing II yang di tengah-tengah kesibukannya, telah menyempatkan waktu memberikan bimbingan, petunjuk, arahan dan kritis terhadap berbagai permasalahan.

3. Bapak Turmudi, M.Ed., M, Sc., Ph.D selaku Ketua Departemen/Prodi S2/S3 Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia Bandung yang telah memberikan dorongan dan motivasi kepada penulis dalam menyelesaikan tesis dan masa studi.

4. Bapak pimpinan SPs beserta jajaran stafnya dan Dosen Program Magister Pendidikan Matematika Universitas Pendidikan Indonesia atas layanan terbaiknya selama penulis mengikuti studi di Universitas Pendidikan Indonesia Bandung.

5. Bapak Ayep Tarman, S.Pd. MM. selaku Kepala Sekolah SMP Negeri 3 Lembang Kabupaten Bandung Barat sekaligus guru mata pelajaran matematika, yang telah memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di sekolah yang beliau pimpin, Bapak Yusuf, S.Pd selaku wakil kurikulum yang telah mendorong dan memberikan toleransi dalam penyelesaian studi ini.

(7)

banyak memberikan bantuan, sumbangan pemikiran, dorongan motivasi baik secara langsung maupun tidak langsung.

Diiringi dengan doa yang tulus, semoga Allah SWT. membalas semua budi baik Bapak/Ibu dan saudara semua. Amin.

Bandung, Januari 2015

(8)
(9)

ABSTRAK

RISKA NOVIA SARI (2014) : Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis dan Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa SMP Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Penelitian ini bertujuan mengkaji masalah peningkatan kemampuan penalaran, komunikasi matematis siswa sebelum dan sesudah belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan konvensional serta perbedaan proporsi keyakinan kemandirian belajar siswa. Penelitian ini merupakan penelitian quasi experiment dengan desain kelompok kontrol non ekivalen. Populasi penelitian adalah siswa kelas IX SMPN 3 Lembang. Sampel terdiri dari kelas IXA sebagai kelompok kontrol dan kelas IXB sebagai kelompok eksperimen. Instrumen yang digunakan terdiri dari instrumen tes, skala keyakinan kemandirian belajar matematis, dan lembar observasi. Data dianalisis menggunakan uji Mann-Whitney serta uji beda dua proporsi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran terbimbing lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional, (2) peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran terbimbing lebih baik dari pada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional, dan (3) proporsi keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran terbimbing tidak berbeda secara signifikan dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

(10)

ABSTRACT

RISKA NOVIA SARI (2014) : Using Guided Discovery Learning for Enhancing of Reasoning Ability, Mathematical Communication Ability, and Self-Efficacy for Self-Regulated Learning of Junior High School’s Student

The aim of this study was to investigate problem about enhancing of reasoning ability, mathematical communication ability of student before and after using guided discovery learning and convensional learning and also difference of proportion on student’s self-efficacy for self-regulated learning. This study used quacy experiment research which combined nonequivalent control group design. The target population in this study was the ninth grade of Junior High School (SMPN) 3 Lembang which included XIA class as experimental group and XIB class as control group. The data were collected with an aid of several instruments i.e. test, self-efficacy for self-regulated learning scale, and observation sheet. The data was analyzed using the Mann-Whitney test and two different proportions test. Findings of this study showed that (1) enhancing of student’s reasoning ability who get guided discovery learning is better than student who get conventional learning, (2) enhancing of student’s mathematical communication who get guided discovery learning is better than student who get conventional learning, and (3) enhancing of student’s self-efficacy for self-regulated learning who get guided discovery learning is not different significantly with student who get conventional learning.

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERNYATAAN ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

UCAPAN TERIMA KASIH ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Manfaat Penelitian ... 11

1.5 Defenisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1Kemampuan Penalaran Matematis ... 13

2.2Kemampuan Komunikasi Matematis ... 16

2.3Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa ... 17

(12)

2.6Penelitian Relevan ... 25

2.7Hipotesis Penelitian ... 28

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Desain Penelitian ... 29

3.2 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30

3.3 Variabel Penelitian ... 30

3.4 Instrumen Penelitian ... 30

3.4.1 Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis... 31

3.4.2 Skala Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa... 38

3.4.3 Lembar Observasi ... 39

3.5 Perangkat Pembelajaran ... 39

3.6 Prosedur Penelitian ... 39

3.7 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.8 Teknik Analisis Data ... 42

3.8.1 Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis... 42

3.8.2 Skala Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa... 44

3.8.3 Lembar Observasi ... 45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 46

4.1.1 Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis ... 47

(13)

4.1.1.2 Analisis Skor Postes ... 55

4.1.1.3 Analisis Skor N-gain ... 59

4.1.2 Keyakinan Kemandirian Belajar ... 63

4.1.2.1 Analisis Skor Keyakinan Kemandirian Belajar ... 65

4.1.2.2Analisis Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan Indikator ... 66

4.1.3 Lembar Observasi ... 70

4.2 Pembahasan ... 72

4.2.1 Kemampuan Penalaran Matematis ... 72

4.2.2 Kemampuan Komunikasi Matematis ... 78

4.2.3 Keyakinan Kemandirian Belajar ... 83

4.2.4 Pembelajaran Penemuan Terbimbing ... 100

4.2.5 Keterbatasan Penelitian ... 102

BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 104

5.2 Saran ... 104

DAFTAR PUSTAKA ... 106

(14)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

3.1 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 31

3.2 Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis... 32

3.3 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 33

3.4 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 34

3.5 Klasifikasi Koefisien Reliabilitas ... 35

3.6 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Penalaran Matematis ... 35

3.7 Klasifikasi Reliabilitas Item ... 36

3.8 Hasil Uji Reliabilitas Kemampuan Komunikasi Matematis ... 36

3.9 Derajat Kesukaran Tes Kemampuan Penalaran Matematis ... 37

3.10 Derajat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 37

3.11 Data Hasil Uji Coba Daya Pembeda Tes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 45

3.11 Klasifikasi Gain Ternormalisasi ... 42

3.12 Klasifikasi Aktivitas Siswa ... 45

4.1 Statistik Deskriptif Kemampuan Penalaran Matematis ... 47

4.2 Statistik Deskriptif Kemampuan Komunikasi Matematis ... 49

(15)

4.5 Hasil Uji Homogenitas Skor Pretes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 53 4.6 Hasil Uji Mann-Whitney Skor Pretes Kemampuan Penalaran

Matematis ... 54 4.7 Hasil Uji Perbedaan Rataan Skor Pretes Kemampuan Komunikasi .... 55 4.8 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Penalaran Matematis . 56 4.9 Hasil Uji Normalitas Skor Postes Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 56 4.10 Hasil Uji Mann-Whitney Skor Postes Kemampuan Penalaran ... 57 4.11 Hasil Uji Mann-Whitney Skor Postes Kemampuan Komunikasi ... 58 4.12 Data Hasil Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 59 4.13 Data Hasil Rataan dan Klasifikasi N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 59 4.14 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis 60 4.15 Hasil Uji Normalitas Skor N-gain Kemampuan Komunikasi

Matematis ... 60 4.16 Hasil Uji Mann-Whitney Skor N-gain Kemampuan Penalaran

Matematis ... 62 4.17 Hasil Uji Mann-Whitney Skor N-gain Kemampuan Komunikasi

(16)

4.19 Hasil Uji Beda Dua Proporsi Keyakinan Kemandirian Belajar ... 66 4.20 Distribusi Proporsi Keyakinan Kemandirian Belajar Berdasarkan

(17)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

3.1 Prosedur Penelitian ... 40

4.1 Perbandingan Rataan Skor Pretes dan Postes Kemampuan Penalaran Matematis ... 48

4.2 Perbandingan Rataan Skor N-gain Kemampuan Penalaran Matematis ... 48

4.3 Perbandingan Rataan Skor Pretes dan Postes Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50

4.4 Perbandingan Rataan Skor N-gain Kemampuan Komunikasi Matematis ... 50

4.5 Perbandingan Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa ... 65

4.6 Perbandingan Persentase Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa Berdasarkan Indikator ... 69

4.7 Grafik Persentase Aktivitas Guru ... 71

4.8 Grafik Persentase Aktivitas Siswa ... 72

4.9 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 75

4.10 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 76

4.11 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 77

4.12 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 78

(18)

4.14 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 81

4.15 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 82

4.16 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 84

4.17 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 85

4.18 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 86

4.19 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 86

4.20 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 90

4.21 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 90

4.22 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 92

4.23 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 93

4.24 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 94

4.25 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 94

4.26 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 96

4.27 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 96

4.28 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Eksperimen ... 97

4.29 Hasil Jawaban Salah Seorang Siswa Kelompok Kontrol ... 98

(19)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

A. Perangkat Pembelajaran ... 110

B. Instrumen Penelitian ... 194

C. Analisis Hasil Uji Coba ... 222

D. Analisis Data Hasil Penelitian ... 238

(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, secara eksplisit menyatakan dalam pasal 11 ayat 1, bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah wajib memberi layanan dan kemudahan serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga Negara tanpa diskriminasi. Pemberlakuan undang-undang ini diharapkan terciptanya pendidikan yang bermutu di seluruh wilayah Indonesia. Pendidikan dikatakan bermutu apabila proses pendidikan berlangsung secara efektif dan menghasilkan individu-individu atau Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dan mampu bersaing dalam berbagai bidang dunia teknologi saat sekarang ini. Untuk terciptanya SDM seperti halnya tersebut maka pendidikan menjadi pilar utama.

Salah satu upaya meningkatkan kualitas pendidikan, yaitu meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah. Hal ini karena matematika sebagai ilmu, memiliki struktur dan keterkaitan yang kuat dan jelas antar konsepnya sehingga memungkinkan siswa terampil berpikir rasional. Depdiknas (2006) menyatakan beberapa kompetensi matematika yang harus dicapai oleh siswa setelah belajar matematika di Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebagai berikut: (1) pemahaman konsep; (2) penalaran; (3) komunikasi; (4) pemecahan masalah; (5) memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan. Demikian juga National Council of Teachers of Mathematics (NCTM, 2000) merumuskan tujuan pembelajaran matematika diantaranya yaitu: (1) belajar untuk berkomunikasi; (2) belajar untuk bernalar. Berdasarkan tujuan tersebut, tercermin bahwa kemampuan komunikasi dan penalaran merupakan aspek penting dalam pembelajaran matematika.

Pentingnya kemampuan penalaran diungkapkan oleh Depdiknas (Shadiq,

(21)

2

hal yang tidak dapat dipisahkan, yaitu materi matematika dipahami melalui penalaran dan penalaran dilatih melalui belajar materi matematika”. Disamping itu, NCTM (2000) berpendapat “mathematical reasoning and proof offer powerful ways of developing and expressing insights about a wide range of

phenomena...being able to reason is essential to understanding mathematics”.

Pernyataan tersebut memiliki makna yaitu penalaran matematika adalah cara ampuh dalam mengembangkan wawasan tentang berbagai hal, mampu bernalar merupakan komponen penting dalam memahami matematika. Hal ini didukung oleh pernyataan Wahyudin (2008) bahwa kemampuan untuk menggunakan nalar sangatlah penting untuk memahami matematika. Dengan mengembangkan ide-ide, mengeksplorasi fenomena, menjustifikasi hasil-hasil, dan memanfaatkan dugaan-dugaan matematis di dalam semua area muatan dan dengan harapan bahwa matematika itu dapat dipahami.

Berkaitan dengan pentingnya penalaran dalam matematika, NCTM (2000) mengungkapkan tujuan pembelajaran penalaran SMP/MTs adalah agar siswa dapat: (1) menguji pola dan struktur untuk mendeteksi keteraturan; (2) merumuskan generalisasi dan konjektur hasil observasi keteraturan; (3) mengevaluasi konjektur; dan (4) membuat dan mengevaluasi argument matematika. Sumarmo (2013) merinci karakteristik kemampuan penalaran matematis dalam beberapa indikator, yakni: (1) menarik kesimpulan logis; (2) memberikan penjelasan dengan menggunakan model, fakta, sifat, dan hubungan; (3) memperkirakan jaaban dan proses solusi; (4) menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi matematik, menarik analogi dan generalisasi; (5) menyusun dan menguji konjektur; (6) memberikan lawan contoh; (7) mengikuti aturan inferensi, memeriksa validitas argument; (8) menyusun argument yang valid; dan (9) menyusun pembuktian langsung, pembuktian tak langsung, dan induksi matematik.

(22)

3

dalam penalaran belum mempunyai hasil yang memuaskan. Hal yang sama ditemukan pada studi Putra (Offirstson, 2013) bahwa kemampuan penalaran pada pembelajaran geometri masih rendah.

Rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa di Indonesia tidak hanya ditemukan oleh para peneliti nasional, tetapi hasil penelitian Internasional seperti Trends in International Mathematics and Science Study (TIMSS). Salah satu soal penalaran yang dikembangkan dalam TIMSS yang menunjukkan rendahnya kemampuan penalaran matematis siswa Indonesia khususnya siswa kelas dua SMP (eighth grade) yaitu:

The figure represents two similar triangles. The triangles are not drawn to scale.

In the actual triangle ABC, what is the length of side BC? (Sumber: Mullis, dkk.,

2000)

Untuk soal ini, pada umumnya siswa masih kesulitan memahami konsep proporsi dari sisi-sisi yang berpadanan pada segitiga yang diberikan. Persentase siswa Indonesia yang menjawab benar soal ini yaitu sebesar 26%. Hal ini sangat jauh tertinggal dari Negara lain seperti Korea dengan persentase 70%.

(23)

4

masalah siswa, meningkatkan penalaran siswa. Disamping itu, Baroody menyatakan dua alasan pentingnya kemampuan komunikasi dalam pembelajaran matematika yaitu: (1) matematika sebagai bahasa, artinya matematika sebagai alat untuk mengkomunikasikan berbagai ide dengan jelas, tepat dan cermat, bukan hanya sebagai alat bantu berpikir, menemukan pola, atau menyelesaikan masalah; (2) matematika sebagai aktivitas sosial, yaitu matematika sebagaimana halnya interaksi antar siswa, komunikasi guru dan siswa merupakan bagian penting untuk memelihara dan mengembangkan potensi matematika siswa (Hutapea, 2012).

Menyadari pentingnya kemampuan komunikasi matematis siswa, haruslah menjadi komitmen guru matematika sebagai bagian dari tugas utamanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa. Namun kenyataan yang terjadi di lapangan masih jauh dari yang diharapkan. Kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohaeti (2003) dan Wihatma (2004) yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa berada pada kualifikasi kurang dan dalam mengkomunikasikan ide-ide matematika kurang sekali. Selanjutnya, hasil studi pendahuluan yang dilakukan oleh Scristia (2014) terhadap 13 orang siswa MTsN Kosamalang Bandung terkait dengan materi bangun ruang sisi lengkung, soal yang diberikan meminta siswa untuk melukiskan ide-ide matematika ke dalam bentuk gambar, berikut soal yang diberikan:

Sebuah bola plastik dimasukkan ke dalam tabung, sehingga bola

menyinggung sisi alas, sisi atas, dan selimut tabung. Jika jari-jari bola

adalah 7 cm. Gambarkanlah kondisi tersebut.

(24)

5

Selain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, keyakinan kemandirian belajar siswa juga merupakan aspek yang penting dalam pembelajaran matematika. Zimmerman (2002) mendefinisikan kemandirian belajar sebagai proses belajar yang terjadi karena pengaruh dari pemikiran, perasaan, strategi, dan perilaku sendiri yang berorientasi pada pencapaian tujuan. Schunk & Zimmerman (Sumarmo, 2013) menyatakan kemandirian belajar memuat tiga karakteristik utama yaitu merancang tujuan, memilih strategi, dan memantau proses kognitif dan afektif yang berlangsung ketika seseorang menyelesaikan suatu tugas akademik. Sedangkan menurut Goodman dan Smart tiga aspek kemandirian belajar yaitu, (1) independent yang didefinisikan sebagai perilaku yang aktifitasnya diarahkan pada diri sendiri, tidak mengharapkan pengarahan orang lain, dan bahkan mencoba serta menyelesaikan masalahnya sendiri tanpa minta bantuan orang lain, (2) autonomi (menetapkan hak sendiri), dan (3) self reliance merupakan perilaku yang didasarkan pada keyakinan diri sendiri (Hidayati & Listyani, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pdf).

Mengetahui strategi kemandirian belajar tidaklah cukup, siswa haruslah memiliki keyakinan mereka dapat menggunakan strategi tersebut secara efektif. Dalam kehidupan individu memiliki keyakinan merupakan hal yang sangat penting. Keyakinan merupakan pertimbangan seseorang terhadap kemampuannya mengorganisasikan dan melaksanakan tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mencapai performansi tertentu. Fas, et.al juga menyatakan bahwa keyakinan sebagai tingkat kepercayaan siswa terhadap kemampuan dirinya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang spesifik (Prabawanto, 2013). Keyakinan dan kemandirian belajar memiliki hubungan yang erat. Hal ini didukung oleh pendapat Tilman & Weiss (2000), menyatakan bahwa siswa yang mandiri adalah siswa yang mempunyai keyakinan atau kepercayaan diri (self-efficacy) yang tinggi. Didukung oleh Sumarmo (2013) yang menemukan bahwa siswa yang memiliki self-efficacy tinggi menunjukkan kemandirian belajar yang tinggi juga.

(25)

self-6

keyakinan kemandirian belajar yaitu keyakinan siswa untuk dapat menggunakan kemampuannya mengelola pembelajaran, artinya siswa dapat mengimplementasikan strategi kemandirian belajar di sekolah. Hal yang sama diungkapkan Joo, et.al (2000) bahwa “self-efficacy for self-regulated learning refers to student’s perceived capability to use a variety of self regulated learning strategies such as monitoring, evaluation, goal setting and planning,

self-consequences, and environmental restructuring”. Artinya keyakinan kemandirian belajar yaitu kemampuan siswa untuk menggunakan strategi kemandirian belajar yang beragam diantaranya, memantau, mengevaluasi diri, menetapkan tujuan dan perencanaan, konsekuensi, dan menata lingkungan dalam menghadapi suatu tugas akademik.

Keyakinan kemandirian belajar merupakan faktor penting dalam menentukan motivasi dan prestasi akademik siswa pada semua level sekolah (Usher & Pajares 2008). Hasil penelitian Joo, et.al (2000) menunjukkan bahwa keyakinan kemandirian belajar berpengaruh positif terhadap hasil kinerja yang berhubungan langsung dengan kemampuan akademik siswa dan kemampuan menggunakan internet. Selain itu, hasil penelitian Joet, et.al (2011) mengindikasikan keempat sumber keyakinan (pengalaman keberhasilan, pengalaman perumpamaan, persuasi verbal, dan kondisi psikologis dan emosi) mempengaruhi keyakinan kemandirian belajar dalam matematika, serta terdapat perbedaan gender, dimana siswa laki-laki memiliki keyakinan kemandirian belajar yang lebih tinggi daripada siswa perempuan. Hasil penelitian Usher & Pajares (2008) melaporkan siswa sekolah dasar memiliki keyakinan kemandirian belajar yang lebih tinggi dibandingkan siswa sekolah menengah dan sekolah tinggi. Hal ini dipengaruhi oleh faktor keyakinan, konsep diri, orientasi tugas, kecemasan, dan prestasi.

(26)

7

keyakinan kemandirian belajar pada pelajaran matematika. Dalam penelitian ini keyakinan kemandirian belajar siswa dilihat dari keyakinan siswa dapat mengerjakan sendiri dengan benar tugas-tugas yang berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

Menyadari pentingnya kemampuan penalaran, komunikasi matematis dan keyakinan kemandirian belajar siswa tersebut. Salah satu cara dalam menggali dan mengembangkan kemampuan matematis dan sikap siswa tersebut yaitu dengan menciptakan suasana belajar yang mendorong siswa aktif mengkonstruksi kemampuan matematis serta sikapnya. Namun kenyataan di lapangan, menunjukkan kondisi yang berbeda. Pembelajaran matematika cenderung abstrak dan diberikan secara klasikal melalui metode ceramah tanpa banyak melihat kemungkinan penerapan metode lain yang sesuai dengan jenis materi, bahan dan alat yang tersedia. Hal ini sejalan dengan pendapat Turmudi (2009) bahwa pembelajaran selama ini, guru bertindak sebagai penggerak utama proses belajar mengajar, sehingga orientasinya adalah bagaimana guru mengajar, bagaimana guru menyampaikan bahan matematika, bagaimana guru menuliskan uraian, bagaimana guru menilai, dan aktivitas-aktivitas guru lainnya dalam kegiatan belajar mengajar. Inilah yang dikenal sebagai Teacher-Centered Approach. Artinya siswa hanya memperoleh informasi dari guru saja. Kegiatan belajar mengajar hanya berlangsung satu arah. Siswa jarang diberi kesempatan untuk mengemukakan idenya atau menyampaikan gagasannya.

(27)

8

meningkatkan kemampuan penalaran, komunikasi matematis dan keyakinan kemandirian belajar yaitu pembelajaran penemuan terbimbing.

Bruner (Markaban, 2006) mendefinisikan penemuan sebagai suatu proses, suatu jalan/cara dalam mendekati permasalahan bukannya suatu produk atau item pengetahuan tertentu. Proses penemuan dapat menjadi kemampuan umum melalui latihan pemecahan masalah dan praktek membentuk dan menguji hipotesis. Di dalam pandangan Bruner, belajar dengan penemuan adalah belajar untuk menemukan, dimana seorang siswa dihadapkan dengan suatu masalah atau situasi yang tampaknya ganjil sehingga siswa dapat mencari jalan pemecahan.

Pembelajaran penemuan merupakan salah satu pembelajaran berlandaskan paradigma konstruktivisme (Rooney, 2009). Paradigma konstruktivisme merupakan basis reformasi pendidikan saat ini. Belajar menurut paham ini yaitu merupakan kegiatan aktif siswa untuk membangun pengetahuannya berdasarkan pengalaman dan pengetahuan mereka sebelumnya. Disamping itu, pembelajaran penemuan ini sejalan dengan tujuan pembelajaran matematika, dimana menurut Gulo (Trianto, 2009) pembelajaran penemuan merupakan rangkaian kegiatan belajar yang melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan siswa untuk mencari dan menyelidiki secara sistematis, kritis, logis, analitis, sehingga siswa mampu merumuskan sendiri penemuannya dengan penuh percaya diri. Terlihat bahwa pembelajaran penemuan dapat meningkatkan keyakinan siswa akan kemampuannya karena mereka menemukan sendiri konsep materi yang dipelajari.

(28)

9

yaitu siswa SMP, mereka masih membutuhkan bimbingan guru dalam proses pembelajaran.

Dalam pembelajaran penemuan terbimbing guru menyediakan masalah dan mendorong siswa untuk menyelesaikan masalah tersebut secara berkelompok. Guru bertindak sebagai penunjuk jalan, membantu siswa agar mempergunakan konsep, ide-ide dan keterampilan yang telah dipelajari sebelumnya untuk memperoleh pengetahuan yang baru. Bimbingan ini merupakan pengarahan yang dapat berbentuk pertanyaan-pertanyaan baik secara lisan ataupun tulisan yang dituangkan dalam LKS. Pengajuan pertanyaan yang tepat oleh guru akan merangsang kreativitas dan siswa menemukan pengetahuan yang baru. Pengetahuan yang baru akan melekat lebih lama jika siswa dilibatkan secara langsung dalam proses pemahaman dan mengonstruksi konsep atau prinsip pengetahuan tersebut.

Siswa diharapkan dapat mencari dan menemukan sendiri jawaban dari suatu masalah yang dipertanyakan dengan cara melakukan pengamatan, mengumpulkan data, menganalisis dan menarik kesimpulan. Dengan demikian model pembelajaran penemuan terbimbing diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa. Selanjutnya, untuk mengembangkan keyakinan kemandirian belajar siswa Corte merumuskan tiga komponen yang harus dilakukan yaitu “…realistic and challenging tasks; variation in teaching methods including teacher modelling, guided practice, small

group work and whole class instruction; and classrooms that foster positive

dispositions towards learning mathematics”(Darr & Fisher, 2004). Pada

(29)

10

meningkatkan kemampuan komunikasi siswa, karena intensitas siswa dalam mengemukakan pendapatnya semakin tinggi.

Pembelajaran penemuan terbimbing berorientasi pada student centered (Rooney, 2009). Tahapan pembelajaran penemuan terbimbing yang akan dilakukan dalam penelitian ini dimodifikasi dari tahapan pembelajaran penemuan terbimbing menurut Markaban (2006) yaitu: (1) apersepsi, (2) pengajuan masalah, (3) mengajukan konjektur, (4) mengumpulkan data, (5) menguji konjektur, dan (6) merumuskan kesimpulan.

Berkaitan dengan uraian yang telah dikemukakan di atas, peneliti tertarik untuk mengajukan penelitian dengan judul ”Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis dan Keyakinan Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing”

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

a) Apakah peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional?

b) Apakah peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional?

c) Apakah terdapat perbedaan proporsi keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional?

d) Bagaimanakah gambaran keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional?

(30)

11

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, penilitian ini bertujuan untuk mengkaji:

a) Peningkatan kemampuan penalaran matematis antara siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

b) Peningkatan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

c) Perbedaan proporsi keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

d) Gambaran keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

1.4Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

a) Sebagai bahan pertimbangan bagi guru matematika khususnya, dalam menerapkan pembelajaran penemuan terbimbing sebagai salah satu alternatif untuk meningkatkan kualitas pembelajaran.

b) Memberikan informasi tentang pengaruh pembelajaran penemuan terbimbing terhadap kemampuan penalaran, komunikasi matematis serta keyakinan kemandirian belajar siswa SMP.

c) Memberikan informasi tentang sejauh mana peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis melalui pembelajaran penemuan terbimbing.

(31)

12

1.5Definisi Operasional

Untuk menghindari terjadinya perbedaan penafsiran terhadap istilah-istilah yang terdapat pada rumusan masalah dalam penelitian ini, perlu dikemukakan definisi operasional sebagai berikut:

a) Pembelajaran penemuan terbimbing adalah bentuk pembelajaran penemuan yang dibimbing oleh guru melalui tahapan: 1) apersepsi, 2) pengajuan masalah, 3) mengajukan konjektur, 4) mengumpulkan data, 5)menguji konjektur, dan 6) merumuskan kesimpulan.

b) Pembelajaran konvensional dalam penelitian ini adalah pembelajaran yang biasa dilakukan guru di kelas yaitu pembelajaran yang bersifat informatif dari guru kepada siswa, siswa mendengar, mencatat, dan mengerjakan latihan yang diberikan guru.

c) Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan memberi penjelasan terhadap model, fakta, sifat, hubungan, atau pola yang ada, dan memeriksa validitas argumen, membuktikan, dan menyusun argument yang valid.

d) Kemampuan komunikasi matematis adalah kemampuan menyatakan suatu situasi atau masalah matematik atau kehidupan sehari-hari ke dalam bentuk gambar, diagram, bahasa atau symbol matematika; atau model matematika, dan menyatakan gambar ke dalam ide-ide matematika.

(32)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kuasi eksperimen. Pada kuasi eksperimen, subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi peneliti menerima keadaan subjek apa adanya (Ruseffendi, 2010). Pertimbangan penggunaan desain penelitian ini adalah untuk mengefektifkan waktu penelitian supaya tidak membentuk kelas baru yang akan menyebabkan perubahan jadwal yang telah ada. Sampel yang digunakan terdiri dari dua kelompok sampel. Kelompok pertama merupakan kelompok eksperimen yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan kelompok kedua merupakan kelompok kontrol yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

Desain rencana penelitian pada aspek kognitif yaitu untuk kemampuan penalaran dan komunikasi matematis adalah Non-equivalent Control Group Design , yang digambarkan sebagai berikut:

Kelas Eksperimen : O X O

...

Kelas Kontrol : O O

(Sugiyono, 2013) Keterangan :

O : Pretes dan postes (tes kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis)

X : Perlakuan pembelajaran penemuan terbimbing ... : Subjek tidak dikelompokkan secara acak.

(33)

30

3.2Populasi dan Sampel Penelitian

a. Populasi

Populasi penelitian adalah seluruh siswa kelas IX pada salah satu SMPN di Kabupaten Bandung Barat semester ganjil Tahun Ajaran 2014/2015 dengan materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Peneliti memilih populasi siswa kelas IX dari salah satu SMPN di Kabupaten Bandung Barat tersebut, karena siswa tersebut merupakan kelompok siswa yang dirasa siap untuk menerima perlakuan penelitian ini baik secara waktu dan materi yang tersedia.

b. Sampel

Dari populasi tersebut dipilih dua kelas sebagai sampel penelitian yang ditentukan berdasarkan purposive sampling dengan tujuan agar penelitian dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien terutama dalam hal pengawasan, kondisi subyek penelitian, waktu penelitian yang ditetapkan, kondisi tempat penelitian serta prosedur perizinan. Sampel dalam penelitian ini yaitu kelas IXA dan IXB. Dari dua kelas tersebut kemudian dipilih secara acak kelas yang menjadi kelompok eksperimen dan kelas yang menjadi kelompok kontrol. Terpilih kelas IXA sebagai kelompok kontrol dan kelas IXB sebagai kelompok eksperimen masing-masing berjumlah 42 dan 39 siswa.

3.3Variabel Penelitian

Variabel penelitian ini melibatkan dua jenis variabel yaitu variabel bebas dan terikat.

1. Variabel bebas pada penelitian ini yaitu model pembelajaran.

2. Variabel terikat pada penelitian ini yaitu kemampuan penalaran, komunikasi matematis dan keyakinan kemandirian belajar siswa.

(34)

31

Instrumen yang digunakan dalam penelitian terdiri dari dua jenis instrumen yaitu instrumen tes dan instrumen non-tes. Instrumen dalam bentuk tes terdiri dari pretes dan postes untuk mengukur kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa, sedangkan instrumen dalam bentuk non-tes terdiri dari skala keyakinan kemandirian belajar matematika siswa dan lembar observasi yang memuat indikator-indikator aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran. Berikut ini merupakan uraian dari instrumen yang digunakan.

3.4.1 Tes Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis

Instrumen tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah tes tertulis yang terdiri dari masing-masing 3 soal dalam bentuk uraian. Tes disusun berdasarkan pokok bahasan yang dipelajari siswa kelas IX SMP semester ganjil yaitu materi Bangun Ruang Sisi Lengkung. Penyusunan tes diawali dengan tahap-tahap sebagai berikut:

1) Menyusun kisi-kisi soal yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar dan indikator kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, nomor soal, indikator soal, serta soal.

2) Menyusun soal beserta alternatif jawaban dari masing-masing butir soal untuk memberikan penilaian yang objektif.

Tes berbentuk uraian maka kriteria pemberian skor untuk soal-soal penalaran dan komunikasi matematis berpedoman kepada holistic scoring rubrics dari Cai, Lane dan Jakabcsin (Ansari, 2003). Kriteria skor untuk tes ini dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.1

Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis

Skor Kriteria

4 Semua aspek pertanyaan tentang penalaran matematis dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap.

3 Hampir semua aspek pertanyaan tentang penalaran dan dijawab dengan benar.

[image:34.595.138.508.595.733.2]
(35)

32

[image:35.595.126.504.111.418.2]

penalaran atau menarik kesimpulan salah 0 Tidak ada jawaban

Tabel 3.2

Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis

Skor Kriteria

4 Dapat menjawab semua aspek pertanyaan tentang komunikasi matematis dan dijawab dengan benar dan jelas atau lengkap.

3 Dapat menjawab hampir semua aspek pertanyaan tentang komunikasi dan dijawab dengan benar.

2 Dapat menjawab hanya sebagian aspek pertanyaan tentang komunikasi dan dijawab dengan benar

1 Menjawab tidak sesuai atas aspek pertanyaan tentang komunikasi atau menarik kesimpulan salah

0 Tidak ada jawaban

Sebelum soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis diuji coba secara empiris, pada soal tes dilakukan pengujian validitas isi dan validitas muka. Validitas muka dilakukan dengan melihat tampilan dari soal itu yaitu keabsahan susunan kalimat atau kata-kata dalam soal sehingga jelas pengertiannya dan tidak salah tafsir atau kejelasan bahasa/redaksional dan gambar/representasi dari setiap butir tes yang diberikan. Sehingga suatu instrumen dikatakan memiliki validitas muka yang baik apabila instrumen tersebut mudah dipahami maksudnya dan siswa tidak mengalami kesulitan ketika menjawab soal. Validitas isi mengacu pada seberapa banyak materi tes tersebut dapat mengukur keseluruhan materi yang telah diajarkan. Menurut Sumintono & Widhiarso (2013) validitas isi dilakukan melalui dua tahap yaitu (a) menentukan isi definisi yang digunakan, dan (b) mengembangkan indikator yang mencakup semua hal yang terdapat dalam definisi tersebut.

(36)

33

yang dipelajari, dalam hal ini yang bertindak sebagai ahli adalah dosen pembimbing, guru matematika SMP dan teman sejawat yaitu rekan dari S2 pendidikan matematika. Setelah validasi ahli dilaksanakan dan diperoleh saran dari ahli dan teman sejawat mengenai isi dan desain instrumen tes, hasil validasi tersebut dijadikan dasar untuk merevisi instrumen tes.

Selanjutnya soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi diujicobakan kepada siswa kelas X SMAN 1 Lembang. Data yang diperoleh dari hasil ujicoba dianalisis untuk mengetahui karakteristik soal atau butir soal secara empiris. Pendekatan yang digunakan dalam analisis data hasil ujicoba yaitu Teori Respon Butir/Model Rasch (atau Item Response Theory, IRT). Analisis data dengan Model Rasch dilakukan dengan bantuan software Winstep 3.73.

a. Analisis Validitas

Untuk melihat validitas butir soal digunakan Model Rasch. Uji validitas ini dilakukan dengan bantuan software Winstep 3.73.. Hal yang dilihat adalah berdasarkan nilai Outfit Mean Square (MNSQ), Outfit Z-Standard (ZSTD), dan Point Measure Correlation (Pt Mean Corr). Dengan kriteria menurut Sumintono

& Widhiarso (2014) sebagai berikut.

Nilai Outfit Mean Square (MNSQ) yang diterima: Nilai Outfit Z-Standard (ZSTD) yang diterima:

Nilai Point Measure Correlation (Pt Mean Corr): Bila butir tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis memenuhi setidaknya dua kriteria di atas, maka butir soal atau pernyataan tersebut dapat digunakan, dengan kata lain butir tesebut valid. Hasil yang diperoleh dari uji validitas tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis adalah sebagai berikut:

Tabel 3.3

(37)

34

[image:37.595.127.494.112.307.2]

Dari tujuh butir soal tersebut, terdapat 1 butir soal yang tidak valid yaitu soal nomor tujuh, dimana nilai MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Corr tidak memenuhi kriteria. Artinya soal nomor tujuh tidak layak digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa pada penelitian ini.

Tabel 3.4

Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

Berdasarkan Tabel 3.4 terlihat bahwa semua soal kemampuan komunikasi valid, dimana nilai MNSQ, ZSTD, dan Pt Mean Corr memenuhi kriteria. Artinya semua soal kemampuan komunikasi layak digunakan untuk mengukur kemampuan penalaran matematis siswa pada penelitian ini.

(38)

35

Reliabilitas merupakan ketetapan hasil tes. Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes tersebut dapat memberikan hasil yang tetap (Arikunto, 2012). Hasil pengukuran harus sama (relatif sama) jika pengukurannya diberikan pada subjek yang sama meskipun dilakukan oleh orang yang berbeda, waktu yang berlainan, dan tempat yang berbeda pula. Rumus yang digunakan untuk menghitung reliabilitas tes ini adalah rumus Alpha yaitu:

Keterangan:

r11 = Reliabilitas instrumen

∑ i2 = Jumlah varians skor suatu butir tes t2 = Varians total

n = Banyaknya butir tes

4

[image:38.595.206.422.410.522.2]

Interpretasi mengenai besarnya reliabilitas butir soal sebagai berikut: Tabel 3.5

Klasifikasi Koefisien Reliabilitas

Besarnya nilai r11 Interpretasi

0,00 ≤ r11 ≤ 0,50 Buruk

0,50 ≤ r11 < 0,60 Jelek

0,60 ≤ r11 < 0,70 Cukup

0,70 ≤ r11 < 0,80 Bagus

0,80 ≤ r11 < 1,00 Bagus Sekali Sumintono & Widhiarso (2014)

Hasil perhitungan reliabilitas dari soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis yang telah di uji cobakan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran C.3. Rangkuman hasil uji reliabilitas tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 3.6

(39)

36

Berdasarkan Tabel 3.6 terlihat bahwa soal tes kemampuan penalaran matematis memiliki reliabilitas bagus dengan r11 = 0,73. Artinya, soal-soal tes pada penelitian ini akan memberikan hasil yang hampir sama jika diujikan kembali kepada siswa.

[image:39.595.118.511.143.257.2]

Selain reliabilitas tes, pada Model Rasch terdapat reliabilitas item. Pada Tabel 3.4 di atas, terlihat bahwa nilai reliabilitas item adalah 0,96. Dengan memperhatikan kriteria Item Reliability menurut Sumintono & Widhiarso (2014), yaitu:

Tabel 3.7

Klasifikasi Reliabilitas Item

Besarnya nilai r11 Interpretasi Lemah

Cukup

Bagus

Bagus Sekali

Istimewa

Berdasarkan klasifikasi pada Tabel 3.7 di atas, nilai reliabilitas item soal kemampuan penalaran matematis termasuk dalam kategori bagus sekali. Artinya butir soal kemampuan penalaran matematis akan memberikan hasil yang hamper sama jika diujikan kembali kepada siswa.

Tabel 3.8

[image:39.595.203.420.460.575.2]
(40)

37

Berdasarkan Tabel 3.8 terlihat bahwa soal tes kemampuan komunikasi matematis memiliki reliabilitas cukup dengan r11 = 0,63. Disamping itu, nilai reliabilitas item soal kemampuan komunikasi matematis termasuk kategori bagus sekali. Artinya, soal-soal tes pada penelitian ini akan memberikan hasil yang hampir sama jika diujikan kembali kepada siswa.

c. Analisis Derajat Kesukaran

Analisis derajat kesukaran tiap butir soal dilakukan untuk menunjukkan kualitas butir soal atau untuk mengetahui derajat kesukaran masing-masing soal yang diberikan, apakah soal tersebut termasuk kategori mudah, sedang, atau sukar.

[image:40.595.112.514.111.283.2]

Pada Model Rasch derajat kesukaran soal sudah diurutkan mulai dari soal yang sukar sampai soal yang mudah. Soal sukar berarti semakin sedikit peluang siswa berkemampuan rendah untuk mendapatkan jawaban benar dan sebaliknya untuk soal yang mudah. Berikut rangkuman derajat kesukaran soal tes kemampuan penalaran matematis:

Tabel 3.9

(41)

38

[image:41.595.248.378.107.296.2]

Berdasarkan Tabel 3.9 terlihat bahwa soal tes yang paling sulit dikerjakan oleh siswa adalah soal tes nomor tiga dengan total skor keseluruhan siswa yaitu 27, sedangkan soal tes yang paling mudah yaitu soal tes nomor satu dengan total skor 126.

Tabel 3.10

Derajat Kesukaran Tes Kemampuan Komunikasi Matematis

(42)

39

Instrumen keyakinan kemandirian belajar dikonstruksi dan dikembangkan oleh peneliti dengan mengacu pada kuesioner yang dikembangkan oleh Scristia (2014), dan dengan mengacu pada saran Usher & Pajares (2008), Joet, et.al (2011) bahwa untuk penelitian selanjutnya agar mengukur keyakinan kemandirian belajar siswa pada konteks akademik yang lebih spesifik. Hal ini karena keyakinan kemandirian belajar akan terprediksi secara efektif ketika diuji dalam tes akademik khusus, contohnya keyakinan kemandirian belajar pada pelajaran matematika yaitu sejauh mana mereka dapat mengelola tugas yang diberikan. Dalam penelitian ini keyakinan kemandirian belajar siswa dilihat dari keyakinan siswa dapat mengerjakan sendiri dengan benar tugas-tugas yang berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis.

Skala keyakinan kemandirian disusun dalam bentuk skala likert, dengan empat skala pilihan keyakinan, jika siswa menjawab pilihan (a) artinya siswa

“sangat yakin” dapat mengerjakan sendiri dengan benar, (b) artinya siswa “yakin”

dapat mengerjakan sendiri dengan benar, (c) artinya siswa “tidak yakin” dapat

mengerjakan sendiri dengan benar, dan (d) artinya siswa “sangat tidak yakin”

dapat mengerjakan sendiri dengan benar.

Sebelum instrumen digunakan dilakukan uji validitas muka dan validitas isi yang divalidasi oleh ahli atau evaluator yaitu dosen pembimbing, teman sejawat, yaitu rekan S2 pendidikan matematika dan satu orang guru Sekolah Menengah Pertama. Instrumen yang dinyatakan valid oleh ahli, selanjutnya dilakukan uji coba instrumen. Ujicoba dilakukan terhadap 38 siswa kelas X di SMAN 1 Lembang. Setelah dilakukan ujicoba diperoleh dari 12 butir skala keyakinan kemandirian belajar bisa digunakan.

3.4.3 Lembar Observasi

(43)

40

Dengan tujuan untuk dapat memberikan refleksi pada proses pembelajaran agar pembelajaran berikutnya menjadi lebih baik. Sedangkan aktivitas siswa yang digunakan untuk memperoleh gambaran tentang aktivitas siswa selama proses pembelajaran penemuan terbimbing. Hasil dari lembar observasi ini tidak dianalisis secara statistik, tetapi hanya dijadikan sebagai bahan masukan untuk pembahasan hasil secara deskriptif.

3.5 Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran dikembangkan dengan pertimbangan tuntutan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) agar siswa mampu mencapai kompetensi matematis yang relevan dengan tuntutan kurikulum. Perangkat pembelajaran pada penelitian ini adalah Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang disusun oleh peneliti dan dikonsultasikan kepada pembimbing serta guru bidang studi matematika. RPP ini terdiri dari RPP kelompok kontrol dan RPP kelompok eksperimen, yang masing-masingnya terdiri dari 6 kali pertemuan yang dilengkapi dengan soal-soal latihan yang menyangkut materi-materi yang telah disampaikan. Untuk kelompok eksperimen setiap satu RPP dilengkapi dengan lembar kegiatan siswa yang dikerjakan secara berkelompok. Lembar kegiatan siswa memuat materi kelas IX semester ganjil pada pokok bahasan Bangun Ruang Sisi Lengkung.

3.6 Prosedur Penelitian

Berikut ini merupakan tahapan-tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini:

(44)

41

Prosedur pada penelitian ini terdiri dari tiga tahapan yaitu tahap pendahuluan, tahap pelaksanaan, tahap pengumpulan data. Uraian dari ketiga tahap tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap Persiapan

Penyusunan Instrumen

Uji Coba Instrumen

Analisis Validitas, Reliabilitas, dan Derajat Kesukaran

Pelaksanaan Penelitian

Eksperimen:

Pembelajaran penemuan terbimbing

Kesimpulan Analisis Data

Kontrol:

Pembelajaran konvesional

Tes Akhir (Postes)

Angket Tes Awal (Pretes)

Angket, Observasi

(45)

42

Tahap persiapan penelitian meliputi tahap-tahap penyusunan proposal, dan seminar proposal, menetapkan jadwal kegiatan dan materi pelajaran matematika, penyusunan instrumen penelitian (silabus, RPP, lembar kegiatan siswa, skala keyakinan kemandirian belajar siswa, soal tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis, lembar observasi guru dan lembar observasi siswa), pengujian instrumen dan perbaikan instrumen.

b. Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitian meliputi tahap implementasi instrumen dan tahap pengumpulan data. Untuk kelompok eksperimen pembelajaran penemuan terbimbing dan kelompok kontrol dengan pembelajaran konvesional.

c. Tahap pengumpulan data

Tahap penulisan laporan meliputi tahap pengolahan data, analisis data, dan penyusun laporan secara lengkap.

3.7 Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini melalui tes yang diberikan terdiri dari tes kemampuan penalaran dan kemampuan komunikasi matematis. Pretes diberikan kepada kedua kelompok sampel sebelum diberi perlakuan, sedangkan postes diberikan kepada kedua kelompok sampel setelah diberikan perlakuan. Sedangkan data keyakinan kemandirian belajar siswa dikumpulkan melalui penyebaran skala di akhir pembelajaran, dan lembar observasi dilakukan oleh seorang observer yaitu teman sejawat, rekan dari S2 pendidikan matematika untuk observasi aktivitas siswa dan guru pada setiap pertemuan.

3.8 Teknik Analisis Data

(46)

43

Hasil tes kemampuan penalaran dan komunikasi matematis digunakan untuk mengkaji peningkatan kemampuan penalaran dan komunikasi siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Data yang diperoleh dari hasil pretes dan postes diolah dengan bantuan Microsoft Excell 2010 dan software SPSS 16 for Windows. Data yang diperoleh dari hasil tes kemampuan pemahaman dan komunikasi matematis diolah melalui tahapan sebagai berikut:

1. Menentukan skor peningkatan tes kemampuan penalaran dan komunikasi siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional dengan rumus gain ternormalisasi menurut Hake (1999) yaitu:

Normalized gain =

Keterangan:

= Skor postes = Skor pretes

Dengan kriteria indeks gain pada tabel berikut ini: Tabel 3.11

Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Skor Gain Interpretasi

g > 0,7 Tinggi

0,3 < g Sedang

g < 0,3 Rendah

2. Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui kenormalan atau tidaknya data skor pretes, postes dan gain kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Untuk itu rumusan hipotesisnya yaitu:

: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal : Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

(47)

44

N-gain kemampuan penalaran berdistribusi tidak normal, sedangkan data skor pretes dan postes kemampuan komunikasi matematis berdistribusi normal. Selanjutnya, untuk data skor N-gain kemampuan komunikasi matematis berdistribusi tidak normal. Untuk data skor yang berdistribusi tidak normal dapat dilakukan pengujian hipotesis penelitian dengan uji nonparametrik Mann Whitney U.

3. Uji Homogenitas

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah varians kedua kelompok antara kelas eksperimen dan kelas kontrol homogen. Adapun hipotesis yang akan diuji adalah:

:Varians populasi skor pretes siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional homogen

:Varians populasi skor pretes siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan pembelajaran konvensional tidak homogen

Untuk skor pretes dan postes kemampuan komunikasi yang berdistribusi normal dapat dilakukan uji homogenitas dengan menggunakan uji Levene. Hasil analisis menunjukkan bahwa skor peretes dan postes kemampuan komunikasi homogen.

4. Uji Perbedaan Rataan

Untuk skor peretes dan postes kemampuan komunikasi yang memenuhi syarat kenormalan dan homogenitas, dapat menggunakan uji perbedaan rataan dengan uji-t (Independent Sample T-Test). Sedangkan uji perbedaan rataan skor pretes, postes, N-gain kemampuan penalaran yang berdistribusi tidak normal menggunakan uji Mann Whitney U. Untuk skor N-gain kemampuan komunikasi juga dapat langsung menggunakan uji Mann Whitney U.

(48)

45

Angket keyakinan kemandirian belajar matematika yang terdiri dari 12 butir pernyataan diberikan kepada siswa setelah diberi perlakukan, yaitu kelompok eksperimen yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dan kelompok kontrol yang belajar melalui pembelajaran konvesional. Model skala sikap yang digunakan adalah model skala Likert. Derajat penilaian terhadap suatu pernyataan tersebut terbagi ke dalam 4 kategori, yaitu: jika siswa menjawab pilihan (a) yang berarti “sangat yakin” dapat mengerjakan sendiri dengan benar diberi skor 4, jika siswa menjawab pilihan (b) yang berarti “yakin” dapat mengerjakan sendiri dengan benar diberi skor 3, jika siswa menjawab pilihan (c) yang berarti “tidak yakin” dapat mengerjakan sendiri dengan benar diberi skor 2, jika siswa menjawab pilihan (d) yang berarti “tidak yakin” dapat mengerjakan sendiri dengan benar diberi skor 1. Dalam penelitian ini tidak menggunakan pilihan jawaban netral (N), hal ini bertujuan untuk menghindari kecenderungan siswa tidak berani memihak terhadap pernyataan-pernyataan pada angket keyakinan kemandirian.

Setelah diperoleh skor keyakinan kemandirian belajar, dilanjutkan dengan menghitung persentase jawaban siswa pada masing-masing indikator. Selanjutnya untuk menjawab hipotesis 3 yaitu:

H0 : Tidak terdapat perbedaan proporsi keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvesional.

H1 : Terdapat perbedaan proporsi keyakinan kemandirian belajar siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvesional.

(49)

46

3.8.3 Lembar Observasi

Data hasil observasi yang akan dianalisis adalah aktivitas siswa dan guru selama proses pembelajaran penemuan terbimbing. Pengolahan data dilakukan dari hasil penilaian pada setiap aspek kegiatan siswa dan guru. Dalam lembar observasi terdapat lima kategori penilaian yaitu, 1 = Sangat Kurang; 2 = Kurang; 3 = Cukup; 4 = Baik, dan 5 = Sangat Baik. Data hasil observasi ini disajikan dalam bentuk persentase yang akan dihitung persentase keterlaksanaan aktivitas siswa dan guru dalam setiap pertemuan.

Persentase keterlaksanaan aktivitas siswa dan guru diklasifikasikan dengan menggunakan aturan sebagai berikut:

Tabel 3.12

Klasifikasi Keterlaksanaan Aktivitas Siswa dan Guru

Persentase Klasifikasi

0 % < x ≤ 24 % Sangat Kurang

24 % < x ≤ 49 % Kurang

49 % < x ≤ 74 % Cukup

74 % < x ≤ 99 % Baik

(50)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis, temuan dan pembahasan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa:

a. Peningkatan kemampuan penalaran matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

b. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing lebih baik daripada siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

c. Tidak terdapat perbedaan proporsi keyakinan kemandirian belajar yang signifikan antara siswa yang belajar melalui pembelajaran penemuan terbimbing dengan siswa yang belajar melalui pembelajaran konvensional.

5.2Saran

Berdasarkan kesimpulan penelitian, berikut ini disajikan beberapa saran yang bersesuaian, di antaranya:

a. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran penemuan terbimbing dapat meningkatkan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis siswa lebih baik daripada pembelajaran konvensional, namun skor rataan yang diperoleh masih perlu ditingkatkan. Agar mencapai hasil yang lebih optimal perlu adanya perbaikan dari kegiatan belajar dan juga Lembar Kerja Siswa yang mengarah pada aktivitas penalaran dan menemukan.

b. Siswa yang menjawab sangat yakin, yakin, tidak yakin atau sangat tidak yakin pada lembar angket perlu ditindaklanjuti dengan wawancara terkait jawaban siswa.

(51)

105

belajar siswa dalam mengerjakan tugas-tugas yang berkaitan dengan kemampuan penalaran dan komunikasi matematis. Salah satu kemungkinan penyebabnya adalah waktu penelitian yang singkat untuk dapat mengubah perilaku dan keyakinan kemandirian siswa. Untuk penelitian selanjutnya hendaknya dapat mempertimbangkan durasi penelitian yang ideal.

d. Pembelajaran penemuan terbimbing pada tahapan mengumpulkan data memerlukan waktu yang relatif lama, karena siswa diberikan kesempatan untuk mengkonstruksi pengetahuannya berdasarkan pengetahuan sebelumnya dalam proses menemukan konsep materi yang dipelajari. Agar pembelajaran dapat terjadi secara sistematis sesuai dengan rencana, dan pemanfaatan waktu yang efektif, sebaiknya guru membuat menyusun skenario dan perencanaan yang matang pada bahan ajar yang digunakan.

(52)

DAFTAR PUSTAKA

Ansari, B. (2003). Menumbuhkan Kemampuan Pemahaman dan Komunikasi Matematik Siswa SMU Melalui Strategi Think-Talk-Write. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Arikunto, S. (2012). Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Baig, S., & Halai, A. (2006). “Learning Mathematical Rules with Reasoning”.

Eurasia Journal of Mathematics, Science and Technology Education. 2 (2), hlm. 15-39.

Bani, A. (2011). Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama Melalui Pembelajaran Penemuan Terbimbing. (Tesis), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Brenner, M. E. (1998). Delevopment of Mathematical Communication in Problem Solving Groups by Language Minority Students. Bilingual Research Journal, 22:2, 3 & 4 Spring, Summer, & Fall 1998.

Dahar, R. W. (1996). Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.

Darr, C. & Fisher, J. (2004). Self-Regulated Learning in the Mathematics Class [Online]. Tersedia: http://www.nzcer.org.nz//pdfs/13903.pdf. [10 Februari 2014].

Depdiknas. (2006). Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Jakarta: Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah.

Goodman & Smart. (1999). Emotional Intelegence. New York: Bantam Books. Hake, R. R. (1999). Analyzing Change/Gain Scores [Online]. Tersedia:

http://www.physicsIndiana.edu/sdi/AnalyzingChangeGain.pdf. [13 Maret 2014].

(53)

107

Hidayati, K & Listyani, E. Improving Instruments of SStudents’ Self-Regulated Learnig. [Online]. Tersedia: http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/pdf. [10 Februari 2014]

Hulukati, E. (2005). Mengembangkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP melalui Model Pembelajaran Generatif. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Hutapea, N. M. (2012). Peningkatan Kemampuan Penalaran, Komunikasi Matematis dan Kemandirian Belajar Siswa SMA Melalui Pembelajaran Generatif. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Joet, et.al. (2011). Sources of Self-Efficacy: An Investigation of Elementary School Students in France. Journal of Educational Psychology. 103(3), hlm. 649-663.

Joo, et.al. (2000). Efficacy for Regulated Learning, Academic Self-Efficacy, and Internet Self-Efficacy in Web Based Instruction. Educational Technology Research and Development. 48(2), hlm 5-17.

Kosko, K.W & Wilkins, J.L.M. (2010). “Mathematical Communication and Its Relation to the Frequency of Manipulative Use”. International Electronic Journal of Mathematics Education. 5, (2), 79-90.

Kusumah, Y. (2008). Konsep pengembangan dan Implementasi Computer Based Learning dalam Meningkatkan Kemampuan High Order Mathematical Thinking. Pidato pada Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Pendidikan Mathematika pada FPMIPA UPI. Bandung.

Lie, A. (2002). Cooperative Learning Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta: Grasindo.

Markman, A. & Getner, D (2001). Learning and reasoning. Annual review of psychology (Vol.51). Palo Alto, CA: Annuar review

Markaban. (2006). Model Pembelajaran Matematika dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing. Depdiknas: Yogyakarta.

(54)

108

Mullis, dkk. (2000). TIMSS 1999: International Mathematics Report. Boston: ISC.

National Council of Teachers of Mathematics (NCTM). (2000). Principles and Standards of Mathematics Education. [Online]. Tersedia di: http://www.nctm.org. [24 Februari 2014].

Offirstson, T. (2013). Pembelajaran Geometri dengan Pendekatan Inkuiri Berbantuan Software Cinderella untuk Meningkatkan Kemampuan Penalaran dan Pemecahan Masalah Matematis. Jurnal Pendidikan Matematika: Sigma Didaktika. Bandung: APMI FPMIPA UPI.

Pape, S.J, et.al. (2003). “Developing Mathematical Thinking and Self-Regulated Learning: A Teaching Experimen in A Seventh-Grade Mathematics Classroom”. Educational Studies in Mathematics. 53 ( 2), hlm. 179-202.

Prabawanto, S. (2013). Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah, Komunikasi dan Self-Efficacy Matematis Matematis Mahasiswa Melalui Pembelajaran dengan Pendekatan Metacognitif Scaffolding. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Qahar, A. (2010). Mengembangkan Kemampuan Pemahaman, Koneksi dan Komunikasi Matematis serta Kemandirian Belajar Siswa SMP melalui Reciprocal Teaching. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Robert Ronger. (1990). The 10 Habits of Highly Successful People: Powerful Strategies for Personal Triumphs. Malaysia: Wynwood Press.

Rohaeti, E. E. (2003). Pembelajaran dengan Metode IMPROVE untuk meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa SLTP. (Tesis), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung. (Disertasi), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Rooney, C. (2009). How am I Using Inquiry-Based Learning to Improve My Practice and to Encourage higher Order Thinking Among My Students of Mathematics?. Education Journal of Living Theories. 5 (2), hlm. 99-127. Rusefendi, E. T. (2010). Dasar-Dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non

Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.

(55)

109

Sagala, S. (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran. Alfabeta. Bandung.

Scristia. (2014). Meningkatkan Kemampuan Mathematical Visual Thinking dan Self-Efficacy Siswa SMP Melalui Metode Discovery Learning. (Tesis), Sekolah Pascasarjana, Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Shadiq, Fadjar. (2004). “Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi”. Makalah pada PPPG, Yogyakarta.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantatif, Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta

Suherman, E., Turmudi, Suryadi, D., Herman, T., Suhendra, Prabawanto, S., Nurjanah., & Rahayati, A. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.

Sumarmo, U. (2013). Kumpulan Makalah: Berpikir dan Disposisi Matematik serta Pembelajarannya. FPMIPA UPI: Bandung.

Sumintono & Widhiarso. (2014). Aplikasi Model Rasch untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial. Tim Komunikata Publishing House: Bandung.

Tilmam, K.J & Weiss, M (2000). Self-Regulated Learning as cross-Curriculer Conpetence (PISA) [Online]. Tersedia: http://www.pisa.no/pdf/ turmoionste2004.pdf. [4 Maret 2014].

Trianto. (2007). Model – Model Pembelajaran Inovatif Berorientasi Konstruktivistik. Jakarta : Prestasi Pustaka.

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Usher, et.al. (2011). Sources of Self-Efficacy: An Investigation of Elementary School St

Gambar

Gambar                                                                                                      Halaman
Tabel 3.1         Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Penalaran Matematis
Tabel 3.2  Kriteria Penilaian Kemampuan Komunikasi Matematis
Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
+5

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan rumusan masalah, pengajuan hipotesis, analisis data penelitian dan pembahasan masalah maka dapat disimpulkan bahwa pengembangan bahan ajar berkarakter

4.9 Menyunting teks deskriptif lisan dan tulis, sederhana, tentang orang, tempat wisata, dan bangunan bersejarah terkenal, dengan emperhatikan fungsi sosial, struktur teks, dan

Dalam keabsahannya bergantung pada kenyataan bahwa medan listrik akibat suatu muatan titik tunggal berbanding terbalik dengan kuadrat jarak dari muatan itu.

2014, telah mengadakan Pemberian Penjelasan (Aanwijzing) Seleksi Umum Prakualifikasi Pekerjaan Pengadaan Jasa Konsultansi Perencanaan Pembangunan Gedung Lanjutan II

diberikan, diperkirakan semakin baik karakteristik magnet yang akan dihasilkan.. Dengan teknologi proses yang digunakan ini yang relatif lebih sederhana

Sondang Pintauli, drg., Ph.D sebagai Ketua Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Pencegahan/ Kesehatan Gigi Masyarakat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara dan selaku

Bahwa Undang-undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik mengamanatkan bahwa gugatan ke pengadilan terhadap putusan ajudikasi Komisi Informasi dapat

Studi Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematik dan Kemandirian Belajar Siswa pada Kelompok Siswa yang Belajar Reciprocal Teaching dengan Pendekatan Metakognitif