• Tidak ada hasil yang ditemukan

GAMBARAN DAN ANALISIS USAHATANI PEMBIBITAN (PreNursery)KELAPA SAWIT (Elais guineensis)rakyat (Studi Kasus: Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "GAMBARAN DAN ANALISIS USAHATANI PEMBIBITAN (PreNursery)KELAPA SAWIT (Elais guineensis)rakyat (Studi Kasus: Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DAN ANALISIS USAHATANI PEMBIBITAN (PreNursery)KELAPA SAWIT (Elais guineensis)RAKYAT

(Studi Kasus:

Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

IVAN KURNIA 130304037 AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(2)

GAMBARAN DAN ANALISIS USAHATANI PEMBIBITAN (PreNursery)KELAPA SAWIT (Elais guineensis)RAKYAT

(Studi Kasus:

Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH : IVAN KURNIA

130304037 AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar

Sarjana Di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2017

(3)
(4)
(5)

ABSTRAK

IVAN KURNIA (1303040937) dengan judul skripsi “Gambaran dan Analisis Usahatani Pembibitan (Pre Nursery) Kelapa Sawit (Elais Guineensis) Rakyat (Studi Kasus : Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)”.dibawah bimbingan Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P sebagai Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu Dr.

Ir. Salmiah, M.S sebagai Anggota Komisi Pembimbing. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui besar biaya pembibitan kelapa sawit, menganalisi kelayakan finansial usahatani pembibitan kelapa sawit serta mengetahui hubungan antara subsistem pada subsistem agribisnis usahatani pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah penelitian dilakukan secara purposive (sengaja). Penentuan sampel penelitian menggunakan metode sensus yaitu sebanyak 17 petani pembibitan kelapa sawit. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis usahatani, analisis kelayakan finansial, dan analisis deskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa Biaya usahatani pembibitan pre nusery kelapa sawit di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat sebesar Rp. 5.512.958,20, dengan rata-rata biaya produksi sebesar Rp. 1.435 per bibit kelapa sawit.

Pembibitan Kelapa Sawit tergolong layak diusahakan secara finansial (R/C = 3,16 dan B/C = 2,16) serta hubungan antar subsistem pada subsistem agribisnis pembibitan pre nursery kelapa sawit dari subsistem hulu hingga subsistem penunjang di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat saling berkaitan

Kata Kunci : Kelapa Sawit, Biaya, Kelayakan Finansial, Subsistem Agribisnis

(6)

ABSTRACT

IVAN KURNIA (130304037) with thesis entitled, Description And Analysis On Pre Nursery Of Small Holder’s Oil Palm (Elais Guineensis) ( A Case Study In Selesai Subdistrict, Langkat Regency). The thesis was supervised by Dr. Ir.

Luhut Sihombing, M.P. as the Chairperson of Supervisory Committee and Dr.

Ir.Sakmiah, M.S as the Member of the Supervisory Committee. The objective of the research was to find out the cost of oil palm pre nursery, to analyze financial feasibility of oil palm pre nursery agribusiness, and to find out the correlation among sub-systems in oil palm pre nursery agribusiness sub-system in Selesai Subdistrict, Langkat Regency, North Sumatera Province. The research location was determined purposively. The samples were 17 oil palm pre nursery growers.

The data were analyzed by using agribusiness analysis, financial feasibility analysis, and descriptive analysis. The result of the research showed that the cost oil palm pre nursery agribusiness in Selesai Subdistrict wa Rp. 5,512,958.20 with the average production cost of Rp. 1,435 per oil palm seedling. Oil palm pre nursery was financially feasible (R/C = 3,16), and there was the correlation among the sub-systems oil palm pre nursery agribusiness sub-system from the upstream sub-systems until the supporting sub-system in Selesai Subdistrict, Langkat Regency.

Keywords: Oil Palm, Cost, Financial Feasibility, Agribusiness Sub-system

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Ivan Kurnia, lahir di Medan pada tanggal 20 Juli 1996. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari Bapak Sony Kurnia dan Ibu Suyani Tjoa. Pendidikan formal yang pernah ditempuh dan kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut :

1. Tahun 2001 masuk Sekolah Dasar di SD Methodist Pematang Siantar dan tamat tahun 2007.

2. Tahun 2007 masuk Sekolah Menengah Pertama di SMP Methodist Pematang Siantar dan tamat tahun 2010.

3. Tahun 2010 masuk Sekolah Menengah Atas di SMA Methodist Pematang Siantar dan tamat tahun 2013.

4. Tahun 2013 diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur undangan (SNMPTN).

5. Pada bulan Juli - Agustus 2016 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Desa Kerapuh, Kecamatan Dolok Masihul, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

6. Anggota Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian (IMASEP) Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat yang telah dianugerahkanNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik sebagai salah satu syarat untuk dapat memperoleh gelar sarjana di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dengan judul skripsi “Gambaran dan Analisis Usahatani Pembibitan (Pre Nursery) Kelapa Sawit (Elais Guineensis) Rakyat (Studi Kasus : Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat)”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ir. Luhut Sihombing, M.P selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta saran dan selalu memberikan banyak nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

2. Ibu Dr. Ir. Salmiah, M.S selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, arahan, serta saran dan selalu memberikan banyak nasehat sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini di waktu yang tepat.

3. Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku Ketua Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Ir. M. Jufri, M.Si selaku Sekretaris Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

5. Ibu Siti Khadijah H. N. S.P., M.Si selaku Dosen Penasihat Akademik yang telah memberikan saran dan nasihat kepada penulis selama perkuliahan.

(9)

6. Kedua orang tua tercinta Bapak Sony Kurnia dan Ibu Suyani Tjoa yang selalu mendoakan, mendukung, memberikan banyak perhatian, kasih sayang, motivasi serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

7. Adik tercinta Elvira serta kakak tercinta Suriyati Lai dan Nivory Veronica yang memberikan banyak perhatian, kasih sayang, motivasi serta dukungan baik moril maupun materil sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini dengan baik.

8. Sahabat SMA terbaik Steffi Indayang, Edwin Wijaya, Alvin Yap yang telah memberikan motivasi dan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan studi ini pada waktu yang tepat.

9. Sahabat sedoping ALS Rei, Febrinae, Novita, Tiara, bang Christ, bang Anggi, kak Sylvia dan alumni ALS kak Angel, kak Vanny, kak Vero, bang Yovi dan bang Yoga yang telah membantu penulis semasa menjalani skripsi melalui ilmu pengetahuan, pengalaman, motivasi dan dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik.

10. Seluruh teman-teman seangkatan 2013 dan seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan selama penulis menempuh pendidikan dan penulisan skripsi.

11. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta kepada seluruh staf pengajar dan seluruh staf pegawai Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, khususnya staf pegawai yang ada di Departemen Agribisnis Kak Runi dan Kak Lisbeth yang telah membantu seluruh proses administrasi.

(10)

12. Seluruh instansi dan responden yang terkait dengan penelitian penulis yaitu, Bapak Buana Bangun, DIli Bangun, Ali Sitepu dan masih banyak lagi yang telah banyak membantu penulis mengumpulkan data dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna, sehingga penulis menerima saran dan kritik yang bersifat membangun untuk penyempurnaan skripsi ini. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat berguna bagi pembaca dan pihak-pihak yang membutuhkan. Akhir kata, penulis mengcapkan terima kasih.

Medan ,14 Desember 2017

Penulis

(11)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 5

1.4 Kegunaan Penulisan ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka ... 6

2.1.1 Sistem Agribisnis Kelapa Sawit ... 6

2.1.2 Aspek Eknonomi Kelapa Sawit ... 12

2.2 Landasan Teori ... 13

2.3 Penelitian Terdahulu ... 17

2.4 Kerangka Pemikiran ... 17

2.5 Hipotesis Penelitian ... 20

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 21

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 23

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 24

3.4 Metode Analisis Data ... 24

3.5 Definisi dan Batasan Operasional ... 26

3.5.1 Definisi ... 26

3.5.2 Batasan Operasional ... 27

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Deskripsi Daerah Penelitian ... 28

4.2 Letak dan Geografis ... 28

(12)

4.3 Keadaan penduduk ... 28

4.4 Sarana dan Prasarana ... 29

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Usahatani Pembibitan Pre Nursery di Kecamatan Selesaii ... 32

5.1.1 Kebutuhan Fisik Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit ... 32

5.1.1.1Penggunaan Bibit ... 5.1.1.2 Pengolahan Tanah dan Penanaman ... 32

5.1.1.3 Pemeliharaan ... 36

5.1.1.4 Panen ... 40

5.1.2 Harga Kebutuhan Fisik Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit ... 40

5.2 Biaya Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit... 41

5.2.1 Biaya Usahatani Pre Nursery Kelapa Sawit ... 41

5.2.1.1 Biaya Tetap (Fixed Cost) ... 42

5.2.1.2 Viaya Variabel (Variable Cost) ... 44

5.2.1.3 Rekapitulasi Biaya Usahatani Pembibitan Pre Nursery KelapaSawit 50 5.3 Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit ... 52

5.3.1 Analisis R/C Ratio ... 53

5.4 Hubungan Antar Subsistem pada Susbistem Agribisnis ... 54

5.4.1 Subsistem Hulu (Pengadaan Sarana Produksi)... 54

5.4.2 Subsistem Usahatani ... 55

5.4.3 Subsistem Pengolahan Hasil... 55

5.4.4 Subsistem Pemasaran ... 56

5.4.5 Subsistem Penunjang (Kelembagaan) ... 56

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 58

6.2 Saran ... 58 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Data Luas Areal, Produksi dan Produktivitas

Kelapa Sawit Sumatera Utara 2014-2016 1

3.1

Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten/

Kota, 2015

22

3.2

Luas Tanam Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan, Tahun 2015

23

4.1

Banyaknya Penduduk Dirinci Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan Tahun 2014*

29

4.2

Banyaknya Sarana Kesehatan Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2014

30

4.3

Sarana Ibadah Menurut Agama dan Desa/Kelurahan Tahun 2014

31

5.1

Rata-Rata Kebutuhan Tanah di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

33

5.2

Rata-Rata Kebutuhan Polybag di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

33

5.3

Rata-Rata Kebutuhan Benih Kelapa Sawit di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

34

5.4

Rata-rata Kebutuhan Cangkul di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

35

5.5

Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

35

5.6

Rata-rata Kebutuhan Pupuk di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

36

5.7

Rata-rata Kebutuhan Pestisida di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

37

5.8

Rata-rata Kebutuhan Hand Sprayer di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

38

5.9 Rata-rata Kebutuhan Gembor di Kecamatan 38

(14)

Selesai, Kabupaten Langkat 5.10

Rata-rata Kebutuhan Gembor di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

39

5.11

Rata-rata Kebutuhan Tenaga Kerja di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

40

5.12

Harga Kebutuhan Fisik Usahatani Pre Nursery Kelapa Sawit

41

5.13

Biaya Penyusutan Peralatan Pertanian Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit

43

5.14

Kebutuhan dan Biaya Benih Kelapa Sawit pada Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit per Musim Tanam

44

5.15

Kebutuhan dan Biaya Polybag pada Petani Sampel Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit per Musim Tanam

45

5.16

Kebutuhan dan Biaya Tanah pada Petani Sampel Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit per Musim Tanam

46

5.17

Kebutuhan dan Biaya Pupuk pada Petani Sampel Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit Per Musim Tanam

47

5.18

Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawitdan Biaya Pestisida pada Petani Sampel Usahatani

48

5.19

Kebutuhan dan Biaya Tenaga Kerja pada Petani Sampel Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit

50

5.20

Rekapitulasi Biaya Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

51

5.21

Nilai R/C Ratio Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit,Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

53

(15)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Skema Kerangka Pemikiran 19

(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Judul

1 .

Karakteristik Petani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit Di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat

2. Penerimaan Usahatani Pre Nursery Kelapa Sawit 3. Biaya Benih Usahatani Pre Nursery Kelapa Sawit 4. Biaya Polybag Usahatani Pre Nursery Kelapa Sawit

5. Biaya Pupuk Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit 6. Biaya Pestisida Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit 7.

8.

Biaya Tanah Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit Biaya Upah Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit 9. Biaya Penyusutan Alat Usahatani Pembibitan Pre Nursery

Kelapa Sawit

10. Biaya Tetap (Fixed Cost) Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit

11. Biaya Variabel (Variable Cost) Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit

12. Rekapitulasi Biaya Tetap (Fixed Cost) dan Biaya Variabel (Variable Cost) Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit 13. Pendapatan Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit 14. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Pembibitan Pre Nursery

Kelapa Sawit (R/C ratio dan B/C ratio)

(17)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis jacq) dimasukkan kali ke Indonesia pada tahun 1848 dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Percobaan demi percobaan telah dilakukan dan mulai diperkebunkan secara komersial pada tahun 1911 di Tanah Itam Ulu (Sumatera Utara). Perkebunan kelapa sawit ini terus berlanjut dan berkembang. Menjelang perang Dunia II Indonesia merupakan pengekspor utama minyak sawit di dunia dengan luas areal 109.600 ha dan produksi 239.887 ton minyak sawit. Pengembangannya terhenti bahkan luas areal trus berkurang sampai tahun 1967. Pada tahun 1968, luas areal kembali mencapai luas keadaan sebelum perang dunia II. Sejak saat itu sampai berakhirnya PJPT I(1993/1994), perluasan areal sangat cepat berlangsung terutama sejak tahun 1983 yang setiap tahun bertambah 100-150 ribu ha. Luas areal pada tahun 1993 telah mencapai 1.619.998 ha (Lubis, Adlin. 1994).

Komposisi kepemilikan perkebunan kelapa sawit, produksi serta produktivitas pada tahun 2014-2016 dapat di lihat pada tabel 1:

Tabel 1.1 Data Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Kelapa Sawit Sumatera Utara 2014-2016

Tahun Luas Lahan

(Ha) Produksi (Ton) Produktivitas (Kg/Ha)

2014 1.396.273 4.970.202 4.248

2015 1.443.820 5.099.246 4.301

2016 1.446.420 5.314.644 4.415

Sumber : Direktorat Jendral Perkebunan Kementan, 2016

1

(18)

Kelapa sawit meningkat sangat tajam, jika pada tahun 1978 produksi minyak sawit mentah atau CPO hanya 181.444 ton saja, sedangkan produksi 1993 kini telah mencapaai 3.421.4449 ton, sumbangan produksi terbesar masih dari PTP yaitu 1.469.272 ton atau 40% dan perkebunan rakyat 582.020 ton atau 17%.

Sejalan dengan produksi ini maka jumlah pabrik pengolahan juga meningkat yang saat ini kapasitas terpasangnya adalah 3.916 ton/TBS/jam (Khaswarina, 2001)

Tanaman kelapa sawit merupakan salah satu jenis tanaman perkebunan yang menduduki posisi penting dalam sektor pertanian umumnya, dan sektor perkebunan khususnya. Hal ini disebabkan karena dari sekian banyak tananam yang menghasilkan minyak atau lemak, kelapa sawit yang menghasilkan nilai ekonomi terbesar per hektarnya di dunia (Khaswarina, 2001).

Menurut Pahan (2006), Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar kedua di dunia setelah Malaysia. Sebanyak 85% lebih pasar dunia kelapa sawit dikuasai oleh Indonesia dan Malaysia. Menurut Derom Bangun, Ketua GAPKI (Gabungan Perusahaan Kelapa Sawit Indonesia), pada tahun 2008 diperkirakan Indonesia menjadi produsen kelapa sawit terbesar di dunia. Perkebunan kelapa sawit pun bisa menghadirkan prestasi-prestasi yang membanggakan dan layak untuk ditiru. Kesemuanya itu bergantung pada manajemen dan pemimpinnya.

Dalam sepuluh tahun terakhir ini luas areal kelapa sawit di Sumatera Utara meningkat dari sekitar 650 ribu hektar tahun 2000 menjadi 1,05 juta hektar tahun 2010. Dengan luas tersebut, pangsa Sumatera Utara dalam luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia tahun 2010 sekitar 14 persen atau urutan kedua setelah Riau.

(19)

Dengan luas perkebunan tersebut produksi minyak sawit Sumatera Utara tahun 2010 mencapai 3,18 juta ton atau sekitar 17 persen dari total produksi CPO nasional. Pangsa produksi CPO yang lebih besar dari pangsa luas areal menggambarkan bahwa Sumatera Utara masih unggul dalam produktivitas minyak per hektar secara nasional (Tarigan, 2011).

Industri pengolahan kelapa sawit di Indonesia terus mengalami peningkatan.

Sampai dengan tahun 1998 tercatat lebih dari 84 produsen minyak kelapa sawit, sedangkan jumlah pabrik mencapai 205 pabrik dengan kapasitas produksi minyak sawit (crude palm oil, CPO) mencapai 8.074 ton/TBS/tahun yang tersebar hampir seluruh propinsi di Indonesia (Pahan, I. 2006).

Menurut Pahan (2006), setiap subsistem dalam sistem agribisnis kelapa sawit di Indonesia mempunyai keterkaitan ke belakang (backward linkage) dan keterkaitan ke depan (forward linkage). Subsistem pengolahan menyunjukan bahwa akan berfungsi dengan baik jika ditunjang oleh ketersediaan bahan baku yang dihasilkan oleh subsistem produksi primer. Subsistem pengolahan akan berhasil dengan baik jika menemukan pasar untuk produksinya. Derajat keterkaitan antar subsistem agribisnis kelapa sawit Indonesia dipengaruhi oleh faktor-faktor internal dan eksternal.

Luas perkebunan rakyat yang terus meningkat menunjukkan minat rakyat yang terus meningkat untuk usaha ini. peningkatan ini tidak serta merta didukung dengan kestabilan harga. Atas dasar inilah diperlukan ukuran berupa kriteria investasi untuk memberikan verifikasi terkait dengan kelayakan finansial usahatani pembibitan kelapa sawit. Untuk mencapai maksud tersebut akan

(20)

dilakuikan: (1) penyusunan cash in-flow dan outflow dalam usahatani pembibitan kelapa sawit; (2) perhitungan terkait kriteria investasi finansial untuk menunjukkan nilai kelayakan finansial (Maria, 2013).

Dari pra survei yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa selama ini usahatani pembibitan rakyat di daerah penelitian tidak pernah terdata dalam dinas pertanian maupun lembaga/instansi dikarenakan petani yang mengusahakan pembibitan kelapa sawit merupakan usahatani dalam skala kecil dan musiman dan bibit kelapa sawit yang di perjual belikan tidak bersertifikat. Biasanya petani mengusahakan pembibitan kelapa sawit di sekitar tempat tinggalnya, dan usahatani pembibitan kelapa sawit tidak menjadi sumber pendapatan utama. Hal ini lah yang membuat peneliti ingin meneliti usahatani dari pembibitan rakyat serta saluran agribisnis dari pembibitan kelapa sawit rakyat tersebut.

Seperti halnya berbagai macam jenis usaha, para pelaku usahatani tentulah menginginkan agar usaha mereka dapat menguntungkan. Kiranya dengan dilakukannya analisis kelayakan finansial, para petani dapat melihat layak atau tidak usahatani yang sedang dikelolanya serta dapat memberikan pencerahan bagi para pelaku agribisnis dapat membuat perhitungan-perhitungan dalam mengelola usahanya sehingga yang diperoleh bisa optimal dan tentunya memberikan keuntungan (Maria. 2013).

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu diteliti:

(21)

1) Berapa besar biaya pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat?

2) Bagaimana kelayakan finansial usahatani pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat?

3) Bagaimana hubungan subsistem agribisnis usahatani antar subsistem pada pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat?

1.3 Tujuan Penelitian

1) Untuk mengetahui berapa besar biaya pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

2) Menganalisis kelayakan finansial usahatani pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

3) Mengetahui hubungan subsistem agribisnis usahatani antar subsistem pada pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat

1.4 Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) Bahan informasi bagi pemerintah sehingga dapat membantu dalam menganalisis usahatani pembibitan kelapa sawit

2) Bahan informasi dan referensi bagi peneliti lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1. Sistem Agribisnis Kelapa Sawit

Menurut Pahan (2006), Kebutuhan minyak nabati dan lemak dunia terus meningkat sebagai akibat pertumbuhan penduduk dan peningkatan pendapatan domestik bruto. Jumlah penduduk di Negara-negara kawasan Timur-Jauh sekitar 3,2 milyar atau 50% dari penduduk dunia. Di daerah inilah, tingkat pertumbuhan ekonomi pada saat ini hingga tahun 2010 merupakan yang paling tinggi. Selain itu, konsumsi minyak per kapita penduduk di kawasan Asia Timur dan Asia Tenggara juga masih jauh di bawah rata-rata penggunaan minyak nabati dan lemak per kapita per tahun penduduk dunia.

Minyak kelapa sawit (MKS) merupakan komoditas yang mempunyai nilai strategis karena merupakan bahan baku utama pembuatan minyak makan.

Sementara, minyak makan merupakan salah satu dari 9 kebutuhan pokok bangsa Indonesia. Permintaan akan minyak makan di dalam dan luar negeri yang kuat merupakan indikasi pentingnya peranan komoditas kelapa sawit dalam perekonomian bangsa.

A. Subsistem Pra Produksi

Menurut Soekartini (2010), Komoditi kelapa sawit yang merupakan komoditi agribisnis andalan harus ditangani sedemikian rupa sehingga pengembangan komoditi baik secara vertikal (melalui industry turunannya/hilir) maupun secara horizontal (perluasan areal) dalam berjalan dengan baik untuk menopang

6

(23)

perekonomian nasional. Berkaitan dengan hal tersebut, dukungan terhadap pelaksanaan pengembangan komoditi ini, diantaranya pengadaan sarana produksi/saprodi, dirasakan sangat penting agar dapat menunjang kelancaran dalam kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit.

Sumber benih kelapa sawit tergabung dalam forum komunikasi produsen benih kelapa sawit. Forum ini beranggotakan 6 produsen benih kelapa sawit, yaitu Pusat Penelitian Kelapa Sawit (PPKS), PT. Socfin, PT. Lonsum, PT.Dami Mas, PT.

Tunggal Yunus dan PT. Bina Sawit Makmur. Kapasitas produksi benih nasional adalah 124 juta per tahun yang berasal dari masing-masing produsen benih di atas secara berurutan sebesar 35 juta, 25 juta, 15 juta, 12 juta,12 juta, dan 25 juta kecambah. Keenam produsen benih tersebut pada dasarnya mempunyai potensi untuk memenuhi kebutuhan benih nasional, walaupun harus meningkatkan kapasitas produksi.

Bahan tanaman kelapa sawit bisa berasal dari persilangan berbagai sumber (inter and intra specific crossing) dengan metode reciprocal recurrent selection (RRS).

Di samping itu, bahan tanaman kelapa sawit unggul juga bisa dihasilkan dari pemuliaan pada tingkat molekuler yang diperbanyak secara vegetatif dengan teknik kultur jaringan. Pertumbuhan awal bibit merupakan periode kritis yang sangat menentukan keberhasilan tanaman dalam mencapai pertumbuhan yang baik di pembibitan. Pertumbuhan dan vigor bibit tersebut sangat ditentukan oleh kecambah yang ditanam, mofologi kecambah, dan cara penanamannya.

Persiapan pembibitan akan menentukan sistem pembibitan yang akan dipakai dengan melihat keuntungan dan kerugian secara konprehensif. Selain menentukan

(24)

sistem yang akan dipakai dalam pembibitan, kita juga perlu menentukan areal pembibitan. Sebelum menentukan lokasi pembibitan, perlu dilakukan peninjauan ke lokasi rencana pembibitan, dengan tujuan yaitu untuk mengetahui sumber air yang terjamin.

Pemeliharaan pembibitan merupakan faktor utama yang menentukan keberhasilan program pembibitan. Tanpa pemeliharaan yang baik, bibit yang unggul sekali pun tidak akan bisa mengekspressikan dan semuanya akan menjadi sia-sia.

Menurut Pahan (2006), Praktik pemupukan memberikan kontribusi yang sangat luas dalam meningkatkan produksi dan kualitas produk yang dihasilkan. Salah satu efek pemupukan yang sangat bermanfaat yaitu mengkatkan kesuburan tanah yang menyebabkan tingkat produksi tanaman menjadi relatif stabil serta meningkatkan daya tahan tanaman terhadap serangan penyakit dan pengaruh iklim yang tidak menguntungkan. Selain itu, pemupukan bermanfaat melengkapi pesediaan unsur hara di dalam tanah sehingga kebutuhan tanaman terpenuhi dan pada akhirnya tercapai daya hasil (produksi) yang maksimal. Pupuk juga menggantikan unsur hara yang hilang karena pencucian dan terangkut (dikonversi) melalui produk yang dihasilkan (TBS) serta memperbaiki kondisi yang tidak menguntungkan atau mempertahankan kondisi tanah yang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan kelapa sawit.

B. Sistem Produksi

Menurut Pahan (2006), Pembukaan lahan merupakan kegiatan yang dilakukan mulai dari perencanaan tata ruang dan tata letak lahan sampai dengan pembukaan lahan secara fisik. Membuka lahan merupakan pekerjaan teknis yang mudah,

(25)

asalkan tersedia peralatan dan sumber daya yang dibutuhkan. Adapun hal yang perlu diperhatikan dalam pembukaan lahan diantaranya kesesuaian lahan yang akan dibuka tersebut untuk budidaya tanaman kelapa sawit.

Pekerjaan-pekerjaan yang dilakukan dalam operasional pembukaan lahan sampai penanaman antara lain:

 Membuat batasan areal yang akan dibuka.

 Memilih lokasi bibitan dan memulai pembibitan.

 Melakukan tender pembukaan lahan pada beberapa kontraktor.

 Membuat surat perintah kerja kepada kontraktor yang dipilih.

 Membuat batas blok-blok pekerjan dalam areal yang akan dibuka.

 Membuat saluran drainase utama (jika diperlukan).

 Imas dan tumbang (semimekanisme).

 Pembakaran, perun (timbunan kayu), dan rumpuk atau perun dan rumpuk yang

di lakukan secara mekanis (tanpa bakar). Dalam konsep zero buning tidk diperbolehkan lagi membuka lahan dengan cara pembakaran. Sebagai alternatif pengganti, digunakan metode pembersihan lahan dari tegakan kayu dengan menggunakan alat berat seperti bulldozer dan excavator.

 Membuat jalan utama (diikut dengan jalan pengumpul dan saluran air).

 Membuat teras bersambung (khusus pada areal berbukit).

 Memancang.

 Membersihkan jalur tanam dan pasar tikus (jalan rintis).

 Menanam kacang-kacangan sebagai penutup tanah.

 Merawat kacang-kacangan penutup tanah.

 Menanam kelapa sawit.

(26)

Bibit merupaikan produk dari suatu proses pengadaan bahan tanaman yang dapat berpengaruh terhadap pencapaian hasil produksi pada masa selanjutnya. Bahan tanaman yang berkualitas merupakan kebutuhan pokok suatu industri perkebunan (Poeloengan, dkk. 1996).

Perawatan tanaman merupakan suatu usaha untuk meningkatkan atau menjaga kesuburan tanah dalam lingkungan pertumbuhan tanaman guna mendapatkan tanaman yang sehat dan berproduksi sesuai yang diharapkan. Kegiatan pemeliharaan tanaman kelapa sawit dibagi atas dua, yaitu pemeliharaan tanaman belum menghasilkan (TBM) dan tanaman menghasilkan (TM)

Kegiatan panen meliputi pelaksanaan pemanenan berupa pemotongan TBS, pengutipan berondolan, dan pemotongan pelepah. Pada saat pemotongan TBS, pelukaan buah diusahakan seminimal mungkin, baik waktu pemotongan TBS, pengangkutan ke Tempat Pengumpulan Hasil (TPH) maupun pengangkutan ke dump truck serta menjaga buah tidak kotor Karena tanah atau debu. Pelukaan mempercepat peningkatan ALB dari 0,2 -0,7% sebelum dipotong, kemudian akan naik sebesar 0,9 – 1% setiap 24 jam ketika sudah di tanah, sehingga semakin cepat diangkut ke pabrik akan semakin baik (Lubis, 1992).

Pengangkunan TBS merupakan kegiatan akhir dalam pelaksanaan kegiatan panen.

Pengangkutan memeilik peranan penting dalam kegiatan pemanenan, sehingga TBS dan brondolan yang telah dipanen dapat segera tiba di PKS dan langsung diolah. Perencanaan pengangkutan panen sangat penting untuk memperhatikan agar mencapai mutu buah yang baik sehingga dapat rendemen yang tinggi (Lubis, 1992).

(27)

C. Subsistem Post Produksi

Menurut Pahan (2006), pengolahan merupakan suatu proses mengubah bahan mentah menjadi bahan setengah jadi atau bahan jadi yang siap konsumsi. TBS yang telah dipanen dengan melalui tahap-tahap dan prosedur. Kemudian diangkut menuju tempat pengolahan. TBS diolah di pabrik kelapa sawit untuk diambil minyak dan intinya. Minyak dan inti yang dihasilkan dari PKS merupakan produksi setengah jadi. Minyak mentah atau crude palm oil (CPO, MKS) dan inti (kernel, IKS) harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lainnya.

Stasiun proses pengolahan TBS menjadi MKS dan IKS umumnya terdiri dari stasiun utama dan stasiun pendukung. Stasiun utama berfungsi sebagai berikut:

 Penerima buah (fruit reception).

 Rebusan (sterilizer).

 Pemipilan (stripper).

 Pencacahan (digester) dan pengempaan (presser).

 Pemurnian (clarifier).

 Pemisahan biji dan kerner (kerner).

Sementara, stasiun pendukung berfungsi sebagai berikut:

 Pembangkit tenaga (power).

 Laboratorium (laboratory).

 Pengolahan air (water treatment).

 Penimbunan produk (bulking).

 Bengkel (workshop).

(28)

Dengan adanya dan kerjasama yang baik antara kedua stasiun ini, TBS dapat diolah secara maksimal menjadi minyak mentah atau crude palm oil (CPO, MKS) dan inti (kernel, IKS) dan kemudian harus diolah lebih lanjut untuk dijadikan produk jadi lain seperti minyak makan.

Pemasaran merupakan suatu kegiatan menyampaikan suatu produk yang dihasilkan oleh produsen kepada penggunaan produk atau konsumen. Prospek pemasaran MKS sangat cerah karena tekanan permintaan terhadap minyak goreng yang berasal dari MKS terus meningkat karena meningkatnya jumlah penduduk dan GDP dunia. Di samping itu, prospek pemasaran MKS juga dipengaruhi pesatnya perkembangan industri yang berbasis bahan baku produk kelapa sawit.

Fluktuasi harga MKS pada saat ini lebih banyak disebabkan oleh goncangannya pasokan yang disebabkan oleh factor internal serta faktor eksternal berupa tarikan harga pasaran dunia yang tinggi sehingga merangsang ekspor MKS dalam jumlah yang besar. Pembentukan harga MKS sangat ditentukan oleh situasi perdangan di luar negeri.

2.1.2. Aspek Ekonomi Kelapa Sawit

Menurut Pahan (2006), perkebunan kelapa sawit merupakan salah satu pondasi bagi tumbuhan dan berkembangnya sistem agribisnis kelapa sawit. Sistem agribisnis kelapa sawit merupakan gabungan subsistem sarana produksi pertanian (agroindustri hulu), pertanian, industri hilir dan pemasaran yang dengan cepat akan merangkaikan seluruh subsistem untuk mencapai subsistem.

Karakter komoditi pertanian yaitu produksinya dalam bentuk curah (bulk), bersifat kamba (vilumeness). Dan dalam beberapa kasus bersifat sangat mudah rusak dan

(29)

menurun mutunya bila disimpan dalam jangka waktu yang lama. Harga produk perkebunan kelapa sawit sangat ditentukan oleh mekanisme pasar (Downey dan Erickson, 1992).

Prinsip dasar dalam usaha perkebunan kelapa sawit yaitu memproduksi produk dengan biaya yang rendah dalam tingkat produktivitas yang tinggi dan kualitas produk yang dapat diterima. Setiap produsen kelapa sawit menghasilkan produk yang sama sehingga faktor yang menjadi pertimbangan ekonomis dalam permintaanya yaitu kualitas dan ketersediaan produk di pasar.

2.2 Landasan Teori

Usahatani merupakan kegiatan produksi dimana peranan input (faktor produksi atau korbanan produksi) dalam menghasilkan output (hasil atau produksi) menjadi perhatian yang utama. Peranan input bukan saja dilihat dari macam atau ketersediaannya dalam waktu yang tepat, tetapi dapat juga dilihat dari segi efisiensi penggunaan faktor tersebut (Tohir, 1991).

Kebanyakan usahatani menghasilkan bermacam-macam hasil bumi (produk). Di beberapa daerah memang margin (selisih) antara hasil dan biaya bagi suatu jenis tanaman tertentu jauh lebih besar daripada untuk tanaman-tanaman lainya, sehingga kebanyakan usahatani di daerah itu ditanami hampir seluruhnya dengan tanaman itu. Tetapi di kebanyakan tempat, keadaan tanah dan iklim, penggunaan tenaga kerja secara efisien, kebutuhan keluarga dan kondisi pasaran, membuat lebih menguntungkan bagi petani, apabila ia menanam bermacam-macam tanaman, dan seringkali juga, memelihara satu atau beberapa macam ternak dan ikan (A.T. Mosher, 1987).

(30)

Setiap petani mempertimbangkan biaya dan hasil, betapapun primitif atau majunya metoda bertaninya. Pertimbangannya mengenai biaya selain mencakup jerih-payah yang harus ia curahkan. Biaya tunai untuk peralatan dan bahan yang ia pergunakan pun diperhitungkannya. Ia memperhitungkan pula dana-dana untuk menghadapi berbagai resiko kegagalan panen, kemungkinan jatuhnya harga pasar pada waktu panen dan ketidak-pastian tentang efektifnya metoda-metoda baru yang sedang ia pertimbangkan. Ia mungkin memperhitungkan juga adanya ketidak-senangan keluarga, teman atau tetangganya terhadap penyimpangan dari pola bercocok-tanam yang sudah lazim atau dari tradisi masyarakat mengenai apa yang “pantas” atau “tidak pantas” dilakukannya (A.T. Mosher, 1987).

Masukan atau keluaran ini mencakup biaya dan hasil. Pada pertanian primitif, biaya utama adalah kegiatan jerih payah dan keterampilan petanian beserta keluarganya. Dan hasil utama ialah nilai dari hasil-hasil yang digunakan untuk kehidupan keluarga petani ini sendiri. Setelah pertanian menjadi lebih maju, semakin banyak biaya dan penerimaan yang berupa uang tunai. Uang yang dibayarkan untuk sarana dan peralatan produksi dan kadang-kadang untuk membayar upah buruh dan sewa tanah. Uang diterima dari penjualan berbagai produk (A.T. Mosher, 1987).

Biaya usahatani biasanya diklasifikasikan menjadi 2 yaitu : (a) biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap umumnya didefinisikan sebagai biaya yang relatif tetap jumlahnya, dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh sedikit, contohnya pajak. Biaya untuk pajak akan tetap dibayar walaupun usahatani itu besar atau gagal sekalipun. Biaya tidak tetap atau biaya variabel biasanya didefenisikan sebagai biaya yang besar kecilnya

(31)

dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh, contohnya biaya sarana produksi.

Kalau menginginkan produksi yang tinggi, maka tenaga kerja perlu ditambah dan sebagainya. Sehingga biaya ini sifatnya berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan produksi (Soekartiwi, 1996).

Yang termasuk faktor produksi adalah semua korbanan yang diberikan pada tanaman agar tanaman tersebut mampu tumbuh dan menghasilkan dengan baik.

Diberbagai literatur, faktor produksi ini dikenal pula dengan istilah sarana produksi, input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi sangat menentukan besar kecilnya produksi yang diperoleh. Dalam berbagai pengalaman menunjukkan bahwa faktor produksi : lahan, bibit, tenaga kerja, pupuk dan pestisida adalah faktor produksi yang terpenting (Soekartawi, 1994)

Sebagai faktor produksi, tentu modal mutlak diperlukan dalam usahatani swasembada, khususnya faktor tenaga kerja petani dan para anggota keluarganya.

Dalam usahatani swasembada atau usahatani keluarga, faktor tenaga kerja keluarga petani merupakan unsur penentu (Tohir, 1991).

Hasil akhir dari suatu proses produksi adalah produk atau output. Produk atau produksi dalam bidang pertanian atau lainnya dapat bervariasi, antara lain disebabkan karena perbedaan kualitas. Hal ini dimengerti karena kualitas yang baik dihasilkan oleh proses produksi yang dilaksanakan dengan baik dan begitu juga sebaliknya kualitas produksi menjadi kurang baik bila usahatani tersebut dilaksanakan dengan kurang baik (Soekartiwi, 1995).

Pendapatan dari usaha tani adalah total penerimaan yang berasal dari nilai penjualan hasil ditambah dari hasil-hasil yang dipergunakan sendiri, dikurangi

(32)

dengan total nilai pengeluaran yang terdiri dari: pengeluaran untuk input (benih, pupuk, pestisida, obat-obatan), pengeluaran untuk upah tenaga kerja dari luar keluarga, pengeluaran pajak dan lain-lain (Hernanto, 1993).

Penerimaan usahatani adalah perkalian antar produksi yang diperoleh dengan harga jual. Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam satu usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antar pengeluaran dan penerimaan dalam usahatani (Soekartawi, 1995).

Pendapatan bersih adalah penerimaan dikurangi biaya produksi. Petani dalam memperoleh pendapatan bersih harus mengupayakan penerimaan yang tinggi dan biaya produksi yang rendah. Jenis hasil yang pasarnya baik dan mengupayakan biaya produksi yang rendah dengan mengatur biaya produksi. Menggunakan teknologi yang baik, mengupayakan harga input yang rendah, dan mengatur skala produksi yang efisien (Simanjuntak, 2004)

Menurut Soekartawi (2002), umumnya terdapat beberapa kriteria dalam menentukan kalayakan suatu usaha yang dapat dipilih sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, antara lain :

Menurut Kadariah (1999), analisis finansial merupakan analisis suatu proyek yang dilihat dari sudut yang bersifat individual yaitu tidak perlu diperhatikan dampak dalam lingkup perekonomian yang lebih luas. Hasil total yang diperoleh dari seluruh sumber yang dipakai dalam proyek tersebut perlu diperhatikan dengan tidak melihat penyedia sumber dan siapa yang menerima hasil proyek.

Analisis finansial didasarkan pada keadaan yang sebenarnya dengan menggunakan data harga yang sebenarnya ditemukan di lapangan (real price).

(33)

Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan melihat apa yang terjadi pada proyek dalam keadaan apa adanya. Dengan mengetahui hasil analisis finansial, para pembuat keputusan juga dapat segera melakukan penyesuaian (adjustment), bilamana proyek tersebut berjalan menyimpang dari rencana semula dan tanpa halangan maka dapat dilihat seberapa besar manfaat proyek. Dalam analisis finansial, nilai suatu uang sebagai alat pembayaran adalah berbeda pada waktu yang berlainan, maka dalam penilaian suatu proyek sering dipakai cara-cara yang menggunakan prosedur diskonto mengingat bahwa satu rupiah yang dibayar diterima hari ini akan lebih tinggi nilainya daripada satu rupiah yang dibayar atau diterima dimasa mendatang (Soekartawi, 1995).

2.3 Penelitian Terdahulu

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Maria Nora Monica (2013) dengan judul skripsi “ Analisis kelayakan finansial kelapa sawit rakyat”. Studi kasus Kecamatan Bagan Sinemah, Kabupaten Rokan Hilir, Provinsi Riau.

Menyimpulkan bahwa usaha perkebunan kelapa sawit rakyat di daerah penelitian memiliki biaya rata-rata produksi per hektar selama setahun adalah Rp 9.961.585,-, secara financial, usaha perkebunan kelapa sawit rakyat didaerah penelitian dikatakan layak diusahakan dengan nilai NPV 13.028.717, IRR sebesar 13,88% dan B/C sebesar 2,82.

2.4 Kerangka Pemikiran

Komoditi kelapa sawit yang merupakan komoditi agribisnis andalan harus ditangani sedemikian rupa sehingga pengembangan komoditi baik secara vertikal (melalui industri turunannya/hilir) maupun secara horizontal (perluasan areal) dalam berjalan dengan baik untuk menopang perekonomian nasional. Berkaitan

(34)

dengan hal tersebut, dukungan terhadap pelaksanaan pengembangan komoditi ini, diantaranya pengadaan sarana produksi/saprodi, dirasakan sangat penting agar dapat menunjang kelancaran dalam kegiatan operasional perkebunan kelapa sawit.

Ketersediaan lahan untuk pembibitan kelapa sawit merupakan faktor utama pengembangan keberhasilan pengembangan pembibitan kelapa sawit dalam skala besar. Ekspansi pengembangan kebun mengakibatkan kebun kelapa sawit akan meningkatkan permintaan benih kelapa sawit, pestisida, pupuk serta alat-alat dan mesin pertanian. Biaya-biaya yang dibutuhkan untuk ekspansi kebun kelapa sawit membutuhkan biaya yang besar serta waktu yang cukup lama.

Tujuan dari usahatani pembibitan kelapa sawit yaitu untuk menganalisis besarnya biaya produksi dan penerimaan yang diterima oleh petani kelapa sawit. Untuk mendapatkan hasil yang maksimal, teknik dan faktor produksi harus dipahami serta diusahakan pada level yang optimal. Faktor utama dari keberhasilan usahatani bibit kelapa sawit ini adalah bibit unggul serta syarat tumbuh bibit kelapa sawit dalam tahap pre-nursery:

Biaya pemeliharaan merupakan komponen dari biaya produksi. Adapun komponen biaya pemeliharaan itu sendiri adalah penyiangan, pemupukan, pengendalian hama dan penyakit. Tinggi rendahnya biaya pemeliharaan pada suatu proses usahatani berpengaruh terhadap pendapatan usahatani yang akan diperoleh petani.

Oleh karena itu, nantinya dapat dilihat pengaruh biaya pembibitan kelapa sawit terhadap pendapatan yang diterima petani. Hasil analisis ini diharapkan bisa menjadi rekomendasi bagi petani dalam mengambil keputusan mengenai biaya

(35)

pemeliharaan untuk meningkatkan pendapatan usahatani mereka. Adapun skema kerangka pemikiran penelitian ini dapat diuraikan di gambar 1:

Keterangan :

= Menyatakan hubungan

= Menyatakan Pengaruh

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Finansial

 R/C ( Revenue-Cost Ratio)

Layak Tidak layak

PENDAPATAN PRODUKSI

Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa sawit (Elais guinennsis)

PENERIMAAN

Faktor Produksi (Input) 1) Kecambah

Kelapa Sawit 2) Pestisida 3) Tenaga kerja 4) Pupuk 5) Modal Biaya Produksi HARGA

Proses

Kelembagaan Subsistem

Agribisnis

(36)

2.5 Hipotesis Penelitian

Sesuai dengan landasan teori yang sudah disusun, maka diajukan hipotesis yang akan diuji sebagai berikut:

1) Ada perbedaan nyata biaya pembibitan bibit kelapa sawit dengan harga jual rata-rata bibit kelapa sawit.

2) Usahatani pembibitan kelapa sawit (Elais guineensis) di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat layak diusahakan secara finansial.

3) Hubungan subsistem agribisnis usahatani antar subsistem pada pembibitan kelapa sawit didukung oleh kelembagaan.

(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Penentuan daerah Penelitian ini ditentukan secara purposive atau secara sengaja yaitu daerah penelitian ditentukan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tertentu disesuaikan dengan tujuan penelitian.

Kabupaten Langkat dipilih atas dasar pertimbangan karena Kabupaten Langkat merupakan salah satu sentra produksi kelapa sawit terbesar Sumatera Utara.

Kabupaten Langkat memiliki luas lahan dan produksi tertinggi setelah Kabupaten Labuhan Batu Utara sebagaimana diuraikan pada tabel 2.

Kecamatan Selesai dipilih karena Kecamatan Selesai memiliki luas tanaman kelapa sawit rakyat terbesar setelah Kecamatan Besitang dan Kecamatan Batang Serangan, sebagaimana diuraikan pada tabel 3. Semakin besar luas tanaman kelapa sawit maka semakin besar juga kebutuhan bibit kelapa sawit di daerah tersebut.

Pada tabel berikut diketahui luas tanaman dan produksi kelapa sawit tanaman perkebunan rakyat menurut kabupaten/kota pada tahun 2015.

21

(38)

Tabel 3.1 Luas Tanaman dan Produksi Kelapa Sawit Tanaman Perkebunan Rakyat menurut Kabupaten/ Kota, 2015

Luas Tanaman / Area (ha) Produksi

Kabupaten/ Kota

T B M (Tanaman

Belum Menghasilkan)

T M (Tanaman Menghasilkan)

T T M (Tanaman

Tidak Menghasilkan)

Jumlah Total

Produksi TBS (Ton)

1 2 3 4 5 6

Kabupaten

Nias - - - - -

Mandailing Natal 3 980,00 11 962,00 15,00 15 957,00 209 636,36

Tapanuli Selatan 2 283,00 3 020,00 34,00 5 337,00 51 304,55

Tapanuli Tengah 1 567,00 1 721,00 30,00 3 318,00 26 459,09

Tapanuli Utara 25,00 16,00 13,00 54,00 86,36

Toba Samosir 130,00 509,00 20,00 659,00 3 713,64

Labuhanbatu 2 710,33 31 865,00 73,00 34 648,00 474 600,00

Asahan 10 612,00 60 685,00 1 119,00 72 416,00 1 026 418,18

Simalungun 3 267,00 2 564,00 32,00 5 863,00 43 791,82

Dairi 34,00 122,00 20,00 176,00 1 104,55

Karo 476,00 765,00 93,00 1 334,00 8 627,27

Deli Serdang 2 796,00 11 682,00 83,00 14 561,00 196 017,18

Langkat 5 912,00 37 234,00 382,00 45 528,00 606 863,64

Nias Selatan 673,00 4,00 1,00 678,00 36,36

Humbang Hasundutan 74,00 174,00 41,00 289,00 618,18

Pakpak Barat 563,00 872,00 188,00 1 623,00 3 677,27

Samosir - - - - -

Serdang Bedagai 1 882,00 10 756,00 23,00 12 661,00 164 686,36

Batu Bara 2 155,00 6 310,00 37,00 8 843,00 95 545,45

Padang Lawas Utara 9 140,00 17 558,00 86,00 26 784,00 286 927,27 Padang Lawas 6 903,00 26 718,00 94,00 33 715,00 418 740,91 Labuhanbatu Selatan 1 961,00 40 171,00 606,00 42 738,00 619 736,36 Labuhan Batu Utara 5 940,00 61 680,00 618,00 68 238,00 862 727,27

Nias Utara - - - - -

Nias Barat - - - - -

Kota

Padangsidempuan 10,00 41,00 18,00 699,00 75,00

Gunungsitoli - - - - -

Sumatera Utara

2015 63 093,00 328 429,00 3 967,00 345 489,00 5 101 384,09

2014* 58 096,03 354 932,90 3 446,18 416 475,11 5 745 235,23

Sumber : Dinas Perkebunan Provinsi Sumatera Utara, 2015 Keterangan : *angka perbaikan

(39)

Tabel 3.2 Luas Tanam Tanaman Kelapa Sawit Perkebunan Rakyat Menurut Kecamatan, Tahun 2015

Kecamatan

2015

Luas Tanam (Hektar) Belum

Menghasilkan (ha)

Menghasilkan (ha)

Tidak Menghasilkan

(ha)

Jumlah (ha)

Bohorok 749 2 714 5 3 468

Sirapit 194 1 213 - 1 407

Salapian 140 3 441 - 3 581

Kutambaru 120 790 5 915

Sei Bingai 220 2 618 4 2 842

Kuala 505 891 - 1 396

Selesai 575 3 419 5 3 999

Binjai 245 267 - 512

Stabat 158 155 - 313

Wampu 208 3 472 - 3 680

Batang Serangan 428 3 978 - 4 406

Sawit Seberang 78 244 - 322

Padang Tualang 215 610 5 830

Hinai 312 453 - 765

Secanggang 298 841 - 1 139

Tanjung Pura 248 1 888 2 2 138

Gebang 410 824 - 1 234

Babalan 86 185 - 271

Sei Lepan 540 2 536 - 3 076

Brandan Barat 71 759 - 830

Besitang 631 6 825 - 7 456

Pangkalan Susu 105 456 - 561

Pematang Jaya 130 940 - 1 070

LANGKAT 6 666 39 519 26 46 211

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Langkat, 2015

3.2 Metode Penentuan Sampel

Metode yang digunakan dalam penentuan sampel adalah metode sensus.

Penelitian yang menggunakan seluruh anggota populasinya disebut sampel total (total sampling) atau sensus. Penggunaan metode ini berlaku jika anggota populasi relatif kecil (mudah dijangkau). Dalam penelitian ini, karena jumlah

(40)

populasi relatif kecil dan relatif mudah dijangkau, maka peneliti menggunakan metode sensus. Dengan metode pengambilan sampel ini diharapkan hasilnya dapat cenderung lebih mendekati nilai sesungguhnya dan diharapkan dapat memperkecil pula terjadinya kesalahan/penyimpangan terhadap nilai populasi (Usman & Akbar, 2008).

Sampel dalam penelitian ini adalah petani pembibitan kelapa sawit, dimana seluruh petani pembibitan kelapa sawit di daerah penelitian dijadikan sebagai sampel. Jumlah populasi petani yang mengusahakan pembibitan kelapa sawit di Kecamatan Selesai yaitu 12 petani. Sehingga berdasarkan penentuan sampel dengan metode sensus maka seluruh populasi petani pembibitan kelapa sawit di daerah penelitian dijadikan sebagai sampel penelitian.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer. Data primer diperoleh dari hasil penelitan pembibitan kelapa sawit serta dari hasil wawancara langsung dengan responden di daerah penelitian melalui daftar kuisioner yang telah dipersiapkan terlebih dahulu. Data sekunder diperoleh dari lembaga atau instansi yang terkait dengan penelitian ini.

3.4 Metode Analisis Data

Metode yang diguakan untuk tujuan penelitian pertama yaitu menganalisis berapa besar biaya usahatani pembibitan kelapa sawit. Menurut Gilarso (2003) biaya total merupakan penjumlahan dari seluruh biaya yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap yang dikeluarkan untuk menghasilkan output. Biaya produksi usahatani pembibitan kelapa sawit dihitung dengan rumus berikut ini:

(41)

TC = FC + VC

TC = Total Biaya (Rp) FC = Biaya Tetap (Rp) VC = Biaya Variabel (Rp)

Jadi, perhitungan pendapatan usahatani dapat dirumuskan sebagai berikut:

Pd = TR - TC Dimana:

Pd = Pendapatan Usahatani (Rp)

TR = Total Penerimaan (Rp)

TC = Total Biaya (Rp)

Metode yang digunakan untuk tujuan penelitian kedua yaitu menganalisis kelayakan usahatani pembibitan kelapa sawit secara finansial didaerah penelitian.

Kelayakan usaha dapat melihat kelayakan dari suatu gagasan yang berasal dari pengusaha secara individu. Kelayakan usaha dapat diketahui dengan menggunakan 2 kriteria umum dikenal dengan berikut : R/C, dan B/C.

R/C adalah singkatan dari revenue cost ratio, atau dikenal sebagai perbandingan atau nisbah antara penerimaan dan biaya. Secara matematika dapat dituliskan sebagai berikut:

R/C=

(42)

Keterangan:

R = Penerimaan (Rp)

C = Biaya (Rp)

Kriteria uji: jika R/C > 1, layak untuk diusahakan dan jika R/C < 1, tidak layak untuk diusahakan (Soekartawi, 2002).

\metode yang digunakan untuk tujuan penelitian ketiga yaitu dengan metode deskriptif untuk menjelaskan hubungan antar subsistem pada subsistem agribisnis pembibitan kelapa sawit di daerah penelitian berdasarkan data primer dengan wawancara langsung kepada sampel petani dan lembaga pemasaran dengan kuisioner

3.5 Defenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalahpahaman dan kekeliruan dalam penafsiran penelitian ini, maka perlu dibuat definisi dan batasan operasional sebagai berikut:

3.5.1 Definisi

1. Petani pembibitan kelapa sawit adalah petani yang mengkombinasikan berbagai faktor produksi baik benih untuk menghasilkan bibit kelapa sawit dan dijual dalam bentuk bibit kelapa sawit

2. Usahatani adalah sistem budidaya yang dijalankan oleh petani dengan memanfaatkan faktor produksi seoptimal mungkin yang bertujuan untuk memperoleh keuntungan.

3. Bibit kelapa sawit adalah biji kelapa sawit yang akan menjadi bakal buah.

(43)

4. Produksi adalah hasil panen bibit kelapa sawit berupa bibit kelapa sawit pre nursery.

5. Biaya produksi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan oleh petani selama proses produksi berlangsung atau benih sampai menjadi bibit pre nursery.

6. Faktor produksi adalah berbagai input yang digunakan dalam proses produksi yang diperlukan selama kegiatan pembibitan pre nursery yang artinya setiap komponen biaya berpengaruh terhadap besarnya biaya produksi.

7. TC (Total Cost) Total Biaya adalah seluruh biaya yang dikeluarkan selama panen produksi dalam usahatani pembibitan kelapa sawit atau jumlah biaya tetap dan biaya tidak tetap usahatani meliputi biaya Tenaga kerja dalam pembibitan kelapa sawit per musim tanam dinyatakan dalam rupiah (Rp).

8. Komponen biaya adalah biaya yang dikeluarkan untuk faktor-faktor produksi seperti biaya sarana produksi, tenaga kerja, alat dan mesin pertanian.

9. Penerimaan usahatani adalah hasil total bibit pre nursery yang dihasilkan dikalikan dengan harga jual (Rp).

10. Pendapatan bersih usahatani adalah pendapatan tenaga kerja usahatani dikurangkan biaya tenaga kerja.

3.5.2 Batasan Operasional

Adapun batasan operasional dalam penelitian ini adalah:

1. Tempat penelitian adalah di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

2. Penelitian dilakukan pada tanggal 19 Juli 2017.

3. Petani (Responden) adalah petani yang menanam bibit kelapa sawit sebagai tanaman utama di lahan usahataninya.

(44)

BAB IV

DESKRIPSI WILAYAH DAN KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian

Penelitian tentang analisis usahatani ini dilakukan di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat.

4.2 Letak dan Geografis

Kecamatan Selesai merupakan salah satu kecamatan tertinggi penghasil kelapa sawit di kabupaten Langkat. Kecamatan Selesai terletak di antara 03°30‟30”- 03°42‟00” Lintang utara dan di antara 98°23‟05”-98°27‟47” Bujur Timur dengan luas wilayah daratan adalah sebesar 16.773 Ha (167,73 KM²). Luas Kecamatan Selesai hanya sbesar Batas-batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut:

1. Sebelah Utara : Kec. Binjai dan Kec. Wampu 2. Sebelah Selatan : Kec. Sei Bingei dan Kec. Kuala 3. Sebelah Barat : Kec. Wampu dan Kec. Serampit 4. Sebelah Timur : Kec. Binjai, Kec. Sei Bingai dan Kota

Binjai 4.3 Keadaan Penduduk

Penduduk Kecamatan Selesai hingga tahun 2014 diperkirakan mencapai 72.137 jiwa dengan rata-rata jumlah anggota rumah tangga per rumah tangga sebesar 4 jiwa per tumah tangga.

28

(45)

Tabel 4.1 Banyaknya Penduduk Dirinci Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan Tahun 2014*

Desa/ Kabupaten Laki-laki Perempuan Jumlah

1 2 3 4

1 Nambiki 703 682 1,385 2 Tg Marahe 1,314 1,278 2,592 3 Pd Brahrang 5,787 5,756 11,543 4 Lau Mulgap 1,585 1,564 3,149 5 Kuta Prit 1,060 1,133 2,193 6 Pekan Selesai 5,670 5,485 11,155 7 Bekulap 2,137 2,032 4,169 8 Perhiasan 1,866 1,854 3,730 9 Selayang 2,421 2,443 4,864 10 Sei Limbat 3,646 3,584 7,230 11 Mancang 1,867 1,834 3,695 12 Kw Air Hitam 1,428 1,412 2,840 13 Pd Cermin 4,981 4,892 9,873 14 Selayang Baru 1,843 1,876 3,719

Jumlah 36302 35835 72137

Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2015

*Hasil Proyeksi Penduduk

Jika dilihat dari aspek rasio gender maka kondisi Kecamatan Selesai memiliki Jumlah Laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah Perempuan. Dan pada desa Pd Brahrang memiliki jumlah penduduk yang paling banyak yaitu 11,543 jiwa dengan jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan.

4.4 Sarana dan Prasaran

Perkembangan dan kemajuan masyarakat sangat dipengaruhi oleh sarana dan prasarana. Apabila semakin baik sarana dan prasarana maka laju pembangunan

(46)

akan semakin cepat, begitu juga sebaliknya. Hal ini dapat dilihat dari sarana kesehatan, saran ibadah dan industri yang tersedia. Berikut ini tabel yang berisi keterangan mengenai sarana kesehatan di Kecamatan Selesai Kabupaten Langkat.

Tabel 4.2 Banyaknya Sarana Kesehatan Dirinci Menurut Desa/Kelurahan Tahun 2014

Desa/ Kelurahan Rumah

Sakit Puskesmas Pos Pembantu

Poli

klinik Apotik Pos yandu

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Nambiki - - 2 - - 2

2 Tg Merahe - - 1 - - 3

3 Pd Brahrang - - 1 - - 4

4 Lau Mulgap - - - 4

5 Kuta Parit - - 1 - - 4

6 Pekan Selesai - 1 - 1 - 10

7 Bekulap - - 2 - - 6

8 Perhiasan - - 4 - - 7

9 Selayang - - 1 - - 4

10 Sei Limbat 1 - 1 1 - 5

11 Mancang - - 1 - - 5

12 Kw Air Hitam - - 2 - - 3

13 Pd Cermin - - 1 - - 8

14 Selayang Baru - - 1 - - 3

Jumlah 1 1 18 2 - 71

Sumber : BPS Kabupaten Langkat, 2015

Tabel 4.2 memperlihatkan bahwa di tiap desa/kelurahan yang ada di Kecamatan Selesai sudah tersedia banyak sarana kesehatan. Sarana kesehatan yang paling banyak yaitu di desa/kelurahan Pekan Selesai.

(47)

Tabel 4.3 Sarana Ibadah Menurut Agama dan Desa/Kelurahan Tahun 2014

Desa/ Kelurahan Mesjid Musholla Gereja Kuil Vihara Jumlah

(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)

1 Nambiki 1 2 2 - - 5

2 Tg Merahe 2 2 2 - - 6

3 Pd Brahrang 8 3 - - - 11

4 Lau Mulgap 3 4 3 - - 10

5 Kuta Parit 2 4 2 - - 8

6 Pekan Selesai 7 13 - - 1 21

7 Bekulap 6 7 1 - - 14

8 Perhiasan 5 7 2 - - 14

9 Selayang 2 10 11 - - 23

10 Sei Limbat 5 2 - - - 7

11 Mancang 5 6 - - - 11

12 Kw Air Hitam 7 2 - - - 9

13 Pd Cermin 12 6 - 1 - 20

14 Selayang Baru 5 4 - - - 9

Jumlah 70 72 24 1 1 168

Sumber :BPS Kecamatan Selesai,2015

Dari tabel 4.3 dapat diketahui bahwa Sarana ibadah seperti kuil dan vihara hanya terdapat di desa.kelurahan Pekan Selesai dan Pd Cermin.

(48)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Usahatani Pembibitan Pre Nursery di Kecamatan Selesai

Usahatani pembibitan pre nursery kelapa sawit dapat berhasil jika penggunaan biaya dilakukan secara efektif dan efisien, selain itu juga harus dihitung kelayakan usahatani secara finansial agar dapat diketahui seberapa layak usahatani itu dilakukan untuk masa kini dan masa depan. Usahatani juga tidak lepas dari hubungan antara subsistem

5.1.1 Kebutuhan Fisik Usahatani Pembibitan Pre Nursery Kelapa Sawit 5.1.1.1 Penggunaan Kecambah Kelapa Sawit

Penggunaan kecambah kelapa sawit pada pembibitan Pre Nursery kelapa sawit rakyat menggunakan kecambah yang tidak bersertifikat atau kecambah yang tidak jelas identitasnya, para petani tersebut membeli kecambah yang memiliki label/

merek akan tetapi tidak memiliki kejelasan sumbernya., akan tetapi petani tetap membibitkan kecambah tersebut untuk dijual ke masyarakat yang memiliki perkebunan. Rata-rata bibit yang dijual oleh petani adalah bibit dari PPKS varietas DXP Marihat.

5.1.1.2 Pengolahan Tanah dan Penanaman

Kebutuhan fisik usahatani pembibitan pre nursery kelapa sawit dalam masa pengolahan tanah yaitu tanah dan polybag. Luas lahan rata-rata petani di daerah penelitian yaitu sekitar 0,406 Ha. Kebutuhan input yang dibutuhkan oleh petani pada masa pengolahan tanah dan Penanaman adalah tanah, polybag, benih kelapa sawit.

32

(49)

Tanah

Kebutuhan akan tanah menjadi salah satu hal wajib bagi petani untuk membibitkan kelapa sawit. Tanah tersebut digunakan untuk mengisi polybag sebagai media tanam benih kelapa sawit. Berikut disajikan rata-rata kebutuhan penggunaan tanah didaerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1 :

Tabel 5.1. Rata-Rata Kebutuhan Tanah di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

No Kategori Penggunaan Tanah (mᵌ)

1 Per Petani 6.491

2 Per Hektar 15.987

Sumber :Diolah dari Lampiran 7

Dari tabel 5.1 dapat diketahui bahwa rata-rata penggunaan tanah per hektar lebih pbesar dari pada kebutuhan tanah per petani. Dalam setiap mᵌ tanah dapat memuat sekitar 336 polybag . Kebutuhan akan tanah bisa berubah sesuai dengan jumlah benih yang akan di bibitkan oleh petani.

Polybag

Polybag adalah hal yang wajib untuk melakukan pembibitan kelapa sawit.

Penggunaan polybag ini bertujuan sebagai media tanam bibit kelapa sawit. Rata- rata polybag yang dibutuhkan per petani yaitu 9,8 kg. Berikut disajikan rata-rata kebutuhan polybag didaerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.2 :

Tabel 5.2. Rata-Rata Kebutuhan Polybag di Kecamatan Selesai, Kabupaten Langkat per Musim Tanam

No Kategori Penggunaan Kebutuhan (Kg) (Ukuran 12/6 x 25 x 0,04)

1 Per Petani 9,8

2 Per Hektar 24,1

Sumber : Diolah dari Lampiran 4

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pemikiran Analisis Finansial

Referensi

Dokumen terkait

Masail al-Ushul yaitu masail zhahir al-Riwayah, adalah masalah-masalah hukum Islam yang terdapat pada zahir riwayah yaitu suatu permasalahan yang diriwayatkan oleh Abu

Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula KSB (kemiri sunan 25% + bandotan 5%) pada konsentrasi 10 ml/ l menghasilkan nilai persentase serangan PBK terendah, sedangkan formula

Peta zona penyangga yang berpotongan dengan tutupan lahan pesisir Kabupaten Asahan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada ketujuh informan tersebut ditemukan bahwa negosiasi “harga kawan” yang terjadi pada jasa fotografi di Kota Medan merupakan hal yang

Berkenaan dengan peran dan fungsi yang harus dilaksanakan oleh auditor internal dalam rangka mewujudkan good governance pada sektor publik, The International Federation

Selajutnya beliau juga menjelaskan, pada satu sisi pengembangan kurikulum berarti menyusun seluruh perangkat kurikulum mulai dari dasar-dasar kurikulum, struktur dan sebaran

Menimbang, bahwa oleh karena pertimbangan Majelis Hakim Tingkat pertama telah tepat dan benar, maka pertimbangan tersebut diambil alih oleh Pengadilan Tinggi