• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN REGULASI PENANAMAN MODAL DALAM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KAJIAN REGULASI PENANAMAN MODAL DALAM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI"

Copied!
124
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN REGULASI PENANAMAN MODAL DALAM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAHAN

PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum

Universitas Sumatera Utara Oleh

YABES MARLOBI SIRAIT 150200061

DEPARTEMEN HUKUM EKONOMI

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)
(3)

KATA PENGANTAR

Segala Puji dan Syukur bagi Allah Bapa Yesus Kristus dan Roh Kudus untuk setiap berkat, pertolongan, anugerah, dan pemeliharaan-Nya yang sungguh ajaib bagi hidup penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul:

“Kajian Regulasi Penanaman Modal Dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Pemerintahanan Provinsi Sumatera Utara.”. Adapun tujuan dari disusunnya skripsi ini adalah sebagai salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

Demi terwujudnya penyelesaian dan penyusunan skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah ikhlas dalam memberikan bantuan untuk memperoleh bahan-bahan yang diperlukan dalam penulisan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarmya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH.,M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

2. Bapak Prof. H. Dr. Saidin, SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan I Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

3. Ibu Puspa Melati Hasibuan,SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan II Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

4. Bapak Dr. Jelly Leviza,SH.,M.Hum selaku Wakil Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

(4)

5. Bapak Prof. Dr. Bismar Nasution,SH.,M.Hum selaku Ketua Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara sekaligus selaku Dosen Pembimbing I yang sudah memberi bimbingan kepada penulis;

6. Bapak Dr. Mahmul Siregar,SH.,M.Hum selaku Dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu di tengah kesibukan beliau untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam pengerjaan skripsi ini agar menjadi lebih baik. Terima kasih atas ilmu yang telah bapak berikan kepada saya selama masa perkuliahan. Kiranya bapak sehat dan kuat selalu agar tetap dapat memberikan ilmunya bagi mahasiswa;

7. Bapak dan Ibu Dosen Departemen Hukum Ekonomi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Bapak dan Ibu Dosen, selaku staff pengajar serta administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

8. Teristimewa dan terkhusus kepada kedua orangtua penulis, yaitu Bapa Lastua A. Sirait dan Mama Osnauli Pandiangan yang selalu senantiasa memberikan nasihat dan dorongan, serta mengiringi perjalanan hidup penulis dalam doa, cinta kasih dan perjuangan yang bapa dan mama lakukan selama ini yang tidak akan pernah dapat terbalaskan oleh apapun. Aku mengasihi kalian;

9. Saudara Kandung Penulis, yaitu Febrando Chayadi Sirait, Henok Martyan Sirait, Uliana Fretty Sirait yang selalu menjadi penghibur dan pendoa bagi penulis selama perkuliahan. Kiranya kalian menjadi pribadi

(5)

yang selalu taat kepada Tuhan dan orangtua serta berguna bagi bangsa dan negara terkhususnya membanggakan keluarga;

10. Keluarga Besar dari Opung Sirait dan Opung Pandiangan yang selalu memberikan nasihat, dorongan dan doa kepada penulis selama perjalanan kehidupan penulis

11. Seluruh Staff LPMI Perwakilan Medan,terkhusus Pembina Kerohanian Penulis, Bang Pangihutan Hutagalung, Kak Roita Panggabean, Kak Dina Nadapdap dan Kak Desi Sibuea serta Para Pengurus LPMI USU, yaitu Inda Tamba, Rasi Tinambunan, Jelita Ginting, Vlorentina Naibaho, Nadya Claudya, Maulina, Helmin, Samuel Sirait, Moris Siregar dan Mondang Sigiro yang selalu mendukung dan mendoakan penulis dalam perkuliahan dan penulisan skripsi;

12. Paguyuban Karya Salemba Empat Universitas Sumatera Utara, terkhusus BPH Paguyuban KSE USU 2018/2019, yaitu Agung, Hilda dan Leny yang telah bekerja sama untuk berkarya di Paguyuban dan saling mendorong dan mendoakan untuk kesuksesan kita bersama;

13. Kelompok PA Fantastic Blessing(FB), yaitu Denis Nainggolan, Moris Siregar dan Samuel Sirait. Kiranya kalian terus semangat dalam melayani Tuhan dan giat dalam membangun gerakan rohani di kampus 14. Adik-adik rohani penulis, yaitu Gracia Pakpahan, Gabriella Siahaan,

Echi Ginting, Samuel Sirait, Andrew Sijabat, Rahel Girsang, Andika Situmorang, Bintang Silitonga, Ribka Tambunan, Arini, dan Sifra

(6)

Situmorang yang selalu memberikan semangat, motivasi dan waktu untuk hal apapun bagi penulis;

15. Rekan-rekan penulis dalam pelayanan MYCOM dan SM Moria Deli Tua yang terus mendoakan dan memotivasi penulis dalam menyelesaikan skripsi;

16. Keluarga Besar Paguyuban BISMA Nusantara Batch X, yaitu Devid Suwanto,Hermita, Ristauli, Ema, Uli Sinaga, beserta teman-teman lainnya yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu. Terima kasih atas pengalaman dan kebersamaannya dalam pelatihan yang kita jalani bersama. Kiranya kita bisa bertemu dalam kesuKSEsan kita bersama;

17. Panitia Perayaan Natal Fakultas Hukum USU 2018. Sungguh suatu berkat dan kehormatan dapat melayani sebagai panitia Perayaan Natal.

Tuhan Yesus memberkati kita semua;

18. Rekan-rekan seperjuangan Grup B FH USU Stambuk 2015 dan Ikatan Mahasiswa Hukum Ekonomi (IMAHMI) Fakultas Hukum USU.

Sungguh hal yang indah bisa mengenal dan berjuang bersama. Sukses untuk kita semua;

19. Abangda Pandi Sirait yang sudah membantu dan memberikan saran kepada penulis dalam proses penelitian di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Prov. Sumatera Utara.

20. Seluruh pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penulisan skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Penulis akan selalu menghargai dan mengingat dukungan dan kebersamaanya.

(7)

Penulis menyadari bahwa hasil penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat diharapkan untuk kesempurnaan skripsi ini dan kiranya skripsi ini tidak hanya berakhir sebagai tumpukan kertas yang tidak berguna, tetapi dapat bermanfaat bagi setiap orang yang membacanya. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2019

Hormat Saya,

Yabes Marlobi Sirait (150200061)

(8)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...i

DAFTAR ISI...vi

DAFTAR GAMBAR DAN TABEL...ix

ABSTRAK...x

BAB I PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang...1

B. Rumusan Masalah...12

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan...12

D. Keaslian Penulisan...14

E. Tinjauan Kepustakaan...15

F. Metode Penulisan...26

G. Sistematika Penulisan...31

BAB II PELAYANAN PENANAMAN MODAL MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU...33

A. Penyelenggaraan Penanaman Modal di Indonesia...33

1. Tujuan Penyelenggaran Penanaman Modal...34

2. Kebijakan Umum Penanaman Modal...37

3. Pengaturan Kegiatan Penanaman Modal...41

4. Pengesahan dan Perizinan Penanaman Modal...48

B. Pelayanan Penanaman Modal...51

1. Pelayanan Perizinan...51

2. Pelayanan Non Perizinan...53

C. Pelayanan Penanaman Modal Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu...54

1. Latar Belakang Lahirnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu...54

(9)

2. Tujuan, Prinsip dan Ruang Lingkup Pelayanan Terpadu

Satu Pintu...59

3. Penyelenggaran Pelayanan Terpadu Satu Pintu...61

4. Perizinan dan Non Perizinan Secara Elektronik...62

5. Hak dan Kewajiban dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu...65

BAB III KEWENANGAN PEMERINTAH DAERAH DALAM PENYELENGGARAAN KEGIATAN PENANAMAN MODAL...67

A. Otonomi Daerah di Indonesia...67

1. Latar Belakang Lahirnya Otonomi Daerah...68

2. Kebijakan dan Wewenang dalam Pengelolaan Penanaman Modal...73

3. Hambatan Masuknya Penanaman Modal ke Daerah...74

B. Pembagian Kewenangan dalam Penyelenggaraan Penanaman Modal...77

1. Kewenangan Pemerintah Pusat...78

2. Kewenangan Pemerintah Provinsi...79

3. Kewenangan Pemerintah Kabupaten/Kota...80

C. Prosedur Dan Syarat-Syarat Dalam Penanaman Modal...81

1. Lembaga yang Berwenang Mengordinasikan Penanaman Modal...81

2. Jenis-Jenis Permohonan Penanaman Modal...83

3. Prosedur, Syarat, Serta Dokumen Yang Diperlukan Dalam Permohonan Penanaman Modal...84

BAB IV EFEKTIVITAS PELAYANAN TERPADU SATU PINTU TERHADAP PENYERAPAN PENANAMAN MODAL DI PROVINSI SUMATERA UTARA...89

A. Tugas Pokok dan Fungsi Badan Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu...89

(10)

B. Pengaturan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Provinsi

Sumatera Utara...92

C. Mekanisme Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Sumatera Utara...94

D. Kendala-Kendala Pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Pemda Provinsi Sumatera Utara...95

BAB V SIMPULAN DAN SARAN...102

A. Simpulan...102

B. Saran...104

DAFTAR PUSTAKA...105

LAMPIRAN...111

1. Lampiran Surat Penelitian di Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara...112

(11)

KAJIAN REGULASI PENANAMAN MODAL DALAM PELAYANAN TERPADU SATU PINTU DI PEMERINTAHAN PROVINSI SUMATERA UTARA

ABSTRAK Yabes Marlobi Sirait1

Prof. Dr. Bismar Nasution, SH.,MH**

Dr. Mahmul Siregar, SH.,M.Hum***

Penerapan pelayanan penanaman modal melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang didukung melalui berbagai kebijakan regulasi yang dibuat dan diterapkan merupakan salah satu faktor utama untuk menciptakan iklim penanaman modal yang baik. Hal ini tidak dapat diabaikan sebab akan mempengaruhi minat para penanam modal agar tertarik menanamkan modalnya di Provinsi Sumatera Utara. Permasalahan dalam skripsi ini ialah mengenai pelayanan penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu, kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal, dan efektivitas pelayanan terpadu satu pintu terhadap penyerapan penanaman modal di Provinsi Sumatera Utara.

Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yang bersifat dekskriptif, yaitu penelitian yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder. Data sekunder dikumpulkan dengan metode studi pustaka (library research) dan studi lapangan (field reserach), yakni melakukan wawancara dengan Kepala Seksi Pengkajian, Pengembangan Potensi, dan Kewilayahan Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara. Data terkumpul dianalisis dengan metode analisis data kualitatif.

Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu memberikan perubahan yang signifikan dalam proses pelayanan perizinan penanaman modal bagi para calon penanam modal di mana terjadinya kemudahan dan keefektivitasan dalam melakukan penanaman modal. Eksistensi regulasi ini juga didukung dengan adanya Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66 Tahun 2017 yang mempercepat proses pelimpahan kewenangan pelayanan perizinan dan nonperizinan kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu di Provinsi Sumatera Utara. Dengan adanya regulasi tersebut menumbuhkan kembali rasa kepercayaan masyarakat untuk melakukan penanaman modal di Sumatera Utara yang berakibat pada penyerapan dana penanaman modal dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Melalui pelaksanaan sistem Online Single Submission yang telah diterapkan dalam rangka percepatan dan peningkatan penanaman modal dan berusaha yang telah terintegrasi secara elektonik semakin mempermudah masyarakat ataupun para calon penanam modal untuk melakukan kegiatan penanaman modal di pemerintahan Sumatera Utara secara efektif dan efesien tanpa harus memerlukan biaya yang mahal dan waktu yang cukup lama.

Kata Kunci: Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Penanaman Modal, Online Single Submission

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

** Dosen Pembimbing I, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

*** Dosen Pembimbing II, Dosen Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Otonomi daerah merupakan salah satu upaya renovasi yang dilaksanakan pemerintah untuk menjadikan Indonesia semakin maju.

Maksud dari otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah untuk mengatur dan mengurus sendiri rumah tangganya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Otonomi daerah yang berlaku saat ini diharapkan dapat meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana publik. Hal ini perlu dilakukan untuk pemerataan pembangunan dan pelayanan masyarakat secara menyeluruh.

Berlakunya otonomi daerah yang diiringi dengan perkembangan zaman mengakibatkan masyarakat lebih menyukai hal-hal khususnya dalam pelayanan publik yang sifatnya cepat, terjangkau dan berkualitas.2

Sejak dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah daerah terus-menerus berupaya meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk menciptakan tatanan kepemerintahan yang adil, demokratis dan bukan hanya menciptakan sebuah pelayanan yang efisien, tetapi juga bagaimana pelayanan dapat dilakukan tanpa membeda-bedakan status dari masyarakat yang dilayani.

2Leny Ismayanti, Efektivitas Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Malang, https://media.neliti.com/media/publications/72938-ID-pelayanan- terpadu-satu-pintu-sebagai-upa.pdf (diakses pada tanggal 22 Februari 2019)

(13)

Setiap regulasi yang ditetapkan pemerintah terhadap otonomi daerah tersebut bertujuan untuk melaksanakan pelayanan yang baik demi terciptanya kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, pelayanan di segala bidang harus dirancang sedemikian rupa sehingga bisa memenuhi kebutuhan masyarakat termasuk perizinan.

Namun dalam realitas yang ada, kualitas pelayanan publik di daerah masih sering diwarnai dengan permasalahan-permasalahan pelayanan yang sulit diakses untuk semua lapisan masyarakat. Masih banyak penyediaan pelayanan yang belum memadai termasuk yang terkait dengan pelayanan perizinan. Selama ini, masyarakat justru merasakan bahwa tuntutan akan pelayanan publik yang berkualitas jauh dari harapan, yang ada pelayanan itu penuh dengan birokrasi yang berbelit-belit, lamban, mahal dan melelahkan.

Adapun masalah-masalah yang sering menjadi keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik oleh para penyelenggara negara antara lain:3

1. Memperlambat proses penyelesaian pemberian izin;

2. Mencari berbagai dalih, seperti kekuranglengkapan berkas dokumen pendukung, keterlambatan pengajuan permohonan, dan dalih lain yang sejenis;

3. Alasan kesibukan melaksanakan tugas lain;

4. Sulit dihubungi;

3Lijan Poltak Sinambela, Reformasi Pelayanan Publik Teori Kebijakan dan Implementasi, (Jakarta : PT Bumi Aksara,2008), hlm. 36

(14)

5. Senantiasa memperlambat dengan menggunakan kata-kata “sedang diproses.”

Lemahnya koordinasi kelembagaan ditimbulkan karena ketidakjelasan tugas dan fungsi pokok masing-masing instansi dan juga oleh mekanisme koordinasi yang tidak berjalan baik. Seringkali terjadinya kegagalan dalam koordinasi disebabkan oleh adanya pertimbangan subjektif yang berlatar belakang kepentingan politis maupun ekonomi.4

Berdasarkan hasil survei Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Sumatera Utara (Sumut) Rabu 25 Desember 2013 menyimpulkan:

“Pelayanan Publik Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) 2013 masuk dalam zona merah atau nilai pelayanan publiknya masuk dalam kategori di bawah skor 500 atau buruk.5

Sebagaimana mengutip dari hasil survei Kepatuhan Pemprovsu dalam Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik terhadap 14 (empat belas) Satuan Kerja Perangkat Daerah pada tahun tersebut yang dilakukan Ombudsman Perwakilan Provinsi Sumatera Utara dibagi ke dalam 3 (tiga) kategorisasi, yaitu: “Pertama, zona merah atau kepatuhan rendah (0-500), seperti Dinas Pendidikan, Kesejahteraan Sosial, Rumah Sakit Haji, Tenaga Kerja Transmigrasi, Kesehatan dan PU Bina Marga; Kedua, zona kuning atau kepatuhan sedang (501-800), seperti

4Ana Rokhmartussa’dyah dan Suratman, Hukum Penanaman Modal, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hlm.92

5http://analisadaily.net/news/read/rapor-merah-pelayanan-publik-pemprov-sumut (diakses pada tanggal 01 April 2019)

(15)

Dinas Perindustrian Perdagangan, Pendapatan, Perpustakaan Arsip Dokumentasi, Badan Lingkungan Hidup, Pelayanan Perizinan Terpadu, Perhubungan, dan Badan Penanaman Modal dan Promosi; Ketiga, zona hijau atau kepatuhan tinggi (801-1000), seperti Rumah Sakit Jiwa.6

Sesungguhnya Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) ini telah terlebih dahulu digagas oleh pemerintah pusat dengan dikeluarkannya Permendagri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu, Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Presiden Repbulik Indonesia Nomor 97 Tahun 2014 Tentang Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu.

Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara melakukan berbagai usaha untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik, yang mana hal tersebut mendorong pemerintah daerah untuk kembali memahami arti pentingnya kualitas pelayanan publik terhadap kemajuan pembangunan yang dilakukan oleh pusat maupun pemerintah daerah, baik itu pelayanan tentang perizinan maupun nonperizinan.

Kemudian, dibentuklah Pelayanan Terpadu Satu Pintu (one stop service) oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara yang ditandai dengan didirikannya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Provinsi Sumatera Utara, meskipun tidak serta merta diikuti oleh pendelegasian seluruh jenis pelayanan perizinan.

6https://analisadaily.com/news/read-gubernur-sumatera-utara-penanggung-jawab- pelayanan-publik (diakses pada tanggal 01 April 2019)

(16)

Hal ini semakin diperkuat dengan dikeluarkannya Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman, Tata Cara Permohonan dan Jenis Perizinan serta Non Perizinan di Bidang Penanaman Modal dan Peraturan Gubernur Nomor 37 Tahun 2011 Tentang Pendelegasian Kewenangan Pelayanan Perizinan Kepada Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Provinsi Sumatera Utara.

Pasal 3 Pergub Sumut menyebutkan bahwa penyelenggaraan PTSP di bidang penanaman modal oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara dilaksanakan oleh Badan Penanaman Modal dan Promosi Provinsi Sumatera Utara.7

Pelayanan terpadu satu pintu merupakan suatu bentuk dari perubahan yang telah dilakukan oleh pemerintah yang mengharuskan adanya penyatuan/penggabungan pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) Badan Penanaman Modal dan Promosi (BPMP) dan Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) untuk memangkas birokrasi yang berbelit-belit, panjang dan memakan waktu yang sangat lama. Tujuan dilakukannya itu yakni untuk memperbaiki iklim penanaman modal guna mendorong

Dengan hadirnya Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) di tengah-tengah masyarakat Sumatera Utara diharapkan dapat membantu dan mempermudah masyarakat dalam mengurus segala macam perizinan di lingkungan pemerintahan provinsi Sumatera Utara dengan cepat, mudah, tepat dan pasti.

7Peraturan Gubernur Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman, Tata Cara Permohonan dan Jenis Perizinan serta Non Perizinan di Bidang Penanaman Modal

(17)

pertumbuhan ekonomi dan memberikan perhatian pada peran usaha mikro, kecil dan menengah. Penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu diharapkan efektif agar dapat memacu penanaman modal yang ada di suatu daerah.

Dalam rangka meningkatkan daya saing penanaman modal agar dapat menarik masuknya penanaman modal ke Indonesia sebanyak mungkin, kelemahan koordinasi antara instansi terkait perlu diperbaiki dengan cara meningkatkan sinkronisasi dan koordinasi kelembagaan baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. Di samping itu, perlu dilakukan penataan secara menyeluruh (reformasi) terhadap aparatur negara (service reform) serta reformasi pelayanan publik (public service reform).8

Selanjutnya, menurut Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota (selanjutnya PP No. 38 Tahun 2007), untuk menentukan suatu urusan menjadi urusan pemerintah (pusat), pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, didasarkan pada kriteria ekstrenalitas, akuntabilitas dan efisiensi. Dengan kriteria tersebut apabila dampak yang ditimbulkan bersifat lokal, urusan pemerintahan tersebut menjadi kewenangan pemerintah daerah kabupaten/kota untuk bertanggung jawab mengatur dan mengerjakan urusan pemerintah tersebut. Demikian pula apabila urusan pemerintahan lebih berdaya guna

8Harjono K., Dhaniswara, Hukum Penanaman Modal, Tinjauan terhadap Pemberlakuan Undang-Undang Nomor Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2007), hlm. 248

(18)

ditangani pemerintahan daerah kabupaten/kota, maka diserahkan kepada pemerintahan daerah kabupaten/kota. Seiring dengan menguatkan otonomi daerah, khususnya kabupaten/kota maka banyak perizinan yang menjadi kewenangan pemerintah kabupaten/kota.9

Koordinasi yang harmonis di antara berbagai institusi yang berkaitan dengan efektivitas sistem hukum, akan dapat berjalan dengan baik apabila ada kejelasan tugas pokok dan fungsi serta kewenangan masing-masing institusi, sehingga tidak terjadi duplikasi dan bahkan konflik. Hal ini karena fungsi koordinasi adalah menyangkut kejelasan pola pelayanan terpadu serta pembagian kerja dan kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Untuk itu, diperlukan mekanisme koordinasi yang dipahami dan mengikat bagi instansi-instansi terkait, misalnya menyangkut masalah promosi penanaman modal, perizinan, fasilitas penanaman modal, dan lain-lain.10

Birokrasi yang terlalu panjang biasanya dapat menciptakan situasi yang kurang kondusif bagi kegiatan penanaman modal, sehingga dapat mengurungkan niat para pemodal untuk melakukan penanaman modal.

Birokrasi yang panjang seringkali juga berarti adanya biaya tambahan yang memberatkan para calon pemodal karena dapat mengakibatkan usaha yang dilakukannya menjadi tidak feasible.11

9Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Kabupaten/Kota

10Loc.Cit.

11Ibid,hlm. 6

(19)

Dalam masalah birokrasi yang terlalu panjang, hal ini disebabkan oleh karena adanya penumpukan kerja di pemerintah pusat. Oleh karena itu perlu adanya suatu pendelegasian wewenang dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam rangka meringankan beban pemerintah, karena pemerintah pusat tidak mungkin mengenal seluruh dan segala kepentingan dan kebutuhan setempat dan tidak mungkin pula mengetahui bagaimana kebutuhan tersebut sebaik-baiknya.12 Pemerintah daerahlah yang mengetahuisedalam-dalamnya kebutuhan daerah dan bagaimana memenuhinya. Dengan adanya pendelegasian wewenang (desentralisasi), maka akan dapat menghindari adanya beban yang melampaui batas dari pemerintah pusat yang disebabkan oleh adanya kelebihan beban kerja yang menyebabkan birokrasi administrasi semakin panjang.13

Sebagai bagian dari pembaruan ketentuan penanaman modal, terlihat bahwa lembaga yang menangani penanaman modal dengan tegas ditunjuk dalam UUPM yakni Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) yang di mana dalam Pasal 27 UUPM disebutkan:14

1. Pemerintah mengoordinasi kebijakan penanaman modal, baik koordinasi antarinstansi Pemerintah, antarinstansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antarinstansi Pemerintah dengan Pemerintah Daerah, maupun antarpemerintah daerah

12 Faisal Akbar Nasution, Dimensi Hukum Dalam Pemerintah Daerah, (Medan : Pusaka Bangsa Press, 2003), hlm. 10

13Loc.Cit.

14Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

(20)

2. Koordinasi pelaksanaan kebijakan penanaman modal sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal

3. Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dipimpin oleh seorang kepala dan bertanggung jawab langsung kepada Presiden

4. Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diangkat dan diberhentikan oleh Presiden

Dari ketentuan ayat (1) tersebut, dalam rangka penanaman modal, pemerintah mengoordinasikan kebijakan penanaman modal, baik antarinstansi pemerintah, pemerintah dengan Bank Indonesia, pemerintah dengan daerah maupun antarpemerintah daerah. Koordinasi tersebut sangat diperlukan mengingat dalam rangka reformasi, terdapat kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah sesuai dengan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 jo. Undang-Undang No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. 15

Dengan adanya perbaikan koordinasi antara instansi pemerintah pusat dan daerah, penciptaan birokrasi yang efisien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim yang kondusif di bidang penanaman modal dan keamanan berusaha dapat diwujudkan.

15Harjono K., Dhaniswara,Op.Cit, hlm. 249

(21)

Kebijakan tersebut telah mengubah penyelenggaraan pemerintahan, dari yang sebelumnya terpusat menjadi terdesentralisasi yang meliputi penyerahan kewenangan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah (kecuali politik luar negeri, fiskal-moneter, dan kewenangan lainnya) serta perubahan perimbangan keuangan antara pusat dan daerah.16

Sebagai suatu one stop investment service center, BKPM mempunyai fungsi-fungsi, antara lain:17

a. Penetapan kebijaksanaan di bidang penanaman modal dan pendapatan, iklim usaha sesuai dengan kebijakan umum yang ditetapkan

b. Pengkoordinasian kegiatan penanaman modal dan sistem pelayanannya, secara lintas sektoral dan regional serta potensi sumber daya nasional

c. Pemberian pelayanan perizinan dan fasilitas serta pelayanan teknis dan bisnis di bidang penanaman modal

d. Pelaksanaan kerja sama luar negeri di bidang penanaman modal dan pendayagunaan bantuan teknik luar negeri, dan lain-lain

Dalam rangka mendorong kegiatan penanaman modal, ada beberapa langkah yang kini sedang dikaji oleh BPKM untuk segera dilaksanakan, yaitu sebagai berikut:18

16Ibid.

17Ana Rokhmartussa’dyah dan Suratman,Op.Cit, hlm. 64

18Ibid.

(22)

a. Mempermudah izin penanaman modal dengan cara:

1. Mempersingkat jangka waktu perizinan dari 10 (sepuluh) hari menjadi 1 (satu) hari dengan moto one day serveice dengan sistem perizinan satu atap

2. Perluasan pelimpahan pemberian izin penanaman modal dari BPKM kepada BKPMD

3. Pengesahan akta pendirian perusahaan yang selama inin dilimpahkan kepada pusat dilimpahkan ke daerah

4. Menghapuskan rekomendasi dari departemen teknis terkait b. Memperpanjang jangka waktu berlakunya Hak Guna Usaha (HGU) c. Dan lain-lain

Berbagai peraturan perundang-undangan telah dibentuk guna mempermudah dalam proses perizinan terhadap pelaksanaan penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu agar masyarakat dapat menikmati kemudahan, percepatan, ketepatan dan kepastian serta mendorong bertumbuh dan berkembangnya penanaman modal baik dalam negeri maupun asing.

Namun, sejauh penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) tersebut apakah memang turut memberikan kontribusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik dan penyerapan penanaman modal khsususnya di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara agar mengalami perubahan ke arah yang semakin baik atau justru sebaliknya.

(23)

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengangkat judul dari penulisan skripsi ini yaitu, “Kajian Regulasi Penanaman Modal Dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu Di Pemerintahan Provinsi Sumatera Utara”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana penyelenggaraan pelayanan penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu?

2. Bagaimana kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal?

3. Bagaimana efektivitas pelayanan terpadu satu pintu terhadap penyerapan penanaman modal di Provinsi Sumatera Utara?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penulisan skripsi ini antara lain:

1. Mengetahui penyelenggaraan pelayanan penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu.

2. Mengetahui kewenangan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan kegiatan penanaman modal.

3. Mengetahui efektivitas pelayanan terpadu satu pintu terhadap penyerapan penanaman modal di Provinsi Sumatera Utara.

(24)

Penelitian ini merupakan sarana yang dipergunakan oleh manusia untuk memperkuat, membina serta mengembangkan ilmu pengetahuan,19

1. Secara teoritis

oleh karena itu penulis berharap agar penulisan skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca. Adapun manfaat penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

Penulisan skripsi ini diharapkan mampu mengisi ruang-ruang kosong dalam ilmu pengetahuan yang berkenaan dengan substansi penulisan skripsi ini, hingga akhirnya skripsi ini memberikan sumbangsih berarti bagi perkembangan ilmu pengetahuan hukum terkait kajian regulasi penanaman modal dalam pelayanan terpadu satu pintu di pemerintahan daerah Sumatera Utara.

2. Secara Praktis

a. Dapat dijadikan masukan kepada pemerintahan daerah Sumatera Utara terhadap regulasi penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu.

b. Dapat memberi masukan kepada masyarakat mengenai bagaimana pelaksanaan pelayanan penanaman modal melalui pelayanan terpadu satu pintu baik bagi para pemodal asing maupun dalam negeri.

19Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta:UI Press,2010), hlm.

3

(25)

D. Keaslian Penulisan

Penulisan skripsi ini didasarkan atas ide atau gagasan penulis dan telah dilakukan penelusuran di Perpustakaan Fakultas Hukum USU oleh Petugas Pustaka bahwa judul skripsi “Kajian Regulasi Penanaman Modal Dalam Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Pemerintahan Daerah Sumatera Utara, belum pernah diteliti oleh peneliti sebelumnya. Namun ada beberapa penelitian sebelumnya mengangkat judul tentang pelayanan terpadu satu pintu, antara lain:

1. Ihsan Azhari FISIP, USU (2009), dengan judul Good Governance dan Otonomi Daerah (Studi Kasus Efektivitas Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Kabupaten Serdang Bedagai).

Adapun permasalahannya, yaitu:

a. Bagaimana Efektivitas Implementasi Good Governance Dalam Otonomi Daerah di Kabupaten Serdang Bedagai Dilihat Dari Indeks Kepuasan Masyarakat

2. Susanti Lona Silalahi FISIP, USU (2014), dengan judul Analisis Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Dalam Meningkatkan Kualitas Pelayanan Publik di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu (BPPT) Provinsi Sumatera Utara. Adapun permasalahan dalam penelitian ini:

a. Bagaimana penyelenggaraan pelayanan terpadu satu pintu dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik di Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Provinsi Sumatera Utara?

(26)

b. Mengapa Badan Pelayanan Perizinan Terpadu Sumatera Utara masih menyelenggarakan pelayanan terpadu satu pintu untuk 56 jenis perizinan pada 13 bidang usaha?

Karena para mahasiswa belum ada yang menulis, maka tulisan ini asli dari buah pikiran penulis. Jika di kemudian hari telah nyata ada skripsi yang sama dengan skripsi ini, sebelum skripsi ini dibuat, maka saya akan bertanggung jawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan 1. Penanaman Modal

Penanaman modal dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang dilakukan baik oleh orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person) dalam upaya untuk meningkatkan dan/ atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang berbentuk uang tunai, peralatan, aset tidak bergerak, hak atas kekayaan intelektual, maupun keahlian.20

20 Ana Rokhmartussa’dyah dan Suratman,Op.Cit, hlm.3

Pasal 1 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, menyebutkan bahwa Penanaman Modal adalah segala bentuk kegiatan penanaman modal, baik oleh penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia.

Dari beberapa pengertian di atas, dapat ditarik unsur-unsur terpenting dari kegiatan penanaman modal, yaitu:

(27)

a. Adanya motif untuk meningkatkan atau setidak-tidaknya mempertahankan nilai modalnya;

b. Bahwa “modal” tersebut tidak hanya mencakup hal-hal yang bersifat kasat mata dan dapat diraba, tetapi juga mencakup sesuatu yang bersifat tidak kasat mata dan tidak dapat diraba, yang meliputi keahlian, pengetahuan jaringan, dan sebagainya yang dalam berbagai kontrak kerja sama.21

Penanaman modal terbagi menjadi 2 (dua) bentuk, yaitu Penanaman Modal Langsung (Direct Investment) atau dikenal sebagai Penanaman Modal Jangka Panjang dan Penanaman Modal Tidak Langsung (Indirect Investment)atau yang dikenal sebagai Portofolio Penanaman Modal Jangka Pendek.22

1. Penanaman Modal Langsung

Dalam konteks penanaman modal, maka penanaman modal langusng telah diartikan sebagai: “Direct foreign investment is contribution coming from abroad. Owned by foreign individuals or concerns to the capital of an enterprise must be freely convertible currincies, industrial plants, machinery or equipment with the right to re-export their value and to remit profit abroad. Also considered as direct foreign investment are those investments in local currency originating from resources which have the right to be remitted abroad.”

21Ibid.

22Ana Rokhmartussa’dyah dan Suratman,Op.Cit, hlm. 4-5

(28)

Penanaman modal langsung ini dilakukan baik berupa mendirikan perusahaan patungan dengan mitra lokal, dengan melakukan kerja sama operasi tanpa membentuk perusahaan baru, dengan mengkonversikan pinjaman menjadi penyertaan mayoritas dalam perusahaan lokal, dengan memberikan bantuan teknis dan manajerial.

2. Penanaman Modal Tidak Langsung

Yang termasuk penanaman modal tidak langsung ini mencakup kegiatan tranksasi di pasar modal dan pasar uang. Disebut sebagai penanaman modal jangka pendek, karena pada umumnya mereka melakukan jual beli saham dan/atau mata uang dalam jangka waktu yang relatif singkat, tergantung kepada fluktuasi nilai saham dan/ atau mata uang yang hendak diperjualbelikan.

Selain itu, penanaman modal juga terbagi atas 2 (dua) jenis, yakni Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) dan Penanaman Modal Asing (PMA). Penanaman modal dalam negeri adalah kegiatan menanam modal oleh penanam modal dalam negeri, sedangkan penanaman modal asing dilakukan oleh penanam modal asing di wilayah negara Republik Indonesia.

a. Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

Istilah Penanaman Modal Dalam Negeri, berasal dari bahasa Inggris, yaitu domestic investment. Penanaman modal dalam

(29)

negeri dapat ditemukan dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN). Penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan daripada kekayaan seperti tersebut dalam Pasal 1, baik secara langsung maupun tidak langsung untuk menjalankan usaha menurut atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang- undangan.23

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.24 Pihak yang dapat menjadi penanam modal dalam negeri adalah:25

1. Orang-perorangan warga negara Indonesia; dan atau 2. Badan usaha Indonesia;

3. Badan hukum Indonesia.

Pihak yang dapat mengajukan permohonan penanaman modal baru dalam rangka penanaman modal dalam negeri adalah:

23Pasal 2 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

24Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

25Salim dan Budi Sutrisno,Op.Cit, hlm. 105

(30)

1. Perseroan Terbatas (PT)

2. Commanditaire Vennootschap (CV) 3. Firma (Fa)

4. Badan Usaha Koperasi 5. BUMN

6. BUMD

7. Perseorangan26

b. Penanaman Modal Asing (PMA)

Pengertian Penanaman Modal Asing ditemukan dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Penanaman Modal Asing adalah hanya meliputi modal asing secara langsung yang dilakukan menurut atau berdasarkan ketentuan-ketentuan undang-undang dan digunakan untuk menjalanlankan usaha di Indonesia.27

Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri.28

26Ibid

27Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing

28Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

(31)

a. Hak dan Kewajiban dalam Penanaman Modal Asing

Hak dan kewajiban penanam moda, khususnya penanam modal asing telah ditentukan dalam Pasal 8, Pasal 10, Pasal 14, Pasal 15 dan Pasal 18 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal. Hak penanam modal sebagai berikut:

1. Mengalihkan aset yang dimilikinya kepada pihak yang diinginkannya;

2. Melakukan transfer dan repatriasi dalam valuta asing, antara lain terhadap:

a. Modal;

b. Keuntungan, bunga bank, deviden, dan pendapatan lain;

c. Dana-dana yang diperlukan untuk pembelian bahan baku dan penolong, barang setengah jadi atau barang jadi serta penggantian barang modal dalam rangka untuk melindungi kelangsungan hidup penanaman modal;

d. Tambahan dana yang diperlukan bagi pembiayaan penanaman modal;

e. Dana-dana untuk pembayaran kembali pinjaman;

f. Royalti atau biaya yang harus dibayar;

(32)

g. Pendapatan dari perseorangan dari warga negara asing yang bekerja dalam perusahaan penanaman modal;

h. Hasil penjualan atau likuidasi penanaman modal;

i. Kompensasi atas kerugian;

j. Kompensasi atas pengambilalihan;

k. Pembayaran yang dilakukan dalam rangka bantuan teknis, biaya yang harus dibayarkan untuk jasa teknisi dan manajemen serta pembayaran yang dilakukan di bawah kontrak proyek dan juga pembayaran hak atas kekayaan intelektual;

l. Hasil penjualan aset, hak ini tidak mengurangkan kewenangan pemerintah untuk:

1) Memberlakukan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mewajibkan pelaporan pelaksanaan transfer dana;

2) Hak pemerintah untuk mendapatkan pajak dan/atau royalty atau pendapatan pemerintah lainnya dari penanaman modal;

3) Menggunakan tenaga ahli warga negara asing untuk jabatan dan keahlian tertentu;

(33)

4) Mendapatkan kepastian hak, hukum dan perlindungan;

5) Informasi yang terbuka mengenai bidang usaga yang dijalankan;

6) Hak pelayanan;

7) Berbagai bentuk fasilitas kemudahan.

Sedangkan kewajiban penanaman modal, khususnya penanam modal asing telah ditentukan dalam Pasal 15 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, yaitu:

1. Menerapkan prinsip tata kelola perusahaan yang baik;

2. Melaksanakan tanggungjawab sosial perusahaan;

3. Membuat laporan tentang kegiatan penanaman modal dan menyampaikannya kepada Badan Koordinasi Penanaman Modal;

4. Menghormati tradisi budaya masyarakat sekitar lokasi kegiatan usaha penanaman modal;

5. Mematuhi semua ketentuan peraturan perundang- undangan.29

2. Pelayanan Terpadu Satu Pintu

Pelayanan Terpadu Satu Pintu yang selanjutnya disingkat PTSP adalah kegiatan penyelenggaraan suatu Perizinan dan Nonperizinan yang

29Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal

(34)

mendapat pendelegasian atau pelimpahan wewenang dari lembaga atau instansi yang memiliki kewenangan Perizinan dan Nonperizinan yang proses pengelolaannya dimulai dan tahap permohonan sampai dengan tahap terbiaya dokumen yang dilakukan dalam satu tempat.30

Selain itu, Pelayanan Terpadu Satu Pintu merupakan pola pelayanan terpadu yang diselenggarakan pada satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu.31

Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) dikategorikan menjadi beberapa jenis, antara lain:32

a. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Pusat

Pelayanan terkait penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintah pusat diselenggarakan secara terintegrasi dalam satu kesatuan proses dimulai dari tahap permohonan sampai dengan tahap penyelesaian produk pelayanan melalui satu pintu di Badan Koordinasi Penanaman Modal33

30Pasal 1 ayat (4) Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu

31David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Asing di Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2014), hlm.40

32Ibid, 47

33Pasal 1 Angka 12 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha

(35)

b. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Provinsi

Gubernur kepada Kepala Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (PDPPM)34

c. Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) Kabupaten/Kota

melakukan pendelegasian wewenang atas tugas, hak dan kewajiban dan pertanggungjawaban perizinan dan nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang.

Bupati/ Wali Kota kepada Kepala Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (PDKPM)35

d. Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kawasan Ekonomi Khusus (PTSP KEK)

melakukan pendelegasian wewenang atas tugas, hak dan kewajiban dan pertanggungjawaban perizinan dan nonperizinan, termasuk penandatanganannya atas nama pemberi wewenang.

Pelaksanaan layanan penanaman modal yang meliputi penerbitan izin penanaman modal, dan perizinan pelaksanaan lainnya dengan kriteria yang ditetapkan oleh Administrator Kawasan Ekonomi Khusus

34PDPPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah provinsi, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing-masing pemerintah provinsi, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di pemerintah provinsi

35PDKPM adalah unsur pembantu kepala daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah kabupaten/kota, dengan bentuk sesuai dengan kebutuhan masing- masing pemerintah kabupaten/kota, yang menyelenggarakan fungsi utama koordinasi di bidang penanaman modal di pemerintah kabupaten/kota

(36)

e. Pelayanan Terpadu Satu Pintu Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (PTSP KPBPB)

Pelayanan terpadu satu pintu yang diselenggarakan oleh Kepala BPKPBPB guna melaksanakan percepatan perizinan berusaha dalam bentuk pemenuhan persyaratan36

3. Regulasi Penanaman Modal

Pada dasarnya sumber hukum dapat dibedakan menjadi 2(dua) macam, yaitu sumber hukum materiil dan sumber hukum formil. Sumber hukum materiil adalah tempat darimana materi hukum itu diambil dan faktor yang membantu pembentukan hukum. Sedangkan sumber hukum formil adalah tempat memperoleh kekuatan hukum dan berkaitan dengan bentuk atau cara yang menyebabkan peraturan hukum formil itu berlaku.37

1. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal;

Yang menjadi sumber hukum penanaman modal,antara lain:

2. Peraturan Pemerintah Nomor 83 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1994 Tentang Kepemilikan Saham dalam Perusahaan yang Didirikanm dalam Rangka Penanaman Modal Asing;

3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2015 Tentang Fasilitas Pajak Penghasilan Untuk Penanaman Modal di

36Pasal 20 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 91 Tahun 2017 Tentang Percepatan Pelaksanaan Berusaha

37Salim dan Budi Sutrisno,Op.Cit, hlm. 16

(37)

Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu;

4. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;

5. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2016 Tentang Daftar Bidang Usaha Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal;

6. Peraturan Kepala BKPM Nomor 6 Tahun 2011 Tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pembinaan, dan Pelaporan Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal;

7. Peraturan Kepala BKPM Nomor 12 Tahun 2009 Tentang Pedoman dan Tata Cara Permohonan Penanaman Modal;

8. Dll38

F. Metode Penulisan

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisisnya.39

38Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuansa Aulia. 2018), hlm.

316-321

39Bambang Waluyo, Penelitian Hukum Dalam Praktek, (Jakarta: Sinar Grafika,2010), hlm.6

Selain itu, diadakan pada pemeriksaan yang mendalam terhadap fakta hukum yang relevan, untuk kemudian mengupayakan suatu

(38)

pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam gejala yang bersangkutan.40

1. Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian hukum normatif, yang didukung oleh data empiris, yakni dengan melakukan wawancara secara langsung kepada narasumber. Penelitian hukum normatif adalah prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan dipandang dari sisi normatifnya.”41 Penelitian normatif yang didasarkan pada bahan hukum primer dan sekunder yaitu inventarisasi peraturan-peraturan yang berkaitan dengan penulisan skripsi.

Penelitian ini bersifat deskriptif. Maksud dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran yang lengkap dan secara jelas tentang permasalahan yang terdapat pada masyarakat yang digunakan dapat dikaitkan dengan ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan hukum yang berlaku.42

2. Sumber Data

Penelitian menggunakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier serta didukung oleh data primer berupa hasil wawancara dengan narasumber.. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari kepustakaan. Data sekunder merupakan data primer yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan baik

40Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Universitas Indonesia Jakarta,2007), hlm. 3

41 Johny Ibrahim, Teori dan Metodology Penelitian Hukum Normatif (Surabaya : Bayu Media Publishing, 2005), hlm. 46

42Bambang Waluyo,Op.cit.,hlm. 13-14

(39)

oleh pihak pengumpul data primer atau oleh pihak lain.43

a. Bahan Hukum Primer

Data sekunder berfungsi untuk mencari data awal/ informasi, mendapatkan batasan/definisi/arti suatu istilah.

Yaitu bahan hukum yang terdiri dari peraturan perundang-undangan antara lain, Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah, Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Pedoman dan Tata Cara Izin Prinsip Penanaman Modal, Peraturan Presiden Nomor 27 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Terpadu Satu Pintu di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Daerah Provinsi Sumatera Utara Nomor 2 Tahun 2015 Tentang Pemberian Intensif dan Kemudahan Penanaman Modal, Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 55 Tahun 2010 Tentang Pedoman, Tata Cara Permohonan dan Jenis Perizinan serta Nonperizinan di Bidang Penanaman Modal, Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 38 Tahun 2016 Tentang Susunan Organisasi Dinas-Dinas Daerah Sumatera Utara, Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 44 Tahun 2017 Tentang Tugas, Fungsi, Uraian Tugas dan Tata Kerja Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara, Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 66 Tahun 2017 Tentang Pelimpahan Kewenangan Pelayanan

43Husein Umar, Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis, (Jakarta : PT.

RajaGrafindo Persada, 2005), hlm. 41

(40)

Perizinan dan Nonperizinan Kepada Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Perizinan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara.

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer44

c. Bahan Hukum Tersier

, yakni hasil karya para ahli hukum berupa buku, pendapat-pendapat sarjana, yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.

Sering disebut bahan penunjang yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk atau penjelasan bermakna terhadap bahan hukum primer dan/

atau bahan hukum sekunder yakni kamus hukum dan Kamus Besar Bahasa Indonesia.

3. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan 2 (dua) cara, antara lain:

1. Studi Kepustakaan (library research) yaitu serangkaian kegiatan untuk memperoleh data dengan jelas membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian. Hasil dari kegiatan pengkajian tersebut kemudian dibuat ringkasan secara sistematis sebagai inti sari hasil pengkajian studi dokumen. Tujuan dari teknik dokumentasi ini adalah untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, pendapat-

44Soerjono Soekanto, Penelitian Hukum Normatif, (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 2001), hlm. 29

(41)

pendapat, atau penemuan-penemuan, yang berhubungan dengan permasalahan penelitian.

2. Studi Lapangan (Field Research), yaitu data lapangan yang diperlukan sebagai data penunjang yang diperoleh melalui wawancara dengan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Provinsi Sumatera Utara.

4. Analisis Data

Analisis data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka. Terhadap data primer yang didapat dari lapangan terlebih dahulu melalui wawancara dengan narasumber diteliti kelengkapannya dan kejelasannya untuk diklasifikasi serta dilakukan penyusunan secara sistematis serta konsisten untuk memudahkan melakukan analisis.

Data primer inipun terlebih dahulu dikorelasi untuk menyelesaikan data yang paling relevan dengan perumusan masalah yang ada di dalam penelitian ini. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis. Dari hasil penelitian dilakukan pembahasan secara deskriptif.45

Deskriptif tersebut, meliputi isi dan struktur hukum positif, yaitu suatu kegiatan yang dilakukan oleh penulis untuk menentukan isi atau makna

45Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2011 ), hlm. 86

(42)

aturan hukum yang dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.46

G. Sistematika Penulisan

Kemudian data yang berhasil dikumpulkan, data sekunder, kemudian diolah dan dianalisa dengan mempergunakan teknik analisis metode kualitatif, yaitu dengan menguraikan semua data menurut mutu, dan sifat gejala dan peristiwa hukumnya melakukan pemilahan terhadap bahan- bahan hukum relevan tersebut di atas agar sesuai dengan masing-masing permasalahan yang dibahas dengan mempertautkan bahan hukum yang ada.

Mengolah dan menginterpretasikan data guna mendapat kesimpulan dari permasalahan serta memaparkan kesimpulan dan saran, yang dalam hal ini adalah kesimpulan kualitatif, yakni kesimpulan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan dan tulisan.

Secara garis besar dalam penulisan skripsi ini dibagi atas lima bab dan masing-masing bab terdiri dari beberapa sub bab sesuai dengan kebutuhannya. Adapun gambaran dari sisi atau sistematika dari skripsi ini adalah sebagai berikut:

Bab I pendahuluan pada bab ini menguraikan tentang Latar Belakang, Rumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penulisan, Keaslian Penulisan, Tinjauan Kepustakaan, Metode Penelitian, dan diakhiri dengan Sistematika Penulisan.

46Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2016), hlm.

107

(43)

Bab II membahas tentang Pelayanan Penanaman Modal Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu, pada bab ini menguraikan Penyelenggaraan Penanaman Modal di Indonesia, yang terdiri dari tujuan penyelenggaraan penanaman modal, kebijakan umum penanaman modal, pengaturan kegiatan penanaman modal, pengesahan dan perizinan penanaman modal;

Pelayanan Penanaman Modal , yang terdiri dari pelayanan perizinan, pelayanan nonperizinan; Pelayanan Penanaman Modal Melalui Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), yang terdiri dari latar belakang lahirnya PTSP, tujuan,prinsip dan ruang lingkup PTSP, penyelenggaraan PTSP, perizinan dan nonperizinan secara elektronik, hak dan kewajiban dalam PTSP.

Bab III membahas tentang Kewenangan Pemerintah Daerah Dalam Penyelenggaraan Kegiatan Penanaman Modal, pada bab ini menguraikan Otonomi Daerah di Indonesia, yang terdiri dari latar belakang lahirnya otonomi daerah, kebijakan dan wewenang dalam pengelolaan penanaman modal, hambatan masuknya penanaman modal ke daerah; Pembagian Kewenangan dalam Penyelenggaraan Penanaman Modal, yang terdiri dari kewenangan pemerintah pusat, kewenangan pemerintah provinsi, kewenangan pemerintah kabupaten/kota; Prosedur Dan Syarat-Syarat Dalam Penanaman Modal, yang terdiri dari lembaga yang berwenang mengordinasikan penanaman modal, jenis-jenis permohonan penanaman modal, prosedur, syarat, serta dokumen yang diperlukan dalam permohonan penanaman modal,

(44)

Bab IV membahas tentang Efektivitas Pelayanan Terpadu Satu Pintu Terhadap Penyerapan Penanaman Modal di Provinsi Sumatera Utara, pada bab ini menguraikan tugas pokok dan fungsi badan penanaman modal dan pelayanan terpadu satu pintu, pengaturan PTSP di provinsi Sumatera Utara, mekanisme pelayanan perizinan terpadu satu pintu di Sumatera Utara, kendala-kendala pelaksanaan PTSP di Pemda Provinsi Sumatera Utara.

Bab V membahas dari bab-bab sebelumnya sehingga akan ditemukan penarikan suatu kesimpulan serta garis-garis besar dan juga pemahaman atau pemaparan materi dari karya ilmiah ini, untuk kemudian diberi saran- saran yang diharapkan dapat lebih membangun.

(45)

BAB II

PELAYANAN PENANAMAN MODAL MELALUI PELAYANAN TERPADU SATU PINTU

A. Penyelenggaraan Penanaman Modal di Indonesia

Sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007, keberadaan penanaman modal dalam negeri diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal Dalam Negeri dan penanaman modal asing diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing. Menurut ketentuan undang- undang tersebut, penanaman modal dalam negeri adalah penggunaan modal dalam negeri ( yang merupakan bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia termasuk hak-haknya dan benda-benda baik yang dimiliki oleh negara maupun swasta nasional atau swasta asing yang berdomisili di Indonesia yang disisihkan/ disediakan guna menjalankan usaha sepanjang modal tersebut tidak diatur dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967) bagi usaha-usaha yang mendorong pembangunan ekonomi pada umumnya.47

Lahirnya UU Penanaman Modal menunjukkan ciri khas tersendiri yaitu dengan sejumlah asas yang menjiwai norma dan upaya untuk menangkap nilai-nilai yang hidup dalam tatanan pergaulan masyarakat baik di tingkat nasional maupun di dunia internasional. Artinya,

47Harjono K., Dhaniswara,Op.Cit. hlm. 122-123

(46)

keikutsertaan Indonesia dalam berbagai forum internasional, maka berbagai nilai yang dianggap telah menjadi norma universal diakomodasikan ke dalam hukum nasional.48

Mengingat Indonesia sekarang ini masuk dalam kondisi negara yang sedang berkembang, sehingga pembangunan masih perlu dan banyak yang harus dilaksanakan di segala bidang. Seperti diketahui kondisi keuangan bangsa belum pulih sampai saat ini sehingga banyak pembangunan yang sudah dirancang atau dijalanlan menjadi terbengkalai. Salah satu sumber pendanaan yang diharapkan untuk melanjutkan pembangunan tersebut adalah dengan cara mengundang penanam modal asing maupun penanam modal di dalam negeri.49

Dalam Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tidak mengadakan pembedaan antara penanaman modal dalam negeri dan penanaman modal asing. Oleh karena itu, undang-undang tersebut mengatur mengenai kegiatan penanaman modal, baik penanaman modal dalam negeri maupun penanaman modal asing dan tidak mengadakan pemisahan undang-undang secara khusus, seperti halnya undang-undang penanaman modal yang terdahulu yang terdiri dari dua undang-undang.50

1. Tujuan Penyelenggaraan Penanaman Modal

Tujuan penyelenggaraan penanaman modal hanya dapat tercapai apabila faktor penunjang yang menghambat iklim penanaman modal dapat

48Sentosa Sembiring, Hukum Investasi, (Bandung : Nuasa Aulia, 1999), hlm. 132

49Faisal Santiago, Pengantar Hukum Bisnis, (Jakarta : Penerbit Mitra Wacana Media, 2012), hlm. 105

50Harjono K., Dhaniswara,Op.Cit. hlm. 121

(47)

diatasi, antara lain melalui perbaikan koordinasi antara instansi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, penciptaan birokrasi yang efesien, kepastian hukum di bidang penanaman modal, biaya ekonomi yang berdaya saing tinggi, serta iklim usaha yang kondusif di bidang ketenagakerjaan dan keamanan berusaha. Dengan perbaikan berbagai faktor penunjang tersebut, diharapkan realisasi penanaman modal akan membaik secara signifikan.51

a. meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional;

Menurut Pasal 3 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal, tujuan penyelenggaraan penanaman modal, antara lain untuk:

b. menciptakan lapangan pekerjaan;

c. meningkatkan pembangunan ekonomi berkelanjutan;

d. meningkatkan kemampuan daya saing dunia usaha nasional;

e. meningkatkan kapasitas dan kemampuan teknologi nasional;

f. mendorong pembangunan ekonomi kerakyatan;

g. mengolah ekonomi potensial menjadi ekonomi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan dana yang berasal baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri; dan

h. meningkatkan kesejahteraan masyarakat

Sebagaimana diungkapkan oleh N. Rosyidah Rakhmawati52

51Ibid., hlm. 26

52N. Rosyidah Rakhmawati, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Malang : Bayu Media Publishing, 2003), hlm. 8

bahwa penanaman modal memiliki arti penting bagi pembangunan ekonomi yang

(48)

pada dasarnya adalah untuk meningkatkan perekonomian nasional, yaitu untuk meningkatkan kesempatan kerja, meraih teknologi dan mempercepat pertumbuhan ekonomi.

Berkaitan dengan tujuan penamaman modal Sumantoro53

1. peningkatan produksi nasional/ penggalian potensi-potensi ekonomi;

menyatakan bahwa penanaman modal mempunyai peranan dan sumbangan penting dalam pembangunan. Pembangunan tersebut direncanakan oleh pemerintah yang di dalamnya juga diarahkan agar penanaman modal mempunyai peranan dalam pembangunan. Kegiatan penanaman modal diharapkan tidak berorientasi kepada motif mendapatkan keuntungan saja, melainkan juga diarahkan kepada pemenuhan tugas pembangunan pada umumnya.

Jadi selayaknyalah penanaman modal diarahkan pada serangkaian pengaturan oleh pemerintah untuk berperan serta dalam mencapai tujuan- tujuan pembangunan menurut prioritas yang tercantum dalam setiap rencana pembangunan, yang meliputi:

2. penciptaan lapangan kerja;

3. peningkatan peralatan hasil-hasil pembangunan/ partisipasi masyarakat dalam pembanguna/ kegiatan ekonomi dan pemerataan kegiatan pembangunan ke daerah.

53 Sumartono, Hukum Ekonomi, (Jakarta : UI Press, 1986), hlm. 111

(49)

Manfaat penanaman modal asing adalah sebagai sumber modal, sumber pengetahuan, alih teknologi, sumber pemberuan proses dan produk, dan sumber kesempatan kerja. Sedangkan kerugian adanya penanaman modal asing adalah adanya persaingan perusahaan dalam negeri, persaingan merebut kredit dalam negeri, penanaman modal asing membawa keluar keuntungan hasil penanaman modal yang lebih besar daripada jumlah uang yang dibawanya sebagai modal, penanaman modal asing tidak menciptakan banyak kesempatan kerja, pengeksploitasian sumber daya alam oleh penanam modal asing, beberapa praktek kerja penanaman modal asing yang bertentangan dengan kepentingan nasional negara tuan rumah.54

2. Kebijakan Umum Penanaman Modal

Sebagai tempat untuk melakukan kegiatan investasi, Indonesia memiliki potensi yang sangat besar, antara lain:55

1. Wilayah yang luas dan subur dengan kekayaan alam yang melimpah;

2. Upah buruh yang relatif rendah;

3. Pasar yang sangat besar;

4. Lokasi yang strategis;

5. Adanya upaya sungguh-sungguh daru pemerintah untuk mendorong iklim penanaman modal yang sehat;

54Nirwono, Ilmu Ekonomi untuk Konteks Indonesia, (Jakarta : LP3ES, 1991), hlm. 706

55Ana Rokhmartussa’dyah dan Suratman , Hukum Investasi & Pasar Modal, (Jakarta : Sinar Grafika, 2015), hlm. 56

(50)

6. Tidak adanya pembatasan atas arus devisa, termasuk atas modal dan keuntungan, dan lain-lain.

Di samping potensi yang sangat besar tersebut, juga terdapat beberapa kelemahan yang dapat menjadi kendala dalam menarik penanaman modal (khususnya penanaman modal asing) yang mencakup hal-hal sebagai berikut:

1. Kurangnya keterampilan tenaga kerja yang ada;

2. Birokrasi yang kadang-kadang terlalu panjang dan dapat membengkakkan biaya awal dan operasional;

3. Stabilitas keamanan yang kurang stabil sejak beberapa tahun terakhir;

4. Kebijakan yang seringkali berubah-ubah;

5. Kurang adanya kepastian hukum;

6. Mekanisme penyelesaian sengketa yang kurang credible sehingga kurang menguntungkan penanam modal;

7. Kurang adanya transparansi, dan lain-lain.

Langkah-langkah yang sudah, sedang, dan akan ditempuh dalam menciptakan iklim penanaman modal yang favourable tersebut mencakup hal-hal seperti:56

56Ana Rokhmartussa’dyah dan Suratman, Hukum Investasi(Hukum dan Kebijakan Investasi) di Indonesia, (Malang : Diktat Kuliah FH-Unisma, 2006), hlm. 67- 68

(51)

1. Menyederhanakan proses dan tata cara perizinan dan persetujuan dalam rangka penanaman modal;

2. Membuka secara lebih luas bidang-bidang yang semula tertutup atau dibatasi terhadap penanaman modal asing;

3. Memberikan berbagai skema insentif, baik pajak maupun nonpajak;

4. Mengembangkan kawasan-kawasan untuk menanamkan modal dengan berbagai kemudahan yang ditawarkan;

5. Menyempurnakan berbagai produk hukum dengan mengeluarkan peraturan perundang-undangan baru yang lebih menjamin iklim penanaman modal yang sehat;

6. Menyempurnakan proses penegakan hukum dan penyelesaian sengketa yang efektif dan adil;

7. Menyempurnakan tugas, fungsi, dan wewenang instansi terkait untuk dapat memberikan pelayanan yang lebih baik;

8. Membuka kemungkinan pemilikan saham asing yang lebih besar, dan lain-lain.

Selain itu, Pasal 4 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 menyatakan bahwa pemerintah telah menetapkan kebijakan dasar penanaman modal untuk:

a. Mendorong terciptanya iklim usaha nasional yang kondusif bagi penanaman modal untuk penguatan daya saing perekonomian nasional; dan

(52)

b. Mempercepat peningkatan penanaman modal.

Ayat (2) juga menyatakan dalam menetapkan kebijakan dasar di atas, pemerintah;

a. Memberi perlakuan yang sama bagi penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional;

b. Menjamin kepastian hukum, kepastian berusaha, dan keamanan berusaha bagi penanam modal sejak proses pengurusan perizinan sampai dengan berakhirnya kegiaatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; dan

c. Membuka kesempatan bagi perkembangan dan memberikan perlindungan usaha kepada usaha mikro, kecil, menengah, dan koperasi.

Kebijakan dasar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tersebut diwujudkan dalam bentuk Rencana Umum Penanaman Modal.57

Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal menjanjikan berbagai insentif dan jaminan bagi penanam modal. Dalam Pasal 6 ayat (1), disebutkan bahwa pemerintah memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun yang melakukan kegiatan penanaman modal di Indonesia sesuai

57Sebastiaan Pompe, Ikhtisar Ketentuan Penanaman Modal, (Jakarta : PT Gramedia, 2010), hlm. 29

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini ditunjukkan dengan nilai signifikansi sebesar 0.031< 0.05 adanya perbedaan signifikan ini menunjukan bahwa Bank Asing memiliki kemampuan yang lebih baik

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa tindak tutur ilokusi pada aktor dalam pementasan drama

Berdasarkan analisis secara keseluruhan diketahui bahwa penerapan metode Computer Assisted Test (CAT) dalam seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil berbasis Kompetensi di

Merupakan faktor paling penting dalam kepemimpinan. Jelasnya, pada diri seorang pemimpin harus terdapat kematangan emosional yang berdasarkan kesadaran yang mendalam

2 Pelatihan kecepatan lari dapat diberikan untuk meningkatkan kecepatan lari jarak pendek ( sprint ) pada pemain sepak bola. Pada anak sekolah dalam meningkatkan

Untuk memudahkan dalam menganalisis data, maka variabel yang digunakan diukur dengan mempergunakan model skala 5 tingkat (likert) yang memungkinkan pemegang polis dapat

Calon Presiden Republik Indonesia kelak haruslah mampu mengartikan politik secara bijak untuk mempersatukan perbedaan dan membereskan masalah, bukan malah sibuk membanting

Melalui Peer Review para peserta didik diharapkan dapat berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dengan cara meninjau hasil pekerjaan berupa hasil menulis kalimat