• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG PADA ANGKUTAN DARAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG PADA ANGKUTAN DARAT"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG

PADA ANGKUTAN DARAT

JURNAL

Diajukan untuk melengkapi tugas – tugas dan Memenuhi syarat – syarat untuk mencapai gelar

Sarjana Hukum

DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

PROGRAM KEKHUSUSAN HUKUM PERDATA DAGANG

Penulis : Faridz Afdillah

Dosen Pembimbing I : Dr. Rosnidar Sembiring, S.H., M.Hum Dosen Pembimbing II : Mohammad Siddik, S.H., M.Hum

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N

2 0 1 9

(2)
(3)

i ABSTRAK Faridz Afdillah*) Rosnidar Sembiring**) Mohammad Siddik***)

Sebagai pelaku usaha dalam bidang jasa transportasi, maka setiap penyedia layanan transportasi memiliki tanggung jawab dalam kewajibannya untuk menjamin hak-hak konsumen yang menggunakan jasa layanan transportasi.

Adapun permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana perjanjian antara pengangkut dengan penumpang angkutan darat ditinjau dalam hukum perdata, bagaimana perlindungan hukum bagi penumpang angkutan darat, dan Bagaimana tanggung jawab pengangkut dan penyelesaian ganti rugi dalam penyelenggaraan angkutan orang

Jenis penelitian yang digunakan yuridis normatif. Sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif.Teknik pengumpulan data dilakukan secara studi lapangan (field research). Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka. Data sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis.

Perjanjian antara pengangkut dengan penumpang ditinjau dalam hukum perdata, kedudukan para pihak yaitu pihak pengangkut dan pihak pengguna jasa sama tinggi. Dalam perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini dia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan. Penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut.

Tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang, yang mengakibatkan penumpang mengalami kerugian karena pengangkut tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai pelaku usaha. Pelaku usaha harus mengganti kerugian pada penumpang yang diturunkan dijalan akibat bus tersebut mogok sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ayat (1) dan (2). Selain kewajiban tersebut, kewajiban pelaku usaha perihal kewajiban untuk memberikan ganti rugi diatur dalam Pasal 7 huruf (f) dan (g) UUPK. Penerapan prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan dapat dikenakan pada pihak pengangkut dalam kasus kecelakaan bus. 1

Kata Kunci : Tanggung Jawab, Pengangkut, Angkutan Darat

*Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

**Dosen Pembimbing I

***Dosen Pembimbing II

(4)

ii ABSTRACT Faridz Afdillah *) Rosnidar Sembiring **) Mohammad Siddik ***)

As a business in the land transportation services, each transportation service provider has responsibility in its obligations to guarantee the rights of consumers who use transportation services. The problem in this research is how the agreement between the carrier and land transport passengers is reviewed in civil law, how is the legal protection for land transport passengers, and how is the responsibility of the carrier and settlement of compensation in the operation of transportation of people

This type of research used normative juridical. The type of the research is descriptive. Techniques for collecting data are carried out in field research. Data analysis is processing data obtained from library research. Secondary data obtained from the literature were selected and collected systematically.

The agreement between the carrier and the passenger is reviewed in civil law, the position of the parties is the carrier and the service user is equally high. In the agreement for the transportation of people, the passenger is the person who binds himself to pay the transportation fee and on this basis he has the right to obtain transportation services. Passengers have two statuses, namely as a subject because he is a party to the agreement and as an object because he is the cargo transported.

The responsibility of the carrier in carrying out the transportation of people, which causes passengers to suffer losses because the carrier cannot fulfill its obligations as a business actor. Business actors must compensate passengers who are dropped off on the road due to the bus breaking in accordance with Article 19 of the Consumer Protection Act paragraph (1) and (2). In addition to these obligations, the obligations of business actors regarding the obligation to provide compensation are regulated in Article 7 letters (f) and (g) UUPK. The application of the principle of responsibility based on the element of error can be imposed on the carrier in the case of a bus accident.

Keywords: Responsibility, Carrier, Land Transportation2

*Student of Faculty of Law Universitas Sumatera Utara

**Supervisor I of Faculty of Law Universitas Sumatera Utara

*** Supervisor II of Faculty of Law Universitas Sumatera Utara

(5)

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Angkutan merupakan sarana untuk memindahkan barang atau orang dari suatu tempat ke tempat lain yang dikehendaki,atau mengirim barang dari tempat asal ke tempat tujuan. Angkutan terdiri dari angkutan orang dengan kendaraan bermotor seperti sepeda motor, mobil penumpang, maupun tak bermotor dan angkutan barang. Dilihat dari kepemilikannya angkutan dibedakan menjadi angkutan pribadi dan angkutan umum.

Pembahasan pembangunan aspek hukum transportasi tidak terlepas dari efektivitas hukum pengangkutan itu sendiri. Pengangkutan di Indonesia diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Perdata (selanjutnya disebut KUHPerdata) pada Buku III tentang perikatan, kemudian dalam Kitab Undang Undang Hukum Dagang (selanjutnya disebut KUHDagang) pada Buku II titel ke V. Selain itu pemerintah telah mengeluarkan kebijakan di bidang transportasi darat yaitu dengan dikeluarkannya Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (selanjutnya disebut UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan) sebagai Pengganti Undang Undang No. 14 Tahun 1992,kemudian pelaksanaannya diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 tentang Angkutan Jalan.

Transportasi dan angkutan umum yang baik akan berperan penting dalam perkembangan wilayah terutama dalam aksesibilitas, adapun yang dimaksud dengan aksesibilitas adalah kemudahan dan kemampuan suatu wilayah atau ruang untuk diakses atau dijangkau oleh pihak dari luar daerah tersebut baik secara

(6)

langsung maupun tidak langsung. Untuk menuju keberlanjutan angkutan umum dibutuhkan penanganan serius.Angkutan merupakan elemen penting dalam perekonomian karena berkaitan dengan distribusi barang, jasa, dan tenaga kerja, serta merupakan inti dari pergerakan ekonomi. Pembangunan ekonomi membutuhkan jasa angkutan yang cukup serta memadai. Tanpa adanya angkuta sebagai sarana penunjang tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi suatu negara.3 Kebutuhan akan angkutan penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan suatu objek. Seseorang dapat mengadakan perjalanan untuk kebutuhan pribadi atau untuk keperluan komersial.dapat kita ketahui bahwa pengangkutan memegang peranan penting dalam pembangunan,maka dari itu peran pengangkutan diharapkan dapat memberikan jasa sebaik mungkin sesuai dengan fungsinya, yaitu memindahkan barang maupun orang dari satu tempat ke tempat lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai.4

Sebagian besar masyarakat Indonesia sangat tergantung dengan angkutan umum bagi pemenuhan kebutuhan mobilitasnya, karena sebagian besar masyarakat tingkat ekonominya masih tergolong lemah atau sebagian besar tidak memiliki kendaraan pribadi. Banyaknya kelompok yang masih tergantung dengan angkutan umum ini tidak diimbangi dengan penyediaan angkutan umum yang memadai, terutama ditinjau dari kapasitas angkut. Akibatnya hampir semua angkutan umum yang tersedia terisi penuh sesak oleh penumpang, hal ini

3Abbas Salim, Manajemen Transportasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), hlm. 1

4H. M. N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Jilid 3 Bagian Pertama, (Jakarta: Djambatan, 2000), hlm 1.

(7)

menyebabkan para penumpang berusaha memilih alternatif angkutan umum lainnya yang dirasa lebih nyaman, efektif dan efisien meskipun dengan biaya yang cukup besar.5

Masyarakat yang melakukan kegiatan dengan tujuan yang berbeda-beda membutuhkan sarana penunjang pergerakan berupa angkutan pribadi (mobil, motor) maupun angkutan umum. Kebutuhan akan angkutan penumpang tergantung fungsi bagi kegunaan seseorang (personal place utility). Seseorang dapat mengadakan perjalanan untuk kebutuhan pribadi atau untuk keperluan usaha. Peran pengangkutan diharapkan dapat memberikan jasa sebaik mungkin sesuai dengan fungsinya yaitu memindahkan barang maupun orang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan maksud untuk meningkatkan daya guna dan nilai suatu barang. Selain fungsi-fungsi di atas, adanya pengangkutan juga berfungsi untuk melancarkan arus barang dan mobilitas manusia untuk membantu tercapainya pengalokasian sumber-sumber ekonomi secara optimal.

Jasa transportasi berhubungan dengan pelayanan penumpang. Hal ini berkaitan dengan hak-hak penumpang (sebagai konsumen) untuk dihormati oleh penyedia jasa transportasi.Sehubungan dengan itu diperlukan suatu perlindungan hukum bagi pengguna jasa transportasi serta jenis-jenis angkutan lainnya adalah unsur keselamatan angkutan dan tanggung jawab pengangkut.6 Penyediaan jasa angkutan umum dapat dilakukan oleh perusahaan angkutan umum yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta. Penyediaan jasa angkutan umum tentu saja harus

5Abdulkadir Muhammad, Hukum Pengangkutan Niaga, (Bandung:

Citra Aditya Bakti, 2013), hlm.8. (selanjutnya disebut Abdulkadir Muhammad,(I))

6Shidarta, Hukum P;./erlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta:

Grasindo, 2000), hlm.14

(8)

dibarengi dengan pelayanan yang baik supaya penumpang angkutan umum merasa nyaman menggunakan moda angkutan tersebut dan penumpang angkutan umum tidak merasa dirugikan oleh oknum penyedia jasa angkutan untuk terciptanya tujuan dan penyelenggaraan transportasi yang terdapat dalam Pasal 3 Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

Era globalisasi saat ini perkembangan angkutan orang dan barang mengalami perkembangan yang signifikan dibandingkan dengan angkutan pada masa lalu yang terbatas dan belum merambah ke sudut-sudut daerah di Indonesia.Karena hal itu, semakin bertambah berbagai macam jenis angkutan, khususnya moda angkutan darat.Angkutan darat adalah jenis angkutan yang paling banyak diminati oleh masyarakat Indonesia. Angkutan darat dapat berupa mobil, sepeda motor, dan kereta api. Angkutan darat yang berupa mobil dapat berupa mobil bus, mobil truk, taksi, minibus dan berbagai macam jenis lainnya.

Salah satu alat angkutan darat yang banyak diminati masyarakat adalah taksi.Angkutan taksi memiliki ciri khas tersendiri, yaitu angkutan ini melayani orang atau penumpangnya yang bersifat pribadi dengan kualitas pelayanan di atas jenia angkutan umum lainnya. Perbedaan taksi dengan angkutan umum lainnya adalah memiliki trayek di dalam suatu wilayah operasinya, berbeda dengan bus antar kota antar provinsi (AKAP), bus antar kota dalam provinsi (AKDP), angkutan kota (Angkot), dan angkutan desa (Angdes) yang memiliki trayek dalam jalur yang sudah ditentukan

Peranan perusahan pengangkutan sebagai pihak pengangkut adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa angkutan yang dibutuhkan oleh

(9)

masyarakat dalam mobilitasnya. Di dalam pelaksanaan pengangkutan, Perusahaan angkutan sebagai pihak pengangkut dan penumpang diberi kebebasan yang luas dalam mengatur sendiri segala hal mengenai pengangkutan yang diselenggarakan itu,sehingga perusahaan pengangkutan mempunyai tanggung jawab yang besar terhadap segala sesuatu yang berhubungan dengan tugasnya yaitu menyelenggarakan pengangkutan. Dalam hal ini terjadilah yang dinamakan perjanjian pengangkutan melalui darat. Menurut Subekti perjanjian pengangkutan adalah suatu perjanjian, dimana satu pihak menyanggupi untuk dengan aman membawa orang atau barang dari satu tempat ke tempat lain.sedangkan pihak yang lain menyanggupi akan membayar ongkosnya.7

Perjanjian pengangkutan menurut H. M. N. Purwosutjiptoadalah Perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan penumpang atau pengirim, dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang atau orang dari suatu tempat tujuan-tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim atau penumpang mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan,8 sehingga dapat disimpulan bahwa perjanjian pengangkutan darat adalah perjanjian antara penumpang dengan pihak pengangkut yang mana masing masing pihak mengikatkan dirinya yaitu pengangkut untuk mengantarkan ke tempat tujuan dan penumpang membayar harga yang disepakati.

Pelaksanaan dan operasional penyelenggaraan angkutan dilakukan oleh sopir atau pengemudi kendaraan. Pihak pengangkut yaitu perusahaan angkutan atau pengemudi kendaraan memiliki tanggung jawab di dalam pelaksanaan

7R. Subekti. Hukum Perjanjian. (Jakarta: Internusa, 2005), hlm 1

8Ibid

(10)

angkutan Darat.Pengemudi merupakan pihak yang mengikatkan diri untuk menjalankan kegiatan pengangkutan atas perintah pengusaha angkutan atau pengangkut. Pengemudi dalam menjalankan tugasnya mempunyai tanggung jawab untuk dapat melaksanakan kewajibannya yaitu mengangkut penumpang sampai pada tempat tujuan yang telah disepakati dengan selamat, artinya dalam proses pemindahan tersebut dari satu tempat ketempat tujuan dapat berlangsung tanpa hambatan dan penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya, luka, sakit maupun meninggal dunia. Sehingga tujuan pengangkutan dapat terlaksana dengan lancar dan sesuai dengan nilai guna masyarakat. Hal ini diatur dalam UULalu Lintas dan Angkutan Jalan Pasal 234 ayat (1) yang menyatakan bahwa Pengemudi, pemilik Kendaraan Bermotor, dan/atau Perusahaan Angkutan Umum bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh Penumpang dan/atau pemilik barang dan/atau pihak ketiga karena kelalaian Pengemudi. Pengemudi harus memberikan rasa aman dan nyaman kepada penumpang atau pengguna jasa angkutan umum.

Bus antarkota antar provinsi (AKAP) adalah klasifikasi perjalanan bus antarkota yang menghubungkan dua kota yang terletak pada provinsi yang sama.

Sebagai bagian dari transportasi darat, bus antar kota mempunyai peran penting karena dapat membawa penumpang dalam jumlah banyak dari suatu kota ke kota lainSebagai moda transportasi, Bus (AKAP) menjadi pilihan bagi kebanyakan masyarakat karena biaya yang cukup murah untuk berpergian antar kota dan antar provinsi.Ketentuan hukum yang mengatur tentang hubungan hukum tersebut salah satunya diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

(11)

Dan Angkutan Jalan. Dalam ketentuan penyelenggaraan angkutan jalan masih dapat dipilah menjadi beberapa macam, antara lain angkutan orang (penumpang)–

angkutan barang, angkutan bus umum–angkutan pribadi, angkutan dalam trayek yang menggunakan bus–Antar Kota Dalam Provinsi (AKDP), Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dan lain sebagainya.

Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pada pokoknya agar terwujudnya pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang aman, selamat, tertib, lancar, dan terpadu dengan moda angkutan lain untuk mendorong perekonomian nasional, memajukan kesejahteraan umum, memperkukuh persatuan dan kesatuan bangsa, serta mampu menjunjung tinggi martabat bangsa. Penyelenggaraan angkutan penumpang bus umum yang aman, selamat, dan tertib, juga merupakan bagian penting dan menjadi salah satu tujuan utama dalam suatu penyelenggaraan angkutan. Untuk memenuhi tujuan utama tersebut, maka setiap penyelenggaraan angkutan penumpang bus umum wajib memenuhi standar pelayanan minimal yang meliputi keamanan, keselamatan, kenyamanan, keterjangkauan, kesetaraan dan keteraturan sebagaimana ditentukan dalam Pasal 141 ayat (1) UU No. 22 Tahun 2009.

Sebagai pelaku usaha dalam bidang jasa transportasi, maka setiap penyedia layanan transportasi memiliki tanggung jawab dalam kewajibannya untuk menjamin hak-hak konsumen yang menggunakan jasa layanan transportasi seperti yang tercantum di dalam Undang Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Angkutan Jalan.

(12)

B. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan di dalam penulisan dan penelitian ini adalah:

1. Bagaimana perjanjian antara pengangkut dengan penumpang angkutan darat ditinjau dalam hukum perdata?

2. Bagaimana perlindungan hukum bagi penumpang angkutan darat?

3. Bagaimana tanggung jawab pengangkut dan penyelesaian ganti rugi dalam penyelenggaraan angkutan orang ?

II. METODE PENELITIAN 1. Jenis penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris. Penelitian hukum empiris berorientasi pada data primer (hasil penelitian dilapangan).

Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji penelitian hukum empiris yaitu pendekatan dilakukan penelitian lapangan dengan melihat serta mengamati apa yang terjadi di lapangan, penerapan peraturan-peraturan tersebut dalam prakteknya dalam masyarakat. Untuk mendukung penelitian empiris ini juga digunakan penelitian normatif dengan pendekatan undang-undang dengan melakukan menelaah peraturan perundang-undangan yang terkait dengan tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang pada angkutan darat9

9 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2013, hlm 12

(13)

2. Spesifikasi penelitian

Berdasarkan dengan identifikasi masalah dan tujuan penelitian, maka sifat penelitian yang sesuai adalah deskriptif. Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang bersifat deskriptif dan terapan. Sebagai ilmu yang bersifat deskriptif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum dan norma-norma hukum.10

3. Sumber data

Data yang diperoleh secara langsung dari sumber hukum pertama, yakni perilaku warga masyarakat, melalui penelitian (Soekanto, 1981 : 12). Data primer ini digunakan sebagai data utama dalam penelitian ini. Dalam data ini berasal dari informan.

Informan adalah orang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian (Moleong, 2007:90).

Arikunto (2002:107) menjelaskan bahwa sumber data primer diperoleh dari hasil penelitian di lapangan secara langsung dengan pihak-pihak yang mengetahui benar msalah yang akan dibahas.

Penelitian kepustakaan (library research). Penelitian kepustakaan adalah penelitian yang dilakukan untuk memperoleh data sekunder dengan cara mengumpulkan literatur yang kemudian diambil hal-hal yang penting guna membahas dan memperjelas permasalahan yang diteliti. Adapun data sekunder terdiri dari:

10 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media, 2008), hlm. 22

(14)

1) Bahan hukum primer, berupa Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.Undang-Undang Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran. Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan. Kitab Undang-Undang Perdata.

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.

Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2014 Tentang Angkutan Jalan.

2) Bahan hukum sekunder, mengacu pada buku-buku, jurnal, makalah dan artikel yang berisi tentang teori-teori dan pandangan hukum terkait dengan tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang pada angkutan darat

3) Bahan tersier, yang berasal dari makalah-makalah, internet, surat kabar dan yang sejenisnya seperti surat keputusan dari dinas atau departemen terkait, serta segala informasi yang dapat mendukung bahan hukum primer dan tersier sehingga masalah tersebut dapat dipahami secara komprehensif.

4. Teknik pengumpulan data

Teknik pengumpulan data dilakukan secara studi kepustakaan (library research) artinya data yang diperoleh melalui penelusuran kepustakaan berupa

data sekunder ditabulasi yang kemudian disistematisasikan dengan memilih perangkat-perangkat hukum yang relevan dengan objek penelitian.Penelitian kepustakaan yaitu melakukan penelitian terhadap buku-buku, literatur-literatur,

(15)

serta peraturan perundang-undangan yang erat kaitannya dengan tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang pada angkutan darat.

5. Analisis data

Analisa data adalah pengolahan data yang diperoleh baik dari penelitian pustaka dan studi lapangan. Data primer berasal dari wawancara yang dilakukan kepada staff operasional perusahaan otobus Sempati Star, dan sekunder yang didapat dari kepustakaan dipilih serta dihimpun secara sistematis, sehingga dapat dijadikan acuan dalam melakukan analisis.Dari hasil data penelitian pustaka dilakukan pembahasan secara deskriptif.11

Deskriptif merupakan pemaparan hasil penelitian dengan tujuan agar diperoleh suatu gambaran yang menyeluruh namun tetap sistematis terutama mengenai fakta yang berhubungan dengan permasalahan yang akan diteliti.

Analitis artinya gambaran yang diperoleh tersebut dilakukan analisis dengan cermat sehingga dapat diketahui tentang tujuan dari penelitian ini sendiri yaitu membuktikan permasalahan sebagaimana telah dirumuskan dalam perumusan permasalahan tersebut.

F. Keaslian Penulisan

Berdasarkan penelusuran yang telah dilakukan di Perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara baik secara fisik dan online tidak ditemukan judul tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang pada angkutan darat, namun ada beberapa judul berkaitan dengan tanggung jawab penggangkut antara lain:

11 Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Op.cit., (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2013), hlm 86

(16)

Eko August Sihombing. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2010), dengan judul Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Pengangkutan Orang dan Barang Dalam Pengangkutan Udara Ditinjau Undang- Undang No.1 Tahun 2009 (studi kasus pada PT.Garuda Indonesia Cabang Monginsidi, Medan). Adapun permasalahan dalam penelitian :

1. Peranan tanggung jawab pengangkut terhadap orang dan barang menurut Undang-Undang No. 1 tahun 2009

2. Faktor-faktor apa saja yang menjadi hambatan dalam realisasi tanggung jawab PT. Garuda Indonesia terhadap penumpang penerbangan domestik.

3. Realisasi pertanggung jawaban PT. Garuda Indonesia terhadap penumpang dan barang dalam penerbangan domestik.

Ivana Sarah Sidabutar. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2016), dengan judul penelitian Aspek Perlindungan Hukum Pengguna Jasa (Penumpang) Transportasi Online Berbasis Aplikasi Di Tinjau Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Studi Pada Dinas Perhubungan Kota Medan). Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Aturan-aturan hukum jasa pengangkutan darat online berbasis aplikasi.

2. Bentuk perlindungan hukum terhadap pengguna jasa (penumpang) pengangkutan darat online berbasis aplikasi.

3. Bentuk ganti rugi yang diberikan bagi pengguna jasa (penumpang) pengangkutan darat online berbasis aplikasi dalam hal terjadi kecelakaan.

(17)

Fransisca Paulina Frima. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2016), dengan judul penelitian Kajian Yuridis Mengenai Dampak Hukum Akibat Naik-Nya Harga Bahan Bakar Minyak Terhadap Regulasi Kenaikan Tarif Angkutan Umum (Studi Pada Koperasi Pengangkutan Umum Medan (KPUM)).

Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Dampak hukum dari kenaikan harga BBM terhadap tarif angkutan darat.

2. Akibat yang dialami penumpang sebelum dan sesudah peristiwa kenaikan BBM.

3. Langkah yang ditempuh oleh Pemerintah untuk mengatasi dampak yang disebabkan oleh kenaikan harga BBM terhadap regulasi kenaikan tarif angkutan umum.

Irsalina Rizki Nasution. Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan (2018), dengan judul penelitian Tanggung Jawab Pengangkut CV. Rahmat Jaya Transport Terhadap Kerusakan Barang Pengguna Jasa yang Diakibatkan Bencana Alam. Adapun permasalahan dalam penelitian ini :

1. Proses pelaksanaan pengangkutan barang dan tanggung jawab CV. Rahmat Jaya Transport terhadap kerusakan barang pengguna jasa yang diakibatkan bencana alam.

2. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan tanggung jawab CV. Rahmat Jaya Transport terhadap kerusakan barang pengguna jasa yang diakibatkan bencana alam.

3. Penyelesaian hukum yang harus ditempuh oleh CV. Rahmat Jaya Transport terhadap kerusakan barang pengguna jasa yang diakibatkan bencana alam.

(18)

Berdasarkan hasil penelusuran kepustakaan, serta hasil-hasil penelitian baik itu dari media elektronik yang penulis telusuri tidak ada kesamaan dalam penulisan judul skripsi ini, penulis dapat mempertanggungjawabkan baik secara ilmiah maupun akademik.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membagi sistematika penulisan dalam 5 (lima) Bab dan setiap bab terbagi dalam beberapa sub bab yang lebih kecil serta dapat disesuaikan dengan kebutuhan jangkauan penulis dan pembahasan bab yang dimaksudkan. Adapun tujuan sistematika penulisan ini dibuat adalah agar pembaca dapat memahami serta memperoleh manfaat dari tulisan ini secara sistematis.Keseluruhan sistematika penulisan ini merupakan satu kesatuan yang memiliki hubungan antara satu dengan yang lainnya. Adapun perinciannya sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Pada bab ini penulis menguraikan dan menjelaskan mengenai latar belakang, permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, keaslian penulisan, sistematika penulisan, dan metode penulisan

BAB II PERJANJIAN ANTARA PENGANGKUT DAN PENUMPANG ANGKUTAN DARAT DALAM HUKUM PERDATA

Pada bab ini memberikan pemaparan dasar yang diuraikan dalam berbagai konsep teoritis yang berkaitan dengan permasalahan yang

(19)

akan diteliti. Bab ini menguraikan kajian umum yang meliputi pengertian,definisi, dasar hukum, asas-asas dalam penyelenggaraan angkuran darat.

BAB III PERLINDUNGAN HUKUM BAGI PENUPANG ANGKUTAN DARAT

Bab ini akan diuraikan tentang perlindungan hukum, hak dan kewajiban penupang dan pengangkut, pengaturannya di dalam peraturan perundang-undangan, serta dasar hukum dalam penyelenggaraan angkutan darat.

BAB IV TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM

PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG

Bab ini penulis menguraikan kedudukan pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang, kewajiba dan hak pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang, dan perlindungan hukum bagi penumpang dalam penyelenggaraan angkutan orang.

BAB V KESIMPULAN

Pada bab ini penulis akan menguraikan tentang kesimpulan tentang permasalahann yang telah dibahas penulis dalam bab-bab sebelumnya serta saran atas penulisan yang telah diuraikan pada bab-bab sebelumnya

(20)

III. HASIL PENELITIAN

TANGGUNG JAWAB PENGANGKUT DALAM PENYELENGGARAAN ANGKUTAN ORANG PADA ANGKUTAN DARAT

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terhadap

identifikasi masalah yang telah disampaikan pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa:

1. Perjanjian antara pengangkut dengan penumpang ditinjau dalam hukum perdata, kedudukan para pihak yaitu pihak pengangkut dan pihak pengguna jasa sama tinggi. Dalam perjanjian pengangkutan orang, penumpang adalah orang yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini dia berhak untuk memperoleh jasa pengangkutan. Penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut.

2. Tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang, yang mengakibatkan penumpang mengalami kerugian karena pengangkut tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai pelaku usaha. Pelaku usaha harus mengganti kerugian pada penumpang yang diturunkan dijalan akibat bus tersebut mogok sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ayat (1) dan (2). Selain kewajiban tersebut, kewajiban pelaku usaha perihal kewajiban untuk memberikan ganti rugi diatur dalam Pasal 7 huruf (f) dan (g) UUPK. Penerapan prinsip tanggung jawab

(21)

berdasarkan unsur kesalahan dapat dikenakan pada pihak pengangkut dalam kasus kecelakaan bus.

IV. PENUTUP Kesimpulan

Perlindungan hukum bagi penumpang angkutan darat bagi penumpang bus sesuai dengan ketentuan yang mengatur perlindungan hukum bagi penumpang.

Di dalam Pasal 4 huruf (a) UUPK karena pihak perusahaan memberikan pelayanan yang optimal bagi penumpang dalam antisipasi risiko kecelakaan salah satunya armada bus yang dinilai laik jalan dan beroperasi membuat penumpang merasa aman dan nyaman selama perjalanan hingga selamat sampai tujuan.

Tanggung jawab pengangkut dalam penyelenggaraan angkutan orang, yang mengakibatkan penumpang mengalami kerugian karena pengangkut tidak dapat memenuhi kewajibannya sebagai pelaku usaha. Pelaku usaha harus mengganti kerugian pada penumpang yang diturunkan dijalan akibat bus tersebut mogok sesuai dengan yang diatur dalam Pasal 19 Undang-Undang Perlindungan Konsumen ayat (1) dan (2). Selain kewajiban tersebut, kewajiban pelaku usaha perihal kewajiban untuk memberikan ganti rugi diatur dalam Pasal 7 huruf (f) dan (g) UUPK. Penerapan prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan dapat dikenakan pada pihak pengangkut dalam kasus kecelakaan bus.

Berdasarkan Pasal 19 UU Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, bahwa:

1) Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.

(22)

2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

3) Pemberian gantirugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi.

4) Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut mengenai adanya unsur kesalahan.

Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan konsumen.

Upaya hukum yang dapat dilakukan konsumen/penumpang apabila terjadi kerugian adalah dengan menuntut ganti rugi kepada perusahaan sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika tuntutan itu dibantah oleh perusahaan, maka perusahaan harus membuktikan bahwa kelalaian atau kesalahan tidak ada padanya. Bila pembuktian perusahaan ini berhasil, maka giliran penumpang yang harus membuktikan adanya kelalaian atau kesalahan pada perusahaan.

(23)

CURICULUM VITAE

Data Pribadi

 Nama : Faridz Afdillah

 Tempat / Tanggal Lahir : Padang / 20 Mei 1996

 Jenis Kelamin : Laki-laki

 Agama : Islam

 Alamat : Jalan Pasar 1 Setia Budi Tanjung Sari

 E-mail : faridzafdillah@gmail.com

 No. Telepon : 081287939772

 Kewarganegaraan : Indonesia Riwayat Pendidikan

 2002 – 2008 : SD Yayasan Pendidikan Shafiyyatul Amaliyyah Medan

 2008 – 2009 : SMP Negeri 10 Medan

 2009 – 2011 : SMP Panglima Polem Rantau Prapat

 2011 – 2012 : SMA Negeri 3 Rantau Utara

 2012 – 2014 : SMA Negeri 4 Medan

2014 – 2019 : Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan Departemen Hukum Keperdataan

Referensi

Dokumen terkait

nafkah iddah dan mut’ah yang tidak diminta oleh istri (termohon) di Pengadilan Agama Bojonegoro (studi putusan perkara no. 1049/pdt.G/2011/pa.bjn), yang mana dalam putusan

Untuk memperjelas masalah yang akan di bahas dan agar tidak terjadi pembahasan yang lebih meluas pada penelitian tugas akhir ini, penulis membatasi hanya pada

g mempengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari Faktor pertama adalah faktor internal, dimana faktor ini aktor kedua adalah rasal dari luar namun

Analisis Dampak Teknik Penerjemahan Terhadap Fungsi Experiential Serta Nilai Keakuratan dan Keberterimaan Nominal Group dalam Terjemahan Cerpen “The Adventure of

Tindakan yang lebih sistematis dalam menemukan kebenaran dari sebuah konsep yang muncul dari pengamatan dan pemikiran tersebut melalui percobaan-percobaan 16 sampai

Pusat pemikiran tidak lagi kosmos, seperti pada jaman Yunani kuno, atau Tuhan, seperti dalam Abad Pertengahan Eropa, melainkan manusia.. MuIai saat itu manusialah

Pesan yang tersirat yaitu mereka memiliki keterbatasan dalam mengekspresikan diri di ranah virtual, bahwa mereka menyadari esteem needs cukup dibangun dengan

Hal ini dibuktikan dengan Fhitung> Ftabel, yaitu 13,538>1,79 dengan tingkat signifikansi 0,000 < 0,05, maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh