• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA. itu, untuk menghindari kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Zainuri,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA. itu, untuk menghindari kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Zainuri,"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

5

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penelitian Terdahulu

Penelitian terdahulu bertujuan sebagai bahan perbandingan serta acuan. Selain itu, untuk menghindari kesamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Zainuri, dkk. (2020), menyatakan bahwa pembuatan es krim berbahan dasar ubi jalar ungu dan penstabil umbi porang menghasilkan penggunaan dari tepung porang sebagai bahan penstabil dalam kisaran konsentrasi yang diperlukan berpengaruh nyata terhadap karakteristik produk es krim ubi jalar ungu. Berpengaruh pada kadar protein, lemak, total padatan, resistensi, dan tekstur es krim. Namun tidak berpengaruh nyata terhadap kadar lemak, overrun, dan tingkat dari kesukaan panelis meliputi warna, aroma, dan rasa es krim ubi jalar ungu. Perlakuan penambahan tepung porang sebanyak 0,2% dapat memberikan hasil terbaik dengan kadar protein 5,25%, kadar lemak 16,53% dan total padatan 52,30%, overrun 2,95%, resistensi 39,98 menit serta karakteristik organoleptik yang meliputi warnaa, aroma, tekstur, dan rasa yang disukai panelis.

Berdasarkan penelitian Ratnaningrum, dkk. (2018), pembuatan es krim sari kedelai dengan ubi jalar ungu sebagai penstabil pada perlakuan penambahan ubi jalar ungu sebagai bahan penstabil pada es krim sari kedelai memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kadar protein, kadar lemak, total padatan, overrun, resistensi dan organoleptik (warna, aroma, tekstur, dan rasa) es krim. Nilai dari kadar protein (%) dan kadar lemak (%) es krim cenderung menurun dengan semakin berkurang proporsi penambahan sari kedelai, tetapi nilai total padatan (%) yang dihasilkaan cenderung meningkat. Hal lain dihasilkan pada pembuatan es krim nangka dan penambahan tepung umbi porang sebagai penstabil menghasilkan semakin tinggi penambahan

(2)

6

tepung umbi porang maka nilai overrun akan naik hingga perlakuan 0,4% dan turun pada perlakuan 0,6% dan 0,8%. Penambahan tepung umbi porang juga meningkatkan waktu pelelehan, total padatan dan nilai kadar serat kasar es krim nangka juga secara organoleptik semakin tinggi penambahan tepung umbi porang tidak mengubah cita rasa es krim, namun mengubah warna es krim. Penambahan tepung umbi porang juga berpengaruh terhadap tekstur es krim yang menjadi semakin lembut (Sembiring dkk., 2019)

2.2 Sari Kedelai

Sari kedelai adalah produk serupa dengan susu sapi yang berasal dari ekstrak kacang kedelai (BSN, 1995). Sari kedelai termasuk ke dalam salah satu minuman berbahan dasar kacang kedelai yang mempunyai nilai gizi tinggi. Semua jenis kacang- kacangan dapat diolah menjadi sari, namun kandungan protein pada sari kedelai lebih tinggi dibandingkan olahan kacang yang lain. Proses pembuatan sari kedelai adalah dengan cara memprosess kacang kedelai untuk diambil sarinya. Proses pada pengolahan sari kedelai meliputi tahap-tahap yaitu penyortiran, pencucian, perendaman, penghancuran, hingga berbentuk bubur, kemudian dilakukan penyaringan hingga diperoleh sari kacang kedelai, dilanjutkan dengan proses pemanasan atau pasteurisasi (Budimarwanti, 2017). Menurut Tuhumury (2015) sari kedelai didapatkan dengan cara penggilingan kacang kedelai yang telah direndam terlebih dahulu dalam air. Kemudian hasil penggilingan disaring untuk didapatkan filtrat, yang kemudian dididihkan dan diberi bumbu (optional) untuk meningkatkan rasa dari sari kedelai.

Kacang kedelai juga mempunyai kandungan lisin yang lebih tinggi dibandingkan dengan protein nabati lain. Lemak yang ada pada kacang kedelai

(3)

7

merupakan lemak sehat yang tidak mengandung kolesterol dan termasuk lemak tak jenuh. Kacang kedelai jika dibandingan dengan bahan pangan kacang-kacangan yang lain, memiliki kandungan protein yang lebih tinggi atau setara dengan kadar protein yang ada pada susu sapi (Affandi dan Handajani, 2011). Kacang kedelai secara umum mengandung vitamin B, disebabkan kandungan vitamin B1, vitamin B2, nisin, piridoksin, dan golongan vitamin B yang lain banyak terkandung di dalamnya. Kacang kedelai juga memiliki kandungan vitamin yang lain dalam jumlah yang cukup banyak seperti vitamin E dan vitamin K. Sedangkan kandungan vitamin A, vitamin C dan vitamin D terkandung dalam jumlah yang relatif sedikit. Selain mengandung banyak senyawa yang bermanfaat kacang kedelai juga mengandung senyawa off flavour (penyimpangan cita rasa dan aroma) yang harus dihilangkan atau diinaktifkan pada proses pengolahan produk. Oleh karena itu diperlukan penanganan yang tepat agar memperoleh produk yang memiliki nilai gizi tinggi dan stabilitas koloid yang baik (Tuhumury, 2015).

Kandungan protein pada sari kedelai hampir sama dengan kandungan protein pada susu sapi yaitu sekitar 3,5 gram/100 gram bahkan pada varietas unggul dapat mencapai 40-44%. Akan tetapi memiliki kandungan vitamin dan mineral lebih rendah dari susu sapi. Selain itu sari kedelai juga mengandung vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, dan isoflavon. Kandungan asam lemak tak jenuh yang terdapat pada sari kedelai cenderung lebih besar serta tidak mengandung kolesterol (Kurniasari, 2010).

Kandungan sari kedelai dibandingkan dengan produk hewani, kandungan zat kapur pada sari kedelai lebih rendah sehingga dalam proses pembuatannya lebih dianjurkan penambahan kalsium dan vitamin. Kandungan seluruh karbohidrat yang terkadung

(4)

8

dalam sari kedelai, hanya sebanyak 12-14% yang hanya bisa digunakan tubuh secara biologis. Kandungan karbohidrat terdiri dari golongan oligosakarida dan polisakarida.

Golongan oligosakarida yaitu terdiri dari sukrosa, stakiosa, dan raffinosa yang dapat larut dalam air. Golongan polisakarida terdiri dari erabinogalaktan dan bahan-bahan selulosa yang tidak bisa larut dalam air dan alkohol, dan juga tidak dapat dicerna (Muchtaridi, 2008).

Tabel 1. Komposisi Sari Kedelai dan Susu Sapi dalam 100 gram Komposisi Sari Kedelai Susu Sapi

Kalori (kkal) 41,00 61,00

Protein (g) 3,50 3,20

Lemak (g) 2,50 3,50

Karbohidrat (g) 5,00 4,30

Kalium (g) 50,00 143,00

Fosfor (mg) 45,00 60,00

Besi (mg) 0,70 1,70

Vit. A (SI) 200,00 130,00

Vit. B (mg) 0,08 0,03

Vit. C (mg) 2,00 1,00

Air (%) 87,00 88,33

Sumber : Direktorat Gizi, Depkes (1996)

Kandungan protein yang terdapat di sari kedelai mempunyai susunan asam amino yang mirip dengan susu sapi. Hal ini yang menjadi salah satu kelebihan olahan berbahan dasar kedelai adalah susunan asam amino yang mendekati susunan asam amino pada protein hewani (Winarsih, 2010). Kelebihan lain yang dimiliki sari kedelai yaitu tidak memiliki kandungan laktosa yang biasa terdapat pada susu sapi dan kandungan lemak yang lebih rendah sekitar 2,5 gram/100 gram. Akan tetapi sari kedelai memiliki kandungan fosfor dan kalsium lebih sedikit. Keunggulan lain yang dimiliki sari kedelai adalah cocok dikonsumsi untuk penderita diabetes mellitus,

(5)

9

banyak disukai oleh anak-anak/balita, dan mudah dalam proses pengolahannya. Sari kedelai mempunyai komposisi asam amino dan kadar protein yang hampir sama dengan susu sapi serta tidak mengandung laktosa (Violisa dkk., 2012). Sehingga sari kedelai cocok dikonsumsi oleh orang yang memiliki masalah kegemukan dan penderita intoleransi laktosa (Geovani dkk., 2013).

2.3 Umbi porang

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (berpembuluh) Superdivisio : Spermatophyta (menghasilkan biji) Division : Magnoliophyta (berbunga)

Kelas : Liliopsida (berkeping satu/ monokotil) Sub-kelas : Arecidaeq

Ordo : Aralesi

Famili : Araceae (suku talas-talasan)b Genus : Amorphophallus

Spesies : Amorphophallus oncophyllus. (Nurmalasari, 2012).

Tanaman umbi porang (Amorphophallus muelleri B.) termasuk ke dalam jenis tanaman yang hidup di hutan tropis dan banyak terdapat di wilayah Indonesia. Porang juga biasa disebut dengan sebutan iles-iles. Tanaman umbi ini banyak tumbuh di dalam hutan, dipinggir hutan jati, di bawah rumpun bambu, di tepi-tepi sungai, di semak belukar serta tempat-tempat dibawah naungan yang bervariasi. Jenis-jenis tanaman porang yang banyak tumbuh di Indonesia antara lain Amorphophallus oncophyllus, Amorphophallus variabilissin, Amorphophallus muelleri,

(6)

10

Amorphophallus spectabilis, Amorphophallus decissilvae, dan lain-lain (Afifah dkk.,

2014). Tanaman porang tumbuh dari dataran rendah sampai 1000 mdpl diatas permukaan laut, dengan syarat suhu 25-35°C, dengan curah hujan 300-500 mm per bulan. Syarat lain yang diperlukan untuk memperoleh umbi porang yang bagus antara lain tanah yang subur, gembur, dan tekstur ringan, pH normal (6-7), terdapat naungan dengan intensitas sebesar 40-60%. Tanaman ini termasuk ke dalam golongan tanaman musiman karena diperlukan waktu sekitar 3 periodedtumbuh atau 3 tahun untuk memperoleh bobot umbi yang optimal (Aisah dkk., 2017).

Tabel 2. Komposisi kimia umbi porang segar dan tepung porang per 100 gram Unsur Kimia Umbi segar (%) Tepung (%)

Air 83,30 6,80

Glukomanan 3,58 64,98

Pati 7,65 10,24

Protein 0,92 3,42

Lemak 0,02 -

Serat Berat 2,50 5,90

Kalsium Oksalat

0,19 -

Abu 1,22 7,88

Timbal (Cu) 0,09 0,13

Sumber : Dewanto dan Purnomo (2009)

Berdasarkan Afifah dkk., (2014), tanaman porang memiliki batang semu yang sebenarnya tangkai daun yang tumbuh pada tengah-tengah umbi porang. Batang semu porang bewarna hijau dan memiliki garis-garis putih dan pada ujungnya memiliki sebanyak tiga tangkai daun yang berukuran besar, silidris, padat, halus hingga ada yang kasar. Tanaman porang juga mempunyai bulbil bewarna coklat dan berbentuk bulat yang tumbuh di percabangan daun. Bulbil akan menjadi calon bibit tanaman porang

(7)

11

baru. Umbinya berbentuk bulat simetris dan besar, bewarna kuning kusam atau kuning kecoklatan. Biasa pada bagian tengah umbi terdapat cekungan. Umbi porang jika dibelah dalamnya bewarna kuning cerah dan memiliki serat yang halus. Biasanya umbi porang dipanen pada saat daunnya telah layu dan mati, bobot umbi biasa saat dipanen mencapai 3-9 kg tergantung kondisi iklim di lingkungan umbi tumbuh. Chairiyah dkk., (2014), menyatakan penentuan waktu panen umbi porang yang terbaik adalah saat tanaman rebah, karena pada saat ini kandungan glukomanann umbi porang sangat tinggi.

Umbi porang termasuk ke dalam tanaman umbi yang menghasilkan nilai glukomanan tertinggi kedua setelah A. konjac. Umbi porang ini sangat jarang untuk dikonsumsi langsung dikarenakan kandungan kristal kalsium oksalat yang dapat menyebabkan rasa gatal, sehingga harus diolah terlebih dahulu seperti menjadi tepung atau gaplek (Setiawati, Bahri dan Razak, 2017). Umbi porang ini sebelum dikonsumsi diperlukan proses pengolahan terlebih dahulu, salah satu proses pengolahan yang dapat dilakukan adalah pengeringan dan pemisahan tepung yang beracun dengan tepung

“mannan”. Kandungan yang terdapat pada umbi porang salah satunya adalah kaya serat, lemak, dan tidak memiliki kolesterol, serta mengandung glukomanan yang termasuk ke dalam suatu zat turunan dari karbohidrat (polisakarida) sebesar 20-65%.

Kandungan glukomanan ini sangat baik untuk kesehatan, terutama untuk diet. Umbi porang juga mengandung mineral dengan konsentrasi tinggi seperti kalium, magnesium, fosfor, unsur kelumi, selenium, seng dan tembaga yang bermanfaat bagi metabolisme. Umbi porang tidak dapat disimpan dalam waktu yang lama, sehingga harus segera diolah menjadi tepung agar awet (Purwanto, 2014).

(8)

12 2.4 Glukomanan

Tanaman umbi porang memiliki kandungan karbohidrat berbentuk polisakarida. Turunan dari karbohidrat ini diberi nama glukomanan. Glukomanan merupakan salah satu komponen kimia terpenting yang ada di berada dalam umbi porang yang termasuk ke dalam jenis polisakarida dari jenis hemi selulosa. Ikatan rantai utama glukomanan adalah glukosa dan mannosa sedangkan galaktosa sebagai cabangnya (Aryanti and Abidin, 2015). Dua cabang polimer yang berbeda pada kandungan galaktosa. Perbandingan rasio antara galaktosa dan mannose sekitar 1:2 dan 1:1/ perbandingan ini tergantung pada jenisnya. Glukomanan memiliki sifat yang larut dalam air dan dapat difermentasi (Thomas, 1997 dalam Purwanto, 2014).

Glukomanan menjadi salah satu komponen kimia terpenting yang ada di dalam umbi porang karena glukomanan memiliki fungsi sebagai cadangan karbohidrat non pati pada umbi. Glukomanan digunakan untuk sumber energi bagi tanaman pada masa pertunasan dengan cara diubah menjadi glukosa dan manosa. Sel-sel glukomanan dapat dilihat pada irisan umbi porang yang diamati di bawah mikroskop. Sel-sel tersebut berukuran 0,5-2 mm, lebih besar 10-20 kali dari sel pati. Satu dari sel glukomanan terdiri dari satu butir glukomanan. Berikut struktur glukomanan pada gambar 1.

Gambar 1. Struktur Kimia Glukomanan (Lee dkk., 2014)

(9)

13

Bentuk ikatan yang dimiliki glukomanan pada umbi porang adalah ᵝ-1,4- glikosidik yang terdiri atas D-glukosa dan D-manosa dengan perbandingan 1:1,6, sedikit bercabang dengan ikatan ᵝ-1,6-glikosidik. Kelompok-kelompok dari asetil ini berkisar dari 1 per 9 unit gula 1 per 20 unit gula. Selain itu juga D-mannose dan D- glukosa terdapat perbandingan yang bervariasi, tergantung dari sumber asli glukomanan (Behera dan Ray, 2016). Glukomanan memiliki karakteristik yang unik yaitu sebanyak 1% larutan glukomanan mempunyai viskositas yang sangat tinggi (30.000 cP), yang termasuk viskositas tertinggi diantara 12 jenis polisakarida yang lain.

Kandungan glukomanan pada umbi porang beravariasi tergantung pada spesiesnya.

Glukomaman juga memiliki beberapa sifat istimewa antara lain dapat membentuk larutan yang kental dalam air, mampu merekat dengan kuat, dapat mengembang lebih besar daripada pati biasa, dapat membentuk gel, dapat membentuk lapisan kedap air (dengan penambahan NaOH atau gliserin), serta dapat mencair seperti agar sehingga bisa digunakan untuk media pertumbuhan mikroba (Koswara, 2013).

Penggunaan glukomanan sebagai penstabil adalah memiliki karakteristik larut dalam air, dapat meningkatkan viskositas emulsi, dan memiliki daya kemvang lebih tinggi, tidak berbau jika diolah dengan bahan pangan lainnya. Kandungan glukomanan pada umbi porang mencapai 15-64% (berbasis kering) (Fariidah dkk., 2012). Terdapat D-mannosa sebanyak 67% dan D-glukosa 33% di dalam satuan molekul glukomanan.

Hal tersebut didapatkan dari hidrolisa asetolisis dari glukomanan menghasilkan triskarida yang tersusun dari dua D-mannosa dan D-glukosa. Glukomanan terdiri atas komponen penyusunnya yaitu D-glukopiranosa dan D-manipiranosa dengan ikatan ᵝ- 1,6-glikosidik (Nurjanah, 2010). Glukomanan juga mempunyai sifat fisik lain yang

(10)

14

istimewa yaitu daya mengembang pada glukomanan di dalam air dapat mencapai 138%-200% dan dapat terjadi secara cepat. Larutan glukomanan sebanyak 2% yang ada di dalam air dapat membentuk lendir dengan kekentalan dan juga larutan glukomanan yang sangat encer sebanyak 0,00225% dapat menggumpalkan suatu suspense koloid. Kadar glukomanan pada umbi porang biasanya dipengaruhi beberapa faktor antara lainnya, jenis tanaman, umur tanaman, lama waktu setelah panen, perlakuan pengeringan, bagian yang digiling, dan alat penggiling yang digunakan.

Glukomanan dalam bidang pangan banyak dimanfaatkan sebagai bahan pengental atau pengenyal untuk beberapa produk makanan dengan cara mengolah terlebih dahulu menjadi tepung porang (Haryani, 2017).

2.5 Es krim

Es krim menurut SNI 01-3713-1995 adalah jenis makanan semi padat yang dibuat dengan cara pembekuan tepung es krim atau dari campuran sari lemak hewan ataupun nabati, dengan tambahan gula atau tanpa ada bahan tambahan lain. Menurut Darma dkk., (2013) es krim adalah produk makanan setengah beku yang cara pengolahannya yaitu dengan membekukan produk susu, gula, penstabil, pengemulsi, dan bahan lain yang telah melewati proses pasteurisasi dan homogenisasi. Es krim menjadi produk setengah beku dikarenakan sel-sel udara yang berperan dalam memberikan tekstur lembut pada es krim. Es krim memiliki kategori standart minimal yaitu memiliki 10% kadar lemak dan 11% kadar padatan bukan lemak. Sedangkan es krim super premium memiliki 17% kadar lemak dan 9,25% kadar solid non lemak (Hartatie, 2011).

(11)

15

Inovasi dalam pembuatan es krim semakin beragam. Susu sapi yang menjadi bahan utama dalam pembuatan es krim dapat digantikan dengan sari kedelai yang memiliki nilai gizi hampir sama dengan susu sapi (Prasetyo dkk., 2021). Es krim yang terbuat dari sari kedelai memiliki tekstur yang lembut walaupun tidak sebaik es krim yang berbahan dasar susu sapi. Beberapa penelitian tentang es krim kedelai antara lain hasil penelitian Oksilia (2012), menyebutkan bahwa sari kedelai 40% menghasilkan es krim terbaik. Kelebihan utama penggunaan sari kedelai sebagai pengganti susu sapi pada bahan pembuatan es krim adalah tidak terdapat kandungan kolesterol didalamnya karena produk nabati. Sari kedelai memiliki kandungan fitokimia yang bermanfaat bagi kesehatan. Maka dari itu, penggunaan sari kedelai baik digunakan sebagai pengganti susu sapi dalam pembuatan es krim (Astawan, 2009). Es krim memiliki sumber enerhi yang tinggi. Kandungan lemak yang terkandung dalam es krim bisa mencapai tiga sampai empat kali lebih banyak daripada susu dan setengah dari total padatan yang terkandung didalamnya berupa gula (laktosa, sukrosa, dll). Menurutu SNI 01-3713- 1995 menetapkan komposisi syarat yang memenuhi mutu es krim adalah lemak minimal 5%, gula dihitung sebagai sukrosa minimal 8%, protein minimum 2,7%, dan jumlah padatan minimum 3,4%. Syarat mutu es krim berdasarkan Standar Nasional Indonesia 01-3713-1995 seperti ditunjukkan pada tabel 4.

Syarat mutu es krim pada Tabel 4 salah satunya overrun dan daya leleh.

Overrun adalah salah satu parameter fisik yang penting untuk menentukan kualitas dari

es krim. Overrun dapat diartikan sebagai banyak udara yang terperangkap pada saat pembuihan ke dalam adonan sehingga volume dapat bertambah. Nilai standart overrun yang baik berdasarkan skala rumah tanga yaitu, 35 – 50% (Dewanti, 2013). Faktor-

(12)

16

faktor yang memengaruhi nilai overrun sendiri adalah lemak, emulsifier, susu, kecepatan pembuihan dan waktu pembuihan. Kecepatan meleleh atau disebut daya leleh adalah lamanya waktu yang dibutuhkan oleh es krim untuk berubah bentuk dari beku menjadi cair pada seluruh bagian di suhu ruang. Kualitas dari produk akhir es krim juga tergantung pada proses pengolahan, pembekuan dan tergantung dari bahan baku yang mengambil peranan penting. Proses pengolahan, pembekuan dan bahan baku es krim berpengaruh terhadap struktur fisik es krim berpengaruh terhadap struktur fisik es, tingkat leleh dan kekerasan (Junior dan Lannes, 2011).

Bahan utama dalam pembuatan es krim adalah Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), bahan pemanis, bahan penstabil, dan bahan pengemulsi. Lemak pada susu berfungsi sebagai pengental dan daya ikat air, sehingga mempengaruhi pada nilai overrun pada es krim. Jumlah susu dan susu tanpa lemak pada es krim mencapai 60%

dari total padatan (Marshall, 2013). Jenis susu yang digunakan pada proses pembuatan es krim adalah susu skim, susu bubuk, full cream dan whipping cream. Gula sebagai bahan pemanis ditambahkan untuk memberi rasa manis, menambah cita rasa dan meminimalisir pembentukan kristal didalam es krim. Penstabil salah satunya adalah CMC (Carboxy Methyl Cellulose). Penggunaan CMC dalam produk pangan dinilai kurang aman bagi kesehatan karena tidak terbuat dari bahan alami. Penggunaan CMC sebagai bahan penstabil dapat diganti dengan menggunakan bahan penstabil alami antara lain yang berasal dari pati dan pektin (Pramsiska dkk., 2020).

(13)

17

Tabel 3. Standar Nasional Indonesia Mutu Es Krim

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1995)

Metode pembuatan es krim dapat dibedakan menjadi dua antara lain metode konvensional dan inkonvensional. Metode konvensional yaitu metode sederhana yang dilakukan dengan cara pengadukan dan pendinginan secara tidak bersamaan, dapat menggunakan mixer, es batu, dan garam sebagai wadah di sekelilingnya. Sedangkan metode inkonvensional yaitu metode pembaharuan yang dilakukan menggunakan Ice Cream Maker sehingga pengadukan dan pendinginan dapat dilakukan secara

bersamaan (Hartatie, 2011). Secara umum proses pembuatan es krim meliputi proses pasteurisasi, homogenisasi, aging, dan pembekuan. Proses pembuatan es krim diawali

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Penampakan - Normal

1.2 Bau - Normal

1.3 Rasa - Normal

2. Lemak % b/b Minimum 5,0

3. Gula dihitung sukrosa % b/b Minimum 8,0

4. Protein % b/b Minimum 2,7

5. Jumlah Padatan % b/b Minimum 3,4

6. Bahan tambahan makanan

6.1 Pewarna tambahan Sesuai dengan SNI 01-0222- 1995

6.2 Pemanis buatan Negatif

6.3 Pemantap dan Pengemulsi Sesuai dengan SNI 01-0222- 1995

7. Overrun

Skala industry : 70 – 80%

Skala rumah tangga : 30 – 50%

(14)

18

dengan pencampuran seluruh bahan kering seperti susu skim, bahan padatan tanpa lemak, emulsifier, dan gula. Kemudian dilanjutkan dengan proses pasteurisasi.

Pasteurisasi ini bertujuan untuk membunuh mikroorganisme yang merugikan dan untuk melarutkan bahan-bahan, menghasilkan produk yang seragam, memperpanjang umur simpan dan mengurangi waktu yang diperlukan pada proses aging sehingga adonan memiliki kekentalan dan tekstur es krim yang lebih baik. Setelah tahap pasteurisasi dilanjutkan dengan tahap homogenisasi yang bertujuan menyebarkan globula lemak secara merata. Adonan es krim yang telah tercampur rata memasuki tahapan aging, yaitu proses pembentukan. Kristal yang dapat menyebabkan adonan menjadi sangat kental. Proses selanjutnya adalah pendinginan ini dilakukan pada suhu suhu 0°C – 4°C dengan tujuan untuk membekukan adonan yang disertai dengan menangkap udara (pengadukan). Setelah itu dilakukan pembekuan kembali dengan menggunakan freezer pada suhu 5°C sampai -10°C yang bertujuan untuk mempertahankan karakter sehingga bentuk, tekstur, kelembutan dan kenampakan tidak mengalami perubahan. Prinsip dari pembuatan es krim adalah dengan membentuk rongga udara pada campuran bahan es krim atau Ice Cream Mix (ICM) sehingga diperoleh pengembangan volume yang membuat es krim menjadi lebih ringan, tidak terlalu padat dan memiliki tekstur yang lembut (padaga dan Sawitri, 2005 dalam Hasanudin, Dewi dan Fitri, 2011).

Referensi

Dokumen terkait

kepemimpinan dan pengambilan keputusan yag dilakukan anggota, khususnya anggota di tingkat Platinum dalam menjalankan sistem Network 21 yang merupakan

Kemiringan melintang jalan pada lengkung horizontal yang bertujuan untuk memperoleh komponen berat kendaraan guna mengimbangi gaya sentrifugal atau biasanya disebut

Acara yang dipusatkan di Bundaran HI Jakarta tersebut merupakan program Korlantas Polri untuk lebih menekan angka kecelakaan lalu lintas dan lebih membudayakan tertib berlalu

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat yang meliputi: tujuan,

Dari wawancara dengan operator, literatur dan survei dapat disimpulkan bahwa: Kelemahan dari Water Decaunting terletak pada fleksibelitas dari sensor, sensor tidak bisa

Semua layer yang telah dihasilkan (R, K, LS, dan CP), selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya laju erosi.. Perhitungan laju

The aims of this research are to describe whether: (1) Discussion Method is better than Role-Play Method in teaching speaking skill; (2) The speaking skill of students having

Penelitian ini terdiri dari 3 tahap : Penelitian I (tahun Pertama) Pola Penggunaan lahan dan perubahan iklim di Kabupaten Kubu Raya, Penelitian II (tahun Ke Dua) Pengukuran