• Tidak ada hasil yang ditemukan

TERHADAP PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI ATAS RUU TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP JAWABAN PEMERINTAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "TERHADAP PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI ATAS RUU TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP JAWABAN PEMERINTAH DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

P.-1 '. ~:. K ll i r~ :] I) t·: IC S I 0 AN G A N

... ~'-·loll··~ ... ·~·-~~ ...

Nomr)r·· I ... - ... ~

· --- · -···· RO:I'0/ •.. 1··~

Tunlignl: .•

JAWABAN PEMERINTAH

TERHADAP

PANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI

ATAS

RUU TENTANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN

HIDUP

.. · ' ·~ . ·- ... . . . .. ··--. _._,.. ... ~--'·~

(2)

JAW ABAN PEI\tiERINT AH TERHADAP

P ANDANGAN UMUM FRAKSI-FRAKSI DEWAN PERWAKILAN RAKYAT RI

ATAS

RUU TENT ANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HID UP

Assalamu'alaikum wr. wb.

Yang terhormat Saudara Pimpinan Sidang,

Yang terhormat Saudara Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Pada hadirin yang saya honnati,

Pertama-tama perkenankan saya atas nama Pemerintah rnenyampaikan ucapan terima kasih kepada para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat yang terhonnat yang telah memberikan pandangan umum melalui rnasing-masing fraksi berkenaan dengan Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana disampaikan oleh Bapak Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Pandangan yang telah dik~mukakan masing- masing fraksi merupakan masukan yang sangat berharga untuk lebih memantapkan Ran~angan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, sehingga dapat diharapkan bahwa Undang-undang yang dihasilkan

(3)

I

nanti dapat lebih mampu menjawab tantangan pembangunan dimasa mendatang dan memberikan dasar hukwn yang kuat bagi penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup dengan bemafaskan keterpaduan.

Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Yang Terhormat,

Mencennati pandangan yang telah disampaikan oleh semua fraks~

kiranya pandangan wnum tersebut dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

tanggapan urrnurrn berkenaan dengan Rancangan lJndang-undang, tanggapan mengenai substansi Rancangan Undang-undang, dan hal lain-lain. Oleh karena itu, jawaban Pemerintah atas pandangan umwn fraksi · akan mengikuti

• ketiga pengelompokan itu sebagai berikut:

A. T ANGGAP AN UMUM

Ketentuan pasal 44 Rancangan U ndang-undang ten tang Pengelolaan Lingkungan Hidup menyatakan bahwa "dengan berlakunya Undang- undang ini, maka Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Penge/o/aan Lingkungan Hidup dinyatakan tidak berlaku /agi." Sehubungan dengan ketentuan pasal terse but, Fraksi Karya Pembangunan mempertanyakan mengapa Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 diganti dan bukan disempurnakan.

Apabila dibandingkan dengan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat pengaturan pokok materi sebagai pengembangan pengaturan

2

dalam l untuk b sam ping undang Pengemt dip an dar menggan bahwa 1 Undang-·

Dt barn aka1 di bidang

(4)

7-)

tg

n

.p n

dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, seperti hak setiap orang untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup, di samping pengaturan pokok materi yang belum tercakup dalam Undang- undang Nomor 4 Tahun 1982, seperti tanggung jawab korporasi.

Pengembangan dan penyempumaan itu sedemikian rupa sehingga dipandang dari sudut teknik perundang-undangan adalah lebih baik untuk mengganti Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 dengan pengertian bahwa ketentuan yang masih relevan dimasukan kembali ke dalam Undang-undang yang baru.

Dengan konstruksi yang demikian itu, maka undang-undang yang baru akan dapat tetap menjadi acuan bagi peraturan perundang-undangan di bidang lingkung_an hid up.

Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 terdapat ketentuan pasal yang memerintahkan pengaturan suatu pokok materi dengan undang- undang seperti :

- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang merupak.an pelaksanaan ketentuan pasal 12 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982~

- Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Perlindungan Benda Cagar B udaya, yang merupakan pelaksanaan ketentuan pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982 .

3

(5)

Ketentuan pasal 12 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982

j '

tidak

tercant~

kembali dalam Rancangan Undang-undang tentang , Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Sehubungan dengan hal tersebut, Fraksi Persatuan Pembangunan !

~· ~

mengemukakan bahwa dengan tidak dicantumkannya kern bali pengaturan

j

pokok materi pasal 12 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982lj

~

ke dalam Rancangan Undang-undang, maka Undang-undang Konservasi

:,i

Sumber Daya Alam Hayati dan Undang-undang Perlindungan Benda !~

Cagar Budaya tidak lagi mempunyai topangan dan sandaran, sehingga

j

akan menimbulkan masalah hukum.

Sidang Dewan Perwakilan Rakyat Yang Terhormat,

Dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingktmgan .·~

,~

Hidup tidak terdapat pasal yang mengatur pokok materi scbagaimana ·:

'JI

diatur dalam pasal 12 dan pasal 14 Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982. ,:

Namun hal itu tidaklah berarti bahwa Undang-undang Konservasi Sumber , ..

Daya Alam Hayati dan Undang-undang Perlindungan Benda Cagar l,

·~

Budaya, demikian juga peraturan perundang-undangan lain yang , merupakan pelaksanaan Undang-undang Nomor 4 Tahun 1982, lalu menjadi gugur. Peraturan Perundang-undangan termaksud tetap berlaku sepanjang tidak diubah, diganti atau dicabut.

4

(6)

Kekuatan berlakunya suatu peraturan perundang-undangan yang (terkait dengan perubahan suatu Undang-undang yang menjadi sandarannya {akan sangat tergantW1g kepada apa yang ditentukan oleh Undang-undang j)'ang baru. Dalam kaitan ini kiranya dapat ditunjuk ketentuan pasal 43 . ,Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup yang

., "Pada saat berlakunya Undang-undang ini semua peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup yang telah ada tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan dan belum diganti berdasarkan Undang-undang ini."

Rancangan Undang-undang Pengelolaan Lingkungan Hidup memuat

· norma kewenangan dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pada dasamya pengelolaan lingkungan hidup terdiri atas beberapa komponen sebagai -tahapan yang terkait erat satu dengan yang Jain. Komponen tersebut adalah penetapan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan. hidup, penet~pan

: peraturan perW1dang-undangan dan aturan kebijaksanaan, penetapan perizinan, pengawasan, dan penegakan hukwn. Dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup itu terdapat pula pennasalahan, seperti yang

· menyangkut hak warga negara dalam kaitan dengan lingkungan hidup, peran serta masyarakat dalam pengelolaan lingkungan hidup, hubungan pusat dan daerah dalam penyelenggaraan pengelolaan lingkungan hidup.

ini perlu dituangkan ke dalam nonna pengelolaan lingkungan.

5

...

(7)

Pemikiran sebagaimana dikemukakan itu yang melatar belakangi perumusan nonna dan pembagian sistematika Bah dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sebagaimana .:

ditanyakan oleh Fraksi Karya Pembangunan. Dengan demikian terdapat nuansa hubungan timbal balik antara judul Rancangan Undang-undang dengan kerangk.a batang tubuh sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Karya Pembangunan, sekaligus kesesuaian antara judul Rancangan Undang-undang dengan pokok materi yang terkandung dalam batang tubuh Rancangan Undang-undang sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi ABRI. Selain dari pada itu Pemerintah sependapat bahwa perlu dipertajam kembali mengenai aspek filosofis, ideologis, politis dan sosiologis, seperti yang dikemukakan oleh Fraksi ABRI.

Pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dianut dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup mempunya1 titik berat pada upaya pencegahan. Salah satu instrumen kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup adalah Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Menurut pengertiannya, AMDAL merupakan suatu instrumen untuk memperkirakan dampak suatu rencana kegiatan usaha terhadap lingkungan hidup. Berdasarkan studi AMDAL dapat disusun rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan bagi kegiatan usaha yang bersangkutan. Sebagai instrumen, maka AMDAL merupakan bagian dalam proses perizinan. Sedangkan rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan hams dicantumkan dengan tegas dalam izin melakukan kegiatan usaha.

6

· ..

( .

pence

f'

·menj~

ldiken

· peng seba:

Pers:

bata

(8)

I

I

Sehubungan dengan hal ini, Pemerintah sependapat dengan Fraksi Karya : Pembangunan yang mengemukakan perlunya pengaturan yang lebih jelas mengenat AMDAL dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Menjadi sangat relevan dalam kaitan ini adalah bagaimana sistem perizinan yang seyogyanya dikembangkan dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup sehingga dapat secara kondusif menunjang pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan.

Pengelolaan lingkungan hidup yang menitik beratkan pada upaya pencegahan memerlukan dikembangkannya teknologi. Dalam kaitan ini menjadi penting peranan penelitian dan pengembangan, sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Karya Pembangunan.

Suatu hal yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup adalah pengaturan masalah kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Karya Pembangunan dan Fraksi Persatuan Pembangunan. Yang menjadi penting dalam kaitan ini adalah batasan kompetensi kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup.

Suatu hal yang tidak dapat dikesampingkan adalah masalah kapasitas swnber daya manusia dalam melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup, khususnya dalam penegakan. hukum peraturan perundang-undangan lingkungan sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia. Selain dari pada itu R UU ini tidak berbeda

7

f I

...

~i ~

, I .•

i

; ·'

(9)

I ~

I

dengan pnnstp-pnnstp yang terdapat dalam UULH Tahun

198~1.

melainkan justru menegaskan prinsip-prinsip itu ke dalam rumusan y~

q

lebih normatif dan konkrit, sehingga lebih memberikan kepastian h~:~

, •.q

Oleh karena itu, agak berbeda dengan UULH Tahun 1982. . "t

t; ;~

j.'j

,;·~

Pemerintah menyadari bahwa efektifitas penegakan huk:um;

tergantung pada kemampuan teknis serta integritas dan moral p~

penegak hukum. Fraksi Partai Demokrasi Indonesia menanyakan langkah- langkah yang telah dan yang akan dilakukan Pemerintah untuk mengatasi · masalah tersebut. Dalam hal ini dapat dikemukakan langkah-langkah sebagai berikut. Pertama, Pemerintah telah mepersiapkan tenaga PPNS ··

yang dididik dan dilatih baik di dalam mapun di luar negeri. Dengan pendidikan dan pelatihan itu diharapkan dapat meningkatkan kemampuan teknis aparat penegak hukum dalam menangani kasus-kasus yang berkaitan dengan lingkungan hidup. Kedua, Pemerintah dalam rangka mengantisipasi RUU ini telah mempersiapkan beberapa peraturan pelaksanaan, pedoman atau petunjuk peL1ksanaan maupW1 teknis penegakan hukum yang akan 1nenjadi pegangan aparat penegak hukum.

Ketiga, akan membuka secara luas hak atas informasi dan peran serta masyarakat, sehingga pelaksanaan pengelolaan lingkungan dan penega]can hukumnya dilakukan lebih transparan. Dengan keterbukaan ini diharapkan adanya kontrol sosial terhadap integritas dan moral para aparat penegak hukum.

8

(10)

TANGGAPAN SUBSTANSI.

1. Judul RUU.

Judul yang dipertanyakan oleh Fraksi ABRI sudah tepat karena telah mencenninkan substansi materi yang terkandllllg di dalam batang tubuh RUU.

2. Konsideran "Menimbang".

Fraksi ABRI mengemukakan bahwa rumusan konsideran

\~Menimbang" perlu lebih. dipertajam aspek filosofis, ideologis, politis

\

dan sosial, kiranya mas·atah ini dapat dibahas dalam pembahasan tahap selanjutnya.

3. BAB I KETENTUAN UMUM.

Beberapa pengertian sebagaimana disebutkan dalam ketentuan pasal 1, menurut Fraksi ABRI memerlukan rumusan lebih tepat dan lebih lengkap. Mengenai hal ini Pemerintah menyarankan kiranya dapat ditinjau lebih lanjut dalam pembahasan Rancangan Undang-undang pada tingkat berikutnya. N amun demikian, Pemerintah merasa perlu untuk memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai pengertian

"organisasi lingkungan" sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Demokrasi Indonesia.

9

...

(11)

~ ~

I

I

I

Istilah "organisasi lingkungan" mempunyai pengertian luas .. '

karena dapat mencakup dan meliputi baik "organisasi t1

kemasyarakatan", sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maupun,

"Lembaga Swadaya Masyarakat", sebagaimana dimaksud dalam:.

Undang-undang Nomor 4 · Tahun 1982, yang keberadaannya diterima

dan diakui oleh masyarakat.

Oleh Fraksi Partai Demokrasi dipertanyakan keberadaan Lembaga Swadaya Masyarakat yang berperan sebagai penunJang ·~

dalam pengelolaan lingkungan hid up. Mengenai hal liD dapat ,:

dikemukakan bahwa per an Lembaga Swadaya Masyarakat sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 Undang-tmdang Nomor 4 ·~

Tahun 1982 telah tercakup dalam ketentuan pasal 5 ayat (2) dan pasal 6 Rancangan Undang-undang.

4. BAB II · ASAS DAN TUJUAN.

Fraksi ABRI mengemukakan bahwa pencantuman pasal 4 butir c dan butir e kurang relevan dengan tujuan pengelolaan lingkungan hidup. Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa pelestarian daya keberlanjutan kemampuan lingkungan hidup dapat terwujud dengan tesedianya insan pembina lingkungan hidup. Sedangkan dengan pasal4 huruf e ingin ditegaskan perlunya melindungi wilayah negara terhadap

10

·" . • "''"""'"· , . . , •.• \ ... . o--.·--~·-... ~-ii».k~~.,N-~ . . . . . _ - .

(12)

dampak kegiatan yang dilakukan di luar wilayah negara. Mengenai

·· penjabaran pasal4 huruf e, sebagaimana ditanyakan oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, secara implisit terdapat dalam pasal 13 Rancangan Undang-tmdang.

Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Karya Pembangunan menanyakan pencantuman asas tanggung jawab negara dan asas keberlanjutan dalam pasal 3 Rancangan Undang-tmdang. Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa baik asas tanggung jawab negara maupun asas keberlanjutan merupakan derivat ketentuan ketentuan pasal33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945.

Pengertian "rakyat" dalam pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 mengandung arti generasi sekarang dan generasi mendatang. Disini tersimpul konsep keberlanjutan. Penguasaan sumber daya alam (bumi dan · air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya) oleh negara memberikan suatu tanggung jawab kepada negara bahwa sumber daya alam memberikan manfaat secara berkelanjutan bagi rakyat. Tanggung jawab negara tersebut memberikan kewenangan kepada Pemerintah sebagai penyelenggara negara untuk mengatur penggunaan sumber daya alam dalam kerangk.a pengelolaan lingkungan hidup. Untuk ini diperlukan adanya norma, yaitu norma kewenangan.

11

.

'

..

(13)

It

Dalam menjalankan kewenangan tersebut diperlukan peran serta masyarakat dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup yang berwujud, antara lain, hak tmtuk mendapatkan informasi lingkungan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan, keikutsertaan dalam proses pengambilan keputusan, hak organisasi lingkungan untuk mengajukan gugatan dalam suatu sengketa lingkungan.

Fraksi Karya Pembangunan berpendapat bahwa dalam BAB II . perlu adanya pasal tentang pengaturan tata guna ruang mengingat akan perananannya yang penting dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa tata guna ruang merupakan salah satu aspek penataan ruang sebagaimana telah . diatur dalam Undang-tmdang Nomor 24 Tahtm 1992 tentang Penataan Ruang.

5. BAB III HAK DAN KEWAJIBAN MASYARAKAT.

Fraksi ABRI mempertanyakan tentang belum dicantumkannya secara jelas antara hak dan kewajiban bagi tiga pihak yang terlibat dalam masalah lingkungan hidup. Sedangkan Fraksi Karya Pembangunan mengemukakan bahwa mengenai peran serta masyarakat perlu diatur dalam satu BAB tersendiri.

12

(14)

Pada dasamya Pemerintah tidak berkeberatan atas pemikiran

Fraksi ABRI dan Fraksi Karya Pembangunan. Mengai hal ini kiranya dapat dibahas lebih lanjut dalam pembahasan tahap berikutnya .

. BAB IV : WEWENANG PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP.

Oleh Fraksi ABRI dikemukakan bahwa ketentuan pasal 7 ayat (1) Rancangan undang-undang dapat menimbulkan kesan bahwa penggunaan sumber daya alam untuk sebesar-besamya kemakmuran rakyat hanya dilaksanakan oleh Pemerintah. Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa bukan demikian maksud pasal tersebut. Untuk menghilangkan kesan yang demikian itu kiranya masalah ini dapat dibahas dalam pembahasan tahap selanjutnya.

Fraksi ABRI mengemukakan perlunya diperjelas pembagian wewenang antara instansi yang menangani masalah lingkungan ditingkat pusat dan daerah, serta antara sektor pembangunan di daerah.

Sedangkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mengemukakan masalah kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup secara terpadu pada tingkat nasional.

Masalah kewenangan dan kelembagaan pengelolaan lingkungan hidup merupakan dua hal yang terkait erat satu dengan yang lain. Inti pemikiran yang dikemukakan oleh Fraksi ABRI dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia adalah bahwa perlu ada kejelasan mengenai

13

1

···'

(15)

hubungan instansi pusat dan daerah di bidang pengelolaan lingkungan

hidup. Pemerintah dapat memahami pandangan Fraksi ABRI dan_

Fraksi Partai Demokrasi Indonesia karena kejelasan mengenai batas - kompetensi memang diperlukan untuk menghindari terjadinya konflik _ antar wewenang dan kemungkinan sating mengandalkan sehingga tidak . ada instansi yang bertindak dalam hal terjadi suatu masalah.

Oleh Fraksi Persatuan Pembangunan dikemukakan bahwa dalarn : menetapkan kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup tidak hanya : harus memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat, tetapi juga hams memperhatikan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat temasuk nilai agama. Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa secara implisit pengertian tersebut tennasuk nilai-nilai agama, nilai moral, nilai adat, dan lainnya.

Fraksi Karya Pembangunan mempertanyakan kaitan antara kewenangan sebagaimana diatur dalam pasal 7 s/d pasal 13 dengan partisipasi aktif masyarakat, dan berpendapat bahwa masyarakat perlu juga diberikan kewenangan tertentu mengenai hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup. Pemerintah sependapat bahwa anggota masyarakat diberi hak untuk berperanserta dalam rangka pengelolaan lingkungan. Hal ini ditegaskan dalam pasal 5 ayat (2) dan pasal 6 Rancangan Undang-undang. Kewenangan Pemerintah sebagaimana diatur dalam pasal 7 s/d pasal 13 merupakan kewenangan

(16)

· 'publik, sehingga peran serta masyarakat terkait dengan keik:utsertaan

· 'dalam proses pengambilan keputusan.

Sehubwtgan dengan pasal 11 Rancangan Undang-undang Fraksi Karya Pembangwtan berpendapat bahwa kiranya ditegaskan batasan mengenai "dampak penting", sedangkan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mempertanyakan siapa yang akan menentukan apakah suatu instansi kegiatan usaha menimbulkan atau tidak menimbulkan dampak penting terhadap dampak lingk:ungan. Dalam merumuskan suatu Undang-undang kadang-kadang sulit untuk menghindari perumusan nonna yang "kabur". Dalam Undang-wtdang yang lain juga diketemukan istilah yang semacam itu, misalnya "kepentingan umum"

dan "ketertiban wnum". Karena rum us an Undang-undang itu masih abstrak memang dikhawatirkan bahwa rumusan semacam itu tidak melahirkan kepastian hukum. Namun dari pertimbangan lain, rumusan yang demikian itu lebih mampu mengantisipasi perkembangan yang akan terjadi. Memilih rwnusan yang kabur harus diikuti kemampuan aparat menggunakan "discretionary power" dalam menerapkan norma terse but.

Rambu-rambu hukum administrasi yang telah dikembangkan melalui praktek peradilan tata usaha negara berupa asas-asas umum pemerintah yang baik merupakan rambu-rambu dalam menerapkan norma kewenangan yang kabur.

15

... .

(17)

l

II

Selain dari pada itu apakah suatu rencana kegiatan usaha akan menimbulkan atau tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup akan dipengaruhi pula oleh perkembangan ilmu pengetahun dan teknologi. Sedangkan ilmu dan teknologi senantiasa berkembang. Oleh karena itu, penetapan apakah suatu rencana kegiatan usaha menimbulkan atau tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup diatur dengan peraturan yang lebih rendah dari Undang-undang yaitu Peraturan Pemerintah.

Mengenai kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup, sebagaimana disinggung oleh Fraksi Partai Demokrasi Indonesia, dapat dikemukakan bahwa kebijaksanaan pengelolaan lingkungan hidup itu merupakan suatu strategi dan arahan penggunaan sumber daya baik sumber daya alam maupun sumber daya buatan sedemikian rupa sehingga tidak terjadi kerusakan atau pencemaran lingkungan yang dapat menurunkan keberlanjutan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

7. BAB V PERSYARATAN PENTAATAN LINGKUNGAN.

Sehubungan dengan pasal 15 Rancangan Undang-undang, Fraksi Persatuan Pembangunan mengemukakan agar keberatan dan pendapat yang diajukan oleh masyarakat sehubungan dengan permohonan izin melakukan kegiatan usaha dijadikan alasan untuk tidak menerbitkan izin melakukan kegiatan usaha. Mengenai hal ini dapat dikemukakan

16

(18)

bahwa wewenang menerbitkan atau menolak permohonan izin melakukan kegiatan usaha ada pada pejabat yang oleh Undang-Wldang diberi kewenangan untuk itu. Anggota masyarakat, berdasarkan ketentuan pasal6 ayat (1) Rancangan Undang-undang, mempunyai hak Wltuk menerima atau mengajukan keberatan atas pennohonan izin melakukan kegiatan usaha. Sedangkan bagi pejabat yang berwenang dapat tetap menerbitkan izin melakukan kegiatan usaha yang dimohon.

Namun demikian, dalam memutuskan untuk menerbitkan izin yang dimohonkan itu selalu harus dipertimbangkan pendapat dan atau keberatan yang diajukan oleh warga masyarakat. Karena itti, dalam izin yang diterbitkannya harus menyebutkan apa pendapat dan atau keberatan warga masyarakat terhadap izin yang dimohonkan keputusan, serta menyebutkan pertimbangan mengapa pendapat dan atau keberatan warga masyarakat itu diterima atau ditolak. Keberatan yang diajukan oleh warga masyarakat dapat ditetapkan sebagai persyaratan dalam izin yang wajib dilaksanakan dan dipatuhi oleh pemohon izin.

Apabila warga masyarakat keberatan atas penerbitan izin

· melakukan kegiatan usaha maka warga masyarakat dapat melakukan

up~ya hukum melalui banding administrasi atau mengajukan gugatan

tata usaha negara apabila banding administrasi tertutup . kemungkinannya.

17

(19)

\

1j

11 'l

I

I

·. i

.··i

~ j

I

' 1

ll

BAB VI : PENGELOLAAN LIMBAH BAHAN BERBAHA YA DAN

BERACUN.

Mengenai perubahan judul BAB VI sebagaimana dikemukakan oleh Fraksi Persatuan Pembangunan, pada dasamya Pemerintah tidak berkeberatan. Mengenai hal ini kiranya dapat dibahas pada tahap pembahasan lebih lanjut.

Fraksi Persatuan Pembangunan dan Fraksi Partai Demokrasi Indonesia mempertanyakan tentang dimuat ketentuan tent~g

pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dalam Rancangan Undang-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun jo. Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1995 tentang Penyempumaan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dimuat pengaturan tentang suatu hal yang bersifat pembatasan terhadap kebebasan warga negara di samping memuat ketentuan huk:um prosedural di bidang pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengaturan yang bersifat pembatasan tersebut perlu diangkat pada tingkat Undang-undang.

Selanjutnya Fraksi Persatuan Pembangunan mengemukakan beberapa hal berkenaan dengan ketentuan pasal 17 Rancangan

18

(20)

,

I

lf""'""'"~'>-undang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Mengenai hal Pemerintah dapat mengemukakan hal sebagai berikut :

Jenis Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang diimpor adalah aki bekas yang dapat disubstitusi.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun yang diimpor adalah Limbah aki bekas untuk membantu kekurangan bahan baku dalam negeri bagi industri- pembuat ingot timah.

Limbah aki bekas digunakan oleh industri aki bekas. Untuk industri tersebut diperlukan jumlah tertentu aki bekas sehingga secara ekonomis kegiatan daur ulang itu layak. Untuk kelayakan ekonomi diperlukan 124.000 ton/tahun, sedangkan ketersediaan lim bah aki bekas di Indonesia hanya 50.000 ton/tahun .

Impor limbah bahan berbahaya dan beracun diatur dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan. Menurut ketentuan dalam surat keputusan tersebut, yang boleh mengimpor aki bekas adalah industri produsen limbah, sehingga pengawasan importir aki lebih mudah. Untuk mengimpor aki bekas, importir produsen limbah memerlukan rekomendasi dari Bapedal. Untuk memberikan rekomendai itu Bapedal melakukan evaluasi mengenai kelayakan pengelolaan aki bekas tersebut.

19

(21)

5. Mengenai kesesuaian pasal 17 ayat (2) dan ayat (3) dengan Konvensi Basel dan COP II Decision II dapat disampaikan bahwa Konvensi Basel melarang pembuangan limbah bahan berbahaya dan beracun dari suatu negara ke negara lain untuk pembuangan akhir sedangkan COP II Decision II melarang secara total pengiriman limbah bahan berbahaya dan beracun dari negara OECD ke negara non OECD, termasuk untuk tujuan pemanfaatan, setelah tanggal31 Desember 1997. Namun Decision II COP II tidak melarang pengiriman Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari negara

non

OECD ke negara non OECD untuk keperluan pemanfaatan dengan persyaratan :

• negara yang bersangkutan adalah anggota Konvensi Basel

• melakukan notifikasi

• memenuhi persyaratan lingk:ungan .

Selanjutnya mengenai pasal 18 Rancangan Undang-undang, Fraksi Persatuan Pembangunan mengemukakan kesan bahwa semua jenis limbah baik yang berasal dari dalam negeri maupun yang berasal dari luar negeri dapat dibuang di media lingk:ungan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Mengenai hal ini dapat ditegaskan bahwa lokasi pembuangan limbah sebagaimana dimaksud dalam pasal 18 Rancangan Undang-m1dang adalah tertutup bagi limbah yang berasal dari luar negen.

20

(22)

PENGAWASAN DAN SA~SI ADMINISTRASI.

(

Fraksi ABRI mengemuk.akan bahwa dalam pasal 5 dan pasal 6

1

RUU tersirat ketentuan bahwa masyarakat mempunyai ·hak untuk melaksanakan kontrol sosial berdasarkan kewajiban setiap orang untuk memelihara lingkungan. Oleh karena itu dalam pasal 20 perlu pula

· 1: dinyatakan kewajiban Pemerintah untuk menerima dan meneliti la·poran

,..--·

masyarakat a tau organisasi lingkungan atas terj adinya pencemaran lingkungan. Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa tanpa dicantumkan hal tersebut memang sudah merupakan kewajiban Pemerintah untuk melakukan pengawasan dan pengendalian yang merupakan bagian dari tanggung jawab Pemerintah dalam melakukan upaya pengelolaan lingkungan.

Dalam pada itu Fraksi Persatuan Pembangunan mengemukakan pula bahwa pasal 20 ayat (1) RUU tidak memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk berperan serta dalam melakukan kegiatan pengawasan. Peran serta masyarakat sangat diperlukan dan akan lebih bersifat obyektif. Karena itu diusulkan agar peran serta masyarakat harus diakomodasikan dalam RUU. Menanggapi hal ini maka dapat dikemukakan bahwa pengawasan dan sanksi administrasi merupakan kegiatan penegakan hukum administrasi. Penegakan hukum administrasi pada dasamya adalah penggunaan wewenang pemerintah dalam memaksakan pentaatan. Memang pada dasamya diakui peran serta masyarakat dalam bentuk-bentuk memberikan infonnasi,

21

(23)

:I

1

!

. j

;

i

! I

\

·. '

. l

'.

.J.

i

I

I

I

I

I

mengajukan pennohonan agar terhadap penanggung jawab kegiatan dikenai sanksi adminstrasi berupa paksaan pemerintahan, uang paksa atau pencabutan izin. Bahkan dapat pula mengajukan gugatan terhadap penaggung jawab kegiatan seperti yang diatur dalam pasal 29 RUU, dan dapat pula mengajukan gugatan pembatalan KTUN (izin) dengan memperhatikan ketentuan UU Nomor 5 Tahun 1986 tentang Pengadilan Tata Usaha Negara antara lain mengenai tenggung waktu mengajukan gugatan (pasal 55).

Pemerintah mengakui dalam rumusan pasal-pasal Bah VII bentuk peran serta masyarakat dalam pengawasan dan penerapan sanksi adiministrasi belum diatur secara tegas. Hal itu bisa ditampung baik dalam pasal 20 ayat (3) maupun pasal 21 ayat (3). Namun kalau Anggota Dewan menghendaki suatu penegasan tentang hal itu dalam Bab VII maka nnnusan pasal-pasal dalam Bah VII dapat diperbaiki.

Pemerintah mendukung usulan tersebut karena peran serta masyarakat yang berarti (genuine) dapat mengatasi berbagai kelemahan dalam penegakan hukum lingkungan saat ini. Oleh sebab itu, dalam pasal6 RUU akses masyarakat terhadap informasi dijamin dalam RUU dalam rangka memberdayakan masyarakat menjalankan keperansertaan dalam perencanaan maupWl pengawasan. Untuk mendukung peran serta masyarakat dalam pengawasan, akses masyarakat terhadap pengambilan keputusan diatur dalam hal perizinan, kewajiban audit

22

(24)

lingkungan, dan dalam bentuk pemberian legal standing bagi organisasi lingkungan untuk mengajukan gugatan.

lO.BAB VIII: PENYELESAIAN SENGKETA LINGKUNGAN.

Oleh Fraksi Persatuan Pembangunan dikemukakan bahwa menurut pasal 29 ayat (2) RUU, tuntutan organisasi lingkungan dibatasi untuk tidak memasuki tuntutan ganti kerugian. · Mengenai hal ini dapat dikemukakan berdasarkan ketentuan pasal 1365 KUH Perdata bahwa pada prinsipnya ganti kerugian tersebut hanya diberikan kepada orang yang menderita kerugian. Sedangkan dalam hal ini organisasi lingkungan tidaklah demikian karena itu gugatan ganti kerugian .. · hanyalah pada permohonan kepada pengadilan agar seseorang yang telah menimbulkan pencemaran atau kerusakan diperintahkan untuk melakukan tindakan hukum tertentu yang berkaitan dengan tujuan pelestarian kemampuan lingkungan hidup, seperti kewajiban untuk atau memperbaiki alat pengolah limbah sehingga limbah yang dihasilkan setelah diolah tidak mengakibatkan tercemamya media lingkungan penerima limbah. Lain halnya apabila organisasi lingkungan tersebut mengajukan gugatan selaku kuasa/wakil dari para anggota organisasi atau beberapa orang tertentu.

23

(25)

ll.BAB IX PENYIDIKAN.

Fraksi ABRI mekemukakan bahwa penyidikan harus dilakukan aparat yang mempunyai kemampuan melakukan penyidikan di darat, di laut dan di udara. Sedangkan dari Fraksi . Partai Demokrasi Indonesia mempertanyakan bahwa setujukah Pemerintah tentang perlunya dibentuk tim penyidik terpadu dari berbagai instansi Pemerintah dan di luar Pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pencemaran lingkungan yang pelik dan apakah pula Pemerintah setuju apabila materi tentang penyidik terpadu ini dimasukan ke dalam RUU yang sekarang sedang dibahas. Menanggapi pertanyaan tersebut dapat dikemukakan Pemerintah sependapat bahwa penyidikan harus dilakukan oleh aparat yang mempunyai kemampuan. Penyidik disini adalah penyidik yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang- Wldangan yang berlak:u.

Mengingat pertimbangan bahwa bahaya pencemaran dan kerusakan llingkungan bisa bersifat seketika (actual hann) dan juga dapat bersifat potensial (Threathened harm) maka dipandang perlu untuk membentuk Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Lingkungan.

Sedangkan keinginan untuk membentuk tim penyidik di luar Pemerintah untuk menyelesaikan kasus-kasus pencemaran lingkungan dipandang tidak sesuai dengan ketentuan peraturan penmdang- undangan yang berlaku.

24

(26)

: 12.BAB X KETENTUAN PIDANA.

Fraksi ABRI mengemukakan bahwa ketentuan pidana, ketentuan

l

perdata dan sanksi administrasi agar dimuat mejadi satu dalam BAB X.

f

t .

Mengenai hal ini dapat dikemukakan bahwa penggabungan pelbagai

; sanksi hukum (sanksi administrasi, perdata, dan pidana) dalam satu Bah tidak sesuai dengan prinsip bahwa Undang-Wldang tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup pada hakekatnya merupakan bagian hukum administrasi.

Dengan demikian peranan sanksi di bidang hukum yang lain (sanksi perdata dan sanksi pidana) bersifat menunjang, bilamana sanksi administrasi ternyata tidak efektif. Bahkan sebelum pihak-pihak yang bersengketa tersebut dapat ditempuh melalui penmdingan di luar pengadilan {Alternative Dispute Resolution)- Pasal 25 RUU.

Fraksi Karya Pembangunan mengemukakan dalam RUU ditetapkan bahwa terhadap perbuatan pidana diancam dikenakan sanksi pidana penjara dan sanksi pidana denda. Fraksi Karya Pembangunan meminta penjelasan landasan acuan yang digtmakan dalam penetapan/perbandingan pidana ini dan sekaligus juga mengusulkan perlu adanya pendalaman dan perbandingan dengan undang-undang lain yang telah diundangkan. Menanggapi ·hal ini dapat dikemukakan bahwa Pemerintah mengakui kecennatan fraksi, sebab yang dimaksudkan ancaman sanksi dalam BAB ini baik: berupa pidana

25

(27)

penJara dan atau pidana denda. Sehingga dengan demikian maka ancaman sanksi tersebut bisa bersifat altematif atau komulatif.

Landasan acuan yang di~akan dalam penyusunan rumusan ini menggunakan beberapa peraturan perw1dang-W1dangan yang telah ada.

Namun antara satu dan lainnya berbeda-beda. Oleh karena itu Pemerintah sependapat perlu adanya pembahasan lebih lanjut.

13.BAB XI KETENTUAN PERALIHAN.

Fraksi Persatuan Pembangunan mengemukakan bahwa jangka waktu 5 (lima) tahun yang telah ditetapkan dalam pasal42 terlalu lama.

Oleh karena itu meminta kepada Pemerintah perlu untuk menjelaskannya secara rinci dasar pertimbangan memberikan waktu 5 (lima) tahun, sehingga tidak timbul kesan Pemerintah memberikan kesempatan kepada penanggung jawab kegiatan untuk merusak lingkungan hidup. Fraksi mempertanyakan pula sanksi apa yang akan diambil Pemerintah terhadap penanggung jawab kegiatan atau usaha apabila tenggang waktu 5 (lima) tahun itu sudah berlalu sementara penanggung j awab kegiatan tidak memenuhi ketentuan yang terdapat dalamRUU.

Menanggapi hal ini dapat dikemukakan bahwa penentuan jangka waktu 5 (lima) tahun karena dengan pertimbangan an tara lain bahwa pertama, dalam jangka waktu tersebut telah terjadi perkembangan teknologi yang lebih baik dalam upaya untuk mengendalikan

26

(28)

pencemaran atau kerusakan lingkungan. Kedua, bahwa dalam jangka waktu tersebut kemungkinan dapat terjadi deregulasi di bidang perizinan. Namun demikian, apabila Anggota Dewan menghendaki tenggang waktu yang lebih pendek dari 5 (lima) tahun hal ini dapat dibicarakanlebih lanjut.

Sebagai konsekuensi hukum apabila tenggang waktu yang telah ditetapkan dilampaui maka Petnerintah dapat mengambil tindakan dengan menerapkan sanksi kepada penanggung jawab kegiatan usaha antara lain berupa sanksi administratif seperti pencabutan izin melakukan kegiatan usaha.

:C. LAIN-LAIN.

Fraksi Persatuan Pemabangunan meminta penjelasan petnerintah mengenai reklamasi pantai utara Jakarta belum mepunyai AMDAL Regional hanya berdasarkan AMDAL sektoral (proyek). Mengenai hal ini dapat dikemukakan sebagai berikut :

1. Pada waktu proyek reklamasi Pantura DKI Jakarta berdasarkan Keppres 52 Tahun 1995 sebelumnya ada beberapa proyek yang telah disetujui dan telah membuat AMDAL Proyek. Dewasa ini proyek reklamasi Pantura sedang menyusun AMDAL Regional. Pada waktu AMDAL REGIONAL tersebut selesai akan dinilai oleh Komisi

27

(29)

I

l

l I

!I

~ ' l I

l l

I l

I

I

l

I I

•, l i

I

I

l ~

I l

, I

I

! l

1 r

• h

1 ~ ;

! l

I

!

AMDAL Regional di Bapedal yang beranggotakan PEMDA, Departemen Dalam Negeri, BAPPENAS, Badan Pertanahan Nasional, Badan Koordinasi Penanaman Modal, Departemen Pekerjaan Umum, Departemen Perhubungan, Departemen Pertambangan dan

Kantor Menteri N egara Lingkungan Hidup, Instansi terkait lainnya Lembaga Swadaya Masyarakat. Pemerintah Daerah DKI mempunyai kewajiban Wltuk bersama Bapedal menyerasikan Proyek yang ada dengan AMDAL Regional.

2. Proyek Reklamasi Pantura akan berlangsung selama k:urang lebih ( dua puluh lima) tahun sehingga pada satu pihak memerl pemantauan yang terns menerus dan

memungkinkan perbaikan/penyempumaan perencanaan

proyek Reklamasi Pantura akan mencapai optimwn. Demi .. ~ ... ,...., .... ..

hukum bagi pengusaha yang izinnya sudah lengkap pemb ... l"', ... .& ... _ , .

diteruskan di bawah pengawasan yang terkendali.

Saudara Pimpinan Sidang dan Para Anggota Dewan Yang Terhonnat,

Demikianlah jawaban Pemerintah atas Pemandangan Fraksi Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Rancangan Undang- tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup. Sebagai akhir kata, atas Pemerintah kami menyampaikan terima kasih dan penghargaan Saudara Pimpinan dan Anggota Dewan yang terhormat atas kesabaran dan perhatiannya untuk mengikuti jawaban Pemerintah ini.

28

(30)

Semoga Tuhan Yang Maha Kuasa selalu melirnpahkan rakhmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, sehingga dapat menyelesaikan tugas yang mulia ini.

Wassalamu'alaikum wr. wb.

29

Jakarta, 23 Juni 1997 Atas nama Pemerintah Menteri Negara

gkungan Hidup,

>

-"Sarwono Kusumaatmadja

-

Referensi

Dokumen terkait

berdasarkan pendapat Akhir Mini Fraksi-fraksi clisimpulkan bahwa Rancangan Undang-undang tcntang Pengelolaan Zakat clap8t clisetujui untuk dilanjutkan clalam

Oleh karena itu, Ombudsman Republik Indonesia sebagai lembaga independen yang dalam RUU ini didefinisikan sebagai lembaga negara yang mempunyai kewenangan mengawasi

Perubahan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah menetapkan bahwa MPR bukan lagi menjadi lembaga tinggi negara yang menjadi penjelmaan kedaulatan rakyat

Kami mensyukuri bahwa akhirnya fraksi-fraksi dapat mengambil sebuah rumusan tentang Asas dan ciri Partai Politik, sebagaimana yang tertuang dalam pasal 9, ayat (1) Asas Partai

Yang terhormat Saudara Anggota d a n pa ra .hadirin yang berba hagia. Puji dan syu kur kita panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah mem berikan rah mat dan

Pertama - tama marilah kita panjatkan Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa , karena berkat limpahan rahmat dan anugerah serta bimbingan - Nya sehingga kita dapat

Pendapat Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia terhadap Rancangan Undang-Undang tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

untuk menjaring data kebutuhan pelatihan yang diperlukan oleh guru kimia, dengan maksud untuk memperoleh data awal tentang materi kimia apa yang diperlukan oleh