• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT"

Copied!
63
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT

( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Oleh

Mahardika Permana Putra

NIM. E1107042

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

(2)

commit to user

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN

TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT ( STUDI KASUS

PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)

Oleh

Mahardika Permana Putra

NIM. E1107042

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta,

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Kristiyadi, S.H.,M.Hum Muhammad Rustamaji,S.H.,M.H.

(3)

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA

DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT

( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)

Oleh

Mahardika Permana Putra

NIM. E1107042

Telah diterima dan dipertahankan di hadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari : Kamis

Tanggal : 28 Juli 2011

DEWAN PENGUJI

1. (Edy Herdyanto S.H.,M.H.) : ………. Ketua

2. (Kristiyadi, S.H.,M.Hum) : ………. Sekretaris

3. (Muhammad Rustamaji,S.H.,M.H.) : ………. Anggota

Mengetahui

Dekan,

Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum

(4)

commit to user PERNYATAAN

Nama : Mahardika Permana Putra

NIM : E1107042

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN

TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT ( STUDI KASUS

PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi) adalah betul-betul karya sendiri.

Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi

dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan

penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi)

ini.

Surakarta,

yang membuat pernyataan

Mahardika Permana Putra

(5)

MOTTO

 ……….. Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan

mengadakan baginya jalan keluar. Dan diberi-Nya rizki dari arah yang tidak

disangka-sangka (Q.S. Ath-Thalaaq : 2-3)

 Ilmu adalah senjataku, sabar adalah pakaianku, yakin adalah kekuatanku,

kejujuran adalah kenanganku, taat adalah kecintaanku, sholat adalah

kebahagiaanku (Suri Tauladan Nabi Muhammad SAW)

 Bersyukur dengan apa yang telah kita dapat adalah kenikmatan yang akan

terus berlanjut dan tidak akan terputus sampai kita tak dapat berharap kelak

(6)

commit to user PERSEMBAHAN

Penulisan hukum (skripsi) ini kupersembahakan untuk :

 Bapak Much. Syafrudin dan ibu Tatik Saryanti tercinta,

terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang telah

diberikan kepadaku selama ini

 Mas Adi dan Mas Legi yang mendukungku dalam

setiap langkahku

 Eyang putri Darso Siwito yang selalu menemani

 Pratiwi Suryadewi yang selalu mengingatkan dan selalu

menemani.

 Keluarga besar Fakultas Hukum UNS

(7)

ABSTRAK

Mahardika Permana Putra, E1107042. 2011. ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui anotasi hakim atas pembuktian penuntut umum terhadap tindak pidana pembunuhan berencana dengan terdakwa Prakas Agung Nugraha bin Widayat (Studi Kasus Putusan Nomor: 156/Pid.B/2009/PN.Bi). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis bahan hukum yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi dokumen atau studi kepustakaan. Analisis bahan hukum yang digunakan bersifat kualitatif yang dalam kajiannya mengutamakan segi kualitas atau mutu dengan analisis menggunakan pertimbangan-pertimbangan nalar yang mapan didukung fakta empiris.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa pendapat hakim seluruhnya membenarkan apa yang dikonstruksikan dalam pembuktian penuntut umum. Alat-alat bukti yang diajukan berupa keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa yang seluruhnya diakomodir oleh pendapat hakim. Konstruksi pembuktian yang dimulai dari dakwaan subsidaritas diawali dakwaan primer dengan Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP serta hal-hal yang memberatkan menjadi bagian penting dalam anotasi hakim dalam kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT No : 156/Pid.B/2009/PN.Bi. Dengan demikian dapat disimpulkan anotasi hakim dalam kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT No : 156/Pid.B/2009/PN.Bi sangat berkesuaian dengan pembuktian penuntut umum.

(8)

commit to user KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT, Rob semesta alam yang telah mencurahkan

semua nikmat dan karunia-Nya serta senantiasa membuka pintu ampunan bagi semua

hamba yang berserah diri kepada-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah

pada nabi besar Muhammad SAW.

Hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, pada akhirnya penulis dapat

menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini sebagai salah satu syarat guna

memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini

masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan ilmu dan pengetahuan,

waktu dan informasi yang dimiliki penulis. Namun dengan segala keterbatasan

tersebut, penulis berharap semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat memberikan

manfaat bagi penulis khususnya dan kepada pembaca serta pihak-pihak yang

berkepentingan dengan penulisan hukum (skripsi) ini.

Dalam proses penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini, kami tidak lepas dari

bantuan, dorongan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih dan

penghargaan kepada :

1. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.Hum selaku ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3. Bapak Hardjono, S.H, M.H, selaku Ketua Program Studi Non Reguler

(9)

4. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,

M.H, selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan

bimbingan, perhatian, nasehat, dan pengarahan selama penyusunan

penulisan hukum (skripsi) ini.

5. Ibu Rahayu Subekti, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang

telah memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan kepada penulis

6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dan

telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi sehingga memperoleh

gelar Sarjana S1

7. Bapak Faisal Banu, S.H, M.Hum selaku Pembimbing Mitra Kejaksaan

Negeri Karanganyar yang telah memberikan banyak pengetahuan dan

bimbingan kepada penulis selama Kegiatan Magang Mahasiswa di

Kejaksaan Negri Karanganyar.

8. Bapak dan Ibu tercinta, kakak-kakakku yang saya sayangi mas Legi, mas

Adi, mbak Eka, serta Eyang putri Darso Suwito, dan dek Fawwas Arkana

Saputra yang telah memberikan segalanya kepada penulis

9. “Pratiwi Surya Dewi” yang selalu memberikan suport, ketulusan dan

motifasi yang telah dikau berikan kepada penulis.

10.Sahabat-sahabatku Wawan, Eki, Weli, Mei, Elfira, Dita yang telah

memberikan dukungan kepada penulis, tetep semangat dan jangan lupa

jaga silaturahmi.

11.Teman-temanku angkatan 2007 Fakultas Hukum UNS.

12.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah

(10)

commit to user

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum

(skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan

pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun

sangat penulis harapkan. Semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat menambah

pengetahuan dan memberikan manfaatnya bagi kita semua.

Surakarta,

(11)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii

HALAMAN PERNYATAAN ... iv

MOTTO ... v

PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI ... xi

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian ... 3

D. Manfaat Penelitian ... 4

E. Metode Penelitian... 5

F. Sistematika Penulisan Hukum ... 8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10

A. Kerangka Teori... 10

1. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ... 10

a. Tindak Pidana Pembunuhan ... 10

(12)

commit to user

a. Pengertian Pembuktian... 13

b. Teori Sistem Pembuktian ... 15

c. Alat Bukti Dalam Pembuktian ... 18

3. Tinjauan Tentang Penuntut Umum Dalam Proses Pembuktian ... 23

4. Tinjauan Tentang Pendapat Hakim ... 25

5. Tinjauan Tentang Anotasi……….. 26

B. Kerangka Pemikiran ... 27

BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29

A. Hasil Penelitian ... 29

1. Identitas Terdakwa ... 29

2. Kasus Posisi ... 29

3. Dakwaan ... 31

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 31

5. Putusan... ... 33

B. Pembahasan ... 35

Analisis Anotasi Hakim atas Pembuktian Penuntut ` Umum dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009 ... 35

1. Anotasi Hakim dalam Kasus Pembunuhan Berencana No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009 ... 38

2. Konstruksi Pembuktian oleh Penuntut Umum pada Kasus No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009….. 42

BAB IV. PENUTUP ... 50

A. Simpulan ... 50

B. Saran ... 50

(13)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pembunuhan berencana yang akhir-akhir ini menjadi isu penting membuat

resah masyarakat. Pelaku yang rata-rata didominasi kalangan menengah kebawah

tapi ada juga dilakukan para petinggi Negara seperti kasus Antasari melakukan

pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen yang didasarkan atas

adanya permasalahan wanita lain, serta artis lidya pratiwi yang juga melakukan

pembunuhan berencana yang cukup menyita perhatian masyarakat

(http://clubbing.kapanlagi.com/showthread.php?t=6957, jumat 8 Juli 2011 pukul

15.00 WIB).

Pembunuhan berencana dapat mengganggu ketertiban masyarakat dan

stabilitas keamanan nasional. Maka dalam hal ini diperlukan perlakuan hukum

yang tegas bagi pelaku tindak pidana pembunuhan berencana supaya memberikan

efek jera yang tidak mungkin lagi akan dilakukan pelaku.

Dari maraknya kasus pembunuhan berencana, hukum acara pidana

diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan hukum acara pidana

adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati

kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara

pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat

dengan tujuan untuk mencari siapakah terdakwa yang dapat didakwakan

melakukan suatu kejahatan maupun pelanggaran hukum, selanjutnya meminta

pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa

suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat

dipersalahkan (Moch. Faisal Salam, 2001:1).

Kejahatan dapat timbul di mana saja dan kapan saja. Bahkan dapat dikatakan

(14)

commit to user

bernama Prakas Agung Nugraha Bin Widayat dengan dua korban yang bernama

Dwi Suparno dan Gilang Setiawan. Pembunuhan tersebut didasari adanya

keterkaitan pinjaman hutang yang tidak dapat dikembalikan oleh pelaku.

Keduanya dibunuh pelaku dengan menggunakan minuman keras yang di campur

dengan racun tikus kemudian terhadap korban Dwi mayatnya dibuang di daerah

Parangtritis Yogyakarta dan korban Gilang mayatnya dimasukan di dalam lubang

yang sudah dipersiapkan kemudian ditimbun dengan tanah samapai tidak terlihat.

Delik tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan terhadap nyawa

yaitu pembunuhan berencana yang diatur dalam Bab XIX Buku II Pasal 340

KUHP, tindak pidana tersebut diancam dengan pidana mati atau pidana penjara

seumur hidup selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Dalam kasus

prakas tersebut fakta yang ada sebagai dasar atau akibat timbulnya pembunuhan

didasarkan pada alasan yang menyangkut dengan tingkat ekonomi yang

merupakan pemicu awal terciptanya perilaku tersebut.

Untuk mengadili hal tersebut negara telah mempunyai perwakilan sebagai

penuntut di dalam praktek persidangan yang sering disebut dengan Penuntut

Umum yang harus menyandarkan sikapnya kepada kepentingan masyarakat dan

negara, walaupun demikian penuntut umum harus obyektif artinya bila dalam

sidang tidak cukup terbukti tentang kesalahan terdakwa maka harus meminta

supaya terdakwa dibebaskan, walaupun pertama-tama ia harus berpegang pada

kepentingan masyarakat hal tersebut bisa disebut dengan een subjective

beoordeling van een objective positie (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 1).

Terdakwa dalam persidangan tidak dibebankan atas kewajiban pembuktian,

hal ini merupakan jelmaan asas praduga tak bersalah (Pasal 66 KUHAP). Jadi

pada prinsipnya yang membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut umum.

Bagi penuntut umum, pembuktian merupakan usaha untuk meyakinkan

hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa

(15)

Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul

“ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM

TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN

TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT

( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)”

B. Rumusan Masalah

Perumusan masalah ini untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas

agar dalam pembahasanya lebih terarah dan sesuai dengan tujuan yang akan

dicapai berdasarkan hal tersebut di atas rumusan masalah adalah sebagai berikut ;

Bagaimana anotasi hakim atas pembuktian penuntut umum dalam tindak pidana

pembunuhan berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin

WIDAYAT No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009?

C. Tujuan Penelitian

Suatu penulis harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan adanya

tujuan tersebut dapat tercapai solusinya atas masalah yang dihadapi saat ini.

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka peneliti ini mempunyai tujuan

sebagai berikut :

1. Tujuan Obyektif :

a. Untuk mengetahui konstruksi hukum pembuktian oleh penuntut umum

sebagai dasar penuntutan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana

dalam kasus No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009.

b. Untuk mengetahui dasar hukum yang menjadi anotasi hakim dalam menilai

pembuktian penuntut umum atas pembunuhan berencana dalam kasus No.

(16)

commit to user 2. Tujuan Subyektif

a. Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan bahan hukum sebagai

menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu syarat dalam menempuh

gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta.

b. Menambah, memperluas, pengembangan ilmu pengetahuan tentang hukum

yang berkembang.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan ada manfaat dan kegunaan yang dapat diambil

dalam penulisan tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi

pembangunan pengetahuan ilmu, khususnya terkait dengan tindak pidana

Pembunuhan Berencana.

b. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan

dalam menentukan kebijakan seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan

kepada para tindak pidana Pembunuhan Berencana.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk memberikan sumbangan ilmu

pengetahuan dalam masalah tindak pidana Pembunuhan Berencana.

b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa perilaku yang

menyimpang seperti pembunuhan berencana sangat bertentangan dengan

(17)

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menentukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori

atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi

(Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).

Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses

untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin

hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,

2006:35). Dengan demikian jenis penelitian hukum yang penulis pergunakan

dalam penyusunan penulisan hukum ini merupakan penelitian doktrinal

karena keilmuan hukum bersifat preskriptif (Peter Mahmud Marzuki,

2006:33).

2. Sifat penilitian

Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu

sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif artinya

ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan

norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Dalam penelitian ini

penulis memberikan preskriptif mengenai pengaturan mengenai anotasi hakim

atas pembuktian penuntut umum terhadap tindak pidana pembunuhan

berencana.

3. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian

hukum normatif, maka terdapat beberapa pendekatan penelitian hukum antara

lain pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case

(18)

commit to user

(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach)

(Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).

Dari kelima pendekatan penelitian hukum tersebut, penulis di dalam

penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Menurut Peter

Mahmud Marzuki dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu

dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang

digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Peter Mahmud

Marzuki, 2006:119).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian

Jenis bahan hukum yang digunakan di dalam penelitian ini adalah

bahan hukum sekunder. Dalam buku penelitian hukum karangan Peter

Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak

mengenal adanya data. Sehingga yang digunakan adalah bahan hukum, dalam

hal ini adalah bahan hukum Primer dan bahan hukum Sekunder.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat

autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri

dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter

Mahmud Marzuki, 2006:141).

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer

yang berupa:

1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);

2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);

3) Putusan Pengadilan Negri Boyolali No : 156/Pid.B/2009/PN.Bi.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang

bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,

(19)

yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang

ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber

lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

c. Bahan Non Hukum

Bahan yang didapat di luar dari literature-literatur yang

mengandung bahan hukum jadi bahan non hukum yang digunakan adalah

berupa kamus besar bahasa Indonesia.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan sebagai

sumber di dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan

bahan hukum dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan,

dokumen-dokumen resmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya

dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari

bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan

hukum penunjang di dalam penelitian ini.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam

mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh kemudian melalui

proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab

permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan

hukum dengan metode deduksi. Metode deduksi adalah metode yang

berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis

minor dan dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion

(Peter Mahmud Marzuki, 2006:47).

Penulis dalam penelitian ini mengkritisi teori-teori ilmu hukum yang

bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan yang sesuai dengan isu

hukum yang diteliti atau dianalisa, yaitu mengenai Analisi Anotasi Hakim atas

(20)

commit to user

Berencana Dengan Terdakwa Prakas Agung Nugraha Bin Widayat (Studi

Kasus Putusan Nomor : 156/Pid.B/2009/PN.Bi).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka

penulis menjabarkannya dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri

dari 4 (empat) bab dimana masing-masing bab terbagi dalam sub-sub bagian yang

dimaksudkan untuk mempermudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan

hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang

masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian,

metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan

kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan menguraikan

tentang tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan berencana

yang meliputi tindak pidana pembunuhan, unsur-unsur pembunuhan,

tindak pidan pembunuhan berencana; tinjauan tentang pembuktian

yang meliputi pengertian pembuktian, teori sistem pembuktian, alat

bukti dalam pembuktian; tinjauan tentang penuntut umum dalam

proses pembuktian; tinjauan tentang pendapat hakim

(21)

Dalam hal ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan

yang telah ditentukan sebelumnya yaitu anotasi hakim atas

pembuktian penuntut umum dalam tindak pidana pembunuhan

berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin

WIDAYAT No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009

BAB IV : PENUTUP

Berisi kesimpulan dan saran

DAFTAR PUSTAKA

(22)

commit to user BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berenacana

a. Tindak Pidana Pembunuhan

Pembunuhan biasanya dilator belakangi oleh bermacam – macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri,

dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara,

yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau

senjata tajam, dapat juga dilakukan dengan menggunakan bahan

peledak seperti bom.

Pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi

“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas

tahun.”

Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan kehidupan pada manusia yang secara umum disebut “Pembunuhan”. Pembunuhan dalam sejarah kehidupan manusia telah terjadi sejak dahulu kala dan

pengaturan atau hukumnyapun telah ditentukan.

Dalam KUHP, tindak pidana pembunuhan dikualifikasikan

dalam kejahatan terhadap nyawa manusia. Tindak pidana terhadap

nyawa dimuat dalam Bab XIX KUHP, yang diatur dalam Pasal 338

sampai dengan Pasal 350 KUHP.

Mengamati pasal-pasal tersebut, dilihat dari kesengajaan

(dolus), maka tindak pidana terhadap nyawa terdiri atas:

(23)

2) Yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat;

3) Yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;

4) Atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh;

5) Menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri .

(Marpaung 2002:19).

Kejahatan terhadap jiwa manusia merupakan penyerangan

terhadap kehidupan manusia. Kepentingan hukum yang dilindungi dan

merupakan obyek kejahatan dalam hal ini adalah jiwa manusia.

Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat dalam KUHP adalah sebagai

berikut:

1) Pembunuhan (Pasal 338);

2) Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339);

3) Pembunuhan berencana (Pasal 340);

4) Pembunuhan bayi oleh ibunya (Pasal 341);

5) Pembunuhan bayi berencana (Pasal 342);

6) Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan (Pasal 344);

7) Membujuk atau membantu orang agar bunuh diri (Pasal 345);

8) Pengguguran kandungan dengan izin ibunya (Pasal 346);

9) Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya (Pasal 347);

10) Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya

(Pasal 348);

11) Dokter/ bidan/ tukang obat yang membantu pengguguran/ matinya

kandungan (Pasal 349).

Secara lebih rinci kejahatan terhadap nyawa yang akan di

jelaskan dalam penelitian ini adalah pembunuhan berencana yang

tertuang dalam Pasal 340 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,

(24)

commit to user

pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”

b. Unsur-unsur pembunuhan

Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja

dalam bentuk pokok dimuat dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya

sebagai berikut:

“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam

karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.

Apabila Pasal tersebut dirinci, maka unsur-unsurnya terdiri dari:

1) Unsur Obyektif ;

a) Perbuatan: menghilangkan nyawa;

b) Obyeknya: nyawa orang lain.

2) Unsur Subyektif: dengan sengaja.

Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat

tiga syarat yang harus dipenuhi, antara lain:

1) Adanya wujud perbuatan;

2) Adanya suatu kematian;

3) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan akibat

kematian.

c. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana

(25)

nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana

(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau

selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.

Pengertian dengan rencana menurut Pasal 340 diutarakan antara lain “dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berpikir sebentar

saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia

menyadari apa yang akan dilakukannya.

Dapat dikatakan bahwa direncanakan lebih dahulu antara lain

bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk

mempertimbangkan, untuk berpikir dengan tenang.

2. Tinjauan tentang Pembuktian

a. Pengertian Pembuktian

Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarakan undang-undang membuktikan kesalahan terdakwa yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Persidangan Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa (M. Yahya Harahap, 2002:273)

Pasal-Pasal KUHAP tentang pembuktian dalam acara

pemeriksaan biasa diatur di dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 191.

Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut : “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan

sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan

bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah

(26)

commit to user

Ketentuan diatas adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran,

keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.

Untuk dapat menjatuhkan hukuman disyaratkan terpenuhi dua

syarat yaitu :

1) Alat-alat bukti yang sah (wettige bewijsmiddelen);

2) Kayakinan hakim (overtuiging des rechters) (Joko Prakoso,

1988:36).

Arti pembuktian di tinjau dari segi hukum acara pidana antara

lain bahwa ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha

mencari dan mempertahankan kebenaran, baik hakim, penuntut umum,

terdakwa, atau penasehat hukum, semua terkait pada ketentuan tata

cara dan penilaian alat bukti yang di tentukan undang-undang.

Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggap

benar di luar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.

Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan oleh majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusan berdasarkan hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan system pembuktian (M. Yahya Harahap, 2002:274).

Dalam pembuktian tidaklah mungkin dapat tercapai kebenaran

mutlak (absolut). Semua pengetahuan kita hanya bersifat relative, yang

didasarkan pada pengalaman, penglihatan dan pemikiran yang tidak

selalu pasti benar (Joko Prakoso, 1988:37).

Dalam hal ini hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah telah

yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan telah dapat diterima,

bahwa sesuatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan terdakwa

dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna,

(27)

b. Teori sistem pembuktian

1) Conviction-in Time

Sistem pembuktian Conviction-in Time menentukan salah

tidakanya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh

penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakim yang menentukan

keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan

menyimpulkan keyakinanya, tidak menjadi masalah dalam sistem

ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat

bukti itu diabaikian hakim, dan langsung menarik keyakinan dari

keterangan atau pengakuan terdakwa.

Sistem Conviction in time memberikan keleluasaan

terhadap hakim maka mengakibatkan sulit diawasi. Disamping itu,

terdakwa atau penasehat hukum terdakwa sulit untuk melakukan

pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidanakan terdakwa

berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang

didakwakan.

2) Conviction-Raisonee

Dalam sistem ini dapat dikatakan keyakinan hakim tetap

memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya

terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor

keyakinan hakim dibatsi sehingga keyakinan hakim harus

didukung dengan „alasan-alasan yang jelas. Hakim wajib

menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan yang mendasari

keyakinanya atas kesalahan terdakwa.

Sering kali sistem ini disebut sebagai jalan tengah karena

hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan

keyakinannya yang diambil dari dasar-dasar pembuktian disertai

(28)

commit to user

Sistem ini terpecah menjadi dua jurusan yaitu pembuktian

berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction

Raisonee) dan teori pembuktian berdasarkan undang-undang

secara negatif (Negatief Wettelijk Bewijstheorie). Dari kedua teori

tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa keduanya sama

berdasarkan atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak

mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia

bersalah. Dari persamaan tersebut juga timbul beberapa perbedaan

yang mendasar yaitu bahwa yang tersebut pertama berpangkal

tolak pada keyakinan hakim, tapi keyakinan itu harus didasarkan

pada suatu kesimpulan yang logis yang tidak didasarkan kepada

undang-undang, tetapi ketentuan menurut imu pengetahuan hakim

sendiri. Kemudian perbedaan yang kedua bahwa berpangkal tolak

pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif

oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan

hakim.

3) Pembuktian menurut Undang-Undang secara Positif

Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif

keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan

kesalahan terdakwa. Kayakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut

berperan menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini

berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang

ditentukan oleh undang-undang. Untuk membuktikan salah atau

tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat

bukti yang sah.

Dikatakan secara positif karena selalu didasarkan pada

undang-undang. Teori ini sekarang sudah tidak dianut lagi karena

terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut

(29)

4) Pembuktian menurut Undang-Undang secara Negatif (Negatif

Wettelijk Stelsel)

Sistem Pembuktian menurut Undang-Undang secara Negatif

merupakan teori antara sistem pembuktian menurut

Undang-Undang secara Positif dengan sistem pembuktian menurut

keyakianan atau Conviction-in Time

Sistem Pembuktian menurut Undang-Undang secara

Negatif menggabungkan kedalam dirinya secara terpadu sistem

pembuktian menurut keyakinan dengan sistem pembuktian

menurut undang-undang secara positif. Dari hasil penggabungan

kedua sistem yang bertolak belakang itu, terwujudlah suatu sistem

pembuktian menurut Undang-Undang secara negatife rumusanya

berbunyi : salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh

keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan

alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

Hal tersebut dapat disimpulakan dari Pasal 183 KUHAP

yang berbunyi sebagai berikut.

“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”

Dari ketentuan tersebut maka dalam pembuktian harus

didasarkan pada undang-undang (KUHAP) yaitu bukti yang sah

tersebut dalam Pasal 184 KUHAP disertai dengan keyakinan

hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti.

Sama seperti pada Pasal 294 ayat (1) HIR yang bisa

(30)

commit to user

yang sama telah ditetapkan dalam undang-undang Pokok tentang

Kekuasaan Kehakiman (UUPKK) dalam Pasal 6 yang berbunyi

sebagai berikut.

“tiada seorangpun dapat dijatuhi hukuman, kecuali apabila

pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut

undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap

dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.”

Inti dari aturan yang tersebut diatas bahwa ketentuan

tersebut berguna untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan,

dan kepastian hukum bagi seseorang.

c. Alat Bukti dalam Pembuktian

Yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti

tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna

menimbulkan keyakinan hakim atas kebenarannya suatu tindak pidana

yang telah dilakukan oleh terdakwa (Hari Sasangka, 2003 : 11).

Sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan

secara “liminatif” alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.

Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk

membuktikan kesalahan terdakwa. Ketua sidang, penunutut umum,

terdakwa atau penasehat hukum terikat dan terbatas hanya

diperbolehkan memeprgunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak

leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya diluar alat

bukti yang ditentukan Pasal 184 ayat (1) yang dinilai sebagai alat

bukti, dan yang dibenarkan mempunyai kekuatan pembuktian hanya

terbatas kepada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian dengan alat bukti

(31)

mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang

mengikat (M. Yahya Harahap, 2002:285).

Namun dalam hal ini mengenai barang bukti tidak diatur dalam

Pasal 183 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

atau di dalam Pasal tersendiri di dalam Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) sebagai salah satu syarat dalam pembuktian,

namun dalam praktik peradilan, barang bukti tersebut dapat

memberikan keterangan yang berfungsi sebagai tambahan dalam

pembuktian di persidangan. Barang bukti adalah benda-benda yang

dipergunakan untuk memperoleh hal-hal yang benar-benar dapat

meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana

yang dituduhkan (Simorangkir dkk, 2004:14).

Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai

dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :

1) Keterangan saksi

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

memberikan batasan pengertian keterangan saksi ialah salah satu

alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi

mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat

sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari

pengetahuannya (Pasal 1 angka 27 KUHAP).

Suatu fakta yang didapat dari keterangan seorang saksi tidaklah

cukup, dalam arti tidak bernilai pembuktian apabila tidak didukung

oleh fakta yang sama atau disebut bersesuaian yang didapat dari

saksi lain atau alat bukti lainnya. Pasal 185 ayat (2) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa:

”keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan

(32)

commit to user

Jadi nilai pembuktian keterangan saksi adalah bukan terletak

dari banyaknya atau kuantitas saksi, tetapi dari kualitasnya. Artinya,

isi atau fakta apa yang diterangkan satu saksi bernilai pembuktian

apabila bersesuaian dengan isi dari keterangan saksi yang lain atau

alat bukti lain. Berapapun banyaknya saksi tetapi isi keterangannya

berdiri sendiri tidaklah berharga. Kecuali apabila isi keterangan

beberapa saksi yang berdiri sendiri tersebut adalah berupa

fakta-fakta mengenai suatu kejadian atau keadaan yang ada hubungan

yang sedemikian rupa, sehingga saling mendukung dan

membenarkan, yang jika dirangkai dapat menunjukkan kebenaran

atas suatu kejadian atau keadaan tertentu.

Dengan demikian, dapat dirangkai menjadi satu alat bukti yang

disebut dengan alat bukti petunjuk. Hal ini sesuai dengan ketentuan

Pasal 185 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).

2) Keterangan Ahli

Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang

yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk

membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan

pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP). Seorang ahli memberikan keterangan

bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya

sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau dibidang

keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang

diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan

sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana keterangan

saksi. Apa yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan

(33)

penghargaan dari kenyataan dan atau kesimpulan atas penghargaan

itu berdasarkan keahlian seorang ahli.

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

membedakan keterangan seorang ahli di persidangan sebagai alat

bukti keterangan ahli (Pasal 186 Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP) dan keterangan seorang ahli secara tertulis

di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti surat (Pasal 187 butir c

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

3) Alat Bukti Surat

Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)

mengatur tentang alat bukti surat hanya dua Pasal, yakni Pasal 184

dan secara khusus Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Acara

Pidana (KUHAP). Menurut Pasal 187 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada empat surat yang dapat

digunakan sebagai alat bukti. Tiga surat harus dibuat diatas sumpah

atau dikuatkan dengan sumpah (Pasal 187 huruf a, b dan c Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sedangkan surat

yang keempat adalah surat dibawah tangan (Pasal 187 huruf d Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Tiga jenis surat yang dibuat diatas sumpah atau dikuatkan

dengan sumpah tersebut adalah:

a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

jaksa penuntut umum yang berwenang atau yang dibuat

dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau

keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai

dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;

b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan

(34)

commit to user

jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau

sesuatu keadaan;

c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu

keadaan.

4) Alat Bukti Pentunjuk

Alat bukti petunjuk bukanlah suatu alat bukti yang bulat dan

berdiri sendiri, melainkan suatu alat bukti bentukan hakim. Hal itu

tampak dari batasnya dalam ketentuan Pasal 188 ayat (1) Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa: ”petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain

maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Karena alat bukti petunjuk adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang

dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan

dipergunakan dalam sidang, maka sifat subyektivitas hakim lebih

dominan.

Alat bukti petunjuk hanya dapat dibentuk melalui tiga alat

bukti, yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa (Pasal

188 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP).

5) Keterangan Terdakwa

Diantara lima alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 Kitab

Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti

terdakwalah yang acap kali diabaikan oleh hakim karena:

a) Seringkali keterangan terdakwa tidak bersesuaian dengan isi dari

(35)

b) Pada diri terdakwa memiliki hak untuk bebas berbicara termasuk

yang isinya tidak benar;

c) Pengabaian oleh hakim biasanya terhadap keterangan terdakwa

yang berisi penyangkalan terhadap dakwaan.

Tidak semua keterangan terdakwa mengandung nilai

pembuktian. Dari ketentuan Pasal 189 Kitab Undang-Undang

Hukum Acara Pidana (KUHAP) didapatkan syarat-syarat yang

harus dipenuhi agar keterangan terdakwa mengandung nilai

pembuktian, yaitu:

a) Keterangan terdakwa haruslah dinyatakan dimuka siding

pengadilan;

b) Isi keterangan terdakwa haruslah mengenai tiga hal yaitu

perbuatan yang dilakukan terdakwa, segala hal yang

diketahuinya sendiri, dan kejadian yang dialaminya sendiri;

c) Nilai ketarangan terdakwa hanya berlaku sebagai bukti untuk

dirinya sendiri;

d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan

bahwa dirinya bersalah melakukan tindak pidana, melainkan

harus ditambah dengan alat bukti yang lain.

3. Tinjauan tentang Penuntut Umum dalam Proses Pembuktian

Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan

pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kemudian

penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang

untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim,dari hal

tersebut tercantum dalam Pasal 1 KUHAP.

Dalam KUHAP membedakan pengertian jaksa dalam pengertian

(36)

commit to user

menuntut suatu perkara. Di dalam Pasal 1 butir 6 ditegaskan hal sebagai

berikut :

a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk

bertindak sebagai penuntut serta melaksanakan putusan pengadilan

yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;

b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh

undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan

hakim.

Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa jaksa adalah

menyangkut jabatan, sedangkan penuntut umum menyangkut fungsi.

Tentang wewenang penuntut umum oleh KUHAP dituangkan dalam dua

pasal yaitu Pasal 14 dan 15. Dalam Pasal 14 dijelaskan sebagai berikut :

a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik

atau penyidik pembantu;

b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan

dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),

dengan memberi petunjuk dalam penyempurnaan penyidikkan dan

penyidik;

c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau

penahanan lanjutan, dan atau mengubah status tahanan setelah

perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;

d. Membuat surat dakwaan;

e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;

f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan

waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada

terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah

ditentukan;

g. Melakukan penuntutan;

(37)

i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab

sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;

j. Melaksanakan penetapan hakim.

Jadi dari wewenang yang tertuang dalam Pasal 14 tersebut bahwa

jaksa atau penuntut umum tidak mempunyai wewenang untuk menyidik

perkara. Berarti penuntut umum atau jaksa tidak pernah melakukan

melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ataupun terdakwa.

Ketentuan Pasal 14 dapat disebut sistem tertutup yaitu tertutup

kemungkinan jaksa atau penuntut umum melakukan penyidikan meskipun

dalam arti insidental dalam perkara-perkara berat khususnya dari segi

pembuktian dan masalah teknis yuridisnya. (Andi Hamzah, 2002:72)

Penuntut umum juga diatur dalam Pasal 137 KUHAP yang

mengatakan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan

terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam

daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang

berwenang mengadili.

4. Tinjauan Tentang Pendapat Hakim

Dalam hal pendapat hakim disini dilakukan dengan sistem

musyawarah hakim yang mana didasarkan atas surat dakwaan dan segala

sesuatu yang terbukti dalam persidangan seperti halnya yang sesuai

dengan bunyi Pasal 182 ayat (4) KUHAP :

“Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan pada atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”.

Dalam musyawarah tersebut hakim anggota termuda dan hakim

anggota tertua dan terakhir hakim ketua majelis memberikan pendapatnya

(38)

commit to user

tersebut sudah mufakat bersifat bulat, namun apabila tidak tercapai maka

dalam hal ini berlaku ketentuan :

a. Putusan diambil dengan suara terbanyak;

b. Jika gagal, dipilih putusan yang paling menguntungkan bagi terdakwa;

(Pasal 182 ayat (6) KUHAP).

Apabila tidak tercapai kemufakatan bulat, maka pendapat lain dari

seorang hakim majelis dicatat dalam berita acara sidang majelis yang

sifatnya rahasia (Pasal 182 ayat (6) KUHAP). Pada prakteknya keberatan

tersebut dikemukakan pada ketua pengadilan, dengan mencatat dalam

buku keberatan, yang disediakan oleh ketua pengadilan negri yang

sifatnya rahasia. Sedangkan putusan yang dipakai adalah putusan yang

disetujui oleh 2 orang hakim (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 110).

5. Tinjauan Tentang Anotasi

Dalam kamus besar bahasa Indonesia menjelaskan anotasi adalah

catatan yang dibuat oleh pengarang atau orang untuk menerangkan,

mengomentari atau mengkritik teks karya sastra atau bahan tertulis, jadi

dalam hal ini yang dimaksud sebagai catatan adalah komentar yang dibuat

oleh hakim sedangkan pengarang disini adalah hakim yaitu orang yang

mengadili perkara pengadilan atau mahkamah, pengadilan, juri, penilai.

Jadi anotasi hakim adalah komentar tertulis yang dibuat oleh hakim untuk

menerangkan atau mengkritik pembuktian yang dibuat oleh penuntut

umum yang nantinya digunakan penulis sebagai pokok pembahasan

(39)
[image:39.612.70.508.121.644.2]

B. Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Pembunuhan Berencana

Oleh Prakas Agung Nugraha Bin Widayat No: 156/Pid.B/2009/PN.Bi

Pasal 340 KUHP

Dakwaan Penuntut Umum Pasal 340 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP

Pasal 339 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP

Pasal 338 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP

Pasal 365 ayat (3) KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP

Nilai pembuktian Kekuatan

Pembuktian

Anotasi Hakim

Putusan Hakim

(40)

commit to user Keterangan :

Tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Prakas Agung

Nugraha Bin Widayat diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi barang siapa

dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,

diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana

penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.

Dalam hal ini penuntut umum dibebankan atas suatu pembuktian yang

diwujudkan dengan salah satunya surat dakwaan yang di dalamnya penuntut

umum menggunakan Pasal 340 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 339

KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 338 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1)

KUHP, Pasal 365 ayat (3) KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Surat dakwaan tersebut oleh penuntut umum digunakan untuk membuktikan

dengan mencantumkan berbagai alat bukti dan petunjuk seperti visum et repertum

keterangan saksi yang kemudian di singkronkan dengan fakta yang terjadi

sehingga dapat meyakinkan hakim agar menyatakan seorang terdakwa bersalah

sesuai dengan apa yang ia lakukan, dari itu nilai suatu pembuktian yang dilakukan

oleh penuntut umum dianggap dapat digunakan sebagai pertimbangan hakim

(41)

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Identitas Terdakwa

Nama : PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT

Tempat lahir : Boyolali

Umur/tanggal lahir : 28 tahun / 19 juli 1981

Jenis kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat tinggal : Kampung Belakan RT.01 RW.01 Kelurahan

siswodipuran, Kecamatan Boyolali, Kabupaten

Boyolali

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta (buruh bangunan)

Pendidikan : SMA Kelas 2

2. Kasus Posisi

Bahwa kejadiannya pada waktu itu hari kamis tanggal 1 Mei 1999 sekitar

jam 21.00 WIB korban DWI SUPARNO datang kerumah Terdakwa dengan

maksud agar terdakwa segera mengembalikan uang gadai sepeda motor dan pada

waktu itu terdakwa belum bisa mengembalikannya, karena takut terdakwa

mengajak DWI kekamar terdakwa untuk minum minuman keras dan dibunuh

dengan mencampur racun tikus kedalam minuman keras yang diminum DWI.

Setelah memastikan sudah meninggal dunia sekitar jam 02.00 WIB, terdakwa

membawa DWI dengan menggunakan mobil ke daerah Parangtritis Yogyakarta

dan sesampainya di jalan yang sepi dari pemukiman penduduk, terdakwa

(42)

commit to user

sepeda motor milik terdakwa yang sebelumnya digadaikan kepada korban DWI,

setelah korban meninggal dunia maka sepeda motor tersebut dikuasai dan

digunakan oleh terdakwa.

Terhadap korban GILANG bahwa waktu itu hari selasa tanggal 19 Mei

2009 sekitar jam 18.30 WIB terdakwa berada dirumah sedang bingung karena

tidak bisa membayar hutang, kemudian terdakwa menelpon korban dan

mengajak untuk membeli 2 (dua) botol anggur putih, 1 (satu) botol grinsen, 1

(satu) bungkus rokok Starmild dan 2 (dua) buah roti setelah itu terdakwa dan

korban GILANG kembali kerumah terdakwa, selanjutnya terdakwa kedapur

sedang mencampur minuman keras yang dibeli dengan racun ikan dan racun

tikus lalu diberikan kepada korban GILANG yang kemudian diminum dan

dimakan korban GILANG yang sesaat kemudian korban merasakan pusing lalu

korban GILANG tiduran di lantai kamar terdakwa yang beralaskan karpet

sedangkan terdakwa menunggu di ruang tamu sambil minum anggur putih,

setelah 10 menit kemudian terdakwa akan memastikan korban sudah meninggal

dunia apa belum dan ternyata korban belum meninggal dunia karena masih

menjawab ketika ditanya terdakwa maka terdakwa memukul bagian belakang

kepala korban GILANG menggunakan cangkul sebanyak 1 kali dan membekap

wajah korban dengan selimut. Melihat korban sudah meninggal dunia maka

terdakwa pergi kebelakang rumahnya dengan membawa cangkul untuk menggali

lubang dengan kedalaman kurang lebih 1 (satu) meter dan lebar kurang lebih 1

(satu) meter, setelah memapah korban GILANG setelah itu oleh terdakwa

langsung dimasukan ke dalam lubang yang sudah di siapkan oleh terdakwa

kemudian lubang tersebut diurug dengan tanah sampai tubuh korban GILANG

(43)

3. Dakwaan

PRIMAIR :

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP.

Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;

SUBSIDIAIR

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 339 KUHP.

Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;

LEBIH SUBSIDIAIR

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP.

Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;

LEBIH-LEBIH SUBSIDIAIR :

Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 KUHP.

Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;

4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum

Menimabang bahwa oleh jaksa penuntut umum, terdakwa telah dituntut

berdasarkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum Nomor reg. Perkara:

PDM-89/Boyol/Ep.1/04/2009, tanggal 26 Oktober 2009 agar menjatuhkan putusan

yang amarnya sebagai berikut:

Menyatakan terdakwa PRAKHAS AGUNG NUGRAHA Bin WIDAYAT

bersalah melakukan tindakan pidana melakukan beberapa pembunuhan

berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1)

(44)

commit to user

Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa PIDANA MATI.

Menyatakan barang bukti berupa :

1) 1 (satu) buah HP merek Samsung HSG 100 casing silver.

2) 1 (satu) buah cangkul tangkai kayu.

3) 2 (dua) buah botol kosong anggur putih cap orang tua.

4) 2 (dua) buah gelas keadaan 1 gelas terdapat cairan.

5) 1 (satu) buah sendok makan warna putih.

6) 1 (satu) potong selimut warna corak pink.

7) 1 (satu) lembar karpet warna merah kombinasi biru kembang-kembang.

8) 1 (satu) lembar plastik warna kecoklatan bekas membungkus Korban

DWI.

DIRAMPAS UNTUK DIMUSNAHKAN :

1) 1 (satu) buah HP merek Nokia type 3200 casing putih tanpa sim card.

2) 1 (satu) unit sepeda motor Honda Kharisma tanpa plat nomor, keadaan

rusak bekas terbakar.

3) 2 (dua) potong kaos oblong warna hitam.

4) 1 (satu) potong jaket kain warna putih.

5) 1 (satu) potong celana panjang jeans warna biru.

6) 1 (satu) potong celana dalam.

7) 1 (satu) dompet kain warna hitam.

8) 1 (satu) pasang sandal warna krem.

9) 1 (satu) buah helm warna putih merk VOG.

DIKEMBALIKAN KEPADA KELUARGA KORBAN GILANG YAITU SAKSI MUHAMMAD SAFI‟I.

(45)

5. Putusan

Atas dasar tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat untuk tidak

menjatuhkan pidana maksimum melainkan cukup adil apabila terdakwa dijatuhi

hukuman sesuai dengan yang terurai dalam amar putusan sebagai berikut :

M E N G A D I L I :

1. Menyatakan terdakwa PRAKHAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT

telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana

Pembunuhan Berencana ;

2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa PRAKHAS AGUNG NUGRAHA bin

WIDAYAT dengan pidana penjara Seumur Hidup ;

3. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan ;

4. Menetapkan barang bukti berupa :

1 (satu) unit sepeda motor honda kharisma tanpa nomor polisi, keadaan

bekas terbakar. Noka. MH1JB21143K236896 Nosin. JB21E1234772 ;

1 (satu) buah hand phone merek NOKIA type 3200 Casing putih ;

1 (satu) potong kaos oblong warna hitam ;

1 (satu) potong jaket kain warna putih ;

1 (satu) potong celana jeans warna biru ;

1 (satu) potong celana dalam ;

1 (satu) dompet kain warna hitam ;

(46)

commit to user 1 (satu) buah helm warna putih merek VOG ;

Dikembalikan kepada keluarga Korban GILANG SETIAWAN yakni

MUHAMMAD SAFI‟I ;

Sedangkan :

1 (satu) buah hand phone merek SAMSUNG HSG 100 Casing silver;

1 (satu) buah cangkul dengan tangkai dari kayu;

2 (dua) buah botol kosong anggur putih cap orang tua;

2 (dua) buah gelas;

1 (satu) buah sendok makan warna putih;

1 (satu) potong slimut warna corak pink;

1 (satu) lembar karpet warna merah kombinasi biru kembang-kembang;

1 (satu) lembar plastik warna kecoklatan.

Dirampas untuk dimusnahkan;

5. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,00

(47)

B. Pembahasan

Analisis Anotasi Hakim Atas Pembuktian Penuntut Umum dalam Tindak

Pidana Pembunuhan Berencana No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009.

Dalam sub bab berikut peneliti akan menerangkan bagaimana anotasi

hakim, terhadap pembuktian dari penuntut umum dalam perkara pembunuhan

berencana dengan terdakwa Prakas Agung Nugraha bin Widayat untuk

mengetahui anotasi hakim berkaitan dengan alat bukti yang diajukan oleh

penuntut umum tersebut, peneliti akan terlebih dahulu menggambarkan mengenai

bagaimana pertimbangan-pertimbangan hakim untuk selanjutnya

diperbandingkan dengan pembuktian dari alat bukti yang diajukan oleh penuntut

umum. Guna mempermudah pewacanaan yang ada, maka peneliti memberikan

[image:47.612.111.533.213.697.2]

dalam tabel sebagai berikut;

Tabel 1. Anotasi Hakim dari Pembuktian Penuntut Umum

Anotasi Hakim Pembuktian Penuntut Umum

1. Majelis hakim mempertimbangkan

dakwaan Primer Pasal 340 KUHP Jo

Pasal 65 ayat (1) KUHP yang pada

akhirnya menyatakan terbukti secara

sah melakukan tindak pidana

pembunuhan berencana bagi

terdakwa.

Penuntut umum menyususn dakwaan

subsideritas sebagai berikut;

Dakwaan Primair :

Perbuatan terdakwa diatur

dan diancam pidana dalam Pasal 340

KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan Subsider

Perbuatan terdakwa diatur

dan diancam pidana dalam Pasal 339

(48)

commit to user

Dakwaan Lebih Subsider

Perbuatan terdakwa diatur

dan diancam pidana dalam Pasal 338

KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Dakwaan Lebih-Lebih Subsider

Perbuatan terdakwa diatur

dan diancam pidana dalam Pasal 365

KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

2. Hakim mempertimbangkan alat-alat

bukti yang diajukan penuntut umum.

Penuntut umum mengajukan alat bukti

sebagai berikut :

Keterangan saksi yang berjumlah 12

saksi yang intinya menyatakan

bahwa kematian dari korban

GILANG yang diakibatkan oleh

racun bahwa dilakukan oleh

terdakwa PRAKAS AGUNG

NUGRAHA bin WIDAYAT dan

dikuburkan di sebelah timur rumah

terdakwa.

Surat yang berjumlah 2 buah berupa

Visum Et Repertum

No.42/MF/V/2009 yang dibuat dan

ditandatangani oleh dr. Hari Wujoso,

Spf. Yaitu dokter bagian ilmu

(49)

Fakultas Kedokteran Universitas

Sebelas Maret yang berkesimpulan

korban Gilang diduga meninggal

dunia karena mati lemas akibat

keracunan sianida. Dan hasil

laboraturium kriminalistik

berdasarkan berita acara

pemeriksaan laboratoris kriminalistik

No. Lab : 555/KTF/V/2009 tanggal 5

juni 2009 yang dibuat dan ditanda

tangani oleh Setijani Dwi Astuti,

SKM, Dra. Tyas Hartiningsih, dan

Ibnu Sutarto, S.T. yang

berkesimpulan bahwa lambung dan

hati korban Gilang positif sianida.

Alat bukti Petunjuk

Keterangan Terdakwa

3. Hakim mempertimbangkan hal-hal

yang memberatkan dan tidak adanya

hal-hal yang meringankan terhadap

diri terdakwa.

Penuntut umum tidak mengajukan

perbuatan yang meringankan bagi

terdakwa, namun hanya mengajukan

perbuatan yang membertkan antara lain ;

Korban dari perbuatan terdakwa ada

dua orang yakni Dwi Suparno dan

Gilang, walaupun perbuatan yang

(50)

commit to user

Suparno penuntutannya sudah gugur,

Perbuatan tersebut dilakukan

terhadap orang yang selama ini

sesungguhnya banyak membantu

Terdakwa,

Perbuatan Terdakwa dilakukan

dengan modus yang sama yaitu

mencampur racun didalam makanan

dan minuman Korban Dwi Suparno

dan Gilang,

Perbuatan Terdakwa meresahkan

Masyarakat

Berdasarkan tabel di atas peneliti terlebih dahulu akan membahas dasar

pertimbangan hakim dalam memutus perkara PRAKAS AGUNG NUGRAHA

bin WIDAYAT dengan pidana seumur hidup ini.

1. Anotasi Hakim dalam Kasus Pembunuhan Berencana No.

PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009.

Berdasarkan data yang penulis sajikan maka menurut pendapat penulis

dalam kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Prakas Agung Nugraha

bin Widayat tersebut meliputi tiga tahap pemikiran hakim, antara lain :

a. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana

Dalam tahap ini hakim menganalisis bahwa terdakwa telah melakukan

perbuatan pidana berupa pembunuhan berencana yang dianggap telah

(51)

menganalisis tentang unsur-unsur pasal yang didakwakan dalam dakwaan

primer penunutut umum dan terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 340

KUHP yang terhadap unsur barang siapa, unsure dengan sengaja

menghilangkan nyawa orang lain, unsure dengan direncanakan terlebih dahulu

semua telah dianggap terbukti oleh hakim.

b. Tahap Menganalisis Tanggung Jawab Pidana

Tahap menganalisis tanggung jawab ini bahwa hakim akan menganalisis

apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana

yang dilakukannya. Yang dalam menentukan tanggung jawab pidana disini

adalah orang itu sendiri.

Menurut moeljatno, unsur-unsur pertanggungjawaban pidana untuk

membuktikan adanya kesalahan pidana yang dilakukan oleh terdakwa harus

dipenuhi dengan hal-hal sebagai berikut :

1) Melakukan perbuatan pidana yaitu terdakwa Prakas telah terbukti

melakukan perbuatan pidana pembunuhan berencana.

2) Diatas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab yaitu dari ketentuan

Pasal 45 KUHP yang mengenai batas usia anak yang tidak dapat dipidana

adalah 16 tahun namun dalam kasus pembunuhan berencana ini terdakwa

Prakas ketika melakukan perbuatan pidana sudah berumur 28 tahun yang

dianggap dapat mempertanggung jawabkan perbuatan pidananya. Juga

tidak adanya alasan pemaaf dan pembenar yang dapat menghapuskan

sifat melawan hukum dari perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa,

maka hakim menyatakan terdakwa dapat mempertanggungjawabkan

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Tabel 1. Anotasi Hakim dari Pembuktian Penuntut Umum
Tabel 2. Kesimpulan Analisis
  penulis sampaikan dalam tabel

Referensi

Dokumen terkait

[r]

[r]

Sebuah skripsi yang diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana pada Fakultas Pendidikan Seni dan Desain. © Aziz

Di dalam Universitas Sanata Dharma (USD) memiliki 15 UKM dan setiap mahasiswa mulai angkatan 2008/ 2009 diwajibkan mengikuti kegiatan UKM di luar perkuliahan (Insadha, 2008).

Chlorophyta umumnya hidup di air tawar (90%) dan di laut (10%). Pigmen memiliki klorofil a, b, karotin dan xantofil, kloroplas mempunyai bentukseperti spiral, mangkuk, lembaran,

Kemampuan berpikir kreatif matematis adalah kemampuan membangkitkan ide atau gagasan yang baru untuk menemukan kemungkinan jawaban pada susatu masalah atau

Desa Adi Jaya Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah sudah menerima alokasi dana desa sejak tahun 2015 untuk mewujudkan pengelolaan keuangan desa yang

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) cara penyusunan produk pengembangan modul kimia berbasis inkuiri terbimbing dilengkapi kartun konsep untuk meminimalkan