ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT
( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Oleh
Mahardika Permana Putra
NIM. E1107042
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
commit to user
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN
TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT ( STUDI KASUS
PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)
Oleh
Mahardika Permana Putra
NIM. E1107042
Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Surakarta,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Kristiyadi, S.H.,M.Hum Muhammad Rustamaji,S.H.,M.H.
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA
DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT
( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)
Oleh
Mahardika Permana Putra
NIM. E1107042
Telah diterima dan dipertahankan di hadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 28 Juli 2011
DEWAN PENGUJI
1. (Edy Herdyanto S.H.,M.H.) : ………. Ketua
2. (Kristiyadi, S.H.,M.Hum) : ………. Sekretaris
3. (Muhammad Rustamaji,S.H.,M.H.) : ………. Anggota
Mengetahui
Dekan,
Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum
commit to user PERNYATAAN
Nama : Mahardika Permana Putra
NIM : E1107042
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN
TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT ( STUDI KASUS
PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi) adalah betul-betul karya sendiri.
Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi
dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan
saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan
penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan hukum (skripsi)
ini.
Surakarta,
yang membuat pernyataan
Mahardika Permana Putra
MOTTO
……….. Barang siapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan
mengadakan baginya jalan keluar. Dan diberi-Nya rizki dari arah yang tidak
disangka-sangka (Q.S. Ath-Thalaaq : 2-3)
Ilmu adalah senjataku, sabar adalah pakaianku, yakin adalah kekuatanku,
kejujuran adalah kenanganku, taat adalah kecintaanku, sholat adalah
kebahagiaanku (Suri Tauladan Nabi Muhammad SAW)
Bersyukur dengan apa yang telah kita dapat adalah kenikmatan yang akan
terus berlanjut dan tidak akan terputus sampai kita tak dapat berharap kelak
commit to user PERSEMBAHAN
Penulisan hukum (skripsi) ini kupersembahakan untuk :
Bapak Much. Syafrudin dan ibu Tatik Saryanti tercinta,
terima kasih atas cinta dan kasih sayang yang telah
diberikan kepadaku selama ini
Mas Adi dan Mas Legi yang mendukungku dalam
setiap langkahku
Eyang putri Darso Siwito yang selalu menemani
Pratiwi Suryadewi yang selalu mengingatkan dan selalu
menemani.
Keluarga besar Fakultas Hukum UNS
ABSTRAK
Mahardika Permana Putra, E1107042. 2011. ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT (STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui anotasi hakim atas pembuktian penuntut umum terhadap tindak pidana pembunuhan berencana dengan terdakwa Prakas Agung Nugraha bin Widayat (Studi Kasus Putusan Nomor: 156/Pid.B/2009/PN.Bi). Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif. Jenis bahan hukum yang digunakan mencakup bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non hukum. Teknik pengumpulan bahan hukum yang digunakan yaitu studi dokumen atau studi kepustakaan. Analisis bahan hukum yang digunakan bersifat kualitatif yang dalam kajiannya mengutamakan segi kualitas atau mutu dengan analisis menggunakan pertimbangan-pertimbangan nalar yang mapan didukung fakta empiris.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, bahwa pendapat hakim seluruhnya membenarkan apa yang dikonstruksikan dalam pembuktian penuntut umum. Alat-alat bukti yang diajukan berupa keterangan saksi, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa yang seluruhnya diakomodir oleh pendapat hakim. Konstruksi pembuktian yang dimulai dari dakwaan subsidaritas diawali dakwaan primer dengan Pasal 340 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP serta hal-hal yang memberatkan menjadi bagian penting dalam anotasi hakim dalam kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT No : 156/Pid.B/2009/PN.Bi. Dengan demikian dapat disimpulkan anotasi hakim dalam kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT No : 156/Pid.B/2009/PN.Bi sangat berkesuaian dengan pembuktian penuntut umum.
commit to user KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT, Rob semesta alam yang telah mencurahkan
semua nikmat dan karunia-Nya serta senantiasa membuka pintu ampunan bagi semua
hamba yang berserah diri kepada-Nya. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah
pada nabi besar Muhammad SAW.
Hanya dengan rahmat dan hidayah-Nya, pada akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penulisan hukum (skripsi) ini sebagai salah satu syarat guna
memperoleh gelar Sarjana di Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini
masih banyak kekurangan yang disebabkan keterbatasan ilmu dan pengetahuan,
waktu dan informasi yang dimiliki penulis. Namun dengan segala keterbatasan
tersebut, penulis berharap semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat memberikan
manfaat bagi penulis khususnya dan kepada pembaca serta pihak-pihak yang
berkepentingan dengan penulisan hukum (skripsi) ini.
Dalam proses penyusunan penulisan hukum (skripsi) ini, kami tidak lepas dari
bantuan, dorongan, bimbingan, dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini perkenankanlah kami mengucapkan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Prof.Dr.Hartiwiningsih, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
2. Bapak Edy Herdyanto, S.H, M.Hum selaku ketua Bagian Hukum Acara
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Bapak Hardjono, S.H, M.H, selaku Ketua Program Studi Non Reguler
4. Bapak Kristiyadi, S.H.,M.Hum dan Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,
M.H, selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar memberikan
bimbingan, perhatian, nasehat, dan pengarahan selama penyusunan
penulisan hukum (skripsi) ini.
5. Ibu Rahayu Subekti, S.H, M.Hum, selaku Pembimbing Akademik yang
telah memberikan dukungan, motivasi dan bimbingan kepada penulis
6. Bapak dan Ibu Dosen yang telah memberikan ilmunya kepada penulis dan
telah membantu penulis dalam menyelesaikan studi sehingga memperoleh
gelar Sarjana S1
7. Bapak Faisal Banu, S.H, M.Hum selaku Pembimbing Mitra Kejaksaan
Negeri Karanganyar yang telah memberikan banyak pengetahuan dan
bimbingan kepada penulis selama Kegiatan Magang Mahasiswa di
Kejaksaan Negri Karanganyar.
8. Bapak dan Ibu tercinta, kakak-kakakku yang saya sayangi mas Legi, mas
Adi, mbak Eka, serta Eyang putri Darso Suwito, dan dek Fawwas Arkana
Saputra yang telah memberikan segalanya kepada penulis
9. “Pratiwi Surya Dewi” yang selalu memberikan suport, ketulusan dan
motifasi yang telah dikau berikan kepada penulis.
10.Sahabat-sahabatku Wawan, Eki, Weli, Mei, Elfira, Dita yang telah
memberikan dukungan kepada penulis, tetep semangat dan jangan lupa
jaga silaturahmi.
11.Teman-temanku angkatan 2007 Fakultas Hukum UNS.
12.Dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah
commit to user
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa penulisan hukum
(skripsi) ini masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan kemampuan dan
pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan. Semoga penulisan hukum (skripsi) ini dapat menambah
pengetahuan dan memberikan manfaatnya bagi kita semua.
Surakarta,
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ... iii
HALAMAN PERNYATAAN ... iv
MOTTO ... v
PERSEMBAHAN ... vi
ABSTRAK ... vii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI ... xi
BAB I. PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian ... 3
D. Manfaat Penelitian ... 4
E. Metode Penelitian... 5
F. Sistematika Penulisan Hukum ... 8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 10
A. Kerangka Teori... 10
1. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berencana ... 10
a. Tindak Pidana Pembunuhan ... 10
commit to user
a. Pengertian Pembuktian... 13
b. Teori Sistem Pembuktian ... 15
c. Alat Bukti Dalam Pembuktian ... 18
3. Tinjauan Tentang Penuntut Umum Dalam Proses Pembuktian ... 23
4. Tinjauan Tentang Pendapat Hakim ... 25
5. Tinjauan Tentang Anotasi……….. 26
B. Kerangka Pemikiran ... 27
BAB III. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 29
A. Hasil Penelitian ... 29
1. Identitas Terdakwa ... 29
2. Kasus Posisi ... 29
3. Dakwaan ... 31
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum ... 31
5. Putusan... ... 33
B. Pembahasan ... 35
Analisis Anotasi Hakim atas Pembuktian Penuntut ` Umum dalam Tindak Pidana Pembunuhan Berencana No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009 ... 35
1. Anotasi Hakim dalam Kasus Pembunuhan Berencana No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009 ... 38
2. Konstruksi Pembuktian oleh Penuntut Umum pada Kasus No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009….. 42
BAB IV. PENUTUP ... 50
A. Simpulan ... 50
B. Saran ... 50
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembunuhan berencana yang akhir-akhir ini menjadi isu penting membuat
resah masyarakat. Pelaku yang rata-rata didominasi kalangan menengah kebawah
tapi ada juga dilakukan para petinggi Negara seperti kasus Antasari melakukan
pembunuhan berencana terhadap Nasrudin Zulkarnaen yang didasarkan atas
adanya permasalahan wanita lain, serta artis lidya pratiwi yang juga melakukan
pembunuhan berencana yang cukup menyita perhatian masyarakat
(http://clubbing.kapanlagi.com/showthread.php?t=6957, jumat 8 Juli 2011 pukul
15.00 WIB).
Pembunuhan berencana dapat mengganggu ketertiban masyarakat dan
stabilitas keamanan nasional. Maka dalam hal ini diperlukan perlakuan hukum
yang tegas bagi pelaku tindak pidana pembunuhan berencana supaya memberikan
efek jera yang tidak mungkin lagi akan dilakukan pelaku.
Dari maraknya kasus pembunuhan berencana, hukum acara pidana
diperlukan untuk memecahkan masalah tersebut. Tujuan hukum acara pidana
adalah untuk mencari dan mendapatkan atau setidak-tidaknya mendekati
kebenaran materiil, yaitu kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara
pidana dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat
dengan tujuan untuk mencari siapakah terdakwa yang dapat didakwakan
melakukan suatu kejahatan maupun pelanggaran hukum, selanjutnya meminta
pemeriksaan dan putusan dari pengadilan guna menemukan apakah terbukti bahwa
suatu tindak pidana telah dilakukan dan apakah orang yang didakwa itu dapat
dipersalahkan (Moch. Faisal Salam, 2001:1).
Kejahatan dapat timbul di mana saja dan kapan saja. Bahkan dapat dikatakan
commit to user
bernama Prakas Agung Nugraha Bin Widayat dengan dua korban yang bernama
Dwi Suparno dan Gilang Setiawan. Pembunuhan tersebut didasari adanya
keterkaitan pinjaman hutang yang tidak dapat dikembalikan oleh pelaku.
Keduanya dibunuh pelaku dengan menggunakan minuman keras yang di campur
dengan racun tikus kemudian terhadap korban Dwi mayatnya dibuang di daerah
Parangtritis Yogyakarta dan korban Gilang mayatnya dimasukan di dalam lubang
yang sudah dipersiapkan kemudian ditimbun dengan tanah samapai tidak terlihat.
Delik tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu kejahatan terhadap nyawa
yaitu pembunuhan berencana yang diatur dalam Bab XIX Buku II Pasal 340
KUHP, tindak pidana tersebut diancam dengan pidana mati atau pidana penjara
seumur hidup selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun. Dalam kasus
prakas tersebut fakta yang ada sebagai dasar atau akibat timbulnya pembunuhan
didasarkan pada alasan yang menyangkut dengan tingkat ekonomi yang
merupakan pemicu awal terciptanya perilaku tersebut.
Untuk mengadili hal tersebut negara telah mempunyai perwakilan sebagai
penuntut di dalam praktek persidangan yang sering disebut dengan Penuntut
Umum yang harus menyandarkan sikapnya kepada kepentingan masyarakat dan
negara, walaupun demikian penuntut umum harus obyektif artinya bila dalam
sidang tidak cukup terbukti tentang kesalahan terdakwa maka harus meminta
supaya terdakwa dibebaskan, walaupun pertama-tama ia harus berpegang pada
kepentingan masyarakat hal tersebut bisa disebut dengan een subjective
beoordeling van een objective positie (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 1).
Terdakwa dalam persidangan tidak dibebankan atas kewajiban pembuktian,
hal ini merupakan jelmaan asas praduga tak bersalah (Pasal 66 KUHAP). Jadi
pada prinsipnya yang membuktikan kesalahan terdakwa adalah penuntut umum.
Bagi penuntut umum, pembuktian merupakan usaha untuk meyakinkan
hakim yakni berdasarkan alat bukti yang ada, agar menyatakan seorang terdakwa
Berdasarkan hal – hal tersebut diatas, maka penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian yang dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul
“ANALISIS ANOTASI HAKIM ATAS PEMBUKTIAN PENUNTUT UMUM
TERHADAP TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN BERENCANA DENGAN
TERDAKWA PRAKAS AGUNG NUGRAHA BIN WIDAYAT
( STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR : 156/Pid.B/2009/PN.Bi)”
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah ini untuk memperjelas permasalahan yang akan dibahas
agar dalam pembahasanya lebih terarah dan sesuai dengan tujuan yang akan
dicapai berdasarkan hal tersebut di atas rumusan masalah adalah sebagai berikut ;
Bagaimana anotasi hakim atas pembuktian penuntut umum dalam tindak pidana
pembunuhan berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin
WIDAYAT No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penulis harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga dengan adanya
tujuan tersebut dapat tercapai solusinya atas masalah yang dihadapi saat ini.
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka peneliti ini mempunyai tujuan
sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif :
a. Untuk mengetahui konstruksi hukum pembuktian oleh penuntut umum
sebagai dasar penuntutan terhadap tindak pidana pembunuhan berencana
dalam kasus No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009.
b. Untuk mengetahui dasar hukum yang menjadi anotasi hakim dalam menilai
pembuktian penuntut umum atas pembunuhan berencana dalam kasus No.
commit to user 2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh pengetahuan yang lengkap dan bahan hukum sebagai
menyusun penulisan hukum, sebagai salah satu syarat dalam menempuh
gelar sarjana dalam bidang ilmu hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
b. Menambah, memperluas, pengembangan ilmu pengetahuan tentang hukum
yang berkembang.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan ada manfaat dan kegunaan yang dapat diambil
dalam penulisan tersebut. Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi
pembangunan pengetahuan ilmu, khususnya terkait dengan tindak pidana
Pembunuhan Berencana.
b. Penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan
dalam menentukan kebijakan seorang Hakim dalam menjatuhkan putusan
kepada para tindak pidana Pembunuhan Berencana.
2. Manfaat Praktis
a. Hasil penelitian ini dapat dipergunakan untuk memberikan sumbangan ilmu
pengetahuan dalam masalah tindak pidana Pembunuhan Berencana.
b. Memberikan pengetahuan kepada masyarakat bahwa perilaku yang
menyimpang seperti pembunuhan berencana sangat bertentangan dengan
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menentukan aturan hukum,
prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum
yang dihadapi. Penelitian hukum dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori
atau konsep baru sebagai preskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:35).
Adapun metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian hukum yang merupakan suatu proses
untuk menemukan aturan hukum, prinsip-prinsip hukum maupun doktrin
hukum guna menjawab isu hukum yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki,
2006:35). Dengan demikian jenis penelitian hukum yang penulis pergunakan
dalam penyusunan penulisan hukum ini merupakan penelitian doktrinal
karena keilmuan hukum bersifat preskriptif (Peter Mahmud Marzuki,
2006:33).
2. Sifat penilitian
Sifat penelitian hukum ini tentunya sejalan dengan sifat ilmu hukum itu
sendiri. Ilmu hukum mempunyai sifat sebagai ilmu yang preskriptif artinya
ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, konsep-konsep hukum, dan
norma-norma hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22). Dalam penelitian ini
penulis memberikan preskriptif mengenai pengaturan mengenai anotasi hakim
atas pembuktian penuntut umum terhadap tindak pidana pembunuhan
berencana.
3. Pendekatan Penelitian
Sehubungan dengan tipe penelitian yang digunakan yaitu penelitian
hukum normatif, maka terdapat beberapa pendekatan penelitian hukum antara
lain pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan kasus (case
commit to user
(comparative approach), dan pendekatan konseptual (conseptual approach)
(Peter Mahmud Marzuki, 2005:93).
Dari kelima pendekatan penelitian hukum tersebut, penulis di dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan kasus (case approach). Menurut Peter
Mahmud Marzuki dalam menggunakan pendekatan kasus yang perlu
dipahami oleh peneliti adalah ratio decidendi, yaitu alasan-alasan hukum yang
digunakan oleh hakim untuk sampai kepada putusannya (Peter Mahmud
Marzuki, 2006:119).
4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Penelitian
Jenis bahan hukum yang digunakan di dalam penelitian ini adalah
bahan hukum sekunder. Dalam buku penelitian hukum karangan Peter
Mahmud Marzuki, mengatakan bahwa pada dasarnya penelitian hukum tidak
mengenal adanya data. Sehingga yang digunakan adalah bahan hukum, dalam
hal ini adalah bahan hukum Primer dan bahan hukum Sekunder.
a. Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat
autoritatif artinya mempunyai otoritas. Bahan-bahan hukum primer terdiri
dari perundang-undangan, catatan-catatan resmi atau risalah dalam
pembuatan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim (Peter
Mahmud Marzuki, 2006:141).
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan bahan hukum primer
yang berupa:
1) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP);
3) Putusan Pengadilan Negri Boyolali No : 156/Pid.B/2009/PN.Bi.
b. Bahan Hukum Sekunder
Bahan hukum sekunder berupa publikasi tentang hukum yang
bukan merupakan dokumen-dokumen resmi (Peter Mahmud Marzuki,
yang akan digunakan di dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang
ditulis para ahli hukum, jurnal hukum, artikel, internet, dan sumber
lainnya yang memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.
c. Bahan Non Hukum
Bahan yang didapat di luar dari literature-literatur yang
mengandung bahan hukum jadi bahan non hukum yang digunakan adalah
berupa kamus besar bahasa Indonesia.
5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum
Teknik pengumpulan bahan hukum yang akan digunakan sebagai
sumber di dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan yaitu pengumpulan
bahan hukum dengan jalan membaca peraturan perundang-undangan,
dokumen-dokumen resmi maupun literatur-literatur yang erat kaitannya
dengan permasalahan yang dibahas berdasarkan bahan hukum sekunder. Dari
bahan hukum tersebut kemudian dianalisis dan dirumuskan sebagai bahan
hukum penunjang di dalam penelitian ini.
6. Teknik Analisis Bahan Hukum
Analisis bahan hukum adalah tahapan yang dilakukan peneliti dalam
mengklasifikasi, menguraikan bahan hukum yang diperoleh kemudian melalui
proses pengolahan nantinya bahan hukum yang digunakan untuk menjawab
permasalahan yang diteliti. Penelitian ini menggunakan teknik analisis bahan
hukum dengan metode deduksi. Metode deduksi adalah metode yang
berpangkal dari pengajuan premis mayor yang kemudian diajukan premis
minor dan dari kedua premis tersebut ditarik suatu kesimpulan atau conclusion
(Peter Mahmud Marzuki, 2006:47).
Penulis dalam penelitian ini mengkritisi teori-teori ilmu hukum yang
bersifat umum untuk kemudian menarik kesimpulan yang sesuai dengan isu
hukum yang diteliti atau dianalisa, yaitu mengenai Analisi Anotasi Hakim atas
commit to user
Berencana Dengan Terdakwa Prakas Agung Nugraha Bin Widayat (Studi
Kasus Putusan Nomor : 156/Pid.B/2009/PN.Bi).
F. Sistematika Penulisan Hukum
Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika
penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk
mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka
penulis menjabarkannya dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri
dari 4 (empat) bab dimana masing-masing bab terbagi dalam sub-sub bagian yang
dimaksudkan untuk mempermudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan
hukum ini. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah sebagai berikut:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar belakang
masalah, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penelitian,
metode penelitian, dan sistematika penulisan hukum.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Dalam bab kedua ini memuat dua sub bab, yaitu kerangka teori dan
kerangka pemikiran. Dalam kerangka teori penulis akan menguraikan
tentang tinjauan tentang tindak pidana pembunuhan berencana
yang meliputi tindak pidana pembunuhan, unsur-unsur pembunuhan,
tindak pidan pembunuhan berencana; tinjauan tentang pembuktian
yang meliputi pengertian pembuktian, teori sistem pembuktian, alat
bukti dalam pembuktian; tinjauan tentang penuntut umum dalam
proses pembuktian; tinjauan tentang pendapat hakim
Dalam hal ini penulis akan membahas dan menjawab permasalahan
yang telah ditentukan sebelumnya yaitu anotasi hakim atas
pembuktian penuntut umum dalam tindak pidana pembunuhan
berencana dengan terdakwa PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin
WIDAYAT No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009
BAB IV : PENUTUP
Berisi kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
commit to user BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan tentang Tindak Pidana Pembunuhan Berenacana
a. Tindak Pidana Pembunuhan
Pembunuhan biasanya dilator belakangi oleh bermacam – macam motif, misalnya politik, kecemburuan, dendam, membela diri,
dan sebagainya. Pembunuhan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
yang paling umum adalah dengan menggunakan senjata api atau
senjata tajam, dapat juga dilakukan dengan menggunakan bahan
peledak seperti bom.
Pembunuhan diatur dalam Pasal 338 KUHP yang berbunyi
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas
tahun.”
Menghilangkan nyawa berarti menghilangkan kehidupan pada manusia yang secara umum disebut “Pembunuhan”. Pembunuhan dalam sejarah kehidupan manusia telah terjadi sejak dahulu kala dan
pengaturan atau hukumnyapun telah ditentukan.
Dalam KUHP, tindak pidana pembunuhan dikualifikasikan
dalam kejahatan terhadap nyawa manusia. Tindak pidana terhadap
nyawa dimuat dalam Bab XIX KUHP, yang diatur dalam Pasal 338
sampai dengan Pasal 350 KUHP.
Mengamati pasal-pasal tersebut, dilihat dari kesengajaan
(dolus), maka tindak pidana terhadap nyawa terdiri atas:
2) Yang dilakukan dengan sengaja disertai kejahatan berat;
3) Yang dilakukan dengan direncanakan lebih dahulu;
4) Atas keinginan yang jelas dari yang dibunuh;
5) Menganjurkan atau membantu orang untuk bunuh diri .
(Marpaung 2002:19).
Kejahatan terhadap jiwa manusia merupakan penyerangan
terhadap kehidupan manusia. Kepentingan hukum yang dilindungi dan
merupakan obyek kejahatan dalam hal ini adalah jiwa manusia.
Kejahatan terhadap nyawa yang dimuat dalam KUHP adalah sebagai
berikut:
1) Pembunuhan (Pasal 338);
2) Pembunuhan dengan pemberatan (Pasal 339);
3) Pembunuhan berencana (Pasal 340);
4) Pembunuhan bayi oleh ibunya (Pasal 341);
5) Pembunuhan bayi berencana (Pasal 342);
6) Pembunuhan atas permintaan yang bersangkutan (Pasal 344);
7) Membujuk atau membantu orang agar bunuh diri (Pasal 345);
8) Pengguguran kandungan dengan izin ibunya (Pasal 346);
9) Pengguguran kandungan tanpa izin ibunya (Pasal 347);
10) Matinya kandungan dengan izin perempuan yang mengandungnya
(Pasal 348);
11) Dokter/ bidan/ tukang obat yang membantu pengguguran/ matinya
kandungan (Pasal 349).
Secara lebih rinci kejahatan terhadap nyawa yang akan di
jelaskan dalam penelitian ini adalah pembunuhan berencana yang
tertuang dalam Pasal 340 yang berbunyi “Barang siapa dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
commit to user
pidana penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.”
b. Unsur-unsur pembunuhan
Kejahatan terhadap nyawa yang dilakukan dengan sengaja
dalam bentuk pokok dimuat dalam Pasal 338 KUHP yang bunyinya
sebagai berikut:
“Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam
karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun”.
Apabila Pasal tersebut dirinci, maka unsur-unsurnya terdiri dari:
1) Unsur Obyektif ;
a) Perbuatan: menghilangkan nyawa;
b) Obyeknya: nyawa orang lain.
2) Unsur Subyektif: dengan sengaja.
Dalam perbuatan menghilangkan nyawa orang lain terdapat
tiga syarat yang harus dipenuhi, antara lain:
1) Adanya wujud perbuatan;
2) Adanya suatu kematian;
3) Adanya hubungan sebab akibat antara perbuatan dan akibat
kematian.
c. Tindak Pidana Pembunuhan Berencana
nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan rencana
(moord), dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau
selama waktu tertentu paling lama dua puluh tahun”.
Pengertian dengan rencana menurut Pasal 340 diutarakan antara lain “dengan rencana lebih dahulu” diperlukan saat pemikiran dengan tenang. Untuk itu sudah cukup jika si pelaku berpikir sebentar
saja sebelum atau pada waktu ia akan melakukan kejahatan sehingga ia
menyadari apa yang akan dilakukannya.
Dapat dikatakan bahwa direncanakan lebih dahulu antara lain
bahwa ada suatu jangka waktu, bagaimanapun pendeknya untuk
mempertimbangkan, untuk berpikir dengan tenang.
2. Tinjauan tentang Pembuktian
a. Pengertian Pembuktian
Pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarakan undang-undang membuktikan kesalahan terdakwa yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang didakwakan. Persidangan Pengadilan tidak boleh sesuka hati dan semena-mena membuktikan kesalahan terdakwa (M. Yahya Harahap, 2002:273)
Pasal-Pasal KUHAP tentang pembuktian dalam acara
pemeriksaan biasa diatur di dalam Pasal 183 sampai dengan Pasal 191.
Dalam Pasal 183 KUHAP berbunyi sebagai berikut : “hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan
bahwa suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah
commit to user
Ketentuan diatas adalah untuk menjamin tegaknya kebenaran,
keadilan dan kepastian hukum bagi seseorang.
Untuk dapat menjatuhkan hukuman disyaratkan terpenuhi dua
syarat yaitu :
1) Alat-alat bukti yang sah (wettige bewijsmiddelen);
2) Kayakinan hakim (overtuiging des rechters) (Joko Prakoso,
1988:36).
Arti pembuktian di tinjau dari segi hukum acara pidana antara
lain bahwa ketentuan yang membatasi sidang pengadilan dalam usaha
mencari dan mempertahankan kebenaran, baik hakim, penuntut umum,
terdakwa, atau penasehat hukum, semua terkait pada ketentuan tata
cara dan penilaian alat bukti yang di tentukan undang-undang.
Terdakwa tidak bisa leluasa mempertahankan sesuatu yang dianggap
benar di luar ketentuan yang telah digariskan undang-undang.
Cara mempergunakan dan menilai kekuatan pembuktian yang melekat pada setiap alat bukti, dilakukan dalam batas-batas yang dibenarkan undang-undang, agar dalam mewujudkan kebenaran yang hendak dijatuhkan oleh majelis hakim terhindar dari pengorbanan kebenaran yang harus dibenarkan. Jangan sampai kebenaran yang diwujudkan dalam putusan berdasarkan hasil perolehan dan penjabaran yang keluar dari garis yang dibenarkan system pembuktian (M. Yahya Harahap, 2002:274).
Dalam pembuktian tidaklah mungkin dapat tercapai kebenaran
mutlak (absolut). Semua pengetahuan kita hanya bersifat relative, yang
didasarkan pada pengalaman, penglihatan dan pemikiran yang tidak
selalu pasti benar (Joko Prakoso, 1988:37).
Dalam hal ini hakim atas dasar alat-alat bukti yang sah telah
yakin bahwa menurut pengalaman dan keadaan telah dapat diterima,
bahwa sesuatu tindak pidana benar-benar telah terjadi dan terdakwa
dalam hal tersebut bersalah, maka terdapatlah bukti yang sempurna,
b. Teori sistem pembuktian
1) Conviction-in Time
Sistem pembuktian Conviction-in Time menentukan salah
tidakanya seorang terdakwa, semata-mata ditentukan oleh
penilaian keyakinan hakim. Keyakinan hakim yang menentukan
keterbuktian kesalahan terdakwa. Dari mana hakim menarik dan
menyimpulkan keyakinanya, tidak menjadi masalah dalam sistem
ini. Keyakinan boleh diambil dan disimpulkan hakim dari alat-alat
bukti itu diabaikian hakim, dan langsung menarik keyakinan dari
keterangan atau pengakuan terdakwa.
Sistem Conviction in time memberikan keleluasaan
terhadap hakim maka mengakibatkan sulit diawasi. Disamping itu,
terdakwa atau penasehat hukum terdakwa sulit untuk melakukan
pembelaan. Dalam hal ini hakim dapat memidanakan terdakwa
berdasarkan keyakinannya bahwa ia telah melakukan apa yang
didakwakan.
2) Conviction-Raisonee
Dalam sistem ini dapat dikatakan keyakinan hakim tetap
memegang peranan penting dalam menentukan salah tidaknya
terdakwa. Akan tetapi, dalam sistem pembuktian ini, faktor
keyakinan hakim dibatsi sehingga keyakinan hakim harus
didukung dengan „alasan-alasan yang jelas. Hakim wajib
menguraikan dan menjelaskan alasan-alasan yang mendasari
keyakinanya atas kesalahan terdakwa.
Sering kali sistem ini disebut sebagai jalan tengah karena
hakim dapat memutuskan seseorang bersalah berdasarkan
keyakinannya yang diambil dari dasar-dasar pembuktian disertai
commit to user
Sistem ini terpecah menjadi dua jurusan yaitu pembuktian
berdasarkan keyakinan hakim atas alasan yang logis (Conviction
Raisonee) dan teori pembuktian berdasarkan undang-undang
secara negatif (Negatief Wettelijk Bewijstheorie). Dari kedua teori
tersebut mempunyai persamaan yaitu bahwa keduanya sama
berdasarkan atas keyakinan hakim, artinya terdakwa tidak
mungkin dipidana tanpa adanya keyakinan hakim bahwa ia
bersalah. Dari persamaan tersebut juga timbul beberapa perbedaan
yang mendasar yaitu bahwa yang tersebut pertama berpangkal
tolak pada keyakinan hakim, tapi keyakinan itu harus didasarkan
pada suatu kesimpulan yang logis yang tidak didasarkan kepada
undang-undang, tetapi ketentuan menurut imu pengetahuan hakim
sendiri. Kemudian perbedaan yang kedua bahwa berpangkal tolak
pada aturan-aturan pembuktian yang ditetapkan secara limitatif
oleh undang-undang, tetapi hal itu harus diikuti dengan keyakinan
hakim.
3) Pembuktian menurut Undang-Undang secara Positif
Pembuktian menurut Undang-Undang secara positif
keyakinan hakim tidak ikut ambil bagian dalam membuktikan
kesalahan terdakwa. Kayakinan hakim dalam sistem ini, tidak ikut
berperan menentukan salah atau tidaknya terdakwa. Sistem ini
berpedoman pada prinsip pembuktian dengan alat-alat bukti yang
ditentukan oleh undang-undang. Untuk membuktikan salah atau
tidaknya terdakwa semata-mata digantungkan kepada alat-alat
bukti yang sah.
Dikatakan secara positif karena selalu didasarkan pada
undang-undang. Teori ini sekarang sudah tidak dianut lagi karena
terlalu banyak mengandalkan kekuatan pembuktian yang disebut
4) Pembuktian menurut Undang-Undang secara Negatif (Negatif
Wettelijk Stelsel)
Sistem Pembuktian menurut Undang-Undang secara Negatif
merupakan teori antara sistem pembuktian menurut
Undang-Undang secara Positif dengan sistem pembuktian menurut
keyakianan atau Conviction-in Time
Sistem Pembuktian menurut Undang-Undang secara
Negatif menggabungkan kedalam dirinya secara terpadu sistem
pembuktian menurut keyakinan dengan sistem pembuktian
menurut undang-undang secara positif. Dari hasil penggabungan
kedua sistem yang bertolak belakang itu, terwujudlah suatu sistem
pembuktian menurut Undang-Undang secara negatife rumusanya
berbunyi : salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh
keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan
alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.
Hal tersebut dapat disimpulakan dari Pasal 183 KUHAP
yang berbunyi sebagai berikut.
“hakim tidak boleh menjatuhkan pidana pada seseorang, kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang
sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana
benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah melakukannya.”
Dari ketentuan tersebut maka dalam pembuktian harus
didasarkan pada undang-undang (KUHAP) yaitu bukti yang sah
tersebut dalam Pasal 184 KUHAP disertai dengan keyakinan
hakim yang diperoleh dari alat-alat bukti.
Sama seperti pada Pasal 294 ayat (1) HIR yang bisa
commit to user
yang sama telah ditetapkan dalam undang-undang Pokok tentang
Kekuasaan Kehakiman (UUPKK) dalam Pasal 6 yang berbunyi
sebagai berikut.
“tiada seorangpun dapat dijatuhi hukuman, kecuali apabila
pengadilan karena alat pembuktian yang sah menurut
undang-undang mendapat keyakinan, bahwa seseorang yang dianggap
dapat bertanggung jawab telah bersalah atas perbuatan yang dituduhkan atas dirinya.”
Inti dari aturan yang tersebut diatas bahwa ketentuan
tersebut berguna untuk menjamin tegaknya kebenaran, keadilan,
dan kepastian hukum bagi seseorang.
c. Alat Bukti dalam Pembuktian
Yang dimaksud alat bukti adalah segala sesuatu yang ada
hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana dengan alat-alat bukti
tersebut, dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna
menimbulkan keyakinan hakim atas kebenarannya suatu tindak pidana
yang telah dilakukan oleh terdakwa (Hari Sasangka, 2003 : 11).
Sesuai dengan Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan
secara “liminatif” alat-alat bukti yang sah menurut Undang-Undang.
Di luar alat bukti itu, tidak dibenarkan dipergunakan untuk
membuktikan kesalahan terdakwa. Ketua sidang, penunutut umum,
terdakwa atau penasehat hukum terikat dan terbatas hanya
diperbolehkan memeprgunakan alat-alat bukti itu saja. Mereka tidak
leluasa mempergunakan alat bukti yang dikehendakinya diluar alat
bukti yang ditentukan Pasal 184 ayat (1) yang dinilai sebagai alat
bukti, dan yang dibenarkan mempunyai kekuatan pembuktian hanya
terbatas kepada alat-alat bukti itu saja. Pembuktian dengan alat bukti
mempunyai nilai serta tidak mempunyai kekuatan pembuktian yang
mengikat (M. Yahya Harahap, 2002:285).
Namun dalam hal ini mengenai barang bukti tidak diatur dalam
Pasal 183 Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
atau di dalam Pasal tersendiri di dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) sebagai salah satu syarat dalam pembuktian,
namun dalam praktik peradilan, barang bukti tersebut dapat
memberikan keterangan yang berfungsi sebagai tambahan dalam
pembuktian di persidangan. Barang bukti adalah benda-benda yang
dipergunakan untuk memperoleh hal-hal yang benar-benar dapat
meyakinkan hakim akan kesalahan terdakwa terhadap perkara pidana
yang dituduhkan (Simorangkir dkk, 2004:14).
Adapun alat bukti yang sah menurut undang-undang sesuai
dengan apa yang disebut dalam Pasal 184 ayat (1) adalah :
1) Keterangan saksi
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
memberikan batasan pengertian keterangan saksi ialah salah satu
alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan saksi
mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat
sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari
pengetahuannya (Pasal 1 angka 27 KUHAP).
Suatu fakta yang didapat dari keterangan seorang saksi tidaklah
cukup, dalam arti tidak bernilai pembuktian apabila tidak didukung
oleh fakta yang sama atau disebut bersesuaian yang didapat dari
saksi lain atau alat bukti lainnya. Pasal 185 ayat (2) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) menentukan bahwa:
”keterangan seorang saksi saja tidak cukup untuk membuktikan
commit to user
Jadi nilai pembuktian keterangan saksi adalah bukan terletak
dari banyaknya atau kuantitas saksi, tetapi dari kualitasnya. Artinya,
isi atau fakta apa yang diterangkan satu saksi bernilai pembuktian
apabila bersesuaian dengan isi dari keterangan saksi yang lain atau
alat bukti lain. Berapapun banyaknya saksi tetapi isi keterangannya
berdiri sendiri tidaklah berharga. Kecuali apabila isi keterangan
beberapa saksi yang berdiri sendiri tersebut adalah berupa
fakta-fakta mengenai suatu kejadian atau keadaan yang ada hubungan
yang sedemikian rupa, sehingga saling mendukung dan
membenarkan, yang jika dirangkai dapat menunjukkan kebenaran
atas suatu kejadian atau keadaan tertentu.
Dengan demikian, dapat dirangkai menjadi satu alat bukti yang
disebut dengan alat bukti petunjuk. Hal ini sesuai dengan ketentuan
Pasal 185 ayat (4) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
2) Keterangan Ahli
Keterangan ahli adalah keterangan yang diberikan seorang
yang memiliki keahlian khusus tentang hal yang diperlukan untuk
membuat terang suatu perkara pidana guna kepentingan
pemeriksaan (Pasal 1 angka 28 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP). Seorang ahli memberikan keterangan
bukan mengenai segala hal yang dilihat, didengar dan dialaminya
sendiri, tetapi mengenai hal-hal yang menjadi atau dibidang
keahliannya yang ada hubungannya dengan perkara yang sedang
diperiksa. Keterangan ahli tidak perlu diperkuat dengan alasan
sebab keahliannya atau pengetahuannya sebagaimana keterangan
saksi. Apa yang diterangkan saksi adalah hal mengenai kenyataan
penghargaan dari kenyataan dan atau kesimpulan atas penghargaan
itu berdasarkan keahlian seorang ahli.
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
membedakan keterangan seorang ahli di persidangan sebagai alat
bukti keterangan ahli (Pasal 186 Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana (KUHAP) dan keterangan seorang ahli secara tertulis
di luar sidang pengadilan sebagai alat bukti surat (Pasal 187 butir c
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
3) Alat Bukti Surat
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP)
mengatur tentang alat bukti surat hanya dua Pasal, yakni Pasal 184
dan secara khusus Pasal 187 Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Menurut Pasal 187 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) ada empat surat yang dapat
digunakan sebagai alat bukti. Tiga surat harus dibuat diatas sumpah
atau dikuatkan dengan sumpah (Pasal 187 huruf a, b dan c Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), sedangkan surat
yang keempat adalah surat dibawah tangan (Pasal 187 huruf d Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Tiga jenis surat yang dibuat diatas sumpah atau dikuatkan
dengan sumpah tersebut adalah:
a) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat
jaksa penuntut umum yang berwenang atau yang dibuat
dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian atau
keadaan yang didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai
dengan alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan
commit to user
jawabnya dan diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu hal atau
sesuatu keadaan;
c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat
berdasarkan keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu
keadaan.
4) Alat Bukti Pentunjuk
Alat bukti petunjuk bukanlah suatu alat bukti yang bulat dan
berdiri sendiri, melainkan suatu alat bukti bentukan hakim. Hal itu
tampak dari batasnya dalam ketentuan Pasal 188 ayat (1) Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang menyatakan bahwa: ”petunjuk adalah perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain
maupun dengan tindak pidana itu sendiri menandakan bahwa telah terjadi suatu tindak pidana dan siapa pelakunya”. Karena alat bukti petunjuk adalah berupa pemikiran atau pendapat hakim yang
dibentuk dari hubungan atau persesuaian alat bukti yang ada dan
dipergunakan dalam sidang, maka sifat subyektivitas hakim lebih
dominan.
Alat bukti petunjuk hanya dapat dibentuk melalui tiga alat
bukti, yaitu keterangan saksi, surat dan keterangan terdakwa (Pasal
188 ayat (2) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana
(KUHAP).
5) Keterangan Terdakwa
Diantara lima alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 Kitab
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), alat bukti
terdakwalah yang acap kali diabaikan oleh hakim karena:
a) Seringkali keterangan terdakwa tidak bersesuaian dengan isi dari
b) Pada diri terdakwa memiliki hak untuk bebas berbicara termasuk
yang isinya tidak benar;
c) Pengabaian oleh hakim biasanya terhadap keterangan terdakwa
yang berisi penyangkalan terhadap dakwaan.
Tidak semua keterangan terdakwa mengandung nilai
pembuktian. Dari ketentuan Pasal 189 Kitab Undang-Undang
Hukum Acara Pidana (KUHAP) didapatkan syarat-syarat yang
harus dipenuhi agar keterangan terdakwa mengandung nilai
pembuktian, yaitu:
a) Keterangan terdakwa haruslah dinyatakan dimuka siding
pengadilan;
b) Isi keterangan terdakwa haruslah mengenai tiga hal yaitu
perbuatan yang dilakukan terdakwa, segala hal yang
diketahuinya sendiri, dan kejadian yang dialaminya sendiri;
c) Nilai ketarangan terdakwa hanya berlaku sebagai bukti untuk
dirinya sendiri;
d) Keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk membuktikan
bahwa dirinya bersalah melakukan tindak pidana, melainkan
harus ditambah dengan alat bukti yang lain.
3. Tinjauan tentang Penuntut Umum dalam Proses Pembuktian
Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk bertindak sebagai penuntut umum serta melaksanakan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Kemudian
penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh undang-undang
untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan hakim,dari hal
tersebut tercantum dalam Pasal 1 KUHAP.
Dalam KUHAP membedakan pengertian jaksa dalam pengertian
commit to user
menuntut suatu perkara. Di dalam Pasal 1 butir 6 ditegaskan hal sebagai
berikut :
a. Jaksa adalah pejabat yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk
bertindak sebagai penuntut serta melaksanakan putusan pengadilan
yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap;
b. Penuntut umum adalah jaksa yang diberi wewenang oleh
undang-undang untuk melakukan penuntutan dan melaksanakan penetapan
hakim.
Dari hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa jaksa adalah
menyangkut jabatan, sedangkan penuntut umum menyangkut fungsi.
Tentang wewenang penuntut umum oleh KUHAP dituangkan dalam dua
pasal yaitu Pasal 14 dan 15. Dalam Pasal 14 dijelaskan sebagai berikut :
a. Menerima dan memeriksa berkas perkara penyidikan dari penyidik
atau penyidik pembantu;
b. Mengadakan prapenuntutan apabila ada kekurangan pada penyidikan
dengan memperhatikan ketentuan Pasal 110 ayat (3) dan ayat (4),
dengan memberi petunjuk dalam penyempurnaan penyidikkan dan
penyidik;
c. Memberikan perpanjangan penahanan, melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan, dan atau mengubah status tahanan setelah
perkaranya dilimpahkan oleh penyidik;
d. Membuat surat dakwaan;
e. Melimpahkan perkara ke pengadilan;
f. Menyampaikan pemberitahuan kepada terdakwa tentang hari dan
waktu perkara disidangkan yang disertai surat panggilan, baik kepada
terdakwa maupun kepada saksi, untuk datang pada sidang yang telah
ditentukan;
g. Melakukan penuntutan;
i. Mengadakan tindakan lain dalam lingkup tugas dan tanggung jawab
sebagai penuntut umum menurut ketentuan undang-undang ini;
j. Melaksanakan penetapan hakim.
Jadi dari wewenang yang tertuang dalam Pasal 14 tersebut bahwa
jaksa atau penuntut umum tidak mempunyai wewenang untuk menyidik
perkara. Berarti penuntut umum atau jaksa tidak pernah melakukan
melakukan pemeriksaan terhadap tersangka ataupun terdakwa.
Ketentuan Pasal 14 dapat disebut sistem tertutup yaitu tertutup
kemungkinan jaksa atau penuntut umum melakukan penyidikan meskipun
dalam arti insidental dalam perkara-perkara berat khususnya dari segi
pembuktian dan masalah teknis yuridisnya. (Andi Hamzah, 2002:72)
Penuntut umum juga diatur dalam Pasal 137 KUHAP yang
mengatakan bahwa penuntut umum berwenang melakukan penuntutan
terhadap siapapun yang didakwa melakukan suatu tindak pidana dalam
daerah hukumnya dengan melimpahkan perkara ke pengadilan yang
berwenang mengadili.
4. Tinjauan Tentang Pendapat Hakim
Dalam hal pendapat hakim disini dilakukan dengan sistem
musyawarah hakim yang mana didasarkan atas surat dakwaan dan segala
sesuatu yang terbukti dalam persidangan seperti halnya yang sesuai
dengan bunyi Pasal 182 ayat (4) KUHAP :
“Musyawarah tersebut pada ayat (3) harus didasarkan pada atas surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan di sidang”.
Dalam musyawarah tersebut hakim anggota termuda dan hakim
anggota tertua dan terakhir hakim ketua majelis memberikan pendapatnya
commit to user
tersebut sudah mufakat bersifat bulat, namun apabila tidak tercapai maka
dalam hal ini berlaku ketentuan :
a. Putusan diambil dengan suara terbanyak;
b. Jika gagal, dipilih putusan yang paling menguntungkan bagi terdakwa;
(Pasal 182 ayat (6) KUHAP).
Apabila tidak tercapai kemufakatan bulat, maka pendapat lain dari
seorang hakim majelis dicatat dalam berita acara sidang majelis yang
sifatnya rahasia (Pasal 182 ayat (6) KUHAP). Pada prakteknya keberatan
tersebut dikemukakan pada ketua pengadilan, dengan mencatat dalam
buku keberatan, yang disediakan oleh ketua pengadilan negri yang
sifatnya rahasia. Sedangkan putusan yang dipakai adalah putusan yang
disetujui oleh 2 orang hakim (Hari Sasangka, Lily Rosita, 2003: 110).
5. Tinjauan Tentang Anotasi
Dalam kamus besar bahasa Indonesia menjelaskan anotasi adalah
catatan yang dibuat oleh pengarang atau orang untuk menerangkan,
mengomentari atau mengkritik teks karya sastra atau bahan tertulis, jadi
dalam hal ini yang dimaksud sebagai catatan adalah komentar yang dibuat
oleh hakim sedangkan pengarang disini adalah hakim yaitu orang yang
mengadili perkara pengadilan atau mahkamah, pengadilan, juri, penilai.
Jadi anotasi hakim adalah komentar tertulis yang dibuat oleh hakim untuk
menerangkan atau mengkritik pembuktian yang dibuat oleh penuntut
umum yang nantinya digunakan penulis sebagai pokok pembahasan
B. Kerangka Pemikiran
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran Pembunuhan Berencana
Oleh Prakas Agung Nugraha Bin Widayat No: 156/Pid.B/2009/PN.Bi
Pasal 340 KUHP
Dakwaan Penuntut Umum Pasal 340 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
Pasal 339 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
Pasal 338 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
Pasal 365 ayat (3) KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP
Nilai pembuktian Kekuatan
Pembuktian
Anotasi Hakim
Putusan Hakim
commit to user Keterangan :
Tindak pidana pembunuhan berencana yang dilakukan oleh Prakas Agung
Nugraha Bin Widayat diatur dalam Pasal 340 KUHP yang berbunyi barang siapa
dengan sengaja dan dengan rencana terlebih dahulu merampas nyawa orang lain,
diancam karena pembunuhan dengan rencana, dengan pidana mati atau pidana
penjara seumur hidup atau selama waktu tertentu, paling lama dua puluh tahun.
Dalam hal ini penuntut umum dibebankan atas suatu pembuktian yang
diwujudkan dengan salah satunya surat dakwaan yang di dalamnya penuntut
umum menggunakan Pasal 340 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 339
KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP, Pasal 338 KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1)
KUHP, Pasal 365 ayat (3) KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Surat dakwaan tersebut oleh penuntut umum digunakan untuk membuktikan
dengan mencantumkan berbagai alat bukti dan petunjuk seperti visum et repertum
keterangan saksi yang kemudian di singkronkan dengan fakta yang terjadi
sehingga dapat meyakinkan hakim agar menyatakan seorang terdakwa bersalah
sesuai dengan apa yang ia lakukan, dari itu nilai suatu pembuktian yang dilakukan
oleh penuntut umum dianggap dapat digunakan sebagai pertimbangan hakim
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
1. Identitas Terdakwa
Nama : PRAKAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT
Tempat lahir : Boyolali
Umur/tanggal lahir : 28 tahun / 19 juli 1981
Jenis kelamin : Laki-Laki
Kebangsaan : Indonesia
Tempat tinggal : Kampung Belakan RT.01 RW.01 Kelurahan
siswodipuran, Kecamatan Boyolali, Kabupaten
Boyolali
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta (buruh bangunan)
Pendidikan : SMA Kelas 2
2. Kasus Posisi
Bahwa kejadiannya pada waktu itu hari kamis tanggal 1 Mei 1999 sekitar
jam 21.00 WIB korban DWI SUPARNO datang kerumah Terdakwa dengan
maksud agar terdakwa segera mengembalikan uang gadai sepeda motor dan pada
waktu itu terdakwa belum bisa mengembalikannya, karena takut terdakwa
mengajak DWI kekamar terdakwa untuk minum minuman keras dan dibunuh
dengan mencampur racun tikus kedalam minuman keras yang diminum DWI.
Setelah memastikan sudah meninggal dunia sekitar jam 02.00 WIB, terdakwa
membawa DWI dengan menggunakan mobil ke daerah Parangtritis Yogyakarta
dan sesampainya di jalan yang sepi dari pemukiman penduduk, terdakwa
commit to user
sepeda motor milik terdakwa yang sebelumnya digadaikan kepada korban DWI,
setelah korban meninggal dunia maka sepeda motor tersebut dikuasai dan
digunakan oleh terdakwa.
Terhadap korban GILANG bahwa waktu itu hari selasa tanggal 19 Mei
2009 sekitar jam 18.30 WIB terdakwa berada dirumah sedang bingung karena
tidak bisa membayar hutang, kemudian terdakwa menelpon korban dan
mengajak untuk membeli 2 (dua) botol anggur putih, 1 (satu) botol grinsen, 1
(satu) bungkus rokok Starmild dan 2 (dua) buah roti setelah itu terdakwa dan
korban GILANG kembali kerumah terdakwa, selanjutnya terdakwa kedapur
sedang mencampur minuman keras yang dibeli dengan racun ikan dan racun
tikus lalu diberikan kepada korban GILANG yang kemudian diminum dan
dimakan korban GILANG yang sesaat kemudian korban merasakan pusing lalu
korban GILANG tiduran di lantai kamar terdakwa yang beralaskan karpet
sedangkan terdakwa menunggu di ruang tamu sambil minum anggur putih,
setelah 10 menit kemudian terdakwa akan memastikan korban sudah meninggal
dunia apa belum dan ternyata korban belum meninggal dunia karena masih
menjawab ketika ditanya terdakwa maka terdakwa memukul bagian belakang
kepala korban GILANG menggunakan cangkul sebanyak 1 kali dan membekap
wajah korban dengan selimut. Melihat korban sudah meninggal dunia maka
terdakwa pergi kebelakang rumahnya dengan membawa cangkul untuk menggali
lubang dengan kedalaman kurang lebih 1 (satu) meter dan lebar kurang lebih 1
(satu) meter, setelah memapah korban GILANG setelah itu oleh terdakwa
langsung dimasukan ke dalam lubang yang sudah di siapkan oleh terdakwa
kemudian lubang tersebut diurug dengan tanah sampai tubuh korban GILANG
3. Dakwaan
PRIMAIR :
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 340 KUHP.
Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;
SUBSIDIAIR
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 339 KUHP.
Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;
LEBIH SUBSIDIAIR
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 338 KUHP.
Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;
LEBIH-LEBIH SUBSIDIAIR :
Perbuatan terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 365 KUHP.
Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. ;
4. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum
Menimabang bahwa oleh jaksa penuntut umum, terdakwa telah dituntut
berdasarkan surat tuntutan Jaksa Penuntut Umum Nomor reg. Perkara:
PDM-89/Boyol/Ep.1/04/2009, tanggal 26 Oktober 2009 agar menjatuhkan putusan
yang amarnya sebagai berikut:
Menyatakan terdakwa PRAKHAS AGUNG NUGRAHA Bin WIDAYAT
bersalah melakukan tindakan pidana melakukan beberapa pembunuhan
berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 340 KUHP jo. Pasal 65 ayat (1)
commit to user
Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa berupa PIDANA MATI.
Menyatakan barang bukti berupa :
1) 1 (satu) buah HP merek Samsung HSG 100 casing silver.
2) 1 (satu) buah cangkul tangkai kayu.
3) 2 (dua) buah botol kosong anggur putih cap orang tua.
4) 2 (dua) buah gelas keadaan 1 gelas terdapat cairan.
5) 1 (satu) buah sendok makan warna putih.
6) 1 (satu) potong selimut warna corak pink.
7) 1 (satu) lembar karpet warna merah kombinasi biru kembang-kembang.
8) 1 (satu) lembar plastik warna kecoklatan bekas membungkus Korban
DWI.
DIRAMPAS UNTUK DIMUSNAHKAN :
1) 1 (satu) buah HP merek Nokia type 3200 casing putih tanpa sim card.
2) 1 (satu) unit sepeda motor Honda Kharisma tanpa plat nomor, keadaan
rusak bekas terbakar.
3) 2 (dua) potong kaos oblong warna hitam.
4) 1 (satu) potong jaket kain warna putih.
5) 1 (satu) potong celana panjang jeans warna biru.
6) 1 (satu) potong celana dalam.
7) 1 (satu) dompet kain warna hitam.
8) 1 (satu) pasang sandal warna krem.
9) 1 (satu) buah helm warna putih merk VOG.
DIKEMBALIKAN KEPADA KELUARGA KORBAN GILANG YAITU SAKSI MUHAMMAD SAFI‟I.
5. Putusan
Atas dasar tersebut diatas Majelis Hakim berpendapat untuk tidak
menjatuhkan pidana maksimum melainkan cukup adil apabila terdakwa dijatuhi
hukuman sesuai dengan yang terurai dalam amar putusan sebagai berikut :
M E N G A D I L I :
1. Menyatakan terdakwa PRAKHAS AGUNG NUGRAHA bin WIDAYAT
telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana
Pembunuhan Berencana ;
2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa PRAKHAS AGUNG NUGRAHA bin
WIDAYAT dengan pidana penjara Seumur Hidup ;
3. Memerintahkan Terdakwa tetap ditahan ;
4. Menetapkan barang bukti berupa :
1 (satu) unit sepeda motor honda kharisma tanpa nomor polisi, keadaan
bekas terbakar. Noka. MH1JB21143K236896 Nosin. JB21E1234772 ;
1 (satu) buah hand phone merek NOKIA type 3200 Casing putih ;
1 (satu) potong kaos oblong warna hitam ;
1 (satu) potong jaket kain warna putih ;
1 (satu) potong celana jeans warna biru ;
1 (satu) potong celana dalam ;
1 (satu) dompet kain warna hitam ;
commit to user 1 (satu) buah helm warna putih merek VOG ;
Dikembalikan kepada keluarga Korban GILANG SETIAWAN yakni
MUHAMMAD SAFI‟I ;
Sedangkan :
1 (satu) buah hand phone merek SAMSUNG HSG 100 Casing silver;
1 (satu) buah cangkul dengan tangkai dari kayu;
2 (dua) buah botol kosong anggur putih cap orang tua;
2 (dua) buah gelas;
1 (satu) buah sendok makan warna putih;
1 (satu) potong slimut warna corak pink;
1 (satu) lembar karpet warna merah kombinasi biru kembang-kembang;
1 (satu) lembar plastik warna kecoklatan.
Dirampas untuk dimusnahkan;
5. Membebani terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp. 5.000,00
B. Pembahasan
Analisis Anotasi Hakim Atas Pembuktian Penuntut Umum dalam Tindak
Pidana Pembunuhan Berencana No. PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009.
Dalam sub bab berikut peneliti akan menerangkan bagaimana anotasi
hakim, terhadap pembuktian dari penuntut umum dalam perkara pembunuhan
berencana dengan terdakwa Prakas Agung Nugraha bin Widayat untuk
mengetahui anotasi hakim berkaitan dengan alat bukti yang diajukan oleh
penuntut umum tersebut, peneliti akan terlebih dahulu menggambarkan mengenai
bagaimana pertimbangan-pertimbangan hakim untuk selanjutnya
diperbandingkan dengan pembuktian dari alat bukti yang diajukan oleh penuntut
umum. Guna mempermudah pewacanaan yang ada, maka peneliti memberikan
[image:47.612.111.533.213.697.2]dalam tabel sebagai berikut;
Tabel 1. Anotasi Hakim dari Pembuktian Penuntut Umum
Anotasi Hakim Pembuktian Penuntut Umum
1. Majelis hakim mempertimbangkan
dakwaan Primer Pasal 340 KUHP Jo
Pasal 65 ayat (1) KUHP yang pada
akhirnya menyatakan terbukti secara
sah melakukan tindak pidana
pembunuhan berencana bagi
terdakwa.
Penuntut umum menyususn dakwaan
subsideritas sebagai berikut;
Dakwaan Primair :
Perbuatan terdakwa diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 340
KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan Subsider
Perbuatan terdakwa diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 339
commit to user
Dakwaan Lebih Subsider
Perbuatan terdakwa diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 338
KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
Dakwaan Lebih-Lebih Subsider
Perbuatan terdakwa diatur
dan diancam pidana dalam Pasal 365
KUHP. Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.
2. Hakim mempertimbangkan alat-alat
bukti yang diajukan penuntut umum.
Penuntut umum mengajukan alat bukti
sebagai berikut :
Keterangan saksi yang berjumlah 12
saksi yang intinya menyatakan
bahwa kematian dari korban
GILANG yang diakibatkan oleh
racun bahwa dilakukan oleh
terdakwa PRAKAS AGUNG
NUGRAHA bin WIDAYAT dan
dikuburkan di sebelah timur rumah
terdakwa.
Surat yang berjumlah 2 buah berupa
Visum Et Repertum
No.42/MF/V/2009 yang dibuat dan
ditandatangani oleh dr. Hari Wujoso,
Spf. Yaitu dokter bagian ilmu
Fakultas Kedokteran Universitas
Sebelas Maret yang berkesimpulan
korban Gilang diduga meninggal
dunia karena mati lemas akibat
keracunan sianida. Dan hasil
laboraturium kriminalistik
berdasarkan berita acara
pemeriksaan laboratoris kriminalistik
No. Lab : 555/KTF/V/2009 tanggal 5
juni 2009 yang dibuat dan ditanda
tangani oleh Setijani Dwi Astuti,
SKM, Dra. Tyas Hartiningsih, dan
Ibnu Sutarto, S.T. yang
berkesimpulan bahwa lambung dan
hati korban Gilang positif sianida.
Alat bukti Petunjuk
Keterangan Terdakwa
3. Hakim mempertimbangkan hal-hal
yang memberatkan dan tidak adanya
hal-hal yang meringankan terhadap
diri terdakwa.
Penuntut umum tidak mengajukan
perbuatan yang meringankan bagi
terdakwa, namun hanya mengajukan
perbuatan yang membertkan antara lain ;
Korban dari perbuatan terdakwa ada
dua orang yakni Dwi Suparno dan
Gilang, walaupun perbuatan yang
commit to user
Suparno penuntutannya sudah gugur,
Perbuatan tersebut dilakukan
terhadap orang yang selama ini
sesungguhnya banyak membantu
Terdakwa,
Perbuatan Terdakwa dilakukan
dengan modus yang sama yaitu
mencampur racun didalam makanan
dan minuman Korban Dwi Suparno
dan Gilang,
Perbuatan Terdakwa meresahkan
Masyarakat
Berdasarkan tabel di atas peneliti terlebih dahulu akan membahas dasar
pertimbangan hakim dalam memutus perkara PRAKAS AGUNG NUGRAHA
bin WIDAYAT dengan pidana seumur hidup ini.
1. Anotasi Hakim dalam Kasus Pembunuhan Berencana No.
PDM-89/Boyolali/Ep.1/04/2009.
Berdasarkan data yang penulis sajikan maka menurut pendapat penulis
dalam kasus pembunuhan berencana dengan terdakwa Prakas Agung Nugraha
bin Widayat tersebut meliputi tiga tahap pemikiran hakim, antara lain :
a. Tahap Menganalisis Perbuatan Pidana
Dalam tahap ini hakim menganalisis bahwa terdakwa telah melakukan
perbuatan pidana berupa pembunuhan berencana yang dianggap telah
menganalisis tentang unsur-unsur pasal yang didakwakan dalam dakwaan
primer penunutut umum dan terdakwa telah terbukti melanggar Pasal 340
KUHP yang terhadap unsur barang siapa, unsure dengan sengaja
menghilangkan nyawa orang lain, unsure dengan direncanakan terlebih dahulu
semua telah dianggap terbukti oleh hakim.
b. Tahap Menganalisis Tanggung Jawab Pidana
Tahap menganalisis tanggung jawab ini bahwa hakim akan menganalisis
apakah terdakwa dapat dinyatakan bertanggung jawab atas perbuatan pidana
yang dilakukannya. Yang dalam menentukan tanggung jawab pidana disini
adalah orang itu sendiri.
Menurut moeljatno, unsur-unsur pertanggungjawaban pidana untuk
membuktikan adanya kesalahan pidana yang dilakukan oleh terdakwa harus
dipenuhi dengan hal-hal sebagai berikut :
1) Melakukan perbuatan pidana yaitu terdakwa Prakas telah terbukti
melakukan perbuatan pidana pembunuhan berencana.
2) Diatas umur tertentu dan mampu bertanggung jawab yaitu dari ketentuan
Pasal 45 KUHP yang mengenai batas usia anak yang tidak dapat dipidana
adalah 16 tahun namun dalam kasus pembunuhan berencana ini terdakwa
Prakas ketika melakukan perbuatan pidana sudah berumur 28 tahun yang
dianggap dapat mempertanggung jawabkan perbuatan pidananya. Juga
tidak adanya alasan pemaaf dan pembenar yang dapat menghapuskan
sifat melawan hukum dari perbuatan pidana yang dilakukan terdakwa,
maka hakim menyatakan terdakwa dapat mempertanggungjawabkan