iv ABSTRAK
DAYA REPELEN MINYAK ATSIRI DAUN KEMANGI (Ocimum americanum L.), MINYAK KEDELAI (Glycine max), DAN KOMBINASI KEDUANYA
TERHADAP NYAMUK Aedes sp.
Everlyn Shirly Prisilia, 2015; Pembimbing I : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes Pembimbing II: Sijani Prahastuti, dr., M.Kes
Vaksin untuk DBD belum ditemukan, sehingga dibutuhkan upaya pencegahan cucukan nyamuk Aedes sp., misalnya dengan menggunakan repelen. Repelen sintetis yang paling banyak digunakan ialah DEET (N,N-Diethyl-3-Methylbenzamide), namun memiliki dampak negatif. Hal ini dapat diminimalisasi dengan menggunakan repelen alami, contohnya minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.), minyak kedelai (Glycine max), dan kombinasi keduanya.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui daya repelen minyak atsiri daun kemangi, minyak kedelai, dan kombinasi keduanya terhadap nyamuk Aedes sp. dan membandingkannya dengan DEET 12,5%.
Desain penelitian ini bersifat prospektif eksperimental sungguhan. Penelitian ini menggunakan rancangan one side test model penelitian Joel Coats dan Chris Peterson, 2001. Nyamuk Aedes sp. sebanyak 1.250 ekor dibagi dalam 5 perlakuan dengan pengulangan 5 kali, yaitu diberikan akuades (kontrol negatif), DEET 12,5% (kontrol positif), minyak kedelai 100%, minyak kemangi 100%, dan kombinasi minyak kemangi dengan minyak kedelai (50%:50%). Data yang diamati adalah jumlah nyamuk yang berpindah ke sisi berseberangan setelah 10 menit. Analisis data menggunakan uji ANAVA satu arah dilanjutkan dengan uji beda rata-rata Tukey HSD. Kemaknaan berdasarkan nilai p≤0,05, menggunakan program SPSS
Hasil penelitian menunjukkan bahwa daya repelen minyak kemangi, minyak kedelai, dan kombinasi keduanya lebih besar daripada akuades (p=0,000). Selain itu, daya repelen minyak kombinasi daun kemangi dengan minyak kedelai sama dengan DEET 12,5% (p=0,000).
Simpulan penelitian ialah minyak kemangi, minyak kedelai, dan kombinasinya memiliki daya repelen terhadp Aedes sp. serta daya repelen minyak kombinasi daun kemangi dengan minyak kedelai setara dengan DEET 12,5%.
Kata kunci : Glycine max, Ocimum americanum L, repelen, Aedes sp.
v ABSTRACT
THE EFFECT OF BASIl LEAVES (Ocimum americanum L.) ESSENTIAL OIL, SOYBEAN OIL (Glycine max), AND THEIR COMBINATION AS Aedes sp.
REPELLENT
Everlyn Shirly Prisilia, 2015 1st Counselor : Prof. Dr. Susy Tjahjani, dr., M.Kes 2nd Counselor : Sijani Prahastuti, dr., M.Kes
Vaccine for DBD has not been found, so it is necessary to prevent the mosquito bites, for example by using repellent. Synthetic repellent that is widely used contains DEET (N,N-Diethyl-3-Methylbenzamide) which causes many side effect. Those negative effect can be minimalized by using natural repellents such as the essential oil from basil leaves (Ocimum americanum L.), soybean oil (Glycine max), and their combination.
The research objective was to examine the effects of essential oil from basil leaves (Ocimum americanum L.), soybean oil (Glycine max), and their combination as Aedes mosquitoes repellent and compared it with DEET 12,5%.
The method of this research was real prospective comparative experimental. This research used one side test design from Joel Coats and Chris Peterson, 2001. 1.250 Aedes sp. were used as sample, which were divided into 5 treatments, each was divided into 5 replications, which gave aquadest as negative control, DEET 12.5% as positive control, soybean oil 100%, basil leaves oil 100%, and their combination (50%:50%). The number of repelled mosquitoes from the target area was recorded and analyzed using one way ANOVA followed by tukey HSD test. Significance based on the value of p≤0.05 , using SPSS program.
The result showed that the potency of basil oil, soybean oil, and their combination were greater than aquadest (p=0,000). Also, the potency of combination from basil oil with soybean oil were same as DEET 12,5% (p=0.000)
It was concluded that basil oil, soybean oil, and their combination have repellent effect to Aedes mosquitoes and the essential oil from combination of basil oil with soybean oil have the same potency as DEET 12,5%.
Key words : Glycine max, Ocimum americanum L, repellent, Aedes sp.
viii
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ... i
LEMBAR PERSETUJUAN ... ii
SURAT PERNYATAAN ... iii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
KATA PENGANTAR ... vi
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... xii
DAFTAR GAMBAR ... xiii
LAMPIRAN ... xiv
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Identifikasi Masalah ... 3
1.3 Maksud dan Tujuan ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 4
1.4.1 Manfaat Akademis ... 4
1.4.2 Manfaat praktis ... 4
1.5 Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian ... 4
1.5.1 Kerangka Pemikiran ... 4
1.5.2 Hipotesis Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Nyamuk secara Umum ... 7
2.2 Siklus Hidup dan Morfologi Nyamuk ... 8
2.2.1 Telur ... 8
ix
2.2.2 Larva ... 8
2.2.3 Pupa ... 9
2.2.4 Nyamuk Dewasa ... 9
2.3 Aedes sp. ... 11
2.3.1 Aedes aegypti ... 11
2.3.1.1 Taksonomi Aedes aegypti ... 11
2.3.1.2 Siklus Hidup dan Morfologi Aedes aegypti... 11
2.3.2 Aedes albopictus ... 14
2.4 Aedes aegypti Sebagai Vektor Penyakit ... 16
2.4.1 Demam Berdarah Dengue (DBD) ... 16
2.4.2 Chikungunya ... 18
2.4.3 Lymphatic Filariasis ... 19
2.4.4 Japanese Encephalitis ... 20
2.4.5 Demam Kuning ... 22
2.5 Mekanisme Penciuman Nyamuk ... 22
2.6 Pengendalian Vektor ... 23
2.6.1 Mekanik ... 23
2.6.2 Biologis ... 24
2.6.3 Kimiawi ... 24
2.6.3.1 Insektisida ... 24
2.6.3.2 Repelen ... 25
2.7 DEET (N,N-Diethyl-3-Methylbenzamide)... 26
2.8 Repelen Alami ... 27
2.8.1 Kedelai (Glycine max) ... 27
2.8.1.1 Taksonomi dan Morfologi Kedelai (Glycine max) ... 27
2.8.1.2 Nama Lain Kedelai (Glycine max) ... 28
2.8.1.3 Deskripsi Tanaman Kedelai (Glycine max) ... 28
2.8.1.4 Kandungan Minyak Kedelai(Glycine max) ... 29
2.8.2 Kemangi (Ocimum americanum L.) ... 30
x
2.8.2.1 Taksonomi Kemangi (Ocimum americanum L.) ... 30
2.8.2.2 Nama Lain Kemangi (Ocimum americanum L.) ... 30
2.8.2.3 Deskripsi Tanaman Kemangi (Ocimum americanum L.) ... 31
2.8.2.4 Kandungan Kemangi (Ocimum americanum L.) ... 32
BAB III BAHAN DAN METODE PENELITIAN 3.1 Alat dan Bahan ... 33
3.1.1 Alat yang digunakan ... 33
3.1.2 Bahan yang digunakan ... 33
3.2 Metode Penelitian... 33
3.2.1 Rancangan Penelitian ... 33
3.2.2 Jumlah Replikasi ... 34
3.2.3 Variabel Penelitian ... 34
3.2.3.1 Definisi Konsepsional Variabel ... 34
3.2.3.2 Definisi Operasional Variabel ... 35
3.2.4 Persiaapan Penelitian ... 35
3.2.4.1 Persiapan Hewan Coba ... 35
3.2.4.2 Persiapan Bahan Uji ... 36
3.2.5 Prosedur Kerja ... 36
3.2.6 Metode Analisis ... 36
3.2.7 Hipitesis Statistik ... 37
3.2.8 Kriteria Uji ... 37
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 38
4.2 Pembahasan ... 42
4.3 Pengujian Hipotesis Penelitian ... 44
xi
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ... 45
5.2 Saran ... 45
DAFTAR PUSTAKA ... 46
LAMPIRAN ... 49
RIWAYAT HIDUP ... 52
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Rerata dan Persentase Jumlah Nyamuk yang Berpindah Tempat Setelah Sepuluh Menit ... 38 Tabel 4.2 Uji Homogenitas Varians Daya Repelen Minyak Atsiri Daun
Kemangi, Minyak Kedelai, dan Kombinasi Keduanya Sebagai Repelen Terhadap Nyamuk Aedes aegypti setelah sepuluh menit ... 39 Tabel 4.3 Hasil Uji ANAVA Nyamuk yang Berpindah Tempat pada Sisi Berseberangan ... 40 Tabel 4.4 Uji Beda Rata-Rata Tukey HSD Nyamuk yang Berpindah pada Sisi
Berseberangan Antar Kelompok Perlakuan ... 40
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Telur Nyamuk Aedes aegypti (Linnaeus) ... 12
Gambar 2.2 Larva Aedes aegypti (Linnaeus) ... 13
Gambar 2.3 Pupa Nyamuk Aedes aegypti (Linnaeus) ... 13
Gambar 2.4 Nyamuk Aedes aegypti (Linnaeus) Betina ... 14
Gambar 2.5 Perbedaan Nyamuk Dewasa Aedes aegypti dan Aedes albopictus ... 15
Gambar 2.6 DEET (N,N-Diethyl-3-Methylbenzamide)... 26
Gambar 2.7 Kedelai ... 28
Gambar 2.8 Kemangi ... 31
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Hasil Pengolahan SPSS ... 49 Lampiran 2 Foto-Foto Penelitian ... 51
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki iklim tropis. Berbagai jenis flora
dan fauna cocok tumbuh karena Indonesia mempunyai daya dukung lingkungan
yang sangat baik. Salah satu anggota filum Arthropoda kelas Insekta yang
berkembang dengan baik adalah nyamuk Aedes aegypti. Perkembangan nyamuk ini menimbulkan masalah karena merupakan vektor penyakit demam berdarah
dengue (DBD) dan populasinya akan meningkat pada musim hujan yang berarti
kasus DBD akan meningkat juga (Sukesi, 2012).
Demam Berdarah Dengue (DBD) banyak ditemukan di daerah tropis dan
sub-tropis. Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD tiap
tahunnya. Terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di Asia Tenggara (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2010). Pada tahun 2014 terdapat 100.347 kasus DBD dengan insidensi 39,80 per
100.000 penduduk Indonesia dan terdapat 907 kasus meninggal (Kementrian
Kesehatan Indonesia, 2015).
Nyamuk termasuk kelas Insekta, ordo Diptera, dan famili Culicidae
(Gandahusada et al., 2000). Nyamuk memiliki sekitar 3.300 spesies yang terdiri dari 41 genus yang semuanya berasal dari famili Culicidae. Famili ini dibedakan
menjadi Anophelinae, Culicinae, dan Toxorhynchitinae. Nyamuk Aedes
merupakan salah satu famili Culicinae dan merupakan vektor penting pada
demam kuning, dengue, ensefalitis, serta beberapa arbovirus lainnya, juga pada
daerah tertentu merupakan vektor Wuchereria bancrofti dan Brugia malayi (Service, 2004).
Sampai sekarang, vaksin untuk DBD belum ditemukan, sehingga upaya yang
dilakukan untuk mencegah penularan DBD ialah dengan memutus rantai
2
penularan melalui pengendalian nyamuk vektor DBD misalnya dengan fogging (pengasapan), abatisasi, penggunaan obat nyamuk bakar, dan repelen atau lotion anti nyamuk (Marina et al., 2012).
Repelen nyamuk ialah suatu substansi yang dapat dipergunakan pada kulit,
pakaian, maupun permukaan lain yang dapat menghentikan nyamuk untuk
hinggap di atasnya. Repelen serangga terdiri dari dua jenis yaitu berbahan kimia
sintetis dan bukan sintetis. Idealnya repelen harus dapat memberikan perlindungan
terhadap serangga dalam jangka waktu yang lama dan tidak menimbulkan efek
samping (Tjokropranoto et al., 2014; Lupi et al., 2013).
Repelen nyamuk yang paling banyak tersedia di pasaran mengandung DEET
(N,N-Diethyl-3-Methylbenzamide). DEET adalah repelen standar yang dipercaya
sebagai komponen repelen spektrum luas yang efektif dengan durasi lama dalam
menolak nyamuk, kutu, serta pinjal (Lupi et al., 2013). DEET menghalau nyamuk
dengan cara mempengaruhi kemampuan serangga untuk mengenali lokasi
manusia dan hewan lainnya. DEET mempengaruhi fungsi normal antena nyamuk.
DEET juga memiliki sifat toksik dan dapat menyebabkan iritasi pada mata dan
kulit. Selain itu, keracunan DEET dapat menyebabkan mual, muntah, sakit kepala,
kejang, dan ruam pada kulit ( Cox, 2005).
Untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh repelen yang terbuat dari
bahan sintetis maka perlu dilakukan cara suportif lain yaitu menggunakan bahan
alami misalnya dari tumbuh-tumbuhan. Repelen alami lebih disukai di Amerika
Utara dan Eropa karena dianggap lebih aman dan merupakan sarana terpercaya
mencegah cucukan nyamuk. Bahan repelen dari tanaman sudah digunakan ribuan
tahun yang lalu oleh manusia dengan cara sederhana seperti menggantung
tanaman yang telah diremukkan, membakar tanaman untuk mengusir nyamuk, dan
kemudian dikembangkan menjadi minyak untuk dioleskan pada kulit atau pakaian
(Maia et al., 2011).
Minyak atsiri dari famili Laminaceae, misalnya daun kemangi (Ocimum
americanum L.) secara umum digunakan sebagai repelen serangga, selain itu juga sering digunakan dalam bumbu kuliner. Kemangi memiliki kandungan utama
3
champor dan linalool (Motaleb et al., 2013). Pada penelitian sebelumnya, daun kemangi dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk Aedes aegypti selama tiga jam (Tawatsin et al., 2001).
Minyak kedelai atau Soybean oil (Glycine max) mengganggu perilaku nyamuk mencari host dengan menyamarkan bau yang dimiliki host dan menurunkan temperatur di atas permukaan kulit (Campbell, 2009). Soybean oil 50%, 75%, dan
100% terbukti memiliki efek sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes sp. (Suryono, 2008).
Pada penelitian sebelumnya, Soybean oil 100% dan Eucaliptus oil 100% masing-masing memiliki potensi yang lebih lemah jika dibandingkan dengan
DEET 12,5%, namun jika keduanya dikombinasikan, minyak kombinasi tersebut
memiliki daya penangkal nyamuk yang setara dengan DEET 12,5% (Wijaya,
2009).
1.2Identifikasi Masalah
a. Apakah minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.), minyak
kedelai (Glycine max), dan kombinasi keduanya memiliki daya repelen
terhadap nyamuk Aedes sp.
b. Bagaimana daya repelen kombinasi minyak atsiri daun kemangi (Ocimum
americanum L.) dengan minyak kedelai (Glycine max) jika dibandingkan terhadap DEET 12,5%.
1.3Maksud dan Tujuan
a. Maksud penelitian ini ialah untuk mengetahui efektivitas daya repelen dari
minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.), minyak kedelai
(Glycine max), dan kombinasi keduanya terhadap nyamuk Aedes sp.
b. Tujuan penelitian ini ialah untuk memberikan informasi kepada
masyarakat mengenai daya repelen dari minyak atsiri daun kemangi
4
(Ocimum americanum L.), minyak kedelai (Glycine max), dan kombinasi
keduanya sebagai repelen suportif berbahan alami, sehingga penyakit
yang disebabkan oleh nyamuk Aedes sp. dapat dicegah dengan cara yang lebih aman.
1.4Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat akademis : untuk menambah wawasan tentang tanaman-tanaman
di Indonesia yang dapat digunakan sebagai repelen alami contohnya daun
kemangi (Ocimum americanum L.) dan minyak kedelai (Glycine max).
1.4.2 Manfaat praktis : agar masyarakat dapat mengetahui efektivitas daun
kemangi (Ocimum americanum L.) dan minyak kedelai (Glycine max)
sebagai penangkal nyamuk alami yang mudah didapat di Indonesia selain
DEET yang berbahan sintetis.
1.5Kerangka Pemikiran dan Hipotesis Penelitian
1.5.1 Kerangka Pemikiran
Serangga mendeteksi suatu bau ketika bau tersebut berikatan dengan protein
reseptor bau atau odorant receptor (OR) pada dendrit bersilia dari neuron reseptor
bau khusus atau specialized odour receptor neurons (ORNs) yang bisa ditemukan
pada antena nyamuk. Salah satu jenis reseptor bau ini ialah OR83b yang berperan
penting pada penciuman nyamuk dan dapat diblokir dengan DEET yang
merupakan gold standard repelen sintetis (Maia et al., 2011). DEET menghalau nyamuk dengan cara mempengaruhi fungsi normal antena nyamuk yang
digunakan serangga untuk mengenali lokasi manusia dan hewan lainnya ( Cox,
2005). DEET dapat memiliki daya proteksi sampai dengan delapan jam (Tawatsin
et al., 2001).
5
Repelen berbahan alami dapat dijadikan pilihan suportif. Di Indonesia terdapat
berbagai jenis tanaman yang berpotensi diambil minyak atsirinya, salah satunya
ialah daun kemangi (Ocimum americanum L.). Minyak atsiri akan menguap ke
udara dan menimbulkan aroma yang akan terdeteksi oleh kemoreseptor pada
tubuh nyamuk yang akan menuju ke impuls saraf yang selanjutnya diterjemahkan
ke otak. Hal ini mengakibatkan nyamuk menghindar (Dewi et al., 2013).
Kemangi (Ocimum Americanum L.) mengandung p-cymene, estragosl, linalool, linoleic acid, eucalyptol, eugenol, camphor, citral, thujone, limonene, ocimene, citronellal, methyl cinnamate, citronellic acid, methyle heptenone, methyl chavicol, dan lainnya (Maia et al, 2011; Motaleb et al., 2013; Hiltunen et al., 1999). Kandungan utamanya ialah champor dan linalool (Motaleb et al., 2013). Citral, linalool, citronellal, dan eugenol dapat menginhibisi kemampuan nyamuk dalam mendeteksi host (Hao et al., 2013). Champor dan limonene juga menunjukkan daya repelen terhadap nyamuk (Kalita et al., 2013). Linalool merupakan senyawa kimiawi tanaman yang memiliki bau menyengat dan sangat
tidak disukai nyamuk (Dewi et al., 2013). Pada penelitian sebelumnya, kemangi (Ocimum americanum L.) dapat memberikan perlindungan terhadap nyamuk
Aedes aegypti selama tiga jam, sedangkan DEET dapat memberikan proteksi sampai delapan jam (Tawatsin et al., 2001).
Minyak kedelai (Glycine max) mengandung asam lemak umum seperti
palmitik, oleat, linoleat, dan asam stearat. Minyak kedelai (soybean oil) 50%,
75%, dan 100% terbukti memiliki efek sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes sp. (Suryono, 2008). Bitebloker merupakan suatu sediaan yang mengandung 2% minyak kedelai atau soybean oil, sediaan ini mampu memberikan daya proteksi sampai dengan 7,2 jam (Campbell, 2009). Minyak kedelai mengganggu perilaku
nyamuk mencari host dengan menyamarkan bau yang dimiliki host dan menurunkan temperatur di atas permukaan kulit (Campbell, 2009). Soybean oil 100% memiliki potensi yang lebih lemah jika dibandingkan dengan DEET 12,5%
(Wijaya, 2009).
6
Pada penelitian sebelumnya, Eucaliptus oil 100% memiliki potensi yang lebih lemah jika dibandingkan dengan DEET 12,5%, namun jika dikombinasi dengan
soybean oil, minyak kombinasi tersebut memiliki daya penangkal nyamuk yang setara dengan DEET 12,5% (Wijaya, 2009). Oleh karena itu, penulis ingin
meneliti efektivitas daya repelen minyak atsiri daun kemangi (Ocimum
americanum L.), minyak kedelai (Glycine max) dan kombinasi keduanya sebagai repelen terhadap nyamuk Aedes sp. serta efektivitas minyak kombinasi jika dibandingkan dengan DEET 12,5%.
1.5.2 Hipotesis Penelitian
a. Minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.), minyak kedelai
(Glycine max), dan kombinasi keduanya memiliki daya repelen terhadap nyamuk Aedes sp.
b. Daya repelen kombinasi minyak atsiri daun kemangi (Ocimum
americanum L.) dengan minyak kedelai (Glycine max) setara dengan DEET 12,5%.
45 BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1Simpulan
1. Minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.), minyak kedelai
(Glycine max), dan kombinasi keduanya memiliki daya repelen terhadap
nyamuk Aedes sp.
2. Daya repelen minyak atsiri daun kemangi (Ocimum americanum L.) dan kombinasinya dengan minyak kedelai (Glycine max) setara dengan DEET
12,5%.
5.2Saran
1. Perlu dilakukan penelitian mengenai durasi daya repelen minyak atsiri
daun kemangi (Ocimum americanum L.), minyak kedelai (Glycine max),
dan kombinasi keduanya terhadap nyamuk Aedes sp dengan menggunakan
subjek penelitian.
2. Perlu dilakukan penelitian mengenai daya repelen minyak atsiri daun
kemangi (Ocimum americanum L.), minyak kedelai (Glycine max), dan
kombinasi keduanya terhadap nyamuk Aedes sp. dengan bentuk sediaan
yang lain,misalnya dalam lotion.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adams, J., Barclay, G., Belsinger, S., DeLauro, J., Hill, M., Langan, M., Tucker, A. O., Wilcox, T. M. 2003. Basil an herb society of america guide. United Stated: The Herb Society of America.
Brown, H. W. 1983. Dasar parasitologi klinis. Jakarta: Gramedia.
Campbell, C. J. 2009. Analyses of essential and edible oils, and constituents therein, as candidate repellents for the yellow fever mosquito aedes aegypti L. (diptera: Culidicae). Thesis, Canada: Master of Pest Management Simon Fraser University.
Cox, C. 2005. DEET. Journal of Pesticide Reform, 25 (3): 10-14.
Dewi, M. Y., Koerniasari, Sulistyo, I. 2013. Tiga perbedaan kemampuan daya tolak minyak atsiri bunga melati (Jasminum sambac) dan daun selasih (Ocimum basillicum) sebagai repelen nyamuk aedes aegypti. Gema Kesehatan Lingkungan, 10(1): 31-39.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura. 2014. Mengenal kedelai. http://distantph.kalselprov.go.id/2014/03/10/mengenal-kedelai/.
16November 2015.
Gandahusada, S., Ilahude, H., Pribadi, W. 2000. Parasitologi kedokteran. Jakarta: FKUI.
Hao, H., Sun, J., Dai, J. 2013. Dose-dependent behavioral response of the mosquito Aedes albopictus to floral odorous compounds. J Insect, 13.
Hitulnen, R., Holm, Y. 1999. Basil. Medicinal and Aromatic Plants —Industrial Profiles. Amsterdam: Harwood Academic Publishers.
Integrated Taxonomic Information System. 2011. Glycine max.
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=26716. 17 November 2015.
Integrated Taxonomic Information System. 2011. Ocimumamericanum L.
http://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt?search_topic=TSN&searc h_value=517628. 17 November 2015.
Kalita, B., Bora, S., Sharma, A. K. 2013. Plant essential oils as mosquito repellent. International Journal of Research and Development in Pharmacy and Life Sciences, 3(1); 741-747
Kazembe, T. C., Chaibva, M. 2012. Mosquito repellency of whole extracts and volatile oils of Ocimum americanum, Jatropha curcas and Citrus limon. Bulletin of Environment, Pharmacology and Life Sciences, 1(8): 65-71.
47
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2014. Waspada DBD di musim
pancaroba. http://www.depkes.go.id/article/print/15010200002/waspada-dbd-di-musim-pancaroba.html. 18 November 2015.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Demam Berdarah Dengue. Buletin Jendela Epidemiologi, (2).
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Data dan Informasi Tahun 2014.
Lupi, E., Hatz, C., Schlagenhauf, P. 2013. The efficacy of repellents against Aedes, Anopheles, Culex and Ixodes spp. Travel Medicine and Infectious Disease, 11: 374-411.
Maha, M., S., 2012. Japanese encephalitis. CDK-19, 39(5); 2012.
Maia, M. F., Moore, S. J. 2011. Plant based insect repellents: a review of their efficacy, development and testing. Malaria Journal, 10(1): 11.
Marina, R., Astuti, E. P. 2012. Potensi daun pandan (Pandanus amaryllifolius) dan mangkokan (Notophanax Scutellarium) sebagai repelen nyamuk
Aedes albopictus. Aspirator, 4(2): 85-91.
Medicinal Plants of Banglades. 2015. Ocimum americanum L.
http://www.mpbd.info/plants/ocimum-americanum.php,. 22 November 2015.
Motaleb, M. A., Hossain, M. K., Alam, M. K., Al Mamun, M. A., Sultana, M. 2013. Commonly used medicinal herbs and shrubs by traditional herbal practitioners. Bangladesh: IUCN.
Patel, E. K., Gupta, A., Oswal, R. J. 2012. Mosquito repellent methods.
International Journal of Pharmaceutical, Chemical, and Biological Sciences, 2(3): 310-317.
Peterson, C. J. 2001. Insect repellents of natural origin: catnip and osage orange. Dissertation, Lowa: Doctor of Philosophy.
Rahayu, D. F., Ustiawan, A. 2013. Identifikasi Aedes aegypti dan Aedes albopictus. BALABA, 9(1): 7-10.
Service, M.W. 2004. Medical entomology for student. 3rd. ed. United Kingdom: Cambridge University Press.
Soedarto. 1995. Entomologi kedokteran. Jakarta: EGC.
Sudjana, P. 2010. Diagnosis dini penderita demam berdarah dengue dewasa.
Buletin Jendela Epidemiologi, (2): 21-25.
Sukesi, T. W. 2012. Monitoring populasi nyamuk Aedes aegypti L. vektor penyakit demam berdarah dengue di kelurahan gedongkiwo kecamatan mantrijeron kota yogyakarta. Kesmas, 6(1): 1-74.
48
Sukowati, S. 2010. Diagnosis dini penderita demam berdarah dengue dewasa.
Buletin Jendela Epidemiologi, (2): 26-30.
Suryono, K. 2008. Pengaruh soybean oil (Glycine max) sebagai penangkal nyamuk Aedes sp. Skripsi, Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
Tawatsin, A., Wratten, S. D., Scott, R. R., Thavara, U., Techadamrongsin, Y. 2011. Repellency of volatile oils from plants against three mosquito vectors. Journal of Vector Ecology, 26(1): 76-82.
Tjokropranoto, R., Rosnaeni, Setiawan, M., Cahyono, A. E. 2014. Comparative repellency duration of citronella oil lotion (Cymbopogon nardus L.) between Culex sp. with Aedes sp. as lymphatic filariasis vector.
Indonesian J. Pharm, 25(1): 39-43.
Wijaya, A. 2009. Daya repelen Eucalyptus oil (Oleum eucalypti) dan soybean oil (Glycine max) terhadap nyamuk Aedes sp. Skrispi. Bandung: Universitas Kristen Maranatha.
World Health Organization. 2011. Comprehensive guidelines for prevention and control of dengue and dengue haemorrhagic fever. India: WHO.
World Health Organization. 2014. Yellow fever.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs100/en/., 17 Oktober 2015.
World Health Organization. 2015. Lymphatic filariasis
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs102/en/., 6 Desember 2015.
World Health Organization. 2015. Chikungunya.
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs327/en/., 17 Oktober 2015.
Zettel, C., Kaufman, P. 2013. Yellow fever mosquito Aedes aegypti (Linnaeus) (Insecta: Diptera: Culicidae). Florida: IFAS Extension.