SKRIPSI
Oleh :
NILAM SURYA NINGRUM
NPM. 0741010015
YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA
SURABAYA
rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
Akuntabilitas Kiner ja Pelayanan Keseha ta n Bagi Peser ta J amkesmas di RSUD
Ka bupaten Sidoar jo. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan
kurikulum Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Diana
Hertati, Msi sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk
memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam
pelaksanaan skripsi ini diantaranya:
1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.
2. Bapak DR. Lukman Arif, M.Si, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi
Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran” Jawa Timur.
3. Ibu Dra. Susi Hardjati. M. AP, selaku Sekertaris Program Studi Ilmu
Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
nya selama ini.
6. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata
semoga dengan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya
bagi penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para pembaca.
Surabaya, Desember 2011
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 16
1.3. Tujuan Penelitian ... 16
1.4. Manfaat Penelitian ... 17
BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 18
2.2. Landasan Teori ... 22
2.2.1. Pelayanan ... 22
2.2.1.1. Konsep Pelayanan ... 22
2.2.1.2. Asas-asas Pelayanan ... 24
2.2.1.3. Prinsip-prinsip Pelayanan ... 25
2.2.1.4. Unsur-unsur Pelayanan ... 28
2.2.1.5. Teori Tentang Pelayanan ... 30
2.2.3.1. Konsep Akuntabilitas... 35
2.2.3.2. Jenis Akuntabilitas ... 36
2.2.3.3. Akuntabilitas Pelayanan Publik ... 43
2.2.4. Kinerja ... 45
2.2.4.1. Konsep Kinerja ... 45
2.2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 46
2.2.4.3. Kegunaan Sistem Penilaian Kinerja ... 47
2.2.4.4. Aspek-aspek Pengukuran Kinerja ... 48
2.2.5. Pelayanan Kesehatan ... 49
2.2.5.1. Konsep Pelayanan Kesehatan ... 49
2.2.5.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan ... 50
2.2.5.3. Sifat Upaya Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan ... 50
2.2.5.4. Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan ... 51
2.2.6. Kemiskinan ... 52
2.2.6.1. Konsep Kemiskinan ... 52
2.2.6.2. Bentuk-bentuk Kemiskinan ... 54
2.2.6.3. Penyebab Kemiskinan ... 55
2.2.6.4. Kategori Orang Miskin ... 58
2.2.6.5. Perangkap Kemiskinan ... 59
2.2.7.1. Konsep Jaminan Kesehatan Masyarakat ... 66
2.2.8. Kerangka Berpikir ... 68
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 71
3.2. Fokus Penelitian... 72
3.3. Lokasi Penelitian ... 73
3.4. Sumber Data ... 74
3.5. Jenis Data ... 75
3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 75
3.7. Analisis Data ... 78
3.8. Keabsahan Data ... 80
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Tempat Penelitian ... 82
4.1.1. Gambaran Umum RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 82
4.1.2. Visi dan Misi RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 83
4.1.3. Sruktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 84
4.1.4. Karakteristik Pegawai RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 86
4.1.5. Saranana Pendukung Pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 90
4.1.6. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ... 96
b. Kejelasan Aturan Pelayanan ... 122
4.2.1.2. Sumber Daya Manusia ... 125
a. Ketersediaan Tenaga Medis ... 130
b. Profesional Tenaga Medis ... 133
4.2.1.3. Sarana Prasarana... 135
a. Kelengkapan Sarana Prasarana ... 138
b. Standar Sarana Prasarana ... 141
4.3. Pembahasan ... 143
4.3.1. Akuntabilitas Kinerja ... 143
4.3.1.1. Sistem Prosedur ... 146
4.3.1.2. Sumber Daya Manusia ... 148
4.3.1.3. Sarana Prasarana... 150
BAB V KESIMPUL AN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 153
5.2. Saran... 155
Tabel 1.1 Data Jumlah Masyarakat Miskin di Kabupaten Sidoarjo ... 8
Tabel 1.2 Data Jumlah Peserta Penerima Bantuan Jamkesmas
di Kabupaten Sidoarjo ... 10
Tabel 1.3 Data Jumlah Kunjungan Pasien Jamkesmas di RSUD Kabupaten
Sidoarjo Januari s/d Desember 2010 ... 14
Tabel 4.1 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan
Jenis Kelamin ... 86
Tabel 4.2 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan
Tingkat Pendidikan ... 87
Tabel 4.3 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan
Pangkat Golongan ... 88
Tabel 4.4 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan
Jenis Pekerjaan ... 89
Tabel 4.5 Sarana Pendukung Pelayanan Berdasarkan Ruangan, Kelas, dan
Tempat Tidur ... 92
Tabel 4.6 Jumlah Kunjungan Pasien Jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo
Januari s/d Desember ... 115
Gambar 1 Kerangka Berpikir ... 70
Gambar 2 Analisis Data Interaktif ... 80
Gambar 3 Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 85
Gambar 4 Alur Prosedur Rawat Jalan Bagi Peserta Jamkesmas ... 100
Gambar 5 Alur Prosedur Rawat Inap dari Rawat Jalan Jamkesmas ... 102
Lampiran 1 : Matrik Reduksi Data
Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan
Lampiran 3 : Tugas Pokok Dan Fungsi RSUD Kabupaten Sidoarjo
Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian
PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA J AMKESMAS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJ O
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode penelitian data penelitian kualitatif yang merupakan kalimat, kata-kata atau gambar adalah menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Fenomena dalam penelitian ini adalah mengenai akuntabilitas kinerja bagi peserta jamkesmas yang diberikan belum tercapai dan belum diterapkan sepenuhnya dalam program jaminan kesehatan masyarakat.
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Pedoman penelitian ini menggunakan acuan Keputusan Menteri Pendatagunaan Aparatur Negara Nomor : Kep/26/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Program jamkesmas yang diteliti lebih memfokuskan pada akuntabilitas kinerja, karena pelaksanaan akuntabilitas kinerja akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, serta kepastian bagi masyarakat miskin yang memerlukan dan yang berhak atas pelayanan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.
Situs penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Fokus dalam penelitian ini ada 3 yaitu 1. Sistem Prosedur yang dilihat berdasarkan secara internal untuk mendukung proses pelayanan yang efektif dan efesien maupun secara eksternal untuk memberikan kualitas dalam kepuasan kepada masyarakat pengguna jamkesmas, 2. Sumber Daya Manusia yang dilihat berdasarkan dengan profesionalisme pegawai dalam memberkan pelayanan kepada pengguna jamkesmas, 3. Sarana Prasarana yang dilihat berdasarkan dengan kelengkapan yang dimiliki sudah sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.
Informan dan responden dalam penelitian ini adalah peserta jamkesmas rawat inap dan rawat jalan, Ka.subbag serta petugas loket atau bagian administrasi RSUD Kabupaten Sidoarjo
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Lata r Belakang
Seiring dengan meningkatnya tuntutan transparansi serta akuntabilitas
diberbagai bidang sektor publik, yaitu suatu lembaga dalam menjalankan roda
pemerintahan legitimasinya bersumber dari keputusan masyarakat. Hal
tersebut akan menuntut para penyelenggara pemerintahan untuk menjalankan
tugas-tugasnya secara profesional agar tetap dapat menjaga kepercayaan yang
diberikan oleh masyarakat sehingga tercermin pemerintahan yang bersih
(Nafidah, 2006 : 1).
Reformasi adalah bentuk respon positif untuk menyikapi krisis
multidimensional yang memunculkan paradigma baru, dalam
penyelenggaraan kehidupan bernegara terhadap norma transparansi dan
akuntabilitas publik. Tuntutan dan aspirasi masyarakat tentang
penyelenggaraan pemerintahan, setidaknya telah membawa beberapa hal :
pertama, reformasi sistem politik untuk menuju kehidupan politik yang lebih
demokratis melalui keterlibatan dan partisipasi rakyat dalam proses politik
yang menyangkut kepentingan publik; kedua, tuntutan good governance and
clean government dalam penyelenggaraan negara yang didukung dengan
prinsip dasar kepastian hukum, akuntabilitas, transparansi, keadilan,
Peran pemerintah dalam menyusun akuntabilitasnya harus transparan
dan dapat menyediakan informasi tentang pengelolaan program-program
pembangunan. Tingkat keberhasilannya secara luas yang mudah diakses,
diketahui, dan dievaluasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti
masyarakat luas, hal tersebut untuk perbaikan program dan strategi
pemerintah kearah yang lebih baik. Sehingga partisipasi masyarakat juga
berpengaruh terhadap kemajuan dan keberhasilan pemerintah di masa yang
akan datang.
Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik
dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas
publik oleh organisasi sektor publik (seperti : pemerintah pusat dan daerah,
unit-unit kerja pemerintah departemen dan lembaga-lembaga negara).
Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya dilakukan
transparasi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan
hak-hak publik (Mardiasmo, 2002 : 20).
Di bidang pemerintahan, masalah pelayanan tidaklah kalah penting,
perannya lebih besar karena menyangkut kepentingan umum, bahkan menjadi
kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pelayanan yang diselenggarakan
meningkat kedudukannya dimata masyarakat menjadi suatu hak, yaitu hak atas
Informasi yang ditemukan secara langsung dan melalui berbagai
media massa cetak maupun elektronik seringkali mengungkapkan berbagai
kelemahan pelayanan pemerintah yang mencerminkan ketidakpuasan
masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan yang mahal, kaku dan
berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat, pelayanan yang suka menuntut
imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan fasilitas pelayanan yang kurang
memuaskan dan sebagainya, ini merupakan fenomena-fenomena yang kerap
kali mewarnai proses hubungan antara pemerintah dan masyarakat berkaitan
dengan proses pelayanan. (effendi dalam Widodo, 2001 : 156).
Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks menuntut adanya
suatu pelayanan yang semakin berkualitas, yang mana dalam hal ini
pemerintah sebagai penyedia harus lebih intensif didalam memperhatikan
pelayanan tersebut karena diberbagai kesempatan pemerintah senantiasa
menjanjikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, namun dalam
kenyataannya belum dilaksanankan secara optimal.
Pelayanan dan kepuasan merupakan dua hal yang tidak dapat
dipisahkan, karena dengan adanya kepuasan maka pihak terkait dapat saling
mengkoreksi sampai dimana pelayanan yang diberikan apakah bertambah baik
atau buruk. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh setiap aparat petugas dalam
adalah pelayanan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dapat
memahami apa yang diminta masyarakat dari jurusan pelayanan itu sendiri.
Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H dan pasal 34
tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh
perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur
agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat
miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih
rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya askes dalam pelayanan kesehatan.
Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak
adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang
mahal.
Tujuan dari pembangunan kesehatan sebagaimana yang ditegaskan
dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang
kesehatan, yaitu : “pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. Dalam
Undang-undang tersebut ditegaskan bahwa tiap-tiap warga negara Republik
Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya itu
dalam arti tersedianya sumber daya dan sarana pelayanan di seluruh wilayah
sampai daerah terpencil yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat,
termasuk fakir miskin, orang terlantar, dan orang kurang mampu guna
mencapai hasil yang optimal.
Disahkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada tanggal 19 Oktober 2004 memberi
landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan definisi jaminan sosial yang
dimaksud dalam UU SJSN, dengan tujuan setiap individu, keluarga dan
masyarakat memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. Seluruh warga
negara akan mendapatkan jaminan sosial dalam bentuk asuransi. Bagi
masyarakat kurang mampu, premi asuransinya tentu saja ditanggung oleh
negara. Dengan sistem seperti ini, setiap warga negara dan pemerintah tidak
akan lagi dipusingkan dengan biaya kesehatan yang cukup tinggi.
Masalah kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap
negara, meskipun zaman telah memasuki era globalisasi namun tidak dapat
dipungkiri masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap-tiap
negara. Permasalahan kemiskinan tidak hanya terdapat di negara-negara
berkembang saja bahkan di negara maju juga mempunyai masalah dengan
kemiskinan. Kemiskinan tetap menjadi masalah yang rumit, walaupun fakta
besar dibanding dengan negara maju. Hal ini dikarenakan negara berkembang
pada umumnya masih mengalami persoalan keterbelakangan hampir di segala
bidang, seperti teknologi, kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, dan lain
sebagainya.
Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam-macam hal
yaitu, kesehatan dan penyakit adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari
permasalahan kemiskinan, kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau
kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan
mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap
berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti
menderita gizi buruk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan
kurang, lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia.
Sebaliknya kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang sehat
menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi tingkat
pendidikan yang maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan tabungan
memadai sehingga orang yang sehat dapat menekan pengeluaran untuk
berobat (www.jpkm-online.net, 23 Mei 2011).
Untuk menjamin akses masyarakat miskin terhadap pelayanan
kesehatan, maka pemerintah Republik Indonesia melaksanakan Program
Askes melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor
332/MENKES/SK/V/2006 tentang Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan
Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT. Askes (persero)
berdasarkan SK Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004, tentang penugasan
kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini terus diupayakan untuk
ditingkatkan melalui perubahan-perubahan setiap tahun.
Perubahan mekanisme yang paling mendasar adalah adanya pemisahan
peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke
Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket
Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan pelaksana
verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim
Koordinasi tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT.
Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan, untuk menghindari kesalahan
pahaman dalam penjaminan kesehatan terhadap masyarakat miskin yang
meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin. Program Askeskin
berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya
disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran yang telah
dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
686/MENKES/SK/VI/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program
Jaminan Kesehatan Masyarakat (www.jpkm-online.net, 23 Mei 2011).
Peserta Program pelayanan Kesehatan yang dijamin pemerintah
Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota adalah setiap penduduk miskin
(kuota dan non kuota) Jawa Timur yang memiliki Kartu Tanda Penduduk
Sementara itu jumlah masyarakat di Kabupaten Sidoarjo terdapat 1.945.252
jiwa sedangkan dari jumlah diatas terdapat masyarakat miskin atau tidak
mampu. Berikut data masyarakat miskin di Kabupaten Sidoarjo, tersebut pada
tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.1
Data J umlah Masyar aka t Miskin Di Kabupaten Sidoar jo
No. Kecamatan Jumlah Jiwa
1 Kec. Sidoarjo 19.834
2 Kec. Buduran 7.440
3 Kec. Candi 14.143
4 Kec. Porong 10.864
5 Kec. Krembung 14.479
6 Kec. Tanggulangin 10.430
7 Kec. Tulangan 10.659
8 Kec. Jabon 8.783
9 Kec Krian 16.219
10 Kec. Wonoayu 10.174
11 Kec. Prambon 9.286
12 Kec. Balongbendo 10.851
13 Kec. Tarik 7.223
Berdasarkan tabel diatas menjelaskan bahwa jumlah masyarakat
jiwa, dan yang mendapatkan bantuan kesehatan jamkesmas (kuota) dengan
jumlah 193.394 jiwa pada tahun 2011.
Dengan adanya masyarakat miskin terlalu banyak maka masyarakat
sulit mendapatkan pelayanan kesehatan. kondisi ini tentunya bisa digunakan
sebagai acuan dalam program jamkesmas agar masyarakat miskin
mendapatkan pelayanan dengan lebih mudah dan lebih baik tidak dipungut
biaya. Tujuan dari jamkesmas diharapkan dapat memberikan kontribusi
meningkatkan umur harapan hidup bangsa Indonesia, menurunkan angka
kematian, disamping itu dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan peserta
jamkesmas di Sidoarjo. (Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan
Masyarakat Tahun 2011)
Departemen kesehatan telah melaksanakan penjaminan pelayanan
kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin, dan tidak mampu dalam
program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Masyarakat miskin
peserta Jamkesmas (Maskin Kuota) di jamin pembiayaannya dari pemerintah
melalui dana APBN. Data masyarakat miskin yang menerima bantuan di
Tabel 1.2
Data J umlah Peser ta Pener ima Bantuan J amkesmas
Di Kabupaten Sidoar jo
No. Kecamatan Jumlah Jiwa
1 Kec. Sidoarjo 14.677
12 Kec. Balongbendo 10.688
13 Kec. Tarik 7.154
Berdasarkan tabel diatas menjelaskan bahwa berikut data masyarakat
yang telah terdaftar sebagai peserta Jamkesmas sebanyak 193.394 jiwa pada
tahun 2011.
Dengan adanya jumlah peserta Jamkesmas yang masuk kuota
sebanyak 193.394 jiwa pada tahun 2011, yang diiringi dengan meningkatnya
dan kesehatan, serta perkembangan harapan pasien terhadap akuntabilitas
pelayanan, menyebabkan pasien menjadi semakin kritis dalam memilih
tempat dimana akan diberi pengobatan dan perawatan.
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat hendaknya dibangun untuk
dapat mengatasi ketidakadilan dan sekaligus untuk membenahi
ketidakmampuan sistem pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan yang semakin rumit dan mahal. Penyelenggaraan
pelayanan kesehatan yang semakin kompleks menuntut kapasitas pengelolaan
yang kuat. Sistem pelayanan kesehatan yang padat teknologi dan semakin
mahal menuntut penanganan yang profesional yang diselenggarakan oleh
institusi yang handal dan menuntut metoda penyelenggaraan yang mampu
bekerja efektif, efisien, dan sekaligus memuaskan. Apabila tidak adanya sikap
profesional dari petugas kesehatan itu sendiri dalam melaksanakan tanggung
jawabnya maka akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan.
Dengan adanya sikap yang kurang profesional dari petugas kesehatan
yang melayanani langsung pasien peserta jamkesmas dalam administrasi akan
berpengaruh dalam proses pelayanan administrasi di RSUD Kabupaten
Sidoarjo. Sesuai dengan fenomena dibawah ini :
adanya program pelayanan kesehatan geratis, yang mana itu sudah menjadi hak daripada masyarakat miskin secara umum yang ada di kabupaten sidoarjo untuk mendapatkan jamkesmas. Sehingga tidak
menjadikan trauma pada masyarakat dalam melakukan
pengobatan”, (www.dkrsidoarjo.com, 25 Mei 2011).
Berdasarkan fenomena diatas pada dasarnya pasien Jamkesmas juga
mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Akan tetapi, hal ini
belum sepenuhnya disadari, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit yang
melayani pengguna Jamkesmas selalu menganggap dirinya jauh diatas pasien,
sangat dibutuhkan pasien, dan serba tahu tentang cara penyembuhan pasien.
Hal ini seharusnya dapat ditangani agar lebih memperhatikan kepentingan
pasien Jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit
yang sesuai haknya.
Adapun masalah diatas yang terkait dengan masih kurangnya
profesionalisme kepada warga tentang program Jamkesmas. Dibawah ini juga
ada kasus yang berbeda yaitu tentang kinerja yang diberikan kepada peserta
Jamkesmas, yaitu sesuai fenomena dibawah ini :
Berdasarkan fenomena diatas pada dasarnya pasien Jamkesmas
memerlukan informasi yang tepat tentang kejelasan pelayanan yang didapat
dan sikap profesionalisme dari petugas kesehatan yang menangani jamkesmas
di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian dapat meningkatkan citra
dari rumah sakit dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.
Rumah Sakit dalam Jamkesmas rumah sakit adalah instansi yang
berperan penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan karena melalui
Rumah Sakit pasien dapat menggunakan fasilitas Program Jamkesmas untuk
mendapatkan penanganan yang lebih serius. Apabila Rumah Sakit masih
menemui kendala dalam pelaksanaan Jamkesmas Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) maka bagaimana program ini akan berjalan dengan baik.
Pelayanan yang cepat dan tepat, biaya pengobatan yang murah, serta
sikap tenaga medis yang ramah dan komunikatif adalah sebagian dari tuntutan
pasien terhadap rumah sakit. Cerita mengenai buruknya pelayanan di rumah
sakit masih sering terdengar. Terlebih lagi sikap dari pihak rumah sakit yang
terkesan membeda-bedakan pelayanan yang diberikan terhadap pasien
pengguna Jamkesmas dengan pasien yang menggunakan biaya sendiri untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan.
Pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin, bukan berarti
masyarakat miskin harus menghadapi berbagai macam persoalan tentang
perlakuan dari petugas rumah sakit atau pelayanan yang ala kadarnya dan
kesehatan tingkat lanjut. Berikut data kunjungan pasien Jamkesmas di RSUD
Sidoarjo, tersebut pada tabel 1.3 dibawah ini :
Tabel 1.3
Data J umla h Kunjungan Pasien J amkesmas di RSUD Sidoar jo J anua r i s/d Desember 2010
Sumber : Administrasi Jamkesmas RSUD Sidoarjo Tahun 2011
Berdasarkan tabel diatas menjelaskan jumlah peserta jamkesmas yang
menggunakan pelayanan RITL (Rawat Inap Tingkat Lanjut) dan RJTL (Rawat
Jalan Tingkat Lanjut) di RSUD Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah
keseluruhan sebanyak 16.288 peserta pada tahun 2010.
Dengan adanya kunjungan dari peserta jamkesmas untuk mendapatkan
pelayanan kesehatan, yang diiringi dengan meningkatnya perkembangan
pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RITL dan RJTL) berdasarkan rujukan dari
puskesmas dan antar rumah sakit daerah. Tujuan dari pelaksanaan pelayanan
jamkesmas di rumah sakit dapat terwujudnya pelayanan kesehatan yang
bermutu dan hemat. Rumah sakit menjadi rujukan untuk meningkatkan akses
mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat agar tercapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan effisien.
Sesuai dengan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk
memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi
setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dengan tujuan khusus untuk
meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, lalu untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang transparan dan akuntabel.
Sesuai masalah-masalah dalam pelaksanaan program jamkesmas yang telah
dijelaskan diatas khususnya dalam wilayah kota Sidoarjo.
Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana akuntabilitas
kinerja pelayanan kesehatan bagi peserta jaminan kesehatan masyarakat
(JAMKESMAS) di RSUD Kabupaten Sidoarjo, dimana RSUD Kabupaten
Sidoarjo merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan yang mempunyai
fasilitas lengkap. Dengan jumlah kunjungan pasien baik pasien rawat jalan
maupun pasien rawat inap terus meningkat. Akan tetapi, peningkatan jumlah
pihak rumah sakit, sehingga banyak sekali pasien yang mengeluh tentang
buruknya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Terutama adanya
perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit
terhadap pasien Jamkesmas dan pasien umum.
Oleh karena itu, mengingat pentingnya mewujudkan akuntabilitas yang
belum tercapai dan diterapkan sepenuhnya dalam program jaminan kesehatan
masyarakat, maka timbul ketertarikan untuk mengadakan penelitian dengan
ingin mengetahui apakah akuntabilitas kinerja bagi peserta Jamkesmas di
RSUD Kabupaten Sidoarjo juga dilakukan sesuai dengan peraturan
pemerintah.
1.2 Per umusa n Ma salah
Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis merumuskan
masalah sebagai berikut :
“ Bagaimana Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta
Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di RSUD Kabupaten
Sidoarjo? “
1.3 Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jaminan
1.4 Ma nfa at dan Kegunaa n Peneitian
1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.
Relevansi yang diharapkan dari penelitian ini untuk Program Studi Ilmu
Administrasi Negara adalah mengenai kebijakan publik. Kebijakan publik
adalah suatu keputusan yang di buat oleh pemerintah yang terkait dengan
lingkungannya dan mempunyai hasil akhir untuk dicapai.
2. Bagi Dinas Kesehatan dan RSUD Kabupaten Sidoarjo.
Untuk bahan pertimbangan dan evaluasi sejauhmana Akuntabilitas Kinerja
Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat
(JAMKESMAS) di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Sidoarjo.
3. Bagi Penulis.
Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara
nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi
2.1 Penelitian Ter dahulu
Penelitian yang berkaitan dengan akuntabilitas pada suatu instansi
belum banyak dilakukan. Artikel maupun jurnal yang mendukung penelitian
ini masih jarang, namun menjadi hal yang hangat untuk diperbincangkan.
1. Septa Tetty, (2007) Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Pembangunan Nasional dengan judul Akuntabilitas
Manajerial di Kabupaten Nganjuk (Studi pada Asisten Tata Praja
Sekretariat Daerah Kabupaten Nganjuk). Penelitian ini dilator belakangi
dengan temuan Governance and Decentralization Survey 2002 (GDS
2002) menempatkan Indonesia di urutan ke-98 antara 102 negara dalam
hal korupsi, hal ini terbukti masih tingginya tingkat korupsi yang terjadi
di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
deskriptif kualitatif yang meliputi manajerial pada Asisten Tata Praja
Sekretariat Daerah Kabupaten Nganjuk, yaitu akuntabilitas manajerial
melalui 3 fokus penelitian yaitu dana, asset/harta kekayaan, dan pegawai.
Hasil dari penelitian pada Asisten Tata Praja Sekretariat Daerah
Kabupaten Nganjuk dalam hal Dana dimana sumber dana yang dipakai
penyusunan dana sesuai dengan Kepmendagri no. 29 tahun 2002, dan
dalam penyusunan tersebut ada partisipasi dari bawah-atas (Bottom-up)
dan juga koordinasi, selain itu pertanggungjawaban sudah dilakukan
dengan bentuk pembuatan SPj (Surat Pertanggungjawaban) disamping itu
ada pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal
Asset/Harta kekayaan pengadaan telah sesuai dengan prosedur yang
berlaku, dimana pemeliharaan dilakukan oleh masing-masing unit kerja,
dan penghapusan pada tahun 2006 tidak dilaksanakan sebab tidak ada
barang yang rusak, pemanfaatan asset digunakan untuk pelaksanaan
kegiatan di Asisten Tata Praja, pertanggungjawaban juga dilaksanakan
dengan pembuatan laporan setiap enam bulan sekali terhadap
perkembangan asset dan juga ada pemeriksaan oleh pejabat yang
berwenang. Sedangkan dalam hal pegawai, Job diskription telah sesuai
dengan latar belakang pegawai yang memegang jabatan, pembinaan telah
dilakukan baik kedinasan maupun non kedinasan, dan
pertanggungjawaban dilakukan secara langsung kepada pejabat diatasnya
dan penilaian pegawai dalam bentuk satu tahun DP3.
2. Mardiasmo (2006) berjudul “Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas
Publik Melalui Akuntasi Sektor Publik : Suatu Sarana “Good
Governance”. Dalam riset tersebut menjelaskan bahwa manajemen
bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan
(diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri),
maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan).
Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat
horizontal dimana pemerintah daerah bertanggungjawab baik terhadap
DPRD daripada masyarakat luas (Mardiasmo, 2003a). Menurutnya, good
governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata
dengan baik. Salah satunya dengan memperluas cakupan audit, tidak
hanya audit keuangan, tetapi juga Value for Money (VFM) audit atau
sering disebut dengan performance audit. Audit kinerja merupakan suatu
proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara
obyektif, agar dapat dilakukan penilaian secara independen atas ekonomi
dan efesiensi operasi serta efektivitas dalam pencapaian hasil yang
diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hokum yang
berlaku. Tujuan memperkuat VFM audit adalah meningkatkan
akuntabilitas sektor publik. Hal ini penting untuk mendukung
pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Nantinya DPRD,
menteri-menteri dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat
maupun daerah harus memberikan pertanggungjawaban kepada
masyarakat, dan akhirnya akuntabilitas publik merupakan bagian penting
dari sistem politik dan demokrasi.
3. Happy Fitri, (2006) Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Kantor Pelayanan dan Bea Cukai Juanda. Penelitian ini di latarbelakangi
dengan memperhatikan fenomena tingginya tingkat korupsi di Indonesia
yang disampaikan hasil survey transparency international yang
disebabkan oleh rendahnya kinerja aparatur publik. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang meliputi
kinerja di KPBC Juanda dengan menggunakan sistem pengukuran
Balanced scorecard, yaitu sistem pengukuran kinerja melalui 4
perspective yaitu financial perspective, custumer perspective, internal
business, process perspective dan learning and growth perspective. Hasil
dari penelitian di KPBC Juanda dalam tahap financial perspective, kinerja
KPBC Juanda dinilai sudah bagus, hal ini dibuktikan dengan tercapainya
target penerimaan yang meningkat disbanding tahun sebelumnya. Sisi
lain pada tahap ini adalah laporan keuangan yang jelas dan terperinci
yang menunjukkan adanya upaya penghematan dan pemanfaatan aktiva.
Pada fokus kedua yaitu customer perspective, kinerja KPBC Juanda
dinilai kurang bagus. Dalam hal ini pangsa pasar, akuisisi, retensi dan
profitabilitas pelanggan sudah bagus, namun pada sisi kepuasan
pelanggan dinilai masih kurang karena prosedur permohonan pengurusan
dokumen yang agak lama dan panjang. Pada fokus ketiga yaitu internal
bussnies perspective, kinerja KPBC Juanda dinilai sudah bagus, inovasi
dilakukan dengan upaya peningkatan pelayanan, sedangkan pada tahap
dengan Kep.Men.Pan Nomor 63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum
Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pada fokus keempat, yaitu tentang
learning and growth perspective dinilai sudah bagus, karena adanya upaya
peningkatan kualitas SDM yang dilakukan dengan diklat, program PPKP
serta pemberian motivasi kepada pegawai.
Penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada akuntabilitas pelayanan
di instansi publik sedangkan pada penelitian ini lebih memfokuskan pada
akuntabilitas kinerja pelayanan kesehatan. Sehingga perbedaan penelitian ini
dengan penelitian terdahulu yaitu pada fokus kajiannya. Disamping itu
penelitian terdahulu lebih melihat akuntabilitas pelayanan di instansi publik,
tetapi pada penelitian ini lebih melihat akuntabilitas kinerja pelayanan
kesehatan dalam rumah sakit umum daerah.
2.2 Landasa n Teor i
2.2.1 Pelaya nan
2.2.1.1 Konsep Pelayana n
Menurut Soegiarto (2002 : 36) pelayanan diartikan sebagai suatu
tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain yang
tingkatan pemuasnya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani
Menurut Ratminto dan Winarsih (2006 : 5) pelayanan publik adalah
segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa
publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh
instansi pemerintah dipusat, di daerah dan lingkungan Badan Usaha Milik
Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan
kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Menurut Boediono (2003 : 60) pelayanan adalah suatu proses bantuan
kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan
hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.
Berdasarkan pemikiran tentang pelayanan tersebut maka dapat diketahui
bahwa pelayanan merupakan kegiatan yang sifatnya untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat. Dari pengertian diatas, ada dua pihak yang terlibat
didalamnya yaitu pelayan (servant) dan pelanggan (customer). Dalam hal ini
pelayan merupakan pihak yang menyediakan layanan bagi kebutuhan
customer (masyarakat).
Menurut peraturan daerah Provinsi Jawa Timur No. 11 tahun 2005
tentang pelayanan publik di Provinsi Jawa Timur pelayanan publik adalah
segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan
pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara yang terkait
dengan kepentingan publik.
Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara
pelayanan publik yaitu instansi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan
layanan sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas
suatu barang, jasa dan pelayanan administrasi yang tingkatan pemuasnya
hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani. Sehingga
penerima mendapatkan haknya melalui sistem prosedur dan metode tertentu
sesuai dengan perundang-undangan.
2.2.1.2 Asas-Asas Pelaya nan
Menurut Ratminto (2005 : 19) asas-asas pelayanan publik terdiri dari :
1. Transparan
Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang
membutuhkan dan disediakan secara memadai serta secara mudah
dimengerti.
2. Akuntabilitas
Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan
3. Kondisional
Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan
dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.
4. Partisipasi
Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan
publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan
masyarakat.
5. Kesamaan Hak
Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,
golongan, gender dan status ekonomi.
6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban
Pemberi dan penerima pelayan publik harus memenuhi hak dan kewajiban
masing-masing pihak.
2.2.1.3 Pr insip-pr insip Pelaya nan
Menurut Islami (2004 : 4) dalam bukunya “Manajemen pelayan
publik” setiap petugas pelayanan harus memahami beberapa prinsip pokok
1. Prinsip Kesederhanaan
Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan
mudah dilaksanankan.
2. Kejelasan
a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.
b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam
memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan atau
sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.
c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.
3. Kepastian Waktu
Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang
telah ditentukan.
4. Akurasi
Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.
5. Keamanan
Proses produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian
6. Tanggung Jawab
Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk
bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian
keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.
7. Kelengkapan sarana dan prasaran
Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung
lainya yang memadai termasuk penyedia sarana teknologi telekomunikasi
dan informatika (telematika).
8. Kemudahan Akses
Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah
dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi,
telekomunikasi dan informatika.
9. Kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan
Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta
memberikan pelayanan dengan ikhlas.
10.Kenyamanan
Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang
nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi
dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah
2.2.1.4 Unsur -Unsur Pelaya nan
Menurut Moenir H.A.S (2001 : 8) dalam bukunya ‘manajemen
pelayanan umum” ada enam factor dalam mewujudkan pelaksanaan pelayanan
antara lain :
1. Faktor Kesadaran
Faktor ini menunjukan suatu keadaan pada jiwa seseorang yaitu
merupakan titik tentu dari berbagai pertimbangan sehingga diperoleh
suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati, dan keseimbangan dalam
jiwa yang bersangkutan sebagai pangkal tilak untuk perbuatan yang akan
dilakukan.
2. Faktor Aturan
Aturan adalah peranan penting dalam segala tindakan dan perbuatan
orang. Pada faktor manusia merupakan subyek aturan ditujukan pada hal
yang penting yaitu :
a. Kewenangan.
b. Pengetahuan dan pengalaman.
c. Kemampuan berbahasa dan bertutur kata.
d. Pemahaman pelaksanaan.
3. Faktor Organisasi
Adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan
pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain baik dalam bentuk uang
maupun fasilitas dalam jangka tertentu.
4. Faktor Pendapatan
Adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan
pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain baik dalam bentuk uang
maupun fasilitas dalam jangka tertentu.
5. Faktor Kemampuan dan Ketrampilan
Adalah keadaan seseorang yang dapat melaksanakan pekerjaan atas dasar
ketentuan yang ada.
6. Faktor Sarana Pelayanan
Adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang
berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam rangka memenuhi
pekerjaan dan fungsi social dalam rangka memenuhi kepentingan
konsumen.
Fungsi pelayanan adalah :
a. Mempercepat proses pelaksanan pekerjaan, sehingga dapat
menghemat waktu.
c. Kualitas produk yang lebih baik.
d. Ketetapan susunan dan stabilitas ukuran terjamin.
e. Lebih mudah dalam gerak pelakunya.
f. Menimbulkan rasa nyaman bagi orang-orang.
g. Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan.
2.2.1.5 Teor i Tenta ng Pelayana n
Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990 : 26) dalam Suparto (Wijoyo :
2006), menyebutkan ada lima hal yang berkaitan dengan kualitas pelayanan,
yaitu :
1) Keandalan (Reability)
Berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan
segera dan memuaskan.
2) Daya Tanggap (Responsiveness)
Berkaitan dengan keinginan para staff untuk membantu para pelanggan
dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
3) Jaminan (Assurance)
Berkaitan dengan adanya kemampuan, kesopanan dan sifat yang dapat
dipercaya yang dimiliki setiap petugas atau pegawai, bebas dari bahaya,
4) Empati (Emphaty)
Berkaitan dengan melakukan kemudahan, suatu komunikasi yang baik dan
jelas serta dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan para pasien.
5) Berwujud (Tangibles)
Berkaitan dengan adanya fasilitas fisik, perlengkapan petugas atau
pegawai dan sasaran.
2.2.2 Kualitas Pelaya nan
2.2.2.1 Konsep Kualitas Pelayanan
Menurut Goetch dan Davis dalam Ariani (2003 : 8) kualitas adalah
suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,
proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.
Feigenbaum dalam Nasution (2000 : 3) mengemukakan bahwa
kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction).
Suatu produk berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya
kepada konsumen sesuai dengan apa yang diharapkan.
Menurut Gasperz (2002 : 181) kualitas pelayanan sering diartikan
sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan atau
Menurut Barata (2003 : 6) kualitas pelayanan dapat dipandang dari
dua perspektif yaitu internal berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai
organisasai atau perusahaan dengan berbagai fasilitas yang tersedia, kualitas
eksternal didasarkan pada penyedia jasa dan penyediaan barang. Poin yang
penting adalah ukuran kualitas pelayanan bukan hanya ditentukan oleh pihak
yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat
menggukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam
memenuhi kepuasan.
Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas
pelayanan adalah segala upaya yang dilakukan organisasi dalam memenuhi
keinginan atau kebutuhan pelanggan dengan berdasarkan pada standar dan
asas-asas pelayanan. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal yang memegang
peranan penting dalam membentuk persepsi pelanggan sehingga organisasi
baik publik maupun swasta berlomba-lomba untuk dapat menarik pelanggan
dengan layanan yang dihasilkan karena pelayanan sering kali membentuk
image masyarakat terhadaporganisasi pelayanan publik.
2.2.2.2 Dimensi Kualitas Pelaya nan
Menurut pendapat Berry dan Parasuraman dalam Nasution (2004 : 5)
mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para
1. Bukti Langsung (Tangibles)
Melipiti fasilitas fisik, pelengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2. Keandalan (Reliability)
Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera
dan memuaskan.
3. Daya Tanggap (Responsiveness)
Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberi
pelayanan dengan tanggap.
4. Jaminan (Assurance)
Mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki
para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan.
5. Empati (Emphaty)
Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan
memahami kebutuhan para pelanggan.
Menurut Gasperz dalam lukman (2002 : 2) ada beberapa dimensi atau
atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan yang
1. Ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.
2. Akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari
kesalahan-kesalahan.
3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Ini terutama
bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal yaitu
: operator telepon, satpam, pengemudi, staf administrasi, kasir, dan
lain-lain.
4. Tanggung Jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan, dan
penangganan keluhan dari pelangan eksternal.
5. Kelengkapan : menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana
pendukung serta pelayanan komplementer lainnya.
6. Kemudahan mendapatkan pelayanan : berkaitan dengan banyaknya outlet
dan banyaknya petugas yang melayani.
7. Variasi model pelayanan : berkaitan dengan inovasi untuk memberikan
pola-pola baru dalam pelayanan, teatures (keistimewaan) dari pelayanan
dan lain-lain.
8. Pelayanan pribadi : berkaitang dengan fleksibilitas penanganan
permintaan khusus, dan lain-lain.
9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi,
ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir
10.Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, kebersihan,
ruang tunggu, fasilitas musik,AC dan lain-lain.
2.2.3 Akuntabilitas
2.2.3.1 Konsep Akuntabilita s
Menurut Mahmudi (2005 : 9) mengatakan akuntabilitas adalah
kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan mengungkapkan
segala aktifitas dan kegiatan yang berkaitan penggunaan sumber daya kepada
pemberi mandat.
Sedangkan menurut Mustopadidjaja (2003 : 52) berpendapat bahwa
akuntabilitas adalah kewajiban dari individu-individu penguasa yang
dipercaya mengelola sumber-sumber daya publik untuk
mempertanggungjawabkan berbagai hal menyangkut fiskal, manajerial dan
program.
Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003 : 3)
mengartikan akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan
pertanggungjawaban dari menerangkan kinerja dan kegiatan suatu organisasi
untuk pertanggungjawaban.
Menurut Mashun (2005 : 9) mendefinisikan akuntabilitas publik adalah
pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak
informasi kepada publik dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku
kepentingan (stakeholder). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban
untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah,
sedang, dan direncanakan akan dilakukan organisasi sector publik.
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah
kewajiban aparatur pemerintah atau unit organisasi untuk
mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media
pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.
2.2.3.2 J enis Akuntabilitas
Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi
sector publik menurut Mashun (2005 : 86). Akuntabilitas publik yang harus
dilakukan oleh organisasi sector publik terdiri atas beberapa jenis. Menurut
Saleh Iqbal dalam Mustopadidjaja (2003 : 52), mengklasifikasikan
akuntabilitas dalam : akuntabilitas internal dan akuntabilitas eksternal. Dari
sisi internal seseorang, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang
tersebut kepada Tuhannya. Sedangkan akuntabilitas eksternal seseorang
adalah pertanggungjawaban orang tersebut kepada lingkungannya, baik
lingkungan formal (dalam organisasi antara atasan dan bawahan) maupun
Dalam kaitan dengan akuntabilitas eksternal, Yanggo dalam
Mustopadidjaja (2003 : 53), mengklasifikasikan akuntabilitas ke dalam :
1) Regularity Accountability, atau disebut juga Compliaance Accountability,
akuntabilitas berkaitan dengan kepatuhan terhadap peraturan yang
berlaku, terutama peraturan fiskal dan peraturan pelaksanaan
administratif.
2) Manajerial Accountability, berkaitan pertanggungjawaban manajer
sesuai dengan peran yang dimainkannya dalam penggunaan
sumber-sumber daya secara efisien serta pelaksanaan managerial dalam suatu
organisasi.
3) Program Accountability, berkaitan dengan pertanggungjawaban
pencapaian akhir suatu program pemerintahan.
4) Process Accountability, memfokuskan pada pertanggungjawaban tingkat
pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan kebijakan dan
aktivitas-aktivitas organisasi.
Menurut Mulyadi (2006 : 110) mengemukakan akuntabilitas kinerja
organisasi dapat ditegakkan bila akuntabilitas mencakup 3 (tiga) aspek yang
merupakan suatu sinerji, yaitu :
1) Akuntabilitas Manajerial; dengan fokus pada kesanggupan pengelola
seperti dana, asset/harta kekayaan, tenaga kerja maupun sumber daya
yang lain dari Organisasi. Pertanggungjawaban berkaitan dengan
kesesuaian pelaksanaan dibandingkan dengan ketentuan dalam peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Kegiatan Organisasi dan
pertanggungjawaban mengenai proses manajerial yang berkelanjutan.
2) Akuntabilitas Proses, dengan fokus pertanggungjawaban pada Kebijakan
dan Strategi yang digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang
ditempuh Organisasi mulai dari proses, perumusan “perencanaan”,
“penganggaran”, “pengorganisasian”, sampai dengan “evaluasi” serta
“tindakan-tindakan koreksi” yang telah ditempuh, yaitu mengenai
kesesuaian Kegiatan dengan Misi Organisasi yang bersangkutan.
3) Akuntabilitas Program, dengan fokus pada pencapaian hasil kegiatan
Organisasi, tentang upaya pemberian kepuasan/kenyamanan kepada
pelanggan dan pihak terkait/yang berkepentingan (stakeholder) serta
memberikan dampak positif pada kemajuan/kesejahteraan masyarakat.
Menurut Hopwood, Tomkins, Elwood dalam Mahmudi (2005 : 10)
menyatakan dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga
publik tersebut, antara lain :
1) Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran
Akuntabilitas hokum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga
hukum yang berlaku. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan
terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam menjalankan
organisasi. Sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan
penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi dan
kolusi. Akuntabilitas hukum menuntut penegakan hukum (law
enforcement), sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik
organisasi yang sehat tidak terjadi malpraktik dan maladministrasi.
2) Akuntabilitas Manajerial
Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik
untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif.
Akuntabilitas manajerial dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja
(performance acuntability). Inefisiensi organisasi publik adalah
tanggungjawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan
kepada klien atau customer-nya. Akuntabilitas manajerial juga berkaitan
dengan akuntabilitas proses (process accountability) yang berarti bahwa
proses organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan, dengan kata lain
tidak terjadi inefisiensi dan ketidakefektivan organisasi. Analisis terhadap
akuntabilitas sektor publik akan lebih banyak berfokus pada akuntabilitas
manajerial. Akuntabilitas manajerial merupakan akuntabilitas bawahan
3) Akuntabilitas Program
Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan
yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah
mempertimbangkan alternative program yang memberikan hasil yang
optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga-lembaga publik harus
mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada
pelaksanaan program. Dengan kata lain akuntabilitas program berarti
bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang
bermutu yang mendukung strategi dan pencapaian misi, visi, dan tujuan
organisasi.
4) Akuntabilitas Kebijakan
Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga
publik atas kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dengan
mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan
harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan
itu diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana
yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif)
atas kebijakan tersebut.
5) Akuntabilitas Finansial
Akuntabilitas financial adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga
publik untuk menggunakan uang publik (publik money) secara ekonomi,
korupsi. Akuntabilitas financial menekankan pada ukuran anggaran dan
financial. Akuntabilitas financial sangat penting karena pengelolaan
keuangan publik akan menjadi perhatian utama msyarakat.
Menurut Brautigam yang dikutip oleh Nisjar dalam Nasucha (2004 :
127) mengemukakan akuntabilitas menjadi tiga jenis yaitu : (1) Akuntabilitas
politik berkaitan dengan sistem politik dan sistem pemilihan umum. Sistem
multipartai dinilai lebih mampu menjamin akuntabilitas politik pemerintah
terhadap rakyatnya daripada pemerintahan dengan sistem satu partai. (2)
Akuntabilitas Ekonomi atau Keuangan berarti aparat pemerintah wajib
mempertanggungjawabkan setiap rupiah uan rakyat dalam anggaran
belanjanya yang bersumber dari penerimaan pajak dan retribusi. (3)
Akuntabilitas hukum mengandung arti rakyat harus memiliki keyakinan
bahwa unit pemerintahan dapat bertanggungjawab secara hukum atas segala
tindakannya.
Menurut Chandler and Plano dalam Widodo (2001 : 153) membedakan
akuntabilitas dalam lima macam yaitu :
1) Fiscal accountability, merupakan tanggung jawab atas dana publik yang
digunakan.
2) Legal accountability, merupakan tanggung jawab atas ketaatan dalam
3) Program accountability, merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan
program.
4) Process accountability, merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan
prosedur.
5) Outcome accountability, merupakan tanggung jawab atas hasil
pelaksanaan tugas.
Menurut Lembaga Administrasi Negara dalam Widodo (2001 : 154)
membedakan akuntabilitas menjadi tiga macam, yaitu :
1) Akuntabilitas keuangan, yaitu pertanggungjawaban mengenai integritas
keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan.
2) Akuntabilitas manfaat, yaitu pada dasarnya memberikan perhatian kepada
hasil kegiatan-kegiatan pemerintah.
3) Akuntabilitas prosedural, yaitu pertanggungjawaban mengenai apakah
suatu prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah
mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan
ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan
akhir yang telah ditetapkan.
2.2.3.3 Akuntabilitas pelaya nan publik
Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang ”Petunjuk Teknis Transparansi dan
Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara”. Akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan
publik harus dapat dipertanggung-jawabkan, baik kepada publik maupun
kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya
meliputi :
1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik
a.Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan
proses yang antara lain meliputi : tingkat ketelitian (akurasi),
profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan
aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan
perundang-undangan) dan kedisiplinan.
b.Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar
atau Akta/Janji Pelayanan Publik yang telah ditetapkan.
c.Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara
unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan
dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.
d.Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan
publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.
e.Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan
secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.
f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian
dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak
mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik
a.Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang telah ditetapkan.
b.Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya
pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk
berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari pejabat yang
berwenang.
3. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik
a.Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat
dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk
pelayanan.
b.Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan
c.Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.
2.2.4 Kiner ja
2.2.4.1 Konsep Kiner ja
Menurut Anwar (2000 : 67) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas
dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Sedangkan menurut Keban dalam Hessel (2003 : 1) Kinerja adalah
tingkat pencapaian hasil, atau dengan kata lain kinerja merupakan tingkat
pencapaian tujuan organisasi.
Lain lagi menurut Mahsun (2006 : 25) Kinerja (performance) adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu
kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.
Berdasarkan definisi di atas maka, Kinerja adalah perbuatan/tindakan
yang dilakukan oleh seseorang/organisasi di dalam melakukan/menyelesaikan
2.2.4.2 Faktor -faktor yang Mempengar uhi Kiner ja
Menurut Mahmudi (2010 : 20) Kinerja merupakan suatu konstruk
multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :
1. Faktor personal/individual, meliputi : pengetahuan, ketrampilan (skill),
kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh
setiap individu.
2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,
semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.
3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan
oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,
kekompakan dan keeratan anggota tim.
4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur
yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam
organisasi.
5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan
2.2.4.3 Kegunaan Sistem Penila ia n Kiner ja
Menurut Sedarmayanti (2010 : 262) secara spesifik kegunaan sistem
penilaian kinerja sebagai berikut :
1. Sebagai dasar pengambilan keputusan untuk :
a. Mempromosikan pekerjaan yang berprestasi.
b. ”Menindak” pekerjaan yang kurang/tidak berprestasi.
c. Melatih, memutasikan/mendisiplinkan pekerjaan.
d. Memberi/menunda kenaikan imbalan/balas jasa.
e. Berfungsi sebagai masukan pokok dalam penerapan sistem
penghargaan dan pemberian hukuman.
2. Sebagai kriteria untuk melakukan validasi tes/menguji keabsahan suatu
alat tes.
3. Memberikan umpan balik kepada karyawan, sehingga penilaian kinerja
dapat berfungsi sebagai wahana pengembangan pribadi dan
pengembangan karier.
4. Bila kebutuhan pengembangan pekerjaan dapat diidentifikasikan, maka
penilaian kinerja dapat membantu menentukan tujuan program pelatihan.
5. Jika tingkat kinerja karyawan dapat ditentukan secara tepat, maka
2.2.4.4 Aspek-aspek Pengukur a n Kiner ja
Menurut Mahsun (2006 : 31) pengukuran kinerja organisasi sektor
publik meliputi aspek-aspek antara lain :
1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar
pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.
2. Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi
kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan
tersebut.
3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung
dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun
tidak berwujud (intangible).
4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan
berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai
efek langsung.
5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan
akhir dari pelaksanaan kegiatan.
6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik
2.2.5 Pelaya nan Kesehatan
2.2.5.1 Konsep Pelaya nan Kesehatan
Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan
sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara
dan menigkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga dan ataupun masyarakat
(Levely dan Loomba yang dikutip Azwar, 1996 : 35).
Pengertian Pelayanan Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga
binaan Masyarakat Permasyarakatan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1
ayat 4 yang mentebutkan bahwa : Pelayanan Kesehatan adalah upaya
peningkatan kesehatan (promotif), usaha pencegahan (preventif), usaha
penyembuhan penyakit (kuratif), dan usaha pemulihan kesehatan
(rehabilitatif) di bidang kesehatan.
Berdasarkan konsep pengertian pelayanan kesehatan adalah proses
pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung dengan cara
menolong, menyediakan segala sesuatu yang diperlukan orang lain melalui
sarana alat untuk bisa terlaksana, memberikan atau mengadakan keperluan
yang dibutuhkan agar keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial setiap
orang hidup produktif secara ekonomis dengan suatu keadaan seimbang yang
dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha