• Tidak ada hasil yang ditemukan

AKUNTABILITAS KINERJA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMKESMAS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "AKUNTABILITAS KINERJA PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA JAMKESMAS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJO."

Copied!
170
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

NILAM SURYA NINGRUM

NPM. 0741010015

YAYASAN KESEJ AHTERAAN PENDIDIKAN DAN PERUMAHAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” J AWA TIMUR

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

SURABAYA

(2)

rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Akuntabilitas Kiner ja Pelayanan Keseha ta n Bagi Peser ta J amkesmas di RSUD

Ka bupaten Sidoar jo. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi persyaratan

kurikulum Program Studi Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Dra. Diana

Hertati, Msi sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk

memberikan bimbingan, nasehat serta motivasi kepada penulis. Dan penulis juga

mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam

pelaksanaan skripsi ini diantaranya:

1. Ibu Dra. Ec. Hj. Suparwati, MSi, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik

Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur.

2. Bapak DR. Lukman Arif, M.Si, Kepala Program Studi Ilmu Administrasi

Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Pembangunan Nasional

“Veteran” Jawa Timur.

3. Ibu Dra. Susi Hardjati. M. AP, selaku Sekertaris Program Studi Ilmu

Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas

(3)

nya selama ini.

6. Pihak-pihak yang telah membantu dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa penulisan Skripsi ini jauh dari kesempurnaan,

oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan. Akhir kata

semoga dengan skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah wawasan khususnya

bagi penulis dan bagi fakultas pada umumnya serta para pembaca.

Surabaya, Desember 2011

(4)

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

LAMPIRAN-LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 16

1.3. Tujuan Penelitian ... 16

1.4. Manfaat Penelitian ... 17

BAB II KAJ IAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu ... 18

2.2. Landasan Teori ... 22

2.2.1. Pelayanan ... 22

2.2.1.1. Konsep Pelayanan ... 22

2.2.1.2. Asas-asas Pelayanan ... 24

2.2.1.3. Prinsip-prinsip Pelayanan ... 25

2.2.1.4. Unsur-unsur Pelayanan ... 28

2.2.1.5. Teori Tentang Pelayanan ... 30

(5)

2.2.3.1. Konsep Akuntabilitas... 35

2.2.3.2. Jenis Akuntabilitas ... 36

2.2.3.3. Akuntabilitas Pelayanan Publik ... 43

2.2.4. Kinerja ... 45

2.2.4.1. Konsep Kinerja ... 45

2.2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja ... 46

2.2.4.3. Kegunaan Sistem Penilaian Kinerja ... 47

2.2.4.4. Aspek-aspek Pengukuran Kinerja ... 48

2.2.5. Pelayanan Kesehatan ... 49

2.2.5.1. Konsep Pelayanan Kesehatan ... 49

2.2.5.2. Tujuan Pelayanan Kesehatan ... 50

2.2.5.3. Sifat Upaya Penyelenggaraan Pelayanan Kesehatan ... 50

2.2.5.4. Bentuk dan Jenis Pelayanan Kesehatan ... 51

2.2.6. Kemiskinan ... 52

2.2.6.1. Konsep Kemiskinan ... 52

2.2.6.2. Bentuk-bentuk Kemiskinan ... 54

2.2.6.3. Penyebab Kemiskinan ... 55

2.2.6.4. Kategori Orang Miskin ... 58

2.2.6.5. Perangkap Kemiskinan ... 59

(6)

2.2.7.1. Konsep Jaminan Kesehatan Masyarakat ... 66

2.2.8. Kerangka Berpikir ... 68

BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian ... 71

3.2. Fokus Penelitian... 72

3.3. Lokasi Penelitian ... 73

3.4. Sumber Data ... 74

3.5. Jenis Data ... 75

3.6. Teknik Pengumpulan Data ... 75

3.7. Analisis Data ... 78

3.8. Keabsahan Data ... 80

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Diskripsi Tempat Penelitian ... 82

4.1.1. Gambaran Umum RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 82

4.1.2. Visi dan Misi RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 83

4.1.3. Sruktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 84

4.1.4. Karakteristik Pegawai RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 86

4.1.5. Saranana Pendukung Pelayanan RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 90

4.1.6. Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas) ... 96

(7)

b. Kejelasan Aturan Pelayanan ... 122

4.2.1.2. Sumber Daya Manusia ... 125

a. Ketersediaan Tenaga Medis ... 130

b. Profesional Tenaga Medis ... 133

4.2.1.3. Sarana Prasarana... 135

a. Kelengkapan Sarana Prasarana ... 138

b. Standar Sarana Prasarana ... 141

4.3. Pembahasan ... 143

4.3.1. Akuntabilitas Kinerja ... 143

4.3.1.1. Sistem Prosedur ... 146

4.3.1.2. Sumber Daya Manusia ... 148

4.3.1.3. Sarana Prasarana... 150

BAB V KESIMPUL AN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 153

5.2. Saran... 155

(8)

Tabel 1.1 Data Jumlah Masyarakat Miskin di Kabupaten Sidoarjo ... 8

Tabel 1.2 Data Jumlah Peserta Penerima Bantuan Jamkesmas

di Kabupaten Sidoarjo ... 10

Tabel 1.3 Data Jumlah Kunjungan Pasien Jamkesmas di RSUD Kabupaten

Sidoarjo Januari s/d Desember 2010 ... 14

Tabel 4.1 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan

Jenis Kelamin ... 86

Tabel 4.2 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan

Tingkat Pendidikan ... 87

Tabel 4.3 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan

Pangkat Golongan ... 88

Tabel 4.4 Karakteristik Pegawai di RSUD Kabupaten Sidoarjo Berdasarkan

Jenis Pekerjaan ... 89

Tabel 4.5 Sarana Pendukung Pelayanan Berdasarkan Ruangan, Kelas, dan

Tempat Tidur ... 92

Tabel 4.6 Jumlah Kunjungan Pasien Jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo

Januari s/d Desember ... 115

(9)

Gambar 1 Kerangka Berpikir ... 70

Gambar 2 Analisis Data Interaktif ... 80

Gambar 3 Struktur Organisasi RSUD Kabupaten Sidoarjo ... 85

Gambar 4 Alur Prosedur Rawat Jalan Bagi Peserta Jamkesmas ... 100

Gambar 5 Alur Prosedur Rawat Inap dari Rawat Jalan Jamkesmas ... 102

(10)

Lampiran 1 : Matrik Reduksi Data

Lampiran 2 : Daftar Pertanyaan

Lampiran 3 : Tugas Pokok Dan Fungsi RSUD Kabupaten Sidoarjo

Lampiran 4 : Surat Keterangan Penelitian

(11)

PELAYANAN KESEHATAN BAGI PESERTA J AMKESMAS DI RSUD KABUPATEN SIDOARJ O

Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan metode penelitian data penelitian kualitatif yang merupakan kalimat, kata-kata atau gambar adalah menggunakan teknik deskriptif kualitatif dimana dalam penelitian ini digambarkan suatu fenomena dengan jalan mendeskripsikannya. Fenomena dalam penelitian ini adalah mengenai akuntabilitas kinerja bagi peserta jamkesmas yang diberikan belum tercapai dan belum diterapkan sepenuhnya dalam program jaminan kesehatan masyarakat.

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jamkesmas di RSUD Kabupaten Sidoarjo.

Pedoman penelitian ini menggunakan acuan Keputusan Menteri Pendatagunaan Aparatur Negara Nomor : Kep/26/M.PAN/2/2004 Tentang Petunjuk Teknis Transparansi dan Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Program jamkesmas yang diteliti lebih memfokuskan pada akuntabilitas kinerja, karena pelaksanaan akuntabilitas kinerja akan meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, serta kepastian bagi masyarakat miskin yang memerlukan dan yang berhak atas pelayanan masyarakat dalam mencapai kesejahteraan masyarakat.

Situs penelitian ini dilaksanakan di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Fokus dalam penelitian ini ada 3 yaitu 1. Sistem Prosedur yang dilihat berdasarkan secara internal untuk mendukung proses pelayanan yang efektif dan efesien maupun secara eksternal untuk memberikan kualitas dalam kepuasan kepada masyarakat pengguna jamkesmas, 2. Sumber Daya Manusia yang dilihat berdasarkan dengan profesionalisme pegawai dalam memberkan pelayanan kepada pengguna jamkesmas, 3. Sarana Prasarana yang dilihat berdasarkan dengan kelengkapan yang dimiliki sudah sesuai standar pelayanan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Informan dan responden dalam penelitian ini adalah peserta jamkesmas rawat inap dan rawat jalan, Ka.subbag serta petugas loket atau bagian administrasi RSUD Kabupaten Sidoarjo

(12)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Lata r Belakang

Seiring dengan meningkatnya tuntutan transparansi serta akuntabilitas

diberbagai bidang sektor publik, yaitu suatu lembaga dalam menjalankan roda

pemerintahan legitimasinya bersumber dari keputusan masyarakat. Hal

tersebut akan menuntut para penyelenggara pemerintahan untuk menjalankan

tugas-tugasnya secara profesional agar tetap dapat menjaga kepercayaan yang

diberikan oleh masyarakat sehingga tercermin pemerintahan yang bersih

(Nafidah, 2006 : 1).

Reformasi adalah bentuk respon positif untuk menyikapi krisis

multidimensional yang memunculkan paradigma baru, dalam

penyelenggaraan kehidupan bernegara terhadap norma transparansi dan

akuntabilitas publik. Tuntutan dan aspirasi masyarakat tentang

penyelenggaraan pemerintahan, setidaknya telah membawa beberapa hal :

pertama, reformasi sistem politik untuk menuju kehidupan politik yang lebih

demokratis melalui keterlibatan dan partisipasi rakyat dalam proses politik

yang menyangkut kepentingan publik; kedua, tuntutan good governance and

clean government dalam penyelenggaraan negara yang didukung dengan

prinsip dasar kepastian hukum, akuntabilitas, transparansi, keadilan,

(13)

Peran pemerintah dalam menyusun akuntabilitasnya harus transparan

dan dapat menyediakan informasi tentang pengelolaan program-program

pembangunan. Tingkat keberhasilannya secara luas yang mudah diakses,

diketahui, dan dievaluasi oleh pihak-pihak yang berkepentingan, seperti

masyarakat luas, hal tersebut untuk perbaikan program dan strategi

pemerintah kearah yang lebih baik. Sehingga partisipasi masyarakat juga

berpengaruh terhadap kemajuan dan keberhasilan pemerintah di masa yang

akan datang.

Fenomena yang dapat diamati dalam perkembangan sektor publik

dewasa ini adalah semakin menguatnya tuntutan pelaksanaan akuntabilitas

publik oleh organisasi sektor publik (seperti : pemerintah pusat dan daerah,

unit-unit kerja pemerintah departemen dan lembaga-lembaga negara).

Tuntutan akuntabilitas sektor publik terkait dengan perlunya dilakukan

transparasi dan pemberian informasi kepada publik dalam rangka pemenuhan

hak-hak publik (Mardiasmo, 2002 : 20).

Di bidang pemerintahan, masalah pelayanan tidaklah kalah penting,

perannya lebih besar karena menyangkut kepentingan umum, bahkan menjadi

kepentingan rakyat secara keseluruhan. Pelayanan yang diselenggarakan

meningkat kedudukannya dimata masyarakat menjadi suatu hak, yaitu hak atas

(14)

Informasi yang ditemukan secara langsung dan melalui berbagai

media massa cetak maupun elektronik seringkali mengungkapkan berbagai

kelemahan pelayanan pemerintah yang mencerminkan ketidakpuasan

masyarakat terhadap pelayanan tersebut. Pelayanan yang mahal, kaku dan

berbelit-belit, sikap dan tindakan aparat, pelayanan yang suka menuntut

imbalan, kurang ramah, arogan, lambat dan fasilitas pelayanan yang kurang

memuaskan dan sebagainya, ini merupakan fenomena-fenomena yang kerap

kali mewarnai proses hubungan antara pemerintah dan masyarakat berkaitan

dengan proses pelayanan. (effendi dalam Widodo, 2001 : 156).

Kehidupan masyarakat yang semakin kompleks menuntut adanya

suatu pelayanan yang semakin berkualitas, yang mana dalam hal ini

pemerintah sebagai penyedia harus lebih intensif didalam memperhatikan

pelayanan tersebut karena diberbagai kesempatan pemerintah senantiasa

menjanjikan pelayanan yang memuaskan kepada masyarakat, namun dalam

kenyataannya belum dilaksanankan secara optimal.

Pelayanan dan kepuasan merupakan dua hal yang tidak dapat

dipisahkan, karena dengan adanya kepuasan maka pihak terkait dapat saling

mengkoreksi sampai dimana pelayanan yang diberikan apakah bertambah baik

atau buruk. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh setiap aparat petugas dalam

(15)

adalah pelayanan yang dilakukan berdasarkan ketentuan yang berlaku dan dapat

memahami apa yang diminta masyarakat dari jurusan pelayanan itu sendiri.

Berdasarkan Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H dan pasal 34

tentang Kesehatan, menetapkan bahwa setiap orang berhak mendapatkan

fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.

Karena itu setiap individu, keluarga dan masyarakat berhak memperoleh

perlindungan terhadap kesehatannya, dan negara bertanggung jawab mengatur

agar terpenuhi hak hidup sehat bagi penduduknya termasuk bagi masyarakat

miskin dan tidak mampu. Derajat kesehatan masyarakat miskin yang masih

rendah tersebut diakibatkan karena sulitnya askes dalam pelayanan kesehatan.

Kesulitan akses pelayanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti tidak

adanya kemampuan secara ekonomi dikarenakan biaya kesehatan memang

mahal.

Tujuan dari pembangunan kesehatan sebagaimana yang ditegaskan

dalam Undang-undang Republik Indonesia No. 23 Tahun 1992 tentang

kesehatan, yaitu : “pembangunan kesehatan yang bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal”. Dalam

Undang-undang tersebut ditegaskan bahwa tiap-tiap warga negara Republik

Indonesia berhak memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya itu

(16)

dalam arti tersedianya sumber daya dan sarana pelayanan di seluruh wilayah

sampai daerah terpencil yang mudah dijangkau oleh seluruh masyarakat,

termasuk fakir miskin, orang terlantar, dan orang kurang mampu guna

mencapai hasil yang optimal.

Disahkannya Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem

Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN) pada tanggal 19 Oktober 2004 memberi

landasan hukum terhadap kepastian perlindungan dan kesejahteraan sosial

bagi seluruh rakyat Indonesia. Berdasarkan definisi jaminan sosial yang

dimaksud dalam UU SJSN, dengan tujuan setiap individu, keluarga dan

masyarakat memperoleh perlindungan terhadap kesehatannya. Seluruh warga

negara akan mendapatkan jaminan sosial dalam bentuk asuransi. Bagi

masyarakat kurang mampu, premi asuransinya tentu saja ditanggung oleh

negara. Dengan sistem seperti ini, setiap warga negara dan pemerintah tidak

akan lagi dipusingkan dengan biaya kesehatan yang cukup tinggi.

Masalah kemiskinan merupakan masalah yang selalu ada pada setiap

negara, meskipun zaman telah memasuki era globalisasi namun tidak dapat

dipungkiri masalah kemiskinan selalu menjadi penghambat kemajuan tiap-tiap

negara. Permasalahan kemiskinan tidak hanya terdapat di negara-negara

berkembang saja bahkan di negara maju juga mempunyai masalah dengan

kemiskinan. Kemiskinan tetap menjadi masalah yang rumit, walaupun fakta

(17)

besar dibanding dengan negara maju. Hal ini dikarenakan negara berkembang

pada umumnya masih mengalami persoalan keterbelakangan hampir di segala

bidang, seperti teknologi, kurangnya akses-akses ke sektor ekonomi, dan lain

sebagainya.

Dampak kemiskinan dapat dikaitkan dengan bermacam-macam hal

yaitu, kesehatan dan penyakit adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari

permasalahan kemiskinan, kecuali dilakukan intervensi pada salah satu atau

kedua sisi, yakni pada kemiskinannya atau penyakitnya. Kemiskinan

mempengaruhi kesehatan sehingga orang miskin menjadi rentan terhadap

berbagai macam penyakit, karena mereka mengalami gangguan seperti

menderita gizi buruk, pengetahuan kesehatan berkurang, perilaku kesehatan

kurang, lingkungan pemukiman yang buruk, biaya kesehatan tidak tersedia.

Sebaliknya kesehatan juga mempengaruhi kemiskinan, masyarakat yang sehat

menekan kemiskinan karena orang yang sehat memiliki kondisi tingkat

pendidikan yang maju, stabilitas ekonomi mantap, investasi dan tabungan

memadai sehingga orang yang sehat dapat menekan pengeluaran untuk

berobat (www.jpkm-online.net, 23 Mei 2011).

Untuk menjamin akses masyarakat miskin terhadap pelayanan

kesehatan, maka pemerintah Republik Indonesia melaksanakan Program

Askes melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor

332/MENKES/SK/V/2006 tentang Penyelenggaraan Jaminan Pemeliharaan

(18)

Departemen Kesehatan melalui penugasan kepada PT. Askes (persero)

berdasarkan SK Nomor 1241/MENKES/SK/XI/2004, tentang penugasan

kesehatan bagi masyarakat miskin. Program ini terus diupayakan untuk

ditingkatkan melalui perubahan-perubahan setiap tahun.

Perubahan mekanisme yang paling mendasar adalah adanya pemisahan

peran pembayar dengan verifikator melalui penyaluran dana langsung ke

Pemberi Pelayanan Kesehatan (PPK) dari Kas Negara, penggunaan tarif paket

Jaminan Kesehatan Masyarakat di Rumah Sakit, penempatan pelaksana

verifikasi di setiap Rumah Sakit, pembentukan Tim Pengelola dan Tim

Koordinasi tingkat Pusat, Propinsi, dan Kabupaten/Kota serta penugasan PT.

Askes (Persero) dalam manajemen kepesertaan, untuk menghindari kesalahan

pahaman dalam penjaminan kesehatan terhadap masyarakat miskin yang

meliputi sangat miskin, miskin dan mendekati miskin. Program Askeskin

berganti nama menjadi Jaminan Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya

disebut JAMKESMAS dengan tidak ada perubahan jumlah sasaran yang telah

dituangkan dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

686/MENKES/SK/VI/2010 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program

Jaminan Kesehatan Masyarakat (www.jpkm-online.net, 23 Mei 2011).

Peserta Program pelayanan Kesehatan yang dijamin pemerintah

Propinsi Jawa Timur dan Kabupaten/Kota adalah setiap penduduk miskin

(kuota dan non kuota) Jawa Timur yang memiliki Kartu Tanda Penduduk

(19)

Sementara itu jumlah masyarakat di Kabupaten Sidoarjo terdapat 1.945.252

jiwa sedangkan dari jumlah diatas terdapat masyarakat miskin atau tidak

mampu. Berikut data masyarakat miskin di Kabupaten Sidoarjo, tersebut pada

tabel 1.1 dibawah ini :

Tabel 1.1

Data J umlah Masyar aka t Miskin Di Kabupaten Sidoar jo

No. Kecamatan Jumlah Jiwa

1 Kec. Sidoarjo 19.834

2 Kec. Buduran 7.440

3 Kec. Candi 14.143

4 Kec. Porong 10.864

5 Kec. Krembung 14.479

6 Kec. Tanggulangin 10.430

7 Kec. Tulangan 10.659

8 Kec. Jabon 8.783

9 Kec Krian 16.219

10 Kec. Wonoayu 10.174

11 Kec. Prambon 9.286

12 Kec. Balongbendo 10.851

13 Kec. Tarik 7.223

Berdasarkan tabel diatas menjelaskan bahwa jumlah masyarakat

(20)

jiwa, dan yang mendapatkan bantuan kesehatan jamkesmas (kuota) dengan

jumlah 193.394 jiwa pada tahun 2011.

Dengan adanya masyarakat miskin terlalu banyak maka masyarakat

sulit mendapatkan pelayanan kesehatan. kondisi ini tentunya bisa digunakan

sebagai acuan dalam program jamkesmas agar masyarakat miskin

mendapatkan pelayanan dengan lebih mudah dan lebih baik tidak dipungut

biaya. Tujuan dari jamkesmas diharapkan dapat memberikan kontribusi

meningkatkan umur harapan hidup bangsa Indonesia, menurunkan angka

kematian, disamping itu dapat terlayaninya kasus-kasus kesehatan peserta

jamkesmas di Sidoarjo. (Pedoman Pelaksanaan Jaminan Kesehatan

Masyarakat Tahun 2011)

Departemen kesehatan telah melaksanakan penjaminan pelayanan

kesehatan masyarakat sangat miskin, miskin, dan tidak mampu dalam

program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Masyarakat miskin

peserta Jamkesmas (Maskin Kuota) di jamin pembiayaannya dari pemerintah

melalui dana APBN. Data masyarakat miskin yang menerima bantuan di

(21)

Tabel 1.2

Data J umlah Peser ta Pener ima Bantuan J amkesmas

Di Kabupaten Sidoar jo

No. Kecamatan Jumlah Jiwa

1 Kec. Sidoarjo 14.677

12 Kec. Balongbendo 10.688

13 Kec. Tarik 7.154

Berdasarkan tabel diatas menjelaskan bahwa berikut data masyarakat

yang telah terdaftar sebagai peserta Jamkesmas sebanyak 193.394 jiwa pada

tahun 2011.

Dengan adanya jumlah peserta Jamkesmas yang masuk kuota

sebanyak 193.394 jiwa pada tahun 2011, yang diiringi dengan meningkatnya

(22)

dan kesehatan, serta perkembangan harapan pasien terhadap akuntabilitas

pelayanan, menyebabkan pasien menjadi semakin kritis dalam memilih

tempat dimana akan diberi pengobatan dan perawatan.

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat hendaknya dibangun untuk

dapat mengatasi ketidakadilan dan sekaligus untuk membenahi

ketidakmampuan sistem pelayanan kesehatan dalam menyelenggarakan

pelayanan kesehatan yang semakin rumit dan mahal. Penyelenggaraan

pelayanan kesehatan yang semakin kompleks menuntut kapasitas pengelolaan

yang kuat. Sistem pelayanan kesehatan yang padat teknologi dan semakin

mahal menuntut penanganan yang profesional yang diselenggarakan oleh

institusi yang handal dan menuntut metoda penyelenggaraan yang mampu

bekerja efektif, efisien, dan sekaligus memuaskan. Apabila tidak adanya sikap

profesional dari petugas kesehatan itu sendiri dalam melaksanakan tanggung

jawabnya maka akan mempengaruhi proses pelayanan kesehatan.

Dengan adanya sikap yang kurang profesional dari petugas kesehatan

yang melayanani langsung pasien peserta jamkesmas dalam administrasi akan

berpengaruh dalam proses pelayanan administrasi di RSUD Kabupaten

Sidoarjo. Sesuai dengan fenomena dibawah ini :

(23)

adanya program pelayanan kesehatan geratis, yang mana itu sudah menjadi hak daripada masyarakat miskin secara umum yang ada di kabupaten sidoarjo untuk mendapatkan jamkesmas. Sehingga tidak

menjadikan trauma pada masyarakat dalam melakukan

pengobatan”, (www.dkrsidoarjo.com, 25 Mei 2011).

Berdasarkan fenomena diatas pada dasarnya pasien Jamkesmas juga

mempunyai hak untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Akan tetapi, hal ini

belum sepenuhnya disadari, terutama bagi petugas kesehatan rumah sakit yang

melayani pengguna Jamkesmas selalu menganggap dirinya jauh diatas pasien,

sangat dibutuhkan pasien, dan serba tahu tentang cara penyembuhan pasien.

Hal ini seharusnya dapat ditangani agar lebih memperhatikan kepentingan

pasien Jamkesmas untuk mendapatkan pelayanan kesehatan di rumah sakit

yang sesuai haknya.

Adapun masalah diatas yang terkait dengan masih kurangnya

profesionalisme kepada warga tentang program Jamkesmas. Dibawah ini juga

ada kasus yang berbeda yaitu tentang kinerja yang diberikan kepada peserta

Jamkesmas, yaitu sesuai fenomena dibawah ini :

(24)

Berdasarkan fenomena diatas pada dasarnya pasien Jamkesmas

memerlukan informasi yang tepat tentang kejelasan pelayanan yang didapat

dan sikap profesionalisme dari petugas kesehatan yang menangani jamkesmas

di RSUD Kabupaten Sidoarjo. Dengan demikian dapat meningkatkan citra

dari rumah sakit dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan.

Rumah Sakit dalam Jamkesmas rumah sakit adalah instansi yang

berperan penting dalam pelaksanaan pelayanan kesehatan karena melalui

Rumah Sakit pasien dapat menggunakan fasilitas Program Jamkesmas untuk

mendapatkan penanganan yang lebih serius. Apabila Rumah Sakit masih

menemui kendala dalam pelaksanaan Jamkesmas Kesehatan Masyarakat

(JAMKESMAS) maka bagaimana program ini akan berjalan dengan baik.

Pelayanan yang cepat dan tepat, biaya pengobatan yang murah, serta

sikap tenaga medis yang ramah dan komunikatif adalah sebagian dari tuntutan

pasien terhadap rumah sakit. Cerita mengenai buruknya pelayanan di rumah

sakit masih sering terdengar. Terlebih lagi sikap dari pihak rumah sakit yang

terkesan membeda-bedakan pelayanan yang diberikan terhadap pasien

pengguna Jamkesmas dengan pasien yang menggunakan biaya sendiri untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan.

Pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin, bukan berarti

masyarakat miskin harus menghadapi berbagai macam persoalan tentang

perlakuan dari petugas rumah sakit atau pelayanan yang ala kadarnya dan

(25)

kesehatan tingkat lanjut. Berikut data kunjungan pasien Jamkesmas di RSUD

Sidoarjo, tersebut pada tabel 1.3 dibawah ini :

Tabel 1.3

Data J umla h Kunjungan Pasien J amkesmas di RSUD Sidoar jo J anua r i s/d Desember 2010

Sumber : Administrasi Jamkesmas RSUD Sidoarjo Tahun 2011

Berdasarkan tabel diatas menjelaskan jumlah peserta jamkesmas yang

menggunakan pelayanan RITL (Rawat Inap Tingkat Lanjut) dan RJTL (Rawat

Jalan Tingkat Lanjut) di RSUD Kabupaten Sidoarjo dengan jumlah

keseluruhan sebanyak 16.288 peserta pada tahun 2010.

Dengan adanya kunjungan dari peserta jamkesmas untuk mendapatkan

pelayanan kesehatan, yang diiringi dengan meningkatnya perkembangan

(26)

pelayanan kesehatan tingkat lanjut (RITL dan RJTL) berdasarkan rujukan dari

puskesmas dan antar rumah sakit daerah. Tujuan dari pelaksanaan pelayanan

jamkesmas di rumah sakit dapat terwujudnya pelayanan kesehatan yang

bermutu dan hemat. Rumah sakit menjadi rujukan untuk meningkatkan akses

mutu pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat agar tercapai derajat

kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif dan effisien.

Sesuai dengan tujuan Sistem Jaminan Sosial Nasional untuk

memberikan jaminan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi

setiap peserta dan/atau anggota keluarganya. Dengan tujuan khusus untuk

meningkatkan cakupan masyarakat miskin dan tidak mampu yang mendapat

pelayanan kesehatan di Rumah Sakit, lalu untuk meningkatkan kualitas

pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin yang transparan dan akuntabel.

Sesuai masalah-masalah dalam pelaksanaan program jamkesmas yang telah

dijelaskan diatas khususnya dalam wilayah kota Sidoarjo.

Dalam hal ini peneliti tertarik untuk meneliti bagaimana akuntabilitas

kinerja pelayanan kesehatan bagi peserta jaminan kesehatan masyarakat

(JAMKESMAS) di RSUD Kabupaten Sidoarjo, dimana RSUD Kabupaten

Sidoarjo merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan yang mempunyai

fasilitas lengkap. Dengan jumlah kunjungan pasien baik pasien rawat jalan

maupun pasien rawat inap terus meningkat. Akan tetapi, peningkatan jumlah

(27)

pihak rumah sakit, sehingga banyak sekali pasien yang mengeluh tentang

buruknya pelayanan yang diberikan oleh rumah sakit. Terutama adanya

perbedaan pelayanan kesehatan yang diberikan oleh pihak rumah sakit

terhadap pasien Jamkesmas dan pasien umum.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya mewujudkan akuntabilitas yang

belum tercapai dan diterapkan sepenuhnya dalam program jaminan kesehatan

masyarakat, maka timbul ketertarikan untuk mengadakan penelitian dengan

ingin mengetahui apakah akuntabilitas kinerja bagi peserta Jamkesmas di

RSUD Kabupaten Sidoarjo juga dilakukan sesuai dengan peraturan

pemerintah.

1.2 Per umusa n Ma salah

Berdasarkan latar belakang penelitian ini maka penulis merumuskan

masalah sebagai berikut :

“ Bagaimana Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta

Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di RSUD Kabupaten

Sidoarjo? “

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jaminan

(28)

1.4 Ma nfa at dan Kegunaa n Peneitian

1. Bagi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Relevansi yang diharapkan dari penelitian ini untuk Program Studi Ilmu

Administrasi Negara adalah mengenai kebijakan publik. Kebijakan publik

adalah suatu keputusan yang di buat oleh pemerintah yang terkait dengan

lingkungannya dan mempunyai hasil akhir untuk dicapai.

2. Bagi Dinas Kesehatan dan RSUD Kabupaten Sidoarjo.

Untuk bahan pertimbangan dan evaluasi sejauhmana Akuntabilitas Kinerja

Pelayanan Kesehatan Bagi Peserta Jaminan Kesehatan Masyarakat

(JAMKESMAS) di Wilayah Kerja RSUD Kabupaten Sidoarjo.

3. Bagi Penulis.

Untuk menambah ilmu pengetahuan sekaligus menambah wawasan secara

nyata sehingga dapat dijadikan bahan referensi yang berharga bagi

(29)

2.1 Penelitian Ter dahulu

Penelitian yang berkaitan dengan akuntabilitas pada suatu instansi

belum banyak dilakukan. Artikel maupun jurnal yang mendukung penelitian

ini masih jarang, namun menjadi hal yang hangat untuk diperbincangkan.

1. Septa Tetty, (2007) Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Pembangunan Nasional dengan judul Akuntabilitas

Manajerial di Kabupaten Nganjuk (Studi pada Asisten Tata Praja

Sekretariat Daerah Kabupaten Nganjuk). Penelitian ini dilator belakangi

dengan temuan Governance and Decentralization Survey 2002 (GDS

2002) menempatkan Indonesia di urutan ke-98 antara 102 negara dalam

hal korupsi, hal ini terbukti masih tingginya tingkat korupsi yang terjadi

di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif yang meliputi manajerial pada Asisten Tata Praja

Sekretariat Daerah Kabupaten Nganjuk, yaitu akuntabilitas manajerial

melalui 3 fokus penelitian yaitu dana, asset/harta kekayaan, dan pegawai.

Hasil dari penelitian pada Asisten Tata Praja Sekretariat Daerah

Kabupaten Nganjuk dalam hal Dana dimana sumber dana yang dipakai

(30)

penyusunan dana sesuai dengan Kepmendagri no. 29 tahun 2002, dan

dalam penyusunan tersebut ada partisipasi dari bawah-atas (Bottom-up)

dan juga koordinasi, selain itu pertanggungjawaban sudah dilakukan

dengan bentuk pembuatan SPj (Surat Pertanggungjawaban) disamping itu

ada pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat yang berwenang. Dalam hal

Asset/Harta kekayaan pengadaan telah sesuai dengan prosedur yang

berlaku, dimana pemeliharaan dilakukan oleh masing-masing unit kerja,

dan penghapusan pada tahun 2006 tidak dilaksanakan sebab tidak ada

barang yang rusak, pemanfaatan asset digunakan untuk pelaksanaan

kegiatan di Asisten Tata Praja, pertanggungjawaban juga dilaksanakan

dengan pembuatan laporan setiap enam bulan sekali terhadap

perkembangan asset dan juga ada pemeriksaan oleh pejabat yang

berwenang. Sedangkan dalam hal pegawai, Job diskription telah sesuai

dengan latar belakang pegawai yang memegang jabatan, pembinaan telah

dilakukan baik kedinasan maupun non kedinasan, dan

pertanggungjawaban dilakukan secara langsung kepada pejabat diatasnya

dan penilaian pegawai dalam bentuk satu tahun DP3.

2. Mardiasmo (2006) berjudul “Perwujudan Transparansi dan Akuntabilitas

Publik Melalui Akuntasi Sektor Publik : Suatu Sarana “Good

Governance”. Dalam riset tersebut menjelaskan bahwa manajemen

bertanggung jawab kepada masyarakat karena dana yang digunakan

(31)

(diperoleh dengan mendayagunakan potensi keuangan daerah sendiri),

maupun tidak langsung (melalui mekanisme perimbangan keuangan).

Pola pertanggungjawaban pemerintah daerah sekarang ini lebih bersifat

horizontal dimana pemerintah daerah bertanggungjawab baik terhadap

DPRD daripada masyarakat luas (Mardiasmo, 2003a). Menurutnya, good

governance akan tercapai jika lembaga pemeriksa berfungsi dan tertata

dengan baik. Salah satunya dengan memperluas cakupan audit, tidak

hanya audit keuangan, tetapi juga Value for Money (VFM) audit atau

sering disebut dengan performance audit. Audit kinerja merupakan suatu

proses sistematis untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara

obyektif, agar dapat dilakukan penilaian secara independen atas ekonomi

dan efesiensi operasi serta efektivitas dalam pencapaian hasil yang

diinginkan, dan kepatuhan terhadap kebijakan, peraturan dan hokum yang

berlaku. Tujuan memperkuat VFM audit adalah meningkatkan

akuntabilitas sektor publik. Hal ini penting untuk mendukung

pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal. Nantinya DPRD,

menteri-menteri dan lembaga-lembaga pemerintahan, baik di pusat

maupun daerah harus memberikan pertanggungjawaban kepada

masyarakat, dan akhirnya akuntabilitas publik merupakan bagian penting

dari sistem politik dan demokrasi.

3. Happy Fitri, (2006) Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

(32)

Kantor Pelayanan dan Bea Cukai Juanda. Penelitian ini di latarbelakangi

dengan memperhatikan fenomena tingginya tingkat korupsi di Indonesia

yang disampaikan hasil survey transparency international yang

disebabkan oleh rendahnya kinerja aparatur publik. Metode yang

digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kualitatif yang meliputi

kinerja di KPBC Juanda dengan menggunakan sistem pengukuran

Balanced scorecard, yaitu sistem pengukuran kinerja melalui 4

perspective yaitu financial perspective, custumer perspective, internal

business, process perspective dan learning and growth perspective. Hasil

dari penelitian di KPBC Juanda dalam tahap financial perspective, kinerja

KPBC Juanda dinilai sudah bagus, hal ini dibuktikan dengan tercapainya

target penerimaan yang meningkat disbanding tahun sebelumnya. Sisi

lain pada tahap ini adalah laporan keuangan yang jelas dan terperinci

yang menunjukkan adanya upaya penghematan dan pemanfaatan aktiva.

Pada fokus kedua yaitu customer perspective, kinerja KPBC Juanda

dinilai kurang bagus. Dalam hal ini pangsa pasar, akuisisi, retensi dan

profitabilitas pelanggan sudah bagus, namun pada sisi kepuasan

pelanggan dinilai masih kurang karena prosedur permohonan pengurusan

dokumen yang agak lama dan panjang. Pada fokus ketiga yaitu internal

bussnies perspective, kinerja KPBC Juanda dinilai sudah bagus, inovasi

dilakukan dengan upaya peningkatan pelayanan, sedangkan pada tahap

(33)

dengan Kep.Men.Pan Nomor 63 tahun 2003 tentang Pedoman Umum

Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Pada fokus keempat, yaitu tentang

learning and growth perspective dinilai sudah bagus, karena adanya upaya

peningkatan kualitas SDM yang dilakukan dengan diklat, program PPKP

serta pemberian motivasi kepada pegawai.

Penelitian terdahulu lebih memfokuskan pada akuntabilitas pelayanan

di instansi publik sedangkan pada penelitian ini lebih memfokuskan pada

akuntabilitas kinerja pelayanan kesehatan. Sehingga perbedaan penelitian ini

dengan penelitian terdahulu yaitu pada fokus kajiannya. Disamping itu

penelitian terdahulu lebih melihat akuntabilitas pelayanan di instansi publik,

tetapi pada penelitian ini lebih melihat akuntabilitas kinerja pelayanan

kesehatan dalam rumah sakit umum daerah.

2.2 Landasa n Teor i

2.2.1 Pelaya nan

2.2.1.1 Konsep Pelayana n

Menurut Soegiarto (2002 : 36) pelayanan diartikan sebagai suatu

tindakan yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan orang lain yang

tingkatan pemuasnya hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani

(34)

Menurut Ratminto dan Winarsih (2006 : 5) pelayanan publik adalah

segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa

publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh

instansi pemerintah dipusat, di daerah dan lingkungan Badan Usaha Milik

Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan

kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan

perundang-undangan.

Menurut Boediono (2003 : 60) pelayanan adalah suatu proses bantuan

kepada orang lain dengan cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan

hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan.

Berdasarkan pemikiran tentang pelayanan tersebut maka dapat diketahui

bahwa pelayanan merupakan kegiatan yang sifatnya untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat. Dari pengertian diatas, ada dua pihak yang terlibat

didalamnya yaitu pelayan (servant) dan pelanggan (customer). Dalam hal ini

pelayan merupakan pihak yang menyediakan layanan bagi kebutuhan

customer (masyarakat).

Menurut peraturan daerah Provinsi Jawa Timur No. 11 tahun 2005

tentang pelayanan publik di Provinsi Jawa Timur pelayanan publik adalah

segala kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan dasar sesuai dengan

(35)

pelayanan administrasi yang disediakan oleh penyelenggara yang terkait

dengan kepentingan publik.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat disimpulkan bahwa

pelayanan publik adalah pelayanan yang dilakukan oleh penyelenggara

pelayanan publik yaitu instansi pemerintah untuk memenuhi kebutuhan

layanan sesuai dengan hak-hak dasar setiap warga negara dan penduduk atas

suatu barang, jasa dan pelayanan administrasi yang tingkatan pemuasnya

hanya dapat dirasakan oleh orang yang melayani maupun dilayani. Sehingga

penerima mendapatkan haknya melalui sistem prosedur dan metode tertentu

sesuai dengan perundang-undangan.

2.2.1.2 Asas-Asas Pelaya nan

Menurut Ratminto (2005 : 19) asas-asas pelayanan publik terdiri dari :

1. Transparan

Bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang

membutuhkan dan disediakan secara memadai serta secara mudah

dimengerti.

2. Akuntabilitas

Dapat dipertanggung jawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan

(36)

3. Kondisional

Sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan

dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektifitas.

4. Partisipasi

Mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan

publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan

masyarakat.

5. Kesamaan Hak

Tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama,

golongan, gender dan status ekonomi.

6. Keseimbangan Hak dan Kewajiban

Pemberi dan penerima pelayan publik harus memenuhi hak dan kewajiban

masing-masing pihak.

2.2.1.3 Pr insip-pr insip Pelaya nan

Menurut Islami (2004 : 4) dalam bukunya “Manajemen pelayan

publik” setiap petugas pelayanan harus memahami beberapa prinsip pokok

(37)

1. Prinsip Kesederhanaan

Prosedur pelayanan publik tidak berbelit-belit, mudah dipahami, dan

mudah dilaksanankan.

2. Kejelasan

a. Persyaratan teknis dan administratif pelayanan publik.

b. Unit kerja atau pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab dalam

memberikan pelayanan dan penyelesaian keluhan atau persoalan atau

sengketa dalam pelaksanaan pelayanan publik.

c. Rincian biaya pelayanan publik dan tatacara pembayaran.

3. Kepastian Waktu

Pelaksanaan pelayanan publik dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang

telah ditentukan.

4. Akurasi

Produk pelayanan publik diterima dengan benar, tepat dan sah.

5. Keamanan

Proses produk pelayanan publik memberikan rasa aman dan kepastian

(38)

6. Tanggung Jawab

Pimpinan penyelenggara pelayanan publik atau pejabat yang ditunjuk

bertanggung jawab atas penyelenggaraan pelayanan dan penyelesaian

keluhan atau persoalan dalam pelaksanaan pelayanan publik.

7. Kelengkapan sarana dan prasaran

Tersedianya sarana dan prasarana kerja, peralatan kerja dan pendukung

lainya yang memadai termasuk penyedia sarana teknologi telekomunikasi

dan informatika (telematika).

8. Kemudahan Akses

Tempat dan lokasi serta sarana pelayanan yang memadai, mudah

dijangkau oleh masyarakat dan dapat memanfaatkan teknologi,

telekomunikasi dan informatika.

9. Kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan

Pemberi pelayanan harus bersikap disiplin, sopan dan santun, ramah, serta

memberikan pelayanan dengan ikhlas.

10.Kenyamanan

Lingkungan pelayanan harus tertib, teratur, disediakan ruang tunggu yang

nyaman, bersih, rapi, lingkungan yang indah dan sehat serta dilengkapi

dengan fasilitas pendukung pelayanan seperti parkir, toilet, tempat ibadah

(39)

2.2.1.4 Unsur -Unsur Pelaya nan

Menurut Moenir H.A.S (2001 : 8) dalam bukunya ‘manajemen

pelayanan umum” ada enam factor dalam mewujudkan pelaksanaan pelayanan

antara lain :

1. Faktor Kesadaran

Faktor ini menunjukan suatu keadaan pada jiwa seseorang yaitu

merupakan titik tentu dari berbagai pertimbangan sehingga diperoleh

suatu keyakinan, ketenangan, ketetapan hati, dan keseimbangan dalam

jiwa yang bersangkutan sebagai pangkal tilak untuk perbuatan yang akan

dilakukan.

2. Faktor Aturan

Aturan adalah peranan penting dalam segala tindakan dan perbuatan

orang. Pada faktor manusia merupakan subyek aturan ditujukan pada hal

yang penting yaitu :

a. Kewenangan.

b. Pengetahuan dan pengalaman.

c. Kemampuan berbahasa dan bertutur kata.

d. Pemahaman pelaksanaan.

(40)

3. Faktor Organisasi

Adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan

pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain baik dalam bentuk uang

maupun fasilitas dalam jangka tertentu.

4. Faktor Pendapatan

Adalah seluruh penerimaan seseorang sebagai imbalan atas tenaga dan

pikiran yang telah dicurahkan untuk orang lain baik dalam bentuk uang

maupun fasilitas dalam jangka tertentu.

5. Faktor Kemampuan dan Ketrampilan

Adalah keadaan seseorang yang dapat melaksanakan pekerjaan atas dasar

ketentuan yang ada.

6. Faktor Sarana Pelayanan

Adalah segala jenis peralatan, perlengkapan kerja dan fasilitas lain yang

berfungsi sebagai alat utama atau pembantu dalam rangka memenuhi

pekerjaan dan fungsi social dalam rangka memenuhi kepentingan

konsumen.

Fungsi pelayanan adalah :

a. Mempercepat proses pelaksanan pekerjaan, sehingga dapat

menghemat waktu.

(41)

c. Kualitas produk yang lebih baik.

d. Ketetapan susunan dan stabilitas ukuran terjamin.

e. Lebih mudah dalam gerak pelakunya.

f. Menimbulkan rasa nyaman bagi orang-orang.

g. Menimbulkan rasa puas pada orang-orang yang berkepentingan.

2.2.1.5 Teor i Tenta ng Pelayana n

Zeithaml, Parasuraman dan Berry (1990 : 26) dalam Suparto (Wijoyo :

2006), menyebutkan ada lima hal yang berkaitan dengan kualitas pelayanan,

yaitu :

1) Keandalan (Reability)

Berkaitan dengan kemampuan dalam memberikan pelayanan dengan

segera dan memuaskan.

2) Daya Tanggap (Responsiveness)

Berkaitan dengan keinginan para staff untuk membantu para pelanggan

dan memberikan pelayanan dengan tanggap.

3) Jaminan (Assurance)

Berkaitan dengan adanya kemampuan, kesopanan dan sifat yang dapat

dipercaya yang dimiliki setiap petugas atau pegawai, bebas dari bahaya,

(42)

4) Empati (Emphaty)

Berkaitan dengan melakukan kemudahan, suatu komunikasi yang baik dan

jelas serta dapat memahami apa yang menjadi kebutuhan para pasien.

5) Berwujud (Tangibles)

Berkaitan dengan adanya fasilitas fisik, perlengkapan petugas atau

pegawai dan sasaran.

2.2.2 Kualitas Pelaya nan

2.2.2.1 Konsep Kualitas Pelayanan

Menurut Goetch dan Davis dalam Ariani (2003 : 8) kualitas adalah

suatu kondisi dinamis yang berkaitan dengan produk, pelayanan, orang,

proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi apa yang diharapkan.

Feigenbaum dalam Nasution (2000 : 3) mengemukakan bahwa

kualitas adalah kepuasan pelanggan sepenuhnya (full customer satisfaction).

Suatu produk berkualitas apabila dapat memberikan kepuasan sepenuhnya

kepada konsumen sesuai dengan apa yang diharapkan.

Menurut Gasperz (2002 : 181) kualitas pelayanan sering diartikan

sebagai segala sesuatu yang memuaskan pelanggan terhadap persyaratan atau

(43)

Menurut Barata (2003 : 6) kualitas pelayanan dapat dipandang dari

dua perspektif yaitu internal berkaitan dengan interaksi jajaran pegawai

organisasai atau perusahaan dengan berbagai fasilitas yang tersedia, kualitas

eksternal didasarkan pada penyedia jasa dan penyediaan barang. Poin yang

penting adalah ukuran kualitas pelayanan bukan hanya ditentukan oleh pihak

yang dilayani, karena merekalah yang menikmati layanan sehingga dapat

menggukur kualitas pelayanan berdasarkan harapan-harapan mereka dalam

memenuhi kepuasan.

Dari beberapa definisi di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas

pelayanan adalah segala upaya yang dilakukan organisasi dalam memenuhi

keinginan atau kebutuhan pelanggan dengan berdasarkan pada standar dan

asas-asas pelayanan. Jadi kualitas pelayanan merupakan hal yang memegang

peranan penting dalam membentuk persepsi pelanggan sehingga organisasi

baik publik maupun swasta berlomba-lomba untuk dapat menarik pelanggan

dengan layanan yang dihasilkan karena pelayanan sering kali membentuk

image masyarakat terhadaporganisasi pelayanan publik.

2.2.2.2 Dimensi Kualitas Pelaya nan

Menurut pendapat Berry dan Parasuraman dalam Nasution (2004 : 5)

mengidentifikasi lima kelompok karakteristik yang digunakan oleh para

(44)

1. Bukti Langsung (Tangibles)

Melipiti fasilitas fisik, pelengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.

2. Keandalan (Reliability)

Yaitu kemampuan memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan segera

dan memuaskan.

3. Daya Tanggap (Responsiveness)

Yaitu keinginan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberi

pelayanan dengan tanggap.

4. Jaminan (Assurance)

Mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki

para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keraguan.

5. Empati (Emphaty)

Kemudahan dalam melakukan hubungan, komunikasi yang baik dan

memahami kebutuhan para pelanggan.

Menurut Gasperz dalam lukman (2002 : 2) ada beberapa dimensi atau

atribut yang harus diperhatikan dalam perbaikan kualitas pelayanan yang

(45)

1. Ketepatan waktu pelayanan : berkaitan dengan waktu tunggu dan proses.

2. Akurasi pelayanan : berkaitan dengan reliabilitas pelayanan dan bebas dari

kesalahan-kesalahan.

3. Kesopanan dan keramahan dalam memberikan pelayanan. Ini terutama

bagi mereka yang berinteraksi langsung dengan pelanggan eksternal yaitu

: operator telepon, satpam, pengemudi, staf administrasi, kasir, dan

lain-lain.

4. Tanggung Jawab : berkaitan dengan penerimaan pesanan, dan

penangganan keluhan dari pelangan eksternal.

5. Kelengkapan : menyangkut lingkup pelayanan dan ketersediaan sarana

pendukung serta pelayanan komplementer lainnya.

6. Kemudahan mendapatkan pelayanan : berkaitan dengan banyaknya outlet

dan banyaknya petugas yang melayani.

7. Variasi model pelayanan : berkaitan dengan inovasi untuk memberikan

pola-pola baru dalam pelayanan, teatures (keistimewaan) dari pelayanan

dan lain-lain.

8. Pelayanan pribadi : berkaitang dengan fleksibilitas penanganan

permintaan khusus, dan lain-lain.

9. Kenyamanan dalam memperoleh pelayanan : berkaitan dengan lokasi,

ruang dan tempat pelayanan, kemudahan menjangkau, tempat parkir

(46)

10.Atribut pendukung pelayanan lainnya seperti lingkungan, kebersihan,

ruang tunggu, fasilitas musik,AC dan lain-lain.

2.2.3 Akuntabilitas

2.2.3.1 Konsep Akuntabilita s

Menurut Mahmudi (2005 : 9) mengatakan akuntabilitas adalah

kewajiban agen untuk mengelola sumber daya, melaporkan mengungkapkan

segala aktifitas dan kegiatan yang berkaitan penggunaan sumber daya kepada

pemberi mandat.

Sedangkan menurut Mustopadidjaja (2003 : 52) berpendapat bahwa

akuntabilitas adalah kewajiban dari individu-individu penguasa yang

dipercaya mengelola sumber-sumber daya publik untuk

mempertanggungjawabkan berbagai hal menyangkut fiskal, manajerial dan

program.

Menurut Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (2003 : 3)

mengartikan akuntabilitas adalah kewajiban untuk menyampaikan

pertanggungjawaban dari menerangkan kinerja dan kegiatan suatu organisasi

untuk pertanggungjawaban.

Menurut Mashun (2005 : 9) mendefinisikan akuntabilitas publik adalah

pemberian informasi atas aktivitas dan kinerja pemerintah kepada pihak-pihak

(47)

informasi kepada publik dan konstituen lainnya yang menjadi pemangku

kepentingan (stakeholder). Akuntabilitas publik juga terkait dengan kewajiban

untuk menjelaskan dan menjawab pertanyaan mengenai apa yang telah,

sedang, dan direncanakan akan dilakukan organisasi sector publik.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa akuntabilitas adalah

kewajiban aparatur pemerintah atau unit organisasi untuk

mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi

dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan melalui media

pertanggungjawaban yang dilaksanakan secara periodik.

2.2.3.2 J enis Akuntabilitas

Terwujudnya akuntabilitas merupakan tujuan utama dari reformasi

sector publik menurut Mashun (2005 : 86). Akuntabilitas publik yang harus

dilakukan oleh organisasi sector publik terdiri atas beberapa jenis. Menurut

Saleh Iqbal dalam Mustopadidjaja (2003 : 52), mengklasifikasikan

akuntabilitas dalam : akuntabilitas internal dan akuntabilitas eksternal. Dari

sisi internal seseorang, akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang

tersebut kepada Tuhannya. Sedangkan akuntabilitas eksternal seseorang

adalah pertanggungjawaban orang tersebut kepada lingkungannya, baik

lingkungan formal (dalam organisasi antara atasan dan bawahan) maupun

(48)

Dalam kaitan dengan akuntabilitas eksternal, Yanggo dalam

Mustopadidjaja (2003 : 53), mengklasifikasikan akuntabilitas ke dalam :

1) Regularity Accountability, atau disebut juga Compliaance Accountability,

akuntabilitas berkaitan dengan kepatuhan terhadap peraturan yang

berlaku, terutama peraturan fiskal dan peraturan pelaksanaan

administratif.

2) Manajerial Accountability, berkaitan pertanggungjawaban manajer

sesuai dengan peran yang dimainkannya dalam penggunaan

sumber-sumber daya secara efisien serta pelaksanaan managerial dalam suatu

organisasi.

3) Program Accountability, berkaitan dengan pertanggungjawaban

pencapaian akhir suatu program pemerintahan.

4) Process Accountability, memfokuskan pada pertanggungjawaban tingkat

pencapaian kesejahteraan sosial atas pelaksanaan kebijakan dan

aktivitas-aktivitas organisasi.

Menurut Mulyadi (2006 : 110) mengemukakan akuntabilitas kinerja

organisasi dapat ditegakkan bila akuntabilitas mencakup 3 (tiga) aspek yang

merupakan suatu sinerji, yaitu :

1) Akuntabilitas Manajerial; dengan fokus pada kesanggupan pengelola

(49)

seperti dana, asset/harta kekayaan, tenaga kerja maupun sumber daya

yang lain dari Organisasi. Pertanggungjawaban berkaitan dengan

kesesuaian pelaksanaan dibandingkan dengan ketentuan dalam peraturan

perundang-undangan yang berkaitan dengan Kegiatan Organisasi dan

pertanggungjawaban mengenai proses manajerial yang berkelanjutan.

2) Akuntabilitas Proses, dengan fokus pertanggungjawaban pada Kebijakan

dan Strategi yang digunakan untuk mendukung kegiatan-kegiatan yang

ditempuh Organisasi mulai dari proses, perumusan “perencanaan”,

“penganggaran”, “pengorganisasian”, sampai dengan “evaluasi” serta

“tindakan-tindakan koreksi” yang telah ditempuh, yaitu mengenai

kesesuaian Kegiatan dengan Misi Organisasi yang bersangkutan.

3) Akuntabilitas Program, dengan fokus pada pencapaian hasil kegiatan

Organisasi, tentang upaya pemberian kepuasan/kenyamanan kepada

pelanggan dan pihak terkait/yang berkepentingan (stakeholder) serta

memberikan dampak positif pada kemajuan/kesejahteraan masyarakat.

Menurut Hopwood, Tomkins, Elwood dalam Mahmudi (2005 : 10)

menyatakan dimensi akuntabilitas yang harus dipenuhi oleh lembaga-lembaga

publik tersebut, antara lain :

1) Akuntabilitas Hukum dan Kejujuran

Akuntabilitas hokum dan kejujuran adalah akuntabilitas lembaga-lembaga

(50)

hukum yang berlaku. Akuntabilitas hukum berkaitan dengan kepatuhan

terhadap hukum dan peraturan lain yang disyaratkan dalam menjalankan

organisasi. Sedangkan akuntabilitas kejujuran berkaitan dengan

penghindaran penyalahgunaan jabatan (abuse of power), korupsi dan

kolusi. Akuntabilitas hukum menuntut penegakan hukum (law

enforcement), sedangkan akuntabilitas kejujuran menuntut adanya praktik

organisasi yang sehat tidak terjadi malpraktik dan maladministrasi.

2) Akuntabilitas Manajerial

Akuntabilitas manajerial adalah pertanggungjawaban lembaga publik

untuk melakukan pengelolaan organisasi secara efisien dan efektif.

Akuntabilitas manajerial dapat juga diartikan sebagai akuntabilitas kinerja

(performance acuntability). Inefisiensi organisasi publik adalah

tanggungjawab lembaga yang bersangkutan dan tidak boleh dibebankan

kepada klien atau customer-nya. Akuntabilitas manajerial juga berkaitan

dengan akuntabilitas proses (process accountability) yang berarti bahwa

proses organisasi harus dapat dipertanggungjawabkan, dengan kata lain

tidak terjadi inefisiensi dan ketidakefektivan organisasi. Analisis terhadap

akuntabilitas sektor publik akan lebih banyak berfokus pada akuntabilitas

manajerial. Akuntabilitas manajerial merupakan akuntabilitas bawahan

(51)

3) Akuntabilitas Program

Akuntabilitas program berkaitan dengan pertimbangan apakah tujuan

yang ditetapkan dapat dicapai atau tidak, dan apakah organisasi telah

mempertimbangkan alternative program yang memberikan hasil yang

optimal dengan biaya yang minimal. Lembaga-lembaga publik harus

mempertanggungjawabkan program yang telah dibuat sampai pada

pelaksanaan program. Dengan kata lain akuntabilitas program berarti

bahwa program-program organisasi hendaknya merupakan program yang

bermutu yang mendukung strategi dan pencapaian misi, visi, dan tujuan

organisasi.

4) Akuntabilitas Kebijakan

Akuntabilitas kebijakan terkait dengan pertanggungjawaban lembaga

publik atas kebijakan-kebijakan yang telah ditetapkan dengan

mempertimbangkan dampak dimasa depan. Dalam membuat kebijakan

harus dipertimbangkan apa tujuan kebijakan tersebut, mengapa kebijakan

itu diambil, siapa sasarannya, pemangku kepentingan (stakeholder) mana

yang akan terpengaruh dan memperoleh manfaat dan dampak (negatif)

atas kebijakan tersebut.

5) Akuntabilitas Finansial

Akuntabilitas financial adalah pertanggungjawaban lembaga-lembaga

publik untuk menggunakan uang publik (publik money) secara ekonomi,

(52)

korupsi. Akuntabilitas financial menekankan pada ukuran anggaran dan

financial. Akuntabilitas financial sangat penting karena pengelolaan

keuangan publik akan menjadi perhatian utama msyarakat.

Menurut Brautigam yang dikutip oleh Nisjar dalam Nasucha (2004 :

127) mengemukakan akuntabilitas menjadi tiga jenis yaitu : (1) Akuntabilitas

politik berkaitan dengan sistem politik dan sistem pemilihan umum. Sistem

multipartai dinilai lebih mampu menjamin akuntabilitas politik pemerintah

terhadap rakyatnya daripada pemerintahan dengan sistem satu partai. (2)

Akuntabilitas Ekonomi atau Keuangan berarti aparat pemerintah wajib

mempertanggungjawabkan setiap rupiah uan rakyat dalam anggaran

belanjanya yang bersumber dari penerimaan pajak dan retribusi. (3)

Akuntabilitas hukum mengandung arti rakyat harus memiliki keyakinan

bahwa unit pemerintahan dapat bertanggungjawab secara hukum atas segala

tindakannya.

Menurut Chandler and Plano dalam Widodo (2001 : 153) membedakan

akuntabilitas dalam lima macam yaitu :

1) Fiscal accountability, merupakan tanggung jawab atas dana publik yang

digunakan.

2) Legal accountability, merupakan tanggung jawab atas ketaatan dalam

(53)

3) Program accountability, merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan

program.

4) Process accountability, merupakan tanggung jawab atas pelaksanaan

prosedur.

5) Outcome accountability, merupakan tanggung jawab atas hasil

pelaksanaan tugas.

Menurut Lembaga Administrasi Negara dalam Widodo (2001 : 154)

membedakan akuntabilitas menjadi tiga macam, yaitu :

1) Akuntabilitas keuangan, yaitu pertanggungjawaban mengenai integritas

keuangan, pengungkapan dan ketaatan terhadap peraturan

perundang-undangan.

2) Akuntabilitas manfaat, yaitu pada dasarnya memberikan perhatian kepada

hasil kegiatan-kegiatan pemerintah.

3) Akuntabilitas prosedural, yaitu pertanggungjawaban mengenai apakah

suatu prosedur penetapan dan pelaksanaan suatu kebijakan telah

mempertimbangkan masalah moralitas, etika, kepastian hukum, dan

ketaatan pada keputusan politis untuk mendukung pencapaian tujuan

akhir yang telah ditetapkan.

(54)

2.2.3.3 Akuntabilitas pelaya nan publik

Berdasarkan Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Nomor: KEP/26/M.PAN/2/2004 Tentang ”Petunjuk Teknis Transparansi dan

Akuntabilitas Dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik Menteri

Pendayagunaan Aparatur Negara”. Akuntabilitas penyelenggaraan pelayanan

publik harus dapat dipertanggung-jawabkan, baik kepada publik maupun

kepada atasan/pimpinan unit pelayanan instansi pemerintah sesuai dengan

ketentuan peraturan perundang-undangan.

Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pelayanan publik utamanya

meliputi :

1. Akuntabilitas Kinerja Pelayanan Publik

a.Akuntabilitas kinerja pelayanan publik dapat dilihat berdasarkan

proses yang antara lain meliputi : tingkat ketelitian (akurasi),

profesionalitas petugas, kelengkapan sarana dan prasarana, kejelasan

aturan (termasuk kejelasan kebijakan atau peraturan

perundang-undangan) dan kedisiplinan.

b.Akuntabilitas kinerja pelayanan publik harus sesuai dengan standar

atau Akta/Janji Pelayanan Publik yang telah ditetapkan.

c.Standar pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan secara

(55)

unit pelayanan instansi pemerintah. Apabila terjadi penyimpangan

dalam hal pencapaian standar, harus dilakukan upaya perbaikan.

d.Penyimpangan yang terkait dengan akuntabilitas kinerja pelayanan

publik harus diberikan kompensasi kepada penerima pelayanan.

e.Masyarakat dapat melakukan penilaian terhadap kinerja pelayanan

secara berkala sesuai mekanisme yang berlaku.

f. Disediakan mekanisme pertanggungjawaban bila terjadi kerugian

dalam pelayanan publik, atau jika pengaduan masyarakat tidak

mendapat tanggapan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

2. Akuntabilitas Biaya Pelayanan Publik

a.Biaya pelayanan dipungut sesuai dengan ketentuan peraturan

perundang-undangan yang telah ditetapkan.

b.Pengaduan masyarakat yang terkait dengan penyimpangan biaya

pelayanan publik, harus ditangani oleh Petugas/Pejabat yang ditunjuk

berdasarkan Surat Keputusan/Surat Penugasan dari pejabat yang

berwenang.

3. Akuntabilitas Produk Pelayanan Publik

a.Persyaratan teknis dan administratif harus jelas dan dapat

dipertanggungjawabkan dari segi kualitas dan keabsahan produk

pelayanan.

b.Prosedur dan mekanisme kerja harus sederhana dan dilaksanakan

(56)

c.Produk pelayanan diterima dengan benar, tepat, dan sah.

2.2.4 Kiner ja

2.2.4.1 Konsep Kiner ja

Menurut Anwar (2000 : 67) Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas

dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan

tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.

Sedangkan menurut Keban dalam Hessel (2003 : 1) Kinerja adalah

tingkat pencapaian hasil, atau dengan kata lain kinerja merupakan tingkat

pencapaian tujuan organisasi.

Lain lagi menurut Mahsun (2006 : 25) Kinerja (performance) adalah

gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan/program/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi

organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi.

Berdasarkan definisi di atas maka, Kinerja adalah perbuatan/tindakan

yang dilakukan oleh seseorang/organisasi di dalam melakukan/menyelesaikan

(57)

2.2.4.2 Faktor -faktor yang Mempengar uhi Kiner ja

Menurut Mahmudi (2010 : 20) Kinerja merupakan suatu konstruk

multidimensional yang mencakup banyak faktor yang mempengaruhinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja adalah :

1. Faktor personal/individual, meliputi : pengetahuan, ketrampilan (skill),

kemampuan, kepercayaan diri, motivasi, dan komitmen yang dimiliki oleh

setiap individu.

2. Faktor kepemimpinan, meliputi : kualitas dalam memberikan dorongan,

semangat, arahan, dan dukungan yang diberikan manajer dan team leader.

3. Faktor tim, meliputi : kualitas dukungan dan semangat yang diberikan

oleh rekan dalam satu tim, kepercayaan terhadap sesama anggota tim,

kekompakan dan keeratan anggota tim.

4. Faktor sistem, meliputi : sistem kerja, fasilitas kerja atau infrastruktur

yang diberikan oleh organisasi, proses organisasi, dan kultur kinerja dalam

organisasi.

5. Faktor kontekstual (situasional), meliputi : tekanan dan perubahan

(58)

2.2.4.3 Kegunaan Sistem Penila ia n Kiner ja

Menurut Sedarmayanti (2010 : 262) secara spesifik kegunaan sistem

penilaian kinerja sebagai berikut :

1. Sebagai dasar pengambilan keputusan untuk :

a. Mempromosikan pekerjaan yang berprestasi.

b. ”Menindak” pekerjaan yang kurang/tidak berprestasi.

c. Melatih, memutasikan/mendisiplinkan pekerjaan.

d. Memberi/menunda kenaikan imbalan/balas jasa.

e. Berfungsi sebagai masukan pokok dalam penerapan sistem

penghargaan dan pemberian hukuman.

2. Sebagai kriteria untuk melakukan validasi tes/menguji keabsahan suatu

alat tes.

3. Memberikan umpan balik kepada karyawan, sehingga penilaian kinerja

dapat berfungsi sebagai wahana pengembangan pribadi dan

pengembangan karier.

4. Bila kebutuhan pengembangan pekerjaan dapat diidentifikasikan, maka

penilaian kinerja dapat membantu menentukan tujuan program pelatihan.

5. Jika tingkat kinerja karyawan dapat ditentukan secara tepat, maka

(59)

2.2.4.4 Aspek-aspek Pengukur a n Kiner ja

Menurut Mahsun (2006 : 31) pengukuran kinerja organisasi sektor

publik meliputi aspek-aspek antara lain :

1. Kelompok masukan (input) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar

pelaksanaan kegiatan dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran.

2. Kelompok proses (process) adalah ukuran kegiatan, baik dari segi

kecepatan, ketepatan, maupun tingkat akurasi pelaksanaan kegiatan

tersebut.

3. Kelompok keluaran (output) adalah sesuatu yang diharapkan langsung

dapat dicapai dari suatu kegiatan yang dapat berwujud (tangible) maupun

tidak berwujud (intangible).

4. Kelompok hasil (outcome) adalah segala sesuatu yang mencerminkan

berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka menengah yang mempunyai

efek langsung.

5. Kelompok manfaat (benefit) adalah sesuatu yang terkait dengan tujuan

akhir dari pelaksanaan kegiatan.

6. Kelompok dampak (impact) adalah pengaruh yang ditimbulkan baik

(60)

2.2.5 Pelaya nan Kesehatan

2.2.5.1 Konsep Pelaya nan Kesehatan

Pelayanan Kesehatan adalah setiap upaya yang diselenggarakan

sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara

dan menigkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta

memulihkan kesehatan perseorangan, keluarga dan ataupun masyarakat

(Levely dan Loomba yang dikutip Azwar, 1996 : 35).

Pengertian Pelayanan Kesehatan berdasarkan Peraturan Pemerintah

Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga

binaan Masyarakat Permasyarakatan pada Bab I Ketentuan Umum Pasal 1

ayat 4 yang mentebutkan bahwa : Pelayanan Kesehatan adalah upaya

peningkatan kesehatan (promotif), usaha pencegahan (preventif), usaha

penyembuhan penyakit (kuratif), dan usaha pemulihan kesehatan

(rehabilitatif) di bidang kesehatan.

Berdasarkan konsep pengertian pelayanan kesehatan adalah proses

pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung dengan cara

menolong, menyediakan segala sesuatu yang diperlukan orang lain melalui

sarana alat untuk bisa terlaksana, memberikan atau mengadakan keperluan

yang dibutuhkan agar keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial setiap

orang hidup produktif secara ekonomis dengan suatu keadaan seimbang yang

dinamis antara bentuk dan fungsi tubuh dengan berbagai faktor yang berusaha

Gambar

tabel 1.1 dibawah ini :
Tabel 1.2
Tabel 1.3 Data Jumlah Kunjungan Pasien Jamkesmas di RSUD Sidoarjo
Gambar 1 Kerangka Berpikir Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

bahwa sistem pembayaran dalam akad murabahah pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) pada umumnya dilakukan secara cicilan dalam kurun waktu yang telah

So the writer accomplished my skripsi entitle “The Mastery of Using English Vocabulary in Descriptive Text of The Seventh Grade Students of MTs Matholi’ul Gebog Kudus in

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang kesesuaian maupun ketidaksesuaian adaptasi pergeseran budaya yang terjadi dalam film Love You, Love You Not

Dengan melakukan percobaan, siswa dapat mengamati perubahan wujud benda yang dipengaruhi oleh kalor atau panas dengan penuh tanggung jawab.. Dengan membaca, siswa dapat

Konsumsi energi listrik Rescreening pada 19 Februari 2016 dengan produksi pulp sebesar 1343,52 adt... Pemanfaatan Water Output

1) Jadwal pelaksanaan Pembuktian Kualifikasi seperti tercantum pada aplikasi SPSE dan bertempat di Sekretariat ULP Kabupaten Sabu Raijua, Bagian Administrasi

Berdasarkan pengamatan, perhitungan dan analisis yang telah dilakukan dengan menggunakan software Autodesk Inventor Professional , maka diambil kesimpulan bahwa hasil rancangan

Berdasarkan pernyataan-pernyataan para ahli tentang manajemen sumber daya manusia, peneliti dapat jelaskan secara ringkas bahwa pengelola sumber daya manusia harus