• Tidak ada hasil yang ditemukan

RAGAM KERUSAKAN HASIL PERBUATAN MANUSIA DI MUKA BUMI (ANALISIS PENAFSIRAN IBN KATSIR ATAS AYAT-AYAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI) SKRIPSI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "RAGAM KERUSAKAN HASIL PERBUATAN MANUSIA DI MUKA BUMI (ANALISIS PENAFSIRAN IBN KATSIR ATAS AYAT-AYAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI) SKRIPSI"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)

RAGAM KERUSAKAN HASIL PERBUATAN MANUSIA DI MUKA BUMI (ANALISIS PENAFSIRAN IBN KATSIR ATAS

AYAT-AYAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI) SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S. Ag)

Oleh:

Nia Ariyani NIM: 11150340000145

JURUSAN ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR FAKULTAS USHULUDDIN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1440 H/ 2019 M

(2)
(3)
(4)
(5)

v

Transliterasi Arab-Latin dalam skripsi ini menggunakan pedoman transliterasi yang sesuai dengan Keputusan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nomor: 507 Tahun 2017 tentang Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis, dan Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

1. Padanan Aksara

Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin.

Huruf Arab

Huruf Latin

Keterangan

ا Tidak dilambangkan

ب B Be

ت T Te

ث Ts Te dan es

ج J Je

ح Ë H dengan titik bawah

خ Kh Ka dan ha

د D Er

ذ Dz De dan zet

ر R Er

ز Z Zet

س S Es

ش Sy Es dan ye

ص Ȇ es dengan titik di bawah

ض Ŷ de dengan titik di bawah

ط Ț Te dengan titik di bawah

ظ ẓ Zet dengan titik di bawah

(6)

vi

kanan

غ Gh ge dan ha

ف F Ef

ق Q Ki

ك K Ka

ل L El

م M Em

ن N En

و W We

ه H Ha

ء ˈ Apostrof

ي Y Ye

2. Vokal

Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal tunggal atau monoftong atau diftong. Untuk vokal tunggal, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

َ A Fatëah

َ I Kasrah

َ U Ŷammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

(7)

vii

ي َ Ai a dan i

و َ Au a dan u

3. Vokal Panjang

Ketentuan alih aksara vokal panjang (mad), yang dalam bahasa Arab dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

ا ى Â a dengan topi di

atas

ي ى Î i dengan topi di

atas

و ى Ȗ u dengan topi di

atas

4. Kata Sandang

Kata sandang yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu dialihaksarakan menjadi huruf /I/, baik diikuti huruf syamsiah maupun huruf kamariah. Contoh: al-rijâl bukan ar- rijâl, al-dȋwân bukan ad-dȋwân.

5. Syaddah (Tasydȋd)

Syaddah atau tasydȋd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan sebuah tanda ) ّ ( dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan

(8)

viii

terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyah.

Misalnya, kata )ةرورضلا( tidak dituliskan ad-darȗrah melainkan al-ŷarȗrah, demikian seterusnya.

6. Ta Marbȗțah

Berkaitan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marbȗțah terdapat pada kata yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat contoh 1 di bawah). Hal ini sama juga jika ta marbȗțah tersebut diikuti oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marbȗțah tersebut diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/ (lihat contoh 3).

No Kata Arab Alih Aksara

1 ةقيرط Tarȋqah

2 ةيملاسلإا ةعماجلا Al-Jâmȋah al-

Islâmiyyah

3 دوجولا ةدحو Waëdat al-Wujȗd

7. Huruf Kapital

Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikiti ketentuan yang berlaku dalam Ejaan Bahasa Indonesia (EBI) antara lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan, nama diri, dan lain-lain. Jika nama diri didahului oleh kata sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. Contoh: Abȗ Hâmid al-Ghazâlȋ bukan Abȗ Hâmid Al-Ghazâlȋ, al-Kindi bukan Al-Kindi.

(9)

ix

(italic) atau cetak tebal (bold). Jika menurut EBI, judul buku itu ditulis dengan cetak miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya, demikian seterusnya.

Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialihaksarakan meskipun akar katanya berasal dari bahasa Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak ‘Abd al-Samad al-Palimbânȋ; Nuruddin al- Raniri, tidak Nȗr al-Dȋn al-Rânȋrȋ.

8. Cara Penulisan Kata

Setiap kata, baik kerja (fi’il), kata benda (ism), maupun huruf (harf) ditulis secara terpisah. Berikut adalah beberapa contoh alih aksara atas kalimat-kalimat dalam bahasa Arab, dengan berpedoman pada ketentuan- ketentuan di atas:

Kata Arab Kata Latin

ذاتسلأا بهذ dzahaba al-ustâdzu

رجلأا تبث tsabata al-ajru

هيرصعلا ةكرحلا al-ëarakah al-‘aêriyyah الله لأإ هلإ لا نأ دهشأ asyhadu an lâ ilâha Allâh

حلاصلا كلم انلاوم maulânâ Malik al-Ȇâlië الله مكرثؤي yu’atstsirukum Allâh ةيلقعلا رهاظملا al-mazâhir al-‘aqliyyah

Penulisan nama orang harus sesuai dengan tulisan nama diri mereka.

Nama orang berbahasa Arab tetapi bukan asli orang Arab tidak perlu

(10)

x

Mohamad Roem, bukan Muhammad Rȗm; Fazlul Rahman, bukan Fadl al- Rahmân.

(11)

xi Nia Ariyani

“Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-Ayat Kerusakan di Muka Bumi)”

Ragam kerusakan hasil perbuatan manusia di muka bumi kiranya patut ditelaah. Hal ini karena kata kerusakan atau dalam bahasa arab disebut fasâd mempunyai dampak yang berbeda dan beragam. Dampak tersebut dapat berupa dampak kerusakan materi dan dampak kerusakan non-materi.

Namun, yang menjadi objek menarik ada pada manusia. Manusia di muka bumi ini pada dasarnya adalah orang yang mempunyai agama. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan, mengapa manusia yang mempunyai agama justru turut serta dalam kerusakan? Seharusnya orang yang beragama justru melakukan penjagaan dan bahkan per-baikan.

Penelitian ini menggunakan deskriptif – analitis. Hal ini bertujuan agar mendapatkan pemahaman secara komprehensif (menyeluruh) mengenai ragam kerusakan hasil perbuatan manusia. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data utama, yaitu ayat-ayat yang terkait dengan kerusakan dengan kata kunci term fasâd dan derivasinya menggunakan kitab al-Mufrâd fȋ Gharȋb al-Qur’ân. Data-data tersebut kemudian akan dianalisis menggunakan penafsiran Ibn Katsir yang berfokus pada metode bi al-Matsȗr.

Berdasarkan analisi penulis, bahwa kerusakan hasil perbuatan manusia disebabkan karena adanya perbuatan menyimpang. Perbuatan tersebut jumlahnya beragam dan hasil ini kemudian dijelaskan dalam sembilan ayat yang terdapat di dalam al-Qur’an.

Keyword: Kerusakan, Perbuatan manusia, dan Tafsir Ibn Katsir.

(12)

xii

Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, rasa syukur kepada Allah yang telah memberikan rahmat-Nya dan hidayah-Nya kepada kita semua. Shalawat beserta salam tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, yang dengan diutusnya rasul kehidupan semakin bermakna dan kehidupan membawa manusia mengenal sang pencipta, Allah ta’ala.

Selanjutnya, penulis ucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini, sehingga dalam proses skripsi ini dapat berjalan dengan baik. Dengan rasa hormat, penulis mengucapkan:

1. Ibu Prof. Dr. H. Amany Lubis, MA., Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Yusuf Rahman, MA., Dekan Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Dr. Eva Nugraha, MA., dan bapak Fahrizal Mahdi, Lc.

MIRKH. Selaku Ketua dan Sekretaris program studi Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin.

4. Bapak Drs. H. Ahmad Rifqi Muchtar, MA., sebagai dosen pembimbing dalam menulis skripsi ini. Terima kasih tak hingga atas kesabarannya dan keiklasannya dalam membimbing penulis sampai selesai dalam penelitian ini. Atas segala perhatian tersebut, penulis hanya mampu membalasnya dengan doa: semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan keberkahan dalam kehidupan.

5. Bapak Masykur Hakim, MA., selaku dosen pembimbing akademik.

Segenap Bapak dan Ibu Dosen Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, yang telah begitu banyak membekali ilmu dan pengetahuan. Juga tak lupa, penulis haturkan terima kasih kepada para karyawan Ushuluddin,

(13)

xiii skripsi penulis.

6. Bapak Kusen, Ph.D., selaku ayahanda penasihat dan pemberi motivasi untuk terus menggali khazanah ilmu pengetahuan. Semoga selalu sehat dan mendapat keberkahan hidup dari Allah.

7. Orang tua tercinta, Ibu Nur Tisah dan bapak Heliyun yang penulis panggil dengan sebutan Mak dan Bak. Suami tercinta, Rumadi yang saya panggil Kanda Adi. Juga, kakak Heni Sagita dan adik Indah Subarhana. Penulis ucapkan terima kasih atas kasih sayang dan doanya yang tulus untuk penulis.

8. Teman-teman dari berbagai macam ruang kelas, organisasi, dan komunitas yang senantiasa mewarnai perjalan proses belajar di Universitas. Mereka adalah Pesantren Modern Nahdlatul ‘Ulama (PEMNU) Talang Padang, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Ciputat, Rumah Tahfidz al-Qur’an Dzin-Nurrain Jakarta, teman-teman Ilmu al-Qur’an dan Tafsir angkatan tahun 2015, Dewan Mahasiswa Fakultas Ushuluddin (DEMA-F), Lembaga Dakwah Kampus (LDK) Syahid Jakarta, Forum Lingkar Pena (FLP) Ciputat, Komunitas Prosa Tujuh, dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) Menara 009.

9. Terimakasih juga kepada sahabat yaitu: Kak Syamsuri, Ardi Kurniawan, Abdus Somad, Khoirur Rifqi Robiansyah, Faiji Rahmat, Ma’rifat Kilwakit, Ningsih, Ahidatun Ni’mah, Sundari Aryanti, Annisa Nurfauziah, Fatimatul Azizah, Eva Uyuni, Siti Aisyah, Siti Fatimah Zahro, Sri Wahyuni, Laraswati, Hilda Mujakiatul Udzma, Iis Faoziah, Intan Diniatul Azizah, Fifit

(14)

xiv

Fionita, Uswatun Hasanah, dan sebagainya.

Harapan penulis, semoga dengan adanya skripsi ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan dapat mengambil hikmah bagi penulis, para kademisi, maupun masyarakat umum.

(15)

xv

HALAMAN JUDUL...i

LEMBAR KEASLIAN KARYA...ii

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING...iii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN...iv

PEDOMAN TRANSLITERASI...v

ABSTRAK...xi

KATA PENGANTAR...xii

DAFTAR ISI...xv

BAB 1 PENDAHULUAN...1

A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah...10

C. Batasan dan Rumusan Masalah...11

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian...12

E. Tinjauan Kajian Terdahulu...13

F. Metodologi Penelitian...18

G. Sistematika Penulisan...19

BAB II IBN KATSIR DAN PEMIKIRAN...21

A. Biografi Ibn Katsir...21

B. Para Guru dan Para Murid Ibn Katsir...22

C. Karya dan Pemikiran Ibn Katsir...24

(16)

xvi

BAB III KONSEP PERBUATAN MANUSIA...30

A. Pengertian Baik dan Buruk...31

B. Macam-Macam Term Baik dan Buruk...33

C. Solusi Menghindari Perbuatan Buruk...42

BAB IV ANALISIS AYAT-AYAT KERUSAKAN DI MUKA BUMI...45

A. Kerusakan Dalam Bentuk Penyimpangan Akidah...47

B. Kerusakan Dalam Bentuk Kemaksiatan...51

C. Kerusakan Dalam Bentuk Penyimpangan Memperlakukan Orang Yang Lemah...55

D. Kerusakan Dalam Bentuk Memperturutkan Hawa Nafsu...58

E. Kerusakan Dalam Bentuk Perilaku Merusak Lingkungan...60

BAB V PENUTUP...63

A. Kesimpulan...63

B. Saran...64

DAFTAR PUSTAKA...65

(17)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

al-Qur’an merupakan sumber utama ajaran Islam yang di dalamnya terkandung ajaran Islam berupa akidah, syari’ah, dan akhlaq. al-Qur’an juga sebagai pedoman untuk menghantarkan manusa kepada kebahagiaan.

Untuk mencapai kebahagiaan tersebut manusia hendak mengamalkan dan memahaminya.1 Karenanya banyak pembahasan mengenai berbagai kehidupan di dalam al-Qur’an, salah satunya pembahasan mengenai kerusakan hasil perbuatan manusia. al-Qur’an juga sebagai pedoman umat manusia yang berisi petunjuk untuk memilih yang baik dan yang buruk.

Manusia diberikan potensi oleh Allah berupa potensi kebaikan dan potensi keburukan. Hal ini merupakan ujian yang hendak manusia lalui dengan mengontrol, mengawasi, dan memilih jalan yang telah diberikan petunjuknya di dalam kitab suci al-Qur’an dan risalah para Nabi. Jika potensi kebaikan manusia berjalan sebagaimana mestinya maka akan terjadi keseimbangan. Namun sebaliknya, jika potensi keburukan yang mendominasi maka akan terjadi ketimpangan yang berakibat pada kerusakan.

Kata, “kerusakan” di dalam al-Qur’an menggunakan kata, “fasād.”

Kementerian Agama RI dalam Tafsir al-Qur’an Tematik yang berjudul, Pelestarian Lingkungan Hidup, bahwa di dalam al-Qur’an term fasād dengan seluruh derivasinya (kata jadiannya) terulang sebanyak 50 kali.

1 Didin Saefuddin Buchori, Metodologi Studi Islam (Tangerang: Serat Alam Media, 2012), xi.

(18)

Sedangkan, di dalam kitab al-Mufrȃt fȋ Gharȋb al-Qur’ȃn kata, “ََد َس َف” tertulis 10 kali yang berarti َ ِلا َدِتْعِْلْا ِنَع ٍءْي َّ شلا ُجْوُرُخ (sesuatu yang keluar dari keseimbangan).2

Dunia global saat ini sedang dihadapkan pada persoalan serius yang menentukan keberlangsungan hidup umat manusia,3 yakni: krisis spiritualitas, krisis kemanusiaan, dan krisis terhadap lingkungan hidup.

Krisis spiritual, krisis kemanusiaan, dan krisis lingkungan hidup akan mengahantarkan manusia pada perbuatan kerusakan.

Alam yang diciptakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala terbentang luas untuk kehidupan manusia. Manusia yang diamanahkan peran sebagai khalifah fȋ al-Ardh (pemimpin di bumi), hendaknya menjalankan konsekuensi keimanannya dengan berhubungan baik kepada tiga hal, yaitu:

Hubungan kepada Allah, hubungan kepada manusia, dan hubungan terhadap alam semesta. Manusia hendaknya bertanggungjawab untuk memelihara dan menjaga ketiga hal tersebut. Tanpa ada keseimbangan terhadap tiga hal tersebut, maka akan terjadi kerusakan dan ketidakseimbangan. Misalnya pada pemeliharaan alam yang meliputi:

Tumbuh-tumbuhan, binatang-binatang, gunung-gunung, laut, air, dan sungai. Dalam peranannya sebagai khalifah, manusia hendak mengurus, memanfaatkan, dan memeliharanya.4 Namun faktanya manusia belum mampu mengemban amanah sebagai khalifah secara proporsional (seimbang).

2 Abu Qosim al-Husain bin Muhammad, al-Mufrâdat fȋ Gharȋb al-Qur’ân (Beirut:

Darul Ma’rifah), 491.

3 Agus Iswanto, “Relasi Manusia dengan Lingkungan dalam al-Qur’an,” Suhuf, vol. 6, no. 1 (2013): 1.

4 Departemen Agama RI, Pelestarian Lingkungan Hidup (Jakarta: Lajnah Pentashihan al-Qur’an, 2009), 27.

(19)

Allah telah menciptakan alam semesta dengan seimbang. Allah berfirman di dalam al-Qur’an surah al-Ahqaf ayat 3:

َٓا َّمَع ْاوُر َف َك َني ِذَّلٱَو ۚى ّٗ م َسُّم ٖلَجَأَو ِ قَحۡلٱِب َّلَِّإ ٓاَمُهَنۡيَب اَمَو َضۡرَ ۡلۡٱَو ِتََٰوََٰم َّسلٱ اَنۡقَلَخ اَم ََو ُُِرۡۡ ُم ْاوُر ِذذُأ

َ

“Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya melainkan dengan tujuan yang benar dan dalam waktu yang ditentukan. Namun orang-orang kafir berpaling dari peringatan yang diberikan kepada mereka.”

Keseimbangan antara makhluk hidup dan alam semesta berdampak pada keselarasan dan kesejahteraan hidup manusia.5 Begitu juga dengan keseimbangan manusia dengan Tuhan. Keseimbangan yang telah Allah berikan akan tetap terjaga bila manusia “tidak merusak” komponen alam semesta secara drastis.

Tauhid atau keimanan manusia yang seharusnya dapat dimanifestasikan dengan perilaku atau perbuatan baik. Namun faktanya kerusakan komponen alam semesta banyak terjadi karena perilaku manusia yang tidak bertanggungjawab. Misalnya: Kerusakan terhadap alam terjadi perilaku manusia yang membuang sampah sembarangan, penggunaan pestisida berlebihan, dan illegal logging (penebangan hutan) secara besar-besaran, dan kebakaran hutan secara luas. Allah berfirman di dalam al-Qur’an surah al-Rahman ayat 8-9:

َۡطَت َّلََّ َِاَزيِۡ أ

لۡٱ ي ِف ْاۡوَغ ََاَزيِۡ ٨

لۡٱ ْاوُر ِس ۡخُت َ

لََّو ِط ۡس ِقۡلٱِب ََۡزَوۡلٱ ْاوُميِقَأَو ٩

“Agar jangan kamu merusak keseimbangan itu, dan tegakkanlah keseimbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi keseimbangan itu.”

5 Ridwan Abdullah Sani, Sains Berbasis al-Qur’an (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2015), 115.

(20)

al-Qur’an merupakan kitab hudâ (petunjuk), kitab Furqan (pembeda antara kebenaran dan kebathilan), kitab adz-Zikr (pemberi peringatan) bagi ummat manusia. Implikasinya, berlaku pada siapa saja, Muslim atau non- Muslim. Ia mengahadirkan dirinya sebagai rahmat bagi seluruh ummat manusia. Konteks dari rahmat bagi seluruh ummat manusia ini, tidak ada jaminan bahwa orang yang mengaku Muslim pasti akan mendapat petunjuknya, dan tidak pula ada kepastian bahwa yang non-Muslim tidak memperoleh petunjuknya.6 Pembagian antara Muslim dan non-Muslim ini, menunjukkan tingkat kesadaran perilaku atau perbuatan manusia.

Menurut Ahzami Samiun Jazuli, al-Qur’an merupakan pedoman hidup yang menyeru kepada manusia untuk berpikir logis, mempersiapkan diri sebaik-baiknya, mendayagunakan sarana yang ada, dan mengerahkan kemampuan guna dapat mengemban amanat tertinggi dimuka bumi, yaitu sebagai khalifah (pemimpin).7 Selain itu, menurut Efa Ida Amalia, al- Qur’an merupakan sumber intelektualitas dan spiritualitas yang merupakan basis sumber inspirasi Muslim.8 Dalam hal ini dapat diidentifikasikan bahwa al-Qur’an merupakan petunjuk bagi manusia secara komprehensif (menyeluruh). Baik itu sebagai pedoman hidup manusia dan juga sumber utama inspirasi pengetahuan.

Sebagai manusia yang bernotabane sebagai Khalifah fȋ al-Ardh yang tugasnya menjaga, mengatur, dan mengelola dan memakmurkan bumi adalah sebuah keniscayaan. Sebab yang membutuhkan bumi dan

6 Kementerian Agama RI, Spriritualitas dan Akhlaq (Tafsir al-Qur’an Tematik) (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, 2010), 1.

7 Ahzami Samiun Jazuli, Kehidupan dalam Pandangan al-Qur’an (Jakarta: Gema Insani, 2006) xi-xii.

8 Efa Ida Amalia, “Kehancuran Alam Semesta dalam al-Qur’an”. Suhuf, vol. 2, no. 1 (2009): 74.

(21)

lingkungan bukanlah lingkungan itu sendiri. Namun, manusialah yang sangat membutuhkan lingkungan.

Alam yang terbentang luas di dalamnya terdapat beranekaragam jenis tumbuhan, jenis hewan, dan juga manusia yang hidupnya bertumpu terhadap alam, secara otomatis manusia akan memakan tumbuhan dan memburu jenis hewan dan bahkan memburu segala isi alam yang telah disediakan oleh Tuhan. Tumbuhan dan hewan akan hidup dengan sendirinya tanpa manusia. Tetapi sebaliknya, manusia tanpa tumbuh- tumbuhan dan hewan akan menyebabkan manusia tidak dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sinilah manusia disebut sebagai antroposentris.

Karena manusia disebut sebagai antroposentris yaitu manusia menempati pusat dari alam semesta,9 maka manusia hendaknya memperhatikan aturan-aturan yang ditetapkan Tuhan terhadap alam.

Menjaga keseimbangan dengan tidak merusak. Tanpa memperhatikan aturan dan keseimbangan terhadap alam, maka akan terjadi masalah dan kerusakan. Allah berfirman di dalam al-Qur’an surah al-Rum ayat 41-42:

ۡم ُهَّلََۡ

ل ْاوُل ِمَع ي ِذَّلٱ َضَۡۡب مُهَقي ِذُيِل ِساَّنلٱ يِدۡيَأ ۡتَب َسَك اَمِب ِرۡحَبۡلٱَو ِ رَبۡلٱ يِف ُدا َسَفۡلٱ َرَهَظ

َِجۡرَي ََوُۡ

ْاو ُري ِس ۡلُق١٤

ََي ِكِرۡشُّم مُهُرَثۡكَأ ََاَك ُۚلۡبَق نِم َنيِذَّلٱ ُةَبِقََٰع ََاَك َفۡيَك ْاوُرُظذٱَف ِضۡرَ ۡلۡٱ يِف ١٤

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).

Katanlah: “Adakanlah perjalanan di muka bumi dan perhatikan bagaimana kesudahan orang-orang yang dahulu. Kebanyakan dari mereka itu orang- orang yang mempersekutukan (Allah).”

Menurut A. Sonny Keraf bahwa bencana atau kerusakan lingkungan terbagi menjadi dua bagian. Pertama: Kerusakan atau bencana karena

9 A. Sonny Keraf, Etika Lingkungan Hidup (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010), 47.

(22)

murni peristiwa alam, seperti: Gempa bumi, tsunami, dan gunung meletus.

Kedua: Kerusakan atau bencana karena krisis lingkungan hidup, akibat pola dari perilaku manusia, seperti: kehancuran, kerusakan, dan pencemaran lingkungan.10

Masalah kerusakan lingkungan pada dasarnya telah terjadi sejak zaman para Nabi. Syahrul Machmud menuliskan yang juga mengutip dari kitab- kitab suci baik agama Islam, Kristen, dan Yahudi, Otto Soemarwoto yang seorang ahli ekologi, berpendapat, dengan menghubungkan kejadian yang dikisahkan dalam kitab suci berupa peristiwa air bah pada zaman Nabi Nuh dan berbagai kesulitan Nabi Musa di Gunung Pasir pada waktu pengembaraan dari Mesir ke Kana’an.11

Selain peristiwa di atas, peristiwa Nabi Yusuf dalam menafsir-kan mimpi raja (Mesir): “Aku melihat dalam mimpi tujuh ekor sapi betina yang tambun dimakan oleh tujuh ekor sapi yang kurus-kurus dan tujuh bulir gandum hijau dan tujuh lainnya kering.” Nabi Yusuf menafsirkan terdapat dalam al-Qur’an surah Yusuf ayat 47 yaitu: “Ia (Yusuf) berkata: “Selama tujuh tahun bertanam seperti biasa, dan hasil yang kamu tuai hanya bulir- bulirnya kecuali sebagian kecil yang kamu makan.” Abdullah Yusuf Ali, menerangkan bahwa ayat ini mengisyaratkan langkah-langkah yang harus diambil dalam menghadapi bencana yang akan datang. Selama tujuh tahun akan ada hasil panen yang melimpah. Dari situ harus disediakan sedikit makanan yang disimpan bersama bulir-bulirnya, lebih baik lagi dilindungi

10 A. Sonny Keraf, Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global (Jogjakarta:

Kanisius, 2010), 26.

11 Syahrul Machmud, Penegakan Hukum Lingkungan Indonesia (Jogjakarta:

Graha Ilmu, 2012), 1.

(23)

dari hama yang menyerang gandum bila telah dibawa ketempat pengeringan.12

Peristiwa Nabi Nuh As dan Nabi Musa As di atas merupakan peristiwa bencana. Peristiwa Nabi Yusuf As di atas dapat mengambil hikmah mengenai antisipasi manusia untuk terus menjaga lingkungan agar tidak terjadi kerusakan.

Bencana dan kerusakan tentu bagian yang berbeda. Pada penelitian ini berpusat pada fasād (kerusakan) bukan pada bencana. Perbedaan ini ditampilkan agar dapat memberikan informasi bahwa yang diteliti adalah kerusakan akibat perbuatan manusia.

Saat ini, telah memasuki era industrialisasi diberbagai belahan dunia, baik negara maju ataupun negara berkembang. Hingga keadaan yang digambarkan pada peristiwa nabi di atas sudah sangat berubah.

Pembangunan manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya telah mengubah cara pandang mengenai lingkungan.

Manusia membangun tapi manusia merusak. Seperti: Manusia memakan jenis makanan; tanpa memperhatikan dimana manusia membuang bekas makanan. Manusia menebang hutan; tanpa memperhatikan pemanfaatan hingga terjadi penggundulan hutan. Manusia membangun industri tanpa memperhatikan lingkungan daratan, lautan, dan udara. Juga, yang paling penting penyebabnya adalah gaya hidup manusia modern yang tidak mengindahkan pedoman hidup, spiritualitas kepada Tuhan yang tidak dimanifestasikan dengan perbutan baik terhadap

12Abdullah Yusuf Ali, Tafsir Yusuf Ali (Bogor: Pustaka Litera AntarNusa, 2009), 557.

(24)

lingkungan. Akibatnya, kehancuran, kerusakan, polusi udara, dan pencemaran lingkungan darat dan air terus menjamur.

Sukidi, dalam bukunya, Teologi Inklusif Cak Nun, menuliskan bahwa pakar ekonomi pembangunan dunia, E. F. Schumacher, dalam bukunya, A Guide for the Per-Plaxed, 1981, memberitahukan bahwa krisis berangkat dari krisis spiritualitas dan krisis terhadap pengenalan diri terhadap yang absolut, yaitu Tuhan.13

Semua yang dituliskan di atas merupakan fasād (kerusakan). Namun fasād (kerusakan) ternyata terjadi akibat manusia tidak mengindahkan tauhidnya dengan perbuatan baik. Tauhid memiliki konsekuensi terhadap manusia. Sebagaimana manusia telah mengikrarkan untuk bersaksi bahwa Tuhan yang disembah dan manusia juga bersaksi bahwa tidak ada Tuhan- Tuhan yang lain yang disembah. Konsekuensi tauhid diwujudkan dalam perbuatan baik.

Penelitian ini berfokus pada bagaimana Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-Ayat Kerusakan di Muka Bumi). Ada beberapa alasan dan pentingnya dalam penelitian ini, yaitu:

Alasan pertama adalah salah satu permasalahan mengenai keseimbangan alam semesta ialah mengenai “kerusakan,” yang di dalam al- Qur’an disebut “fasād.” Adapun salah satu persoalannya adalah kerusakan di muka bumi ini di lakukan oleh orang-orang beragama, tetapi minim pengetahuan terhadap yang absolut. Sebagaimana Sukidi dalam bukunya Teologi Inklusif Cak Nun yang juga mengutif E. F. Schumacher menuliskan bahwa krisis spiritualitas berangkat dari kurangnya pengenalan diri kepada

13 Sukidi, Teologi Inklusif Cak Nun (Jakarta: Kompas, 2001), 227.

(25)

Tuhan. Di sinilah muncul sebuah pertanyaan mengapa orang-orang yang beragama justru turut serta melakukan perbuatan kerusakan? Seharusnya, orang yang beragama pasti perbuatannya baik. Namun, faktanya kerusakan justru dilakukan oleh manusia yang beragama. Padahal jika manusia meyakini keimanannya maka akan terjadilah sebuah keseimbangan.

Sehingga terciptalah harmonisasi keindahan, kepedulian, tidak merusak, dan tidak membiarkan kerusakan.14 Dengan kata lain manusia yang mempunyai agama seharusnya dapat mengaplikasikan keimanannya dengan perbuatan baik. Maka dari itu, di sinilah pentingnya penelitian mengenai: Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat Kerusakan di Muka Bumi).

Alasan kedua mengapa penulis mengangkat tema, Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat Kerusakan di Muka Bumi) menjadi judul skripsi karena term kerusakan di dalam al-Qur’an jumlahnya sangat banyak derivasinya.

Sehingga, sangat menarik untuk diteliti. Juga, perbuatan manuia menempati posisi yang erat kaitannya dengan mengapa terjadi kerusakan, sebagaimana Sonny A. Keraf menuliskan dalam bukunya, Etika Lingkungan Hidup, masalah lingkungan merupakan masalah perbuatan atau perilaku manusia.

Alasan ketiga mengapa penulis menggunakan Tafsir Ibn Katsir dalam penelitian ini, hal ini karena beberapa alasan: Pertama: Ibn Katsir atau yang bernama lengkap Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin al-Hafidz Abi Hufas Umar bin Katsir, ini merupakan ‘ulama yang bermazhab Syafi’i,15 berakidah ahlusunnah wa al-Jama’ah. Ia terkenal juga sebagai tokoh

14 Saifuddin Aman, Tren Spiritual Millenium Ketiga (Jakarta: Ruhama, 2013), 59.

15 Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin al-Hafidz Abi Hufas Umar bin Katsir, Tafsir al-Qur’ân al- Adzȋm, jilid 1 (Riyadh: Dar al-Salam, 1994),18.

(26)

panutan bergelar al-Hafidz.16 Kedua: Karena tafsir ini merupakan Tafsir al- Qur’ȃn bi al-Qur’ȃn, sebagaimana disebutkan bahwa metode penafsiran yang utama yaitu al-Qur’an dengan al-Qur’an. Jika tidak ada di dalam al- Qur’an hendaknya menafsirkan dengan Hadis. Dan jika tidak menemukan di dalam al-Qur’an dan hadis, maka hendaknya merujuk pada sahabat dan tabi’in.17 Ketiga: penulis melihat Ibn Katsir dalam menjelaskan ayat-ayat mengenai kerusakan mengungkapkan sebagai akibat dari kemaksiatan manusia kepada Allah, sehingga menjadikan manusia lalai dan bahkan kufur kepada-Nya. Selain itu, kemaksiatan diakibatkan karena agama yang mengatur kehidupan manusia ternyata belum mampu termanifestasikan dengan perbuatan baik.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan hasil pengamatan mengenai latar belakang permasalahan yang telah dipaparkan di atas, penulis mengidentifikasi beberapa permasalahan, yaitu:

Pertama: Penelitian mengenai kerusakan hasil perbuatan manusia di muka bumi, masih berkisar pada kerusakan yang berdampak pada materi.

Seperti: Kerusakan lingkungan yang berdampak pada pencemaran lingkungan atau penebangan hutan secara illegal. Hal ini membawa pemahaman yang berdampak secara rill (nyata). Padahal, kerusakan yang berdampak pada non-materi belum diteliti secara mendalam. Dari sinilah

16 Ibn Katsir, al-Bidâyah wa al-Nihâyah, terj. Abdullah bin Abdul Muhsin (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 13.

17 Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahmad bin Ishaq Alu Syaikh, Tafsir Ibn Katsir, jilid 1 (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2009), bagian Muqaddimah.

(27)

muncul sebuah pertanyaan. Mengapa ayat al-Qur’an mengenai kerusakan belum dikaji dalam aspek non-materi?

Kedua: Ayat-ayat kerusakan hasil perbuatan manusia di muka bumi belum final dikaji dan perlu dikaji dalam segi penafsiran al-Qur’an.

Ketiga: Perbuatan atau perilaku manusia yang merusak merupakan orang-orang yang mempunyai agama. Padahal seharusnya orang-orang yang beragama justru orang yang dapat melakukan, menjaga keseimbangan, dan mengamalkan apa yang diperintahkan agamanya. Dari sinilah muncul sebuah pertanyaan, mengapa orang yang beragama justru turut serta melakukan kerusakan?

C. Batasan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas, peneliti hanya fokus kepada permasalahan, Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat Kerusakan di Muka Bumi) adalah penting dan uniknya Ibn Katsir dalam menjelaskan makna ayat-ayat kerusakan. Oleh karena itu, kitab yang menjadi rujukan primer adalah kitab al-Qur’ân al-Adzȋm.

Mengenai ayat-ayat fasād (kerusakan), penulis menelusuri kata Fasād dengan menggunakan kitab mufradât (kosa kata) yaitu kitab al-Mufrȃd fȋ Gharȋb al-Qur’ȃn. Pada kitab ini, arti fasād (kerusakan) yang berarti

“Sesuatu yang keluar dari ke-seimbangan,” untuk diuraikan tafsirnya, yaitu:

surah al-Baqarah [2] : 11, surah al-Baqarah [2] : 12, surah al-Baqarah [2] : 220, surah al-Baqarah [2] : 205, surah Yunus [10] : 81, surah al-Anbiya [21] : 22, surah al-Mu’minun [23] : 71, surah al-Naml [27] : 34, surah al-

(28)

Rȗm [30] : 41-42. Dari kesembilan18 ayat ini sudah mewakili bagaimana Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat yang Menjelaskan Kerusakan di Muka Bumi).

Pembatasan ini bertujuan agar pembahasan lebih fokus dan tidak keluar dari tema yang diteliti dari aspek-aspek yang telah diidentifikasi, menginformasikan tafsiran Ibn Katsir mengenai ayat, dan wawasan yang terkait dengannya.

D. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini menggunakan model pernyataan yang berguna untuk menjawab pokok permasalahan dan menunjukkan arah pemahaman yang benar, yaitu: Bagaimana Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat Kerusakan di Muka Bumi).

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penulis dalam melakukan penelitian skripsi ini adalah:

a. Untuk mengetahui bagaimana perbuatan manusia yang keluar dari keseimbangan

18 Term fāsad yang terdapat dalam penelitian ini merupakan term yang terdapat dalam kitabal-Mufrat fȋ Gharȋb al-Qur’ȃn. Di dalam kitab tersebut, terdapat 10 (sepuluh) ayat. Namun ketika penulis teliti ulang ayat tersebut terdapat sembilan ayat. Hanya saja, surat al-Baqarah [2] : 205 term fasād dalam satu ayat terdapat 2 (dua) kata fasād.

(29)

b. Untuk mengamati tentang bagaimana ayat-ayat mengenai ragam kerusakan hasil perbuatan manusia di muka bumi

c. Untuk menganalisis Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat Kerusakan di Muka Bumi)

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu:

manfaat secara teoritis dan manfaat secara praktis. Penulis merangkumnya sebagai berikut:

a. Penelitian ini berguna agar mengetahui perbuatan manusia yang keluar dari keseimbangan

b. Penelitian ini berguna agar mendapatkan pemahaman ayat-ayat mengenai ragam kerusakan hasil perbuatan manusia di muka bumi c. Penelitian ini diharapkan mampu berguna sebagai rujukan untuk memahami Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Ayat-ayat yang Menjelaskan Kerusakan di Muka Bumi Studi Tafsir Ibn Katsir)

Dua poin pertama merupakan manfaat penelitian secara teoritis, sedangkan satu poin terakhir merupakan manfaat secara praktis.

E. Tinjauan Kajian Terdahulu

Karena lingkup kajian ini adalah Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Ayat-ayat yang Menjelaskan Kerusakan di Muka Bumi Studi Tafsir Ibn Katsir), maka penulis

(30)

berusaha mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya mengenai tema tersebut. Tujuannya agar tidak terjadi kesamaan dan menemukan perbedaan dalam penelitian. Setelah penulis teliti melalui artikel, buku, skripsi, dan tesis pembahasan yang relevan mengenai skripsi ini sebagai berikut:

Penelitian yang ditulis oleh Enoh (Dosen tetap Fakultas Tarbiyah UNISBA) dalam sebuah artikelnya yang berjudul Konsep Baik (Kebaikan) dan Buruk (Keburukan) dalam al-Qur’an, v. XXIII No. 1 Januari – Maret 2007. Artikel ini membahas mengenai makna kebaikan dan keburukan dalam al-Qur’an. Perbedaan artikrel ini dan skripsi penulis terletak pada pembahasan mengenai kebaikan dan keburukan saja, melainkan analisis ragam kerusakan di muka bumi.

Penelitian yang kedua ditulis oleh Rabiah Z. Harahap (Dosen Fakultas UMSU) dalam, artikel EduTech vol. 1 no 1 Maret 2015. Artikel ini membahas mengenai akhlaq, etika, dan moral. Serta etika terhadap lingkungan hidup dalam persfektif ajaran Islam. Perbedaan artikel ini dengan penelian penulis adalah penulis tidak hanya menampilkan akhlaq, etika, dan moral tetapi juga diteliti bagaimana Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia.

Penelitian yang ketiga yang disusun oleh Kementerian Agama RI dalam buku yang berjudul, Pelestarian Lingkungan Hidup. Penelitian ini membahas mengenai berbagai tema lingkungan, seperti: Eksistensi laut, eksistnsi air, kebersihan lingkungan, kerusakan lingkungan, term al- Qur’an yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan, dan sebagainya, tetapi dalam buku tafsir tematik ini tidak mengupas secara detail mengenai ragam kerusakan hasil perbuatan manusia secara fokus.

(31)

Penelitian yang keempat yang ditulis oleh Wisnu Arya Wardana dalam buku yang berjudul, Dampak Pencemaran Lingkungan. Buku ini berisi penjelasan mengenai beberapa macam kerusakan yang terkhusus pada pencemaran lingkungan, diantaranya: Pencemaran udara, pencemaran air, dan pencemaran daratan.19 Semua pencemaran di atas merupakan bentuk kerusakan. Perbedaan dengan penelitian ini adalah terletak pada kerusakan tidak hanya berfokus pada pencemaran lingkungan saja, melainkan berfokus pada ragam kerusakan akibat pencemaran yang menghadirkan ayat-ayat al-Qur’an.

Penelitian yang kelima yang ditulis oleh Muhammad Mukhtar Dj (2010).

Ia berada di jurusan Tafsir-Hadis, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Skripsi ini berjudul Kerusakan Lingkungan Persfektif al-Qur’an (Studi Tentang Pemanasan Global).

Skripsi ini membahas mengenai cara penanggulangan pemanasan global dalam al-Qur’an. Kesimpulan dari penelitian ini adalah mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang berbicara pemeliharaan al-Qur’an, diantaranya: pertama:

nilai-nilai yang ada di dalam al-Qur’an mengenai pemanasan global tersebar dalam berbagai ayat. Kedua: Berbagai cara telah dilakukan untuk menanggulangi pemanasan global, seperti negara-negara internasional telah membuat suatu persetujuan untuk menangani masalah pemasan global.

Ketiga: Tanpa nilai-nilai standar tersebut, manusia melihat kebenaran menurut hawa nafsunya masing-masing.20 Perbedaan dengan penelitian ini yaitu kerusakan tidak dititik beratkan pada satu hal, yaitu mengenai lingkungan. Namun meneliti term kerusakan dari berbagai aspek.

19 Wisnu Arya Wardhana, Dampak Pencemaran Lingkungan (Yogyakarta: Andi Offset, 2004), xvi.

20 Muhammad Mukhtar Dj, “Kerusakan Lingkungan Persfektif al-Qur’an (Studi Tentang Pemanasan Global),” Dalam Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2010), 60.

(32)

Penelitian yang keenam yang ditulis oleh Tatik Maisaroh (2017). Ia berada di jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Intan Lampung. Skripsi ini berjudul Akhlaq Terhadap Lingkungan Hidup Dalam al-Qur’an (Studi Tafsir al- Misbah). Skripsi ini membahas mengenai kontribusi dan kontekstualisasi akhlaq lingkungan hidup Muhammad Qurays Shihab di Indonesia.

Kesimpulan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu: pertama:

Muhammad Quraish Shihab dalam tafsirnya memili pandangan bahwa akhlaq terhadap lingkungan hidup adalah tidak merusak tatanan kehidupan.

Kedua: Kontekstualisasi akhlaq terhadap lingkungan hidup menurut M.

Quraish Shihab apabila dilihat sangat relevan di Indonesia. Hal ini dilihat dari masyarakat yang melakukan kemaksiatan, kerakusan, keegoisan, dan berbagai kerusakan di bumi, baik daratan dan lautan.21 Perbedaan dengan penelitian ini adalah kerusakan tidak hanya terhadap lingkungan. Juga penggunaan kitab tafsir yang berbeda.

Penelitian yang ketujuh yang ditulis oleh M. Luthfi Maulana (2016). Ia berada di jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang. Skripsi ini berjudul Manusia dan Kerusakan Lingkungan dalam al-Qur’an: Studi Kritis Pemikiran Mufassir Indonesia (1967-2014). Skripsi ini membahas mengenai penafsiran Mufassir Indonesia mengenai ayat-ayat kerusakan lingkungan dan membahas relevansi penafsiran ayat-ayat tentang lingkungan oleh Mufassir Indonesia.22 Perbedaan dengan penelitian skripsi

21 Tatik Maisaroh, “Akhlaq Terhadap Lingkungan Hidup Dalam al-Qur’an (Studi Tafsir al-Misbah),” Dalam Skripsi SI Fakultas Ushuluddin UIN Raden Intan (Lampung 2017), 105.

22 M. Luthfi Maulana, “Manusia dan Kerusakan Lingkungan dalam al-Qur’an:

Studi Kritis Pemikiran Mufassir Indonesia (1967-2014),” Dalam Skripsi SI Fakultas Ushuluddin UIN Walisongo (Semarang 2016), 4.

(33)

ini dengan penulis adalah kerusakan yang diteliti tidak terfokus pada kerusakan lingkungan, melainkan pada ragam kerusakan. Juga, perbedaan mengenai fokus pembahasan tafsir yang menggunkan tafsir Ibnu Katsir.

Penelitian yang kedelapan yang ditulis oleh Cahaya Riana Purnama (2017). Ia berada di jurusan Ilmu al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas Ushuluddin, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Skripsi ini berjudul Perbuatan Baik dan Buruk Manusia Menurut Ibn Taimiyah. Skripsi ini membahas mengenai kebaikan dan keburukan dari berbagai term dalam al-Qur’an dan juga membahas mengenai kebaikan dan keburukan menurut Ibn Taimiyah. Perbedaan dengan penelitian penulis adalah terletak pada kebaikan dan keburukan yang mengarah pada perbuatan manusia yang merusak atau mengganggu keseimbangan. Selain itu perbedaan terletak pada analisis pembahasan menggunakan Ibn Katsir.

Penelitian yang kesembilan yang ditulis oleh Drs. H. Slamet Khaeruddin (2004). Tesis Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Tesis ini berjudul, Fȃsad dalam al-Qur’an. Tesis ini membahas mengenai pengungkapan fȃsad dalam al-Qur’an dari berbagai derivasinya.

Kesimpulan dari penetian ini yaitu: 1). Konsep fȃsad dalam al-Qur’an segala sesuatu yang keluar dari kondisi normal. 2). Diantara pengungkapan yang senada dengan fȃsad adalah al-tsubȗr, al-Tabbar, al-Tabdzȋr, al-Ilhȃk, al-Hadm, dan al-Damdȃmah, dan lain sebagainya.23 Perbedaan tesis ini dengan skripsi penulis adalah pembahasan mengenai fȃsad yang berarti sesuatu yang keluar dari kondisi normal dibahas detail dengan analilis pengguaan tafsir Ibn Katsir. Selain itu, pembahasan mengenai perbuatan manusia juga dihadirkan.

23 Slamet Khaeruddin, “Fȃsad dalam al-Qur’an,” Dalam Tesis Fakultas Ushuluddin Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2004), 163-164.

(34)

F. Metode Penelitian

Pendekatan penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif.

Metode penelitian kualitatif adalah metode yang menggunakan natural setting (kondisi alami).24 Metode kualitatif juga diartikan sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif25 atau juga biasa dikenal dengan proses penelitian dan pemahaman yang berdasarkan pada metodologi yang menyelidiki fenomena sosial dan masalah manusia.26

Sumber data penelitian yang menjadi rujukan penulis diambil dari sumber primer karya Imaduddin Abul Fida bin Ismail dengan kitab tafsirnya al-Qur’ân al-Aldzȋm. Selain itu untuk term fasād (kerusakan) menggunakan kitab al-Mufrȃd fȋ Gharib al-Qur’ȃn. Tidak lupa juga data sekunder yaitu data yang didapatkan dari berbagai literatur pendukung yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini.

Literatur pendukung itu dapat berupa: Kitab tafsir selain Ibn Katsir, buku-buku mengenai kerusakan, buku-buku mengenai perbuatan manusia, artikel, dan sebaginya.

Metode penelitian yang digunakan untuk penulisan skripsi ini bersifat deskriptif-analitis. Penelitian deskriftif adalah penelitian yang berusaha memberikan gambaran secara sistematis dan fakta-fakta aktual,27 mengenai masalah yang akan diteliti. Sedangkan analisis adalah mencari pandangan yang mendalam mengenai penelitian. Tujuannya untuk mendapatkan gambaran dan analisis yang tajam mengenai Ragam

24 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatai, kualitatif dan R dan D (Bandung:

Alfabeta, 2007), 9.

25 Arief Furchan, Pengantar Metode Penelitian Kuantitatif (Surabaya: Usaha Nasional, 1992), 21.

26 Juliansyah Noor, Metodologi Penelitian: Skripsi, Tesis, Disertasi dan Karya Ilmiah (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2012), 33-34.

27 Nuzul Zuriah, Metodologi Penelitian (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009) 14.

(35)

Kerusakan Akibat Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-ayat Kerusakan di Muka Bumi).

Teknik pencarian dan pengumpulan data penelitian ini menggunakan riset kepustakaan (library reseach) dengan mempelajari buku-buku atau literatur-literatur, dokumen, dan artikel mengenai, Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Ayat-ayat yang Menjelaskan Kerusakan di Muka Bumi Studi Tafsir Ibn Katsir). Dan meneliti ayat-ayat dalam al-Qur’an dengan maksud untuk mendapatkan deskripsi mengenai masalah yang diteliti.

G. Sistematika Penulisan

Untuk mendapatkan gambaran dan memudahkan telaah terhadap skripsi ini, penulis membagi skripsi ini kedalam lima bab, dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

Bab pertama, berupa pendahuluan yang terdiri dari beberapa sub- bab, yaitu: Latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian hingga sistematika penulisan. Pada bab ini bertujuan untuk memberikan gambaran dari keseluruhan permasalahan yang akan dibahas secara rinci dan detail pada bab-bab berikutnya.

Bab kedua, Sub-bab ini menjelaskan mengenai Tafsir Ibn Katsir yang terdiri dari: Biografi penulis Tafsir Ibn Katsir, pendidikan Ibn Katsir, guru-guru Ibn Katsir, karya-karya Ibn Katsir. Juga, peneliti menjelaskan tentang metode tahlȋli yang digunakan Ibn Katsir serta kategori bȋ Ma’sȗr yang digunakan dalam penafsiran. Pada bab ini

(36)

bertujuan untuk menjelaskan berbagai macam data yang berkaitan dengan pembahasan berdasarkan landasan teoritis secara umum.

Bab ketiga, Pada bab ini akan dijelaskan pengertian istilah kebaikan dan keburukan di dalam al-Qur’an. Selain itu, pada bab ini akan dijelaskan secara detail mengenai term-term perbuatan manusia. Pada bab ini bertujuan untuk memberikan kerangka berfikir teoritis megenai hal-hal yang berhubungan dengan data yang akan diteliti.

Bab keempat, Sub bab ini berfokus pada ayat-ayat fasād (kerusakan) yang kata jadiaannya dalam terdiri dari 9 (sembilan) bagian (seperti yang telah digambarkan pada bagian pembatasan masalah).

Pada bab ini bertujuan mendeskripkan hasil analisis, Ragam Kerusakan Hasil Perbuatan Manusia di Muka Bumi (Analisis Penafsiran Ibn Katsir atas Ayat-Ayat Kerusakan di Muka Bumi).

Bab kelima, yang merupakan penutup, yaitu berisi mengenai hasil kesimpulan dan saran dari penelitian. Tujuannya adalah untuk menjawab rumusan masalah dalam penelitian, serta memberikan saran agar para peneliti selanjutnya ingin mengambil manfaat dan melanjutkan sebuah penelitian.

(37)

21 BAB II

IBN KATSIR: BIOGRAFI DAN PEMIKIRAN

Untuk memahami lebih dalam pemikiran dan tafsir karya Ibn Katsir yang penulis teliti, maka penulis menghadirkan biografi tokohnya.

Selanjutnya menganalisis pemikiran Ibn Katsir dari berbagai sudut pandang kehidupannya. Dimulai dari guru-gurunya, murid-muridnya, dan karya- karya fenomenalnya.

A. Biografi Ibn Katsir

Nama lengkap penulis kitab tafsir, al-Qur’ȃn al-Adzȋm (Tafsir Ibn Katsir) adalah Abu al-Fida’ Imaduddin Ismail bin Umar bin Katsir al- Qurays al-Busyra.1 Ia lahir di daerah Mijdad, bagian dari Bushra,2 pada tahun 700 H dan wafat pada tahun 774 H.3

Keluarga Ibn Katsir merupakan keluarga yang taat beragama. Hal ini ditandai dengan seorang ayah yang menjadi seorang ‘ulama pada zamannya. Nama ayah Ibn Katsir adalah Syihab al-Din Abu Hafs ‘Amr Ibn Katsir yang lahir pada (640 H). Namun, sejak umur tujuh tahun, Ibn Katsir ditinggal oleh ayahnya yang

1 Imaduddin Abu al-Fida’ Ismail bin Katsir al-Qurays al-Busyra, Tafsir al- Qur’ȃn al-Adzȋm, jilid.1 (Riyadh: Dar as-Salam, 1994), 15.

2 Bushra merupakan negeri di Syam dari bagian Damaskus.

3 Abdullah bin Muhammad, Tafsir Ibn Katsir (Jakarta: Pustaka Imam asy-Syafi’i, 2008), xxv.

(38)

meninggal dunia. Sehingga, ia dibesarkan oleh kakaknya, yaitu Kamal al-Din Abd Wahhab di Damaskus.4

Ibn Katsir dalam kehidupannya sangat bersemangat menggali dan mendalami ilmu pengetahuan. Hal ini dapat dilihat ketika ia memulai pengembaraannya dan bertemu para ‘ulama besar. Pertemuannya dengan para ‘ulama menjadikan ia mendalami berbagai bidang ilmu, seperti: Tafsir, Hadis, Tarikh, dan Fiqh.

Dari semangatnya menggali dan mendalami berbagai ilmu di atas, jadi sangat wajar jika ‘ulama setelahnya memberikan pujian kepadanya. Syaikh Manna al-Qathtan misalnya ia menuliskan bahwa Ibn Katsir merupakan seorang yang pakar fiqih yang mumpuni, ahli hadis yang cerdas, sejarawan yang ulung, dan mufassir yang unggul. Juga, Ibn Hajar berpendapat bahwa Ibnu Katsir seorang yang ahli dan hadis yang faqih.5

Ibn Katsir wafat pada 26 Sya’ban tahun 774 H. Makamnyaberdekatan dengan makam gurunya, yaitu Syaihul Islam Ibn Taymiah di pemakaman al-Shufiyah, kota Damaskus.6

B. Para Guru Ibn Katsir dan Para Murid Ibn Katsir

Orang yang memiliki ilmu tentu mempunyai guru yang mempunyai segudang ilmu. Semakin banyak guru dalam men-dalami ilmu maka akan semakin banyak wawasan, pandangan, dan pencerahan yang didapatkan.

4 Maliki, “Tafsir Ibn Katsir: Metode dan Bentuk Pemikirannya”. el-Umdah, vol.

1, no. 1 (2018): 76.

5 Syaikh Manna al-Qaththan, Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an (Jakarta: Pustaka al-Kautsar, 2005), 478.

6 Imaduddin Abu al-Fida Ismail, Tafsir Juz ‘Amma, terj. Farizal Tirmizi (Jakarta:

Pustaka Azzam, 2007), xvii.

(39)

Seperti Ibn Katsir, ia menggali keilmuannya dengan mencari dan mendatangi guru kemudian mendapatkan ilmunya. Setelah mendapatkan keilmuannya, Ibnu Katsir juga mempunyai murid yang belajar dengannya.

Hal ini untuk melanjukan estafet pengetahuan agar tidak terputus. Berikut nama-nama guru dan nama-nama murid Ibn Katsir:

a. Guru-Guru Ibn Katsir

al-Hafizh Ibn Katsir dalam kitab al-Bidȃyah wa an-Nihȃyah, yang ditahqiq oleh Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki disebutkan ada 19 (sembilan belas) guru Ibnu Katsir. Berikut guru-guru Ibn Katsir: 1.

Burhanuddin bin al-Firqah (w. 729 H). Ia adalah orang yang sangat wara’

dan unggul dalam bidang Fiqih, 2. Ibnu Syahnah (w. 730 H), 3. Syaihul Islam Taqiyuddin atau lebih dikenal dengan nama Ibn Taimiyah (w. 728 H),7 4. Hamzah bin Mu’ayyudin Abul Ma’ali As’ad (w. 729 H), 5. Zakariya bin Yusuf bin Sulaiman bin Hamad al-Bajli asy-Syafi’i (w. 722 H), 6.

Dhiya’uddin Abdullah al-Zaranbadi al-Nahwi (w. 723 H). Ia adalah seorang yang ahli dalam bidang Nahwu, 7. al-Dzahabi (w. 748 H). Ia adalah tokoh Jarh wa Ta’dil, 8. Syamsuddin al-Nabasili (w. 737 H), 9. Syaikh Umar bin Abi Bakar al-Haiti al-Bashti (w. 742 H), 10. Baha’uddin Abu al-Ghalib al- Mudhaffar bin Najmuddin (w. 723 H), 11. Ibn al-Khabaz Syamsuddin Muhammad bin Ismail (w. 756 H), 12. Muhammad bin Ja’far bin Fir’ausy yang biasa dipanggil al-Libad (w. 724 H). Ibnu Katsir menjelaskan, ia membaca sebagian Qira’at darinya, 13. Ibn al-Zamlakani (w. 727 H), 14.

Syaikh Afifuddin Muhammad bin Umar (w. 725 H), 15. Syamduddin Mahmud bin Abdurrahman al-Ashbahani (w. 749 H). Ia adalah seorang guru Ushul, 16. Ibn al-Bushaish (w. 716). Ia adalah guru metode penulisan

7 Moch. Tohir ‘Aruf, “Persfektif Ibnu Katsir Tentang Eksistensi Adam,” Dalam Disertasi Program Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah (Jakarta 2010), 53.

(40)

pada masanya, 17. Syamsuddin Abu Nashar bin Muhammad (w. 723 H), 18. Muhyiddin Abu Zakariya Yahya bin al-Fadhil Jamaluddin Ishaq (w. 724 H), 19. Jamaluddin Abu al-Hajjaj al-Mizzi Yusuf bin az-Zaki Abdurrahman bin Yusuf (w. 742 H).

Kedudukan keilmuan Ibn Katsir mulai fenomenal sejak di tengah- tengah berbagai lembaga kajian keilmuan yang dipimpinnya, seperti:

Madrasah Darul Hadis al-Asyrafiyah, Madrasah al-Syalihiyah, Madrasah al-Najibiyah, Madrasah al-Tanzakiyah, dan Madrasah al-Nuriyah al- Kubra.8 Selain itu Ibn Katsir fenomel karena berbagai masjid yang menjadi sarana belajar dan berbagai karya tulis yang disusunnya dalam bidang tafsir, sejarah, dan hadis. Dari berbagai tempat belajar itulah Ibn Katsir banyak mempunyai murid.

b. Murid-Murid Ibn Katsir

Berikut beberapa murid Ibn Katsir: 1. Syihabuddin Abu al-Abbas Ahmad bin Haji bin Musa bin Sa’ad bin Ghasyam bin Ghazwan (w. 816 H), 2. Syihabuddin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Hariri ad-Dimasqy (w. 813 H), 3. Abu al-Mahasim al-Husaini (w. 765 H).9

C. Karya dan Pemikiran Ibn Katsir

Ketekunan dan kegigihan Ibnu Katsir dalam mencari ilmu. Ia mendapat julukan al-Hafizd, yaitu para penjaganya al-Qur’an. Selain al-Hafidz, ia

8 Ibn Katsir, al-Bidayah wa al-Nihayah, terj.Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), 18.

9 Ibn Katsir, al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah, 27.

(41)

juga menyandang gelar: al-Muhaddits,10 al-Faqih,11 al-Muarrik,12 dan al- Mufassir.13 Gelar tersebut yang diberikan di atas merupakan gelar karena berbagai karyanya yang fenomenal. Seperti kitab Ibn Katsir yang paling besar dan dipakai hingga saat ini adalah kitab al-Qur’ȃn al-adzȋm setelah kitab Tafsir al-Thabâri. Berikut ini sebagian karya-karya Ibn Katsir:

a). Dalam bidang Tafsir

Dalam bidang Tafsir, Ibn Katsir menulis dua kitab, yaitu: 1). Tafsir al-Qur’ȃn al-Adzȋm, yaitu kitab tafsir 30 Juz yang menggunakan riwayat atau yang lebih terkenal dengan tafsir al-Qur’ȃn bi al-Matsur, yaitu penafsiran al-Qur’an dengan al-Qur’an, atau dengan as-Sunnah karena menjelaskan kitabullah, atau riwayat yang diterima dari sahabat, atau dari riwayat Tabi’in.14 2). Fada’il al-Qur’ȃn, yaitu kitab yang berisi tentang ringkasan sejarah al-Qur’an.

b) Dalam bidang Sejarah

Dalam bidang sejarah, Ibn Katsir menulis beberapa kitab, diantaranya: 1). al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah (yang terdiri dari 14 jilid) yaitu sebuah kitab sejarah yang sangat fenomenal ,kitab ini berisi tentang cerita penciptaan alam semesta, cerita para Nabi umat terdahulu, cerita keadaan orang-orang jahiliyah, cerita tanda-tanda hari kiamat, tanda-tanda fitnah, dan hal-hal mengenai akhirat, 2). al-Fushul fȋ Shȋrat al-Rasul yaitu kitab ini

10 Muhaddits adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli hadis dan berguru pada imam-imamnya.

11 al-Fiqih adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam bidang Fiqih.

12 al-Muarrik adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam bidang sejarah.

13 Mufassir adalah gelar yang diberikan kepada orang yang ahli dalam bidang Tafsir.

14 Mashruri Sirajuddin Iqbal dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir (Bandung:

Percetakan Angkasa, 2009), 115.

(42)

yang berisi uraian mengenai sejarah Rasul, 3). Thabaqat al-Syafi’iyyah, yaitu kitab yang berisi peringkat-peringkat ulama madzhab Syafi’i, 4). al- Kawakib al-Darāri, yaitu kitab yang berisi cuplikan dari al-Bidȃyah wa al- Nihȃyah.

c). Dalam bidang Hadis

Dalam bidang hadis, Ibn Katsir menulis kitab, yaitu: 1). Jami’ul Masȃnid wa al-Sunan, yaitu kitab yang berisi kumpulan hadis. Di dalam kitab ini, Ibnu katsir menggabungkan antara Musnad Imam Ahmad, al- Bazzar, Abu Ya’la, Ibn Syaibah, dan al-Kutub as-Sittah,15 2). Takhrij Ahadis Adillah al-Tanbih li ‘Ulum al-Hadis, yaitu kitab takhrij terhadap hadis dalam kitab al-Tanbih karya al-Syirazi, (w. 476 H).

d). Dalam bidang Fiqih

Dalam bidang Fiqih, Ibn Katsir menulis kitab, yaitu: 1). al-Ijtihad fȋ Thalab al-Jihad, yaitu kitab fiqih yang menjelaskan uraian untuk menggerakkan semangat juang ummat Islam dalam mempertahankan partai Lebanon-Suriah dari sebuah Frank dari Cyprus, 2). al-Ahkam ‘ala Abwab al-Tanbih, yaitu kitab yang berisi komentar terhadap al-Tanbih karya al- Syirazi.

D. Sekilas Mengenai Tafsir Ibn Katsir a. Naw’u (Jenis)

Dalam sumber penafsiran ada istilah kata, “naw’u” yang berarti “Jenis penafsiran”. Ibn Katsir dalam menulis kitab al-Qur’ȃn al-Adzȋm sebenarnya

15 al-Hafizh Ibn Katsir, al-Bidȃyah wa al-Nihȃyah (Jakarta: Pustaka Azzam, 2013), h. 33. Dan ditahqiq oleh Abdullah bin Abdul Muhsin al-Turki.

(43)

telah menjelaskan dalam pembukaan kitabnya bahwa ia menggunakan jenis bi al-Ma’sȗr (riwayat-riwayat) yaitu menafsirkan ayat al-Qur’an dengan al- Qur’an, atau menafsirkan al-Qur’an dengan hadis, atau menafsirkan dengan pendapat para sahabat, dan yang terakhir adalah menafsirkan dengan pendapat para tabi’in.

b. Laun (Corak)

Dalam studi tafsir corak biasa digunakan dengan istilah “Laun”. Laun adalah kecenderungan ide pemikiran yang mendominasi karya tafsir.

Adapun corak penafsiran penafsiran tafsir Ibn Katsir dipengaruhi oleh latar belakang kedisiplinan keilmuannya. Jika dilihat dari kitab tafsirnya, maka corak yang digunakan adalah corak bi al-Ma’tsȗr. Hal ini karena dikategorikan dalam sumber riwayah.

Muhammad Sofyan menuliskan bahwa tafsir Ibn Katsir ini pada dasarnya menjelaskan sekadarnya saja. Agar ‘ulama lain memperdalam topik-topik yang dibahas sejalan dengan keinginan dan terperinci secara lebih luas.16

c. Thariqah al-Tafsir (Metodologi)

Metodologi berasal dari kata “method” dan “logos” yang berarti ilmu pengetahuan yang menggunakan cara yang teratur untuk mencapai maksud.17 Dalam istilah bahasa indonesia “method” di sebut dengan

“metode” yang dapat diartikan dengan cara yang digunakan Mufassir dalam melakukan penafsiran. Pada umumnya metode ini terbagi menjadi

16 Muhammad Sofyan, Tafsir wa al-Mufassirun (Medan: Perdana Publishing, 2015), 56.

17 Abd. Muin Salim, Mardan dan Achmad Abu Bakar, Metodologi Penelitian Tafsir Maudu’i (Jogjakarta: Pustaka al-Zikra, 2017), 3.

(44)

empat macam, yaitu: metode global (Metode ijmȃli,18 metode analitis (Manhaj tahlȋli),19 metode komparatif (Manhaj muqȃrran),20 dan metode tematik (Manhaj maudu’i).21

Menurut Ahmad Izzan dalam bukunya, Metodologi Ilmu Tafsir, metode tahlili adalah metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an melalui penguraian makna yang terkandung dalam ayat al-Qur’an dengan mengikuti tata tertib urutan surat.22

Dari uraian di atas, maka tafsir al-Qur’an al-Adzȋm karya Ibnu Katsir ini menggunakan metode tahlȋli, yaitu metode yang menjelaskan kandungan ayat-ayat al-Qur’an dengan segala aspeknya, berdasarkan urutan ayat dalam al-Qur’an (Dimulai dari al-Fâtihah sampai an-Nâs) sesuai dengan mushaf Usmani, arti kosa kata, munasabat (Melihat hubungan ayat- ayat al-Qur’an antara satu sama lain),, dan juga tidak mengabaikan asbȃb al-Nuzȗl (Sebab atau peristiwa turunnya ayat).23

Dalam kitab tafsir al-Qur’an al-Adzȋm karya Ibn Katsir ini, penjelasan mengenai kosa kata tidak terlalu detail. Melainkan menjelasakan kosa kata pilihan yang dianggap penting. Selain itu, mengungkapkan penjelasan satu kalimat yang utuh. Misalnya: Ketika menjelasakan al-Qur’an surah al-

18 Metode Ijmali adalah metode yang bersifat global dan ringkas. Misalnya: Hanya menungkap malma sinonim saja, seperti: Tafsir Jalalayn karya Jalal al-Din al-Suyuthi.

Lihat, Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2011), 105.

19 Metode Tahlili adalah metode yang bersifat menjelaskan segala aspek yang terkandung dalam ayat al-Qur’an.

20 Metode Muqarran merupakan metode yang mencoba untuk membandingkay ayat dengan ayat, atau ayat dengan hadis, atau pendapat para ‘ulama Tafsir dengan cara menampakkan segi perbedaan dari objek yang dibandingkan.

21 Metode Maudhui adalah metode tafsir yang membahas tema-tema tertentu atau yang sama kesatuan makna.

22 Ahmad Izzan, Metodologi Ilmu Tafsir (Bandung: Tafakur, 2011), 103.

23 Anshori, Ulumul Qur’an: Kaidah-kaidah Memahami Firman Tuhan (Jakarta:

Rajawali Press, 2016), 208.

(45)

Baqarah ayat 11 (sebelas), tertuliskan ِِضۡرَ ۡ

لۡٱ ي ِف ْاوُد ِسۡفُت َلَ ۡمُهَل َليِق اَذِإَو pada ayat ini penjelasan ayatnya langsung dijelaskan menggunakan riwayat.24

4. Sistematika

Ibn Katsir dalam penafsirannya menggunakan sistem tartib mushafi, yaitu menggunakan penyusunan ayat demi ayat, surat demi surat, dan dimulai dari surah al-Fâtihah sampai surah al-Nâs.

Melalui penafsirannya, Ibn Katsir menuliskan ayat kemudian me- nampilkan riwayat-riwayat yang berkaitan dengan penurunan ayat tersebut.

Misalnya riwayat yang ditampilkan berupa munâsabat terhadap ayat al- Qur’an yang lain ataupun menuliskan riwayat hadis.

24 Ini akan dijelalaskan secara detail pada bab ke-4.

(46)

30 BAB III

KONSEP PERBUATAN MANUSIA

Manusia diberikan oleh Allah Subhanahuwata’ala sebuah potensi untuk melakukan sebuah perbuatan. Potensi tersebut dapat berupa potensi berbuat baik dan potensi berbuat buruk. Dengan kata lain, istilah dalam al- Qur‟an potensi itu dapat berupa kefasikan dan ketaqwaan. Hal ini terdapat di dalam al-Qur‟an pada surah al-Syams ayat 8:

اَهٰى َى ۡقَج َو ا َه َزى ُج ُف اَه َمَهۡلَ أَف ٨

“Maka Dia mengilhamkan kepadanya (jalan) kejahatan dan ketaqwaan.”

Saryono1 menjelaskan bahwa manusia pasti mempunyai sifat-sifat baik dan sifat-sifat buruk. Hal ini karena di dalam diri seseorang terdapat:

a). Sudah ada kekuatan (memilih) untuk berbuat kejahatan dan keburukan (Qs. al-Syams: 8), b). Sudah ada pendorong tersebut, yaitu malaikat dan setan.2

Perbuatan baik dan perbuatan buruk merupakan sifat yang bertentangan dan inilah ujian bagi manusia. Namun perlu diingat bahwa Allah menciptakan sifat yang bertentangan tersebut agar manusia menonjolkan sifat kebaikan. Sebagaimana fitrah manusia melakukan kebaikan.

Manusia yang mendapatkan ujian dari Allah hendaknya selalu belajar untuk selalu mengontrol diri dari perbuatan buruk. Karena apa saja

1 Saryono merupakan Mahasiswa Program Pascasarjana di Universitas Islam Negeri Raden Fatah Palembang.

2 Saryono, “Konsep Fitrah dalam Persfektif Islam”. Studi Islam vol. 4, no. 2 (2016): 167.

Referensi

Dokumen terkait