• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat menimbulkan aksi kekerasan dan perkelahian (Kamus Besar Bahasa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. tersebut dapat menimbulkan aksi kekerasan dan perkelahian (Kamus Besar Bahasa"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Rivalitas adalah kondisi ataupun perihal dimana dua orang/kelompok atau lebih yang memiliki hubungan pertentangan, permusuhan ataupun persaingan dimana dari kondisi tersebut dapat menimbulkan aksi kekerasan dan perkelahian (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2008:). Di dalam dunia sepakbola kata rivalitas sudah tidak asing lagi dimata masyarakat, terlebih jika rivalitas ini menyangkut kepada suporter sepakbolanya. Sepakbola merupakan satu olahraga yang sangat populer di dunia, bisa dikatakan setiap penduduk dunia pasti mengenal dan pernah menonton bahkan memainkan aktifitas sepakbola ini. Dari segi usia anak-anak, segi usia remaja hingga segi usia dewasa sudah tidak asing lagi dengan apa yang dinamakan sepakbola (Handoko, 2008: 33). Dengan perkembangan sepakbola yang begitu pesat hingga sekarang, dinamika dalam sepakbola juga kian berkembang.

Satu bentuk dinamika dari sepakbola yang kian berkembang adalah terbentuknya suporter atau pendukung dari masing-masing negara ataupun tim yang di idolakannya, baik itu yang bersifat individu maupun yang bersifat kelompok. Pada khususnya di level kelompok, mereka sudah terinstitusi kedalam suatu kelompok yang lebih besar dan biasanya disebut kelompok suporter (Handoko, 2008: 34). Kelompok suporter didalam sepakbola merupakan bagian yang tidak dapat terpisahkan dari suatu tim itu sendiri, banyak yang beranggapan bahwa suporter adalah pemain ke-12 (dua belas) didalam tim sepakbola (Handoko, 2008: 36). Alasan tersebut bukan tidak mempunyai dasar yang kuat, banyak kasus didalam pertandingan sepakbola bahwa setiap tim yang bertanding dan memenangkan

(2)

2 pertandingan salah satu faktor penentunya adalah karena dukungan dari suporternya itu sendiri.

Kembali ke persoalan rivalitas dan kelompok suporter, dua komponen tersebut merupakan bagian yang sulit terpisahkan didalam komponen persepakbolaan di dunia maupun di Indonesia. Tidak jarang terjadi bentuk hubungan yang kurang harmonis diantara kelompok suporter yang satu dengan kelompok suporter lain, misalnya hubungan pertentangan, hubungan persaingan hingga hubungan permusuhan. Hubungan yang kurang harmonis antar kelompok suporter tersebut adalah manifestasi dari bentuk rivalitas yang terjadi diantara kelompok suporter yang ada.

Pada perkembangan selanjutnya yang lebih sempit lagi, ternyata kelompok suporter khususnya pada kelompok suporter yang mendukung tim atau klub yang berasal dari negara- negara eropa telah berkembang pesat dan semakin eksis kedudukannya, dan biasanya kelompok ini dikenal dengan sebutan fans klub. Pada kasus di Indonesia dewasa ini perkembangan dari fans klub sepakbola sudah sangat pesat, hampir di tiap-tiap kota di Indonesia masing-masing telah berdiri dan terbentuk fans klub sepakbola, termasuk di kota Yogyakarta. Fans klub sepakbola tersebut juga sangat beragam, dari mulai fans klub Inter Milan atau yang biasa disebut dengan Interisti, fans klub AC Milan yang biasa disebut Milanisti sampai fans klub Juventus atau yang biasa disebut Juventini, dan masih banyak lagi fans klub-fans klub lain tentunya.

Penulis mengangkat judul penelitian ini dengan judul “Dinamika Rivalitas Antar Fans Klub Sepakbola (Studi pada hubungan rivalitas fans klub ICI Moratti Yogyakarta dengan JCI Chapter Yogyakarta)”. Dari segi aktualitas penulis merasa bahwa kondisi perkembangan fans klub dewasa ini semakin pesat di tiap-tiap kota di Indonesia, khususnya

(3)

3 pada perkembangan fans klub di kota Yogyakarta. Akibat perkembangan yang semakin pesat ini membuat persaingan antar fans klub untuk saling menunjukan eksistensi dan gengsi dari masing-masing fans klub semakin ketat pula. Terlebih pada fans klub yang memang di kenal sejak dulu memiliki sejarah rivalitas yang sangat ketat dan memiliki kecenderungan hubungan yang tidak harmonis, misalnya rivalitas antara fans klub Interisti dan fans klub Juventini. Ketidak harmonisan hubungan ini dikhawatirkan akan memunculkan benih-benih masalah sosial baru seperti konflik antar kelompok yang terjadi. Khususnya di Yogyakarta yang menjadi basis tumbuhnya fans klub-fans klub sepakbola tersebut tidak jarang terjadi gesekan-gesekan antar fans klub, seperti misalnya kasus tawuran antar fans klub saat acara nonton bareng di gelanggang olahraga Kridosono beberapa waktu yang lalu (www.republika.com, diakses 18 Juni 2013). Kasus yang hampir sama juga terjadi ketika ada acara nonton bareng di Kedai Susu Kambing Ring Road Utara yang dilaksanakan oleh fans klub Interisti Yogyakarta dimana pada waktu itu terjadi kasus pelemparan benda berbahaya ke arah kerumunan anggota Interisti Yogyakarta yang disinyalir dilakukan oleh oknum anggota Juventini Yogyakarta. Belum lagi kasus-kasus lain seperti tindakan-tindakan provokatif yang dilakukan oleh kedua fans klub di tiap acara kompetisi futsal di Yogyakarta.

Sebenarnya kasus-kasus gesekan pada kedua fans klub ini tidak hanya terjadi di Yogyakarta, namun terjadi juga di beberapa kota lain di Indonesia, misalnya seperti di Jakarta dan Manado (www.manado.tribunnews.com, diakses 18 Juni 2013). Penulis beranggapan bahwa judul yang di angkat dengan kasus-kasus dilapangan yang terjadi sangat layak untuk diangkat karena fenomena ini masih tergolong baru dan aktual khususnya di Yogyakarta.

Dari segi orisinilitas penelitian yang berjudul “Dinamika Rivalitas antar Fans Klub Sepakbola (Studi pada Fans Klub ICI Moratti Yogyakarta dan JCI Chapter

(4)

4 Yogyakarta)” menurut peneliti masih belum ada diteliti oleh penelitian-penelitian sebelumnya. Penelitian ini lebih melihat bagaimana dinamika yang terjadi didalam hubungan rivalitas antar fans klub sepakbola, dalam kasus ini rivalitas antara ICI Moratti Yogyakarta dengan JCI Chapter Yogyakarta. Dinamika rivalitas yang dimaksud adalah bagaimana hubungan kerjasama, konflik, hingga stereotip yang terbentuk kepada fans klub rival. Secara kebaruan substantif, penelitian ini memiliki subyek penelitian yaitu fans klub sepakbola.

Fans klub sepakbola yang dimaksud disini berbeda dengan fans klub sepakbola yang diteliti oleh penelitian-penelitian yang lain, dimana mereka lebih menilik kepada meneliti fans klub sepakbola yang menggemari klub lokal Indonesia misalnya; Slemania sebagai fans PSS Sleman, Brajamusti sebagai fans PSIM Yogyakarta, dan Bonek sebagai fans Persebaya.

Kebaruan dari penelitian ini lebih melihat dan menjadikan fans klub sepakbola yang menggemari klub-klub dari Eropa khususnya klub-klub dari liga Italia seperti Inter dan Juventus sebagai subyek dari penelitian. Fans klub ini diketahui sudah eksis kedudukannya didalam dinamika perkembangan suporter di Indonesia, hal ini dibuktikan dengan kerjasama yang telah dilakukan mereka dengan menjadi official fans club yang diakui resmi oleh klub induknya yang berada di Italia. Fans klub ini juga sudah memiliki struktur organisasi, AD/ART organisasi, program kerja organisasi, dan memiliki jumlah anggota hingga ribuan orang. Mereka seakan-akan sudah sama profesionalitasnya seperti fans klub lokal yang ada di Indonesia seperti Slemania, Brajamusti, dan Bonek. Perbedaan yang paling mencolok cuma, jika fans klub lokal itu dapat menonton klub yang digemarinya secara langsung di stadion, maka fans klub Interisti dan Juventini di Indonesia hanya bisa menonton klub yang digemarinya lewat media televisi. Sehingga kemudian muncul istilah fans klub ini dijuluki dengan fans klub layar kaca.

(5)

5 Menurut pengamatan dari peneliti adapun penelitian yang sudah ada dan bertemakan fans klub sepakbola adalah: (1). Makna identitas fans klub sepakbola (studi kasus; Juventus Club Indonesia) yang disusun oleh Paundra Jhalugilang, (2). Suporter perempuan ditengah maraknya anarkisme suporter sepakbola (studi tentang eksistensi suporter perempuan Bonita) yang disusun oleh Hadi Subroto. Kedua tema penelitian diatas masing-masing memiliki perbedaan dalam segi subyek penelitian dan permasalahan penelitian.

Penelitian yang bertema Makna identitas fans klub sepakbola (studi kasus; Juventus Club Indonesia) yang disusun oleh Paundra Jhalugilang lebih kepada membahas sebuah identitas diri dari anggota fans klub Juventus Club Indonesia. Penelitian yang melihat bagaimana identitas seorang fans itu terbentuk, memalui perspektif psikologi kepribadian mereka dapat membedakan individu satu dengan individu lainnya. Dalam prosesnya pembentukan identitas diri telah terjadi secara kompleks, dinamis dan berlangsung sepanjang hidup. Institusi merupakan suatu wadah yang turut membentuk identitas diri seseorang, baik itu identitas pribadi maupun identitas sosial. Juventus Club Indonesia (JCI) sebagai perwujudan dari suatu institusi sosial berperan sangat besar dalam membentuk mereka sebagai fans juventus. Sedangkan satu penelitian lain yang bertema Suporter perempuan ditengah maraknya anarkisme suporter sepakbola (studi tentang eksistensi suporter perempuan Bonita) yang disusun oleh Hadi Subroto lebih membahas tentang eksistensi suporter perempuan pada kasus ini Bonita (Bonek wanita), bagaimana suporter perempuan dapat terus eksis ditengah maraknya aksi kekerasan/anarkisme dalam persepakbolaan Indonesia. Hal-hal apa saja melatar belakangi Bonita (Bonek wanita) tetap eksis menjadi salah satu supporter sepakbola. Bonita dalam penelitian ini ternyata memiliki citra yang positif dari masyarakat Surabaya, berbeda dengan citra yang diterima dan melekat pada

(6)

6 Bonek yang lebih dicitrakan secara negatif. Hal ini tentu saja bukan tanpa sebab, eksistensi Bonita dalam mendobrak citra negatif Bonek adalah salah satu alasannya. Eksistensi mereka dibuktikan dengan kegiatan-kegiatan positif dan bermanfaat bagi masyarakat, seperti misalnya; kegiatan donor darah, bagi-bagi ta’jil gratis, dan penggalangan dana untuk korban bencana alam. Rasa solidaritas yang kuat diantara anggota Bonita juga disinyalir menjadi faktor penguat eksistensi kelompok mereka dalam kaitannya dengan maraknya aksi anarkisme (citra negatif) ditengah kelompok supporter yang ada di Indonesia.

Dari segi relevansi dengan jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK), penelitian yang berjudul “Dinamika Rivalitas antar Fans Klub Sepakbola (Studi pada Fans Klub Interisti Jogjakarta dan Juventini Jogjakarta)” ini begitu besar relevansinya. Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) pada dasarnya adalah jurusan yang mempelajari kajian-kajian tentang ilmu pembangunan masyarakat dan kebijakan sosial, dimana muara dari pembangunan masyarakat yang terlaksana adalah terciptanya suatu keadaan sejahtera pada masyarakat atau dengan kata lain terciptanya kesejahteraan masyarakat. Hubungan rivalitas antar fans klub yang menjadikan kondisi yang kurang harmonis dan menciptakan suatu hubungan pertentangan, hubungan persaingan hingga hubungan permusuhan merupakan satu bentuk masalah sosial. Masalah sosial yang terjadi tentu saja dapat menghambat proses pembangunan masyarakat, dimana kemudian juga akan menghambat terciptanya kesejahteraan masyarakat itu sendiri.

B. Latar Belakang Masalah

Rivalitas dalam dunia sepakbola merupakan hal yang umum terjadi, terlebih bagi klub-klub sepakbola yang memiliki sejarah panjang akan rival abadi mereka (www.thefootballfanscencus.com, diakses 15 Juni 2013). Sejarah panjang akan rivalitas

(7)

7 dalam dunia sepakbola tersebut pada dasarnya juga didasari atas beberapa faktor yang antara lain: 1). Perbedaan politik, 2). Perbedaan agama, 3). Perbedaan etnis dan budaya, 4).

Perbedaan letak geografis dan sosial ekonomi, 5). Persaingan industri, 6). Perbedaan visi manajemen, dan 7). Perbedaan ideologi (www.virfast.com, diakses 15 Juni 2013).

Perbedaan politik dalam dunia sepakbola dapat dilihat pada kasus rivalitas antara klub sepakbola Real Madrid dengan Barcelona. Permusuhan antara Barcelona dan Real Madrid bermula pada masa Jenderal Franco. Jenderal Franco adalah seorang Jenderal yang menjadi penguasa diktator di Spanyol pada tahun 1930-an. Barcelona, sampai sekarang, adalah “ibukota”

dari Provinsi Catalonia, yang sebagian besar penduduknya adalah dari suku bangsa Catalan dan Basque. Sejak dulu, orang-orang catalonia ini menganggap diri mereka bukan bagian dari Spanyol, dan merupakan bangsa yang berada di bawah “penjajahan” Spanyol. Franco kemudian bertindak lebih jauh. Josep Suñol, Presiden Barcelona waktu itu, dibunuh oleh pihak militer pada tahun 1936, dan sebuah bom dijatuhkan di FC Barcelona Social Club pada tahun 1938.

Di lapangan sepakbola, titik nadir permusuhan ini terjadi pada tahun 1941 ketika para pemain Barcelona “diinstruksikan” (dibawah ancaman militer) untuk kalah dari Real Madrid.

Barcelona kalah dan gawang mereka kemasukan 11 gol dari Real Madrid. Sebagai bentuk protes, Barcelona bermain serius dalam satu serangan dan mencetak 1 gol. Skor akhir 11-1, dan 1 gol itu membuat Jenderal Franco kesal. Kiper Barcelona kemudian dijatuhi tuduhan “pengaturan pertandingan” dan dilarang untuk bermain sepakbola lagi seumur hidupnya. Sejak saat itu klub FC Barcelona menjadi semacam klub “anti-franco” dan menjadi simbol perlawanan Catalonia terhadap Franco, dan secara umum, terhadap Spanyol. Ada juga klub-klub lain di Catalonia seperti Athletic Bilbao dan Espanyol. Athletic Bilbao sampai saat ini tetap pada idealismenya untuk hanya merekrut pemain-pemain asli Basque, tetapi dari segi prestasi tidak sementereng

(8)

8 Barcelona. Demikian juga dengan Espanyol. Sementara yang dijadikan simbol musuh, tentu saja, adalah klub kesayangan Jenderal Franco yang bermarkas di ibukota Spanyol, yaitu klub FC Real Madrid. Perbedaan pandangan politik tersebut turut memberi tensi persaingan tersendiri didalam atmosfer di lapangan, bukan hanya itu tensi persaingan didalam manajemen dan para fans nya juga turut panas. Tidak bisa dipungkiri lagi bahwa perbedaan pandangan politik antar klub sepakbola mengakibatkan suatu hubungan rivalitas yang sangat sengit pada dua klub tersebut.

Perbedaan agama di dunia sepakbola dalam sejarahnya pernah terjadi bahkan masih berlanjut hingga sekarang, kondisi ini tentu saja menjadi faktor terjadinya suatu hubungan rivalitas antar klub yang menganut paham agama yg berbeda tersebut. Derby old firm yang mempertemukan klub sepakbola Glasgow Celtic dengan Glasgow Rangers adalah contoh kasusnya, dimana Glasgow Celtic yang berhaluan agama Katolik sedangkan Glasgow Rangers yang bertolak belakang dari Glasgow Celtic yakni berhaluan agama Protestan.

Kondisi perbedaan pandangan agama tersebut menciptakan hubungan permusuhan diantara kedua klub yang merembet hingga ke fans nya, sehingga fenomena tawuran, bentrokan antar kedua fans klub tersebut tidak terelakan lagi hingga sekarang, bahkan fenomena tawuran dan bentrokan tersebut sudah seperti kewajiban bagi kedua fans Galsgow Celtic dan Glasgow Rangers.

Kompetisi sepakbola liga Turki juga turut menyajikan perbedaan pandangan diantara dua klub terbesar disini, perbedaan yang dimaksud adalah perbedaan etnis dan budaya antar dua klub yang berseteru. Klub sepakbola Galatasaray dan Fenerbahce adalah dua klub yang memiliki perbedaaan etnis dan budaya yang sangat kental, dimana Galatasaray di dominasi oleh masyarakat yang secara kebudayaan lebih ke barat-baratan dan cenderung sekularisme sehingga sering dikatakan Turki rasa Eropa, sedangkan Fenerbahce justru bertolak belakang

(9)

9 yakni didominasi oleh masyarakat yang masih memiliki adat ketimuran dan sering dianggap sebagai representasi bangsa timur (asia). Perbedaan etnis dan budaya ini sebenarnya dipengaruhi oleh letak kota Istambul yang menjadi kota markas kedua klub diatas memiliki pemisahan wilayah, kota yang dipisahkan oleh selat Bosphorus ini wilayah baratnya menjadi markas Galatasaray dan wilayah timurnya menjadi markas Fenerbahce. Kondisi perbedaan etnis dan budaya tersebut menjadi pemicu rivalitas yang sangat kental diantara kedua klub (www.suarasupporter.com, diakses 17 Juni 2013).

Perbedaan letak geografis dan sosial ekonomi menjadi isu yang sangat sensitif terjadi di dalam sepakbola Italia, dimana Italia yang terbagi kedalam 2 (dua) wilayah negara yakini wilayah utara dan wilayah selatan. Wilayah utara sering dianggap menjadi representasi dari suatu wilayah yang mapan dan sejahtera, sedangkan wilayah selatan sering dianggap representasi dari suatu wilayah yang kurang sejahtera dan tertinggal. Isu ketimpangan tersebut menjadi larut kedalam sepakbola karena masing-masing wilayah juga turut diwakili oleh klub-klub sepakbola yang berpartisipasi di dalam kompetisi seakbola liga Italia. Napoli adalah satu dari beberapa klub yang mewakili wilayah selatan Italia, dimana bisa dikatakan Napoli merupakan satu-satunya klub dari wilayah selatan yang bisa menembus dominasi dari klub-klub wilayah utara. Juventus, AC Milan, dan Inter Milan adalah contoh klub-klub yang berasal dari wilayah utara Italia yang juga sering dianggap klub-klub mapan dan besar, hal ini dibuktikan dengan gapaian gelar dan segudang prestasi klub-klub tersebut baik di lokal maupun level internasional. Kondisi dan isu ketimpangan tersebut tentu saja turut memantik rivalitas diantara klub-klub sepakbola di Italia, contohnya hubungan rivalitas antara Napoli dan Juventus yang terkadang memicu aksi kerekerasan antar fans mereka (www.givemesport.com, diakses 17 Juni 2013). Hubungan rivalitas tersebut juga turut

(10)

10 dibumbui dengan sejarah antara Napoli dan Juventus dalam menggapai mahkota juara yang begitu sengit khususnya pada era Diego Maradona masih membela Napoli pada periode tahun delapan puluhan dulu.

Persaingan industri tentu saja sangat erat kaitannya dengan dunia usaha atau bisnis, namun karena persaingan bisnis itulah yang menyebabkan terciptanya suatu hubungan rivalitas antara dua klub sepakbola di liga Inggris. Klub yang memiliki hubungan rivalitas karena faktor persaingan bisnis itu adalah Liverpool dan Manchester United, dimana sejarahnya berawal dari kota Liverpool yang pada masa itu merupakan suatu kota yang maju industrinya dibanding kota Manchester yang masih tertinggal karena belum memiliki industri. Kota Liverpool juga memiliki pelabuhan kapal untuk mendukung distribusi industrinya tersebut, karena itu kota Liverpool dikenal dengan kota pesisir sekaligus kota industri. Pada perkembangannya industri tekstil yang mulai berkembang di kota Manchester semakin lama menjadikan kota ini maju perekonomiannya dan mampu bersaing dengan kota Liverpool, namun permasalahan terjadi dikarenakan arus distribusi industri tekstil dari kota Manchester yang akan di pasarkan itu harus melalui dan menggunakan pelabuhan milik kota Liverpool. Berawal dari kebijakan walikota Liverpool pada saat itu yang menaikan pajak pelabuhan sehingga dengan kebijakan ini tentu sangat memberatkan para pengusaha tekstil di kota Manchester dan membuat mereka marah besar. Pemangku jabatan kota Manchester bereaksi atas kebijakan tersebut dengan cara membangun pelabuhan sendiri di kota Manchester agar kapal-kapal industri dapat langsung berlabuh langsung di pelabuhan sendiri, sehingga tidak perlu membayar pajak yang tinggi lagi untuk pelabuhan Liverpool. Kota Liverpool yang sebelumnya mendapatkan keuntungan ekonomi atas majunya industri di kota Manchester karena mendapat setoran pajak yang tinggi dari kapal-kapal industri yang

(11)

11 berlabuh di pelabuhannya, kini sudah tidak turut mendapat keuntungan lagi. Hal inilah yang menyulut hubungan rivalitas diantara kedua kota hingga merambat ke level klub sepakbolanya. Disamping karena persaingan bisnis, persaingan gengsi dalam berebut gelar terbanyak liga Inggris juga turut membumbui hubungan rivalitas antar kedua klub.

Perbedaan visi dalam menajemen dalam sejarahnya juga turut menjadi andil dalam perpecahan dari satu tim menjadi atau membentuk tim tandingan bagi tim pecahan sebelumnya. Klub sepakbola AC Milan dan Internazionale Milan adalah satu contohnya, dimana dalam sejarahnya pada tahun 1899 dari saat AC Milan terbentuk hingga beberapa tahun berjalan ternyata terjadi ketidak cocokan antar manajemen pada saat itu. Ketidak cocokan itu dipicu oleh kebijakan AC Milan yang cenderung diskriminatif karena lebih memilih pemain-pemain yang hanya berasal dari Italia dan sebagian orang inggris saja, padahal salah satu petinggi manajemen yang lain ingin klub ini dapat di isi oleh seluruh pemain yang berasal dari negara manapun. Buntut dari ketidak cocokan visi didalam manajemen AC Milan inilah yang memicu para petinggi manajemen lain membentuk tim tandingan yang sesuai dengan visi manajemen yang baru tersebut. Klub sepakbola tandingan AC Milan tersebut kemudian diberi nama Internazionale Milan yang didirikan pada tahun 1908. Sesuai dengan apa yang menjadi visi manajemen yang baru ini, maka materi pemain Internazionale Milan pun di isi oleh pemain-pemain yang tidak hanya berasal dari Italia saja, melainkan berasal dari beberapa negara di dunia. Dari akar sejarah terbentuknya kedua tim ini sebenarnya sudah menggambarkan bagaimana sengitnya hubungan antar kedua klub sepakbola ini, bahkan hubungan rivalitas yang sengit ini masih berlanjut hingga sekarang.

Terakhir dan yang akan dijadikan topik pembahasan dalam penelitian ini adalah perbedaan ideologi, yakni hubungan rivalitas antara klub sepakbola Internazionale Milan dan

(12)

12 Juventus, dimana kedua klub berasal dari Italia. Banyak kalangan berpendapat awal mula hubungan rivalitas antara kedua klub ini ketika pada tahun 1961 dimusim yang sama kedua klub saling bersaing untuk memperebutkan scudetto (juara liga Italia), dimana pada saat itu Juventus akhirnya dinyatakan sebagai juara liga dan mengalahkan Internazionale Milan dengan skor telak 9-1, dimana enam dari Sembilan gol Juventus diciptakan oleh Omar Sivori (legenda Juventus). Kontroversi kemudian muncul karena sebenarnya hasil akhir sebelumnya dari pertemuan kedua tim tersebut melalui keputusan FIGC (bedan sepakbola Italia) di menangkan secara WO 2-0 untuk Internazionale Milan, karena pada pertandingan saat itu dimana Juventus yang menjadi tuan rumah ternyata jumlah penonton yang masuk ke stadion melebihi kapasitas sehingga penonton sampai berada di dekat gawang dan berdesak-desakan.

Akibat dari jumlah penonton yang membludak hingga ke pinggir lapangan tersebut maka akhirnya pihak FIGC memutuskan untuk menghentikan pertandingan dan memberikan kemenangan WO untuk Internazionale Milan. Jumlah poin kedua klub pun menjadi tinggal berjarak 1 (satu) poin saja, karena sebelumnya Internazionale Milan hanya tertinggal 4 poin dari Juventus sebagai pemimpin klasemen pada saat itu.

Kontroversi berlanjut setelah FIGC melalui ketuanya menganulir keputusan sebelumnya yang memberi kemenangan WO untuk Internazionale Milan dan membuat keputusan baru yakni mengadakan pertandingan ulang antara Juventus melawan Internazionale Milan, keputusan itu diambil setelah Juventus mengajukan banding dan diterima. Alhasil keputusan tersebut pun di protes keras oleh presiden Internazionale Milan pada saat itu Angelo Moratti dan pelatihnya Helenio Herrera, terlebih ketua FIGC saat itu Umberto Agnelli turut juga menjabat sebagai presiden Juventus yang kemudian semakin menambah bumbu-bumbu kontroversi dan kecurigaan. Walaupun mendapat protes keras dari

(13)

13 kubu Internazionale Milan, akhirnya pertandingan ulang tetap di gelar namun kali ini pihak Internazionale Milan hanya menurunkan pemain-pemain junior mereka sebagai bentuk protes. Hasil akhir pertandingan pun bisa ditebak, Juventus akhirnya memenangan pertandingan dengan skor 9-1, dan membawa Juventus sebagai juara liga Italia pada saat itu menyisihkan sang rival.

Bicara rivalitas antara Internazionale Milan dan Juventus tentu tidak bisa mengesampingkan istilah derby. Derby dalam dunia sepakbola secara umum diartikan sebagai sebuah pertandingan yang mempertemukan dua klub rival dalam satu wilayah, misalnya seperti; Roma vs Lazio (Derby Della Capitale), Liverpool vs Everton (Derby Merseyside), dan AC Milan vs Inter Milan (Derby Della Madonina). Namun seiring perkembangan jaman, istilah derby kemudian mengalami perluasan makna dimana saat ini istilah derby lebih diartikan sebagai suatu pertandingan yang mempetemukan dua klub rival dalam satu Negara, misalnya seperti; Inter Milan vs Juventus (Derby d’Italia), Napoli vs AS Roma (Derby Della Sole). Pada tahun 1967 berkat ide seorang wartawan olahraga yang bernama Giani Brera memberi istilah Derby d’Italia untuk setiap laga yang mempertemukan Internazionale Milan dengan Juventus tersebut. Derby d’Italia sendiri melekat bukan tanpa sebab, alasan bahwa kedua klub memiliki prestasi yang paling banyak di ranah Italia adalah sebagai buktinya. Juventus yang pada saat itu merupakan klub pengoleksi gelar terbanyak di liga lokal dengan 12 (dua belas) titel juara, diikuti Internazionale Milan dengan 10 (sepuluh) titel juara, namun di level prestasi internasional justru Internazionale Milan lebih unggul yakni dengan mengoleksi 2 (dua) gelar piala Eropa dan 1 (satu) gelar piala Interkontinental yang pantas membuat para fansnya berbangga. Dari aspek lain di luar sepakbola sebenarnya istilah Derby d’Italia ini dapat disangkut pautkan dengan gengsi antar kota yakni kota Milan

(14)

14 sebagai kandang Internazionale Milan dengan kota Turin sebagai kandang Juventus, dimana kedua kota ini sama-sama berasal dari wilayah barat laut Italia dan merupakan kota terbesar disana baik secara geografis maupun industri. Derby d’Italia juga dianggap sebagai pertandingan yang mempertemukan dua klub Italia yang sama-sama belum pernah terdegradasi pada saat itu, walaupun kemudian pada tahun 2006 Juventus terdegradasi ke Serie B. Meskipun istilah dari Derby d’Italia sudah mulai luntur karena faktor terdegradasinya Juventus ke Serie B pada tahun 2006 dan juga karena faktor prestasi dari klub Internazionale yang sedang bobrok beberapa musim terakir ini, namun makna dari Derby d’Italia itu sendiri tidak akan pernah luntur dan masih akan tetap bertahan selama kedua tim masih merupakan salah satu klub pemegang gelar terbanyak di Italia maupun di Eropa. Sejarah kelam yang melibatkan kedua klub yaitu dalam kasus Calciopoli 2006 juga akan menjadi tonggak penyokong kuatnya makna dari Derby d’Italia itu sendiri.

Puncak rivalitas antara Internazionale Milan dan Juventus terjadi pada tahun 2006, ketika pada saat itu Juventus tersangkut kasus skandal pengaturan skor pertandingan di liga Italia. Alhasil Juventus mendapatkan sanksi dari FIGC yaitu berupa pencabutan 2 gelar mereka di tahun 2004/2005 dan 2005/2006 ditambah sanksi berupa degradasi (turun kasta) ke Serie B (kompetisi bawah), termasuk hukuman larangan aktif di persepakbolaan Italia seumur hidup bagi direktur teniknya saat itu Luciano Moggi. Gelar juara Juventus tahun 2005/2006 tersebut kemudian dihibahkan oleh FIGC kepada Internazionale Milan yang pada saat itu tidak turut tersangkut dalam kasus pengaturan skor pertandingan atau yang dikenal dengan istilah skandal Calciopoli. Hal ini tentu saja semakin menambah rasa sakit hati Juventus tanpa terkecuali fans mereka, terlebih yang di putuskan mendapat gelar hibah tersebut adalah Internazionale Milan yang notabene rival mereka sendiri. Aroma kecurigaan

(15)

15 dan ketidakpuasan dari kubu Juventus beserta fans nya pun kemudian bermunculan sehingga mereka menggunakan istilah “Gelar juara didapat di lapangan, bukan di pengadilan/meja hijau”, yang kemudian dibalas oleh Internazionale Milan beserta fans nya dengan istilah

“Scudetto of honesty” atau gelar juara melalui kejujuran. Tidak sampai disitu, upaya dari pihak Juventus kemudian berusaha untuk mengajukan banding agar gelar juara mereka tidak dicabut dan dikembalikan ke Juventus melalui pengadilan olahraga Italia. Walaupun pada akhirnya upaya dari pihak Juventus tersebut tidak membuahkan hasil dan pihak pengadilan olahraga beserta FIGC selaku badan sepakbola tertinggi di Italia tetap memutuskan gelar juara pada tahun 2005/2006 tetap diberikan kepada Internazionale Milan, dengan alasan kasus yang sudah kadaluarsa tidak dapat diproses secara hukum. Hingga keputusan akhir ini diputuskan, secara resmi gelar juara liga Italia tahun 2005/2006 dimenangkan oleh Internazionale Milan.

Kasus Calciopoli secara hukum sejatinya sudah berakhir, namun tidak bagi rivalitas antara kedua klub dan fansnya masing-masing. Bahkan dari pihak Juventus sempat menganggap bahwa dalang dari Calciopoli yang menjerat mereka adalah ulah dari presiden Internazionale Milan saat itu yaitu Giacinto Facchetti. Mereka menganggap Giacinto Facchetti dengan Internazionale Milan nya ingin menjatuhkan Juventus dengan cara yang kotor. Walaupun kemudian Giacinto Facchetti wafat, namun pihak Juventus masih mengungkit keterlibatan dia atas skandal konspirasi Calciopoli yang menjatuhkan Juventus.

Pihak Internazionale Milan pun merasa geram dan tidak tinggal diam atas upaya pihak Juventus yang terus mengungkit masalah Calciopoli dan terus menyudutkan Giacinto Facchetti sebagai dalang dibalik itu semua. Presiden Internazionale Milan saat itu yang menggantikan presiden sebelumnya Giacinto Facchetti yakni Masimo Moratti sempat

(16)

16 berkelakar dan berargumen di website resmi klub (www.interclubindo.com, diakses 1 Juli 2013):

"…Menurut naluri. Itu adalah yang indah karena kami ingin menjaga Scudetto. Itu bukan masalah baru di sini – Scudetto bisa menjadi kebutuhan kedua jika Anda mau. Tetap penting tapi pilihan kedua. Apa yang benar-benar tak terduga, serius dan bahkan mungkin tidak teratur, apakah ini serangan terhadap orang yang tidak lagi di sini, yang tidak bisa membela dirinya sendiri. Bukan dalam arti biasa, tetapi secara hukum, ia tidak memiliki kesempatan untuk membela diri dari tuduhan dari jaksa penuntut umum. Itulah mengapa saya merasa semua begitu hambar, terlepas dari fakta bahwa tidak ada tuduhan terhadap Facchetti yang bisa ditindaklanjuti. Saya pikir rasa itu sangat buruk, menggunakan istilah minimal, selain kritik yang salah dari awal, karena saya tahu, kita tahu Facchetti, semua orang ingat siapa Giacinto itu. Jadi saya pikir itu hal yang buruk, jelek dari sudut pandang institusional dan, well ok, kita terbiasa untuk tidak memiliki banyak teman ... Apa yang tidak saya harapkan, bagaimanapun, adalah untuk tidak memiliki teman di kota kita sendiri , misalnya melalui surat kabar, yang tidak diragukan lagi sebagai titik acuan bagi fans Inter dan sementara ini sedang berkampanye melawan kita, dengan membicarakan moralisme yang diarahkan sangat jelas pada kita, melawan kita, yang berarti mendukung orang lain. Itu benar-benar mengecewakan terutama karena saya sering membaca kertas merah muda, sayangnya sekarang saya akan berhenti membacanya, karena itu seperti serangan yang jelas, secara terus menerus dan serangan yang sudah diperhitungkan, dan ini bisa membuat buruk nama saya dan membawa penderitaan."

Pasca terdegradasinya Juventus ke Serie B secara tidak langsung turut memberikan keuntungan bagi Internazionale Milan, karena sejak musim 2006/2007 hingga kurun waktu musim 2009/2010 Internazionale Milan begitu dominan dengan menjuarai liga Italia lima kali berturut-turut. Puncaknya pada tahun 2009/2010 dimana Internazionale berhasil meraih treble winner (tiga gelar juara dalam satu musim) yakni juara Liga Champions, juara Liga Italia Serie A dan juara Coppa Italia. Kasus kekerasan antar kedua fans klub ini pun tidak terelakan ketika pasca Internazionale berhasil menggondol juara Liga Champions yang notabene piala yang sangat bergengsi dan sangat di idam-idamkan oleh setiap klub. Saat pemain dari Internazionale Milan yaitu Marco Materazzi mengenakan kaos bertuliskan nada sarkas “Do you want back also this…?”, sebagai sindiran kepada pihak Juventus yang saat itu gencar memperjuangkan pengembalian gelar Scudetto tahun 2006 yang dihibahkan ke

(17)

17 Internazionale Milan, spontan saja salah satu fans Juventus bernama Edmondo Bellan di sebuah bar ketika melihat sarkasme Materazzi tersebut di media televisi bereaksi dengan berteriak “Materazzi is a shit of man”. Akibat dari ucapan Bellan tersebut kemudian salah satu fans Internazionale Milan Rocco Acri yang juga berada di bar yang sama tersinggung dan menikam Bellan hingga tewas.

Budaya kekerasan atau anarkisme dalam dunia sepakbola sering di identikan dengan aksi keributan atau perselisihan antar fans atau suporter sepakbola, perselisihan antar pemain hingga official klubnya itu sendiri. Khususnya di persepakbolaan Italia kemudian berkembang budaya Ultras yang turut memperkeruh hubungan rivalitas antar klub yang satu dengan lainnya. Budaya Ultras tersebut kerap menimbulkan aksi- aksi kekerasan, seperti pada beberapa contoh kasus kekerasan akibat ulah fans atau suporter di Italia berikut:

Tabel I.1:

Daftar kekerasan antar fans sepak bola di Italia

No Fans Teribat Waktu Terlibat Kronologis

1

Fans Lazio vs

Fans AS Roma Oktober 1979

Seorang fans lazio bernama Vincenzo Paparelli tewas setelah dilempari bom api dalam derby melawan AS Roma

2 Fans AS Roma Maret 1982

Fans AS Roma Andrea Vitone tewas karena Romanisti lainnya membakar gerbong kereta yang membawa fans mereka, hal ini dipicu oleh kekalahan AS Roma dengan Bologna

3

Fans Inter vs Fans Ascoli

Oktober 1988

Seorang fans Ascolli Nazzareno Filippini tewas akibat luka-luka yang diakibatkan bentrokan dengan fans Inter, ia tewas 8 hari setelah terjadinya bentrokan.

(18)

18 4

Fans AC Milan vs

Fans Genoa Januari 1995

Sebelum pertandingan yang melibatkan AC Milan vs Genoa, seorang fans Genoa Vincenzo Spagnolo tewas akibat tertusuk pisau

5

Fans Catania vs

Fans Messina Juni 2001

Seorang penonton bernama Antonio Curro tewas terkena ledakan bom rakitan.

6

Fans Napoli vs Fans Avellino

Sep-03

Napoli dihukum 5 kali pertandingan tanpa penonton, akibat perkelahian antara fans Napoli dengan fans Avellino. Insiden itu mengakibatkan 30 polisi cedera dan 1 fans tewas.

7

Fans AS Roma vs Polisi

Maret 2004

Fans AS Roma turun kelapangan untuk menemui kapten tim Francesco Totti, mereka menuntut pertandingan dihentikan karena muncul rumor tewasnya fans mereka akibat ditembak polisi.

8

Fans AS Roma vs

Fans Dynamo Kyev

Sep-04

Wasit pertandingan Anders Frisk terluka akibat terkena lemparan yang dilakukan oleh fans dari tribun penonton, akibatnya pertandingan antara AS Roma vs Dynamo Kyiev ditunda.

9

Fans Inter vs Fans AC Milan

Apr-05

Kiper AC Milan Nelson Dida terkena lemparan kembang api yang dilemparkan oleh fans Inter, akibatnya pertandingan yang telah berlangsung terpaksa dihentikan.

10

Fans Palermo vs Fans Catania

Februari 2007

Seorang polisi bernama Filippo Raciti tewas akibat kericuhan antara fans Palermo dengan fans Catania.

11

Fans Lazio vs Fans Juventus

Nov-07

Seorang fans Lazio Gabriele Sandri tewas karena terkena tembakan dari polisi, saat polisi sedang berusaha meredakan kericuhan antara fans Lazio dengan fans Juventus.

12

Fans Napoli vs Polisi

Mei 2014

Seorang fans Napoli dirumorkan telah tertembak peluru polisi dan sekarat, akibatnya fans Napoli yang berada di stadion turun kelapangan untuk menuntut pertandingan dihentikan.

(Sumber: Muassamudra, diolah)

(19)

19 Kembali ke hubungan rivalitas antara Internazionale Milan dan Juventus, kondisi ini bukan hanya di amini dari kalangan fansnya saja melainkan dari struktur pemain dan struktur manajemennya juga. Masih teringat dengan jelas bagaimana mantan presiden Juventus periode 2006-2009 Giovanni Cobolli Gigli pernah berkomentar (www.goal.com, diakses 10 Juli 2013):

“…Konflik ideologi antara Inter dan Juve sudah tak mungkin diperbaiki, Mereka mungkin saling respek saat tampil sebagai lawan di pertandingan, tapi dua kubu ini adalah musuh dan fans mereka juga saling membenci satu sama lain.”

Salah satu pemain senior Internazionale Milan Esteban Cambiasso juga pernah berkomentar terkait hubungan rivalitas dengan kubu Juventus, Cambiasso berkomentar (www.bola.net, diakses 10 Juli 2013):

“Persaingan antara Juventus dengan Internazionale Milan adalah salah satu rivalitas terhebat, tapi kami harus fokus terhadap apa yang terjadi di lapangan.”

Bahkan hubungan rivalitas antara kedua tim sampai berlanjut dalam kasus transfer pemain yang melibatkan kedua tim, kasus terbaru adalah ketika saga transfer pertukaran pemain Fredy Guarin dari Internazionale Milan dengan Mirco Vucinic dari Juventus yang di protes oleh Curva Nord sebagai fans garis keras Internazionale Milan. Sebenarnya proses transfer kedua pemain sudah mendekati kata resmi, bahkan pada saat itu Fredy Guarin sudah berada di markas Juventus sedangkan Mirco Vucinic sudah berpamitan kepada para pemain Juventus, namun pada akhirnya transfer tersebut gagal terjadi karena manajemen Internazionale Milan membatalkannya karena mendapat desakan protes dari Curva Nord sebagai fans garis keras Internazionale Milan. Curva Nord pada saat itu sempat memberi pernyataan di media yakni (www.bola.viva.co.id, diakses 21 Juli 2013):

"…Untuk Bapak Thohir, kami sarankan anda melupakan Bisbol, NFL, NBA, atau hal lain di luar realitas kami. Kami ingin aksi konkit, bukan hanya bisnis. Kami di

(20)

20 Italia, bukan di Indonesia atau Amerika Serikat, namun anda disambut dengan hangat di sini. Hanya saja, kepindahan Guarin ke Juve saat ini tak dapat diterima."

Begitulah dinamika yang terjadi akibat hubungan rivalitas antara Internazionale Milan dan Juventus dengan para fans klub setianya. Suatu hubungan rivalitas yang tidak jarang menimbulkan sikap permusuhan, pertentangan, persaingan hingga sikap stereotip negatif antar kedua fansnya.

Fenomena kelompok suporter yang ada di Eropa kemudian berkembang dan bermunculan di Indonesia pada medio tahun 2000-an. Di Indonesia istilah kelompok suporter yang mendukung suatu tim/klub dari Eropa itu sendiri dinamakan Fans Klub. Fans klub yang sudah ada di Indonesia kini kian menjamur dan beraneka ragam seiring dengan semakin ngetrennya fans klub dengan budaya nonton barengnya, bahkan anggotanya tidak hanya dari kalangan laki-laki, melainkan dari kalangan perempuan juga ada. Fans klub sepak bola yang ada di Indonesia, khususnya di Yogyakarta antara lain:

Tabel I.2:

Daftar Fans Klub Sepak Bola di Yogyakarta

No Nama Fans Club Fans Dari

1 Arsenal Indonesia Supporter (AIS) Jogja Arsenal

2 Bigreds Jogja Liverpool

3 Chelsea Indonesia Supporter Club (CISC) Jogja Chelsea

4 Evertonian Indonesia Jogja Everton

5 FC Bayern Fans Indonesia (FCBFI) Jogja Bayern Munchen

6 Indo Barca Jogja Barcelona

7 Indo Pompey Jogja Porsmouth

8 Indo Spurs Jogja Tottenham Hotspurs

9 Inter Club Indonesia Moratti (ICI) Jogja Inter Milan

(21)

21

10 Jogja United Indonesia Manchester United

11 Juventus Club Indonesia (JCI) Chapter Jogja Juventus

12 Laziale Indonesia Jogja Lazio

13 Madridista Jogja (MiJo) Real Madrid

14 Manchester City Supporter Club Indonesia (MCSCI) Jogja Manchester City 15 Milanisti Indonesia Sezione Jogja (MIsJ) AC Milan

16 Parmagiani Indonesia Jogja AC Parma

17 Romanisti Indonesia Regional Jogja AS Roma

18 Viola Club Indonesia Jogja Fiorentina

(Sumber: Berbagai sumber)

Masing-masing fans klub pasti memiliki sejarah pendirian hingga dinamika yang terjadi dalam sebuah kelompok maupun antar kelompok tersebut, terlebih fans klub yang memang sudah dikenal memiliki rivalitas dan memiliki hubungan yang kurang harmonis dengan fans klub lain, khususny antara fans klub Internazionale Milan dan fans klub Juventus di Indonesia.

Fans klub Internazionale Milan di Indonesia dalam sejarahnya berdiri pada 25 Oktober 2003, dimana sebelum berdiri secara resmi fans klub ini sudah melewati beberapa fase di tahun-tahun sebelumnya yang tidak mudah. Berawal dari mailing list inter- mania@yahoogroups.com pada 30 Juli 2001 yang pada saat itu digunakan sebagai wadah komunikasi antar sesama fans Inter di Indonesia, dari komunikasi melalui lailing list kemudian berlanjut pada pertemuan pertama pada 2 Agustus 2003 untuk membahas pembentukan organisasi fans klub Inter yang saat itu bertempat di Jakarta. Pertemuan pertama ini menanggapi atas permintaan menjadi tamu/undangan dalam acara Centrocampo di stasiun televisi SCTV, untuk di wawancarai sebagai fans klub Italia yang berasal dari Indonesia. Pada 24 Agustus 2003 kembali di adakan pertemuan kedua guna membahas

(22)

22 pembentukan pengurus organisasi dan kembali bertempat di Jakarta, kemudian peserta akhirnya sepakat dengan memberi nama fans club ini sebagai Internazionale Indonesia Fans Club (I2FC) dan juga menetapkan nama-nama calon pengurus, sumber pendanaan serta program kerja jangka pendek mereka. Akhirnya pada 25 Oktober 2003 secara resmi terbentuklah fans club yang bernama Internazionale Indonesia Fans Club (I2FC) ini.

Pasang surut roda organisasi pun mulai dihadapi oleh fans club ini semenjak berdiri, hingga pada akhirnya mengalami kevakuman karena kesibukan pengurusnya masing-masing (www.interclubindo.com, diakses 2 Agustus 2013).

Pada akhir tahun 2006, tepatnya pada tanggal 10 September 2006 para pengurus dan anggota Internazionale Indonesia Fans Club (I2FC) kembali berkumpul untuk mengadakan rapat pembentukan pengurus baru untuk menghidupkan kembali roda organisasi yang sempat vakum. Hasil dari rapat pembentukan pengurus tersebut adalah mengganti nama fans club menjadi Inter Club Indonesia (ICI), sekaligus menyatakan kepengurusan dan nama fans club yang lama sudah berakhir. Kepengurusan berlanjut sampai tahun 2008, hingga akhirnya pada 12 Oktober 2008 Inter Club Indonesia (ICI) mengadakan Gathering Nasional pertama di Jakarta. Gathering pertama tersebut memutuskan bahwa kepemimpinan Inter Club Indonesia (ICI) periode 2008-2011 di pimpin oleh Entong Nursanto, dimana fokus dalam program kerja di kepengurusan ini adalah menjadikan Inter Club Indonesia (ICI) sebagai official fans club yang diakui langsung oleh FC Internazionale Milan di Italia. Cita-cita ICI akhirnya terwujud setelah pada pertengahan tahun 2009 akhirnya FC Internazionale Milan mengakui ICI sebagai bagian dari fans club official mereka. Dalam perkembangannya ICI telah melaksanakan tambahan gathering nasional sebanyak tiga kali, yaitu yang kedua di Semarang dan yang ke tiga diadakan di

(23)

23 Banjarmasin, dimana dalam gathering nasional tersebut kembali memutuskan Entong Nursanto sebagai pimpinan pengurus ICI periode 2011-2014. Puncaknya pada tahun 2012 bertepatan dengan datangnya klub FC Internazionale Milan ke Indonesia, terhitung pada 23 Mei 2012 bertempat di Jakarta, Inter Club Indonesia (ICI) kembali berubah nama resmi menjadi Inter Club Indonesia Moratti (ICI Moratti). Peresmian nama fans club ini sendiri ditanda tangani langsung oleh staff dan pemain FC Internazionale Milan dan juga dihadiri oleh Ernesto Paolilo (CEO Internazionale Milan), Bedy Moratti (Presiden Inter Club), serta Andrea Stramacioni (Pelatih Internazionale Milan saat itu). Kedepannya Inter Club Indonesia Moratti (ICI Moratti) ingin menambah jumlah anggota fans club mereka hingga mencapai 20.000 dengan secepat mungkin, dimana saat ini Inter Club Indonesia (ICI) sudah memiliki anggota sebanyak 15.000 yang tersebar di seluruh regional-regional di Indonesia dan terdiri dari 90 regional lebih. Di Jogjakarta juga memiliki regional cabang dari Inter Club Indonesia Moratti (ICI Moratti) yaitu bernama Inter Club Indonesia Moratti Yogyakarta (ICI Moratti Yogyakarta), dimana regional ini adalah merupakan salah satu regional ICI Moratti yang pertama berdiri di Indonesia.

Fans klub Juventus di Indonesia dalam sejarahnya berdiri pada 28 Juli 2006 di Jakarta, di pelopori oleh teman-teman sesama penggemar klub Juventus yang pada saat itu memberi nama fans club ini dengan sebutan Juventini Indonesia (JI). Dalam perjalanannya sebelum fans klub JI terbentuk, proses yang terjadi sudah melalui berbagai fase diskusi dan pematangan konsep yang dilaksanakan oleh beberapa pelopor pendiri JI itu sendiri. Kondisi klub Juventus yang pada saat itu sedang mengalami kondisi antiprestasi seperti; tersangkut skandal Calciopoli, terdegradasi ke Serie B dan di hukumnya Direktur Teknik Luciano Moggi yakni dilarang aktif di sepakbola seumur hidup seperti menjadi lecutan semangat

(24)

24 para fans Juventus di Indonesia untuk mendirikan fans club Juventini Indonesia (JI).

Semangat untuk memulihkan nama baik dan mengembalikan kejayaan Juventus lah yang melatar belakangi mereka mendirikan JI, dengan tujuan menjadikan fans club ini sebagai sarana kegiatan positif bagi pemuda dan masyarakat luas serta menjadi motivasi untuk menyatukan khususnya kepada para penggemar Juventus di Indonesia. Akhirnya setelah melewati berbagai proses diskusi dan pematangan konsep organisasi terbentuklah fans club yang pada awalnya dinamakan Juventini Indonesia (JI) pada 28 Juli 2006, sekaligus membentuk media komunikasi melalui website yang saat itu diberi nama juventini- indonesia.com. Melalui media website inilah kemudian Juventini Indonesia (JI) menjadi sarana berkomunikasi antar sesama fans Juventus di Indonesia, yang pada perkembangannya media ini mampu menjaring berbagai anggota dari seluruh wilayah di Indonesia (www.juventusclubindonesia.com, diakses 11 Agustus 2013).

Dalam perkembangan selanjutnya setelah 3 (tiga) tahun berdiri sejak 2006, Juventini Indonesia (JI) kemudian berganti nama menjadi Juventus Club Indonesia (JCI) pada 22 Oktober 2009. Di saat yang sama juga fans club yang kini berubah nama menjadi Juventus Club Indonesia (JCI) ini secara status resmi sebagai official fans club yang diakui oleh klub Juventus di Italia. Proses dalam menjadikan JCI sebagai official fans club yang di akui dan mendapat status resmi dari Juventus itu tidak mudah, awalnya mereka banyak menemukan kendala dan kegagalan karena ketatnya persyaratan yang di ajukan dari pihak Juventus. Beberapa persyaratan yang di ajukan oleh Juventus kepada fans clubnya agar bisa di akui resmi adalah minimal memiliki anggota 150 orang, memiliki keaktifan kegiatan dalam kurun waktu setahun secara rutin dan waktu pendaftaran yang mepet. Mendaftar kembali pada bulan juli 2009, pihak Juventus kemudian memberi kemudahan kepada JCI

(25)

25 dengan mensyaratkan minimal anggota yang hanya 50 orang saja membuat pengurus JCI semakin bersemangat. Terlebih pada saat itu pihak JCI sudah dipercaya Juventus untuk mengelola website www.juventus.co.id, dari kontribusi JCI ini dan ditambah dengan proses pendaftaran para anggota JCI yang melebihi batas minimal yakni 60 orang, dengan biaya masing-masing pendaftaran anggota adalah 14 Euro (senilai Rp.197.000,- pada saat itu) per orang, akhirnya pada tanggal 22 Oktober 2009 JCI mendapat pengakuan resmi sebagai official fans club dari pihak Juventus. Dalam perkembangannya kini JCI sudah tersebar di seluruh wilayah Indonesia, dimana masing-masing wilayah sudah berdiri cabang-cabang dari JCI. Khususnya di Yogyakarta saat ini sudah berdiri cabang dari JCI yang kemudian dinamakan JCI Chapter Yogyakarta.

Yogyakarta yang dikenal sebagai kota pelajar dan menjadi salah satu barometer suporter sepakbola di Indonesia, turut mengalami tren tumbuh dan menjamurnya berbagai fans klub sepakbola (www.koranjitu.com, diakses 6 oktober 2013). Kecilnya wilayah dan banyaknya kaum pelajar/mahasiswa yang gemar sepakbola serta banyaknya café-café yang ada disini diyakini menjadi faktor tumbuh suburnya fans klub-fans klub sepakbola di Yogyakarta (www.ngopijogja.com, diakses 6 oktober 2013). Fans club ICI Moratti Yogyakarta dan JCI Chapter Yogyakarta adalah salah dua dari berbagai fans klub yang ada dan telah eksis di Yogyakarta, lebih dari itu kedua fans klub ini merupakan fans klub yang memiliki anggota cukup banyak dan satu sama lain memiliki hubungan rivalitas yang sengit dan di khawatirkan menimbulkan gesekan-gesekan sosial di kemudian hari.

ICI Moratti Yogyakarta yang merupakan regional bagian dari ICI Moratti berdiri pada tahun 2006 bersamaan dengan berdirinya ICI Moratti pusat, saat ini jumlah anggota yang terdaftar sekitar 500 anggota. Semanjak awal berdiri hingga sekarang ICI Moratti

(26)

26 Yogyakarta sudah berusia 8 (delapan) tahun dan sudah beberapa kali mengalami pergantian kepengurusan. Berbagai kegiatan dan program kerja dari fans club ini pun sudah banyak dilakukan baik itu yang bersifat rutin maupun yang bersifat kondisional, seperti kegiatan fun futsal, sepakbola lapangan besar dan nonton bareng (nobar) secara rutin dilaksanakan.

Disamping itu kegiatan sosial juga tidak jarang dilaksanakan, seperti pada saat bencana erupsi gunung Merapi dulu ICI Moratti Yogyakarta turut menyumbang dana dan kebutuhan bahan pokok kepada masyarakat korban erupsi gunung Merapi. Selain itu kegiatan yang kerap di ikuti adalah kompetisi futsal antar fans klub di Yogyakarta, yang terkadang menimbulkan gesekan-gesekan antar fans yang mendukung timnya bertanding.

Begitu juga dengan fans club JCI Chapter Yogyakarta, fans club ini resmi berdiri pada tahun 2008 dan hingga saat ini sudah berusia 6 tahun. JCI Chapter Yogyakarta merupakan fans club regional bagian dari JCI pusat, dimana jumlah anggotanya hingga saat ini sudah mencapai sekitar 200 anggota. Dari mulai saat berdiri hingga sekarang sudah banyak kegiatan dan program kerja yang dilaksanakan oleh JCI Chapter Yogyakarta, diantaranya kegiatan fun futsal, badminton, sepakbola, hingga kegiatan nonton bareng (nobar) yang di peruntukan khusus kepada anggotanya. Kompetisi futsal antar fans club di Jogjakarta juga rutin di ikuti oleh JCI Chapter Yogyakarta, bahkan diantaranya mereka pernah menjadi juara baik itu sebagai fans club terbaik (juara pertama) maupun sebagai best supporter (fans terkreatif).

Seperti yang sudah dibahas sebelumnya, hubungan rivalitas antar fans klub sepakbola kerap menimbulkan sikap permusuhan, pertentangan hingga persaingan.

Manifestasi dari sikap tersebut kemudian dikhawatirkan akan menjadi potensi konflik, terbentuknya stereotip negatif, hingga aksi anarkis antar fans klub yang memiliki hubungan

(27)

27 rivalitas tersebut. Dalam sejarahnya hingga sekarang hubungan antara fans Internazionale Milan dengan fans Juventus memiliki hubungan rivalitas yang sengit, tanpa terkecuali hubungan kedua fans tersebut yang ada di Yogyakarta. Gesekan-gesekan antara kedua fans klub hingga aksi anarkisme pun pernah terjadi, seperti pada kasus pemukulan kepada anggota fans club JCI Chapter Manado yang disinyalir dilakukan oleh anggota fans club ICI Moratti Manado, kasus anarkisme lain yakni berupa pelemparan batu oleh anggota fans club JCI Chapter Jakarta kepada anggota fans club ICI Moratti Jakarta, hingga kasus pelemparan batu kepada kerumunan anggota fans club ICI Moratti Yogyakarta yang disinyalir dilakukan oleh anggota fans club JCI Chapter Yogyakarta (Tribun Jogja, 2012:

7). Gesekan-gesekan lain yang sering terjadi adalah berupa tindakan saling ejek antar kedua fans klub, khususnya jika kedua fans klub ini bertemu di ajang kompetisi futsal di Yogyakarta. Secara lengkap berikut daftar konflik yang melatar belakangi rivalitas antara fans Inter dengan fans Juventus:

Tabel I.3:

Daftar konflik antara Fans Internazionale dan Fans Juventus di Italia dan di Indonesia

No Waktu Kejadian Kronologis

1 10 Juni 1961

Kekalahan telak 9-1 Inter atas Juventus pada pertandingan ulangan, dikarenakan Inter memainkan pemain juniornya sebagai bentuk protes atas keputusan FIGC yang membatalkan kemenangan WO Inter atas Juventus sebelumnya. Juventus pada akhirnya menjuarai kompetisi liga Italia pada akhir musim. Disini awal mula benih kebencian dan rivalitas antar kedua fans.

2 26-Apr-98

Keputusan wasit yang tidak memberikan penalti kepada Inter saat Ronaldo dilanggar oleh Bek Juventus Mark Iuliano, alhasil Juventus memenagkan pertandingan dengan skor 1-0, padahal jarak poin Inter dengan Juventus sangat tipis saat itu, Juventus akhirnya menjuarai kompetisi liga Italia pada akhir musim. Konflik yang lebih besar berlanjut hingga ke ranah politik, dimana beberapa politisi Italia mengejek Juventus sebagai tim pencuri.

(28)

28 3 11 Mei 2006

Juventus tersangkut kasus calciopoli dan dihukum turun kasta ke Serie B, pihak Juventus menuduh Inter sebagai dalang dibalik kasus ini. Direktur teknik Juventus Luciano Moggi juga di sanksi dilarang aktif dalam persepakbolaan seumur hidup. Pasca Juventus terdegradasi, Inter begitu mendominasi kompetisi liga Italia pada saat itu diantaranya menjuarai liga 5 (lima) kali berturut-turut. Hal ini kian menambah hubungan rivalitas antar kedua fans.

4 5 Desember 2009

Fans Juventus melakukan pelemparan telur busuk ke bus Inter dan tindakan rasis ke Mario Balotelli (pemain Inter saat itu) sesaat sebelum pertandingan Juve vs Inter di kandang Juventus.

Ketegangan antar fans menular ke atmosfer pertandingan, dimana dalam pertandingan terjadi perselisihan antar pemain kedua tim sehingga wasit sampai mengeluarkan 7 kartu kuning dan 1 kartu merah. Juventus akhirnya memenangi pertandingan dengan skor 2- 1.

5 22 Mei 2010

Inter juara Liga Champion, pemain Inter Marco Materazzi melakukan tindakan sarkas dengan mengenakan kaos bertuliskan

"Do you want back also this..?" sebagai sindiran kepada fans Juventus. Fans Juventus membalas dengan ucapan "Materazzi is shit of man.." hingga kemudian ia ditusuk oleh ans Inter yang berada didekatnya.

6 29 Januari 2012

Terjadi aksi saling mengejek antara fans Inter dengan fans Juventus di Yogyakarta, saat mengikuti kompetisi futsal di "Tifosi Futsal".

Panitia acara sampai menghimbau kedua fans klub untuk lebih sportif lagi, namun tidak diindahkan. Akhirnya panitia acara memutuskan untuk membatalkan juara kategori "best supporter"

karena hal ini.

7 20 Februari 2013

Aksi anarkis berupa pelemparan batu ketengah kerumunan fans Inter saat nonton bareng di Yogyakarta, disinyalir pelaku pelemparan adalah oknum fans Juventus karena dikenali lewat jersey yang dikenakannya. Beruntung tidak terjadi aksi anarkis yang berkelanjutan, karena dari pihak fans Inter dapat mengkondusifkan situasi.

8 2 Maret 2013

Bentrokan antara fans di Yogyakarta, saat acara nonton bareng di GOR Kridosono. Pasca bubaran acara nonton bareng yang digelar di GOR Kridosono terjadi bentrokan yang melibatkan kedua fans klub. Bentrokan ini dilatar belakangi oleh tindakan saling mengejek kepada fans yang timnya kalah.

9 30 Maret 2013

Bentrokan antara fans Inter dengan fans Juventus di Manado, pasca acara nonton bareng yang dimenangkan Juventus 2-1. Konvoi yang dilakukan fans Juventus untuk merayakan kemenangan timnya berubah menjadi aksi bentrokan, saat ditengah konvoi mereka bertemu dengan fans Inter sehingga terjadi aksi saling mengejek, kemudian berlanjut hingga terjadi bentrokan.

(29)

29 10 4 Mei 2013

Bentrokan terjadi lagi antara fans Inter dan fans Juventus namun kali ini terjadi di Jakarta. bentrokan terjadi diawali dengan tindakan saling mengejek antar kedua fans pasca acara nonton bareng di sebuah cafe, kemudian berlanjut saling melempar benda berbahaya seperti batu, hingga terjadi sebuah bentrokan.

(Sumber: Berbagai sumber)

Pada dasarnya rivalitas yang melibatkan kedua fans klub tentu saja akan membawa dampak negatif bagi keduanya. Bukan hanya kedua fans klub saja yang dirugikan akibat rivalitas yang terjadi, lebih daripada itu masyarakat umum sebagai masyarakat yang berada ditengah-tengah kanca pergaulan dan kegiatan fans klub juga turut terkena imbasnya, tidak jarang masyarakat sekitar merasa dirugikan akibat dinamika rivalitas tersebut. Misalnya saja masyarakat yang mengalami keresahan dan ketidak tentraman jika ada kegiatan nonton bareng yang dilakukan oleh kedua fans klub, terlebih jika nonton bareng tersebut diadakan pada waktu dini hari. Bahkan pernah suatu kejadian dimana masyarakat sekitar pernah mengultimatum pihak fans klub untuk tidak melaksanakan kegiatan nonton bareng (nobar) lagi di sebuah café, karena alasan kericuhan dan kegaduhan suara nobar mereka mengganggu ketentraman masyarakat. Selain itu masyarakat sekitar juga pernah melempar benda kearah kerumunan para anggota fans klub yang sedang melakukan nobar, disinyalir mereka melakukan hal ini karena merasa terganggu oleh kegiatan nobar yang dilakukan oleh piak fans klub.

Dinamika hubungan rivalitas yang terjadi antara kedua fans klub tersebut yang kerap menimbulkan aksi anarkisme merupakan sebuah masalah sosial, dimana kita ketahui bahwa masalah sosial yang terjadi tentu saja dapat menghambat proses pembangunan masyarakat itu sendiri. Dengan terhambatnya proses pembangunan pada masyarakat, maka

(30)

30 kesejahteraan masyarakat yang dicita-citakan selama ini akan semakin sulit tercapai dan sudah seharusnya hal ini menjadi tanggung jawab kita bersama.

C. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka rumusan masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini adalah:

1. Bagaimana dinamika rivalitas antara ICI Moratti Yogyakarta dengan JCI Chapter Yogyakarta?

2. Bagaimana dampak sosial akibat rivalitas antara ICI Moratti Yogyakarta dengan JCI Chapter Yogyakarta?

D. Tujuan Penelitian

Mengetahui dinamika rivalitas antara ICI Moratti Yogyakarta dengan JCI Chapter Yogyakarta dan mengetahui dampak sosial yang ditimbulkannya.

E. Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharakan dapat dimanfaatkan sebagai referensi untuk penelitian- penelitian lainnya dengan tema yang sama.

2. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan pertimbangan oleh PSSI melalui perwakilannya di Provinsi DIY yaitu ASPROV PSSI DIY dalam merumuskan kebijakan mengenai fans klub sepakbola di Indonesia, khususnya fans klub sepakbola di Provinsi DIY.

(31)

31 F. Tinjauan Pustaka

1. Teori Identitas Sosial

Teori identitas sosial dipelopori oleh Henri Tajfel pada tahun 1957 dalam upaya menjelaskan prasangka, diskriminasi, perubahan sosial, dan konflik antar kelompok.

Menurut Tajfel, identitas sosial seseorang turut membentuk konsep diri dan memunginkan individu menempatkan diri pada posisi tertentu dalam jaringan hubungan-hubungan sosial yang rumit. Konsep diri seseorang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial bersamaan dengan signifikansi nilai dan emosional dari keanggotaan tersebut. Kelompok-kelompok ini antara lain keluarga dan kerabat seperti kelompok pekerjaan, kelompok agama, kelompok politik, kelompok etnis komunitas, dan kelompok lainnya yang memperkuat aspek pada diri seseorang (Deaux, 1995: 245). Identitas sosial berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli, dan rasa bangga dari keanggotaan dalam kelompok tertentu.

Menurut Hogg (dalam Jhalugilang, 2012: 24) menjelaskan bahwa teori identitas sosial merupakan sebuah teori psikologi sosial hubungan antara kelompok, proses kelompok, dan diri sosial. Asumsi dari teori ini adalah bahwa identitas dibentuk berdasarkan keanggotaan kelompok, individu dimotivasi untuk berperilaku dalam mempertahankan dan mendorong harga dirinya. Lebih lanjut Hogg dan Abram (1990:

16) menjelaskan bahwa identitas sosial sebagai rasa keterkaitan, peduli, bangga dapat berasal dari pengetahuan seseorang dalam berbagai kategori keanggotaan sosial dengan anggota yang lain, bahkan tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat, mengetahui atau memiliki berbagai minat.

(32)

32 Menurut Brewer dan Brown (dalam Kadek, 2013: 245), mengatakan bahwa identitas sosial yaitu orang-orang yang pada umumnya mengevaluasi anggota in-group secara lebih positif, memberi atribut yang lebih positif atas perilaku mereka, menghargai mereka, memperlakukan mereka secara lebih baik, dan menganggap mereka lebih menarik ketimbang anggota out-group. Karena pada umumnya individu- individu membagi dunia sosial ke dalam dua kategori yang berbeda yakni kita dan mereka, kita adalah in-group dan mereka adalah out-group. Sedangkan menurut James (dalam Walgito, 2002: 16), identitas sosial lebih diartikan sebagai diri pribadi dalam interaksi sosial, dimana diri adalah segala sesuatu yang dapat dikatakan orang tentang dirinya sendiri, bukan hanya tentang tubuh dan keadaan fisiknya sendiri saja, melainkan juga tentang anak-istrinya, rumahnya, pekerjaannya, nenek moyangnya, teman- temannya, uangnya, dan lain-lain. Lebih lanjut menurut Baron dan Byrne (dalam Kadek, 2013: 245) memberi definisi atas identitas sosial sebagai seseorang tentang di dalamnya atribut pribadi dan atribut yang dibaginya bersama dengan orang lain, seperti misalnya gender, ras, dan ideologi.

Dari beberapa definisi mengenai identitas sosial diatas, dapat disimpulkan bahwa identitas sosial adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari pengetahuan atas keanggotannya yang memiliki rasa keterlibatan, rasa peduli, dan rasa bangga terhadap kelompoknya tanpa perlu memiliki hubungan personal yang dekat antar anggota dalam suatu kelompok sosial tertentu. Biasanya individu-individu tersebut mengevaluasi dan memberi nilai yang lebih positif kepada kelompoknya atau in-group ketimbang kelompok lain atau out-group.

(33)

33 Teori identitas sosial memiliki 3 (tiga) komponen utama, yakni kategorisasi diri (self categorigazation), perbandingan sosial (social comparison), dan diskriminasi antar kelompok (intergroup discrimination), Tajfel (dalam Maryam, 2010: 16-18):

1. Kategorisasi diri (Self categorigazation)

Kategorisasi diri terjadi ketika seorang individu menempatkan dirinya sebagai obyek yang bisa dikategorisasikan, diklasifikasikan dan diberi nama dengan cara tertentu dalam hubungannya dengan kategori-kategori yang lain yang ada dalam lingkungan sosialnya. Kategori tersebut berupa kelompok sosial yang berbeda, sedangkan pengklasifikasian seorang individu ke dalam kelompok tertentu tentunya didasarkan atas persamaan individu tersebut dengan anggota yang lain dalam suatu kelompok. Kategorisasi diri dapat dilihat dalam perspektif esensialis dan non-esensialis. Perspektif esensialis merupakan suatu pespektif identitas yang bersifat tetap, otentik dan tidak pernah berubah, misalnya ciri fisik dari suatu individu. Sedangkan, perspektif non-esensialis merupakan suatu perspektif identitas yang tidak permanen dan masih dapat dirubah, misalnya status kewarganegaraan, status keanggotaan, agama, dan ideologi. Dalam kategorisasi diri ada kalanya ketika seorang individu berinteraksi dengan individu lainnya ia dapat bersikap sebagai dirinya sendiri (tidak terikat pada suatu kelompok) dan bersikap sebagai anggota dari kelompok tertentu. Dengan kata lain, kategorisasi diri terjadi ketika seorang individu mengklasifikasikan dan membedakan kelompok yang ia miliki (in-group) dengan kelompok lainnya (out-group). Pada tahap kategorisasi ini, individu cenderung melihat

(34)

34 persamaan antara dirinya dengan anggota lain dalam kelompok yang sama (in-group) dan melihat perbedaan antara dirinya dengan anggota dari kelompok yang lain (out-group).

2. Perbandingan sosial (Social comparison)

Perbandingan sosial merupakan suatu proses membandingkan kelebihan seorang individu dengan individu lainnya atau sebuah kelompok dengan kelompok lainnya. Ketika seorang individu tersebut ingin menentukan nilai dirinya dalam lingkungan sosialnya, maka ia cenderung akan membandingkan kelompoknya dengan kelompok lain. Kelompok sosial dalam suatu kehidupan masyarakat hanya bisa ada ketika perbandingan dengan kelompok yang lain dilakukan dan pasti ada kelompok yang lebih diunggulkan dari yang lain. Misalnya saja perbandingan antara orang kulit putih dengan kulit hitam, orang kulit putih tidak akan mengelompokan diri mereka ke dalam kelompok orang kulit putih jika perbandingan dengan kelompok orang kulit hitam tidak ada. Perbandingan itu sendiri pada akhirnya akan memperlihatkan kelebihan dan kelemahan masing-masing kelompok sehingga kelompok yang mempunyai kelebihan dibanding kelompok lain akan diunggulkan. Menjadi bagian dari sebuah kelompok yang lebih diunggulkan akan meningkatkan harga diri (self-esteem) seorang individu. Harga diri mereka adalah untuk mempertahankan kelompoknya lebih baik dari kelompok lain, pasalnya masing-masing kelompok akan mengidentifikasi kelompok lain sebagai suatu saingan. Seorang individu telah memperoleh nilai positif dalam statusnya sebagai anggota kelompok

(35)

35 jika ia merasa harga dirinya meningkat ketika menjadi anggota dari kelompok tertentu yang lebih unggul dari kelompok lain, hal ini disebut sebagai positif distinctiveness. Sebaliknya, jika seorang individu merasa tidak memperoleh nilai positif atas keanggotannya dari sebuah kelompok tertentu, maka hal ini disebut sebagai negatif distinctiveness.

3. Diskriminasi antar kelompok (Intergroup discrimination)

Diskriminasi mengarah pada sebuah tindakan, dimana tindakan diskriminasi biasanya dilakukan oleh orang yang memiliki prasangka kuat akibat tekanan tertentu, misalnya tekanan budaya, adat istiadat, kebiasaan, atau hukum.

Selama ada prasangka disitu ada diskriminasi, karena antara keduanya memiliki hubungan yang saling terkait. Jika prasangka dipandang sebagai keyakinan atau ideologi, maka diskriminasi adalah terapan dari keyakinan atau ideologi. Jadi diskriminasi merupakan tindakan yang membeda- bedakan, kurang bersahabat dan cenderung kurang adil karena lebih mendahulukan kepentingan kelompoknya ketimbang kelompok yang lain.

Kecenderungan individu melakukan tindakan yang lebih mendahulukan kepentingan kelompoknya dibanding kelompok lain disebut favoritisme dalam kelompok (in-group favoritism).

Dalam proses pembentukan identitas sosial terdapat suatu motivasi-motivasi yang menyebabkan individu dalam suatu kelompok berusaha untuk lebih baik dibandingkan dengan kelompok lain. Berikut adalah motivasi-motivasi dalam proses pembentukan identitas sosial, Burke dan Hogg (dalam Kirana, 2010: 31-32):

Referensi

Dokumen terkait

Jadi berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan game online poin blank adalah sebuah permainan yang dimainkan di dalam suatu jaringan (baik LAN maupun Internet)

Lahan tipe A selalu digenangi oleh air pasang, baik pasang besar (terjadi pada musim hujan) maupun pada saat pasang kecil (terjadi pada musim kemarau), sedangkan lahan tipe B

Di dalam peraturan tersebut yang dimaksud dengan Perencanaan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya

Mengurutkan gambar melalui metode demonstrasi yang menggunakan gambar keluarga, merupakan strategi yang digunakan guru agar anak mengenal kata-kata dalam gambar dan juga

Penelitan ini menggunakan pendekatan yuridis empiris dan teknisk analisis kualitatif, sumber data adalah peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah,

Berdasar hasil penelitian tentang Penerapan Metode Proyek Untuk Meningkatkan Ketrampilan Sosial Anak Dalam Bekerjasama Pada Anak Kelompok B2 Di TK Kreatif Zaid

masih hidup selama 830 tahun. Sepanjang hidupnya, Mahalalel menjadi bapak dari beberapa anak laki-laki * 5:3 anak laki-lakinya Dalam bahasa Ibrani sudah jelas dari kisah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa, komposisi media batang jagung 68%, jerami 17%, bekatul 10%, dan dolomit 5% merupakan variasi komposisi media dengan berat basah, berat kering,