• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

1

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi

Annissa Indriati Fauzy, Marina Yuniyanti, S.SIT

Abstrak

Masalah gizi akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan satu unsur utama keberhasilan pembangunan negara.Masalah gizi pada anak menggambarkan tingkat permasalahan kesehatan anak dan faktor-faktor lain yang berpengaruh terhadap kesehatan anak. Status gizi adalah suatu keadaan akibat keseimbangan antara konsumsi dan penyerapan zat gizi dan penggunaannya. Faktor-faktor yang bisa mempengaruhi status gizi balita adalah pengetahuan, pekerjaan, pola asuh, pendidikan, status ekonomi. Jenis penelitian adalah korelasional. Populasi penelitian seluruh ibu balita di kelurahan Jayaraksa dengan ukuran sampel 182 responden. Teknik pengumpulan data menggunakan kuesioner dan semua instrumen sudah dilakukan uji validitas. Analilis statistik menggunakan koefisien somer’d, koefisien kontingensi, dan korelasi theta. Hasil penelitian menunjukkan terdapat pengaruh pengetahuan ibu, pola asuh, pekerjaan, dan status ekonomi terhadap status gizi balita karena nilai p-value ≤0,05. Tidak terdapat pengaruh pendidikan terhadap status gizi balita karena nilai p-value >0,05.Merujuk kepada hasil penelitian diharapkan institusi terkait dapat memberikan konseling lebih rutin kepada ibu balita tentang kebutuhan gizi balita.

PENDAHULUAN

Millenium Development Goals (MDGs) adalah sasaran pembangunan millenium yang berisikan target untuk mencapai kesejahteraan rakyat dan pembangunan masyarakat pada 2015. Konsep MDGs pada intinya bertujuan untuk membawa pembangunan ke arah yang lebih adil bagi semua pihak yaitu manusia dan lingkungan hidup, bagi laki-laki dan perempuan, bagi orang tua dan anak-anak, serta bagi generasi sekarang dan generasi mendatang (Maryam, 2012).MDGs memiliki beberapa target salah satunya adalah menanggulangi kemiskinan dan kelaparan. Kesepakatan global yang di tuangkan dalam MDG’s menegaskan bahwa tahun 2015 setiap Negara harus sudah bisa menurunkan kemiskinan dan kelaparan separuh dari kondisi tahun 1990. Salah satu tujuan dari kesepakatan tersebut adalah menurunkan prevalensi gizi kurang sebesar 20% setiap tahunnya.

(http//depkes.go.id/ target-MDG’s- bidang- kesehatan diakses pada tanggal 15 Maret 2014).

Keadaan gizi di masyarakat akan mempengaruhi tingkat kesehatan dan umur harapan

hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam keberhasilan pembangunan Negara

yang dikenal dengan istilah Human Development Index ( Suruni, 2006). Masalah gizi

(2)

2

memiliki dimensi luas. Masalah gizi dapat terjadi di berbagai kalangan usia baik dewasa maupun anak (Sihadi, 2005). Masalah gizi terutama pada anak perlu mendapat perhatian karena sampai saat ini masih sering muncul kesalahpahaman orang tua terhadap masalah status gizi. Dengan melihat penyebab dari timbulnya masalah gizi, seorang ibu dapat mengetahui tindakan apa yang harus dilakukan untuk mencegah dan mengurangi masalah gizi pada anak.

Anak sebagai sumber daya manusia untuk masa depan ternyata masih mempunyai masalah yang sangat besar. Masalah gizi kurang dan gizi buruk telah menjadi pehatian dunia khususnya di Indonesia. Berdasarkan hasil Riskesdas 2013, prevalensi balita sangat kurus secara nasional tahun 2013 masih cukup tinggi yaitu 5,3 persen, terdapat penurunan dibandingkan tahun 2010 (6,0 %) dan tahun 2007 (6,2 %). Demikian pula halnya dengan prevalensi kurus sebesar 6,8 persen juga menunjukkan adanya penurunan dari 7,3 persen (tahun 2010) dan 7,4 persen (tahun 2007). Secara keseluruhan prevalensi anak balita kurus dan sangat kurus menurun dari 13,6 persen pada tahun 2007 menjadi 12,1 persen pada tahun 2013. (www.gizikia.depkes.go.id diakses pada tanggal 13 Februari 2014).

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Sukabumi tahun 2013 menunjukan bahwa Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi merupakan jumlah keempat terbanyak yang memiliki 4 balita yang terkena gizi buruk di Kota Sukabumi. Hal ini menunjukan masih ada masalah gizi buruk pada balita di wilayah kerja Puskesmas PONED Baros. Wilayah Kerja Puskesmas PONED Baros terdiri dari 4 kelurahan yaitu Kelurahan Baros, Kelurahan Jayaraksa, Kelurahan Jayamekar dan Kelurahan Sudajaya Hilir

Berdasarkan laporan tahunan Puskesmas Baros tahun 2013 presentase angka status gizi yang kurang ada di Kelurahan Jayaraksa yaitu terdapat kejadian gizi buruk 1 balita (0,25%) dengan status gizi buruk , 48 balita (12,24%) dengan status gizi kurang, 6 balita (1,53%) dengan gizi lebih dan sebanyak 337 balita (85,97%) dengan gizi normal.

Masalah gizi merupakan masalah multi dimensi dan menjadi faktor penentu kualitas

sumber daya manusia (SDM) dimasa yang akan datang. Sebenarnya sudah dilakukan upaya

untuk penanganan gizi kurang dan buruk pada balita diwilayah kerja Puskesmas PONED

Baros ini yaitu dengan memberikan penyuluhan gizi, PMT penyuluhan, PMT pemulihan,

Klinik gizi, dan penimbangan anak yang dilakukan tiap bulannya di posyandu. Di Wilayah

Kerja Puskesmas PONED Baros peran bidan juga sudah baik meskipun masih terdapat

masalah gizi buruk pada balita. Peran bidan tersebut antara lain dengan melakukan promosi

kesehatan dan edukasi tentang kebutuhan gizi.

(3)

3

Faktor pencetus munculnya masalah gizi dapat berbeda antar wilayah maupun antar kelompok masyarakat, bahkan akar masalah ini dapat berbeda antar kelompok usia balita.

Pada tingkat tertentu, kekurangan gizi dapat menyebabkan jumlah sel, ukuran besar sel dan zat-zat biokimia lain lebih rendah daripada anak normal. Makin muda usia anak yang menderita kurang gizi, makin berat akibat yang ditimbulkan (www.perpustakaan.bappenas.go.id diakses pada tanggal 10 Februari 2014).

Kekurangan zat gizi secara umum (makanan kurang dalam kualitas dan kuantitas) menyebabkan gangguan pada proses pertumbuhan, produksi tenaga, pertahanan tubuh, struktur dan fungsi otak serta perilaku anak yang mengalami kurang gizi tersebut (Almatsier, 2005). Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan sumber daya manusia dan sekaligus dalam pengentasan kemiskinan adalah dengan meningkatkan gizi anak. Keadaan gizi terutama pada balita akan sangat mempengaruhi tingkat kecerdasan manusia dewasa, karena kecukupan gizi sangat diperlukan dalam pembentukan otak terutama pada masa prasekolah yang nantinya akan menghasilkan manusia produktif dan berkualitas.

Banyaknya kejadian anak yang megalami kekurangan gizi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Menurut Marimbi (2010) faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan status gizi diantaranya masalah pengetahuan, usia, ekonomi, pola asuh, pendidikan, pekerjaan, sumber informasi, dan lingkungan.

Faktor-faktor yang telah diuraikan diatas, mungkin juga merupakan penyebab status gizi buruk pada balita di Puskesmas PONED Baros. Hal ini diperkuat dari hasil survei pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti dengan metode wawancara. Berdasarkan survei pendahuluan tersebut, diperoleh hasil bahwa dari 10 orang ibu yang mempunyai anak balita di Wilayah kerja Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi terdapat 2 dari 10 orang ibu setelah diukur anaknya berstatus gizi kurus. Dari 2 orang ibu tersebut diperoleh semuanya memiliki pengetahuan yang kurang tentang gizi pada balita. Berdasarkan pola asuh, 1 orang ibu tersebut memberi bimbingan atau asuhan authoritative karena memberikan pilihan tidak memaksa dan 1 orang ibu menerapkan pola asuh permisif. Dilihat dari penghasilan, dari 2 ibu diantaranya memiliki penghasilan <Rp. 1.3500.000. Berdasarkan pendidikan, dari 2 ibu, 1 diantaranya berpendidikan SD, 1 ibu berpendidikan SMP. Dilihat dari status pekerjaan, dari 2 ibu semuanya tidak bekerja.

Berbeda dari 2 ibu yang memiliki anak berstatus gizi kurus, 8 dari 10 orang ibu

setelah diukur anaknya berstatus gizi normal. Dari 8 orang ibu tersebut 5 ibu memiliki

pengetahuan yang baik tentang gizi pada balita dan 3 orang ibu memiliki pengetahuan yang

cukup. Berdasarkan pola asuh, 4 orang ibu memberi bimbingan atau asuhan authoritative

(4)

4

karena memberikan pilihan tidak memaksa dan 4 orang ibu menerapkan pola asuh otoriter.

Dilihat dari penghasilan, dari 8 ibu, 5 diantaranya memiliki penghasilan Rp. 1.350.000 - Rp.

1.850.000, dan 3 orang memiliki penghasilan <Rp. 1.350.000. Berdasrkan pendidikan, dari 8 ibu, 5 diantaranya berpendidikan SMA, dan 3 ibu berpendidikan SMP. Dilihat dari status pekerjaan, dari 8 ibu, semuanya tidak bekerja.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai judul “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi”.

METODE

Jenis penelitian yang digunakan adalah Korelasional. Penelitian Korelasional yaitu mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasarkan koefisien korelasi dan bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih serta seberapa jauh korelasi yang ada antara variabel yang diteliti (Hidayat, 2010).Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan Cross Sectional. Cross- sectional adalah variabel sebab atau resiko dan akibat atau kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau dikumpulkan secara bersamaan atau sekaligus (Notoatmodjo, 2010).Selain itu dalam penelitian ini digunakan metode survey, yaitu suatu rancangan yang digunakan untuk menyediakan informasi yang berhubungan dengan prevalensi, distribusi, dan hubungan antar variabel dalam suatu populasi (Nursalam, 2011). Dalam penelitian ini mengkaji pengaruh pengetahuan ibu tentang status gizi balita,pendidikan, pekerjaan ibu, status ekonomi, dan pola asuh terhadap status gizi balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi.

Penelitian dilakukan di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi sejak bulan Februari sampai Juli 2014.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang mempunyai balitausia 1-5

tahun di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi sebanyak 314

ibu balita. Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian ibu yang mempunyai balitausia 1-5

tahun di Kelurahan JayaraksaWilayah Kerja Puskesmas Baros Kota Sukabumi sebanyak 182

responden dengan cara Purposive Sampling dan Proporsional Random Sampling.

(5)

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Pengaruh Pengetahuan ibu Terhadap Status Gizi Balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi

Tabel 1 Tabulasi Silang Pengetahuan Ibu Balita Tentang Gizi Balita dengan Status Gizi Balita

Pengetahua n

Status Gizi

Jm l % Norma

l % Kuru

s % Gemuk % Obesitas % Sangat Kurus %

Baik 109 94,0 0 0 7 6,0 0 0 0 0 116 100

Cukup 15 24,6 16 26,2 28 45,9 2 3,3 0 0 61 100

Kurang 1 20,0 3 60,0 0 0 0 0 1 20,0 5 100

Jumlah 125 68,7 19 10,4 35 19,2 2 1,1 1 0,5 182 100

Tabel 2 Hasil Analisis Uji Koefisien Somers’D

Variabel Bebas Variabel Tak Bebas P-Value Koef Somer’d

Pengetahuan ibu balita tentang status gizi

Status Gizi Balita 0,000 -0,552

Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat p-value = 0,000 berarti <0,05 yang menunjukan bahwa ada pengaruh pengetahuan ibu terhadap status gizi balita dengan nilai koefisien somer’d -0,552. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan ibu balita tentang status gizi mempengaruhi terhadap status gizi balita.

Hasil uji hipotesis tersebut sesuai dengan teori dari Achmad Djaeni Sedioetama

(2004) yang mengatakan bahwa semakin banyak pengetahuan gizi, semakin

diperhitungkan jenis dan kwantum makanan yang dipilih untuk dikonsumsinya sehingga

status gizi anak akan baik. Masyarakat awam yang tidak mempunyai cukup pengetahuan

gizi, akan memilih makanan yang paling menarik panca indera, dan tidak mengadakan

pilihan berdasarkan nilai gizi makanan. Sebaliknya mereka yang semakin banyak

pengetahuan gizinya, lebih mempergunakan pertimbangan rasional dan pengetahuan gizi

makanan tersebut. Hal ini juga diperkuat oleh penelitian yang dilakukan oleh Anwar

(2006) bahwa pengetahuan ibu tentang gizi akan mempengaruhi status gizi balita.

(6)

6

b. Pengaruh Pola Asuh Terhadap Status Gizi Balita di Kelurahan Jayaraksa Wilayah Kerja Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi

Tabel 3 Tabulasi Silang dan Hasil Uji Koefisien Kontingensi Pola Asuh Orang Tua dengan Status Gizi Balita

Pola Asuh

Status Gizi

Jml %

p-value Koefisien kontingensi

Q Norma

l % Tidak

normal %

Authoritative 115 89,8 13 10,2 128 100

0,000 0,604 0,854

Otoriter 8 61,5 5 38,5 13 100

Permisif 2 4,9 39 95,1 41 100

Jumlah 125 68,7 57 31,3 182 100

Berdasarkan syarat uji koefisien pada nilai chi-square tidak dapat dilakukan karena terdapat cell yang bernilai 0 sehingga diperlukan penggabungan. Penggabungan kriteria ini dilakukan pada variabel status gizi yang dikategorikan normal dan tidak normal dimana kategori status gizi kurus, gemuk, sangat kurus, dan obesitas dimasukan dalam kriteria kategori status gizi tidak normal.

Berdasarkan tabel 3 dapat dilihat p-value = 0,000 berarti <0,05 yang menunjukan bahwa ada pengaruh pola asuh terhadap status gizi balita dengan nilai koefisien kontingensi 0,604 dan nilai Q = 0,854 yang menunjukkan keeratan terhadap status gizi balita sangat erat. Dengan demikian dapat disimpulkan pola asuh mempengaruhi status gizi balita.

Hal ini sesuai dengan teori Menurut Wagnel dan Funk menyebutkan bahwa

mengasuh itu meliputi menjaga serta memberi bimbingan menuju pertumbuhan ke arah

kedewasaan. Pengasuhan merupakan faktor yang sangat erat kaitannya dengan

pertumbuhan dan perkembangan anak berusia di bawah lima tahun. Kekurangan gizi pada

masa ini dapat menimbulkan gangguan tumbuh kembang secara fisik, mental, sosial dan

intelektual yang sifatnya menetap dan terus dibawa sampai anak menjadi dewasa. Secara

lebih spesifik, kekurangan gizi dapat menyebabkan keterlambatan pertumbuhan badan,

lebih penting lagi keterlambatan perkembangan otak. Pada masa ini juga, anak masih

benar-benar tergantung pada perawatan dan pengasuhan oleh ibunya. Pengasuhan

kesehatan dan makanan pada tahun pertama kehidupan sangatlah penting untuk

perkembangan anak. Hal ini juga diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh

Anwar (2006) yang menunjukan bahwa pola asuh mempengaruhi status gizi balita.

(7)

7

c. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Status Gizi Balita

Tabel 4 Tabulasi Silang Pekerjaan Ibu Balita Dengan Status Gizi Balita

Pekerjaan

Status Gizi

Jml Normal Kuru

s Gemuk Obesitas Sangat Kurus

Bekerja 3 6 5 1 0 15

Tidak bekerja 122 13 30 1 1 167

Jumlah 125 19 35 2 1 182

Berdasarkan perhitungan analisis dengan menggunakan korelasi teta diperoleh nilai teta diperoleh 0,492. Sedangkan nilai t

hitung

dengan df=7,58 diperoleh 0,159. Hal ini menunjukan bahwa ada pengaruh pekerjaan terhadap status gizi balita dengan tingkat pengaruhnya terhadap status gizi balita cukup kuat.

Bekerja akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga. Hambatan ibu dalam mempertahankan status gizi balita karena para ibu banyak yang bekerja. Mereka sangat terikat dengan waktu dan sudah memiliki jadwal tertentu. Bekerja umumnya merupakan kegiatan yang menyita waktu. Bekerja bagi ibu-ibu akan mempunyai pengaruh terhadap kehidupan keluarga terutama pada pola pengasuhan anak (Sulistiani, 2008). Sehingga ibu yang bekerja biasanya memiliki mobilitas yang tinggi karena kesibukan pekerjaan sehingga kebanyakan kebutuhan asupan nutrisi untuk anak kurang diperhatikan. Teori ini diperkuat oleh hasil penelitian dari Hammond (2004) bahwa sebagian ibu yang bekerja akan berpengaruh terhadap status gizi anaknya.

d. Pengaruh Pendidikan Terhadap Status Gizi Balita

Tabel 5 Tabulasi Silang Pendidikan Ibu Balita Dengan Status Gizi Balita

Pendidikan

Status Gizi

Jml % Norma

l % Kuru

s % Gemuk % Obesi

tas % Sangat Kurus %

SD 10 26,3 11 28,9 14 36,8 2 5,3 1 2,6 38 100

SMP 60 69,0 8 9,2 19 21,8 0 0 0 0 87 100

SMA 55 96,5 0 0 2 3,5 0 0 0 0 57 0

Jumlah 125 68,7 19 10,4 35 19,2 2 1,1 1 0,5 182 100

Tabel 6. Hasil Uji Koefisien Somers’D Variabel

Bebas

Variabel Tak Bebas

P-Value Koef Somer’d

Pendidikan Status Gizi Balita

0,355 0,066

(8)

8

Berdasarkan tabel 6 dapat dilihat p-value = 0,355 berarti >0,05 yang menunjukan bahwa tidak ada pengaruh pendidikan ibu terhadap status gizi balita dengan nilai koefisien somer’d 0,066. Diperoleh dengan nilai p-value = 0,355 dapat disimpulkan bahwa pendidikan ibu tidak berpengaruh terhadap status gizi balita.

Menurut Apriadji (2004), meskipun seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik dari berbagai media misalnya TV, radio, atau surat kabar maka hal itu akan dapat meningkatkan pengetahuan seseorang .

e. Pengaruh Status Ekonomi Berdasarkan Tingkat Pendapatan Terhadap Status Gizi Balita

Tabel 7 Tabulasi Silang Status Ekonomi dengan Status Gizi Balita

Status Ekonomi

Status Gizi

Jml % Norma

l % Kuru

s % Gemuk % Obesi

tas % Sangat Kurus %

Rendah 51 56,7 17 18,9 20 22,2 1 1,1 1 1,1 90 100

Sedang 66 80,5 2 2,4 13 15,9 1 1,2 0 0 82 100

Tinggi 8 80,0 0 0 2 20,0 0 0 0 0 10 100

Jumlah 125 68,7 19 10,4 35 19,2 2 1,1 1 0,5 182 100

Tabel 8. Hasil Analisis Uji Koefisien Somers’D

Variabel Bebas

Variabel Tak Bebas

P Value

Koef Somer’d Status

Ekonomi

Status Gizi Balita

0,009 0,169

Berdasarkan tabel 8 dapat dilihat p-value = 0,009 berarti <0,05 yang menunjukan bahwa ada pengaruh tingkat pendapatan terhadap status gizi balita dengan nilai koefisien somer’d 0,169. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pendapatan mempengaruhi terhadap status gizi balita.

Masalah gizi karena kemiskinan indikatornya adalah taraf ekonomi keluarga,

yang berhubungan dengan daya beli yang dimiliki oleh keluarga (Santoso, 2005). Karena

semakin tinggi penghasilan seseorang akan semakin baik terhadap status gizi karena

asupan nutrisi yang mencukupi, dan semakin rendah penghasilan seseorang akan

meningkatkan status gizi yang kurang karena penghasilan yang tipe kelas menengah dan

bawah akan samakin sulit untuk daya beli yang dibutuhkan. Teori diatas semakin

diperkuat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Suryadi tahun 2010 yang

menunjukkan bahwa status ekonomi akan mempengaruhi status gizi balita.

(9)

9

KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada 182 responden yang memiliki balita di Kelurahan Jayaraksa wilayah kerja Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi diperoleh kesimpulan sebagai berikut :

1. Sebagian besar ibu yang mempunyai balita di Kelurahan Jayaarksa Wilayah Kerja Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi memiliki pengetahuan yang baik tentang status gizi , ibu tidak bekerja, berpendidikan SMP, menerapkan pola asuh autoritatif dan sebagian besar responden mempunyai pendapatan Rp <1.350.000,00

2. Terdapat pengaruh Pengetahuan Ibu yang mempunyai balita tentang gizi terhadap Status Gizi balita di Kelurahan Jayaraksa.

3. Terdapat pengaruh Pola Asuh Ibu terhadap Status Gizi balita di Kelurahan Jayaraksa.

4. Terdapat pengaruh Pekerjaan Ibu terhadap Status Gizi balita di Kelurahan Jayaraksa.

5. Tidak terdapat pengaruh Pendidikan Ibu terhadap Status Gizi balita di Kelurahan Jayaraksa.

6. Terdapat pengaruh Status Ekonomi terhadap Status Gizi balita di Kelurahan Jayaraksa.

b. Saran

1. Puskesmas PONED Baros

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi bagi Puskesmas PONED Baros Kota Sukabumi. Semoga bisa dijadikan sebagai bahan masukan untuk perencanaan tahun berikutnya, khususnya dalam status gizi balita dengan cara mengadakan kerjasama lintas sector dengan kelurahan atau desa dengan tujuan lebih melakukan pendekatan kepada ibu balita seperti dengan pemberian makanan tambahan susu, biscuit, bubur, dan makanan lain yang bergizi baik bagi balita setiap penimbangan di posyandu untuk menanamkan kesadaran ibu balita untuk lebih memperhatikan kebutuhan gizi balitanya sehingga ibu balita lebih rajin dan tertarik datang ke posyandu dengan tujuan untuk memeriksakan pertumbuhan balitanya dan hal ini akan mengurangi masalah status gizi pada balita.

2. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat dijadikan sebagai data dasar bagi peneliti

selanjutnya khususnya yang berkaitan dengan status gizi balita serta variabel lain

yang bepengaruh terhadap status gizi balita seperti variabel usia ibu, lingkungan,

sumber informasi, pengalaman, dan lain-lain.

(10)

10

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, Sunita. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka, 2005.

Anonim. Volume dan Nilai Impor Komoditas Pertanian. Jakarta : Badan Pusat Statistik, 2010.

Apriadji, W.H. Pangan dan Gizi untuk Kesehatan. Jakarta : Gramedia Pustaka, 2004.

Arikunto,S. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Arisman. Buku Ajar Ilmu Gizi. Jakarta : EGC Kedokteran, 2009.

Azwar, A. Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta : Departemen kesehatan RI, 2005.

________. Gizi Seimbang Menuju Hidup Sehat Bagi Balita. Jakarta : Departemen Kesehatan RI, 2008.

Depkes RI. Angka Kecukupan Gizi Rata-rata. Jakarta : Hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi, 2004.

_________. Petunjuk Teknis Tatalaksana Anak Gizi Buruk. Jakarta : Departemen kesehatan RI, 2007.

Dinas Kesehatan Kota Sukabumi. Modul KIE Pada Ibu Atau Keluarga Balita. Sukabumi : Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, 2006.

Friedman. Keperawatan Keluarga. Jakarta : EGC Kedokteran, 2004.

Hidayat, A. A. Metode Penelitian Kebidanan dan Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika, 2010.

Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2005.

Kartono. Perilaku Manusia. Jakarta: ISBN, 2006.

Marimbi, Hanum. Tumbuh Kembang, Status Gizi dan Imunisasi Dasar pada Balita.

Yogyakarta: Nuha Medika, 2010.

Maryam, Siti. Peran Bidan yang Kompeten Terhadap Suksesnya MDG’s. Jakarta: Salemba Medika, 2012.

Mubarak. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta : EGC, 2007.

Notoatmodjo, Soekidjo. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.

Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika, 2011.

Path Francin Erna. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : EGC Kedokteran, 2005.

(11)

11

Sedioetama, A.D. Ilmu Gizi. Jakarta : Dian Rakyat, 2004.

Sibagariang, Eva Ellya.. Gizi Dalam Kesehatan Reproduksi. Jakarta : Trans Info Media, 2010.

Sihadi. Pembangunan Kesehatan dalam Masalah Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka, 2005.

Soehardjo. Pemberian Makanan Pada Bayi dan Anak. Yogyakarta : Kanisius, 2007.

Soemirat. Epidemiologi Lingkungan. Yogyakarta : Gajah Mada University, 2005.

Soetjiningsih. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC Kedokteran, 2004 . Sunarti. Pola Pengasuhan Anak. Jakarta : Gramedia Pustaka, 2006.

Supartini, Y. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak 1. Jakarta: EGC,2004.

Supriasa,dkk. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC Kedokteran, 2007.

Suryanah. Keperawatan Anak untuk Siswa SPK. Jakarta : EGC Kedokteran, 2004.

Untoro, Rachmin. Panduan Makanan Untuk Hidup Sehat. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat, 2005.

http//depkes.go.id/ sdki 2012/ diakses pada tanggal 10 Februari 2014

www.gizikia.depkes.go.id

/

Riskesdas 2010/ diakeses pada tanggal 13 Februari 2014 www.dinkes.jabarprov.go.id/ Gizi Balita/ diakses pada tanggal 13 Februari 2014.

http://disnakertrans.jabarprov.go.id/ Upah Minimum Regional Kota Sukabumi/ diakses pada

tanggal 14 Februari 2014

Referensi

Dokumen terkait

Error Lower Bound Upper Bound 95% Confidence Interval

Pembelajaran STM jauh lebih efektif karena dapat meningkatkan keaktifan siswa di kelas sehingga hasil belajar siswa meningkat, yang meliputi kemampuan kognitif,

mengetahui keefektifan hasil belajar Ekonomi yang dites dengan bentuk soal analisis hubungan pada siswa yang pembelajarannya menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe GI

psikiatri dengan pasien.Pada pasien didapatkan halusinasi auditorik, ilusi serta terdapat delusion of influence.Dari data ini menjadi dasar diagnosis bahwa pasien

(5) Jumlah pajak yang terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah Kurang Bayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a angka 3 dikenakan sanksi administrasi berupa

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan soal post test untuk mengetahui hasil belajar matematika siswa yang telah melakukan kegiatan pembelajaran dengan

Proses mendulang emas dimulai dengan mengisi alat dulang dengan material yang hendak didulang, kemudian goyangkan dulang ke kiri dan ke kanan di bawah aliran air. Proses ini

Mengembangkan budaya 5S (senyum, sapa, salam, sungkem, dan sopan) untuk Membentuk Karakter Cinta Damai. Penerapan budaya 5S dimaksudkan untuk membentuk