IDENTIFIKASI VARIETAS UNGGUL BENIH KEDELAI BERDASARKAN WARNA DENGAN JARINGAN SARAF TIRUAN
Galih Probo Kusuma, Dr. Melania Suweni Muntini, MT
Jurusan FisikaInstitut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111
Email: galihyonk@physics.its.ac.id; melania@physics.its.ac.id
Abstrak
Telah dilakukan penelitian mengenai jaringan saraf tiruan dengan data warna kedelai sebagai data masukan. Jenis kedelai yang digunakan adalah Anjasmoro, Argomulyo, Argopuro dan Panderman. Pengambilan data warna kedelai dilakukan dengan 3 macam keadaan berbeda yaitu pada keadaan kotak cokelat dengan lampu pijar, keadaan kotak cokelat dengan lampu halogen dan keadaan kotak hitam dengan lampu halogen yang kemudian ditranformasikan menjadi koordinat warna CIE-L*a*b. Data dalam format RGB didapatkan sebanyak 20 data setiap kedelai.
Selanjutnya, data tersebut dijadikan sebagai data masukan untuk proses jaringan saraf tiruan.
Data warna kedelai koordinat RGB dan CIE-L*a*b dibagi menjadi 2 yaitu 60 data untuk proses pelatihan dan 20 data untuk data proses validasi jaringan.
Struktur jaringan yang digunakan untuk pelatihan adalah jaringan 3-100-1, 3-200-1, 3-300-1, 3-400-1 dan 3-500-1 dengan fungsi aktifasi sigmoid. Hasil terbaik untuk jaringan 3-200-1 untuk pengenalan kedelai jenis Anjasmoro dengan keadaan kotak cokelat lampu pijar didapatkan nilai MSE sebesar 0.00000179451 dan 35 epoch.
Kata kunci : Kedelai, Jaringan Saraf Tiruan, Backpropagation
Abstract
In this research on artificial neural networks with soy color data as input data. The type of soy used is the type Anjasmoro, Argomulyo, Argopuro and Panderman. Soy color data retrieval is done by 3 different kinds of conditions are the box of brown with incandescent lamps, state box of brown with halogen lights and a black box situation with halogen lamps. From the data acquisition process with soy color each state obtained from the 20 RGB values of each soybean.
RGB color data from each of soybeans and the result of transformation CIE-L*a*b color coordinates. RGB color data and CIE-L * a * b then used as input data for the process of artificial neural networks.
Soy color coordinates data RGB and CIE-L * a * b 2 is divided into 60 data for the process of training and 20 data for the data validation process network.
Variations network used for training in this study is that the network 3-100-1, 3-200-1, 3-300-1, 3-400-1 and 3-500-1 with sigmoid activation function. The best results is obtained after validation.
The structure is 3-200-1 for Anjasmoro at box with incandescent lamp. The MSE value is 0.00000179451 for 35 epoch.
Keywords: Soybean, Artificial Neural Network, Backpropagation .
1. Pendahuluan
Untuk memisahkan benih dari benih cacat, kotoran, dan tercampur dengan varietas lain, perlu dilakukan proses sortasi. Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian) Malang, sebagai pengelola benih kedelai, sampai saat ini masih menggunakan tenaga manusia untuk proses sortasi benih. Sortasi benih dilakukan dari butir satu ke butir lain dengan pengamatan langsung (human eye) oleh penyortir, sehingga subyektifitasnya tinggi.
Pada penelitian ini dikembangkan penerapan pengenalan pola warna dengan jaringan syaraf tiruan untuk mengidentifikasi varietas unggul benih
kedelai, yang diharapkan mampu memberikan solusi dari permasalahan tersebut.
Sistem pengenalan pola varietas unggul kedelai melaui jaringan syaraf tiruan ini dikembangkan berdasarkan pada perubahan virtual obyek dapat dihasilkan data yang berisikan gambar yang memberikan beberapa informasi seperti tekstur, warna, bentuk, jumlah dan letak varietas secara bersama-sama yang bertujuan untuk menggantikan fungsi mata manusia (human eye). Sistem identifikasi varietas benih unggul kedelai yang dimaksudkan untuk menurunkan tingkat kesalahan akibat kelelahan mata manusia sehingga dalam pengambilan keputusan dapat lebih akurat.
2. Jaringan Saraf Tiruan
Jaringan saraf tiruan merupakan suatu sistem pemrosesan informasi yang memiliki karakteristik- karakteristik menyerupai jaringan saraf biologi (Fauset, 1994). Hal yang sama juga diutarakan oleh Simon Haykin, yang menyatakan bahwa JST adalah sebuah mesin yang dirancang untuk memodelkan otak manusia mengerjakan fungsi atau tugas-tugas tertentu. Mesin ini memiliki kemampuan menyimpan pengetahuan berdasarkan pengalaman dan menjadikan simpanan pengetahuan yang dimiliki menjadi bermanfaat. (J.J Siang, 2005)
Pembelajaran model terhadap model dilakukan secara berulang-ulang sesuai dengan yang ditargetkan. Perulangan pelatihan ini dinamakan iterasi sedangkan sejumlah dari iterasi dinamakan epoch.
2.1 Arsitektur Propagasi Balik
Algoritma propagasi balik (backpropagtion) memiliki beberapa unit yang ada dalam satu atau lebih layar tersembunyi. Gambar 2.4 merupakan arsitektur jaringan backpropagation dengan n masukan (ditambah sebuah bias), sebuah layar tersembunyi yang terdiri dari p unit (ditambah sebuah bias), serta m buah unit keluaran.
Gambar 2.1 Arsitektur Jaringan Propagasi Balik Vji merupakan bobot garis dari unit masukkan Xi ke unit layar tersembunyi Zj (vj0 merupakan bobot garis yang menghubungkan bias di unit masukan ke unit layar tersembunyi zj). wjk merupakan bobot dari unit layar tersembunyi zj ke unit keluaran yk (wk0 merupakan bobot dari bias di layar tersembunyi ke unit keluaran zk).
2.2 Fungsi Aktifasi
Dalam propagasi balik(backpropagation), fungsi aktifasi yang dipakai harus memenuhi beberapa syarat yaitu : kontinu, terdeferensial dengan mudah dan merupakan fungsi yang tidak turn. Salah satu fungsi yang memenuhi ketiga syarat tersebut sehingga sering dipakai adalah fungsi sigmoid biner yang memiliki range (0,1).
dengan turunan
Gambar 2.2 Fungsi Aktivasi Sigmoid Biner Fungsi lain yang sering dipakai adalah fungsi sigmoid bipolar yang bentuk fungsinya mirip dengan fungsi sigmoid biner, tetapi dengan range (-1,1).
2.3 Pelatihan Standar Backpropagation
Pelatihan backpropagation meliputi 3 fase. Fase pertama adalah fase maju. Pola masukan dihitung maju mulai dari layar masukan hingga layar keluaran menggunakan fungsi aktivasi yang ditentukan. Fase kedua adalah fase mundur. Selisih antara keluaran jaringan dengan target yang diinginkan merupakan kesalahan yang terjadi. kesalahan tersebut dipropagasikan mundur, dimulai dari garis yang berhubungan langsung dengan unit-unit di layar keluaran. Fase ketiga adalah modifikasi bobot untuk menurunkan kesalahan yang terjadi.
3. Diagram/Skema Kerja
Adapun proses penelitian secara menyeluruh pada penelitian tugas akhir ini ditunjukkan dengan gambar 3.1
Gambar 3.1 Blok Diagram Sistem Mulai
Input Citra
Konversi Citra RGB ke CIE-
L*a*b
Menghitung korelasi antara data input dan
output
Penentuan Jaringan
untuk pelatihan Training Neural Network
Hasil dengan bobot MSE terkecil
Pengujian jaringan
Keputusan dari pengujian jaringan
4.1 Pengambilan Data Citra
Berikut ini adalah sebagian data RGB kedelai hasil pengukuran empat variasi biji kedelai dari Balitkabi Jl Raya Kendalpayak, Malang, yaitu:
Anjasmoro, Argomulyo, Argopuro, dan Panderman dengan variasi kotak dan jenis lampu yang digunakan yang digunakan. Berikut ini adalah beberapa hasil akuisisi data dalam koordinat RGB:
Tabel 4.1 Data RGB Kotak Cokelat Lampu Halogen
No. Jenis Kedelai R G B
1 Anjasmoro 176.63 154.59 25.428 2 Anjasmoro 195.72 164.48 28.479 3 Anjasmoro 194.84 174.22 31.298 4 Anjasmoro 208.61 169.05 30.16 5 Anjasmoro 194.15 155.25 24.791 4.2 Konversi Citra Kedelai dari RGB ke CIE- L*a*b
Konversi citra dari RGB ke CIE-L*a*b tidak dapat langsung dilakukan, kita harus merubah RGB ke CIE-XYZ kemudian data CIE-XYZ baru dapat dikonversikan ke bentuk CIE-L*a*b. Listing program untuk konversi RGB ke CIE-XYZ dan CIE- XYZ ke CIE-L*a*b terdapat pada lampiran B.
Berikut ini adalah sebagian dari hasil konversi data RGB ke CIE-L*a*b. Data lengkap hasil konversi RGB ke CIE-L*a*b terdapat pada lampiran A.
Tabel 4.2 Hasil dari konversi data RGB ke CIE- L*a*b
No. Jenis Kedelai L* a* b*
1 Anjasmoro 354.88 163.38 282.65 2 Anjasmoro 375.72 213.32 299.27 3 Anjasmoro 387.34 156.83 305.08 4 Anjasmoro 387.18 256.86 308.89 5 Anjasmoro 363.75 253.52 293.83
4.3 Hasil Pelatihan dan Pengujian Jaringan
Pada subbab ini akan diuraikan hasil dari pelatihan dan pengujian jaringan dengan menggunakan program Matlab 7.0.1 dengan variasi jaringan yang digunakan untuk penelitian ini adalah jaringan 3-100-1, 3-200-1, 3-300-1, 3-400-1 dan 3- 500-1. Fungsi aktifasi yang digunakan untuk pelatihan dan pengujian dalam penelitian ini adalah sigmoid biner pada masing-masing varietas pada keadaan kotak cokelat lampu halogen, kotak cokelat lampu pijar dan kotak cokelat lampu pijar.
Gambar 4.1 menunjukkan hasil dari pelatihan jaringan yaitu grafik antara jumlah epoch
dan target. Proses pelatihan dilakukan dengan pembatasan untuk maximum MSE sebesar 0,00001
Tabel 4.3 Hasil pelatihan jaringan untuk pengenalan Anjasmoro dengan Data RGB pada keadaan Kotak
Cokelat Lampu Pijar No. Data
Pelatihan Jaringan Epoch MSE
1 60 3-100-1 12 5.63E-06
2 60 3-200-1 35 1.79E-06
3 60 3-300-1 11 8.30E-06
4 60 3-400-1 8 9.28E-07
5 60 3-500-1 7 8.86E-07
0 5 10 15 20 25 30 35
10-6 10-5 10-4 10-3 10-2 10-1 100
35 Epochs
Training-Blue Goal-Black
Performance is 1.79451e-006, Goal is 1e-005
Gambar 4.1 Grafik antara MSE dengan Target Goal
0 10 20 30 40 50 60
0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
data ke
target
Grafik Perbandingan Hasil Pelatihan dan Target Pelatihan
Hasil Pelatihan Target Pelatihan
Gambar 4.2 Grafik antara data Latih dengan target latih Hasil Dari Pelatihan Jaringan
0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 0
0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1
data ke
target
Grafik Validasi Pengujian Jaringan
Hasil Pengujian Target Pengujian
Gambar 4.3 Grafik Validasi antara Data Uji dengan Target Uji
4.4 Korelasi antara MSE dan Data Warna
Untuk mengetahui hubungan antara MSE (Mean Square Error) dengan Data warna RGB dan CIE- L*a*b maka perlu dilakukan pengujian korelasi untuk mengetahui seberapa besar keterkaitan antara nilai MSE (Mean Square Error) dengan data warna.Berikut ini adalah tabel hasil uji korelasi untuk jaringan 3-100-1
Tabel 4.5 Perhitungan Korelasi Antara Warna dengan MSE
No. R G B Vektor
RGB
e = (vector RGB
– rata-rata Vektor RGB)
MSE e*MSE
1 159.69 122.66 19.431 202.29665 -37.47975 0.291214 -10.9146 2 176.08 129.46 20.602 219.51879 -20.25761 0.134902 -2.73279 3 171.81 133.04 19.39 218.16116 -21.6152 0.90361 -19.5317 4 180.19 137.04 23.068 227.55336 -12.22304 0.109859 -1.34281 ..
. .
. . .
. . .
. . .
. . .
. . .
. . .
. . . 60 172.31 104.19 34.344 204.26895 -35.50745 0.0104055 -0.36947
Rata-rata 239.7764 -1.00E-10 0.0915196 -0.48341
4.5 Pembahasan
Perbedaan kondisi pada saat pengambilan citra benih unggul kedelai yaitu pada saat benih unggul kedelai ditempatkan pada kotak coklat dengan lampu halogen, kotak coklat dengan lampu pijar dan kotak hitam dengan lampu halogen berpengaruh MSE pada proses pelatihan jaringan dan hasil pengujian pada jaringan saraf tiruan. MSE atau Mean Square Error didapatkan dari hasil pelatihan jaringan untuk menentukan pembobot yang akan digunakan untuk pengujian.
Waktu pelatihan sangat tergantung oleh banyaknya masukan , jumlah epoch, learning rate dan keluaran yang ingin dihasilkan oleh karena itu
perlu dilakukan pembatasan terhadap proses pelatihan jaringan untuk menghindari error yang terjadi pada PC(Personal Computer). Pada penelitian kali ini pelatihan dibatasi dengan maximum epoch sebesar 100000 dan MSE sebesar 0,00001 sehingga apabila jaringan telah melakukan pelatihan dengan jumlah epoch 100000 maka proses pelatihan akan dihentikan dan juga apabila proses pelatihan jaringan sudah mencapai nilai MSE sebesar 0,00001 maka proses pelatihan akan dihentikan.
Grafik jumlah epoch dan Mean Square Error berbentuk eksponensial karena fungsi aktifasi yang digunakan adalah ssigmoid biner. Pemilihan fungsi aktifasi sigmoid biner karena kisaran keluaran yang dihasilkan oleh fungsi aktifasi ini adalah antara 0 sampai dengan 1 sesuai dengan target yang telah ditentukan.
Semakin banyak jumlah epoch maka nilai MSE akan mendekati 0(nol), namun perlu dilakukan pembatasan jumlah iterasi dan maximum error untuk efisiensi waktu pelatihan.
Keputusan pendefinisian terhadap suatu obyek didasarkan pada besarnya MSE. Semakin kecil MSE maka obyek akan semakin dikenali oleh jaringan.
Dari hasil validasi untuk jenis Anjasmoro, Argomulyo, Argopuro dan Panderman pada kotak cokelat pijar data RGB didapatkan RMSE masing- masing dengan nilai terkecil sebesar 4.65x10-10, 0.25, 0.35, dan 0.4. Untuk hasil proses validasi selengkapnya disajikan dalam lampiran D.
Dari hasil pelatihan dan validasi secara keseluruhan, didapatkan bahwa obyek benih kedelai jenis Anjasmoro dengan keadaan kotak cokelat lampu pijar data RGB lebih mudah dikenali dengan RMSE validasi terkecil dengan nilai 4.65x10-10 dibandingkan dengan jenis yang lain.
5. Kesimpulan
Beberapa kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah:
1. Jaringan saraf tiruan dapat digunakan untuk mengidentifikasi benih unggul kedelai dengan baik untuk jenis kedelai anjasmoro data RGB pada keadaan kotak cokelat lampu pijar dengan RMSE terkecil sebesar 0.00000179451.
2. Penentuan error maximum pada saat pelatihan sebesar 0,00001 hal ini dikarenakan apabila nilai MSE (Mean Square Error) semakin kecil maka jaringan saraf tiruan semakin baik mengenali suatu obyek
3. Dari hasil validasi untuk jenis Anjasmoro, Argomulyo, Argopuro dan Panderman pada kotak cokelat pijar data RGB didapatkan RMSE masing-masing dengan nilai terkecil sebesar 4.65x10-10, 0.25, 0.35, dan 0.4 4. Arsitektur jaringan terbaik yang digunakan
pada penelitian ini adalah 3-200-1 untuk pengenalan kedelai jenis Anjasmoro data RGB dengan keadaan kotak cokelat lampu pijar dengan RMSE (Root Mean Square Error) sebesar 4.65x10-10
6. Daftar Pustaka
Desiani, A & Arhami, M. 2006. Konsep Kecersdasan Buatan. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Siang, J.J. 2005. Jaringan Saraf Tiruan dan Pemrogramannya Menggunakan Matlab. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Farida, N. 2008. Identifikasi Varietas Unggul Benih Kedelai dengan Analisa Cluster.
Surabaya : Tesis Magister Fisika ITS Mayasri, A. 2008. Penerapan Segmentasi Citra
dengan Transformasi Watershed untuk Menentukan Matang Tidaknya Suatu Bahan Makanan. Surabaya : Tugas Akhir Sarjana Fisika ITS
NN. RGB Conversion.
URL:http://www.easyrgb.com/