• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan juga pada pengusaha. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena faktor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. pekerja dan juga pada pengusaha. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena faktor"

Copied!
49
0
0

Teks penuh

(1)

1 1.1 Latar Belakang

Kecelakaan kerja merupakan salah satu permasalahan yang sering terjadi pada pekerja dan juga pada pengusaha. Kecelakaan kerja ini biasanya terjadi karena faktor dari pekerja itu sendiri dan lingkungan kerja yang dalam hal ini adalah dari pihak pengusaha. Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan salah satu aspek perlindungan tenaga kerja yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003. Dengan menerapkan teknologi pengendalian keselamatan dan kesehatan kerja, diharapkan tenaga kerja akan mencapai ketahanan fisik, daya kerja, dan tingkat kesehatan yang tinggi. Disamping itu keselamatan dan kesehatan kerja dapat diharapkan untuk menciptakan kenyamanan kerja dan keselamatan kerja yang tinggi. Jadi, unsur yang ada dalam kesehatan dan keselamatan kerja tidak terpaku pada faktor fisik, tetapi juga mental, emosional dan psikologi.

Berdasarkan data yang dicatat oleh lembaga statistik Amerika Serikat yang dibawahi Departemen Tenaga Kerja Amerika Serikat pada tahun 2006 diperoleh bahwa bidang pertambangan, konstruksi dan agrikultur sebagai bidang yang paling membahayakan . Menurut Departemen Tenaga Kerja AS tahun 2006, penebang kayu merupakan salah satu pekerjaan yang termasuk berbahaya dengan Insendents Rate kecelakaan kerja 82,1 per 100.000 pekerja. Menurut perkiraan ILO, setiap tahun di

(2)

seluruh dunia ada 2 juta orang meninggal karena masalah-masalah akibat kerja. Setiap tahun ada 270 juta pekerja yang mengalami kecelakaan akibat kerja dan 160 juta pekerja yang terkena penyakit akibat kerja. Biaya yang harus dikeluarkan untuk bahaya-bahaya akibat kerja sangat besar. ILO memperkirakan kerugian yang dialami sebagai akibat kecelakaan – kecelakaan dan penyakit-penyakit akibat kerja setiap tahun lebih dari US$ 1,25 triliun. (ILO,2010).

Menurut Arka, kecelakaan kerja di gedung tinggi disebabkan kelalaian pekerja maupun kesengajaan pengusaha perawatan gedung tinggi. Misalnya, kasus kabel baja aus yang tetap digunakan, keseimbangan beban dan kapasitas angkat gondola tidak diperiksa ulang. Selain itu, operator tidak menggunakan peralatan pengaman serta operator kelelahan karena kelebihan beban pekerjaan. Selain itu, faktor tingginya angka kecelakaan kerja juga dikarenakan kurangnya jumlah perusahaan yang memiliki Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3). Hingga akhir 2007, hanya ada 16.171 unit P2K3 dari 24.560 perusahaan yang wajib memiliki P2K3. (securityexpose.com,2012)

Menurut Setywati (2007), salah satu penyebab utama kecelakaan kerja yang disebabkan oleh manusia adalah kelelahan dan stres. Kelelahan kerja memberi kontribusi 50% terhadap terjadinya kecelakaan kerja. Kelelahan bisa disebabkan oleh sebab fisik ataupun tekanan mental. Salah satu penyebab kelelahan adalah gangguan tidur yang antara lain dapat dipengaruhi oleh kekurangan waktu tidur dan gangguan pada circadian rhytma akibat jel lag atau shift kerja.

(3)

Menurut hasil penelitian Eva Hernawati (2008) di PT. Antam Tbk. Bogor Jawa Barat menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai masa kerja kurang dari sama dengan 12 tahun terdapat 12 pekerja (11%) yang mengalami kecelakaan kerja. Tidak adanya hubungan antara masa kerja dengan kejadian kecelakaan kerja terjadi karena sebagian besar pekerja sudah mempunyai verklaring, sementara itu dari faktor tingkat pendidikan menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai pendidikan kurang dari SLTP sebanyak 12,5% yang mengalami kecelakaan kerja yang berarti tingkat pendidikan tidak mempengaruhi kecelakaan kerja, dan berdasarkan dari faktor umur menunjukkan bahwa umur kurang dari sama dengan 35 tahun terdapat 7 pekerja (7,5%) yang mengalami kecelakaan kerja yang berarti bahwa umur dapat mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja.

Dari hasil penelitian Helda J.M (2007) dari 24 responden yang berumur > 31 tahun terdapat 16 orang ( 66,7%) yang mengalami kecelakaan kerja dan dari 45 responden yang berumur 18-30 tahun terdapat 34 (75,6%) mengalami kecelakaan kerja, sehingga menunjukkan bahwa umur mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja sementara itu dari 55 responden yang berpendidikan SD – SLTP diperoleh 38 (73,1%) yang mengalami kecelakaan kerja dan dari 17 responden yang mempunyai tingkat pendidikan SMA mengalami kecelakaan kerja sebanyak 12 (70,6%) sehingga tingkat pendidikan mempunyai pengaruh terjadinya kecelakaan kerja.

(4)

Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki resiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Efek kecelakaan kerja yang terjadi pada proyek konstruksi dapat menyebabkan rusaknya peralatan yang digunakan, rusaknya lingkungan sekitar proyek, serta hilangnya nyawa pekerja (fatality). Efek-efek tersebut akan mempengaruhi schedule penyelesaian proyek (project delay) dan pembengkakan biaya konstruksi secara keseluruhan. (Reini,2005)

Kecelakaan yang terjadi pada suatu pekerjaan konstruksi kebanyakan disebabkan oleh tenaga kerja yang tidak berpengalaman terhadap apa yang dikerjakan, peralatan yang sudah tidak layak untuk dipakai, kondisi lingkungan kerja yang tidak aman, perilaku karyawan yang kurang peduli tehadap safety, serta manajemen perusahaan yang kurang peduli sepenuhnya terhadap safety, serta metode kerja yang tidak aman. Tiga faktor dalam penerpan SMK3 di proyek konstruksi yaitu peran manajemen, kondisi dan lingkungan kerja, serta kesadaran dan kualitas pekerja. Penerapan SMK3 yang baik akan memberikan efek yang signifikan terhadap manfaat proyek, yang dapat diukur dalam parameter efisiensi, nilai efisiensi, peningkatan dari hasil kualitas kerja dan juga peningkatan aktivitas pekerjaan.

(5)

Melalui penggunaan teknologi yang semakin canggih, muncul resiko kerja yang bila tidak dikendalikan dengan upaya-upaya keselamatan dan kesehatan kerja akan menimbulkan kerugian baik terhadap tenaga kerja itu sendiri, maupun terhadap perusahaan/unit kerja tersebut. Resiko kerja ini dapat berupa kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh faktor-faktor lingkungan kerja yang dihadapi atau dari faktor manusia itu sendiri.

PT. Keramat Jaya Medan merupakan perusahaan swasta yang bergerak dalam pembangunan gedung-gedung atau bangunan-bangunan seperti kantor-kantor, sekolah-sekolah, ruko-ruko serta jembatan-jembatan. Pada saat ini PT. Keramat Jaya Medan sedang menangani proyek pembangunan gedung yang dilakukan 30 orang pekerja lapangan bagian bangunan sebagai pekerja harian.

Berdasarkan survei pendahuluan diperoleh data bahwa pekerja pada PT. Keramat Jaya Medan pernah terjadi kecelakaan kerja. Dari data yang diperoleh kecelakaan kerja pada tahun 2010 sebanyak 5 pekerja dengan penyebabnya adalah 3 pekerja jatuh dari perancah bangunan karena tidak memakai APD berupa tali pengaman dan harus dirawat di Rumah Sakit karena mengalami patah tulang pada kaki sementara 2 pekerja lagi tertimpa martil yang jatuh dari rekan sekerjanya dan mengalami luka pada bagian kepala karena tidak memakai APD berupa helm pengaman sedangkan pada tahun 2011 terjadi kecelakaan kerja sebanyak 7 pekerja dengan penyebabnya adalah 4 orang pekerja jatuh dari perancah bangunan sehingga mengalami keseleo tulang pada kaki sementara 2 orang pekerja tertimpa batu-bata sehingga mengalami luka bagian kepala dan 1 orang perkeja terinjak paku yang

(6)

tertancap pada balok yang tergeletak sembarangan dilokasi kerja. Sementara itu pada pelaksanaan proyek pembangunan yang berlangsung pada saat ini telah terjadi 1 kasus kecelakaan kerja dimana pekerja tertimpa batu-bata dan mengalami luka ringan pada bagian kepala.

Tingginya kecelakaan kerja yang banyak terjadi pada proyek bangunan bisa menyebabkan dampak secara langsung terhadap perusahaan seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, dan hal ini tidak terkecuali terjadi juga pada perusahaan yang berlokasi di Samosir yaitu PT. Keramat Jaya Medan. Betapa pentingnya pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada proyek pembangunan gedung-gedung, jika dilihat dari segi dampak yang mungkin bisa terjadi dalam pelaksanaan selama proyek berlangsung. Begitu banyak dampak berupa kerugian-kerugian bagi perusahaan yang tidak menerapkan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), meskipun sudah dikeluarkan suatu aturan perundang-undangan oleh Pemerintah, akan tetapi kelalaian dalam pelaksanaan K3 masih banyak terjadi. Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian di PT. Keramat Jaya Medan untuk mengetahui secara langsung faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan adalah apa “Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Lapangan Bagian Bangunan Di PT. Keramat Jaya Medan”.

(7)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Pada Pekerja Lapangan Bagian Bangunan Di PT. Keramat Jaya Medan”.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui hubungan faktor usia dengan terjadinya kecelakaan kerja 2. Untuk mengetahui hubungan faktor pendidikan dengan terjadinya kecelakaan

kerja

3. Untuk mengetahui hubungan faktor pengalaman dengan terjadinya kecelakaan kerja.

4. Untuk mengetahui hubungan faktor lama kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja.

5. Untuk mengetahui hubungan faktor kelelahan dengan terjadinya kecelakaan kerja.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Agar penelitian ini lebih jelas dan terarah pada masalah yang utama, maka peneliti membatasi ruang lingkup masalahnya pada evaluasi faktor usia, pendidikan, pengalaman kerja, lama kerja dan kelelahan.

(8)

1.5 Manfaat Penelitian

1. Sebagai informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja pada masyarakat.

2. Sebagai informasi dan masukan bagi pekerja terhadap potensi kecelakaan kerja sehingga lebih berhati-hati dalam melaksanakan pekerjaannya.

3. Menambah wawasan penulis dalam aplikasi keilmuan serta sebagai informasi untuk pengembangan bagi penelitian selanjutnya.

4. Sebagai referensi bagi Universitas Sari Mutiara Indonesia dalam pengembangan ilmu kesehatan masyarakat khususnya K3.

(9)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kecelakaan Kerja 2.1.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan kerugian ringan sampai yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan pabrik secara total. (Rika Ampuh Hadiguna ,2009)

Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Secara umum kecelakaan kerja dibagi menjadi dua golongan, yaitu : 1) Kecelakaan industri (industrial accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2) Kecelakaan dalam perjalanan (community accident) yaitu kecelakaan yang terjadi diluar tempat kerja yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja. (Sugeng ,2005)

Keadaan hampir celaka (near-accident) adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan dimana dengan keadaan yang sedikit berbeda akan

(10)

mengakibatkan bahaya terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses (Sugeng, 2005).

Kecelakaan terjadi tanpa diduga dan tidak diharapkan tetapi kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Bennett NBS dalam Santoso (2004) merupakan tanggung-jawab para manajer lini, penyelia, mandor, kepala dan juga kepala urusan.

Disamping ada sebabnya, maka suatu kejadian juga akan membawa akibat. Menurut Lalu Husni (2005), akibat dari kecelakaan industri ini dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:

1. Kerugian yang bersifat ekonomis, yaitu:

a. Kerusakan/ kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan b. Biaya pengobatan dan perawatan korban

c. Tunjangan kecelakaan d. Hilangnya waktu kerja

e. Menurunnya jumlah maupun mutu produksi 2. Kerugian yang bersifat non ekonomis

Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka/ cidera berat, maupun luka ringan.

(11)

2.1.2 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya Kecelakaan Kerja

Menurut Suma’mur dalam Cut Neifa Yustini (2009) menyatakan bahwa kecelakaan kerja yang terjadi dapat disebabkan oleh dua faktor, yaitu :

a. Faktor manusia meliputi aturan kerja, kemampuan pekerja (usia, masa kerja/pengalaman, kurangnya kecakapan dan lambatnya mengambil keputusan), disiplin kerja, perbuatan-perbuatan yang mendatangkan kecelakaan, ketidak cocokan fisik dan mental. Kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh pekerja dan karena sikap yang tidak wajar seperti terlalu berani, sembrono, tidak mengindahkan instruksi, kelalaian, melamun, tidak mau bekerja sama, dan kurang sabar. Kekurangan kecakapan untuk mengerjakan sesuatu karena tidak mendapat pelajaran mengenai pekerjaan. Kurang sehat fisik dan mental seperti adanya cacat, kelelahan dan penyakit.

b. Faktor mekanik dan lingkungan, letak mesin, tidak dilengkapi dengan alat pelindung, alat pelindung tidak pakai, alat-alat kerja yang telah rusak. Lingkungan kerja berpengaruh besar terhadap moral pekerja. Faktor-faktor keadaan lingkungan kerja yang penting dalam kecelakaan kerja terdiri dari pemeliharaan rumah tangga (house keeping), kesalahan disini terletak pada rencana tempat kerja, cara menyimpan bahan baku dan alat kerja tidak pada tempatnya, lantai yang kotor dan licin. Ventilasi yang tidak sempurna sehingga ruangan kerja terdapat debu, keadaan lembab yang tinggi sehingga orang merasa tidak enak kerja. Pencahayaan yang tidak sempurna misalnya ruangan gelap, terdapat kesilauan dan tidak ada pencahayaan setempat.

(12)

Menurut Benny dan Achmadi dalam Cut Neifa Yustini (2009) dikelompokkan sebagai berikut :

1. Faktor Lingkungan Kerja (Work Environment) a. Faktor Kimia

Disebabkan oleh bahan baku produksi, proses produksi dan hasil produksi suatu kegiatan usaha. Untuk golongan kimia dapat digolongkan kepada benda-benda mudah terbakar, mudah meledak dan lainnya.

b. Faktor Fisik

Misalnya penerangan yang cukup baik di luar ruangan maupun di dalam ruangan, panas kebisingan dan lainnya.

c. Faktor Biologi

Dapat berupa bakteri, jamur, mikro-organisme lain yang dihasilkan dari bahan baku proses produksi dan proses penyimpanan produksi, dapat juga berupa binatang-binatang pengganggu lainnya pada saat berada di lapangan atau kebun.

d. Faktor Ergonomi

Pemakaian atau penyediaan alat-alat kerja, apakah sudah sesuai dengan keselamatan kerja sehingga pekerja dapat merasakan kenyamanan saat bekerja. Ergonomi terutama dikhususkan sebagai perencanaan dari cara kerja yang baik meliputi tata cara bekerja dan peralatan.

(13)

e. Faktor Psikologi

Perlunya dibina hubungan yang baik antara sesama pekerja dalam lingkungan kerja, misalnya antara pimpinan dan bawahan.

2. Faktor Pekerjaan a. Jam Kerja

Yang dimaksud jam kerja adalah jam waktu bekerja termasuk waktu istirahat dan lamanya bekerja sehingga dengan adanya waktu istirahat ini dapat mengurangi kecelakaan kerja.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada Pasal 77 ayat 2 (dua) huruf a dan b tentang waktu kerja , menyebutkan : a. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6

(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu; atau

b. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.

b. Pergeseran Waktu

Pergeseran waktu dari pagi, siang dan malam dapat mempengaruhi terjadinya peningkatan kecelakaan akibat kerja.

3. Faktor Manusia (Human Factor) a. Umur Pekerja

Penelitian dalam test refleks memberikan kesimpulan bahwa umur mempunyai pengaruh penting dalam menimbulkan kecelakaan akibat kerja. Ternyata golongan umur muda mempunyai kecenderungan untuk mendapatkan

(14)

kecelakaan lebih rendah dibandingkan usia tua, karena mempunyai kecepatan reaksi lebih tinggi. Akan tetapi untuk jenis pekerjaan tertentu sering merupakan golongan pekerja dengan kasus kecelakaan kerja tinggi, mungkin hal ini disebabkan oleh karena kecerobohan atau kelalaian mereka terhadap pekerjaan yang dihadapinya.

b. Pengalaman Bekerja

Pengalaman bekerja sangat ditentukan oleh lamanya seseorang bekerja. Semakin lama dia bekerja maka semakin banyak pengalaman dalam bekerja. Pengalaman kerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Pengalaman kerja yang sedikit terutama di perusahaan yang mempunyai resiko tinggi terhadap terjadinya kecelakaan kerja akan mengakibatkan besarnya kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.

c. Tingkat Pendidikan dan Keterampilan

Pendidikan seseorang mempengaruhi cara berpikir dalam menghadapi pekerjaan, demikian juga dalam menerima latihan kerja baik praktek maupun teori termasuk diantaranya cara pencegahan ataupun cara menghindari terjadinya kecelakaan kerja.

d. Lama Bekerja

Lama bekerja juga mempengaruhi terjadinya kecelakaan kerja. Hal ini didasarkan pada lamanya seseorang bekerja akan mempengaruhi pengalaman kerjanya.

(15)

e. Kelelahan

Faktor kelelahan dapat mengakibatkan kecelakaan kerja atau turunnya produktifitas kerja. Kelelahan adalah fenomena kompleks fisiologis maupun psikologis dimana ditandai dengan adanya gejala perasaan lelah dan perubahan fisiologis dalam tubuh. Kelelahan kan berakibat menurunnya kemampuan kerja dan kemampuan tubuh para pekerja.

Menurut Suma’mur (2009), kelelahan adalah reaksi fungsionil dari pusat kesadaran yaitu cortex cerebri yang dipengaruhi oleh dua sistem antagonistik yaitu sistem penghambat (inhibisi) dan sistem penggerak (aktivitasi) tetapi semuanya bermuara kepada pengurangan kapasitas kerja dan ketahanan tubuh.

Menurut Grandjean dalam Andiningsari (2009), untuk mengukur kelelahan dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

1. Uji Perfoma Mental yang meliputi : a. Masalah artimatika

b. Uji konsentrasi (crossing-out test)

c. Uji estimasi (dengan uji estimasi interval waktu) d. Uji memori atau ingatan

2. Uji Schneider

Menurut Soetomo dalam Annisa Mentari (2012), untuk melakukan uji harus mempertimbangkan enam hal, yaitu :

a. Frekuensi nadi dalam sikap berbaring b. Frekuensi nadi dalam sikap berdiri

(16)

c. Kenaikan antara frekuensi nadi saat berdiri dan saat berbaring d. Kenaikan nadi setelah suatu kerja tertentu

e. Waktu yang diperlukan nadi untuk kembali normal setelah melakukan kerja tersebut.

f. Perubahan tekanan sistol pada saat berbaring dan berdiri.

Keenam variabel diatas kemudian diberi nilai berkisar +3 dan -3 yang kemudian diklasifikasikan sebagai berikut :

Nilai < 7 = unstatisfactory

Nilai 8 – 7 = dobfull (meragukan)

Nilai 10 – 9 = fair

Nilai 13 – 11 = very good

Nilai 18 – 14 = excelen

Denyut nadi merupakan salah satu variabel fisiologis tubuh yang menggambarkan tubuh dalam keadaan statis atau dinamis. Oleh karena itu denyut nadi dipakai sebagai salah satu indikator yang dipakai untuk mengetahui berat ringannya beban kerja seorang. Semakin berat beban kerja, maka akan semakin pendek waktu kerja seseorang untuk bekerja tanpa kelelahan dan gangguan fisiologis lainnya (Azizah,2005).

(17)

Beban kardiovaskular (cardiovascular load = %CVL) adalah perbandingan antara peningkatan denyut nadi kerja dengan nadi maksimun (Grandjean dalam Tarwaka, 2010) , yang dihitung dengan rumus sebagai berikut :

100 x (denyut nadi kerja – denyut nadi istirahat) %CVL =

Denyut nadi maksimun – denyut nadi istirahat

Menurut Grandjean dalam Tarwaka (2010), mendefinisikan beberapa jenis denyut nadi yaitu :

1. Denyut nadi istirahat adalah rerata denyut nadi sebelum pekerjaan dimulai 2. Denyut nadi kerja adalah rerata denyut nadi selama bekerja

3. Nadi kerja adalah selisih antara denyut nadi istirahat dan denyut nadi kerja Dimana untuk menentukan %CVL diketahui bahwa denyut nadi maksimun adalah 220/menit untuk laki-laki dan 200/menit untuk wanita dengan klasifikasi minus umur. Menurut Grandjean dalam Tarwaka (2010) hasil perhitungan %CVL tersebut kemudian dibandingkan dengan klasifikasi yang telah ditetapkan sebagai berikut :

Tabel 2.1 Klasifikasi berdasarkan %CVL

%CVL 100 klasifikasi

< 30 % Tidak terjadi kelelahan

30% - < 60% Diperlukan perbaikan

60% - < 80% Kerja dalam waktu singkat 80% - < 100% Diperlukan tindakan segera

(18)

Penyebab kecelakaan kerja dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu :

1. Kecelakaan yang disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak melakukan tindakan penyelamatan. Contohnya, pakaian kerja, penggunaan peralatan pelindung diri, falsafah perusahaan, dan lain-lain.

2. Kecelakaan yang disebabkan oleh keadaan lingkungan kerja yang tidak aman. Contohnya, penerangan, sirkulasi udara, temperatur, kebisingan, getaran, penggunaan indikator warna, tanda peringatan, sistem upah, jadwal kerja, dan lain-lain (Rika Ampuh Hadiguna, 2009).

Kecelakaan kerja umumnya disebabkan oleh berbagai penyebab, teori tentang terjadinya suatu kecelakaan adalah :

1. Teori kebetulan Murni (Pure Chance Theory), yang menyimpulkan bahwa kecelakaan terjadi atas kehendak Tuhan, sehingga tidak ada pola yang jelas dalam rangkaian peristiwanya, karena itu kecelakaan terjadi secara kebetulan saja.

2. Teori Kecenderungan Kecelakaan (Accident prone Theory), pada pekerja tertentu lebih sering tertimpa kecelakaan, karena sifat-sifat pribadinya yang memang cenderung untuk mengalami kecelakaan kerja.

3. Teori Tiga Faktor (Three Main Factor), menyebutkan bahwa penyebab kecelakaan peralatan, lingkungan dan faktor manusia pekerja itu sendiri.

4. Teori Dua Faktor (Two Main Factor), kecelakaan disebabkan oleh kondisi berbahaya (unsafe condition) dan tindakan berbahaya (unsafe action).

(19)

5. Teori Faktor Manusia (Human Factor Theory), menekankan bahwa pada akhirnya seluruh kecelakaan kerja tidak langsung disebabkan karena kesalahan manusia.

2.1.3 Akibat atau Dampak Kecelakaan Kerja

Apabila terjadi kecelakaan kerja, maka kecelakaan tersebut mempunyai dampak yang dapat mempengaruhi suatu pekerjaan. Dampak atau akibat dari kecelakaan kerja tersebut adalah :

1. Kerugian bagi instansi

Biaya pengangkutan korban kerumah sakit, biaya pengobatan ,pengubura jika sampai korban meninggal dunia hilangnya waktu kerja si korban dan rekan- rekan yang menolong sehingga menghambat kelancaran program mencari pengganti atau melatih tenaga baru mengganti / memperbaiki mesin yang rusak kemunduran mental para pekerja.

2. Kerugian bagi korban

Kerugian paling fatal bagi korban adalah jika kecelakaan itu sampai mengakibatkan ia sampai cacat atau meninggal dunia ,ini berarti hilangnya pencari nafkah bagi keluarga dan hilangnya kasih sayang orang tua terhadap putra – putrinya.

3. Kerugian bagi masyarakat dan negara

Akibat kecelakaan maka beban biaya akan dibebankan sebagai biaya produksi yang mengakibatkan dinaikkannya harga produksi perusahaan tersebut dan merupakan pengaruh bagi harga di pasaran.

(20)

Berdasarkan pada standar OHSA tahun 1970, semua luka yang diakibatkan oleh kecelakaan dapat dibagi menjadi :

1. Perawatan Ringan ( First Aid )

Perawatan ringan merupakan suatu tindakan / perawatan terhadap luka kecil berikut observasinya, yang tidak memerlukan perawatan medis (medical treatment) walaupun pertolongan pertama itu dilakukan oleh dokter atau paramedis. Perawatan ringan ini juga merupakan perawatan dengan kondisi luka ringan, bukan tindakan perawatan darurat dengan luka yang serius dan hanya satu kali perawatan dengan observasi berikutnya.

2. Perawatan Medis ( Medical Treatment )

Perawatan Medis merupakan perawatan dengan tindakan untuk perawatan luka yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis profesional seperti dokter ataupun paramedis. Yang dapat dikategorikan perawatan medis bila hanya dapat dilakukan oleh tenaga medis yang pofesional: terganggunya fungsi tubuh seperti jantung, hati, penurunan fungsi ginjal dan sebagainya; berakibat rusaknya struktur fisik dan berakibat komplikasi luka yang memerlukan perawatan medis lanjutan. 3. Hari Kerja yang Hilang (Lost Work Days)

Hari kerja yang hilang ialah setiap hari kerja dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan seluruh tugas rutinnya karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yan dideritanya. Hari kerja hilang ini dapat dibagi menjadi dua macam : jumlah hari tidak bekerja (days away from work) yaitu semua hari kerja

(21)

dimana sesorang pekerja tidak dapat mengerjakan setiap fungsi pekerjaannya karena kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya.

Jumlah hari kerja dengan aktivitas terbatas (days of restricted activities), yaitu semua kerja dimana seorang pekerja karena mengalami kecelakaan kerja atau sakit akibat pekerjaan yang dideritanya, dialihkan sementara ke pekerjaan lain atau pekerja tetap bekerja pada tempatnya tetapi tidak dapat mengerjakan secara normal seluruh tugasnya. Untuk kedua kasus diatas, terdapat pengecualian pada hari saat kecelakaan atau saat terjadinya sakit, hari libur, cuti, dan hari istirahat.

4. Kematian (Fatality)

Dalam hal ini, kematian yang terjadi tanpa memandang waktu yang sudah berlalu antara saat terjadinya kecelakaan kerja ataupun sakit yang disebabkan oleh pekerjaan yang dideritanya, dan saat si korban meninggal. (Soehatman Ramli,2009)

2.1.4 Pencegahan Kecelakaan Kerja

Untuk mencegah kecelakaan kerja sangatlah penting diperhatikannya “Keselamatan Kerja” .Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berhubungan dengan peralatan,tempat kerja, lingkungan kerja,serta tata cara dalam melakukan pekerjaan yang bertujuan untuk menjamin keadaan, keutuhan dan kesempurnaan,baik jasmaniah maupun rohaniah manusia,serta hasil karya budayanya tertuju pada kesejahteraan masyarakat pada umumnya dan pekerja pada khususnya. Jadi dapat disimpulkan ,bahwa keselamatan kerja pada hakekatnya adalah usaha manusia dalam melindungi hidupnya dan yang

(22)

berhubungan dengan itu,dengan melakukan tindakan preventif dan pengamanan terhadap terjadinya kecelakaan kerja ketika kita sedang bekerja. (Gempur Santoso,2004)

Kecelakaan kerja pada prinsipnya dapat dicegah dan pencegahan ini menurut Bennet NBS (1995) merupakan tanggung jawab para manajer lini, penyelia, mandor kepala dan juga kepala urusan. Tetapi menurut M. Sulaksmono (1997) dan yang tersirat dalam UU No.1 tahun 1970 pasal 10 ,bahwa tanggung jawab pencegahan kecelakaan kerja, selain pihak perusahaan juga karyawan (tenaga kerja) dan pemerintah. Pencegahan kecelakaan kerja menurut para pakar , antara lain : Bennet NB Silalahi menyatakan bahwa teknik pencegahan kecelakaan harus didekati dua aspek, yakni : aspek perangkat keras (peralatan, perlengkapan, mesin, letak dan sebagainya) kemudian aspek perangkat lunak (manusia dan segala unsur yang berkaitan), sementara menurut Julian B.Olishifki menyatakan bahawa aktivitas pencegahan yang profesional adalah : memperkecil (menekan) kejadian yang membahayakan dari mesin, cara kerja, material dan struktur perencanaan memberikan alat pengaman agar tidak membahayakan sumber daya yang ada dalam perusahaan tersebut memberikan pendidikan (training) kepada karyawan tentang kecelakaan dan keselamatan kerja memberikan alat pelindung diri tertentu terhadap tenaga kerjayang berada pada area yang membahayakan. (Gempur Santoso,2004)

(23)

Menurut Suma’mur dalam Cut Neifa Yustini (2009) menyatakan bahwa kecelakaan–kecelakaan akibat kerja dapat dicegah dengan duabelas hal berikut : 1. Peraturan perundangan, yaitu ketentuan-ketentuan yang diwajibkan mengenai

kondisi kerja pada umumnya, perencanaan, konstruksi, perawatan dan pemiliharaan, pengawasan, pengujian dan cara kerja peralatan industri, tugas-tugas pengusaha dan buruh, latihan, supervisi medis, P3K dan pemeriksaan kesehatan.

2. Standarisasi yang ditetapkan secara resmi, setengah resmi atau tidak resmi mengenai misalnya syarat- syarat keselamatan sesuai instruksi peralatan industri dan alat pelindung diri (APD).

3. Pengawasan , agar ketentuan undang-undang wajib dipatuhi .

4. Penelitian bersifat teknik, misalnya tentang bahan- bahan yang berbahaya, pagar pengaman, pengujian APD , pencegahan ledakan peralatan lainnya 5. Riset medis, terutama meliputi efek fisiologis dan patologis, faktor lingkungan

dan teknologi dan keadaan yang mengakibatkan kecelakaan.

6. Penelitian psikologis, meliputi penelitian tentang pola – pola kewajiban yang mengakibatkan kecelakaan .

7. Penelitian secara statistik, untuk menetapkan jenis-jenis kecelakaan yang terjadi.

8. Pendidikan dan latihan-latihan 9. Penggairahan

(24)

11. Asuransi, yaitu insentif finansial untuk meningkatkan pencegahan kecelakaan 12. Usaha keselamatan pada tingkat perusahaan.

Untuk menghindari tingginya tingkat kecelakaan kerja, Pemerintah telah mengeluarkan ketentuan-ketentuan yang harus diikuti oleh perusahaan yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan kerja, antara lain :

1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja yang didalam penjabarannya menyebutkan bahwa “setiap tenaga kerja berhak mendapat perlindungan atas keselamatan dalam melakukan pekerjaan untuk kesejahteraan dan meningkatkan produktivitas nasional.

2. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi bagian standar keteknikan, ketenagakerjaan dan tata lingkungan yaitu pada pasal 30 yang menyebutkan bahwa keamanan, keselamatan, kesehatan tempat kerja kontruksi telah diatur dalam perundang-undangan yang berlaku dalam ayat 1 huruf a tentang keteknikan yang meliputi persyaratan keselamatan umum, kontruksi bangunan mutu hasil pekerjaan, mutu bahan, komponen bangunan dan mutu hasil pekerjaan dan mutu peralatan sesuai dengan standar atau norma yang berlaku.

3. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pada Bab X Tentang Perlindungan, Pengupahan Dan Kesejahteraan pada Pasal 86 ayat (1) menyatakan bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas : a. Keselamatan dan kesehatan kerja

(25)

Bahaya

Manusia Kecelakaan

Peralatan

Lingkungan 2.1.5 Faktor-Faktor Pencegahaan Kecelakaan

Dari uraian beberapa pakar diatas bahwa kecelakaan kerja dapat dicegah, pada intinya perlu memperhatikan empat faktor (Dedi Hermanto,2008) yaitu :

1. Lingkungan 2. Manusia 3. Peralatan

4. Bahaya (hal – hal yang membahayakan)

Dari keempat faktor tersebut, yang paling dominan terjadinya kecelakaan kerja adalah manusia (tenaga kerja). Hal ini dapat terjadi karena tenaga kerja sering kali mengabaikan keselamatannya di dalam pelaksanaan kerja dimana tenaga kerja mengabaikan pemakaian alat pelindung diri sebagai pengaman bagi diri pekerja. Hal lainnya yang mendukung terjadinya kecelakaan kerja adalah dari pihak perusahaan yang sering mengabaikan peralatan-peralatan yang dimiliki tidak dilakukan perawatan yang mengakibatkan peralatan tersebut tiba-tiba rusak ketika pekerja sedang melakukan pekerjaannya.

Gambar 2.1 Faktor-faktor Pencegahaan Kecelakaan

(26)

2.1.6 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Klasifikasi kecelakaan akibat kerja menurut Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) adalah sebagai berikut :

1. Klasifikasi menurut jenis kecelakaan a. Terjatuh.

b. Tertimpa benda jatuh.

c. Tertumbuk atau terkena benda-benda, terkecuali benda jatuh. d. Terjepit oleh benda.

e. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan. f. Pengaruh suhu tinggi.

g. Terkena arus listrik.

h. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi.

i. Jenis-jenis lain, termasuk kecelakaan-kecelakaan yang data-datanya tidak cukup atau kecelakaan-kecelakaan lain yang belum masuk klasifikasi tersebut.

2. Klasifikasi menurut penyebab , yaitu : a. Mesin.

1. Pembangkit tenaga, terkecuali motor-motor listrik. 2. Mesin penyalur (Transmisi).

3. Mesin-mesin untuk pengerjaan logam. 4. Mesin-mesin pengolah kayu.

(27)

6. Mesin-mesin pertambangan.

7. Mesin-mesin lain yang tidak termasuk klasifikasi tersebut. b. Alat angkut dan alat angkat.

1. Mesin angkat dan peralatannya. 2. Alat angkutan diatas rel.

3. Alat angkutan lain yang beroda, kecuali kereta api. 4. Alat angkutan udara.

5. Alat angkutan air. 6. Alat-alat angkutan lain. c. Peralatan lain.

1. Bejana bertekanan.

2. Dapur pembakar dan pemanas. 3. Instalasi pendingin.

4. Instalasi listrik, termasuk motor listrik, tetapi dikecualikan alat-alat listrik (tangan).

5. Alat-alat listrik (tangan).

6. Alat-alat kerja dan perlengkapannya, kecuali alat-alat listrik. 7. Tangga.

8. Perancah (steger).

(28)

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi. 1. Bahan peledak.

2. Debu, gas, cairan dan zat-zat kimia, terkecuali bahan peledak. 3. Benda-benda melayang.

4. Radiasi.

5. Bahan-bahan dan zat lain yang belum termasuk golongan tersebut. e. Lingkungan kerja.

1. Diluar bangunan. 2. Didalam bangunan. 3. Dibawah tanah.

f. Penyebab-penyebab lain yang belum termasuk golongan-golongan tersebut.

1. Hewan. 2. Penyebab lain.

g. Penyebab-penyebab yang belum termasuk golongan tersebut atau data tak memadai.

3. Klasifikasi menurut sifat luka atau kelainan a. Patah tulang.

b. Dislokasi / keseleo. c. Regang otot / urat.

d. Memar dan luar dalam yang lain. e. Amputasi.

(29)

f. Luka-luka lain. g. Luka dipermukaan. h. Gegar dan remuk. i. Luka bakar.

j. Keracunan-keracunan mendadak (akut). k. Akibat cuaca dan lain-lain.

l. Mati lemas.

m. Pengaruh arus listrik. n. Pengaruh radiasi.

o. Luka-luka yang banyak dan berlainan sifatnya. 4. Klasifikasi menurut letak kelainan atau luka ditubuh

a. Kepala. b. Leher. c. Badan. d. Anggota atas. e. Anggota bawah. f. Banyak tempat. g. Kelainan umum.

(30)

Klasifikasi tersebut yang bersifat jamak adalah pencerminan kenyataan, bahwa kecelakaan akibat kerja jarang sekali disebabkan oleh suatu, melainkan oleh berbagai faktor. Penggolongan menurut jenis menunjukkan peristiwa yang langsung mengakibatkan kecelakaan dan menyatakan bagaimana suatu benda atau zat sebagai penyebab kecelakaan menyebabkan terjadinya kecelakaan, sehingga sering dipandang sebagai kunci bagi penyelidikan sebab lebih lanjut. Klasifikasi menurut penyebab dapat dipakai untuk mengolongkan penyebab menurut kelainan atau luka-luka akibat kecelakaan atau menurut jenis kecelakaan terjadi yang diakibatkannya. Keduanya membantu dalam usaha pencegahan kecelakaan, tetapi klasifikasi yang disebut terakhir terutama sangat penting.

2.1.7 Kecelakaan Kerja Karena Faktor Manusia

Menurut Gempur Santoso (2004) hasil penilitian bahwa 80-85% kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia. Unsur-unsur tersebut menurut buku “Management

Losses” Bab II tentang “The causes and Effects of Loss’ , antara lain :

1. Ketidak seimbangan fisik / kemampuan fisik tenaga kerja,antara lain: a. Tidak sesuai berat badan , kekuatan dan jangkauan

b. Posisi tubuh yang menyebabkan lebih lemah c. Kepekaan tubuh

d. Kepekaan panca indra terhadap bunyi e. Cacat fisik

(31)

2. Ketidak-seimbangan kemampuan psikologis pekerja,antara lain: a. Rasa takut / phobia

b. Gangguan emosional c. Sakit jiwa

d. Tingkat kecakapan e. Tidak mampu memahami f. Sedikit ide (pendapat) g. Gerakannya lamban h. Keterampilan kurang

3. Kurang pengetahuan ,antara lain: a. Kurang pengalaaman

b. Kurang orientasi

c. Kurang latihan memahami tombol – tombol (petunjuk lain) d. Kurang latihan emahami data

4. Salah pengertian terhadap suatu perintah : a. Kurang trampil , antara lain :

b. Kurang mengadakan latihan praktik c. Penampilan kurang

(32)

5. Stres mental, antara lain : a. Emosi berlebihan

b. Beban mental berlebihan c. Pendiam dan tertutup

d. Problem dengan suatu yang tidak dipahami e. Frustasi

f. Sakit mental 6. Stres fisik, antara lain :

a. Badan sakit (tidak sehat badan) b. Beban tugas berlebihan

c. Kurang istirahat d. Kelelahan sensori

e. Terpapar bahan berbahaya f. Terpapar panas yang tinggi g. Kekurangan oksigen h. Gerakan terganggu i. Gula darah menurun

7. Motivasi menurun (kurang termotivasi ) antara lain: a. Mau bekerja bila ada penguatan / hadiah (reeward) b. Frustasi berlebihan

c. Tidak ada umpan balik (feed back) d. Tidak mendapat intensif produksi

(33)

2.2 Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pada Konstruksi Bangunan 2.2.1 Objek Pengawasan

Ruang lingkup objek pengawasan konstruksi bangunan (Depnaker RI, 1998) dibagi atas :

1. Pesawat angkat dan angkut

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 05/Men/1985 tentang pesawat angkat dan angkut, objek pengawasan dirinci sebagai berikut :

a. Peralatan angkat terdiri dari : lier, takel, dongkrak hidrolik, dongkrak pneumatik, gondola, rack and pinion, keram angkat (keran dinding, keran sumbu putar, keran overhead, keran tower, keran mobil, keran pedestal, keran lokomotif), peralatan angkat listrik.

b. Pita transport terdiri dari escalator, rantai berjalan, ban berjalan.

c. Pesawat angkutan di atas landasan dan permukaan terdiri dari : truk, traktor, kereta gunung, truk derek.

d. Alat angkutan jalan ril terdiri dari : lokomotif, gerbong dan lain-lain. 2. Pesawat tenaga dan produksi

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 04/Men/1985 tentang pesawat tenaga dan produksi, objek pengawasan dapat dirinci sebagai berikut :

a. Penggerak mula : motor pembakaran luar, motor pembakaran dalam, turbin cair, kincir angin.

(34)

1. Gerak lurus : mesin serut, mesin pres, mesin gergaji pita, mesin tempa, mesin pembelah dan lain-lain

2. Gerak berputar : mesin gergaji bulat, mesin bubut, mesin firais dan lain-lain. c. Dapur/tanur : dapur tinggi, pembuat besi pig-iron, dapur induksi, dapur

cawan/kubah dan lain-lain.

d. Lain-lain : pesawat karbid, pekerjaan dalam ruangan tertutup, alat ukur, alat-alat perkakas tangan.

3. Konstruksi bangunan

Norma keselamatan dan kesehatan kerja konstruksi bangunan antara lain meliputi : K3 pada konstruksi bangunan gedung, jalan dan jembatan, bangunan basah dan konstruksi bangunan bawah tanah

Dalam masing-masing pekerjaan konstruksi bangunan tersebut kegiatannya dapat terdiri dari : penggalian, pemacangan/pekerjaan beton, pembangunan konstruksi, pembongkaran, pekerjaan bantu dan peralatan kerja.

2.2.2 Sumber Bahaya Konstruksi

Secara umum sumber bahaya yang terdapat pada bidang konstruksi bangunan adalah seluruh objek pengawasan dibidang konstruksi bangunan, antara lain :

a. Peralatan kerja, yang meliputi : kesalahan design, pemasangan, pemakaian perawatan tidak pernah diperiksa atau diuji.

b. Daerah lingkungan kerja tidak aman c. Tenaga kerja yang melakukan kegiatan

(35)

Secara khusus sumber bahaya yang terdapat pada bidang konstruksi bangunan, antara lain :

a. Bagian yang berputar antara lain : poros-poros, puli-puli, mesin bor dan roda gila (fly wheel), mesin gergaji.

b. Bagian-bagian yang bergerak antara lain : gerak vertikal dan horizontal maju, mundur.

c. Bagian-bagian yang menanggung beban antara lain : pondasi dan kolom-kolom kerangka (chass), dudukan dan alas penumpu dan landasan

d. Tenaga penggerak

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Kecelakaan Kerja Konstruksi Bangunan Terjadinya kecelakaan kerja pada suatu proyek konstruksi ditentukan oleh kondisi keselamatan kerja pada proyek tersebut. Perilaku unsur yang terlibat merupakan bagian yang sangat penting mempengaruhi kondisi keselamatan kerja. Secara garis besar, perilaku tersebut dapat dibagi menjadi 2 yaitu perilaku

teknostruktural dan perilaku sosio-prosesual. Kedua perilaku ini merupakan dampak

dari hasil kebijakan manajemen perusahaan dalam mengelola proyek konstruksinya. Perilaku teknostruktural diartikan sebagai kondisi perusahaan ditinjau dari segi perangkat kerasnya, unsur yang tergolong antara lain lokasi proyek, bangunan dan perlengkapannya, penataan tempat kerja dan proses operasional proyek sementara perilaku sosio-prosesual menunjukkan perilaku unsur-unsur perangkat lunak yang digunakan dalam suatu perusahaan konstruksi. Unsur-unsur ini berguna dalam pengelolaan dan penanganan berbagai aspek kegiatan dalam rangka mencapai

(36)

tujuan perusahaan. Yang termaksud dalam kelompok ini adalah karyawan/pekerja, filsafat manajemen, rencana, kebijaksanaan perusahaan, peraturan dan persyaratan kerja, pengupahan, jaminan sosial, pelatihan, komunikasi, tatalaksana administrasi, sistem informasi proyek, kepimpinan, sistem kontrol. Aspek inilah yang dianggap paling banyak menimbulkan masalah kecelakaan kerja.

Kurang sempurnanya dan perilaku tersebut di atas dapat menimbulkan suatu gejala yang menyebabkan kecelakaan. Gejala tersebut dapat berupa perubahan tidak aman (unsafe action) dan keadaan tidak aman (unsafe condition). Permasalahan yang paling menonjol menimbulkan kecelakaan kerja adalah perbuatan tidak aman. Keadaan ini timbul akibat sifat ceroboh manusia. Angka total kecelakaan kerja pada proyek konstruksi menunjukkan 80% kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor perbuatan tidak aman pekerja. (Suraji,A. 1995).

Suatu kecelakaan kerja konstruksi dapat mempunyai lebih dari satu jenis kecelakaan dan perantara. Oleh karena kecelakaan kerja konstruksi dapat disebabkan oleh suatu rangkaian sebab akibat komplek. Untuk kejadian perlu dikaji sehingga dapat diperoleh suatu rangkaian kejadian yang dapat menerangkan jenis kecelakaan dan perantaraannya dengan tepat.

Dari hasil indentifikasi data kecelakaan kerja konstruksi di Indonesia diperoleh informasi bahwa fenomena kecelakaan kerja yang paling dominan adalah : 1. Bagian tubuh yang cidera yaitu bagian kepala dan badan

2. Sumber cidera yaitu perkakas kerja tangan dan pesawat angkut 3. Corak jenis kecelakaan adalah terbentur dan terpukul

(37)

2.2.4 Upaya Pengendalian Kecelakaan Kerja Konstruksi Bangunan

Setiap tenaga kerja dimanapun mereka bekerja harus di upayakan agar terhindar dari resiko kecelakaan kerja, maka perlu diupayakan pengendalian sumber-sumber bahaya dengan cara (Depnaker RI, 1998) :

1. Upaya pengendalian secara umum

a. Mesin dan alat kerja seperti : mesin harus memenuhi persyaratan letak dan safety devices, alat-alat kerja yang memenuhi syarata.

b. Keadaan tenaga kerja seperti : bekerja dengan sikap yang benar, harus memiliki “knowladge, skill, attitude, behaviour” , sehat fisik dan mental. c. Memperbaiki lingkungan kerja seperti : pengaturan tata letah ( lay out

planning ) pemeliharaan rumah tangga (house keeping), ventilasi dan

penerangan.

2. Upaya pengendalian secara khusus

a. Objek pengawasan yang berupa pesawat, mesin, alat, instalasi dibidang konstruksi bangunan harus memenuhi syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja antara lain :

1. Konstruksi bangunan harus kuat

2. Alat pengaman /safety devices terpasang dan berfungsi dengan baik 3. Alat perlindungan mesin harus memenuhi syarat dan terpasan pada

bagian bagian yang berbahaya.

4. Khusus untuk alat perkakas tangan harus digunakan sesuai dengan fungsinya.

(38)

5. Harus layak pakai/ mendapat pengesahan dari Depnaker

6. Harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

7. Harus dilakukan perawatan dengan baik

8. Harus dioperasikan sesuai dengan petunjuk dari pabrik pembuat dan oleh orang yang berwenang.

b. Tenaga kerja yang bekerja harus memenuhi syarat antara lain :

1. Harus memiliki pengetahuan, ketrampilan dan sikap perilaku yang baik 2. Harus sehat fisik dan mental

3. Mentaati prosedur kerja

4. Memakai alat pelindung diri yang diwajibkan c. Lingkungan kerja harus aman antara lain :

1. lay out mesin harus sesuai dengan proses dan memenuhi syarat 2. ventilasi dan penerangan harus memenuhi syarat

3. harus dipasang tanda-tanda peringatan dan atau rambu-rambu 4. pemeriksaan rumah-tangga harus dilaksanakan dengan baik 5. lantai kerja harus cukup kuat, bersih dan tidak licin

Agar ketiga hal tersebut diatas dapat terpenuhi maka ketentuan-ketentuan pada peraturan perundangan dalam bidang ini harus dipenuhi dan dilaksanakan antara lain :

1. perencanaan, pembuatan, pemasang/perakitan dan pemakaian suatu peralatan harus mendapatka pengesahan terlebih dahulu dari direktur (Depnaker).

(39)

2. Peralatan harus dilakukan pemeriksaan dan pengujian pertama dan berkala sesuai dengan jangka waktu yang diterapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku. Pemeriksaan dan pengujian dimaksud harus dilaksanakan oleh pegawai pengawas spesialis konstruksi bangunan dan ahli K3

3. Untuk para pabrik pembuatan/perusahaan pemasang dan perakit harus mendapatkan pengesahan dari direktur (Depnaker)

4. Tenaga kerja yang bekerja pada lingkup kegiatan diberi latihan dan harus terlatih dan terampil.

Dari uraian tersebut dapat dapat di simpulkan :

1. Kecelakaan kerja konstruksi masih merupakan masalah besar yang memerlukan perhatian lebih oleh para partisipan proyek, karena angka kecelakaan yang masih tinggi.

2. Teori penyebab kecelakaan kerja konstruksi telah berkembang, tidak hanya memandang dari aspek pekerja (personal) saja, tetapi juga memandang dari aspek manajemen dan organisasi. Yang berperan dalam meminimalkan kecelakaan tidak hanya dari pihak kontraktor saja, tetapi semua pihak (partisipan) proyek ikut berperan.

3. Perencanaan keselamatan kerja konstruksi sebaiknya dilakukan jauh sebelum tahap pelaksanaan, misalnya pada tahap disain atau bahkan pada tahap konsepsi. 4. Kontraktor perlu membuat perencanaan keselamatan proyek yang ditawarnya.

(40)

5. Dalam pelaksanaan proyek, perlu adanyahal-hal berikut: a. Supervisor keselamatan yang fulltime

b. Penggunaan alat keselamatan

c. Adanya kontrol terhadap pelaksanaan keselamatan, d. Adanya pelatihan terhadap pekerja,

e. Penghargaan (insentif) terhadap keselamatan, f. Adanya budaya keselamatan.

6. Perlu pendekatan menyeluruh dalam manajemen keselamatan kerja konstruksi (Total Safety Management).

7. Hasil-hasil studi kasus terhadap berbagai kecelakaan dapat disusun menjadi suatu pengetahuan yang sangat berguna bagi pencegahan kecelakaan konstruksi selanjutnya. Pengetahuan itu dapat ditujukan kepada :

a. Safety Management System secara umum

b. Proses perencanaan keselamatan bagi proyek tersebut. 2.3 Pekerja

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menetapkan bahwa penggunaan istilah pekerja selalu dibarengi dengan istilah buruh yang menandakan bahwa dalam undang-undang ini dua istilah tersebut memiliki makna yang sama. Dalam Pasal 1 angka (3) dapat dilihat pengertian dari pekerja/buruh yaitu : setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lani.

(41)

Dari pengertian tersebut dapat dilihat beberap unsur yang melekat dari istilah pekerja/buruh , yaitu :

1. Setiap orang yang bekerja (angkatan kerja maupun bukan angkatan kerja tetapi haru bekerja)

2. Menerima upah atau imbalan sebagai balas jasa atas pelaksanaan pekerja tersebut.

2.4 Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), pengetahuan merupakan hasil dari tahu, terjadi setelah orang melakukan proses pengindraan terhadap objek yang diamatinya. Menurut Bloom yang dikutip dari Widayatun (2009), pengetahuan adalah pemberian bukti oleh seseorang melalui proses pengingatan atau pengenalan informasi dan ide yang sudah diperoleh sebelumnya. Berdasarkan penelitian Rogers dalam Notoatmodjo (2003), Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, yaitu:

a. Tahu (Know) diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

b. Memahami (Comprehension) diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (Aplication) diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

(42)

d. Analisis (Analysis) adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada kaitannya satu sama lain.

e. Sintesis (Synthesis) merupakan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (Evalaution) berkaitan dengan kemampuan melakukan penilaian terhadap suatu objek.

2.5 Sikap

Sikap adalah respon yang tidak teramati secara lagsung yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek. Newcomb dalam Notoatmodjo (2003), seorang ahli psikologis sosial, menerangkan bahwa sikap lebih mengacu pada kesiapan dan kesediaan untuk bertindak, dan bukan pelaksana motif tertentu. Sikap bukan merupakan suatu tindakan, namun merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap merupakan reaksi tertutup, bukan reaksi terbuka.

Menurut Notoatmodjo (2003), dengan memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan memberikan tugas yang diberikan merupakan suatu indikasi dari sikap. Notoatmodjo juga mengungkapkan bahwa suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas. Selain itu, diperlukan juga faktor dukungan dari pihak lain.

(43)

2.6 Kerangka Konsep Penelitian

2.7 Hipotesa Penelitian

1. Ada pengaruh usia dengan terjadinya kecelakaan kerja di PT. Keramat Jaya Medan

2. Ada pengaruh pendidikan dengan terjadinya kecelakaan kerja di PT. Keramat Jaya Medan

3. Ada pengaruh pengalaman kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di PT. Keramat Jaya Medan

4. Ada pengaruh lama kerja dengan terjadinya kecelakaan kerja di PT. Keramat Jaya Medan

5. Ada pengaruh kelelahan dengan terjadinya kecelakaan kerja di PT. Keramat Jaya Medan

Kecelakaan Kerja Faktor yang mempengaruhi:

1. Usia 2. Pendidikan 3. Pengalaman Kerja 4. Lama kerja 5. Kelelahan

(44)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini menggunakan rancangan analitik untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan kerja pada pekerja lapangan bagian bangunan di PT. Keramat Jaya Medan.

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian

Tempat penelitian dilaksanakan di PT. Keramat Jaya Medan. 3.2.1 Waktu Penelitian

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Januari 2013 s/d Juni 2013. 3.3 Populasi dan Sampel

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah pekerja lapangan bagian bangunan di PT. Keramat Jaya Medan dengan jumlah populasi 30 orang pekerja bagian lapangan yang bekerja sebagai pekerja harian.

3.3.2 Sampel

(45)

3.4 Metode Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu : 1. Data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden melalui

teknik wawancara yang berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya.

2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh berdasarkan catatan atau dokumen di PT. Keramat Jaya Medan yang mencakup jumlah tenaga kerja, struktur organisasi perusahaan dan lainnya yang berhubungan dengan penelitian.

3.5 Definisi Operasional

1. Usia adalah lama waktu hidup pekerja mulai dari lahir hingga penelitian dilakukan yang dikategorikan terdiri dari :

a. < 20 tahun b. 20 - 35 tahun c. > 35 tahun

2. Pendidikan adalah jenjang pendidikan formal yang pernah di lalui oleh pekerja yang dikategorikan terdiri dari :

a. Tamat SD b. Tamat SLTP c. Tamat SLTA d. Perguruan Tinggi

(46)

3. Lama kerja adalah waktu yang dilalui pekerja dalam melaksanakan pekerjaan yang dikategorikan terdiri dari :

a. < 8 jam/hari b. > 8 jam/hari

4. Pengalaman kerja adalah lamanya bekerja yang telah dilalui pekerja dalam melakukan pekerjaan bagian bangunan yang dikategorikan terdiri dari :

a. 0 – 5 tahun b. 5 – 10 tahun c. > 10 tahun

5. Kelelahan adalah keadaan tubuh pekerja yang telah mengalami penurunan fisik atau mental dalam melakukan pekerjaan dengan pengukuran %CVL (Grandjean dalam Tarwaka, 2010) yang diperoleh dari rumus sebagai berikut :

100 x (denyut nadi kerja – denyut nadi istirahat) %CVL =

Denyut nadi maksimun – denyut nadi istirahat Dari rumus tersebut, kelelahan dikategorikan sebagai berikut : a. < 30 % klasifikasi tidak terjadi kelelahan

b. 30% - < 60% klasifikasi diperlukan perbaikan c. 60% - < 80% klasifikasi diperlukan tindakan segera d. 80% - < 100% klasifikasi tidak diperbolehkan beraktivitas

(47)

6. Kecelakaan Kerja adalah suatu kejadian kecelakaan berat maupun ringan yang dialami oleh pekerja secara tidak terduga dalam hubungan kerja yang dipengaruhi oleh sesuatu dikategorikan :

a. Pernah b. Tidak Pernah

Cara ukur : wawancara terpimpin dan kuesioner 3.6 Metode Pengolahan Data

Setelah data terkumpul melalui angket atau kuesioner, maka dilakukan pengolahan data yang melalui berupa tahapan sebagai berikut :

a) Seleksi data (Editing)

Dimana penulis akan melakukan penelitian terhadap data yang diperoleh dan diteliti apakah terdapat kekeliruan atau tidak dalam penelitian.

b) Pemberian kode (Coding)

Setelah dilakukan editing, selanjutnya penulis memberikan kode tertentu pada tiap-tiap data sehingga memudahkan dalam melakukan analisis data.

c) Pengelompokkan data (Tabulating)

Pada tahap ini, jawaban-jawaban responden yang sama dikelompokkan dengan teliti dan teratur lalu dihitung dan dijumlahkan, kemudian dituliskan dalam bentuk tabel-tabel.

(48)

3.7 Metode Analisa Data

Analis data dalam penelitian ini mencakup :

1. Analisis univariat, yaitu analisis yang menggambarkan secara tunggal variabel-variabel independen dan dependen dalam bentuk distribusi frekuensi yang menggunakan rumus sebagai berikut :

P =

100 %

Keterangan P = Presentase f = frekuensi

n = jumlah responden

2. Analisis bivariat, yaitu analisis lanjutan untuk melihat pengaruh variabel independen dengan dependen menggunakan uji Chi-square pada taraf kepercayaan 95% dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

X =

(49)

Keterangan : X2 = Chi-square

0 = Nilai yang diamati E = Nilai yang diharapkan 3. Interpretasi Data

a. Bila p value < 0,05 maka H0 ditolak berarti terdapat hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti.

b. Bila p value ≥ 0,05 maka H1 diterima berarti tidak ada hubungan yang bermakna antara variabel yang diteliti

Gambar

Tabel 2.1  Klasifikasi berdasarkan %CVL
Gambar 2.1   Faktor-faktor Pencegahaan Kecelakaan

Referensi

Dokumen terkait

Satuan ukur dalam penelitian ini adalah kemunculan yang mengandung unsur kritik terhadap pemerintah dalam kesluruhan durasi berpa detik yang terbagi dalam pesan

Sedangkan perbedaan penelitian ini dengan penelitian Yulianti Anwar dan Fitriany Amarullah (2006) terletak pada kurun waktu, variabel independen dan sampel yang

Menurut penulis, tim promosi dapat memberikan harga promo pada pelanggan yang menggunakan produk elektronik Samsung di rumah mereka atau dengan menggunakan sistem member

[r]

Pengembangan usaha nutrasetikal berbasis sayuran organik semakin berkembang dengan peningkatan pengelolaan manajemen usaha baik proses produk yang sehat, pengelolaan SDM yang

Pengertian kerugian dibentuk oleh perbandingan antara situasi sesungguhnya (bagaiaman dalam kenyataannya keadaan harta kekayaan sebagai akibat pelanggaran norma)

Uji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya penyimpangan asumsi klasik multikolinearitas yaitu adanya hubungan linear antar variabel independen

Selama periode renstra sebelumnya, Perwakilan BPKP Provinsi Kalimantan Selatan telah menunjukkan kinerja yang baik di bidang peningkatan kapasitas aparat pengawasan