• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH LAMA PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS KARKAS BABI LANDRACE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH LAMA PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS KARKAS BABI LANDRACE"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH LAMA PEMBERIAN BUNGKIL INTI SAWIT (BIS) DALAM RANSUM TERHADAP KUALITAS KARKAS BABI LANDRACE

TJOKORDA ISTRI PUTRI

Fakultas Peternakan, Universitas Udayana, Jln. PB. Soedirman, Denpasar-Bali Email:tjokputri0807@gmail.com

ABSTRAK

Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pemanfaatan bungkil inti sawit (BIS) dalam ransum terhadap kualitas karkas babi Landrace. Sebanyak 12 ekor babi Landrace kebiri umur 36 minggu dengan bobot potong homogen kg dan 2 macam ransum, yaitu R I (tanpa BIS) dan R II (22% BIS) digunakan dalam penelitian ini. Kandungan energi dan protein ransum masing-masing perlakuan untuk R I adalah 3.313 kcal DE/kg dan 12,32% CP dan R II adalah 3329 kcal DE/kg dengan 13,26% CP. Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan 4 perlakuan R I6(R I selama 6 minggu), R I4R II2(R I Selama 4 minggu dan R II selama 2 Minggu ), R I2R II 4(R I selama 2 minggu dan R II selama 4 minggu) dan R II6 (R II selama 6 minggu) dengan tiga ulangan masing-masing ulangan satu ekor babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa bobot karkas dan persentase karkas pada keempat perlakuan berkisar antara 71,10-74,41 kg, dan 74,01-78,07% (P>0,05). Dapat disimpulkan bahwa pemberian BIS selama enam minggu penelitian dapat meningkatkan persentase daging karkas, sebaliknya memberikan lemak punggung yang lebih tipis.

Kata kunci: Bungkil inti sawit, karkas, daging, lemak punggung

THE EFFECT OF THE DIET USING PALM KERNEL MEAL ON THE CARCASS QUALITY OF BARROW LANDRACE

ABSTRACT

Utilization of palm kernel meal in the diet was evaluated on the carcass quality of pig. Twelve of 36 weeks old landrace barrow, average weight gain 93 -97 kg was used in this experiment. Two diets R I without palm kernel meal and R II with 22 % palm kernel meal were applied to the animals. Energy and crude protein content of R I and R II were 3313 kcal DE/kg and 12,32% CP and 3329 kcal DE/kg and 13,26% CP respectively. The experiment was carried out in a complitely randomized design with four treatments i.e. R I6(the animals were fed RI for 6 weeks period ), R I4R II2(the animals were fed R I for 4 weeks and R II for the last 2 weeks ), R I2RII4(the animals were fed R I for the first 2 weeks and RII for the last 4 weeks) and RII6 (the animals were fed RII for 6 weeks period). Each treatment was replicated three times with one pigs for each replicated. There was no significantly difference in carcass weight and dressing persentage between the four treatments at the end of the experiment. The average carcass weights and dressing persentage were between 71,10-74,41 kg and 74,01- 78,07% (P > 0,05). The animals were fed RII for 6 weeks period increased persentage of carcass meat

(2)

in diets entire six week on Landrace barrow was increased percentage of carcass meat, but decreasing back fat

Key word: Palm kernel meal, carcass, meat, back fat. PENDAHULUAN

Babi landrace merupakan salah satu ternak penghasil daging. Tujuan utama beternak babi disamping meningkatkan produksi daging, kualitas karkas perlu diperhatikan yaitu menghasilkan karkas dengan persentase daging lebih tinggi dari pada lemak dan tulang. Tebal lemak punggung merupakan salah satu parameter untuk menggambarkan kualitas karkas babi (Budaarsa, 2012). Ukuran tebal lemak punggung secara langsung menggambarkan produksi lemak/daging. Lemak punggung babi yang tipis memberi persentase daging yang tinggi dan sebaliknya, lemak punggung yang tebal menghasilkan persentase daging yang rendah. Kualitas karkas dipengaruhi oleh genetik, jenis kelamin dan pakan.

Para peternak babi pada umumnya memberikan ransum fase akhir penggemukan dengan komposisi ransum yang tersusun dari 10 % konsentrat babi dewasa (KBD) 45% jagung dan 45% dedak padi. Komposisi kimia ransum tersebut adalah 13.29% protein kasar; 8,42% lemak kasar; 8,98% serat kasar; 1,14% Ca dan 0,92% P (Anon., 1993). Jagung merupakan sumber energi yang baik dan mudah dicerna. Pemberian jagung pada fase akhir penggemukan disamping menurunkan kualitas karkas juga menyebabkan penurunan pembentukan daging lebih sedikit dibandingkan dengan lemak (Parakkasi, 1983). Oleh karena itu, akan lebih baik bila jagung jangan digunakan selama kira-kira sebulan sebelum penggemukan berakhir (BoGohl, 1981). Lebih lanjut juga dikatakan penggunaan dedak dikurangi minggu-minggu terakhir menjelang pemotongan. Salah satu alternatif yang memungkinkan untuk mengganti jagung dan mengurangi pemakaian dedak adalah dengan memanfaatkan bungkil inti sawit (BIS), karena BIS merupakan limbah pembuatan minyak sawit yang mengandung serat kasar tinggi sehingga dapat meningkatkan persentase daging. Indonesia merupakan penghasil BIS yang cukup besar yaitu 641473 sampai 705620 ton per tahun untuk sumber bahan pakan ternak (Manurung et al., 1991). Kandungan nutrien BIS adalah 85-91 % bahan kering; 12,5-21,3% protein kasar; 12,5-21,3% lemak kasar; 11,9-20,8% serat kasar; 0,2 - 0,4% Ca; 0,3 - 0,7% P dan 1600 - 2900 kcal ME / kg (Aritonang, 1985). Menurut Bo Gohl ( 1981 ) pemberian BIS 20-30% pada babi sedang tumbuh menunjukkan hasil yang baik. Putri (2004) mendapatkan pemberian ransum yang mengandung bungkil inti sawit selama 2, 4, dan 6 minggu tidak berpengaruh terhadap pertambahan bobot badan, konsumsi ransum, maupun konversi ransum, tetapi ada kecendrungan pemberian bungkil inti sawit selama dua minggu akhir penelitian meningkatkan efisiensi ransum.

(3)

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama pemberian bungkil inti sawit dalam ransum terhadap kualitas karkas (persentase karkas, tebal lemak punggung, dan persentase daging karkas) babi Landrace .

METODE PENELITIAN

Penelitian dilakukan di perusahaan peternakan babi PT, Puri Agrindo Indah, Desa Tunjuk Kabupaten Tabanan Bali, selama enam minggu. Pemeriksaan terhadap bobot karkas dan bobot bagian karkas serta tebal lemak punggung dilakukan di Aroma Meat Procesing jalan Mertayasa II/2 Denpasar. Ternak yang digunakan adalah babi Landrace jantan kebiri dengan bobot badan awal 65,66 ± 2,71 kg sebanyak 36 ekor, sedangkan yang dipotong 12 ekor dengan bobot potong 93 -97 kg, Ransum digunakan dua macam yaitu R I dan R II dengan kandungan protein dan energi masing-masing 12,33% dan 3313 kcal DE/kg untuk R I, 13,26% dan 3329 kcal DE/kg untuk RII. Komposisi dan kandungan nutrien ransum R I dan R II dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi dan kandungan nutrien pakan perlakuan Komposisi ( % ) Ransum R1 R2 Konsentrat KBD 10.00 10.00 Jagung giling 45,00 -Bekatul padi 45,00 27,00 Tepung gaplek - 33.00

Bungkil inti sawit ( BIS ) - 22.00

Bungkil kedele - 800

Jumlah 100 100

Kandungan nutriena

Energi ( kcal DE/kg)b 3313 3329

Protein kasar ( % ) 12,32 13,26 Lemak kasar ( % ) 5,91 6.26 Serat kasar ( % ) 10,14 9,92 Kalsium ( % ) 0,52 0,62 Fosfor total ( % ) 0,73 0,58 Keteranagn: a. Anon. (1993) b . NRC. (1979)

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap dengan empat perlakuan yaitu pemberian ransum R I6(R I selama enam minggu), R I4R II2(R I selama empat minggu dan R II selama dua minggu), R I2R II 4 (R I selama dua minggu dan R II selama empat minggu) dan R II 6 (R II selama enam minggu), Masing-masing perlakuan terdiri dari tiga ulangan dan setiap ulangan menggunakan satu ekor babi.

(4)

kaki bagian bawah (kg/ekor), sedangkan persentase karkas diperoleh dengan membagi bobot karkas dengan bobot potong dikalikan 100%. Untuk memperoleh bagian-bagian karkas, maka karkas dibelah menjadi dua bagian menurut garis punggung (Pond dan Maner, 1984). Tebal lemak punggung diukur pada tiga tempa,t yaitu pada bagian tulang rusuk I, tulang rusuk terakhir, dan pada bagian lumbar terakhir. Nilai tebal lemak punggung adalah rata-rata dari ketiga hasil pengukuran tersebut. Bobot daging dan tulang karkas diperoleh dengan menimbang semua daging/tulang karkas (kg/ekor), sedangkan persentasenya dihitung berdasarkan berat karkas.

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, selanjutnya bila terdapat perbedaan yang nyata (P<0,05) dilakukan uji jarak berganda dari Duncan (Steel dan Torrie, 1989).

HASIL DAN PEMBAHASAN Bobot dan Persentase Karkas

Bobot dan persentase karkas babi yang diberi ransum mengandung bungkil inti sawit (BIS) berkisar 71,10 sampai 74,41 kg/ekor dan 74,01 sampai 76,46 (Tabel 2), sedangkan yang diberi ransum tanpa BIS secara berturutan adalah 73,83 kg dan 78,07% berbeda tidak nyata(P >0,05). Ini menunjukan bahwa lama pemberian ransum yang mengandung bungkil inti sawit (BIS) tidak berpengaruh terhadap bobot dan persentase karkas. Hal ini disebabkan karena ransum tanpa BIS dan yang menggunakan BIS menghasilkan bobot potong dan bobot karkas yang sama (Putri, 2004) yang menyebabkan persentase karkas semua perlakuan berbeda tidak nyata. Hal ini tidak bertentangan dengan pendapat Pond dan Maner (1984) yang menyatakan bahwa semakin tinggi berat potong, maka semakin tinggi pula berat karkasnya. Pond dan Maner ( 1984 ) juga menyatakan bahwa babi dengan bobot badan berkisar antara 60 - 100 kg yang diberi pakan dengan kandungan protein 13% dan energy 3195 kkal/ kg ME, menghasilkan persentase karkas sebesar 75,6%.

(5)

Tabel 2. Bobot dan persentase karkas, tebal lemak punggung, persentase daging dan tulang karkas babi yang diberi ransum yang mengandung bungkil inti sawit.

Parameter Perlakuan SEM

R I6 R I4R II2 R I2R II4 R II6

Bobot karkas (kg/ekor ) 73,83a 74,26 a 74,41 a 71,10 a 2.51 Persentase karkas (%) 78,07a 76,29a 76,46a 74,01 a 1,10 Tebal lemak punggung (cm) 4,08ab 4,30a 3,73bc 3,55c 0,13 Persentase daging karkas (%) 50,49ab 49,57a 52,08bc 52,74c 0,53 Persentase tulang karkas (%) 13,28a 14,38a 13,74a 13,95a 0,47

Keteranagn:

R I6 (Ransum tanpa BIS selama enam minggu )

R I4R II2 (Ransum tanpa BIS empat minggu dan ransum dengan BIS dua minggu )

R I2R II4 (Ransum tanpa BIS dua minggu ransum dan dengan BIS empat minggu)

R II6 (Ransum dengan BIS selama enam minggu )

Nilai dengan huruf yang sama pada baris yang sama berbeda tidak nyata (P > 0,05)

SEM: Standard Error of the Treatment Mean

Tebal Lemak Punggung

Tebal lemak punggung kelompok babi yang diberi ransum mengandung BIS berkisar antara 3,55-4,30 cm. Tebal lemak punggung perlakuan RI6 (tanpa BIS ) adalah 4,08 cm berbeda nyata (P>0,05) perlakuan RI4 RII2 dan RI2 RII4 (Tabel 2). Tebal lemak punggung perlakuan RII6 (ransum dengan BIS selama 6 minggu) 12,99% lebih tipis P<0,05) dibandingkan perlakuan RI6 (ransum tanpa BIS 6 minggu). Tebal lemak punggung yang lebih tipis disebabkan karena aspek lemak punggung 14,98% lebih padat. Hal ini sesuai dengan pendapat Bo Gohl (1981), yang menyatakan bahwa penggunaan BIS dalam ransum akan dapat memperbaiki kualitas lemak tubuh yaitu terbentuknya lemak yang lebih padat. Menurut Bundy (1976) tebal lemak punggung babi landrace adalah 3,33 cm dan menurut Pond dan Maner (1984) pada bobot potong yang sama tebal lemak punggung antara babi jantan, kebiri dan betina dara tidak sama. Pada bobot potong 95 kg tebal babi jantan sebesar 3,8 cm, babi kebiri 4,5 cm dan babi betina 4,0 cm. Tebal lemak punggung babi semua perlakuan lebih tebal yaitu berkisar dari 3,55 - 4,30 cm. Hal ini disebabkan babi penelitian adalah babi landrace kebiri. Dalam penelitian ini pemberian ransum yang mengandung BIS selama 6 minggu sebelum dipotong dapat menyebabkan lemak punggung lebih tipis.

(6)

Persentase Daging Karkas

Persentase daging karkas perlakuan dengan BIS berkisar antara 49,57-52,74% (Tabel 2 ). Persentase daging perlakuan BIS (RI6 ) 50,49% berbeda tidak nyata dengan perlakuan RI4 RII2 dan RI2 RII4 sedangkan persentase daging perlakuan RII6 (ransum dengan BIS selama 6 minggu) 4,45% nyata lebih tinggi dari perlakuan RI6 (ransum tanpa BIS selama 6 minggu). Hal ini disebabkan karena konsumsi protein perlakuan RII6nyata lebih tinggi daripada perlakuan RI6 (Putri, 2004), Menurut Cunha (1977) faktor yang mempengaruhi jumlah daging karkas babi yaitu disamping faktor genetik dan bobot potong, juga dipengaruhi oleh konsumsi dan kuantitas protein di dalam pakan.

Persentase Tulang Karkas

Pada keempat perlakuan diperoleh persentase tulang karkas yang berkisar antara 13,28-14,38% (Tabel 2) dan tidak menunjukkan perberbedaan yang nyata (P>0,05). Lama pemberian ransum yang mengandung BIS tidak berpengaruh terhadap persentase tulang karkas. Hal ini mungkin disebabkan karena tersedianya Ca dan P pada keempat perlakuan untuk proses pembentukan tulang sama, disamping itu babi penelitian berumur 36 minggu sehingga proses pembentukan tulang sudah mulai lambat. Rook dan Thomas (1983) menyatakan bahwa ternak setelah mencapai umur dewasa tidak terjadi perubahan bentuk dan ukuran tulang, akan tetapi kekuatan tulang berubah. Pond dan Maner (1984) menyatakan makin berat bobot babi pada saat dipotong, makin rendah persentase tulang yang dihasilkan. Babi keempat perlakuan bobot potongnya berbeda tidak nyata (P>0,05) dan hal ini akan terkait dengan persentase bobot tulang karkas yang berbeda tidak nyata. (P>0,05).

SIMPULAN

Pemberian ransum yang mengandung bungkil inti sawit selama 6 minggu akhir penelitian meningkatkan persentase daging karkas dan lemak punggung lebih tipis, sedangkan pemberian ransum yang mengandung bungkil inti sawit selama 2, 4, dan 6 minggu, tidak berpengaruh terhadap bobot karkas, persentase karkas, dan tulang karkas.

(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dirjen Dikti, Depdikbud Jakarta atas dana untuk penelitian ini. Ucapan yang sama disampikan kepada Basuki Sucahyo Dpl, Ing, Agr. selaku Direktur PT. Puri Agrindo Indah, Tabanan Bali yang telah memberikan fasilitas penelitian. Terima kasih juga kepada Adrianto Mulia selaku Direktur Utama dan semua PT Aroma Duta Rasa Prima, jalan Merta Yasa II/2 Denpasar telah mengijinkan untuk melakukan penelitian serta pemotongan karkas.

DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 1993. Hasil Analisis Kimia. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Aritonang, D. 1985. Potensi Perkebunan Kelapa Sawit, Sebagai Sumber Bahan Makanan Ternak di Indonesia Majalah Pertanian. 33 (1): 21 -28.

Budaarsa, I. K. 2012. Babi Guling Bali. Penerbit Buku Arti, J. Pulau Kawe, Denpasar

Bo Gohl. 1981. Tropical Feeds. Food and Agriculture Organization of the United Nation, Rome.

Bundy, C.E., R.V. Diggins and V.M. Cristensen. 1976. Swine Production. Prentice-Hall, Inc., Englewood Cliffs. New Jersey.

Cunha. T.J. 1977. Swine Feeding and Nutrition. Academic Press, New York, San Fransisco, London.

Manurung A., M Chairani, dan S. Lubis, 1991. Prakiraan Perkembangan Perluasan Areal Kelapa Sawit dan Kebutuhan Bahan Tanaman dalam Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua. Buletin Perkebunan, 22.94: 221 – 230.

Morgan, J.T. D. Lewis. 1962. Nutrition of Pig and Poultry. William Clowes and Sons Ltd.. London and Becele.

NRC., 1979. Nutrients Requirements of Swine. Eight Revised edition. National Academy of Science, Washington.

Parakkasi, A., 1983. Ilmu Gizi dan Makanan Ternak Monogastrik. Angkasa, Bandung.

(8)

Putri T.I. 2004. Pengaruh Lama Pemberian Bungkil Inti Sawit (BIS) dalam Ransum terhadap Penampilan Babi Landrace, Majalah Ilmiah Peternakan, Fakultas Peternakan Universitas Udayana. Denpasar. Volume 7 Nomor 1. Rook, J.A.F, and P.C. Thomas, 1983. Nutritional Physiology of Farm Animals.

Longman Inc., New York.

Steel, R.G.D. and J.H. Tirrie, 1980. Principle and Procedure of Statistics. McGraw- Hill Book Company, Inc., New York , Toronto, London.

Referensi

Dokumen terkait

At certification processes according to Annex 6 accepted flame retardant products do not contain any of the banned flame retardant substances listed in Annex 7 as active agent

Peperiksaan Percubaan SPM 2017 Sejarah Kertas

[r]

South East Asian Conference on Mathematics and Its Applications or abbreviated SEACMA is a seminar which organized by the Department of Mathematics, Institut

[r]

sistem informasi persediaan barang adalah suatu system informasi penjualan yang menghasilkan berbagai informasi yang dapat berguna untuk mendukung kegiatan penjualan

Secara khusus, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi kepada pembelajaran matematika yang mulai tidak memperhatikan pentingnya proses dalam belajar,

Kompetensi Dasar : 2.1 Merespon makna tindak tutur yang terdapat dalam teks lisan fungsional pendek sangat sederhana secara akurat, lancar, dan berterima untuk berinteraksi