• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat dan budaya merupakan kebiasaan yang bukan hanya berlaku dan harus

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang Masalah. Adat dan budaya merupakan kebiasaan yang bukan hanya berlaku dan harus"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah 1. Permasalahan

Adat dan budaya merupakan kebiasaan yang bukan hanya berlaku dan harus dipatuhi oleh kelompok atau masyarakat, akan tetapi juga berfungsi sebagai perekat yang dapat membuat hubungan antarmanusia dan antarsub kelompok menjadi kokoh sebagai suatu susunan masyarakat. Adat dan budaya dalam suatu masyarakat merupakan suatu aturan baik tertulis ataupun tidak tertulis yang secara moral harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat. Dalam penerapannya, adat dan budaya berfungsi untuk mendidik dan mendisiplinkan anggota masyarakat (Simanjuntak dkk, 1994: 6).

Demikian halnya dengan suku Batak yang memiliki adat dan budaya. Di antaranya adalah bahasa, tulisan, kesenian, dan tata cara dalam pergaulan hidup seperti unsur inti yang ada dalam kebudayaan Batak yaitu Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu mewarnai keseluruhan tradisi dan budaya Batak salah satunya dalam perkawinan. Perkawinan bagi orang Batak bukan hanya sekedar menyatukan antarkeluarga tapi juga unsur yang ada dalam Dalihan Na Tolu. Hal itu tampak salah satunya pada simbol yang ada dalam Tortor.

Pada perkawinan adat Batak Toba, Tortor merupakan salah satu hal yang dianggap penting dalam melengkapi setiap runtutan acara. Tortor Batak adalah suatu tarian tradisional yang telah membudaya. Tortor diadakan untuk mencetuskan perasaan seseorang dalam situasi tertentu. Beberapa Tortor bersifat

(2)

situasional, misalnya Tortor Simonang-monang berkaitan dengan tarian kemenangan, Tortor somba-somba berkaitan dengan tarian penghormatan kepada raja dan sesama umat, Tortor habonaran berkaitan dengan tarian kebenaran, dan sebagainya (Hutagaol dkk 2000: 11).

Beberapa dalam pelaksanaan upacara adat Batak, peran Tortor dianggap sebagai satu bagian penting yang tidak terpisahkan dari setiap upacara yang ada di masyarakat Batak. Tortor digunakan sebagai mediasi dalam menjembatani pelaksanaan adat Batak. Hal ini diartikan bahwa Tortor dilakukan apabila terjadi suatu upacara penting dalam pelaksanaan pesta adat Batak, seperti pada pesta upacara adat perkawinan, upacara kematian, dan upacara mangongkal holi (menggali dan memindahkan tulang-belulang) yang biasanya sering dilaksanakan. Pada saat Manortor ternyata tidak semua orang yang terlibat di dalamnya dapat memahami apa sebenarnya makna tarian Tortor. Bagi masyarakat Batak kegiatan Manortor sebenarnya mengandung unsur-unsur sosial yang di dalamnya diatur sistem Dalihan Na Tolu.

Dalihan Na Tolu sebagai sistem hubungan kekerabatan masyarakat Batak Toba yang terdiri atas dongan tubu, boru, dan hula-hula, setiap unsurnya memiliki peranan penting yang tidak bisa terlepas dari setiap upacara apapun yang ada dalam masyarakat Batak Toba. Prinsip Dalihan Na Tolu menjadi pegangan masyarakat suku Batak Toba karena mampu mewujudkan hubungan sosial yang harmonis dalam tata kehidupan pelaksanaan adat masyarakat Batak Toba (Simanjuntak, 1996: 8). Peranan Dalihan Na Tolu pada saat manortor upacara perkawinan Batak Toba dipahami sebagai bentuk interaksi yang berlangsung

(3)

antara kedua keluarga besar. Di dalam proses interaksi tersebut keduanya secara simbolik saling mengkomunikasikan arti kemudian memahami makna dari setiap tindakan masing-masing. Makna yang ditangkap kemudian dipahami selama proses interaksi sedang berlangsung pada saat manortor. Terkait dengan interaksi, salah satu teori yang mempunyai perhatian terhadap interaksi dan makna adalah interaksionisme simbolik yang dikembangkan oleh Blumer.

Blumer mengatakan bahwa interaksionime simbolik merupakan interaksi manusia yang dimediasi oleh pengggunaan simbol-simbol, interpretasi, dan penetapan makna-makna dari tindakan orang lain, misalnya bagaimana suatu tindakan memberi makna-makna khusus yang hanya dipahami oleh orang-orang yang melakukannya. Dalam proses interaksi sosial, manusia secara simbolik mengkomunikasikan arti terhadap orang lain yang terlibat. Orang lain menafsirkan simbol komunikasi tersebut dan mengorientasikan tindakan balasannya berdasarkan penafsiran dari pikiran manusia itu sendiri. Dengan kata lain, dalam interaksi sosial, para aktor terlibat dalam proses saling memengaruhi (Ritzer 2014: 278).

Deddy Mulyana mengatakan, bahwa teori simbolik membahas tentang diri, diri sosial, termasuk pengendalian dari perspektif orang lain, interpretasi dan makna-makna lain yang muncul dalam interaksi tersebut ada tiga premis yang dibangun dalam interaksi simbolik antara lain:

1. Manusia bertindak berdasarkan makna-makna;

(4)

3. Makna tersebut berkembang dan disempurnakan ketika interaksi tersebut berlangsung (Mulyana, 2010: 29).

Prinsip dasar teori interaksionisme simbolik tersebut tidak semua dipakai untuk mengkaji permasalahan pada penelitian, akan tetapi ada beberapa poin yang cocok dan berhubungan dengan makna dan simbol, yaitu interaksi antarindividu melalui simbol-simbol.

Berdasarkan uraian persoalan di atas penelitian ini akan memfokuskan pada Peran Dalihan Na Tolu pada saat manortor upacara perkawinan adat Batak yang dianalisis dengan menggunakan teori interaksionisme simbolik Herbert George Blumer. Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam memahami bentuk interaksi sosial antara satu individu dengan individu lainya. Interaksi tersebut dimediasi oleh penggunaan simbol-simbol, interpretasi, dan penetapan makna dari tindakan orang lain yang ada dalam tari Tortor tersebut. Tarian ini juga dipahami dengan simbol dan gerakan-gerakan, yang setiap gerakannya memiliki suatu makna yang dijadikan sebagai proses komunikasi dalam memahami tarian tersebut. Peneliti menggunakan objek formal teori symbolic interactionism Herbert George Blumer yang dipandang sangat tepat dalam memahami bentuk interaksi manusia, karena dalam teori Blumer dinyatakan bahwa interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol-simbol, penafsiran, kepastian makna dari tindakan orang lain di sekitarnya.

(5)

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan penjelasan dari latar belakang yang sudah dijelaskan maka penulis merumuskan permasalahan yang akan dikaji sebagai berikut :

a. Apa peran Dalihan Na Tolu di dalam tari Tortor ?

b. Apa prinsip mendasar Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer ?

c. Bagaimana peran Dalihan Na Tolu dalam tari Tortor dianalisis dengan menggunakan teori Interaksionisme simbolik Herbert George Blumer ?

3. Keaslian Penelitian

Fokus kajian dalam penelitian ini adalah mengenai bagaimana peran Dalihan Na Tolu pada Tortor Upacara Adat Pernikahan Batak Toba. Seperti yang telah dijelaskan di awal bahwa setiap gerakan tari Tortor memiliki suatu makna yang dipahami melalui proses interaksi antara Dalihan Na Tolu dengan kedua pihak mempelai yang dilakukan lewat manortor. Para panortor secara simbolik saling mengkomunikasikan arti kemudian memahami makna dari setiap tindakan masing-masing. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan menggunakan teori Symbolic Interactionism Herbert George Blumer. Sejauh pengamatan dan penelusuran yang dilakukan oleh penulis mengenai karya-karya ilmiah di lingkungan Fakultas Filsafat UGM atau di luar Fakultas Filsafat, memang sudah ada beberapa penelitian mengenai hal ini, namun penulis belum menemukan penelitian yang mengkaji serta menganalisis Peran Dalihan Na Tolu

(6)

pada Tortor Upacara Perkawinan Adat Batak Toba dengan menggunakan teori Symbolic Interactionism Herbert George Blumer. Berikut penulis menemukan beberapa karya ilmiah yang behubungan dengan tema pilihan, yaitu:

1. Pesta Fidelis Situmorang, 2007, Skripsi. “Dalihan Na Tolu Sistem Kekerabatan Suku Bangsa Batak (Kajian Strukturalisme Levi-Strauss)“ Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang struktur tanda. Dalihan Na Tolu sebagai sistem kekerabatan dapat dilihat sebagai suatu struktur tanda. Struktur tanda kekerabatan sebagai kerangka dasar yang mengatur individu-individu dalam mempertukarkan tanda. Tanda yang dipertukarkan dalam hal ini adalah wanita. Oleh karena itu pendekatan yang digunakan dalam penelitian adalah metode struktural.

2. Nelli Loriska L.Gaol, 2007, Skripsi. ”Tanda-Tanda Dalam Upacara Pernikahan Batak Toba (Tinjauan Semiotika)” Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini membahas tentang tanda-tanda dalam upacara perkawinan Batak Toba. Tanda bertujuan untuk menyederhanakan buah pikiran atau ide-ide untuk mempermudah komunikasi yang di dalamnya terkandung arti, nilai-nilai, norma-norma atau maksud tertentu yang harus dipatuhi oleh masyarakat Batak Toba.

3. Anneke Agustina Sihombing, 2009, Skripsi. “Dalihan Na Tolu sebagai Identitas Kultural Kearifan Sosial Batak (Perspektif Filsafat Kebudayaan)” Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang karakteristik masyarakat Batak dan konsep budaya

(7)

Dalihan Na Tolu serta implementasinya sebagai sistem nilai kearifan sosial Batak. Konsep Dalihan Na Tolu merupakan konstruksi identitas kultural yang perlu diketahui aspek-aspek sosialnya dan refleksinya di tengah tantangan budaya global dengan menggunakan strategi kebudayaan.

4. Doni Boy Faisal Panjaitan, 2010, Skripsi. “Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum Perkawinan Masyarakat Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak di Kecamatan Balige)“ Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini membahas tentang Dalihan Na Tolu sebagai bagian dari pernikahan adat Batak Toba dengan pendekatan hukum adat. Skipsi ini menjawab rumusan masalah, diantaranya: (a) bagaimana peranan Dalihan Na Tolu dalam proses pelaksanan perkawinan Adat Batak Toba?, (b) bagaimana Peranan Dalihan Na Tolu sebagai mediator bagi penyelesaian permasalahan dalam perkawinan Adat Batak Toba.

5. Yudi Marito Adityapratama Nainggolan, 2010, Skripsi. “Tinjauan Estetika Terhadap Prosesi Pernikahan Adat Batak Toba” Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang prosesi pernikahan sekaligus pakaian pernikahan Adat Batak Toba dengan menggunakan pendekatan estetika. Skripsi ini mencoba menjawab rumusan masalah, di antaranya: (a) bagaimana prosesi dan tata cara dalam upacara pernikahan Adat Batak Toba ? (b) bagaimana budaya adat pada

(8)

masyarakat Batak Toba?, dan (c) apa nilai-nilai estetis yang terdapat dalam upacara pernikahan adat Batak Toba?

6. Bekry Jonathan Sihite, 2011, Skripsi. “Dalihan Na Tolu sebagai Adat Istiadat Masyarakat Batak Dalam Perspektif Etika Deontologi Immanuel Kant” Fakultas Filsafat Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Skripsi ini membahas tentang etika deontologi yang berfungsi sebagai kontrol sosial terhadap pola tingkah laku masyarakat modern di masa globalisasi seperti sekarang ini. Etika deontologi Immanuel Kant akan memberikan bentuk bagaimana menjalankan adat Dalihan Na Tolu dengan Baik dalam kehidupan Masyarakat.

Berdasarkan hasil penelitian yang sudah dijelaskan diatas bahwa memang sudah banyak yang mengkaji tentang konsep Dalihan Na Tolu namun seperti apa peranannya Dalihan Na Tolu apabila dilihat pada saat kegiatan manortor dalam upacara adat perkawinan Batak Toba sampai sejauh ini penulis belum menemukan. Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan maka hal ini yang menjadi latar belakang penulis ingin mengkaji lebih dalam lagi seperti apa peranan Dalihan Na Tolu pada Tortor upacara adat perkawinan Batak dan bagaimana ketiga unsur yang ada di dalam Dalihan Na Tolu dapat memahami makna yang ada di dalam Tortor yang dijadikan sebagai simbol dalam memahami proses interaksi diantara unsur-unsur Dalihan Na Tolu lewat peranannya pada saat melangsungkan kegiatan manortor.

(9)

4. Manfaat Penelitian a. Bagi Ilmu Pengetahuan

Peneliti berharap penelitian ini dapat memberikan kontribusi positif dan melengkapi pandangan-pandangan yang telah ada tentang Dalihan Na Tolu dan peranannya dalam tari Tortor upacara perkawinan adat Batak

b. Bagi Filsafat

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber referensi pendukung dalam kajian penelitian sosial humaniora khususnya yang berkaitan dengan kajian sosial dan budaya.

c. Bagi masyarakat

Penelitian ini dapat menambah wawasan dan membuka pikiran masyarakat luas tentang adat budaya Batak Toba khususnya tentang manortor pada upacara perkawinan adat Batak Toba dan hubunganya dengan Dalihan Na Tolu.

B. Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan pemahaman yang lebih jelas tentang peran Dalihan Na Tolu pada Tari Tortor upacara perkawinan adat Batak Toba

2. Menjelaskan pemikiran Herbert George Blumer tentang teori Symbolic Interactionism

3. Menganalisis secara kritis peran Dalihan Na Tolu pada tari Tortor upacara perkawinan adat Batak dengan menggunakan Teori interaksionisme simbolik Herbert George Blumer.

(10)

C. Tinjauan Pustaka

Upacara perkawinan Batak Toba menggunakan berbagai bentuk simbol yang masing-masing mengandung makna dan informasi, salah satunya adalah tarian Tortor. Setiap gerak tarian Tortor mempunyai makna tersendiri yang tidak terlepas dari kehidupan masyarakat sekitarnya. Tarian Tortor dalam pelaksanaannya juga tidak terlepas dari Dalihan Na Tolu yang dianggap sangat penting dalam setiap rangkaian upacara apapun yang ada di suku Batak Toba. Peran Dalihan Na Tolu dalam tarian Tortor juga memiliki makna yang sangat dalam. Namun demikian masih ada beberapa orang Batak Toba tidak paham dan mengerti makna yang terdapat di dalam pelaksanaan tarian tersebut. Penelitian tentang Dalihan Na Tolu sudah banyak dilakukan juga sudah banyak diungkapkan.

Penelitian tentang perkawinan adat Batak Toba dilakukan oleh Marcelyna, tahun (2013) dengan judul “Aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba (Studi Etnografi Komunikasi Mengenai aktivitas Komunikasi dalam Upacara Pernikahan Adat Batak Toba Di Kota Bandung).” Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan apa sajakah aktivitas komunikasi yang terdapat dalam upacara pernikahan adat Batak Toba dan terdapat beberapa aktivitas komunikasi yang diperoleh antara lain situasi komunikatif sakral yang ditandai dengan adanya kegiatan panomu-nomu (lokasi yang menjadi tempat pertemuan diadakannya prosesi adat pernikahan, selanjutnya ditandai dengan adanya proses kegiatan marsibuha-buhai (pihak calon pengantin pria membawa dan menyerahkan makanan dalam ampang (semacam bakul terbuat dari anyaman

(11)

pandan yang ditaruh di atas kepala), serta pemberian dengke (masakan ikan), dan setting tempat duduk dan yang terakhir tindakan komunikatifnya ditandai dengan saling menyuapi kedua mempelai, penyerahan sinamot (mahar), mangulosi (pemberian ulos sebagai tanda kasih sayang) (Marcelyna, 2013: 10-11).

Penelitian dilakukan oleh Dony Boy Faisal Panjaitan tahun 2010, dengan judul Peranan Dalihan Na Tolu dalam Hukum Perkawinan Adat Batak Toba (Studi Mengenai Hukum Perkawinan Adat Batak di Kecamatan Balige). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peranan Dalihan Na Tolu dalam hukum perkawinan masyarakat Batak Toba agar tidak terjadi kasus seperti yang ada di Padang Sidimpuan yakni pernikahan semarga. Bagi masyarakat Batak Toba perkawinan semarga sangat dilarang untuk itu Dalihan Na Tolu dianggap penting. Selain itu, Dalihan Na Tolu dianggap memiliki peran di dalam tatanan sosial kemasyarakatan dari masyarakat Batak Toba, sehingga dalam penyelesaian masalah, Lembaga Dalihan Na Tolu memiliki penan sebagai unsur dan motor penggerak dari penyelesaian permasalahan tersebut jika terjadi konflik (Doni, 2010: 80).

Situmorang Pesta Fidelis (2007: 88) menuliskan bahwa Dalihan Na Tolu sebagai sistem kekrabatan juga dapat dianalisis dengan menggunakan metode struktural. Di dalam sistem kekerabatan terdapat tanda khusus yang dipertukarkan. Tanda ini mempertukarkan satu kelompok kerabat dengan kelompok yang lain. Karena Dalihan Na Tolu adalah sistem kekerabatan yang bersifat patrilineal, maka tanda khusus tersebut adalah wanita. Oleh karena itu, dalam suatu pernikahan antar kelompok kerabat laki-laki sebenarnya saling mempertukarkan wanita.

(12)

Pertukaran wanita dalam kebudayaan Batak tentu menghasilkan struktur kekerabatan dalam kebudayaan yang lain.

Sihombing Anneke Agustina (2009: 94) menuliskan bahwa Dalihan Na Tolu ini adalah suatu bentuk kearifan lokal Suku Batak dalam bidang sosial. Nilai-nilai budaya di dalam konsep Dalihan Na Tolu tersebut mengandung Nilai-nilai-Nilai-nilai sosial yang arif dan membawa masyarakatnya pada proses kebajikan. Konsep yang dimaksud yaitu mengatur hubungan tingkah laku masyarakat Batak sehingga menjadi identitas diri masyarakat Batak.

Penelitian tentang perkawinan adat Batak Toba, Dalihan Na Tolu yang dianggap sebagai identitas kultural kearifan sosial Batak, kemudian Dalihan Na Tolu sebagai filsafat hidup masyarakat Batak sudah banyak dibahas, namun penelitian-penelitian yang sebelumnya belum ada yang membahas tentang Peran Dalihan Na Tolu dalam tari Tortor upacara perkawinan adat Batak Toba dengan menggunakan Teori Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer. Penelitian ini hanya akan berfokus pada bagaimana peran Dalihan Na Tolu selama kegiatan manortor pada upacara perkawinan adat Batak Toba, seperti apa masyarakat Batak memahami makna yang ada pada tarian Tortor kemudian bagaimana bentuk interaksi yang berlangsung antara Dalihan Na Tolu dengan kedua pihak mempelai yang dilakukan lewat manortor. Proses interaksi simbolik yang terjadi merupakan proses mengkomunikasikan arti dalam memahami makna dari setiap kegiatan manortor. Peran Dalihan Na Tolu dalam kegiatan manortor kemudian dianalisis dengan menggunakan teori Interaksionisme Simbolik George Blumer, yang dijadikan sebagai kerangka berfikir.

(13)

D. Landasan Teori

Beberapa orang ilmuwan punya andil utama sebagai perintis interaksionisme simbolik, di antaranya James Mark Baldwin, William James, Charles H. Cooley, John Dewey, William I. Thomas, dan George Herbert Mead. Mead-lah yang dianggap paling populer sebagai perintis dasar teori tersebut. Mead mengembangkan teori interaksionisme simbolik pada tahun 1920-an dan 1930-an ketika Mead menjadi profesor filsafat di Universitas Chicago. Namun gagasan-gagasannya mengenai interaksionisme simbolik berkembang pesat setelah para mahasiswanya menerbitkan catatan dan kuliah-kuliahnya, terutama melalui buku yang menjadi rujukan utama teori interaksi simbolik, yakni : Mind, Self , and Society (1934) yang diterbitkan tak lama setelah Mead meninggal dunia. Penyebaran dan pengembangan teori Mead juga berlangsung melalui interpretasi dan penjabaran lebih lanjut yang dilakukan para mahasiswanya, terutama Herbert Blumer (1900-1987). Justru Blumer-lah yang menciptakan istilah “interaksi simbolik” pada tahun (1937) dan mempopulerkannya di kalangan komunitas akademis (Mulyana, 2001 : 68).

Pokok perhatian interaksionisme simbolik yaitu, dampak makna dan simbol pada tindakan dan interaksi manusia. Manusia mempelajari simbol-simbol dan juga makna di dalam interaksi sosial. Makna dan simbol memberi karakteristik khusus pada tindakan sosial dan interaksi sosial. Manusia sering menggunakan simbol untuk mengkomunikasikan sesuatu tentang dirinya, misalnya mengkomunikasikan gaya hidup tertentu (Ritzer, dkk, 2007: 292).

(14)

Interaksi secara simbolik merupakan suatu aktivitas yang merupakan ciri khas manusia, yakni komunikasi atau pertukaran simbol yang diberi makna. Blumer menyatukan gagasan-gagasan tentang interaksi simbolik melalui tulisannya, dan juga diperkaya dengan gagasan-gagasan dari John Dewey, William I. Thomas, dan Charles H. Cooley (Mulyana, 2001: 68). Dalam ilmu sosial, perspektif interaksi simbolik sering dianggap berada di bawah perspektif interpretif atau perspektif fenomen. Istilah fenomen bisa berarti pandangan ilmu pengetahuan yang menganggap kesadaran manusia dan makna subjektifnya sebagai fokus untuk memahami tindakan sosial (Natanson dkk, 2008; 59).

Menurut Natanson, pandangan fenomenologis atas realitas sosial menganggap dunia intersubjekif terbentuk dalam aktivitas kesadaran yang salah satu hasilnya adalah ilmu alam. Natanson mengakui bahwa George Herbet Mead, William I.Thomas, dan Charles H. Cooley, selain mazhab Eropa yang dipengaruhi Max Weber adalah representasi perspektif fenomenologis ini. Bog dan Taylor mengemukakan bahwa dua pendekatan utama dalam tradisi fenomenologis adalah interaksi simbolik dan etnometodologi (Mulyana, 2001:59).

Selama awal perkembangannya, teori interaksi simbolik seolah-olah tetap tersembunyi di belakang dominasi teori Phenomenology dari Talcott Parsons. Menurut interaksi simbolik, kehidupan sosial pada dasarnya adalah interaksi manusia dengan menggunakan simbol-simbol. Oleh karena itu, penganut teori ini akan berupaya memahami bagaimana simbol terbentuk, makna dalam simbol, dan bagaimana simbol itu memberikan pengaruh dalam interaksi sosial (Douglas dalam Mulyana 2008:77).

(15)

Dengan pengertian ini, banyak hal yang bisa diartikan sebagai simbol. Bahasa adalah simbol, gambar adalah simbol, ekpresi adalah simbol, dan masih banyak hal lainnya yang bisa diartikan sebagai simbol. Kemampuan manusia dalam menciptakan simbol membuktikan bahwa manusia sudah memiliki kebudayaan yang tinggi dalam berkomunikasi. Simbol-simbol yang digunakan selain yang sudah ada dan diakui secara internasional, ada juga yang bersifat lokal, dan hanya dapat dipahami oleh kelompok-kelompok masyarakat tertentu saja. Simbol mampu membentuk budaya komunitas atau organisasi. Simbol dapat digunakan untuk mempengaruhi dan mengubah sebagian perilaku yang bermanfaat untuk meningkatkan produksi sekelompok manusia, apakah itu komunitas ataupun organisasi. (Liliweri, 2011:49).

E. Metode Penelitian

Penelitian yang dilakukan oleh penulis ini adalah penelitan yang bersifat kualitatif dengan pengambilan data yang dilakukan dari studi pustaka, sehingga penelitian ini bersumber dari bahan kepustakaan dan literatur, internet dan wawancara sebagai data pendukung.

a. Bahan Penelitian:

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dapat dikategorikan dalam dua kategori yang bersumber dari data primer dan data skunder:

1. Data Primer

Sumber data primer yaitu melalui penelusuran pustaka yang dijadikan sebagai data utama dan wawancara sebagai data pendukung.

(16)

a. Blummer, Herbert, Symbolic Interactionism: Perspektive and Method, New Jersey: Prentice Hall, 1969.

b. Hutagaol, Tiurlan & Sitompul, MA., 2000. Budaya Batak Gondang dan Tortor yang Disinari Kekristenan. Jakarta.

c. Purba, Mauly. 2007. Mengenal Tradisi Gondang dan Tor-Tor pada Masyarakat Batak Toba. Medan.

d. Siahaan, Nalom, 1982, Adat Dalihan Natolu: Prinsip dan Pelaksanaanya, Prima Anugerah, Tanggerang.

e. Sihombing, T. M., 2000, Falsafah Batak Tentang Kebiasaan-Kebiasaan Adat Istiadat, Balai Pustaka, Jakarta.

f. Vergouwen, J.C. 2004. Masyarakat dan Hukum Adat Batak Toba. Yogyakarta: Lkis.

2. Data Sekunder

Sumber data sekunder penelitian ini adalah berbagai buku-buku lain, jurnal, dan tulisan maupun artikel lain di Internet sebagai pelengkap yang terkait dengan objek material maupun objek formal penelitian di

antaranya.

a. Charon, Joel M. 1979. Symbolic Interactionism, United State of America: Pretice Hall Inc.

b. Soeprapto, Riyadi. 2001. Interaksionisme Simbolik perspektif sosiologi modern. Malang: Averroes Press dan Pustaka Pelajar.

(17)

c. Umiarso, Elbadiansyah. Interaksionisme Simbolik Dari Era Klasik Hingga Modren. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2014.

b. Jalan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Pengumpulan data: mengumpulkan sumber pustaka yang berkaitan dengan objek yang akan diteliti dan melakukan wawancara dengan tokoh masyarakat Batak yang paham akan adat budaya Batak guna untuk mendapat penjelasan tambahan terkait objek penelitian.

b. Klasifikasi: data yang telah diperoleh, dikelompokkan menjadi data primer dan data skunder.

c. Pengolahan data: menganalisis data dari hasil klasifikasi data sehingga diperoleh pemahaman dalam menentukan arah penelitian.

d. Penyajian akhir penelitian: memaparkan hasil analisis berupa uraian tertulis.

c. Analisis Hasil

Berdasarkan buku karya Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair (1990:107-113) yang berjudul “Metodologi Penelitian Filsafat”, penelitian skripsi ini termasuk ke dalam model penelitian yang mengangkat persoalan-persoalan aktual yang merupakan masalah kontroversial. Data-data yang digunakan kemudian dilakukan analisis filosofis, dan direfleksi menggunakan

(18)

beberapa unsur metodis umum, seperti yang berlaku bagi setiap penelitian filsafat antara lain:

1. Deskripsi: Memberi deskripsi yang jelas tentang konsep Dalihan Na Tolu serta peranannya pada tari Tortor upacara perkawinan adat Batak Toba.

2. Interpretasi: Bahan penelitian yang telah dideskripsikan kemudian di interpretasikan dengan konsep-konsep filosofis. Hal ini dilakukan untuk memberi ketegasan bahwa penelitian ini berada di wilayah filsafat.

3. Koherensi Intern, yaitu mencari keterkaitan logis bentuk interaksi yang berlangsung antara Dalihan Na Tolu dalam memahami makna dari setiap proses tari Tortor, dengan Teori Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer.

4. Refleksi, yaitu interpretasi yang lebih baru dan penambahan hasil refleksi penulis, sehingga penelitian ini dapat merumuskan secara jelas peran Dalihan Na Tolu dalam memahami makna dari setiap tari Tortor upacara perkawinan adat Batak Toba dengan menggunakan Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer.

(19)

F. Hasil yang Dicapai

Hasil yang dicapai dalam penelitian filsafat ini mengacu pada rumusan masalah:

1. Memperoleh pemahaman yang lebih mendalam lagi mengenai adat budaya suku Batak terutama adat Dalihan Na Tolu sebagai sistem sosial seta perananya pada tari Tortor Perkawinan adat Batak Toba. 2. Memahami lebih mendalam tentang Teori Interaksionisme Simbolik

Herbert George Blumer sebagai tinjauan yang digunakan dalam penelitian ini.

3. Mendapatkan pemahaman baru tentang makna secara simbolik yang tedapat pada tari Tortor serta hubunganya dengan Dalihan Na Tolu yang dianalisis dengan mengunakan teori interaksionisme simbolik Herbert George Blumer.

(20)

G. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan penelitian yang berjudul “Peran Dalihan Na Tolu pada tari Tortor dalam Upacara Perkawinan Adat Batak Toba Perspektif Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer” ini terdiri atas lima bab yaitu: Bab I : Berupa Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka sebagai dasar dari landasan teori, metode penelitian yang digunakan, hasil yang akan dicapai dan sistematika penulisan.

Bab II : Berisikan objek Formal penelitian yaitu mendeskripsikan asal-usul Interaksionisme simbolik, kemudian biografi singkat dari Herbert George Blumer, Tokoh-tokoh yang mempengaruhi pemikiranya, kemudian karya-karyanya dan Teori Interaksionisme Simbolik dari Herbert George Blumer.

Bab III : Berisi tentang objek material penelitian yakni uraian tentang Peranan Dalihan Na Tolu pada tari Tortor dalam Upacara Perkawinan Adat Batak Toba. Bab IV : Merupakan analisis kritis terhadap Peran Dalihan Na Tolu pada Tari Tortor Upacara Adat Perkawinan Batak Toba dengan meggunakan Teori Interaksionisme Simbolik Herbert George Blumer.

Bab V : Yaitu bagian penutup rangkaian penulisan yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran.

Referensi

Dokumen terkait

Keberadaan anak yang sangat didambakan oleh keluarga suku Batak Toba adalah untuk, pencapaian tujuan hidup yang ideal, pelengkap adat Dalihan Na Tolu, penambah wibawa

Dalihan Na Tolu (tiga tungku) merupakan sistem hubungan masyarakat Batak Toba yang terdiri dari tiga unsur kekerabatan yaitu pihak hula- hula (kelompok orang

Kehidupan adat masyarakat Batak Toba diatur dalam sistem hubungan sosial Dalihan Na Tolu, yang dibuat dalam bentuk norma-norma sehingga terdapat hubungan sosial yang harmonis

Pada bagian ini penulis akan mendialogkan antara nilai-nilai kehidupan dalam budaya Batak- Toba (melalui falsafah Dalihan Natolu) dengan konsep kepemimpinan

DALIHAN NA TOLU UNTUK MENYELESAIKAN MASALAH ORANG BATAK TOBA DI KOTA TEGAL DARI PERSPEKTIF KONSELING.. MULTIKULTURAL

Dalam kehidupan masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalihan na tolu berperan.. sebagai bentuk penyelesaian masalah-masalah yang berkaitan

Dalihan na tolu merupakan bentuk kontrol sosial masyarakat suku Batak Toba dikota Tegal dalam menyikapi dan memahami permasalahan yang terjadi dalam

Dalam suku bangsa Batak Toba terdapat sistem kekerabatan Dalihan Na Tolu dan sembilan nilai budaya Batak yang mencakup segala aspek kehidupan orang Batak yaitu kekerabatan, religi