76
Uji Ketahanan Bakteri Patogen yang Diinokulasi pada Bakasang dalam Kondisi Lingkungan Berbeda
Pathogen Bacteria Resistance Inoculated Bakasang in Different Environmental Conditions
Dwi Indah Widya Yanti*, Melisa Masengi
Program Studi Perikanan, Universitas Kristen Papua Sorong e-mail: indahwidyayanti83@gmail.com
Diterima : Mei Disetujui : Oktober ABSTRAK
Bakasang merupakan suatu produk fermentasi, biasanya terbuat dari jeroan ikan cakalang atau ikan-ikan kecil seperti teri dan sardin, yang diolah secara tradisional. Penelitian ini bertujuan mengetahui ketahanan bakteri patogen Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus yang diinokulasi pada bakasang dalam kondisi lingkungan yang berbeda. Pengujian dilakukan pada kondisi lingkungan yang berbeda yaitu kondisi pH 4.90 , 5.05, 6.02, dan 7.0, konsentrasi inokulum 104 dan 108 sel/ml, umur kultur bakteri patogen 18 dan 96 jam, , suhu
62 dan 720C, dan konsentrasi bakasang : air (100:0, 50:50, dan 25 : 75). Data dianalisa
menggunakan analisa sidik ragam dan uji t. Hasil penelitian menunjukkan pH 4,90 dan 5.05 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan bakteri S. typhi dan S. aureus yang diinokulasi pada bakasang (P<0,05). Konsentrasi inoculum 104 dan 108. sel/ml,umur
kultur bakteri pathogen 18 dan 96 jam dan konsentrasi bakasang : air memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan bakteri patogen diinokulasi pada bakasang (P>0,05). Hasil ketahanan panas bakteri yang diinokulasi pada bakasang menunjukkan bahwa lama pemanasan suhu 62 dan 72ºC memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan
bakteri patogen S. aureus dan S. typhi yang diinokulasi pada bakasang (P<0,05).
KATA KUNCI: Bakasang, Kondisi lingkungan, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus ABSTRACT
Bakasang is a fermented product, usually made from tuna fish offal or small fish such as anchovies and sardines, traditionally processed. This study aims to determine the resistance of pathogenic bacteria Salmonella typhi and Staphylococcus aureus which are inoculated in bakasang under different environmental conditions. Tests were carried out under different environmental conditions, such as pH 4.90, 5.05, 6.02 and 7.0, inokulum concentrations of 104 and 108 cells / ml, age of pathogenic bacteria culture 18 and 96 hours, temperature of 62
and 72oC, and concentrations of bakasang: water (100 : 0, 50:50, and 25: 75). Data were
analyzed using analysis of variance and t test. The results showed that pH 4.90 and 5.05 had a significant effect on the growth of S. typhi and S. aureus bacteria inoculated in bakasang (P <0.05). Concentration of inokulum 104 and 108. cells / ml, age of pathogenic bacteria culture
18 and 96 hours and concentration of bakasang: water gave no significant effect on the growth of pathogenic bacteria inoculated in the pair (P> 0.05). The results of the heat resistance of inoculated bacteria in the bakasang showed that the heating temperature of 62 and 72ºC had a significant influence on the growth of pathogenic bacteria S. aureus and S. typhi which were inoculated in the pair (P <0.05).
KEYWORDS: Bakasang, Environmental conditions, Salmonella typhi, Staphylococcus aureus
77 PENDAHULUAN
Fermentasi mempunyai pengertian suatu proses terjadinya perubahan kimia pada suatu substrat organik melalui aktivitas enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme (Suprihatin, 2010). Produk akhir fermentasi biasanya mengandung senyawa yang lebih sederhana dan mudah dicerna daripada bahan asalnya. Fermentasi berfungsi sebagai salah satu cara pengolahan dalam rangka pengawetan bahan dan cara untuk mengurangi bahkan menghilangkan zat racun yang dikandung suatu bahan serta adanya berbagai jenis mikroorganisme yang
mempunyai kemampuan untuk
mengkonversikan pati menjadi protein dengan penambahan nitrogen anorganik melalui fermentasi (Laelasari & Purwadaria, 2004).
Bakasang merupakan suatu produk fermentasi yang biasanya terbuat dari jeroan ikan cakalang atau ikan-ikan kecil seperti teri dan sardin . Produk ini merupakan produk tradisonal dari Sulawesi Utara. Bakasang populer dikonsumsi dengan makanan khas Minahasa yang disebut “tinutuan”.
Pertumbuhan suatu bakteri dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungan, antara lain nutrien berupa zat organik seperti garam-garam yang mengandung Na, K, Ca, Mg, Fe, Cl, S dan P. Selain itu, mikroba juga memerlukan sumber makanan yang mengandung C, H, O, N yang diambil dalam bentuk senyawa organik, seperti karbohidrat, protein, lemak dan sebagainya. pH dan suhu juga sangat mempengaruhi pertumbuhan dan kegiatan fisiologi suatu mikroba atau bakteri (Surendraa, Nyoman dkk 1991)
BAHAN DAN METODE: Bahan dalam penelitian ini adalah Bakasang fermentasi 20 hari, isolat Salmonella typhi dan Staphylococcus aureus, Bismut Sulfit
Agar (BSA), Manitol Salt Agar (MSA), Nutrient Agar, NaCl 0,9%, NaOH 1M, HCl
1M. Alat yang digunakan adalah Cawan petri, tabung hach, pipet, autoclave, inkubator, pH meter, bunsen, waterbath, termometer, erlemenyer 250 mL , L-glass.
Metode penelitian adalah metode
eksperimental dengan menginokulasi bakteri patogen pada bakasang dengan kondisi lingkungan yang berbeda. Data dianalisa dengan menggunakan analisa sidik ragam dan uji t..
Bakteri patogen yang digunakan yaitu S
typhi dan S. aureuyang diisolasi dari
bakasang menurut Ijong (1996), uji Ketahanan bakteri patogen diinokulasi pada bakasang dilakukan pada kondisi lingkungan yang berbeda yaitu pH 4,90, 5,05 6,02, dan 7,0 , konsentrasi inokulum 104 dan 108 sel/ml , umur kultur bakteri 18 dan 96 jam, Suhu 62 dan 72oC dan konsentrasi bakasang : air (100:0, 50:50, dan 25 : 75). Untuk mendapatkan konsentrasi bakteri yang diinginkan sampel diencerkan menggunakan NaCl 0,9%. Kondisi pH 4.90 , 5.05, 6.02, dan 7.0 diperoleh dengan menambahkan 1.0 N NaOH (Ijong, 1996)
Penghitungan koloni bakteri menggunakan metode Total Plate Count (Ijong dan Ohta, 1996) yang dimodifikasi dengan prosedur : 9 mL sampel bakasang dimasukkan secara aseptik pada tabung Hach yang telah disterilisasi. 1 mL suspensi bakteri patogen dimasukkan pada tabung reaksi yang telah diisi sampel bakasang dan diuji dengan kondisi lingkungan yang telah ditentukan yaitu, pH 4,90 , 5,05, 6,02, dan 7,0, umur bakteri patogen 18 dan 96 jam, konsentrasi inokulum 104 dan 108sel/ml, Suhu 62 dan 72oC dan konsentrasi bakasang yang berbeda : dengan pipet steril, diambil 1 mL suspensi dan dimasukkan ke dalam 9 mL larutan NaCl 0,9% steril dan dihomogenkan dengan cara tabung tersebut dikocok (suspensi yang terbentuk memiliki tingkat pengenceran 10-1).Dilakukan pengenceran berseri hingga 10-4 untuk setiap sampel. Dari setiap pengenceran diambil 1 mL suspensi dan dimasukkan ke dalam 2 seri cawan petri yang telah berisi. Media MSA untuk bakteri S. aureus danmedia BSA untuk bakteri S. typhi. Suspensi bakteri disebarkan diseluruh permukaan media secara merata dengan menggunakan batang penyebar gelas, sementara penyebaran suspensi dilakukan, cawan petri diputar
78 perlahan-lahan. Semua cawan petri dimasukkan dalam inkubator dan diinkubasi pada 37oC selama 24 jam dengan posisi terbalik.
HASIL DAN BAHASAN: Pengaruh pH
Hasil uji pengaruh pH terhadap ketahanan S. typhi yang diinokulasi pada bakasang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Uji pH terhadap ketahanan S.
typhiyang diinokulasi pada bakasang Lama Inkubasi (Jam) pH 4.9 pH 5.05 pH 6.02 pH 7.0 (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) 0 3.08 3.18 3.3 3.65 3 2.9 3 3.08 3.6 6 3.15 3.04 3.08 3.11 12 0 2.7 2.72 3.6 24 0 2.3 2.7 3.69
Berdasarkan Tabel 1, diketahui bahwa penurunan koloniS. typhi terjadi pada masa inkubasi sesudah 12 jam pada pH 4,90. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam perbedaan pH memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ketahanan S.typhi yang diisolasi pada bakasang (P<0,05). Uji lanjut Duncan menunjukkan pH 4,9 memberikan pengaruh yang signifikan dengan pH 7,0 namun tidak berbeda signifikan dengan pH 5,05 dan pH 6,02.Grafik pengaruh pH terhadap ketahanan bakteri S.typhi diisolasi pada bakasang dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Grafik pengaruh pH terhadap ketahanan bakteri S. typhi diisolasi pada bakasang.
Hasil Uji pH terhadap pertumbuhan
S.aureus yang diinokulasi pada bakasang
dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Uji pH terhadap ketahanan S.
aureus yang diinokulasi pada
bakasang Lama Inkubasi (Jam) pH 4.9 pH 5.05 pH 6.02 pH 7.0 (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) 0 3 3 3.3 3.5 3 2.85 2.7 3 3.65 6 0 2.7 2.48 3.08 12 0 2.6 2.7 3.62 24 0 0 3.04 3.65
Penurunan koloni S. aureusterjadi sesudah masa inkubasi 6 jam untuk pH 4,90, 12 jam untuk pH 5,05 sedangkan untuk pH 6,02 dan pH 7 masih terjadi pertumbuhan setelah 24 jam inkubasi. Berdasarkan hasil analisa sidik ragam perbedaan pH memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan S. aureus yang diisolasi pada bakasang (P<0,05). Uji lanjut Duncan menunjukkan pH 4,9 pengaruh yang signifikan dengan pH 6.02 dan pH 7,0 namun tidak berbeda signifikan dengan pH 5,05. Grafik pengaruh pH terhadap ketahananS.aureus diisolasi pada bakasang dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Grafik pengaruh pH terhadap ketahanan S. aureus
diinokulasi pada bakasang. Penurunan bakteri pada pH 4,90 mengindikasikan bahwa bakteri tidak dapat tahan terhadap pH rendah. Kedua bakteri juga tidak tahan terhadap pH 5,05 karena pada pH ini sesudah inkubasi 24 jam bakteri
S. aureus mengalami kematian yang ditandai
dengan tidak adanya pertumbuhan dan untuk
S. typhi terjadi pengurangan bakteri
walaupun masih ada pertumbuhan. Hal ini mengindikasikan bahwa pada pH sekitar 4,90 atau 5,05 dapat mengurangi pertumbuhan dan ketahanan bakteri.
79 Semakin tinggi pH kedua bakteri menunjukkan kemampuannya bertahan hidup seiring dengan bertambahnya koloni bakteri, hal ini membuktikan bahwa kedua bakteri dapat tumbuh optimal pada pH netral. Laju pertumbuhan isolat bakteri dipengaruhi oleh pH dan jenis isolat yang berbeda (Subagiyo, Margino S, Triyanto, Setyati W. A., 2015). Banwart (1989) menyatakan bahwa Salmonella dapat tumbuh optimum pada pH 6,5 – 7,5. pH minimal untuk pertumbuhan S. aureus adalah 4,8 dibawah kondisi aerobik dan pada pH 5,5 untuk kondisi anaerobik (Varnam and Evans, 1991). Bonang (1982) menyatakan bahwa Staphylococcus dapat tumbuh pada kisaran suhu 6 – 46oC dengan suhu optimum 37oC dan pertumbuhan dapat terjadi antara pH 4,2 – 9,3.
Pengaruh konsentrasi inokulum bakteri patogen.
Hasil pengaruh konsentrasi inoculum 104 dan 108 sel/ml bakteri S. typhi yang diinokulasi pada bakasang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Pengaruh konsentrasi inoculum 104
dan 108 sel/ml bakteri S. typhi
Lama Inkubasi (Jam) 10
4 108
(Log CFU/ml) (Log CFU/ml)
0 3.07 3.62
3 3 3.69
6 3.25 3.6
12 3 3.34
24 0 2.85
Pengurangan sel bakteri terjadi seiring dengan rendahnya konsentrasi inokulum (Tabel 3). Konsentrasi inokulum 104 sel/ml bakteri S. typhi mengalami pengurangan koloni bakteri pada waktu inkubasi 12 jam dan pada waktu inkubasi 24 jam koloni bakteri sudah tidak dapat terdeteksi. Namun untuk konsentrasi inokulum 108 sel/ml masih terjadi pertumbuhan koloni bakteri hingga masa inkubasi 24 jam. Berdasarkan hasil uji- t tidak ada pengaruh signifikan konsentrasi inokulums terhadap pertumbuhan S. typhi yang diinokulasi pada bakasang (P>0,05).
Pada Tabel 4, S. aureus mengalami pengurangan setelah inkubasi 3 jam untuk
konsentrasi inokulum 104 sel/ml dan setelah 6 jam inkubasi sudah tidak terdeteksi, sedangkan untuk konsentrasi inokulum 108 sel/ml mengalami penurunan setelah 6 jam dan setelah 12 jam. Uji-t menunjukkan tidak terdapat pengaruh signifikan untuk konsentrasi inokulum terhadap pertumbuhan
S. aureus (P>0,05).
Tabel 4. Pengaruh konsentrasi inoculum 104
dan 108 sel/ml bakteri S. aureus
Lama Inkubasi (Jam) 10
4 108
(Log CFU/ml) (Log CFU/ml)
0 3.34 2.85
3 3 3
6 0 3.34
12 0 0
24 0 0
Pengaruh yang tidak signifikan bisa disebabkan karena perbedaan jumlah sel bakteri patogen yang diinokulasi pada bakasang tidak terlalu besar sehingga perbedaan koloni bakteri yang bertahan hidup tidak terlalu signifikan.
Jumlah mikroba awal yang ditambahkan tidak menghasilkan perbedaan kecepatan rata-rata pertumbuhan tetapi mempengaruhi panjang fase lag pada kondisi yang sama (Yanuardi, 2011).
Pengaruh umur kultur bakteri patogen Pengujian pengaruh umur kultur terhadap ketahanan bakteri S. typhi
diinokulasi pada bakasang dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh umur kultur terhadap
S.typhi diinokulasi pada bakasang.
Lama Inkubasi (Jam) 18 Jam 96 Jam
(Log CFU/ml) (Log CFU/ml)
0 3.69 3.49
3 3.53 3.54
6 3.3 3.18
12 3.04 0
24 2.69 0
S. typhi mengalami reduksi koloni
bakteri pada 6 jam masa inkubasi untuk umur bakteri 96 jam, bakteri akan semakin berkurang setelah 12 jam (Tabel 5). Sedangkan umur bakteri 18 jam masih mengalami pertumbuhan hingga 24 jam.
80 Hasil uji-t menunjukkkan tidak terdapat pengaruh signifikan perbedaan umur inokulum terhadap pertumbuhan bakteri S.
typhiyang diinokulasi pada bakasang (P>0,05).
Tabel 6. Pengaruh umur kultur terhadap
S.typhi diinokulasi pada bakasang.
Lama Inkubasi (Jam) 18 Jam 96 Jam (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) 0 3.48 3.32 3 2.9 3.38 6 3.25 3 12 2.84 2.6 24 2.48 0
S. aureus mengalami reduksi koloni
setelah 6 jam untuk umur bakteri 96 jam dan akan semakin berkurang setelah masa inkubasi 12 dan 24 jam, sedangkan umur bakteri 18 jam masih menunjukkan adanya pertumbuhan hingga 24 jam (Tabel 6). Hasil uji t menunjukkan tidak ada pengaruh signifikan perbedaan umur kultur inokulum terhadap pertumbuhan S. aureus (P>0,05).
Namun berdasarkan nilai rata-rata umur kultur bakteri tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bakteri patogen, karena selisih koloni yang bertahan hidup sangat kecil. Namun dari Tabel 4 dan 5 terlihat penurunan jumlah koloni bakteri. Pengaruh Konsentrasi Bakasang.
Pengaruh konsentrasi bakasang terhadap bakteri S.typhi dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Pengaruh Konsentrasi Bakasang
bakasang terhadap bakteri S.typhi Lama Inkubasi (Hari) Konsentrasi 100% Konsentrasi 50% Konsentrasi 25% (Log CFU/ml) (Log CFU/ml) (Log CFU/ml)
0 3.48 3.3 3.39
1 3.11 3.34 3.18
2 3.23 3.18 2.69
3 3.18 3 2.6
4 0 2.84 2.48
Berdasarkan Tabel 7, menunjukkan bahwa konsentrasi bakasang 100% dapat mengurangi jumlah sel bakteri sampai tidak dapat dideteksi setelah inkubasi 4 hari.Hasil analisa sidik ragam menujukkan bahwa perbedaan konsentrasi bakasang tidak
memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan S. typhi (P>0.05)
Hasil uji pengaruh konsentrasi bakasang terhadap ketahanan bakteri S. aureus dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh Konsentrasi bakasang terhadap bakteri S.aureus
Lama Inkubasi (Hari) Konsentrasi 100% Konsentrasi 50% Konsentrasi25 % (log CFU/ml) (log CFU/ml) (log CFU/ml)
0 3.6 3.64 3.64
1 3.34 3.3 3.3
2 3.28 3.26 3.26
3 3 3.11 3.11
4 0 3.04 3.04
Berdasarkan hasil analisa sidik ragam, perbedaan konsentrasi bakasang tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus. (P>0.05).
Pada saat bakteri patogen S.typhi dan S.
aureus diinokulasi pada bakasang maka
terjadi persaingan antara bakteri patogen tersebut dengan bakteri yang terdapat pada bakasang. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa pada bakasang telah diidentifikasi 3 isolat bakteri asam laktat yaitu L. plantarum, L. acidophilus dan
Streptococcus faecalis (Yanti dan Dali,
2013).
Bakteri asam laktat adalah mikroba dominan yang ditemukan dalam fermentasi ikan (Ostergaard, et al., 1998). Senyawa antimikroba yang dihasilkan oleh BAL asal makanan fermentasi dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan mikroba patogen dalam industri makanan. Penggunaan starter bakteri osigenik/kultur pencegah dapat meningkatkan kualitas dan keamanan makanan dengan menghambat mikroba patogen dan pembusuk asal makanan ( Desniar, Iman Rusmana, Antonius Suwantodan Nisa Rachmania Mubarik., 2012). Beberapa galur Bakteri Asam Laktat (BAL) dapat menghasilkan senyawa protein yang disebut bakteriosin, dan bersifat bakterisidal terhadap bakteri gram positif dan gram negatif (Tahara et al., 1996). Penelitian Ekstrak kasar bakteriosin yangm dihasilkan oleh Lactobacillus plantarum DJ3 mampu menghambat pertumbuhan E.
81
coli dan S. aureus masing-masing sebesar 4
mm dan 5.33 mm (Hairani, 2013)
Setiap bahan anti mikroba mempunyai kemampuan menghambat bakteri dalam konsentrasi tertentu oleh karena itu, penentuan konsentrasi sangatlah penting karena dengan suatu konsentrasi tersebut dapat mengetahui perbedaan tiap perlakuan dan untuk menentukan konsentrasi yang tepat digunakan dalam penelitian (Khoiriyah, 2012).
Pengaruh Suhu
Hasil ketahanan panas bakteri patogen yang diinokulasi pada bakasang dapat dilihat pada Tabel 9 dan 10.
Tabel 9. Pengaruh Pemasan 62oC terhadap
S. typhi dan S. aureus
Lama Pemanasan (Menit)
Log CFU/ml
Dead Cell (%)
S. typhi S. aureus S.typhi S.aureus
0 3,78 3,60 0 0 3 3,30 3,57 12,69 0,83 6 3,45 3,15 8,73 12,5 9 2,60 3,38 31,21 6,1 12 2 3 47,08 16,67 15 0 2,69 100 25,28 20 0 2 44,44 25 0 0 100 30 0 0
Berdasarkan Tabel 9 terlihat kematian bakteri S. typhi setelah pemanasan 15 menit dan kematian S. aureus setelah pemanasan 20 menit. Berdasarkan hasil analisa sidik analisa diketahui bahwa lama pemanasan berpengaruh signifikan terhadap pengurangan koloni bakteri yang diinokulasi pada bakasang (P<0,05). Uji lanjut Duncan menunjukkan pemanasan selama 25 dan 30 menit berpengaruh signifikan terhadap kematian sel bakteri. Grafik pertumbuhan koloni bakteri akibat pemanasan suhu 62oC dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pengaruh pemanasan suhu 720 C terhadap ketahanan bakteri patogen
Tabel 10. Pengaruh Pemasan 72oC terhadap
S. typhi dan S. aureus
Lama Pemanasan (Menit)
Log CFU/ml
Dead Cell (%) S. typhi S. aureus S. typhi S.aureus
0 3,78 3,60 0 0 0,50 3,73 3,34 1,32 7,22 1,0 3,63 3,41 3,97 5,28 3,0 3,08 3,26 18,52 9,44 6,0 2,60 2,85 31,22 20,83 9,0 2 2,69 47,09 25,28 12,0 0 2 100 44,44 15,0 0 100
Pada pemanasan 72oC (Tabel 10)
S.typhi sudah tidak terdeteksi pada menit
ke-12 dan S. aureus tidak terdeteksi lagi pada menit ke-15.
Berdasarkan hasil analisa sidik analisa sidik ragam diketahui bahwa lama pemanasan berpengaruh signifikan terhadap pengurangan koloni bakteri yang diisolasi pada bakasang (P<0,05). Uji lanjut Duncan menunjukkan pemanasan selama 12 dan 15 menit berpengaruh signifikan terhadap kematian sel bakteri. Grafik pertumbuhan koloni bakteri akibat pemanasan suhu 72oC dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Grafik pengaruh pemanasan suhu 72oC terhadap ketahanan bakteri pathogen.
Panas merupakan cara yang efektif dalam membunuh kedua bakteri.
SIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan pH 4,90 dan 5.05 memberikan pengaruh yang signifikan terhadap pertumbuhan bakteri
S.typhi dan S.aureus yang diinokulasi pada
bakasang (P<0,05). Konsentrasi inoculum 104 dan 108 sel/ml umur kultur bakteri
patogen 18 dan 96 jam dan konsentrasi bakasang : air memberikan pengaruh tidak signifikan terhadap pertumbuhan bakteri
82 patogen diinokulasi pada bakasang (P>0,05). Hasil ketahanan panas bakteri yang diinokulasi pada bakasang menunjukkan bahwa lama pemanasan suhu 62 dan 72ºC memberikan pengaruh signifikan terhadap pertumbuhan bakteri patogen S.aureus dan
S. typhi yang diinokulasi pada bakasang
(P<0,05). Daftar Pustaka
Banwart, G. J., (1989). Basic Food
Microbiology. The Ohio state
university. Chapman and hall. New York.
Bonang, G., (1982). Mikrobiologi Untuk
Profesi Kesehatan. Edisi 14. CV.
EGC. Jakarta
Desniar, Iman Rusmana, Antonius Suwantodan Nisa Rachmania Mubarik. (2012). Senyawa Antimikroba Yang Dihasilkan Oleh Bakteri Asam Laktat Asal Bekasam.
Jurnal Akuatika Vol. III No. 2. https://s3.amazonaws.com/academia. edu.documents
Ijong, F.G and Y. Ohta., (1996).
Psycochemical And Mikrobiological Changer Associated With Bakasang. Processing – A. Traditional Indonesia Fermented Fish Sauce.
Laboratory Of Microbial
Biochemistry. J. Csi Food agric. 71,
69-74
Ijong, F.G., (1996). Study Of Bakasang
Traditional Fish Sauce From Indonesia. Doctoral Thesis. Hiroshima University. Japan.156 hal Khoiriyah, K. (2012). Pengaruh berbagai
konsentrasi minuman Probiotk Yakult terhadap jumlah koloni bakteri Salmonella typhi Secara In Vitro. Skripsi. Program studi Pendidikan Biologi. Universitas MuhammadiyahMalang.
http://eprints.umm.ac.id/24475/1/ji
ptummpp-gdl-khoirunnis-35649-1-pendahul-n.pdf
Laela Sari dan dan Tresnawati Purwadaria. (2004). Pengkajian Nilai Gizi Hasil
Fermentasi Mutan Aspergillus niger pada Substrat Bungkil Kelapa dan Bungkil Inti Sawit . Jurnal
Biodiversitas Volume 5, Nomor 2. https://biodiversitas.mipa.uns.ac.id/ D/D0502/D050202.pdf
Østergaard, A., Ben Embarek, P.K., Yamprayoon, J., Wedell-Neergaard, C., Huss, H.H., Gram, L., (1998). Fermentation and spoilage of som fak, a Thai low-salt fish product. Tropical Science 38
(2), 105–112
Subagiyo, Margino S, Triyanto, Setyati W. A.(2015). Pengaruh pH, Suhu Dan
Salinitas Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Asam Organik Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi Dari Intestinum Udang Penaeid.
Jurnal ILMU KELAUTAN . Vol 20(4):187-194
Suprihatin. (2010). Teknologi Fermentasi. Surabaya: UNESA Pres.
Surendra, Nyoman, dkk, (1991). Buku
Pedoman Mata Ajaran,
Mikrobiologi Lingkungan, Jakarta, Depkes.
Tahara, T., M. Oshimura, C. Umezawa and K. Kanatani. (1996). Isolation
partial characterization and mode of action acidocin J1132, a two-compound bacteriocin produced by Lactobacillus acidophilus JCM 1132. Appl. Environ. Microbiol.
62:892-897
Varnam, A.H and M.G. Evans., (1991).
Foodborne Patogens. An illustrated
Text. Mosby Newbook. Inc. USA. 557 hal
83 Yanti, DIW dan Faiza A. Dali. (2013).
Karakterisasi Bakteri Asam Laktat Yang Diisolasi Selama Fermentasi Bakasang. JPHPI 2013, Volume 16
Nomor 2, 133-141
Yanuardi, A. (2011). Pendugaan Pertumbuhan Dan Ketahanan Salmonella typhimurium Pada Udang Dengan Penyimpanan Suhu Dingin DanPenambahan Sodium Metabisulfit.Tesis.IPB.https://repos itory.ipb.ac.id/jspui/bitstream/1234 56789/56603/1/2011aya.pdf