• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO 2 SERTA UJI SIFAT FOTOKATALISIS SHOFWATUN NISAA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO 2 SERTA UJI SIFAT FOTOKATALISIS SHOFWATUN NISAA"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN

NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO

2

SERTA UJI SIFAT

FOTOKATALISIS

SHOFWATUN NISAA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(2)

ABSTRAK

SHOFWATUN NISAA. Adsorpsi Biru Metilena pada Kaolin dan Nanokomposit

Kaolin/TiO

2

serta Uji Sifat Fotokatalisis. Dibimbing oleh SRI SUGIARTI dan

ZAENAL ABIDIN.

Penggunaan kaolin sebagai adsorben kurang diminati akibat daya jerapnya

yang kecil. Oleh karena itu dilakukan modifikasi kaolin menjadi nanokomposit

dengan mencampurkan serbuk kaolin dan TiO

2

secara fisik dengan bahan

pengikat. Hasil pencirian difraktometer sinar-X kaolin Bangka Belitung (BNK)

dibandingkan dengan kaolin dari Japan Clay Science Society (JCSS). Hasil

pencirian kaolin Bangka Belitung menunjukkan puncak yang sama dengan JCSS

(2θ=12,36 dan 24,88). Kedua kaolin dan nanokomposit diuji daya jerapnya

dengan larutan biru metilena pada konsentrasi 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300

mg/L. Kapasitas maksimum adsorpsi kedua kaolin terjadi pada konsentrasi 150

mg/L dengan nilai kapasitas adsorpsi Bangka Belitung sebesar 28,93 mg/g,

sedangkan JCSS lebih rendah, yaitu sebesar 24,27 mg/g. Konsentrasi maksimum

untuk nanokomposit mengalami penurunan bila dibandingkan dengan kaolin,

yaitu menjadi 100 mg/L dengan kapasitas adsorpsi nanokomposit BNK/TiO

2

12,65 mg/g dan nanokomposit JCSS/TiO

2

8,58 mg/g. Nanokomposit kemudian

diuji sifat fotokatalisnya menggunakan lampu ultraviolet (UV) pada panjang

gelombang 254 nm. Hasil pengujian dengan lampu UV menunjukkan bahwa

nanokomposit dapat mengurai biru metilena 12,5 mg/L, ditunjukkan dengan filtrat

hasil pengujian yang tidak berwarna dan endapan yang lebih pudar bila

dibandingkan dengan kontrol di tempat gelap. Hasil ini menunjukkan bahwa

nanokomposit dapat digunakan untuk proses adsorpsi-fotodegradasi biru metilena.

ABSTRACT

SHOFWATUN NISAA. Adsorption-Photodegradation of Methylene Blue by

Kaolin and Nanocomposite Kaolin/TiO

2

and their Photocatalyst Properties.

Supervised by SRI SUGIARTI and ZAENAL ABIDIN.

Kaolin is rarely used as an adsorbent due to its small adsorption capacity.

Therefore, kaolin was modified into a nanocomposite by physically mixing TiO

2

powder with binder. Diffractometer X-ray characterization of Bangka Belitung

kaolin (BNK) was done for comparison with Japan Clay Science Society (JCSS).

The investigation showed the Bangka Belitung kaolin to have the same peaks as

JCSS (2θ=12,36 and 24,88). Both kaolin and nanocomposite were tested for

adsorption with methylene blue solution at concentrations of 25, 50, 75, 100, 150,

200, and 300 mg/L. Maximum adsorption capacity in both kaolins occurred at a

concentration of 150 mg/L with a capacity of adsorption by Bangka Belitung

kaolin of 28,93 mg/g, while that of the JCSS was lower (24,27 mg/g). The

maximum concentration decreased for the nanocomposites as compared to the

kaolin to 100 mg/L with the adsorption capacity for the BNK/TiO

2

nanocomposite

at 12,65 mg/g and JCSS/TiO

2

nanocomposite at 8,58 mg/g. The photocatalytic

properties of the nanocomposite was then tested using ultraviolet light (UV) at a

wavelength of 254 nm. The test results with UV light showed that the

nanocomposite could degrade methylene blue 12,5 mg/L, as indicated by the

colorless filtrate and pale precipitate when compared with controls in the dark

treatment. This result showed that nanocomposite can be used for

adsorption-photodegradation of methylene blue.

(3)

ADSORPSI BIRU METILENA PADA KAOLIN DAN

NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO

2

SERTA UJI SIFAT

FOTOKATALISIS

SHOFWATUN NISAA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Sains pada

Departemen Kimia

DEPARTEMEN ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011

(4)

Judul : Adsorpsi Biru Metilena pada Kaolin dan Nanokomposit

Kaolin/TiO

2

serta Uji Sifat Fotokatalisis

Nama

: Shofwatun Nisaa

NIM

: G44061816

Menyetujui,

Pembimbing I,

Dr. Sri Sugiarti

NIP 19701225 199512 2 001

Pembimbing II,

Dr. Zaenal Abidin

NIP 19710614 199512 1 001

Mengetahui

Ketua Departemen Kimia,

Prof. Dr. Ir. Tun Tedja Irawadi, M.S.

NIP 19501227 197603 2 002

(5)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas

rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

Karya ilmiah ini disusun berdasarkan penelitian yang dilaksanakan pada bulan

April sampai Desember 2010 di Laboratorium Kimia Anorganik, Departemen

Kimia FMIPA IPB dan Laboratorium Bersama, IPB. Karya ilmiah yang berjudul

Adsorpsi Biru Metilena oleh Kaolin dan Nanokomposit Kaolin/TiO

2

serta Uji

Sifat Fotokatalisis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar

sarjana sains pada Departemen Kimia FMIPA IPB.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Dr. Sri Sugiarti selaku

pembimbing pertama dan Bapak Dr. Zaenal Abidin selaku pembimbing kedua

yang telah memberikan arahan, saran, dan dorongan selama pelaksanaan

penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis berikan

kepada keluarga tercinta, Bapak, Ibu, kakak (Kartika) dan adik-adikku (Farih dan

Hania) yang selalu memberikan semangat, doa, dan kasih sayang. Terima kasih

juga kepada Bapak Sawal, Bapak Sunarsa, Bapak Mulyadi, Nurul, Bapak Eman,

Mas Eko atas fasilitas dan bantuan yang diberikan selama penelitian. Ucapan

terima kasih juga disampaikan kepada seluruh teman-teman kimia angkatan 43

terutama Evi, Nova, Vitha, Noe, Gita, Irma, Indri, Saki, Erika yang turut

membantu, memberikan semangat dan dukungannya dalam penyusunan karya

ilmiah.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.

Bogor, Februari 2011

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon pada tanggal 15 Januari 1989 sebagai anak

kedua dari empat bersaudara dari pasangan Dawud Ardisela dan Roisah Minnatul

Maula. Tahun 2006, penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bekasi dan pada tahun yang

sama lulus seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan

Seleksi Masuk IPB (USMI) pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan

Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2008, penulis mengikuti kegiatan praktik

lapang di Laboratorium Pemastian Mutu PT Indofarma, Cibitung, Bekasi dengan

judul Uji Stabilitas Fisik dan Kimia Sediaan Amoksisilin. Selama mengikuti

perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Anorganik Layanan

tahun ajaran 2009/2010, Kimia Dasar pada tahun ajaran 2009/2010.

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

PENDAHULUAN ...

1

BAHAN DAN METODE

Bahan dan Alat ...

2

Metode...

2

HASIL

Pencirian XRD Kaolin ...

3

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Biru Metilena ...

3

Kapasitas Adsorpsi Kaolin ...

4

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin ...

4

Pencirian XRD nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

4

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

5

Pemodelan Isoterm Nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

5

Uji Sifat Fotokatalisis ...

6

PEMBAHASAN

Pencirian XRD Kaolin ...

7

Kapasitas Adsorpsi Kaolin ...

7

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin ...

7

Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

8

Pencirian XRD Nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

8

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

8

Pemodelan Isoterm Nanokomposit Kaolin/TiO

2

...

8

Uji Sifat Fotokatalisis ...

9

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan ... 10

Saran ... 10

DAFTAR PUSTAKA ... 10

(8)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada kaolin ... 4

2 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada nanokomposit kaolin/TiO

2

...

6

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Struktur kaolinit ...

1

2 Struktur kation biru metilena ...

1

3 Spektrum XRD JCSS ...

3

4 Spektrum XRD kaolin BNK ...

3

5 Kurva kapasitas adsorpsi kaolin, TiO

2

, dan bahan pengikat ...

4

6 Kurva isoterm Langmuir kaolin ...

4

7 Kurva isoterm Freundlich kaolin ...

4

8 Spektrum XRD nanokomposit JCSS/TiO

2

...

5

9 Spektrum XRD nanokomposit BNK/TiO

2

...

5

10 Kurva kapasitas adsorpsi nanokomposit terhadap larutan biru metilena ...

5

11 Kurva isoterm Langmuir nanokomposit ...

5

12 Kurva isoterm Freundlich nanokomposit ...

5

13 Filtrat dalam gelap...

6

14 Filtrat hasil penyinaran ...

6

15 Spektrum UV-tampak filtrat uji fotodegradasi nanokomposit BNK/TiO

2

...

6

16 Spektrum UV-tampak filtrat uji fotodegradasi nanokomposit JCSS/TiO

2

....

6

(9)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 Diagram alir penelitian ... 12

2 Panjang gelombang maksimum biru metilena ... 13

3 Konsentrasi dan absorbans larutan biru metilena pada kurva standar ... 13

4 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh kaolin Bangka Belitung .... 14

5 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh JCSS ... 15

6 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh TiO

2

... 16

7 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh bahan pengikat TB1 ... 17

8 Penentuan pola isoterm adsorpsi kaolin Bangka Belitung ... 18

9 Penentuan pola isoterm adsorpsi JCSS ... 18

10 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit BNK/TiO

2

. 19

11 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit JCSS/TiO

2

. 20

12 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit BNK/TiO

2

... 21

13 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit JCSS/TiO

2

... 21

(10)

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara yang kaya akan bahan tambang, baik bahan tambang mineral maupun non mineral. Salah satu bahan tambang non mineral adalah kaolin. Tercatat bahwa di Indonesia terdapat cadangan kaolin untuk diekspor sebesar 224.300.000 ton (LPSE BABEL 2010). Kaolin lazim disebut sebagai “lempung cina” karena pertama kali ditemukan di daerah Kao-Lin, Cina (Zheng et al. 2005). Mineral kaolinit ditemukan dalam lempung kaolin sebanyak 85–95%. Kaolin dapat berwarna putih, merah muda, atau abu-abu bergantung pada komposisinya.

Kaolin di antaranya terdapat di daerah Bangka Belitung, Cicalengka, dan Wonosari. Kaolin merupakan campuran dari beberapa mineral berbeda yang komponen utamanya adalah kaolinit. Kaolin banyak digunakan di industri cat, plastik, keramik, kosmetik, industri obat-obatan dan dalam pembuatan kertas sebagai pengisi. Pemanfaatan kaolin sebagai adsorben, misalnya untuk limbah zat warna kurang diminati karena daya adsorpsinya yang kecil. Hal ini disebabkan oleh struktur kaolin yang berupa lapisan 1:1, yaitu untuk setiap satuan mineral terdiri atas satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan satu lapisan hidroksioksida-Al (lapisan aluminat) (Gambar 1). Satuan-satuan ini berikatan kuat satu sama lain dengan ikatan hidrogen dan Van Der Waals. Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan molekul air tidak dapat masuk ke lapisan silikat maupun aluminat sehingga efektivitas penjerapannya terbatas hanya di permukaan. Sifat penukar kation atau anion hanya berasal dari bagian ujung mineral yang mengalami pemutusan/pematahan (Muhdarina dan Linggawati 2003).

Gambar 1 Struktur kaolinit. (Thammavong 2003).

Perkembangan industri di Indonesia banyak memberikan dampak bagi kehidupan

baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak negatif perkembangan industri salah satunya adalah pencemaran air akibat limbah zat warna. Zat warna banyak digunakan pada industri pakaian, kertas, plastik, kulit, makanan, dan kosmetik untuk menghasilkan produk yang berwarna. Zat warna biasanya memiliki struktur molekul kompleks aromatik yang membuatnya lebih stabil sehingga sulit untuk diurai secara hayati (Christina et al. 2007). Oleh karena itu, diperlukan penanganan yang serius untuk mengatasi masalah pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh zat warna. Zat warna dikelompokkan menjadi kationik, anionik, dan netral bergantung pada disosiasinya dalam larutan berair. Zat warna kationik antara lain biru metilena, hijau metilena, dan dinitro biru metilena. Zat warna anionik contohnya D&C

Green 8, dan congo red sedangkan zat warna

netral antara lain D&C violet 2 dan D&C

green 6 (Epling & Lin 2001).

Zat warna yang digunakan dalam penelitian ini adalah biru metilena (C16H18ClN3S), merupakan bahan pewarna

dasar yang sangat penting dan relatif murah dibandingkan dengan pewarna lainnya (Gambar 2). Biru metilena digunakan sebagai model pewarna kationik yang berwarna biru dengan bobot molekul 319,86 g/mol. Biru metilena banyak digunakan untuk pewarna kapas, kertas, dan rambut (Alzaydien 2009).

Pengukuran biru metilena secara kualitatif dapat dilihat dari intensitas warna yang dimilikinya dan secara kuantitatif umumnya dilakukan dengan spektroskopi sinar tampak pada kisaran panjang gelombang 609-668 nm.

Gambar 2 Struktur kation biru metilena. Beberapa jenis metode digunakan untuk pengolahan limbah secara konvensional diantaranya klorinasi, pengendapan, dan adsorpsi oleh karbon aktif atau adsorben lainnya termasuk kaolin. Metode pengolahan ini akan menghasilkan lumpur yang kemudian dibakar atau diproses secara mikrobiologi. Proses pembakaran lumpur akan memicu terbentuknya senyawa klorin oksida yang berbahaya, sedangkan proses mikrobiologi hanya dapat mengurai senyawa biodegradabel, sedangkan senyawa nonbiodegradabel tetap berada dalam lumpur dan akan kembali ke lingkungan (Christina et al. 2007). Oleh

(11)

karena itu, diperlukan teknik pengolahan limbah khususnya zat warna yang efisien dan mampu menanggulangi masalah tanpa menimbulkan masalah baru.

Teknik pengolahan limbah yang digunakan untuk mengatasi kekurangan dari proses adsorpsi adalah penggabungan proses adsorpsi dengan proses fotodegradasi. Metode adsorpsi-fotodegradasi didasarkan pada proses adsorpsi senyawa organik oleh permukaan padatan yang sekaligus mampu mengurai senyawa organik tersebut. Adsorpsi merupakan peristiwa terakumulasinya partikel pada suatu permukaan (Atkins 1999). Adsorpsi terjadi karena adanya gaya tarik menarik antarmolekul adsorbat dengan tapak-tapak aktif di permukaan adsorben. Fotodegradasi adalah proses peruraian suatu senyawa (biasanya senyawa organik) dengan bantuan energi foton. Proses fotodegradasi memerlukan suatu semikonduktor yang memiliki sifat fotokatalis.

Beberapa jenis semikonduktor dapat dipakai untuk proses fotokatalisis. Dari kelompok oksida antara lain TiO2, Fe2O3,

ZnO, WO3, atau SnO2, sedangkan dari

kelompok sulfida adalah CdS, ZnS, CuS, FeS, dan lain-lain. Di antara sekian banyak jenis semikonduktor, hingga saat ini serbuk TiO2

(terutama dalam bentuk kristal anatase) yang dipilih sebagai semikonduktor karena memiliki aktivitas fotokatalitik yang tinggi dan stabil (Slamet et al. 2003).

Penggabungan kedua metode dilakukan dengan cara membuat nanokomposit. Nanokomposit merupakan suatu bahan yang dibuat dari penggabungan antara dua komponen berbeda yang salah satu atau keduanya berskala nanometer (10-9) atau setara dengan ukuran atom dan molekul (Netcomposites 2006). Bahan material semikonduktor yang dikompositkan dengan kaolin adalah serbuk titanium oksida (TiO2).

Penggabungan antara adsorben dan TiO2 telah

dilakukan oleh Fatimah dan Wijaya (2005) yang menggabungkan zeolit dan TiO2 untuk

pengolahan limbah industri tapioka dan Wijaya et al. (2006) yang menggabungkan zeolit dan TiO2 untuk fotodegradasi congo

red. Kedua penelitian tersebut membuat

komposit dengan cara mereaksikan zeolit dengan larutan TiCl4 dan HCl dalam waktu

yang lama.

Pembuatan nanokomposit pada penelitian ini dilakukan dengan mencampurkan kaolin dan serbuk TiO2 dengan penambahan bahan

pengikat. Pencampuran secara fisik mudah dalam pengerjaan dan membutuhkan waktu

yang lebih singkat. Kaolin yang memiliki kemampuan menjerap zat warna digabungkan dengan TiO2 yang memiliki sifat fotokatalis

sehingga dihasilkan adsorben yang dapat menjerap sekaligus mampu mengurai bahan yang terjerap menjadi senyawa yang aman di lingkungan.

Penelitian ini bertujuan memodifikasi sifat kaolin sebagai adsorben dengan mensintesisnya menjadi nanokomposit kaolin/TiO

2 agar memiliki sifat fotokatalis

sehingga dapat digunakan untuk proses adsorpsi-fotodegradasi.

METODE

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan adalah kaolin dari Bangka Belitung dan material pembanding kaolin Jepang dari Japan Clay

Science Society (JCSS), akuades, serbuk biru

metilena (Merck), bahan pengikat TB1, dan serbuk TiO2 anatase 7 nm.

Alat-alat yang digunakan antara lain neraca analitik, alat-alat kaca, oven, sentrifuga, lampu UV 9 watt, spektrofotometer UV-tampak, dan difraktometer sinar-X.

Metode Penelitian

Metode penelitian terbagi menjadi beberapa tahap ditunjukkan pada Lampiran 1.

Pencirian Kaolin dan Nanokomposit Sampel kaolin yang digunakan berasal dari Bangka Belitung (BNK) dan material pembanding, yaitu JCSS. Sampel mentah kaolin dianalisis dengan menggunakan difraktometer sinar-X (XRD). Nanokomposit BNK/TiO2 dan nanokomposit JCSS/TiO2 juga

dicirikan dengan XRD.

Pembuatan Larutan Stok Biru Metilena Larutan stok biru metilena (MB) 1000 mg/L dibuat dengan cara melarutkan 1000 mg serbuk biru metilena dalam air destilata dan diencerkan hingga 1 L. Kemudian dibuat larutan standar dari larutan biru metilena tersebut dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2; 2,5; 3 mg/L.

(12)

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengukur serapan larutan biru metilena dengan spektrofotometer UV-tampak pada rentang panjang gelombang 600–700 nm.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Larutan Biru Metilena oleh Kaolin, TiO2, dan

Bahan Pengikat TB1

Sebanyak 50 mg kaolin dimasukkan ke dalam vial kemudian ditambahkan larutan biru metilena 25, 50, 75, 100, 150, 200 dan 300 mg/L sebanyak 15 mL. Larutan kemudian digojok selama 2 jam. Setelah itu, larutan disentrifuga selama 10 menit dan konsentrasi dari supernatan (biru metilena Ceq) ditentukan dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang maksimum. Metode yang sama juga dilakukan untuk TiO2, dan bahan

pengikat.

Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2 Campuran kaolin, bahan pengikat dan TiO2 dibuatdengan komposisi 7:2:1 dan 8:1:1.

Campuran kemudian dibuat pasta dengan cara menambahkan akuades. Pasta tersebut kemudian diaduk hingga homogen, lalu dikeringkan pada suhu 1000C. Nanokomposit yang terbentuk kemudian digerus menjadi bentuk serbuk. Nanokomposit yang terbentuk kemudian diuji stabilitasnya dengan dilarutkan dalam air. Nanokomposit yang stabil kemudian dianalisis dengan XRD.

Penentuan Kapasitas Adsorpsi Larutan Biru Metilena oleh Nanokomposit

Kaolin/TiO2

Sebanyak 50 mg nanokomposit dimasukkan ke dalam vial kemudian ditambahkan larutan biru metilena 25, 50, 75, 100, 150, 200 dan 300 mg/L sebanyak 15 mL. Larutan kemudian digojok selama 2 jam. Setelah itu, larutan disentrifuga selama 10 menit dan konsentrasi dari supernatan (biru metilena Ceq) ditentukan dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang maksimum.

Uji Sifat Fotokatalis

Sebanyak 100 mg nanokomposit dimasukkan ke dalam cawan petri kemudian ditambahkan 15 mL larutan biru metilena 12,5

mg/L. Sampel kemudian diletakkan dalam kotak tertutup dan disinari dengan lampu UV pada panjang gelombang 254 nm selama 6 jam. Filtrat sampel dianalisis serapannya dengan spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang 200 sampai 700 nm. Uji fotodegradasi nanokomposit, juga dilakukan pada kaolin, bahan pengikat, biru metilena. Sebagai kontrol juga dilakukan pengujian tanpa disinari oleh lampu UV.

HASIL

Pencirian XRD Kaolin

Kaolin standar yang menjadi material pembanding dalam penelitian ini adalah JCSS. Spektrum XRD kaolin Jepang menunjukkan puncak-puncak khas yang muncul pada 2θ= 12,36 dan 24,88 seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Spektrum XRD JCSS.

Spektrum XRD kaolin BNK (Gambar 4) memperlihatkan puncak-puncak dengan nilai 2θ yang sama dengan kaolin Jepang, tetapi pada kaolin BNK terlihat puncak lain muncul di 2θ=8,86. Puncak ini merupakan puncak dari mineral ikutan yang terkandung pada kaolin BNK.

Gambar 4 Spektrum XRD kaolin BNK. Spektrum XRD JCSS memiliki puncak yang lebih tajam daripada kaolin BNK.

(13)

Penentuan Panjang Gelombang Maksimum Biru Metilena

Larutan biru metilena dengan konsentrasi 5 mg/L dianalisis panjang gelombang maksimumnya dengan spektrofotometer UV-tampak. Hasil pemayaran menunjukkan panjang gelombang maksimum biru metilena adalah 664 nm dengan absorban terbesar, yaitu 0,978 (Lampiran 2).

Kapasitas Adsorpsi Kaolin, TiO2 dan Bahan Pengikat TB1

Penentuan kapasitas adsorpsi larutan biru metilena dilakukan menggunakan tujuh konsentrasi larutan biru metilena yang berbeda. Semakin tinggi konsentrasi biru metilena yang digunakan maka akan semakin tinggi pula nilai kapasitas adsorpsinya. Konsentrasi larutan biru metilena pada sampel didapatkan dari absorban kemudian dimasukkan ke dalam persamaan garis dari standar larutan biru metilena (Lampiran 3).

Konsentrasi maksimum larutan biru metilena yang dijerap oleh kedua kaolin adalah 150 mg/L (Lampiran 4 dan 5). Gambar 5 menunjukkan kapasitas adsorpsi kaolin BNK sebesar 28,93 mg/g lebih tinggi daripada JCSS, yaitu 24,27 mg/g. Kapasitas adsorpsi dari bahan lain pada pembuatan nanokomposit, yaitu TiO2 adalah sebesar 3,28

mg/g (Lampiran 6), sedangkan bahan pengikat sebesar 1,32 mg/g (Lampiran 7).

Gambar 5 Kurva kapasitas adsorpsi kaolin, TiO2, dan bahan pengikat:

= kaolin BNK, = JCSS, = TiO2, = bahan pengikat.

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin Hasil pengukuran kapasitas adsorpsi digunakan untuk menentukan tipe isoterm adsorpsi dari kaolin. Tipe isoterm adsorpsi

untuk kaolin BNK dan JCSS adalah isoterm Langmuir (Gambar 6). Nilai koefisien determinasi (R2) isoterm Langmuir lebih besar daripada isoterm Freundlich (Gambar 7). Perhitungan isoterm Langmuir kaolin serta nilai tetapan isoterm terdapat pada Lampiran 8 untuk kaolin BNK dan Lampiran 9 untuk JCSS. Nilai R2 serta nilai tetapan Xm dan K untuk kaolin BNK dan JCSS dapat dilihat pada Tabel 1.

Gambar 6 Kurva isoterm Langmuir kaolin: = kaolin BNK, = JCSS.

Gambar 7 Kurva isoterm Freundlich kaolin: = kaolin BNK, = JCSS. Tabel 1 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada

kaolin Sampel Xm (mg/g) K (L/g) R2 BNK 30,30 0,12 99,31 JCSS 25,64 0,19 99,87

Pencirian XRD Nanokomposit Kaolin/TiO2 Nanokomposit kaolin BNK/TiO2 dan

JCSS/TiO2 juga dicirikan dengan XRD

kemudian dibandingkan dengan hasil XRD kaolin dan TiO2. Hasil pencirian

nanokomposit JCSS/TiO2 dapat dilihat pada

Gambar 8, sedangkan nanokomposit kaolin BNK/TiO2 ditunjukkan pada Gambar 9.

(14)

Gambar 8 Spektrum XRD nanokomposit JCSS/TiO2:

JCSS, TiO2,

nanokomposit JCSS/TiO2

Gambar 9 Spektrum XRD nanokomposit BNK/TiO2:

Kaolin BNK, TiO2,

nanokomposit BNK/TiO2

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit Kaolin/TiO2

Kapasitas adsorpsi nanokomposit juga ditentukan dengan variasi konsentrasi awal larutan biru metilena. Konsentrasi maksimum nanokomposit sebesar 100 mg/L lebih rendah daripada kaolin (Lampiran 10 dan 11). Kapasitas adsorpsi nanokomposit BNK/TiO2

adalah 12,65 mg/g, sedangkan nanokomposit JCSS/TiO2 adalah 8,58 mg/g (Gambar 10).

Penambahan konsentrasi larutan biru metilena lebih dari 100 mg/L tidak mengubah kapasitas adsorpsi dari nanokomposit.

Gambar 10 Kurva kapasitas adsorpsi

nanokomposit terhadap larutan biru metilena:

= BNK/TiO2, = JCSS/TiO2.

Pemodelan isoterm adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2

Isoterm adsorpsi nanokomposit sama seperti pada kaolin, yaitu isoterm Langmuir yang ditunjukkan pada Gambar 11. Nilai koefisien determinasi (R2) isoterm Langmuir lebih besar daripada isoterm Freundlich (Gambar 12). Perhitungan isoterm Langmuir nanokomposit serta nilai tetapan isoterm terdapat pada Lampiran 12 untuk BNK/TiO2

dan Lampiran 13 untuk JCSS/TiO2. Nilai R2

serta nilai tetapan Xm dan K untuk nanokomposit BNK/TiO2 dan JCSS/TiO2

dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 11 Kurva isoterm Langmuir nanokomposit: = BNK/TiO2,

= JCSS/TiO2.

Gambar 12 Kurva isoterm Freundlich nanokomposit : = BNK/TiO2,

(15)

Tabel 2 Nilai tetapan isoterm Langmuir pada nanokomposit kaolin/TiO2 Sampel Xm (mg/g) K (L/g) R2 BNK/TiO2 13,70 0,08 99,56 JCSS/TiO2 9,01 0,07 99,47

Uji Sifat Fotokatalis

Filtrat dan endapan hasil uji fotodegradasi digunakan sebagai indikator terjadinya proses adsorpsi-fotodegradasi. Pengujian sifat fotokatalis nanokomposit dilakukan dengan membandingkan hasil perlakuan penyinaran UV dengan kontrol yang diletakkan dalam gelap. Pengujian dalam gelap ditunjukkan pada Gambar 13. Larutan biru metilena, bahan pengikat, dan TiO2 tetap berwarna biru,

sedangkan filtrat kaolin dan nanokomposit tak berwarna.

Gambar 13 Filtrat dalam gelap : A=biru

metilena, B= biru

metilena+bahan pengikat, C= biru metilena+TiO2, D= biru

metilena+kaolin BNK, E= biru metilena+ BNK/TiO2, F=

biru metilena+JCSS/TiO2.

Hasil pengujian sifat fotokatalis dengan penyinaran UV menunjukkan hasil yang sama namun untuk TiO2 dengan UV, filtrat menjadi

tidak berwarna (Gambar 14).

Gambar 14 Filtrat hasil penyinaran : A=biru

metilena, B= biru

metilena+bahan pengikat, C= biru metilena+TiO2, D= biru

metilena+kaolin BNK, E= biru metilena+ BNK/TiO2, F= biru

metilena+JCSS/TiO2.

Uji sifat fotokatalisis menunjukkan bahwa larutan biru metilena yang ditambahkan nanokomposit BNK/TiO2 (Gambar 15) dan

JCSS/TiO2 (Gambar 16) serta penyinaran

lampu UV dapat mengurai biru metilena tersebut. Hal ini terlihat dari spektrum UV yang dihasilkan datar akibat hilangnya puncak serapan biru metilena di 664 nm, berbeda dengan nanokomposit yang tanpa disinari UV yang masih menunjukkan adanya biru metilena pada panjang gelombang 664 nm.

Gambar 15 Spektrum UV-tampak filtrat uji fotodegradasi: a= larutan biru metilena; b= bahan pengikat UV; c= BNK/TiO2; d=

BNK/TiO2 UV.

Gambar 16 Spektrum UV-tampak filtrat uji fotodegradasi: a= larutan biru metilena; b= bahan pengikat UV; c= JCSS/TiO2; d=

JCSS/TiO2 UV.

Endapan (Gambar 17) juga merupakan salah satu indikator terjadinya fotodegradasi. Hasil pengujian dengan UV menunjukkan bahwa endapan TiO2 berwarna putih, endapan

bahan pengikat, kaolin dan nanokomposit tetap berwarna biru. Edapan nanokomposit tetap berwarna biru, namun lebih pudar bila dibandingkan dengan endapan nanokomposit tanpa UV.

(16)

Gambar 17 Endapan hasil fotodegradasi.

PEMBAHASAN

Pencirian XRD Kaolin

Pencirian kaolin dilakukan dengan menggunakan difraktometer sinar-X. Spektrum sinar-X kaolin BNK kemudian dibandingkan dengan kaolin standar JCSS.

Kaolinit memiliki puncak difraksi sinar-X yang khas pada 2θ= 12,36 dan 24,88 seperti pada Gambar 3 dan 4. Puncak-puncak yang muncul pada spektrum XRD JCSS lebih tajam daripada kaolin BNK. Hal ini mengindikasikan bahwa kristalinitas kaolinit JCSS lebih tinggi daripada kaolin BNK. Pada spektrum kaolin BNK terlihat puncak yang muncul pada 2θ= 8,86 tetapi tidak ada pada kaolin Jepang. Mineral lain yang lazim ada dalam kaolin adalah kuarsa, besi, mika, feldspar, bauksit, smektit, anatase, rutil, grafit, dan montmorilonit (Murray 2006). Mineral lain yang terkandung dalam kaolin akan berbeda-beda bergantung pada daerah tempat pengambilan.

Kapasitas Adsorpsi Kaolin, TiO2 dan Bahan Pengikat TB1

Kaolin memiliki kemampuan menjerap senyawa organik seperti zeolit dan monmorilonit, namun dalam jumlah yang lebih kecil. Gambar 5 menunjukkan kapasitas adsorpsi kaolin dalam menjerap biru metilena pada berbagai konsentrasi. Kaolin BNK memiliki nilai kapasitas adsorpsi sebesar 28,93 mg/g lebih besar dari JCSS yang memiliki nilai kapasitas adsorpsi sebesar 24,27 mg/g. Kaolin BNK juga memiliki kapasitas adsorpsi yang lebih besar dari kaolin Assam (India), yaitu 20,49 mg/g (Gosh & Battrachayya 2002). Kaolin BNK memiliki nilai kapasitas adsorpsi yang lebih besar

daripada JCSS dan kaolin India dikarenakan terdapat material lain yang terkandung dalam kaolin BNK yang juga memiliki kemampuan dalam menjerap biru metilena. Material lain yang biasa terkandung dalam kaolin misalnya montmorilonit, feldspar, dan kuarsa.

Prinsip kaolinit dalam menjerap molekul biru metilena adalah pertukaran kation atau anion. Kaolinit merupakan aluminosilikat berbentuk lembaran dengan tipe 1:1 sehingga rongga antar lembarannya kecil yang menyebabkan sifat pertukaran kation atau anion hanya terjadi di permukaan dari stukturnya. Aluminosilikat pada kaolin mempunyai sifat kelebihan elektron, sehingga akan diimbangi oleh kehadiran kation-kation H+. Larutan biru metilena di dalam air akan mengion menjadi kation, sehingga kation ini yang akan menggantikan ion H+ dari struktur kaolin sehingga biru metilena akan terjerap.

Penentuan kapasitas adsorpsi juga dilakukan untuk serbuk TiO2 dan bahan

pengikat TB1 yang akan digunakan dalam pembuatan nanokomposit. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh penambahan bahan pengikat dan TiO2 dalam proses adsorpsi

nanokomposit. Kapasitas adsorpsi maksimum TiO2 adalah 3,28 mg/g. Kapasitas adsorpsi

bahan pengikat TB1 lebih rendah daripada TiO2, yaitu sebesar 1,32 mg/g.

Pemodelan Isoterm Adsorpsi Kaolin Penjerapan biru metilena pada permukaan kaolin mengikuti tipe isoterm Langmuir. Hal ini terlihat pada Gambar 6, yaitu kurva isoterm Langmuir memiliki nilai koefisien determinasi (R2) yang lebih besar daripada isoterm Freundlich (Gambar 7). Nilai koefisien determinasi digunakan untuk menentukan tipe dari isoterm adsorpsi.

Tipe isoterm Langmuir menandakan bahwa ikatan yang terjadi antara biru metilena dengan permukaan kaolin merupakan ikatan kimia. Hal ini menunjukkan bahwa adsorben kaolin memiliki permukaan yang homogen dan hanya dapat mengadsorpsi satu molekul adsorbat untuk setiap molekul adsorbennya. Bentuk logaritma dari persamaan Langmuir:

c Xm XmK m x c 1 1 /  

Nilai tetapan Xm dan K dari kaolin BNK dan JCSS dapat dilihat pada Tabel 1 .

Nilai Xm menggambarkan jumlah yang dijerap atau kapasitas adsorpsi maksimum untuk membentuk satu lapisan yang sempurna pada permukaan adsorben. Nilai Xm kaolin

(17)

BNK lebih besar daripada JCSS. Hal ini menunjukkan jumlah biru metilena yang dijerap oleh kaolin BNK lebih banyak daripada JCSS. Nilai K merupakan tetapan yang bertambah dengan kenaikan ukuran molekuler yang menunjukkan kekuatan ikatan molekul adsorbat pada permukaan adsorben. Molekul biru metilena lebih kuat terikat pada JCSS daripada kaolin BNK. Hal ini terlihat dari nilai K untuk JCSS yang lebih besar. JCSS merupakan kaolin standar yang kemurniannya lebih tinggi daripada kaolin BNK sehingga pengikatan biru metilena pada JCSS menjadi lebih kuat. Berbeda halnya dengan kaolin BNK yang masih mengandung mineral ikutan. Mineral ikutan ini dapat memperbesar kapasitas adsorpsi kaolin BNK, namun pengikatannya dengan biru metilena lebih lemah daripada kaolin.

Pembuatan Nanokomposit Kaolin/TiO2 Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat dengan

mencampurkan serbuk kaolin, bahan pengikat, dan TiO2 dengan perbandingan 7:2:1 da 8:1:1.

Pencampuran secara fisik biasa tidak akan membuat TiO2 menempel pada kaolin jika

nanokomposit tersebut terlarut dalam air. Oleh karena itu untuk membuat keduanya menempel dibutuhkan senyawa lain yang bertindak sebagai pengikat. Penambahan bahan pengikat dan TiO2 diusahakan dalam

jumlah yang kecil. Hal ini dikarenakan bahan pengikat TB1 tidak memiliki kemampuan sebagai penjerap yang baik, sehingga penambahan bahan pengikat diusahakan sedikit agar tidak banyak mengganggu proses adsorpsi nanokomposit. Penambahan bahan pengikat kurang dari 20% bobot nanokomposit, yaitu 10% tidak dapat membuat TiO2 menempel pada kaolin

(Lampiran 14). Hal ini diuji dengan cara melarutkan nanokomposit tersebut dalam air destilata. Nanokomposit dengan penambahan bahan pengikat kurang dari 20% akan hancur saat dilarutkan dalam air dan serbuk TiO2

akan lepas sehingga membuat air menjadi keruh.

Pencirian XRD Nanokomposit Kaolin/TiO2

Hasil spektrum XRD nanokomposit JCSS/TiO2 (Gambar 8) dan BNK/TiO2

(Gambar 9) menunjukkan puncak-puncak khas yang sama dengan kaolin namun dengan intensitas yang lebih rendah. Hal ini dikarenakan pada pembuatan nanokomposit,

sebanyak 20% komposisi kaolin digantikan oleh bahan pengikat dan 10% digantikan oleh TiO2. Pada nanokomposit terdapat puncak

pada 2θ= 25,08. Puncak ini merupakan puncak dari TiO2 yang akan muncul pada 2θ=

25,28. Hasil ini menunjukkan bahwa TiO2

menempel pada nanokomposit.

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit kaolin/TiO2

Kapasitas adsorpsi nanokomposit diukur untuk melihat perubahan kapasitas adsorpsi nanokomposit bila dibandingkan dengan kaolin. Nanokomposit memiliki konsentrasi optimum dan nilai kapasitas adsorpsi yang lebih rendah daripada kaolin. Kapasitas adsorpsi untuk nanokomposit BNK/TiO2

adalah 12,65 mg/g dan nanokomposit JCSS/TiO2 adalah 8,58 mg/g. Penurunan

kapasitas adsorpsi dan konsentrasi optimum nanokomposit ini dikarenakan faktor penambahan bahan yang memiliki kemampuan menjerap yang kecil, yaitu bahan pengikat TB1 sebesar 20%. Pengurangan jumlah kaolin dan penambahan bahan pengikat serta TiO2 mengakibatkan sisi aktif

dari tiap gram kaolin pada nanokomposit akan berkurang sehingga kapasitas adsorpsinya akan lebih kecil dari pada kaolin.

Pemodelan Isoterm Nanokomposit Kaolin/TiO2

Tipe isoterm adsorpsi nanokomposit BNK/TiO2 dan JCSS/TiO2 adalah isoterm

Langmuir sama seperti pada kaolin. Kurva isoterm Langmuir dari nanokomposit dapat dilihat pada Gambar 11, sedangkan isoterm Freundlich pada Gambar 12. Pembuatan nanokomposit tidak mengubah tipe penjerapan yang terjadi di dalamnya, yaitu penjerapan secara kimia bila dilakukan tanpa penyinaran dengan sinar ultraviolet. Nilai tetapan Xm dan K dari isoterm Langmuir nanokomposit terlihat pada Tabel 2. Seluruh nilai tetapan isoterm Langmuir nanokomposit lebih kecil daripada kaolin. Hal ini menunjukkan kapasitas adsorpsi maksimum nanokomposit lebih rendah daripada kaolin. Hal ini disebabkan sisi aktif untuk pengikatan dengan biru metilena telah ditempati oleh bahan pengikat dan TiO2 sehingga jumlah biru

metilena yang terjerap berkurang. Kekuatan ikatan antara nanokomposit dengan biru metilena juga lebih rendah bila dibandingkan dengan kekuatan ikatan biru metilena dengan kaolin.

(18)

Uji Sifat Fotokatalis

Pengujian fotodegradasi nanokomposit kaolin/TiO2 dilakukan untuk melihat

kemampuan nanokomposit dalam menjerap sekaligus mendegradasi zat dengan bantuan radiasi sinar ultraviolet. Nanokomposit ini merupakan campuran antara kaolin yang memiliki kemampuan menjerap zat warna dan TiO2 yang memiliki kemampuan untuk

mengurai zat warna. Gabungan keduanya diharapkan dapat bekerja secara sinergis dalam mengatasi zat warna dengan cara menjerap sekaligus mengurai zat warna tersebut sehingga dapat digunakan untuk mengatasi limbah zat warna biru metilena. Zat warna biru metilena digunakan sebagai model dari zat warna kationik yang mudah diamati dari perubahan warna yang terjadi.

Pada penelitian ini dilakukan uji sifat fotokatalisis dari nanokomposit kaolin/TiO2

tanpa penyinaran UV (di tempat gelap) dan dengan penyinaran UV pada panjang gelombang 254 nm. Konsentrasi larutan biru metilena yang digunakan sebesar 12,5 mg/L dengan lama penyinaran 6 jam.

Filtrat hasil uji fotodegradasi tanpa sinar UV oleh nanokomposit BNK/TiO2 dan

JCSS/TiO2 menghasilkan filtrat yang tak

berwarna (Gambar 13). Larutan biru metilena yang tidak disinari UV masih berwarna biru, dan yang ditambahkan bahan pengikat juga masih berwarna biru. Hasil uji sifat fotokatalisis (Gambar 14) menunjukkan bahwa nanokomposit BNK/TiO2 dan

JCSS/TiO2 menghasilkan filtrat tak berwarna.

Filtrat hasil pengujian kemudian dianalisis dengan spektrofotometer UV-tampak untuk melihat serapan larutan biru metilena. Hilangnya puncak khas biru metilena pada panjang gelombang 664 nm menunjukkan bahwa di dalam filtrat tidak lagi tersisa biru metilen. Filtrat yang diperoleh telah berubah menjadi senyawa lain yang bila degradasinya sempurna akan menghasilkan karbondioksida dan air.

Pada filtrat nanokomposit kaolin/TiO2 baik

BNK maupun JCSS menghasilkan kurva yang datar atau tidak terlihat lagi puncak serapan pada panjang gelombang 664 nm. Hal ini menunjukkan bahwa di dalam filtrat sudah tidak tersisa lagi biru metilena. Filtrat nanokomposit kaolin/TiO2 dalam gelap masih

menghasilkan puncak pada 664 nm walaupun larutannya tak berwarna (Gambar 15 dan 16). Hal ini menandakan bahwa biru metilena masih terdapat dalam filtrat walaupun dengan konsentrasi yang lebih kecil. Penurunan

konsentrasi ini disebabkan oleh proses adsorpsi pada nanokomposit dalam gelap, sedangkan pada nanokomposit dengan penyinaran UV terjadi proses adsorpsi-fotodegradasi biru metilena sehingga biru metilena hilang.

Proses fotodegradasi juga dapat terlihat dari endapan nanokomposit hasil penyinaran. Endapan yang berwarna biru menunjukkan bahwa pada sistem hanya terjadi proses adsorpsi, sedangkan bila endapan berwarna seperti awal atau putih, maka pada sistem terjadi proses adsorpsi-fotodegradasi. Hasil uji fotodegradasi biru metilena menunjukkan bahwa serbuk TiO2 yang disinari UV

menghasilkan endapan yang berwarna putih. Hal ini dikarenakan TiO2 mampu mengurai

senyawa biru metilena sehingga tidak ada lagi warna biru baik pada filtrat maupun endapan.

Nanokomposit dengan UV ternyata tidak menghasilkan endapan berwarna putih, namun masih berwarna biru. Bila warna endapannya dibandingkan dengan nanokomposit dalam gelap, terlihat warna birunya lebih pudar (Gambar 17). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nanokomposit kaolin/TiO2 yang dibuat

dengan pencampuran secara fisik dengan penambahan bahan pengikat memiliki sifat fotokatalis sehingga dapat mempercepat penghilangan biru metilena.

Mekanisme adsorpsi-fotodegradasi yang terjadi pada nanokomposit adalah penjerapan zat warna biru metilena oleh kaolin, kemudian dengan adanya TiO2 dan sinar ultraviolet

menyebabkan terjadinya proses fotodegradasi. Prinsip fotodegradasi adalah adanya loncatan elektron dari pita valensi ke pita konduksi pada logam semikonduktor jika dikenai suatu energi foton. Loncatan elektron ini menyebabkan timbulnya hole (lubang elektron) yang dapat berinteraksi dengan pelarut (air) membentuk radikal OH (HO*) yang merupakan oksidator kuat. Elektron pada pita konduksi akan bereaksi dengan oksigen di lingkungan menghasilkan radikal superoksida (O2 - * ) yang bersifat sebagai reduktor.

Radikal bersifat aktif dan dapat terus terbentuk sehingga bereaksi dan menguraikan senyawa organik target (Fatimah & Wijaya 2005).

Mekanisme reaksi yang terjadi pada proses fotodegradasi dengan TiO2 adalah sebagai

berikut :

TiO2 + UV TiO2 (e- + h+) TiO2 (h+) + H2O TiO2 + HO* + H+ TiO2 (e

-) + O2 TiO2 + O2

(19)

Proses pembentukan radikal akan terus menerus terjadi selama nanokomposit kaolin/TiO2 masih dikenai radiasi sinar UV

dan akan menyerang biru metilena sehingga terjadi penguraian. Semakin bertambahnya radiasi sinar UV maka foton yang mengenai nanokomposit tersebut akan semakin banyak sehingga biru metilena yang terurai akan semakin banyak pula (Wijaya et al. 2006).

SIMPULAN

Kapasitas adsorpsi kaolin Bangka Belitung adalah 28,93 mg/g lebih besar daripada JCSS, yaitu 24,27 mg/g. Pembuatan nanokomposit kaolin/TiO2 dapat menurunkan kapasitas

adsorpsi menjadi 12,65 mg/g untuk BNK/TiO2 dan 8,580 mg/g untuk JCSS/TiO2.

Tipe isoterm adsorpsi kaolin dan nanokomposit adalah isoterm Langmuir yang menunjukkan terjadinya kimisorpsi dalam proses penjerapannya. Pembuatan nanokomposit kaolin/TiO2 dapat dilakukan

dengan penambahan bahan pengikat TB1 sebesar 20 % dari bobot nanokomposit. Nanokomposit kaolin/TiO2 memiliki sifat

fotokatalisis sehingga dapat mendegradasi larutan biru metilena 12,5 mg/L selama 6 jam dengan radiasi sinar UV dengan catatan kekuatan sumber lampu radiasi sangat berpengaruh pada kecepatan proses degradasi.

SARAN

Penelitian lanjutan yang perlu dilakukan adalah analisis kandungan mineral pada kaolin dan senyawa hasil degradasi. Penelitian selanjutnya dapat dilakukan dengan menggunakan pewarna anionik dan menggunakan pereaksi kimia dalam pembuatan nanokompositnya.

DAFTAR PUSTAKA

[LPSE BABEL] Layanan Pengadaan Elektronik Bangka Belitung. 2010. Sektor Pertambangan. [terhubung berkala]. http://babelprov.go.id/sektorpertambangan .html [20 Des 2010].

Alzaydien AS. 2009. Adsorption of methylene blue from aqueous solution onto a low cost natural Jordanian tripoli. Am Environ Sci 5: 197-208.

Atkins PW. 1999. Kimia Fisik Jilid 1. Kartohadiprojo I, penerjemah; Rohhadyan

T, Hadiyana K, editor. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Physical Chemistry. Christina, Mu’nisatun, Saptaaji R, Marjanto

D. 2007. Studi pendahuluan mengenai degradasi zat warna azo (metil orange) dalam pelarut air menggunakan mesin berkas elektron 359 KeV/10 mA. JFN 1: 31-44.

Epling, Lin. 2001. Photoassisted bleaching of dyes utilizing TiO2 and visible light.

Chemosphere 46: 561-570.

Fatimah Is, Wijaya K. 2005. Sintesis TiO

2/zeolit sebagai fotokatalis pada

pengolahan limbah cair industri tapioka secara adsorpsi-fotodegradasi. Teknoin. 10: 257-267.

Gosh D, Bhattacharyya K. 2002. Adsorption of methylene blue on kaolinite. Apply Clay

Sci. 20: 295-300.

Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi kaolinit alam untuk meningkatkan kapasitas tukar kation. J Natur Indones 6: 20-23.

Murray. 2006. Clays. Indiana: Wiley Interscience.

Netcomposite. 2006. [terhubung berkala]. http://www.netcomposite.com/image/mont morillonite.html [13Desember 2009]. Slamet, Syakur R, Danumulyo W. 2003.

Pengolahan limbah logam berat chromium

(vi) dengan fotokatalis TiO2. Makara

Teknol 7: 1.

Thammavong S. 2003. Studies of synthesis, kinetics and particle size of zeolite x from narathiwat kaolin [tesis]. Thailand: Master Degree, Suranaree University of Technology.

Wijaya, Sugiharto, Fatimah, Sudiono, Kurniyasih. 2006. Utilisasi TiO2-zeolit dan

sinar UV untuk fotodegradasi zat warna

congo red. Berkala MIPA. 16(3).

Zheng, Sun, Zhang, Gao, Xu. 2005. Effect of properties of calcined microspheres of kaolin on the formation of NaY zeolite.

(20)
(21)

Lampiran 1 Diagram alir penelitian

Kaolin

Bangka

Belitung dan

JCSS

Pencirian

dengan XRD

Pembuatan nanokomposit

kaolin/TiO

2

Uji sifat fotokatalisis

Penentuan kapasitas adsorpsi

kaolin, TiO

2

, bahan pengikat, dan

nanokomposit dengan variasi

konsentrasi awal biru metilena

(22)

Lampiran 2 Panjang gelombang maksimum biru metilena

panjang

gelombang (nm)

absorbans

655

0,906

656

0,918

657

0,93

658

0,941

659

0,951

660

0,96

661

0,967

662

0,973

663

0,976

664

0,978

665

0,976

666

0,972

667

0,964

668

0,953

669

0,938

670

0,918

Lampiran 3 Konsentrasi dan absorbans larutan biru metilena pada kurva standar

Larutan Absorbans Konsentrasi Biru Metilena (mg/L) std 1 0,083 0,50 std 2 0,183 1,00 std 3 0,287 1,50 std 4 0,373 2,00 std 5 0,461 2,50 std 6 0,548 3,00

(23)

Lampiran 4 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh kaolin Bangka

Belitung

C

o

(mg/L)

Massa

(gram) Absorbans

C

e

(mg/L)

C

t

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q

rata-rata

(mg/g)

25

0,0506

0,004

0,0308

24,9692

7,4019

7,42

25

0,0504

0,005

0,0359

24,9641

7,4298

50

0,0511

0,159

7,8588

42,1412

12,3702

12,27

50

0,0519

0,160

7,9076

42,0924

12,1654

75

0,0506

0,101

20,2993

54,7007

16,2156

16,31

75

0,0502

0,100

20,1023

54,8977

16,4037

100

0,0502

0,138

28,2930

71,7070

21,4264

21,37

100

0,0502

0,140

28,6972

71,3028

21,3056

150

0,0503

0,247

52,6745

97,3255

29,0235

28,93

150

0,0502

0,251

53,5207

96,4793

28,8285

200

0,0507

0,21

101,8587

98,1413

29,0359

28,47

200

0,0507

0,218

105,7025

94,2975

27,8987

300

0,0514

0,206

203,9216

96,0784

28,0385

28,52

300

0,0502

0,205

202,9412

97,0588

29,0016

Contoh perhitungan:

g mg ml l ml ml l m Ce Co V Q / 4019 , 7 1000 1 0506 , 0 ) 0308 , 0 25 ( 15 1000 1 ) (       

Keterangan :

C

o

: Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

C

e

: Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

C

t

: Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

(24)

Lampiran 5 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh JCSS

C

o

(mg/L)

Massa

(gram)

Absorbans

C

e

(mg/L)

C

t

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q

rata-rata

(mg/g)

25

0,0504

0,076

0,4004

24,5996

7,3213

7,31

25

0,0506

0,069

0,3645

24,6355

7,3030

50

0,0509

0,314

7,7124

42,2876

12,4620

12,50

50

0,0504

0,321

7,8832

42,1168

12,5347

75

0,0508

0,086

17,3431

57,6569

17,0247

17,12

75

0,0506

0,084

16,9489

58,0510

17,2088

100

0,0504

0,152

31,1223

68,8777

20,4993

20,13

100

0,0503

0,165

33,7496

66,2505

19,7566

150

0,0500

0,328

69,8096

80,1904

24,0571

24,27

150

0,0503

0,319

67,9057

82,0943

24,4814

200

0,0504

0,241

116,7532

83,2468

24,7758

24,23

200

0,0506

0,248

120,1164

79,8836

23,6809

300

0,0506

0,219

216,6667

83,3333

24,7036

24,36

300

0,0502

0,222

219,6079

80,3922

24,0216

Contoh perhitungan:

g mg ml l ml ml l m Ce Co V Q / 3213 , 7 1000 1 0504 , 0 ) 4004 , 0 25 ( 15 1000 1 ) (       

Keterangan :

C

o

: Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

C

e

: Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

C

t

: Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

(25)

Lampiran 6 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh TiO

2

C

o

(mg/L)

Massa

(gram)

Absorbans

C

e

(mg/L)

C

t

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q

rata-rata

(mg/g)

25

0,0500

0,183

18,3382

8,9376

2,6813

2,61

25

0,0501

0,186

18,6793

8,4799

2,5389

50

0,0500

0,108

40,3945

10,9409

3,2823

3,28

50

0,0502

0,108

40,3473

10,9946

3,2852

75

0,0505

0,175

69,9202

5,4813

1,6281

1,91

75

0,0502

0,171

68,1911

7,3470

2,1953

100

0,0504

0,232

97,8184

2,3776

0,7076

0,82

100

0,0501

0,231

97,1612

3,0938

0,9263

150

0,0505

0,190

147,7654

2,3134

0,6871

0,53

150

0,0500

0,191

148,7754

1,2678

0,3803

200

0,0501

0,236

197,1723

3,0381

0,9096

0,84

200

0,0504

0,237

197,5750

2,6055

0,7755

300

0,0502

0,181

297,4592

2,7883

0,8332

0,76

300

0,0500

0,182

297,8933

2,3119

0,6936

Contoh perhitungan : g mg ml l ml ml l m Ce Co V Q / 6813 , 2 1000 1 0500 , 0 ) 3382 , 18 25 ( 15 1000 1 ) (       

Keterangan :

C

o

: Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

C

e

: Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

C

t

: Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

(26)

Lampiran 7 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh bahan pengikat TB1

C

o

(mg/L)

Massa

(gram)

Absorbans

C

e

(mg/L)

C

t

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q

rata-rata

(mg/g)

25

0,0500

0,078

21,9828

3,0172

0,9052

0,77

25

0,0505

0,080

22,8448

2,1551

0,6402

50

0,0508

0,151

45,9259

4,0741

1,2029

1,32

50

0,0502

0,149

45,1852

4,8148

1,4387

75

0,0510

0,233

70,8716

4,1284

1,2142

1,17

75

0,0507

0,234

71,2156

3,7844

1,1196

100

0,0508

0,340

97,8125

2,1875

0,6459

0,74

100

0,0502

0,338

97,1875

2,8125

0,8404

150

0,0514

0,254

146,1373

3,8627

1,1272

0,85

150

0,0513

0,257

148,0687

1,9313

0,5647

200

0,0508

0,318

197,2881

2,7119

0,8007

0,80

200

0,0503

0,314

194,5763

5,4237

1,6174

300

0,0514

0,243

295,8904

4,1096

1,1992

1,00

300

0,0510

0,244

297,2603

2,7397

0,8058

Contoh perhitungan : g mg ml l ml ml l m Ce Co V Q / 9052 , 0 1000 1 0500 , 0 ) 9828 , 21 25 ( 15 1000 1 ) (       

Keterangan :

C

o

: Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

C

e

: Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

C

t

: Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

(27)

Lampiran 8 Penentuan pola isoterm adsorpsi kaolin Bangka Belitung

isoterm Langmuir isoterm Freundlich Co (mg/L) Ce (mg/L) Ct (mg/L) m (g) x (g) x/m (mg/g) C/(x/m) (l/g) log c log x/m 25 0,0334 24,9666 0,0505 0,0004 7,4158 0,0045 -1,476 0,8702 50 7,8832 42,1168 0,0515 0,0006 12,2685 0,6421 0,8964 1,0888 75 20,2008 54,7992 0,0504 0,0008 16,3005 1,2411 1,3060 1,2122 100 28,4951 71,5049 0,0502 0,0011 21,3345 1,3406 1,4564 1,3291 150 53,0976 96,9024 0,0502 0,0015 28,9309 1,8381 1,7257 1,4614 200 103,7806 96,2194 0,0507 0,0014 28,5216 3,6322 2,0153 1,4552 300 203,4313 96,5686 0,0508 0,0014 28,5144 7,1344 2,3084 1,4551 Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (L) x

mg 1000

g 1

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,033x + 0,268 dengan r2 = 99,31%

maka dari persamaan c

Xm XmK m x c 1 1 /  

, diperoleh nilai Xm = 30,30 dan K = 0,12

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,167x + 0,107 dengan r2 = 87,42% maka dari persamaan log

m x

= log k +

n

1

log C, diperoleh nilai n = 5,99 dan k = 11,75

Lampiran 9 Penentuan pola isoterm adsorpsi JCSS

isoterm Langmuir isoterm Freundlich Co (mg/L) Ce (mg/L) Ct (mg/L) m (g) x (g) x/m (mg/g) C/(x/m) (l/g) log c log x/m 25 0,3824 24,6176 0,0505 0,0004 7,3121 0,0523 -0,4174 0,8640 50 7,7978 42,2022 0,0507 0,0006 12,5111 0,6229 0,8917 1,0973 75 17,1460 57,8540 0,0507 0,0009 17,1166 1,0032 1,2348 1,2334 100 32,4359 67,5641 0,0504 0,0010 20,4993 1,5881 1,5126 1,3117 150 68,8577 81,1423 0,0502 0,0012 24,2457 2,8443 1,8386 1,3846 200 118,4348 81,5652 0,0505 0,0012 24,2273 4,8798 2,0727 1,3843 300 218,1373 81,8627 0,0504 0,0012 24,3639 8,9533 2,3387 1,3867

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,039x + 0,207 dengan r2 = 99,87%

maka dari persamaan c

Xm XmK m x

c 1 1

/   , diperoleh nilai Xm = 25,64 dan K = 0,19

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,207x + 0,956 dengan r2 = 95,90% maka dari persamaan log

m x

= log k +

n

1

(28)

Lampiran 10 Penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit

BNK/TiO

2

C

o

(mg/L)

Massa

(gram)

Absorbans

C

e

(mg/L)

C

t

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q

rata-rata

(mg/g)

25

0,0504

0,242

7,2849

17,7151

5,2723

5,24

25

0,0503

0,251

7,5269

17,4731

5,2107

50

0,0504

0,078

25,0000

25,0000

7,4405

7,36

50

0,0501

0,081

25,7009

24,2991

7,2752

75

0,0505

0,128

41,9039

33,0961

9,8305

9,71

75

0,0505

0,131

42,7046

32,2954

9,5927

100

0,0505

0,199

57,8680

42,1320

12,5145

12,65

100

0,0503

0,196

57,1066

42,8934

12,7913

150

0,0512

0,372

105,8979

44,1021

12,9205

12,65

150

0,0509

0,38

108,0106

41,9894

12,3741

200

0,0511

0,237

155,5556

44,4444

13,0463

12,84

200

0,0507

0,24

157,3099

42,6901

12,6302

300

0,051

0,226

255,8528

44,1472

12,9845

12,71

300

0,0508

0,228

257,8595

42,1405

12,4431

Contoh perhitungan : g mg ml l ml ml l m Ce Co V Q / 2723 , 5 1000 1 0504 , 0 ) 2849 , 7 25 ( 15 1000 1 ) (       

Keterangan :

C

o

: Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

C

e

: Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

C

t

: Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

(29)

Lampiran 11 Data penentuan kapasitas adsorpsi biru metilena oleh nanokomposit

JCSS/TiO

2

C

o

(mg/L)

Massa

(gram)

Absorbans

C

e

(mg/L)

C

t

(mg/L)

Q

(mg/g)

Q

rata-rata

(mg/g)

25

0,0511

0,441

12,6344

12,3656

3,6298

3,68

25

0,0509

0,430

12,3387

12,6613

3,7312

50

0,0513

0,116

33,8785

16,1215

4,7139

5,28

50

0,0510

0,100

30,1402

19,8598

5,8411

75

0,0512

0,163

51,2456

23,7544

6,9593

7,18

75

0,0509

0,158

49,9110

25,0890

7,3936

100

0,0503

0,258

72,8426

27,1574

8,0986

8,58

100

0,0500

0,246

69,7970

30,2030

9,0609

150

0,0512

0,431

121,4789

28,5211

8,3558

8,46

150

0,0509

0,429

120,9507

29,0493

8,5607

200

0,0510

0,262

170,1754

29,8246

8,7719

8,37

200

0,0507

0,267

173,0994

26,9006

7,9588

300

0,0501

0,246

275,9197

24,0803

7,2097

8,40

300

0,0502

0,238

267,8930

32,1070

9,5937

Contoh perhitungan : g mg ml l ml ml l m Ce Co V Q / 6298 , 3 1000 1 0511 , 0 ) 3656 , 12 25 ( 15 1000 1 ) (       

Keterangan :

C

o

: Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)

C

e

: Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)

C

t

: Konsentrasi terjerap larutan biru metilena (mg/L)

(30)

Lampiran 12 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit BNK/TiO

2 isoterm Langmuir isoterm Freundlich Co (mg/L) Ce (mg/L) Ct (mg/L) m (g) x (g) x/m (mg/g) C/(x/m) (l/g) log c log x/m 25 7,4059 17,5941 0,0504 0,0003 5,2415

1,4129

0,8696 0,7195 50 25,3505 24,6495 0,0503 0,0004 7,3581

3,4453

1,4040 0,8668 75 42,3043 32,6957 0,0505 0,0005 9,7116

4,3561

1,6264 0,9873 100 57,4873 42,5127 0,0504 0,0006 12,6526

4,5435

1,7596 1,1022 150 106,9542 43,0458 0,0511 0,0006 12,6481

8,4561

2,0292 1,1020 200 156,4327 43,5673 0,0510 0,0007 12,8139

12,2080

2,1943 1,1077 300 256,8562 43,1438 0,0505 0,0006 12,8150

20,0434

2,4097 1,1077 Nilai x = Cteradsorpsi (ppm) x Volume larutan (L) x

mg 1000

g 1

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,073x + 0,953 dengan r2 = 99,56%

maka dari persamaan c

Xm XmK m x

c 1 1

/   , diperoleh nilai Xm= 13,70 dan K= 0,08

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,273x + 0,518 dengan r2 = 86,12% maka dari persamaan log

m x

= log k +

n

1

log C, diperoleh nilai n = 3,66 dan k = 3,30

Lampiran 13 Penentuan pola isoterm adsorpsi nanokomposit JCSS/TiO

2

isoterm Langmuir isoterm Freundlich Co (mg/L) Ce (mg/L) Ct (mg/L) m (g) x (g) x/m (mg/g) C/(x/m) (l/g) log c log x/m

25

12,4866

12,5134 0,0510

0,0002 3,6804

3,3927

1,0964 0,5659

50

32,0094

17,9907 0,0512

0,0003 5,2759

6,0672

1,5053 0,7223

75

50,5783

24,4217 0,0511

0,0004 7,1758

7,0484

1,7040 0,8559

100

71,3198

28,6802 0,0502

0,0004 8,5783

8,3140

1,8532 0,9334

150

121,4789 28,7852 0,0511

0,0004 8,4579 14,3627 2,0845 0,9273

200

171,6347 28,3626 0,0509

0,0004 8,3665 20,5144 2,2346 0,9225

300

271,9064 28,0936 0,0502

0,0004 8,3945 32,3910 2,4344 0,9240

Persamaan garis isoterm Langmuir yang diperoleh y = 0,111x + 1,504 dengan r2 = 99,47%

maka dari persamaan c

Xm XmK m x

c 1 1

/   , diperoleh nilai Xm = 9,00 dan K = 0,07

Persamaan garis isoterm Freundlich yang diperoleh y = 0,276x + 0,325 dengan r2 = 80,23% maka dari persamaan log

m x

= log k +

n

1

(31)

Lampiran 14 Hasil uji stabilitas pembuatan nanokomposit

Nanokomposit

dengan 10%

bahan pengikat

Nanokomposit

dengan 20%

bahan pengikat

Gambar

Gambar 3  Spektrum XRD JCSS.
Gambar  5    Kurva  kapasitas  adsorpsi  kaolin,    TiO 2 , dan bahan pengikat:
Gambar  8    Spektrum  XRD  nanokomposit    JCSS/TiO 2 :
Gambar  13      Filtrat  dalam  gelap  :  A=biru  metilena,  B=  biru  metilena+bahan  pengikat,  C=
+2

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan uji t test independent untuk uji fleksi, ekstensi, abduksi, endorotasi dan uji Mann-Whitney test untuk eksorotasi seperti

[r]

Informasi yang diberikan dirancang hanya sebagai panduan untuk penanganan, penggunaan, pemrosesan, penyimpanan, pengangkutan, pembuangan, dan pelepasan secara aman dan tidak

Dengan padatnya jadwal aktivitas santri dan bobot mata pelajaran yang cukup berat ( untuk mata pelajaran syar’i, Pondok Pesantren Imam Bukhori menggunakan

Todos estos facilitadores son factores importantes que deben ser tomados en cuenta en la Hoja de Ruta. Debido a su alcance y complejidad, algunos pueden representar para la

• Mitos-mitos dan miskonsepsi mengenai bunuh diri • Depresi : penyebab terbesar bunuh diri pada remaja • Faktor-faktor lain yang menyebabkan bunuh diri

 berdiskusi bahwa ada tumbuhan yang hidup di tanah, di gurun yang kering dan panas serta ada juga tumbuhan yang hidup di air.  mencari dan mengumpulkan data

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kemampuan menghitung luas bangun datar dengan menggunakan metode inkuiri pada siswa kelas IV SD Negeri 4 Barenglor Kabupaten