• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI RISNA YUNITA GINTING F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI RISNA YUNITA GINTING F FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR"

Copied!
137
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR LIKOPEN BUAH TOMAT DAN PENGARUH PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN TOMAT

RISNA YUNITA GINTING F24102119

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

Risna Yunita Ginting. F24102119. Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Likopen Buah Tomat dan Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin (Refrigeration) terhadap Mutu Produk Olahan Tomat. Di bawah Bimbingan :

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS. 2008.

RINGKASAN

Penelitian ini bertujuan mengevaluasi pengaruh pengolahan terhadap kadar likopen buah tomat dan mengevaluasi pengaruh penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) terhadap mutu produk olahan tomat. Produk olahan tomat yang dihasilkan, yaitu sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dari buah tomat Martha (Lycopersicum esculentum varietas Mutiara), serta saus tomat dan dan selai tomat dari buah tomat Permata (Lycopersicum esculentum varietas Berlian). Mutu yang diamati selama penyimpanan adalah kadar likopen, total asam tertitrasi, nilai pH, nilai aw, kadar air, dan total mikroba.

Sari buah tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng diamati setiap hari selama enam hari, sedangkan saus tomat dan selai tomat diamati setiap minggu selama enam minggu. Sementara pengukuran rendemen dan uji hedonik dari keempat produk olahan tomat tersebut diamati pada hari ke-0 saja.

Meskipun buah tomat Permata (30.45 mg/kg likopen b.b.) tampak lebih merah daripada buah tomat Martha (28.39 mg/kg likopen b.b.), namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya. Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng pada hari ke-0 (31.79 mg/kg b.b.) lebih tinggi daripada kadar likopen sari buah tomat pada hari ke-0 (26.24 mg/kg b.b.), namun tidak terdapat perbedaan kadar likopen (p>0.05) antara keduanya. Ternyata pengukusan dan penambahan minyak goreng dalam penelitian ini tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng.

Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) berpengaruh secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (22.06-31.79 mg/kg basis basah) (p<0.05) dan kadar likopen saus tomat (21.75-35.20 mg/kg basis basah) (p<0.05), dan berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan kadar likopen sari buah tomat (21.97-26.24 mg/kg basis basah) (p<0.05). Namun, lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar likopen selai tomat (1.41-2.90 mg/kg basis basah) (p>0.05).

Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai pH sari buah tomat (4.34-4.37) (p>0.05), nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (4.43-4.52) (p>0.05), nilai pH saus tomat (3.62-3.86) (p>0.05), dan nilai pH selai tomat (3.63-4.03) (p>0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total asam tertitrasi sari buah tomat (56.55-65.69 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05), total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (55.58-64.99 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05), dan total asam tertitrasi selai tomat (113.66-133.57 NaOH 0.1 N /100 gr) (p>0.05). Tetapi, lama penyimpanan pada

(3)

suhu dingin (refrigeration) berpengaruh nyata secara linier terhadap penurunan total asam tertitrasi saus tomat (139.14-160.36 NaOH 0.1 N /100 gr) (p<0.05).

Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap kadar air sari buah tomat (86.28-88.28%) (p>0.05), kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (85.85-87.25%) (p>0.05), kadar air saus tomat (64.86-68.33%) (p>0.05), dan kadar air selai tomat (26.5-34.65%) (p>0.05). Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap nilai aw sari buah tomat (0.930-0.946) (p>0.05), nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.920-0.946) (p>0.05), nilai aw saus tomat (0.880-0.907) (p>0.05), dan nilai aw selai tomat (0.795-0.837) (p>0.05).

Sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat pada hari ke-0 dalam penelitian ini memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk produk masing-masing menurut SNI, tetapi sari buah tomat pada hari ke-0 dalam penelitian ini tidak memenuhi syarat jumlah mikroba maksimal untuk minuman sari buah menurut SNI. Lama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) tidak berpengaruh secara linier terhadap total mikroba sari buah tomat (2.46-2.72 log koloni/g) (p>0.05), total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (2.24-2.88 log koloni/g) (p>0.05), total mikroba saus tomat (0.00-1.18 log koloni/g) (p>0.05), dan total mikroba selai tomat (0.00-2.94 log koloni/g) (p>0.05).

Sari buah tomat, sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng, saus tomat, dan selai tomat secara berurutan memiliki rendemen 19.68 g produk basis kering/g tomat basis kering, 19.17 g produk basis kering/g tomat basis kering, 6.28 g produk basis kering/g tomat basis kering, dan 4.37 g produk basis kering/g tomat basis kering. Secara keseluruhan (overall) diamati dari segi warna, rasa, dan aroma maka sari buah tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka), sedangkan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng dinilai agak disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.4 (biasa-suka), saus tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 3.9 (biasa-suka), dan selai tomat dinilai disukai oleh panelis dengan skor kesukaan 4.1 (suka-sangat suka).

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini, yaitu pengukusan dan penambahan sejumlah minyak goreng tidak berpengaruh terhadap peningkatan kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng; dan penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) dapat mempertahankan mutu keempat produk olahan tomat.

(4)

SKRIPSI

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR LIKOPEN BUAH TOMAT DAN PENGARUH PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN TOMAT

Oleh:

Risna Yunita Ginting F24102119

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

2008

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(5)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENGARUH PENGOLAHAN TERHADAP KADAR LIKOPEN BUAH TOMAT DAN PENGARUH PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) TERHADAP MUTU PRODUK OLAHAN TOMAT

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor Oleh:

Risna Yunita Ginting F24102119

Dilahirkan pada tanggal 18 Juni 1984 Di Medan

Tanggal lulus : 7 Desember 2007 Menyetujui,

Bogor, Januari 2008

Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS.

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II Mengetahui,

Dr. Ir. Dahrul Syah

(6)

BIODATA PENULIS

Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 18 Juni 1984. Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara dari Bapak Sastra Budaya Ginting dan Ibu Megawati Sembiring. Penulis menempuh pendidikan taman kanak-kanak di TK Dharmawanita Medan (1989-1990), sekolah dasar di SD Maranatha Medan (1990-1996), pendidikan lanjutan tingkat pertama di SLTPN 30 Medan (1996-1999), dan pendidikan lanjutan atas di SMUN 4 Medan (1999-2002).

Penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 melalui Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Selama masa perkuliahan, penulis aktif sebagai asisten kuliah Agama Kristen Protestan (2003) dan tim pemerhati Komisi Kesenian PMK IPB (2004-2005). Penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan akademis, seperti pelatihan Good Laboratory Practices (2005) dan pelatihan Standardize Test of Microbiology and Chemistry Laboratory (2005). Selain itu, penulis juga aktif dalam mengikuti kegiatan non akademis, seperti seminar National Student`s Paper Competition on Food Issue 2nd-4th (2003-2005) dan National Student`s Paper Competition on Food Issue 6th (2007), seminar nasional Teknologi Perisa dan Aplikasinya pada Produk Pangan (2005), seminar dan pelatihan HACCP (2005), serta seminar HACCP dan ISO 22000 (2006).

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Likopen Buah Tomat dan Pengaruh Penyimpanan pada Suhu Dingin (Refrigeration) terhadap Mutu Produk Olahan Tomat” di bawah bimbingan Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS.

(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas kasih setia dan karunia-Nya skripsi ini dapat diselesaikan. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pengolahan terhadap Kadar Likopen Buah Tomat dan Pengaruh Penyimpanan

pada Suhu Dingin (Refrigeration) terhadap Mutu Produk Olahan Tomat” ini

disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian. Pelaksanaan penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak akan berhasil tanpa dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Ir. Deddy Muchtadi, MS. dan Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MS. selaku dosen pembimbing yang senantiasa memberikan bimbingan, nasehat, serta semangat sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi ini.

2. Dias Indrasti, STP atas kesediaannya menjadi dosen penguji.

3. Pak Andri di Sukabumi atas kesiapannya menyediakan tomat-tomat segar. 4. Kedua orang tua penulis (Sastra Budaya Ginting dan Megawati Sembiring)

atas semua kasih sayang, dukungan doa, semangat, dan materi yang diberikan. 5. Adik-adikku tersayang: Mayrina Sari, Ririn Puspita, Andi Pranata, dan Onesi

Forus.

6. Semua TPG’ers 39 dengan NRP F24102001 sampai F2402135 khususnya Golongan D: Stut,

,

Dian, Arvi, Inggrid, Tante, Shinta, Tissa,

Mel, Dikres, Qnoy, Pretty, Ina, Hansib, Yeye, Nene’, Inal, Nuy, Dora, Nya’, Vero, Tux, Nanda, dan Randy.

7. Sahabat gadis tomat selama di laboratorium: teman satu PA (Nuy, Tina, Gugum), Spice Noodles Girls (Mel, Pretty, Elvina, Dhenok), sahabat Spice

Noodles Girls (Karen dan Inggrid), Tim mie jagung (Rohana, Ari, Ansor,

Bobby), Tim prebiotik (Mbak Nani, Bu Rini, Hana, Kiki), 3 srikandi (Julia, Nisvi, Evrin), tim ubi-ubian (Rebek, Nanda, Manggi), tim jinten-mesoyi (Eva dan Dora), tukang susu (Tina), tukang jamu (Herold), tukang dendeng (Manto), dan tukang biskuit (Anita).

(8)

8. Semua teknisi laboratorium, khususnya Pak Gatot, Pak Wahid, Pak Koko, Pak Rojak, Pak Sobirin, Bu Rubiyah, Pak Yahya, Teh Ida, dan Mas Edi.

9. Sahabat terbaikku dan seperjuangan di IPB: Emma (my ever best friend). 10. Teman-teman KOMKES 39: Eva, Ruth, Siera, Sri, Salem, Enrico, Julian,

Benjamin, Rosida, Perdana, Julia, Wink, Jimmy, Adi, Surya, dan Arnold. 11. Keluarga besar Perwira 43, khususnya Ibeth (the tough girl), Grace (thanks

atas pinjaman komputernya), dan semua adik-adik kosanku yang kusayangi. 12. Teman-teman terbaikku di dunia maya: Prof. Baiano, Sven, Shuhaimi, Lio,

Roni Rozori, dan Jenni.

13. Pihak-pihak lain yang sangat membantu dan mendukung penulis yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Akhir kata, penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat dan dapat menjadi awal bagi penelitian selanjutnya. Saran dan masukan yang membangun sangat penulis harapkan bagi kemajuan yang akan datang. Terima kasih.

Bogor, Januari 2008

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN... ix

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN PENELITIAN ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA... 3

A. TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.) ... 3

B. RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN ... 5

C. LIKOPEN ... 8

D. SARI BUAH TOMAT ... 13

E. SAUS TOMAT ... 15 F. SELAI TOMAT ... 16 G. GULA ... 18 H. LESITIN ... 19 I. ASAM SITRAT ... 20 J. NATRIUM BENZOAT ... 21 K. WADAH GELAS ... 22 L. BLANSIR... 23 M. PASTEURISASI ... 23

N. PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION) 24 III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. BAHAN DAN ALAT PENELITIAN ... 26

1. Bahan-bahan Penelitian ... 26

2. Alat-alat Penelitian ... 27

B. METODE PENELITIAN ... 27

1. Pembuatan Sari Buah Tomat ... 27 2. Pembuatan Sari Buah Tomat yang Ditambahkan Minyak Goreng 28

(10)

3. Pembuatan Saus Tomat ... 29

4. Pembuatan Selai Tomat ... 31

5. Penyimpanan dan Analisis Produk Olahan Tomat ... 32

C. PROSEDUR ANALISIS... 32

1. Kadar Likopen ... 32

2. Derajat Keasaman (pH)... 33

3. Total Asam Tertitrasi (TAT) ... 34

4. Kadar Air ... 34

5. Aktivitas Air (aw) ... 35

6. Total Mikroba Metode Total Plate Count ... 35

7. Rendemen ... 36

8. Uji Hedonik ... 36

9. Uji Statistik ... 37

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

A. BUAH TOMAT DAN PRODUK OLAHANNYA ... 39

B. KADAR LIKOPEN ... 43

C. DERAJAT KEASAMAN (pH) ... 50

D. TOTAL ASAM TERTITRASI (TAT) ... 53

E. KADAR AIR ... 56

F. AKTIVITAS AIR (aw) ... 59

G. TOTAL MIKROBA ... 63

H. RENDEMEN ... 67

I. UJI HEDONIK ... 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 72

A. KESIMPULAN ... 72

B. SARAN ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun buah tomat ... 4

Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI 01-3719-1995 14 Tabel 3. Syarat mutu saus tomat berdasarkan SNI 01-3546-1994 ... 15 Tabel 4. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995 ... 17 Tabel 5. Kadar likopen buah tomat dan produk olahannya pada hari ke-0 50 Tabel 6. Rendemen produk olahan tomat... 67

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria,

netralisasi oleh antioksidan enzimatis, dan efeknya terhadap

saraf motorik ... 6

Gambar 2. Struktur molekul likopen... 8

Gambar 3. Sel tumbuhan ... 10

Gambar 4. Kloroplas ... 11

Gambar 5. Tilakoid... 11

Gambar 6. Tahap pembuatan sari buah tomat... 28

Gambar 7. Tahap pembuatan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ... 29

Gambar 8. Tahap pembuatan saus tomat ... 30

Gambar 9. Tahap pembuatan selai tomat ... 31

Gambar 10. Tahap pengukuran kadar likopen ... 32

Gambar 11. Buah tomat Martha (a) dan tomat Permata (b) ... 39

Gambar 12. Produk olahan buat tomat Martha antara lain: sari buah tomat (A), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.3%) dan lesitin (0.3%) (B), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (0.3%) dan lesitin (0.1%) (C), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (1%) dan lesitin (0.1%) (D) ... ... 41

Gambar 13. Produk olahan buah tomat Martha dan buah tomat Permata: Sari buah tomat (A), sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng (B), saus tomat (C), dan selai tomat (D) ... 43

Gambar 14. Kadar likopen sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration). ... 44

Gambar 15. Kadar likopen sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) 45 Gambar 16. Kadar likopen saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 47

(13)

Gambar 17. Kadar likopen selai tomat selama penyimpanan pada suhu

dingin (refrigeration) ... 49

Gambar 18. Nilai pH sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu

dingin (refrigeration) ... 50

Gambar 19. Nilai pH sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng

selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 51

Gambar 20. Nilai pH saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin

(refrigeration) ... 52

Gambar 21. Nilai pH selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin

(refrigeration) ... 53

Gambar 22. Total asam tertitrasi sari buah tomat selama penyimpanan

pada suhu dingin (refrigeration) ... 53

Gambar 23. Total asam tertitrasi sari buah tomat yang ditambahkan

minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 54

Gambar 24. Total asam tertitrasi saus tomat selama penyimpanan pada

suhu dingin (refrigeration) ... 55

Gambar 25. Total asam tertitrasi selai tomat selama penyimpanan pada

suhu dingin (refrigeration) ... 56

Gambar 26. Kadar air sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu

dingin (refrigeration) ... 57

Gambar 27. Kadar air sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng

selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 57

Gambar 28. Kadar air saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin

(refrigeration) ... 58

Gambar 29. Kadar air selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin

(refrigeration) ... 59

Gambar 30. Nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 60

Gambar 31. Nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 61

(14)

Gambar 32. Nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 61

Gambar 33. Nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) ... 62

Gambar 34. Total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan pada

suhu dingin (refrigeration) ... 63

Gambar 35. Total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan minyak

goreng selama penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) 64

Gambar 36. Total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu

dingin (refrigeration) ... 65

Gambar 37. Total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu

dingin (refrigeration) ... 66

Gambar 38. Tingkat kesukaan sari buah tomat... 68 Gambar 39. Tingkat kesukaan sari buah tomat yang ditambahkan minyak

goreng ... 68

Gambar 40. Tingkat kesukaan saus tomat ... 69 Gambar 41. Tingkat kesukaan selai tomat ... 70

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Interpretasi terhadap nilai r hasil analisis korelasi ... 79 Lampiran 2. Hasil Independent Sample T-test pada kadar likopen buah

tomat Martha dan tomat Permata ... 80

Lampiran 3. Hasil Paired Sample T-test pada kadar likopen sari buah

tomat dan sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ... 81

Lampiran 4. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen sari buah tomat

selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 82

Lampiran 5. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen sari buah tomat

yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 83

Lampiran 6. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen saus tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 84

Lampiran 7. Hasil uji regresi korelasi kadar likopen selai tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 85

Lampiran 8. Hasil uji regresi korelasi nilai pH sari buah tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 86

Lampiran 9. Hasil uji regresi korelasi nilai pH sari buah tomat yang

ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 87

Lampiran 10. Hasil uji regresi korelasi nilai pH saus tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 88

Lampiran 11. Hasil uji regresi korelasi nilai pH selai tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 89

Lampiran 12. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi sari buah

tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 90

Lampiran 13. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi sari buah

tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 91

(16)

Lampiran 14. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi saus tomat

selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 92

Lampiran 15. Hasil uji regresi korelasi total asam tertitrasi selai tomat

selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 93

Lampiran 16. Hasil uji regresi korelasi kadar air sari buah tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 94

Lampiran 17. Hasil uji regresi korelasi kadar air sari buah tomat yang

ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 95

Lampiran 18. Hasil uji regresi korelasi kadar air saus tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 96

Lampiran 19.Hasil uji regresi korelasi kadar air selai tomat selama

penyimpanan pada suhu refrigerator ... 97

Lampiran 20. Hasil uji regresi korelasi nilai aw sari buah tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 98

Lampiran 21. Hasil uji regresi korelasi nilai aw sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 99

Lampiran 22. Hasil uji regresi korelasi nilai aw saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 100

Lampiran 23. Hasil uji regresi korelasi nilai aw selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 101

Lampiran 24. Nilai total mikroba sari buah tomat selama penyimpanan

pada suhu refrigerator ... 102

Lampiran 25. Hasil uji regresi korelasi total mikroba sari buah tomat

selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 103

Lampiran 26. Nilai total mikroba sari buah tomat yang ditambahkan

minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator 104

Lampiran 27. Hasil uji regresi korelasi total mikroba sari buah tomat yang

ditambahkan minyak goreng selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 105

(17)

Lampiran 28. Nilai total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada

suhu refrigerator ... 106

Lampiran 29. Hasil uji regresi korelasi total mikroba saus tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 107

Lampiran 30. Nilai total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 108

Lampiran 31.Hasil uji regresi korelasi total mikroba selai tomat selama penyimpanan pada suhu refrigerator ... 109

Lampiran 32. Formulir uji Hedonik sari buah tomat ... 110

Lampiran 33. Formulir uji Hedonik sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ... 111

Lampiran 34. Formulir uji Hedonik saus tomat... 112

Lampiran 35. Formulir uji Hedonik selai tomat ... 113

Lampiran 36. Hasil uji Hedonik sari buah tomat ... 114

Lampiran 37. Hasil uji Hedonik sari buah tomat yang ditambahkan minyak goreng ... 115

Lampiran 38. Hasil uji Hedonik saus tomat... 116

(18)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pada dekade terakhir ini, oksidan dan antioksidan merupakan topik penting dalam berbagai disiplin ilmu, khususnya dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan. Senyawa radikal yang terdapat di dalam tubuh bukan hanya berasal dari luar tubuh (eksogen), tetapi juga terbentuk di dalam tubuh (endogen) dari hasil metabolisme zat gizi secara normal. Reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa radikal telah diketahui merupakan asal dari berbagai macam penyakit. Namun dalam proses fisiologis, timbulnya senyawa radikal dalam tubuh (pro-oksidan) akan diimbangi oleh mekanisme pertahanan endogen menggunakan zat (senyawa) yang mempunyai kemampuan sebagai anti radikal bebas, yang disebut sebagai antioksidan. Oleh karena itu, penting sekali meningkatkan kadar antioksidan di dalam tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan.

Kekuatan likopen sebagai penangkap singlet oksigen (antioksidan) adalah dua kali lipat dari -karoten (Bohm et al., 2002) dan sepuluh kali lipat dari -tokoferol (Shi dan Maguer, 2000). Menurut Gerster (1997) dan Clinton (1998), terdapat hubungan yang erat antara konsumsi likopen atau nilai serum likopen dengan pencegahan kanker prostat, kanker pankreas, kanker usus besar, serta erythema akibat radiasi sinar ultraviolet (Stahl et al., 2001).

Konsumsi likopen terbesar berasal dari tomat segar dan produk olahan tomat seperti jus, pasta, pure, dan saus tomat (Beecher, 1998). Mengolah tomat dengan berbagai cara mempengaruhi ketersediaan likopen pada produk olahan tomat. Tomat yang diolah memiliki kandungan likopen yang lebih mudah diserap oleh jaringan tubuh. Pengolahan mengubah komposisi dan struktur makanan, sehingga meningkatkan pelepasan likopen dari matriks jaringan tomat (Shi dan Maguer, 2000). Menurut Agarwal (2001), tomat yang diolah dan dimasak menghasilkan isomer cis- yang dinilai memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi daripada bentuk alami trans- yang banyak terdapat pada buah tomat segar.

(19)

Tomat yang sudah diolah menjadi produk pangan selanjutnya dikemas dan disimpan. Menurut Frazier dan Westhoff (1978), semakin rendah suhu penyimpanan yang digunakan, semakin lambat pula terjadinya reaksi-reaksi kimia, aktifitas enzim, dan pertumbuhan mikroba. Salah satu metode penyimpanan suhu rendah yang sering digunakan untuk menghasilkan produk pangan dengan daya simpan yang lebih lama adalah penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration).

Tujuan penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration) adalah memperpanjang daya simpan dan mempertahankan mutu produk sampai jangka waktu tertentu pada saat produk akan dikonsumsi atau dipasarkan. Namun, produk olahan tomat tersebut perlu dievaluasi karena perubahan mutu dapat saja terjadi selama penyimpananpada suhu dingin (refrigeration).

B. TUJUAN PENELITIAN

• Mengevaluasi pengaruh pengolahan terhadap kadar likopen buah tomat • Mengevaluasi pengaruh penyimpanan pada suhu dingin (refrigeration)

(20)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. TOMAT (Lycopersicum esculentum Mill.)

Tomat berasal dari kawasan Meksiko sampai Peru. Semua varietas tomat baik yang ditanam di Eropa maupun di asia berasal dari biji yang dibawa dari Amerika Latin oleh pedagang Spanyol dan Portugis pada abad keenam belas (Duriat, 1997). Sistematika tanaman tomat menurut para ahli botani adalah sebagai berikut: divisi Spermatophyta, sub divisi Angiospermae, klas Dicotyledoneae, ordo Tubiflorae, famili Solanaceae, genus

Lycopersicum, spesies Lycopersicum esculentum Mill. (Jaya, 1997).

Tanaman ini berbentuk perdu atau semak dengan tinggi dapat mencapai dua meter. Tanaman tomat dapat tumbuh baik pada dataran tinggi maupun dataran rendah yang tidak terlalu basah. Tanah yang dibutuhkan adalah tanah yang gembur dengan pH sekitar 5-6 serta didapat cukup pengairan dan teratur. Suhu yang baik bagi tanaman ini adalah 23°C pada siang hari dan 17°C pada malam hari. Waktu tanam yang baik adalah dua bulan sebelum musim hujan berakhir. Buah tomat dapat dipanen pada umur sekitar dua sampai tiga bulan setelah waktu penanaman. Tanaman tomat termasuk tanaman semusim, yaitu umur tanaman hanya untuk satu kali periode panen dan kemudian mati (Tugiyono, 1986).

Varietas tomat yang ada di Indonesia adalah varietas Intan, Ratna, Berlian, Mutiara, Moneymaker, Precious F1 hybrid (TW-375), varietas Farmers 209 F1 hybrid 369), dan varietas Sugar Pearl F1 hybrid (TW-373). Penamaan tersebut merupakan penamaan yang resmi dikeluarkan pemerintah, sedangkan nama-nama lain yang sering dipakai dalam perdagangan diantaranya adalah tomat biasa, tomat apel, tomat kentang, dan tomat keriting (Setiawan, 1994).

Definisi tomat segar menurut SNI 01-3162-1992 adalah buah dari tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.) dalam keadaan utuh, segar dan bersih. Kesamaan sifat varietas dinyatakan seragam apabila terdapat keseragaman dalam bentuk tomat normal (bulat, bulat lonjong, bulat pipih, lonjong dan beralur) dan warna kulit buah. Buah tomat dinyatakan tua apabila

(21)

buah tomat telah mencapai tingkat perkembangan fisiologi yang menjamin proses pematangan yang sempurna, dan isi dari dua atau lebih rongga buah telah berisi bahan yang mempunyai konsistensi/kekentalan serupa jeli dan biji-biji telah mencapai tingkat perkembangan yang sempurna. Buah tomat dinyatakan terlalu matang dan lunak apabila buah tomat telah mencapai kematangan penuh dengan tekstur daging yang lunak dan dianggap telah lewat waktu pemasarannya. Menurut beratnya, tomat digolongkan besar (jika beratnya lebih dari 150 g/buah), sedang (jika beratnya 100 g-150 g/buah), dan kecil (jika beratnya kurang dari 100 g/buah). Komposisi dan kandungan nutrisi tomat dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi bahan penyusun buah tomat.

Bahan penyusun Kandungan zat gizi per b.d.d

Protein (g) 1 Lemak (g) 0.3 Karbohidrat (g) 4.2 Kalsium (mg) 5 Fosfor (mg) 57 Zat besi (mg) 0.5 Vitamin A (SI) 1500 Vitamin B1 (mg) 0.06 Vitamin C (mg) 40 Air (g) 94 Kalori (kal) 20

Bagian yang dapat dimakan (%) 95

Sumber : Departemen Kesehatan R. I. (1981).

Tomat termasuk pada jenis buah klimakterik, yaitu buah yang masih dapat mengalami proses respirasi selama penyimpanan. Tomat termasuk jenis sayuran buah yang mudah rusak dan kerusakannya dapat disebabkan oleh faktor fisik, kimiawi, dan hayati. Selain dibuat sebagai sayuran, tomat juga sering digunakan dalam industri pengalengan tomat dan pembuatan saus tomat (Tugiyono, 1986).

Tomat merupakan sayuran yang kaya akan berbagai senyawa antioksidan seperti likopen, alfa-karoten, beta-karoten, lutein, vitamin C, flavonoid, dan vitamin E (Willcox et al., 2003). Menurut Clinton (1998), lebih dari 80% asupan likopen penduduk Amerika Serikat berasal dari tomat.

(22)

B. RADIKAL BEBAS DAN ANTIOKSIDAN

Radikal bebas adalah molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit terluarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah (Sauriasari, 2006).

Sistem pertahanan tubuh manusia dapat dibentuk dari zat-zat gizi, enzim-enzim dan komponen non gizi lainnya, yang kemudian dikenal sebagai antioksidan. Menurut Halliwell dan Gutteridge (1991), antioksidan adalah zat yang dalam konsentrasi kecil dapat mencegah atau memperlambat oksidasi radikal bebas.

Oksigen yang dihirup dapat berubah menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa oksigen reaktif yang diterjemahkan dari

Reactive Oxygen Species (ROS). Peristiwa ini berlangsung saat proses sintesis

energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. ROS yang terbentuk akibat proses fisiologis ini disebut sebagai ROS endogen. Selain ROS endogen, juga terdapat ROS eksogen yang berasal dari berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asap rokok, dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi (Sauriasari, 2006). Pada Gambar 1 dapat dilihat contoh produksi ROS pada proses sintesis energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis, dan efeknya terhadap saraf motorik.

Sistem defensif terdapat pada setiap sel berupa perangkat antioksidan enzimatis (glutathione peroxidase, catalase, dan superoxide dismutase). Antioksidan enzimatis pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I. Fridovich (ilmuwan Amerika pada tahun 1968) yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutnya ditemukan enzim-enzim antioksidan lainnya seperti glutation

(23)

Tulisan dalam kotak di atas:

ROS of free radicals are generated as a result of metabolic processes. These free radicals have at least one unpaired electron which tenders them chemically unstable and highly reactive with other molecules in the body. Mitocondrial DNA (mDNA) is located near the inner mitochondrial membrane and lacks advanced DNA repair mechanism making mDNA particularly susceptible to damage from ROS. Cells respond to oxidative damage by neutralizing free radicals through antioxidant enzymes such as superoxide dismutase and katalase. Eventually, damage accumulates due to the inability of cells to repair damage as quickly as it arises.

peroksidase dan katalase yang mengubah hidrogen peroksida menjadi air dan oksigen (Sauriasari, 2006).

Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis, dan efeknya terhadap saraf motorik (Eisen, 2004).

ROS yang dikenal sebagai radikal bebas dihasilkan sebagai akibat proses metabolik. Radikal-radikal bebas tersebut memiliki sedikitnya satu elektron tidak berpasangan, sehingga cenderung tidak stabil secara kimia dan

(24)

sangat reaktif terhadap molekul lain dalam tubuh. DNA mitokondria (mDNA) terletak dekat dengan membran bagian dalam mitokondria dan tidak mempunyai mekanisme perbaikan DNA, sehingga mDNA dapat dengan mudah dirusak oleh ROS. Sel merespon kerusakan oksidatif dengan menetralkan radikal-radikal bebas tersebut menggunakan antioksidan enzimatis seperti superoksida dismutase (SOD) dan katalase. Akan tetapi, kerusakan akan tetap terakumulasi karena sel tidak mampu memperbaiki kerusakan tersebut secepat peningkatan kerusakan yang terjadi (Eisen, 2004).

Meskipun demikian, radikal bebas (termasuk ROS) penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka radikal bebas akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah akan mengubah fungsinya dan mengarah pada proses munculnya penyakit. Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas (pro-oksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum, yaitu kurangnya antioksidan dan kelebihan produksi radikal bebas. Keadaan stres oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan, hingga ke organ tubuh yang menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit (Sauriasari, 2006).

Secara teoritis, senyawa radikal di dalam tubuh dapat dihilangkan bila terdapat antioksidan. Namun demikian, efisiensi penghilangan senyawa radikal ini tidak pernah mencapai 100%. Senyawa radikal yang masih terdapat di dalam tubuh secara perlahan tetapi pasti akan merusak sel-sel jaringan tubuh, sehingga terjadi proses penuaan yang tidak dapat dihindarkan. Senyawa radikal juga dapat menimbulkan penyakit autoimun. Pada kondisi demikian, fungsi dan struktur jaringan tubuh menjadi berubah. Reaksi-reaksi yang melibatkan senyawa radikal telah diketahui merupakan asal dari berbagai macam penyakit (Sauriasari, 2006). Oleh karena itu, penting sekali untuk meningkatkan kadar antioksidan di dalam tubuh. Hal ini dapat dilakukan dengan meningkatkan konsumsi antioksidan.

(25)

C. LIKOPEN

Likopen adalah hidrokarbon alifatik yang mengandung tiga belas ikatan rangkap dengan formula C40H56 (Thompson et al., 2000). Menurut Conn et al. (1991), fungsi likopen pada tanaman adalah menyerap cahaya matahari dan melindungi tanaman dari kerusakan fotooksidatif akibat efek toksik dari cahaya dan oksigen. Likopen dapat berfungsi sebagai antioksidan karena memiliki sebelas ikatan rangkap terkonjugasi yang dapat menahan serangan radikal bebas membentuk produk inaktif, sehingga radikal bebas menjadi stabil (Chew, 1995). Struktur molekul likopen dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Struktur molekul likopen.

Struktur molekul likopen sekilas mirip dengan struktur molekul -karoten. Namun, hal yang membedakannya adalah -karoten memiliki cincin

-ionone pada kedua ujung molekulnya, sedangkan likopen tidak memiliki cincin -ionone pada ujung molekulnya (semua gugusnya berbentuk alifatik). Hal itu pula yang menyebabkan -karoten memiliki fungsi sebagai prekursor vitamin A, sedangkan likopen tidak memiliki fungsi sebagai prekusor vitamin A, karena -karoten akan diubah menjadi retinol bila melalui usus halus. Vitamin A adalah molekul yang tersusun dari satu inti -ionone dan rantai lemak tidak jenuh dengan dua unit isopren dan satu gugus alkohol tambahan (Makfoeld et al., 2002).

Menurut Di Mascio et al. (1989) dan Sies (1992), tidak semua karotenoid memiliki keefektifan yang sama sebagai pelindung fotokimia. Likopen dikenal secara khusus relatif lebih efisien sebagai penangkap singlet oksigen daripada karotenoid lainnya (lebih tinggi daripada karoten dan -tokoferol). Kekuatan antioksidan likopen sebagai penangkap singlet oksigen

(26)

(ROS non-radikal) adalah dua kali lipat dari -karoten (Bohm et al., 2002) dan sepuluh kali lipat dari -tokoferol (Shi dan Maguer, 2000).

Menurut Scott dan Hart (1995), Tonnuci et al. (1995), dan Rao dan Agarwal (1999), sedikitnya 85% dari sumber konsumsi likopen manusia berasal dari buah tomat dan produk olahan tomat, sedangkan sisanya berasal dari semangka, jambu biji merah, dan pepaya. Menurut Sadler et al. (1990) serta Hakala dan Heinonen (1994), likopen memiliki peranan penting memberikan warna merah pada buah tomat. Salah satu fungsi likopen dan pigmen lainnya adalah menyerap cahaya selama fotosintesis dan melindungi tanaman melawan fotosensitisasi (Shi et al., 2002).

Menurut Klaüi dan Bauernfeind (1981), likopen dan -karoten adalah karotenoid yang terdapat dalam jumlah paling besar pada tomat (90-95%) dan juga dari produk-produk olahan tomat, sehingga merupakan sumber utama likopen dalam makanan sehari-hari. Tomat memenuhi kebutuhan likopen manusia, terutama dalam bentuk saus tomat dan jus tomat, sedangkan likopen untuk suplemen makanan diekstrak dari limbah pengalengan tomat (pada umumnya dari kulit, sebab merupakan tempat utama likopen pada buah tomat).

Menurut George et al. (2004), kandungan likopen di dalam tomat bervariasi (umumnya akibat pengaruh genetik), kematangan buah saat dipanen, juga pengaruh agronomis dan kondisi lingkungan selama penanaman. Kuantitas likopen di dalam tomat sangat dipengaruhi oleh kematangan buah saat dipanen. Peningkatan karotenoid dapat dilihat dari perubahan pigmennya. Perubahan pigmen tersebut terjadi karena peningkatan konsentrasi likopen di dalam plasmid. Likopen pada tomat yang masih hijau dan belum matang (warna permukaannya hijau dan tidak ada bahan seperti jelly di lokusnya) adalah 25µg/100g, hijau matang (warna permukaannya semua hijau dan terdapat matriks jelly di semua lokus) adalah 10µg/100g, agak matang (tidak lebih dari 10% warna permukaannya merah muda atau merah) adalah 370µg/100g, merah matang (lebih dari 90% warna permukaannya adalah merah) adalah 4600µg/100g, terlalu matang (busuk) adalah 7050µg/100g (Thompson et al., 2000).

(27)

Likopen dalam buah atau sayur terletak dalam matriks pada kloroplas atau kromoplas. Efisiensi penyerapan likopen dari tomat akan rendah jika likopen masih terikat kuat dengan matriks. Likopen akan terdegradasi selama pengolahan karena terjadi proses isomerisasi dan oksidasi. Proses ini akan menghasilkan likopen yang lebih mudah diserap oleh tubuh. Memanaskan atau memasak tomat dan produk olahan tomat dapat meningkatkan bioavailabilitas likopen karena panas akan mengkonversi isomer trans- menjadi isomer cis-. Likopen dalam bentuk cis- memiliki bioavailabilitas yang lebih tinggi daripada likopen dalam bentuk trans- (Agarwal, 2001). Menurut Stahl dan Sies (1992), mengkonsumsi tomat yang tidak dimasak tidak akan meningkatkan konsentrasi serum likopen.

Sel tumbuhan memiliki sejumlah kloroplas, yang tersusun dari tilakoid-tilakoid, untuk proses fotosintesis. Tilakoid mempunyai tiga jenis pigmen (klorofil, karotenoid, fikobilin), dimana likopen merupakan salah satu jenis pigmen dari kelompok karotenoid (Watson, 2004). Sel tumbuhan dapat dilihat pada Gambar 3, kloroplas pada Gambar 4, dan tilakoid pada Gambar 5.

Gambar 3. Sel tumbuhan (Anonim, 2003)

(28)

Gambar 4. Kloroplas (Anonim a, 2004)

Gambar 5. Tilakoid (Watson, 2004)

Bioavailabilitas likopen pada produk olahan tomat lebih tinggi daripada tomat segar yang tidak diproses (Shi dan Maguer, 2000). Selama proses pengolahan, suhu pengolahan dan pengaruh mekanis akan melemahkan kekuatan ikatan antara likopen dan matriks jaringan, serta mempermudah pemecahan dinding sel sehingga pelepasan likopen akan meningkatkan kandungan likopen di dalam produk olahan tomat (Stahl dan Sies, 1992).

Ketersediaan biologi (bioavailability) likopen dipengaruhi oleh bentuk molekul, jumlah likopen dalam makanan, kandungan matriks bahan makanan,

(29)

medium lemak atau minyak, efek serat makanan dan interaksi dengan karotenoid lain. Metabolisme likopen terjadi bersamaan dengan metabolisme lemak. Di dalam duodenum setelah dicerna oleh lipase pankreas dan diemulsi garam empedu, misel yang mengandung likopen masuk ke dalam mukosa sel usus melalui difusi pasif. Selanjutnya dibawa ke dalam aliran darah melalui sistem limfatik. Likopen didistribusikan ke jaringan terutama melalui

low-density lipoprotein (LDL). Likopen paling banyak kandungannya pada

beberapa jaringan antara lain testis, kelenjar adrenal, hati dan prostat (Anonim b, 2004).

Menurut Mortensen et al. (2001), likopen adalah karotenoid yang paling mudah teroksidasi. Meskipun terbukti paling kuat diantara sesama karotenoid, likopen tidak bekerja sendiri dalam menjalankan fungsinya. Secara alami metabolisme dan aktivitas likopen juga memerlukan faktor lain pada makanan, seperti zat-zat gizi dan fitokimia lainnya. Oleh karena itu, mengkonsumsi berbagai jenis buah dan sayuran jauh lebih baik dibandingkan langsung dari suplemen. Menurut Clinton (2005), suplementasi likopen pada tikus percobaan hanya meningkatkan kadar likopen darah tetapi tidak mengurangi resiko kanker prostat, sehingga disimpulkan bahwa produk olahan tomat mungkin memiliki komponen beragam lainnya yang mendukung aktivitasnya sebagai antikanker.

Likopen dalam tomat juga mampu mengurangi risiko terjadinya bercak-bercak kulit karena usia (age related macular degeneration atau ARMD), aterosklerosis, dan multiple sclerosis dengan cara mencegah peroksidasi lipid (Mortensen et al., 2001). Menurut Rao dan Agarwal (1998), berdasarkan uji in vivo konsumsi likopen berhubungan dengan penurunan tingkat peroksidasi lipid serum dan peroksidasi LDL.

Likopen memiliki sifat larut dalam minyak karena bersifat lipofilik, sehingga penambahan minyak sayur atau minyak zaitun dalam makanan yang mengandung tomat dapat meningkatkan penyerapan likopen. Makanan yang tinggi akan likopen sebaiknya disimpan pada kemasan yang sesuai untuk menjaga kestabilan likopen selama penyimpanan. Menurut Baiano et al.

(30)

(2005), kadar likopen akan menurun drastis jika disimpan pada kemasan berbahan PET dan PP dibandingkan dalam kemasan berbahan gelas.

Menurut Sadler et al. (1990), likopen memiliki sifat larut dalam lemak sehingga dapat diekstrak dengan pelarut organik seperti etanol, aseton, petroleum eter, heksan, benzen, kloroform, dan lain-lain. Campuran heksan dengan aseton dan etanol atau metanol sering digunakan untuk analisis likopen (Shi dan Maguer, 2000). Taungbodhitham et al. (1998) menyatakan bahwa ekstraksi likopen dengan heksan dan aseton atau heksan dan etanol memiliki kestabilan yang lebih tinggi daripada ekstraksi pelarut organik lain seperti kloroform, metanol, atau diklorometan.

Metode pengukuran kadar likopen yang didasarkan pada metode ekstraksi menggunakan heksan dengan volume rendah (Low Volume Hexane

Extraction Method) dapat mengurangi penggunaan pelarut organik hingga

80% (Fish et al., 2002). Menurut Klaüi dan Bauernfeind (1981), likopen di dalam pelarut heksan memiliki absorbansi maksimum pada 503-504 nm, dimana pada panjang gelombang tersebut -karoten hanya memiliki absorbansi yang kecil, sehingga tidak mempengaruhi absorbansi likopen.

D. SARI BUAH TOMAT

Sari buah disukai karena merupakan minuman bergizi yang banyak mengandung vitamin dan mineral. Menurut Standar Industri Indonesia (1979), sari buah didefinisikan sebagai cairan yang diperoleh dengan pemerasan buah, disaring atau tidak, tidak diperoleh dari hasil peragian (fermentasi) dan dimaksudkan untuk minuman segar yang langsung dapat diminum. Definisi yang relatif sama dikeluarkan oleh Standar Nasional Indonesia (1995), bahwa minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat dari sari buah dan air minum dengan atau tanpa penambahan gula dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI 01-3719-1995 dapat dilihat pada Tabel 2.

Pembuatan sari buah terutama ditujukan untuk meningkatkan ketahanan simpan serta daya guna buah-buahan. Pada dasarnya sari buah dibuat dengan cara penghancuran daging buah dan kemudian ditekan. Gula

(31)

ditambahkan untuk mendapatkan rasa manis. Untuk memperpanjang daya simpan ditambahkan bahan pengawet. Selanjutnya cairan disaring, dibotolkan dan kemudian dipasteurisasi supaya tahan lama (Muchtadi, 1979).

Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah berdasarkan SNI 01-3719-1995.

No. Uraian Satuan Syarat mutu

1 Keadaan

1.1 Aroma - Normal

1.2 Rasa - Normal

2 Bilangan formol ml N NaOH/100 ml Min. 15

3 Bahan tambahan makanan

3.1 Pemanis buatan - Tidak boleh ada

3.2 Pewarna tambahan Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 3.3 Pengawet Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995

4 Cemaran logam

4.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0.3

4.2 Tembaga (Cu) mg/kg Maks. 5.0

4.3 Seng (Zn) mg/kg Maks. 5.0

4.4 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40/250.0*

4.5 Raksa (Hg) mg/kg Maks. 0.03

5 Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks. 0.2

6 Cemaran mikroba

6.1 Angka lempeng total koloni/gram Maks. 2x102

6.2 Bakteri koliform APM/ml Maks. 20

6.3 E. coli APM/ml < 3

6.4 Salmonella koloni/25 ml Negatif

6.5 S. aureus koloni/ml 0

6.6 Vibrio sp koloni/ml Negatif

6.7 Kapang koloni/ml Maks. 50

6.8 Khamir koloni/ml Maks. 50

*) khusus dikemas dalam kaleng

Untuk buah-buahan tertentu dapat dilakukan modifikasi terhadap proses pengolahan tersebut, tergantung dari sifat buah dan sari buah yang diinginkan. Sari buah tomat perlu mengalami penyaringan karena biji dan kulit tomat relatif sulit dihancurkan, sehingga pada produk akhir tidak akan terbentuk serpihan-serpihan yang mengurangi kestabilan sari buah. Sari buah tomat merupakan sari buah yang biasa diminum tanpa dilakukan penjernihan.

(32)

E. SAUS TOMAT

Definisi saus tomat menurut SNI 01-3546-1994 adalah saus yang diperoleh dari buah segar, bubur tomat, pasta tomat atau padatan tomat yang dimasak dengan baik dan bersih, yang dicampur dengan gula, asam cuka, garam dan dengan atau tanpa bahan makanan lain, dan bahan tambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu saus tomat berdasarkan SNI 01-3546-1994 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Syarat mutu saus tomat berdasarkan SNI 01-3546-1994.

No. Uraian Satuan Syarat mutu

1. Keadaan

1.1 Bau - Khas

1.2 Rasa - Khas

1.3 Warna - Khas

2. Jumlah padatan (% b/b) 24-40

3. Pengawet benzoat mg/kg Maks 1000

4. pH 3-4

5. makanan tambahan Zat warna SNI 01-0222-1995 *) Sesuai dengan

6. Identifikasi tomat Positif

7. Cemaran logam 7.1 Cu mg/kg Maks 50.0 7.2 Pb mg/kg Maks 1.0 7.3 Hg mg/kg Maks 0.03 7.4 Zn mg/kg Maks 40.0 7.5 Sn mg/kg Maks 40.0 (250.0) **)

8. Cemaran Arsen (As) mg/kg Maks 1.0

9. Cemaran mikroba

9.1 Angka lempeng total koloni/ gram 102 9.2 (Lapang Pandang) Kapang % koloni/ gram Maks 50 Catatan :

*) SNI 01-0222-1995, Bahan Tambahan Makanan dan revisinya

**) Jika dikemas dalam gelas, maks 400 mg/kg dan jika dikemas dalam kaleng maks 250.0 mg/kg

Menurut Satuhu (1994), penampilan saus dari bahan baku buah umumnya kental. Pada pembuatan saus tomat dilakukan penguapan sebagian air buahnya hingga diperoleh kekentalan yang diinginkan. Menurut Anonim (1990), total padatan yang disyaratkan untuk mendapatkan kekentalan saus

(33)

yang baik berkisar antara 20-40%. Saus tomat dengan kekentalan yang baik dapat diperoleh dengan menambahkan bahan pengisi. Bahan pengisi yang biasa digunakan antara lain tepung jagung, tapioka, dan tepung ubi jalar.

Bahan-bahan yang umumnya ditambahkan dalam pembuatan saus tomat adalah bawang putih, lada, bahan pengawet, dan pengasam. Selain sebagai bumbu masak, bawang putih memiliki khasiat terhadap kesehatan.

Allicin adalah komponen utama yang berperan memberikan aroma pada

bawang putih dan merupakan salah satu komponen antibiotik. Lada biasa digunakan sebagai bumbu yang memberikan rasa pedas dan flavor yang khas jika dicampur ke dalam makanan.

Menurut Susanti (2005), pada pembuatan saus tomat sering juga digunakan pengasam untuk menurunkan pH menjadi 3.8-4.4. Pada pH rendah, pertumbuhan kebanyakan bakteri akan tertekan, dengan demikian proses sterilisasi bahan yang ber-pH rendah dapat dilakukan pada suhu mendidih (100ºC), tidak perlu dengan suhu tinggi (121ºC). Pengasam juga dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menutupi after taste yang tidak disukai konsumen. Pengawet yang digunakan dalam pembuatan saus adalah senyawa benzoat dalam bentuk asam benzoat (C6H5COOH) atau garamnya (sodium benzoat dan kalsium benzoat). Na-benzoat tergolong pengawet organik. Pengawet organik lebih banyak digunakan dibandingkan pengawet alami karena lebih mudah dibuat, stabil, serta lebih murah.

F. SELAI TOMAT

Definisi selai buah menurut SNI 01-3746-1995 adalah produk makanan semi basah, dibuat dari pengolahan bubur buah-buahan, gula dengan atau tanpa penambahan makanan yang diijinkan. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995 dapat dilihat pada Tabel 4.

Menurut Muchtadi (1997), selai pada umumnya dibuat dari daging atau sari buah yang diproses menyerupai gel dan mengandung gula, asam, dan pektin. Sifat daya tahan selai ditentukan oleh berbagai faktor, yaitu: kandungan gula yang tinggi (biasanya 65-75% bahan terlarut), keasaman tinggi dengan pH sekitar 3.1-3.5, nilai aw sekitar 0.75-0.83, suhu tinggi

(34)

sewaktu pemanasan atau pemasakan (105-106ºC), dan pengisian panas ke dalam wadah kedap udara (hot filling).

Tabel 4. Syarat mutu selai buah berdasarkan SNI 01-3746-1995.

No. Kriteria uji Satuan Persyaratan

1. Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

1.4 Tekstur - Normal

2. Padatan terlarut % b/b min. 65

3. (secara mikroskopis) Identifikasi buah - sesuai label 4. Bahan tambahan makanan

4.1 Pewarna tambahan

4.2 Pengawet 01-0222-1995 sesuai SNI

4.3 Pemanis buatan (sakarin, siklamat) Negatif

5. Cemaran logam

5.1 Timbal (Pb) mg/kg maks. 1.5

5.2 Tembaga (Cu) mg/kg maks. 10.0

5.3 Seng (Zn) mg/kg maks. 40.0

5.4 Timah (Sn) mg/kg maks. 40.0

6. Cemaran Arsen (As) mg/kg maks. 1.0

7. Cemaran mikroba

7.1 Angka lempeng total koloni/gram maks. 5.102

7.2 Bakteri bentuk coli APM < 3

7.3 Kapang dan khamir koloni maks. 30

Menurut Winarno (1997), gula yang ditambahkan tidak boleh lebih dari 65% agar kristal-kristal yang terbentuk di permukaan gel dapat dicegah. Bila keasaman buah tinggi, kandungan gula tinggi, dan kematangan buah optimum maka penambahan gula lebih rendah dari 55 bagian, sebab buahnya sendiri telah mengandung sejumlah gula yang perlu diperhitungkan (Woodroof dan Luh, 1975).

Asam sitrat digunakan untuk menurunkan pH bubur buah karena struktur gel hanya terbentuk pada pH rendah, juga untuk menghindari terjadinya pengkristalan gula. Bila tingkat keasaman buah rendah, penambahan asam dapat meningkatkan jumlah gula yang mengalami inversi. Jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan sangat penting untuk

(35)

menghindari terjadinya pengkristalan gula. Asam juga digunakan untuk memberikan flavor dalam selai (Arthey dan Ashurst, 1996).

Proses pengolahan selai terdiri dari tiga tahap yaitu persiapan bahan, pemasakan, dan pengisian air sehingga diperoleh struktur gel. Pemanasan biasa dilakukan sampai suhu 105ºC, tetapi titik akhir pemanasan tergantung pada varietas buah, perbandingan gula dan pektin serta faktor lainnya. Pemanasan diakhiri bila total padatan terlarut telah mencapai 65-68% yang dapat diukur dengan refraktometer. Proses pemasakan memerlukan kontrol yang baik karena pemasakan berlebihan menyebabkan tekstur selai keras dan kental, sedangkan pemasakan yang kurang akan menghasilkan selai yang encer (Cruess, 1958).

G. GULA

Gula merupakan senyawa kimia yang tergolong dalam kelompok karbohidrat, yang mempunyai rasa manis dan larut dalam air. Gula yang digunakan adalah gula pasir. Secara umum gula pasir tersusun dari oligosakarida, yaitu sukrosa. Sukrosa merupakan oligosakarida yang penting dalam pengolahan pangan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopyor. Pembentukan citarasa, aroma, dan warna dari berbagai bahan pangan yang dimasak dan diolah tergantung pada reaksi antara gula pereduksi dengan berbagai kelompok asam amino yang menghasilkan zat warna coklat dan berbagai komponen citarasa (Buckle et al., 1987).

Sukrosa merupakan senyawa kimia yang memiliki rasa manis, berwarna putih, dan larut dalam air. Sukrosa mempunyai peranan penting dalam teknologi pangan karena fungsinya yang beraneka ragam yaitu sebagai pemanis, pembentuk citarasa, bahan pengisi, pengawet dan pelarut (Nicole, 1979).

Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan menutupi citarasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat murni dan tidak memiliki aftertaste. Sukrosa dikatakan mampu membentuk

(36)

citarasa yang baik karena kemampuannya menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin melalui pembentukan karamelisasi (Winarno et al., 1980).

Sukrosa dapat digunakan sebagai pengawet dikarenakan kemampuannya untuk menurunkan nilai keseimbangan kelembaban relatif dan meningkatkan tekanan osmotik dengan cara mengikat air bebas sehingga tidak dapat digunakan mikroba. Sukrosa dapat menghambat daya kerja enzim, yaitu pada konsentrasi 30% akan menghambat aktivitas enzim asam askorbat, dan pada konsentrasi 50% akan menghambat katalase (Nicole, 1979).

Penambahan sukrosa ke dalam minuman ringan disesuaikan dengan penerimaan konsumen. Pada umumnya penambahan sukrosa ke dalam minuman ringan ±10-13% (Woodroof dan Phillips, 1981). Sukrosa bisa digunakan dalam bentuk kristal halus atau kasar dan paling banyak dalam bentuk cairan sukrosa /sirup (Winarno, 1997).

H. LESITIN

Lesitin merupakan senyawa kimia yang mempunyai struktur seperti lemak yang mengandung gliserol, asam lemak, asam fosfat dan kolin. Lesitin tersebar luas di dalam sel tubuh. Selain itu, senyawa kimia ini juga dikenal sebagai emulsifier yang berikatan antara air dan minyak. Lesitin merupakan zat padat elastis hingga cairan, berwarna kuning muda hingga coklat, tidak berbau atau berbau khas mirip pala dan rasanya lemah. Lesitin banyak terdapat pada biji-bijian dan digunakan untuk jenis emulsi minyak dalam air atau oil in water (Hartomo dan Widiatmoko, 1993).

Lesitin merupakan zat pengemulsi alamiah yang sangat populer dan banyak digunakan dalam industri pangan modern. Lesitin diperoleh dari kedelai dengan cara diekstrak, dihilangkan minyaknya, difraksionasi dan dimodifikasi sesuai keperluan, maka jadilah lesitin yang dikenal di dunia industri pangan. Jadi lesitin yang dihasilkan tersebut bukanlah lesitin murni biokimia, tetapi lesitin pengemulsi. Mekanisme kerja lesitin adalah saat dimasukkan ke dalam sistem emulsi maka lesitin tersebut akan mengikat air yang bersifat polar dan mengikat minyak yang bersifat non polar, sehingga akan terbentuk emulsi yang stabil dimana minyak akan terdispersi dalam air.

(37)

Semakin kecil ukuran partikel fasa terdispersi dalam sistem emulsi, maka emulsi tersebut semakin stabil. Harga lesitin di pasaran adalah Rp 8000,-/100 gram. Lesitin sebagai emulsifier dapat diaplikasikan untuk pembuatan margarin, es krim, coklat, roti, susu dan lain-lain (Hartomo dan Widiatmoko, 1993).

I. ASAM SITRAT

Asidulan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam yang ditambahkan pada proses pengolahan makanan dengan berbagai tujuan. Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah untuk memberikan rasa asam. Asam juga dapat mengintensifkan penerimaan rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+ atau ion hidrogenium H3O+. Asam kadang-kadang ditambahkan pada produk yang mempunyai pH sedang dengan tujuan menurunkan pH sampai di bawah 4.5. Dengan penurunan pH ini maka suhu sterilisasi yang dibutuhkan akan lebih rendah dan kemungkinan tumbuhnya mikroba patogen akan lebih kecil (Winarno, 1997).

Tujuan penambahan asam selain untuk menurunkan pH minimum, juga dilakukan untuk menghindari terjadinya pengkristalan gula. Penambahan asam dapat meningkatkan jumlah gula yang mengalami inversi. Jumlah gula yang mengalami inversi selama pendidihan penting untuk menghindari pembentukan kristal gula. Semakin banyak gula yang mengalami inversi, maka semakin sedikit molekul glukosa yang tidak larut. Molekul glukosa yang tidak larut dapat menyebabkan terbentuknya kristal (Arthey dan Ashurst, 1996).

Salah satu asidulan yaitu asam sitrat atau asam hidroksitrikarbonat (2-hidroksi-1,2,3-propana trikarbonat) dikenal sebagai rasa asam alamiah yang terdapat dalam buah-buahan. Asam sitrat adalah asam trikarboksilat, yaitu tiap molekulnya mengandung tiga gugus karboksil. Selain itu ada satu gugus hidroksil yang terikat pada atom karbon yang ada di tengah (Gaman dan Sherrington, 1981). Asam sitrat merupakan pemberi derajat keasaman yang cukup baik karena kelarutannya dalam air yang cukup tinggi. Asam sitrat

(38)

biasanya ditambahkan pada sirup, minuman, selai, dan jeli untuk menambah cita rasa dan juga berfungsi sebagai pengawet (Frazier dan Westhoff, 1978).

J. NATRIUM BENZOAT

Salah satu cara untuk menghambat pertumbuhan mikroba adalah dengan menambahkan zat pengawet ke dalam makanan tersebut. Pengawet merupakan zat yang ditambahkan ke dalam bahan pangan dengan tujuan meningkatkan umur simpan. Kemampuan suatu zat pengawet dalam menghambat pertumbuhan mikroba dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu konsentrasi zat pengawet, jenis, jumlah, umur dan keadaan mikroba, suhu, waktu, dan sifat-sifat kimia serta fisik dari makanan termasuk kadar air, pH, jenis dan komponen yang ada di dalamnya (Fardiaz, 1982).

Na-benzoat merupakan garam natrium dari asam benzoat yang sering digunakan pada bahan makanan. Natrium benzoat memiliki karakteristik stabil, tanpa bau, berbentuk kristal putih, larut air dan etanol (Kabara dan Eklund, 1991). Di dalam bahan pangan, natrium benzoat akan terurai menjadi bentuk aktifnya yaitu asam benzoat (DeMan, 1997).

Penambahan benzoat dalam minuman ringan dengan konsentrasi tidak lebih dari 0.1% tidak membahayakan tubuh (Splittoesser, 1981). Tubuh manusia mampu melakukan proses detoksifikasi terhadap asam benzoat. Melalui reaksi antara asam benzoat dengan asam amino glisin, maka akan terbentuk asam hipurat. Asam hipurat akan dibuang oleh tubuh misalnya melalui urin (Winarno, 1997).

Na-benzoat efektif digunakan pada pH 2.5 sampai 4. Daya awetnya akan menurun dengan meningkatnya pH, karena keefektifan dan mekanisme anti mikroba berada dalam bentuk molekul yang tidak terdisosiasi (Winarno et

al., 1980).

Mekanisme kerja asam benzoat atau garamnya berdasarkan pada permeabilitas membran sel mikroba terhadap molekul-molekul asam yang tidak terdisosiasi. Isi sel mikroba mempunyai pH yang selalu netral. Bila pH sitoplasma mikroba menjadi asam atau basa, maka akan terjadi gangguan pada organ-organ sel sehingga metabolisme terhambat dan akhirnya sel mati.

(39)

Membran sel mikroba hanya permeabel terhadap molekul asam yang tidak terdisosiasi, maka untuk mendapatkan efektivitas yang tinggi sebaiknya asam-asam tersebut digunakan dalam lingkungan asam-asam. Hal ini juga disebabkan pada pH netral dan basa, asam-asam organik terurai menjadi ion-ionnya (Winarno dan Sri Laksmi, 1974).

K. WADAH GELAS

Menurut Syarief et al. (1989), fungsi utama dari bahan kemasan

adalah menjaga produk bahan pangan tetap bersih dan merupakan pelindung terhadap kotoran dan kontaminasi lain, melindungi makanan terhadap kerusakan fisik, perubahan kadar air dan penyinaran (cahaya), mempunyai fungsi yang baik, efesien dan ekonomis khususnya selama proses penempatan makanan ke dalam wadah kemasan, mempunyai ukuran, bentuk, dan bobot yang sesuai dengan norma atau standar yang ada, mudah dibuang, mudah dibentuk dan dicetak, menampakkan identifikasi, informasi dan penampilan yang jelas.

Wadah gelas umumnya terbuat dari silika dioksida (SiO2), CaO, pasir, soda abu dan alumina. Menurut Muchtadi (1995), keuntungan pemakaian gelas untuk mengkemas berbagai jenis bahan pangan (pembotolan) adalah: 1) gelas bersifat inert sehingga tidak akan bereaksi dengan bahan pangan, 2) gelas bersifat kedap dan tidak berpori-pori (porous), 3) tidak berbau dan bersih, 4) bersifat transparan sehingga memungkinkan produk di dalamnya dapat diperiksa oleh produsen maupun konsumen, 5) wadah gelas mempunyai kekuatan yang lebih tinggi, dan kemajuan teknologi telah menghasilkan gelas yang lebih kuat, tetapi lebih tipis dan ringan, 6) wadah gelas mudah dibuka dan ditutup kembali dan selain itu wadah bekasnya dapat digunakan kembali, 7) wadah gelas dapat dibuat dalam berbagai macam bentuk, ukuran, dan warna, 8) dengan wadah gelas dapat dilakukan pengisian secara vakum, serta 9) pada umumnya umur simpan bahan pangan yang dikemas dalam wadah gelas lebih lama dibanding dengan kaleng.

(40)

L. BLANSIR

Menurut Muchtadi dan Sugiyono (1989), blansir merupakan pemanasan pendahuluan bahan pangan pada suhu mendidih atau hampir mendidih pada waktu yang singkat. Blansir akan menginaktifkan enzim, baik enzim oksidasi maupun hidrolisis, serta menurunkan jumlah mikroba yang hidup pada bahan. Blansir dapat mencegah atau menghambat perubahan warna yang tidak dikehendaki, memperbaiki flavor atau aroma, melunakkan atau melayukan jaringan bahan, mengeluarkan udara dari jaringan bahan, serta menghilangkan getah atau kotoran. Tergantung dari macam bahan dan enzimnya, blansir biasanya dilakukan pada suhu 82-93°C selama 3-5 menit (Fardiaz et al., 1980).

Besarnya kerusakan pada saat blansir sangat tergantung pada variates, tingkat kematangan, metode penanganan, penggunaan medium pemanas dan pendingin, suhu dan lama pemanasan, serta rasio air dan bahan yang diblansir. Berdasarkan pada medium pemanasnya, peralatan blansir dibagi menjadi dua, yaitu steam blancher dan hot-water blancher. Masing-masing jenis tersebut memiliki keuntungan dan kerugiannya. Steam blancher mempunyai keuntungan produksi limbah lebih rendah dan lebih mudah dibersihkan. Namun, mempunyai kerugian memerlukan biaya modal yang cukup tinggi dan penggunaan energi panas kurang efesien. Sedangkan hot-water blancher mempunyai keuntungan biaya modal lebih rendah dan penggunaan panas lebih lebih efesien. Namun mempunyai kerugian produksi limbah dan resiko kontaminasi tinggi (Fellow, 1992).

M. PASTEURISASI

Pasteurisasi adalah proses termal yang menggunakan suhu kurang dari 100°C. Pasteurisasi digunakan untuk mempertahankan keawetan pangan dan menginaktivasi enzim dan mendestruksi mikroba yang sensitif terhadap panas seperti bakteri non-spora, kapang, dan khamir. Proses ini dimaksudkan pula untuk membunuh semua mikroba patogen dalam pangan, namun masih memungkinkan tumbuhnya mikroba pembusuk, sehingga produk pasteurisasi memiliki umur simpan yang relatif lebih singkat dibandingkan produk

(41)

sterilisasi. Bahan pangan asam (pH<4.5) yang dipasteurisasi mempunyai daya awet beberapa bulan (Fellow, 1992).

Secara umum, tujuan pasteurisasi adalah untuk memusnahkan sel-sel vegetatif mikroba patogen, pembentuk toksik, maupun pembusuk. Beberapa mikroba yang dapat dimusnahkan dengan perlakuan pasteurisasi diantaranya adalah: bakteri penyebab penyakit seperti Mycobacterium tuberculosis penyebab penyakit TBC, Salmonella penyebab penyakit kolera dan tifus, serta

Shigella dysentriae penyebab penyakit disentri. Disamping itu, pasteurisasi

juga dapat memusnahkan bakteri-bakteri pembusuk yang tidak berspora seperti Pseudomonas, Achromobacter, Lactobacillus, Proteus, Micrococcus,

Aerobacter, serta kapang dan khamir (Budijanto et al., 2002).

Menurut Budijanto et al. (2002), peralatan pasteurisasi yang paling sederhana hanya berupa bak air panas yang telah ditentukan suhunya, lalu bahan pangan yang akan dipasteurisasi dicelupkan ke dalam air panas tersebut selama selang waktu yang ditentukan pula. Pasteurisasi adalah perlakukan panas pada suhu yang lebih rendah daripada suhu sterilisasi, dan biasanya disertai dengan cara pengawetan yang lain, misalnya makanan yang dipasteurisasi kemudian disimpan dengan cara pendinginan agar lebih tahan lama. Menurut Fardiaz (1995), keawetan produk yang dipasteurisasi tergantung dari jenis bahan, oleh karena itu biasanya pasteurisasi dikombinasikan dengan penyimpanan suhu rendah.

N. PENYIMPANAN PADA SUHU DINGIN (REFRIGERATION)

Menurut Syarief et al. (1989), metode-metode untuk pengawetan pangan adalah pendinginan, refrigerasi, pembekuan, pengawetan kimia, dan pemanasan. Penggunaan suhu rendah dapat dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis atau mikrobiologis.

Penggunaan suhu rendah dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu penyimpanan sejuk, pendinginan, dan penyimpanan beku. Penyimpanan sejuk biasanya dilakukan pada suhu sedikit di bawah suhu kamar dan tidak lebih rendah dari 15°C. Pendinginan atau refrigerasi adalah penyimpanan produk pangan pada suhu 0°C sampai 10°C. Pendinginan yang biasa dilakukan

Referensi

Dokumen terkait

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan

diteliti; (2) Pengumpulan data, yaitu mengumpulkan data-data dari sumber yang telah ditentukan; (3) Penyeleksian data, yaitu menyeleksi data yang telah

Ketika Karen Armstrong meneliti sejarah ide dan pengalaman tentang Tuhan dalam tiga kepercayaan monoteistik yang saling berkaitan: Yahudi, Kristen dan Islam, dia berharap menemukan

Dengan penelitian yang di lakukan pada Rumah Tradisional Maluku kasus study Rumah Tradisional Maluku di TMII yang akan di publikasikan kepada masyarakat umum di harapkan menjadi

Paket pengadaan ini terbuka untuk penyedia barang/jasa yang memenuhi persyaratan yaitu Memiliki Sertifikat Badan Usaha (SBU) dengan kualifikasi Kecil (Gred 2,3,4) pada

Dalam penelitian ini didapatkan bahwa jerawat lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria sehingga sesuai dengan penelitian di poliklinik kulit dan kelamin RSUD

Pada kasus PSII, para elit partai yang berseteru tidak hanya memanfaatkan kegamangan wewenang antara DP dan LT, tetapi juga dengan memanfaatkan sosok patron besar dalam partai: Anwar

Hubungan aspek pasar, aspek teknik dan aspek finansial nantinya akan menghasilkan kesimpulan mengenai kelayakan investasi secara umum dilihat dari segi finansial, setelahnya