• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian Lokasi dan Waktu Penelitian"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Rancangan Penelitian

Penelitian ini dirancang sebagai penelitian survai deskriptif korelasional, dengan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Penelitian tentang fenomena perilaku petani/peternak dalam merespons suatu inovasi sudah banyak dilakukan oleh peneliti lain dengan fokus dan lokus yang berbeda. Dengan demikian banyak bahan bacaan mengenai peubah-peubah penelitian yang didapatkan, baik dari hasil-hasil penelitian maupun dari tori-teori yang tersedia. Peubah-peubah yang diamati terdiri dari karakteristik internal dan karakteristik eksternal serta karakteristik usaha peternak sapi potong sebagai peubah bebas (independent variable). Sedangkan persepsi, tingkat penerapan IB dan tingkat kecepatan adopsi IB peternak sapi potong adalah sebagai peubah terikat/tidak bebas (dependent variable). Unit analisis dalam penelitian ini adalah peternak sapi potong akseptor IB.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian adalah Kabupaten Lamongan dan Kabupaten Bangkalan Provinsi Jawa Timur serta Kabupaten Tabanan Provinsi Bali. Dua provinsi tersebut merupakan sentra sapi potong di Indonesia. Masing-masing kabupaten mewakili dua jenis ternak lokal, yaitu sapi PO dan Madura, serta satu ternak asli, yaitu sapi Bali. Di samping itu, tiga lokasi tersebut telah menerapkan IB dalam jangka waktu yang cukup lama. Kabupaten Lamongan merupakan sentra jenis sapi PO dengan arah kebijakan perkawinan persilangan; Kabupaten Bangkalan adalah sentra sapi jenis Madura dengan arah kebijakan perkawinan sebagian persilangan (terbatas) dan sebagian pemurnian. Sedangkan Kabupaten Tabanan merupakan sentra jenis sapi Bali, dengan arah kebijakan perkawinan pemurnian. Dengan demikian diharapkan ketiga lokasi penelitian ini dapat mewakili penerapan IB di Indomesia.

Uji-coba instrumen penelitian dilaksanakan pada tanggal 4 sampai dengan 6 Desember 2009 di Kecamatan Burnei Kabupaten Bangkalan dan Kecamatan Sanbeng Kabupaten Lamongan Jawa Timur, yang melibatkan 20 responden. Penelitian dilaksanakan selama 6 (enam) minggu, terhitung dari tanggal 11 Desember 2009 sampai dengan tanggal 23 Januari 2010 oleh tim enumerator yang terdiri dari mahasiswa Fakultas Peternakan dan petugas peternakan setempat yang telah dilatih sebelumnya.

(2)

Populasi dan Sampel

Populasi

Populasi penelitian ini ialah semua peternak sapi potong akseptor IB di Kecamatan Mantub Kabupaten Lamongan, Kecamatan Geger Kabupaten Bangkalan dan Kecamatan Penebel Kabupaten Tabanan. Jumlah peternak sapi potong akseptor IB di ketiga lokasi tersebut adalah 14.303 orang.

Sampel

Pemilihan Kabupaten, Kecamatan dan Desa dilakukan secara sengaja, mengingat sifat-sifat populasi selain merupakan sentra sapi potong, juga mewakili arah kebijakan perbibitan dan jenis sapi potong yang dipelihara. Untuk itu, pengambilan sampel dilakukan secara sengaja (purposive sampling) (Mantra dan Kasto 1989:168-170). Jumlah populasi sapi, jumlah peternak sapi potong dan penyebaran responden di masing-masing lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Populasi sapi, peternak dan penyebaran responden di masing- masing lokasi penelitian

Kabupaten/

populasi dan peternak Kecamatan/ peternak Desa

Jml. Responden

(orang)

Jenis Kelamin (orang) Laki-laki Permpuan Bangkalan

• Populasi: 121.195 ekor • Peternak: 40.389 orang

Kec. Geger

10.191 orang Campor Kombangan Kompol Tegar Priya Kampak 32 15 18 5 10 33 13 17 5 5 - 2 - - 5 Jumlah: 80 73 7 Lamongan • Populasi: 41.778 ekor • Peternak: 13.926 orang Kec. Mantup

1.456 orang Sukosari Sumberbendo Mojosari Tugu Sukobendu 16 19 12 15 18 15 18 12 14 18 1 1 - 1 - Jumlah: 80 77 3 Tabanan • Populasi: 67.127 ekor • Peternak: 14.185 orang Kec. Penebel 2.656 orang Tengkudak Sengketan Tegallinggah Penatahan Wangaya Gede Pesagi Rejasa Penebel Biaung Senganan 5 18 5 12 6 6 6 7 10 5 6 17 5 11 5 6 6 7 9 5 - 1 - - 1 - - - 1 - Jumlah: 80 77 3 Total: 240 227 13

(3)

Setelah penetapan Kabupaten, langkah pertama, yaitu memilih sampel Kecamatan dari masing-masing kabupaten berdasarkan jumlah terbanyak peternak sapi potongnya. Langkah kedua, yaitu memilih sampel Desa secara proporsional, yaitu 33% dari jumlah desa dalam masing-masing Kecamatan; dan yang terakhir adalah memilih peternak sapi potong sebagai responden secara acak di masing-masing desa. Dari setiap kecamatan, dipilih 80 orang peternak. Dengan demikian, jumlah peternak sapi potong sebagai sampel, seluruhnya adalah 240 orang.

Jenis dan Teknik Pengumpulan Data Jenis Data

Menurut Suharjo (2009:1), menyatakan bahwa data adalah “kumpulan catatan tentang karakteristik atau fenomena dari obyek amatan, pada suatu kurun waktu tertentu, yang diperoleh atau diukur dengan kaidah tertentu dan dilambangkan dalam bentuk bilangan (angka) atau simbol.” Dalam penelitian ini, ada dua jenis data yang dikumpulkan, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer adalah catatan mengenai ciri atau karakteristik dari obyek amatan yang akan digunakan sebagai sumber informasi utama dalam menjawab tujuan penelitian (Suharjo, 2009:3). Data primer yang dimaksud adalah data yang berkaitan dengan (1) Karakteristik internal peternak sapi potong; (2) Karakteristik usaha peternakan sapi potong; (3) Karakteristik eksternal peternak sapi potong; (4) Persepsi peternak sapi potong tentang inovasi IB yang mencakup aspek teknis, sosial-budaya, ekonomi dan kebijakan pemerintah di bidang perbibitan; (5) tingkat penerapan inovasi IB; dan (6) kecepatan adopsi inovasi IB.

Data sekunder adalah catatan mengenai ciri atau karakteristik dari obyek amatan atau catatan yang relevan atau berkaitan dengan obyek amatan, yang akan digunakan untuk melengkapi atau memperkaya sumber informasi utama (Suharjo, 2009:3). Data sekunder yang dikumpulkan antara lain adalah data yang berkaitan dengan keadaan umum lokasi penelitian, yaitu data geografis, demografis, keadaan peternakan sapi potong dan perkembangan IB selama lima tahun terakhir.

Teknik Pengumpulan Data

Data primer tersebut dikumpulkan dengan cara melakukan wawancara kepada responden dengan berpedoman pada kuesioner yang telah dipersiapkan dan telah diujicobakan sebelumnya dan dari sumber lain. Di samping wawancara berdasarkan kuesioner, juga dilakukan wawancara mendalam (indepth interview)

(4)

tentang beberapa hal yang berkaitan dengan faktor-faktor antecedents ataupun beberapa temuan hasil analisis kuantitatif untuk memperkuat dan melengkapi data dan informasi hasil penelitian.

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan mendatangi dinas/instansi terkait khususnya yang menangani fungsi-fungsi peternakan, Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Jawa Timur dan Bali, Dinas yang menangani peternakan dan statistik di Kabupaten Lamongan, Bangkalan dan Tabanan yang mencakup data dan informasi mengenai keadaan umum lokasi penelitian, keadaan geografis, demografis, keadaan peternakan sapi potong dan perkembangan IB selama lima tahun terakhir.

Untuk mempermudah proses pengumpulan data, tabulasi atau rekapitulasi dan analisis data, maka kuesioner disusun menjadi empat bagian dengan struktur sebagai berikut.

1. Karakteristik internal, ekternal dan usaha peternak sapi potong: 1.1. Profil peternak

1.2. Usaha peternak

1.3. Kelembagaan dan aktivitas peternak 2. Persepsi peternak sapi potong tentang inovasi IB:

3.1. Aspek teknis

3.2. Aspek sosial-budaya 3.3. Aspek ekonomi

3.4. Aspek kebijakan pemerintah di bidang perbibitan. 3. Tingkat penerapan dan kecepatan adopsi inovasi IB

3.1. Tingkat penerapan inovasi IB 3.2. Kecepatan adopsi inovasi IB.

Operasionalisasi dan Cara Pengukuran Variabel

Untuk mengukur peubah-peubah yang telah ditetapkan dalam penelitian ini, masing-masing peubah tersebut terlebih dahulu diberi batasan atau definisi operasional, sehingga dapat ditentukan indikator pengukurannya dan batasan-batasan yang digunakan dalam memperoleh data serta menganalisanya guna penarikan simpulan.

Definisi operasional, indikator dan cara pengukuran dari masing-masing peubah penelitian adalah sebagai berikut.

A. Karakteristik internal peternak sapi potong (X1) mencakup indikator: umur peternak, tingkat pendidikan, pengalaman beternak sapi potong, motivasi

(5)

menggunakan IB dan tingkat kekosmopolitan, dengan kategori sebagai berikut:

1. Umur peternak (X1.1) diukur dengan cara menghitung jumlah tahun sejak tanggal lahir sampai saat penelitian dilakukan dalam satuan tahun, menggunakan skala rasio. Pembulatan dilakukan untuk masa enam bulan ke atas dihitung menjadi satu tahun, dan diabaikan bila kurang dari enam bulan. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori.

2. Tingkat pendidikan (X1.2) diukur dengan cara menghitung lama pendidikan formal yang pernah ditempuh/dicapai oleh responden sampai saat penelitian dilakukan, dengan parameter tahun kelulusan dalam satuan tahun menggunakan skala rasio. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori.

3. Pengalaman beternak sapi potong (X1.3), diukur dengan menghitung lamanya responden memelihara sapi potong, sejak pertama kali memelihara sapi sampai saat penelitian dilakukan, yang dinyatakan dalam tahun menggunakan skala rasio. Dalam pengukuran ini, pembulatan dilakukan untuk masa enam bulan ke atas dihitung menjadi satu tahun, dan diabaikan bila kurang dari enam bulan, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori.

4. Motivasi menggunakan IB (X1.4) adalah pernyataan peternak responden yang mendorong dirinya mau menggunakan teknologi IB untuk mengawinkan ternaknya. Motivasi tersebut diukur berdasarkan apakah berasal dari diri peternak sendiri atau dari luar peternak, dengan skala nominal. Kemudian dikelompokkan menjadi dua kategori.

5. Tingkat kekosmopolitan peternak (X1.5) diukur dengan cara menghitung frekuensi responden pergi ke luar kecamatan dalam kurun 3 (tiga) bulan terakhir untuk memperoleh tambahan informasi tentang IB pada sapi potong, yang diukur dengan skala rasio. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori.

B. Karakteristik usaha peternak sapi potong (X2) mencakup indikator: jumlah pemilikan sapi, keanggotaan dalam kelompok IB, jumlah sapi yang dijual dan pendapatan rumah tangga peternak.

(6)

1.

Jumlah pemilikan sapi (X2.1) diukur dengan cara menghitung jumlah satuan ternak (ST) sapi yang dipelihara responden pada saat penelitian dilakukan, menggunakan skala rasio. Dalam pengukuran ini, jumlah ternak yang dihitung, termasuk ternak yang statusnya bukan milik sendiri, tetapi dalam pemeliharaan responden, kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori. Diukur dengan skala rasio dan dikelompokkan menjadi tiga kategori.

2.

Keanggotaan dalam kelompok IB (X2.2) diukur dengan cara menanyakan kedudukan peternak dalam kelompok, apakah sebagai anggota, bukan anggota atau pengurus kelompok dalam kurun 6 (enam) bulan terakhir, yang diukur dengan skala nominal. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori.

3.

Jumlah sapi yang dijual (X2.3), adalah jumlah sapi yang dijual dalam kurun waktu setahun terakhir yang dinyatakan dalam satuan ternak (ST/Animal Unit), dengan skala rasio. Kemudian dikelompokkan menjadi tiga kategori.

4.

Pendapatan rumah tangga peternak (X2.4) adalah besarnya pendapatan peternak secara keseluruhan baik yang diperoleh dari usahatani, termasuk ternak (on farm) maupun di luar usaha tani (off farm) yang dinyatakan dalam rupiah dalam kurun waktu setahun terakhir, dengan skala rasio.

C. Karakteristik eksternal peternak sapi potong (X3) mencakup indikator: kelembagaan IB, keadaan sarana prasarana IB, ketersediaan pasar sapi dan ketersediaan informasi IB.

1. Kelembagaan IB (X3.1) adalah pernyataan peternak responden tentang ada dan tidak adanya kelembagaan (kelompok) IB di sekitar daerah tempat tinggalnya dalam kurun waktu setahun terakhir. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

2. Keadaan sarana prasarana IB (X3.2) adalah pernyataan peternak responden tentang ada dan tidak adanya sarana prasarana IB di sekitar daerah tempat tinggalnya dalam kurun waktu setahun terakhir . Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

3. Ketersediaan pasar sapi (X3.3) adalah pernyataan peternak responden tentang adanya tempat/lembaga untuk menjual sapi seperti pasar hewan, blantik, kelompok, pengumpul, koperasi dll yang

(7)

mencerminkan tentang mudah atau sulitnya menjual sapi di sekitar daerah tempat tinggalnya dalam kurun waktu setahun terakhir. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

4. ketersediaan informasi IB (X3.4) adalah pernyataan peternak responden tentang jenis-jenis sumber informasi yang tersedia seperti teman/ anggota kelompok, brosur, buku dan lain-lain, sebagai sumber informasi teknologi IB di sekitar daerah tempat tinggalnya dalam kurun waktu setahun terakhir. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal, dengan tiga kategori.

D. Persepsi terhadap IB (Y1) mencakup (1) aspek teknis, yaitu jenis sapi bibit, tanda-tanda fisik sapi bibit, tujuan perbibitan dan pelayanan inseminator; (2) aspek sosial budaya, yaitu norma sistem sosial, kelembagaan peternak sapi dan, struktur sosial; (3) aspek ekonomi, yaitu peningkatan produksi hasil IB dan keuntungan relatif IB; (4) aspek kebijakan perbibitan, yaitu persilangan, pemurnian dan pemurnian dan silang (campuran).

Aspek Teknis, mencakup persepsi:

1. Jenis sapi bibit (Y1.1) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap jenis-jenis sapi yang dipergunakan sebagai pejantan untuk menghasilkan “semen” (mani beku). Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

2. Tanda-tanda fisik sapi bibit (Y1.2) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap tanda-tanda atau ciri-ciri fisik sapi bibit yang baik. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal. 3. Tujuan perbibitan/IB (Y1.3) adalah pernyataan peternak responden

tentang persepsinya terhadap tujuan pembibitan yang dilakukan melalui IB, baik untuk menghasilkan jenis sapi baru, final stock dan pemurnian ataupun konservasi. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

4. Pelayanan inseminator (Y1.4) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap pelayanan IB yang diberikan oleh inseminator. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

Aspek Sosial Budaya

5. Norma sistem sosial (Y1.5) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap teknologi IB dikaitkan dengan

(8)

nilai-nilai, keyakinan ataupun adat-kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat setempat. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal. 6. Kelembagaan peternak sapi (Y1.6) adalah pernyataan peternak

responden tentang persepsinya terhadap perubahan kelembagaan peternak sapi (dinamika kelompok) dengan dikenalkannya IB. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

7. Struktur sosial (Y1.7) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap adanya perubahan tujuan, status-peran, keyakinan dan jenjang sosial dalam masyarakat setelah dikenalkannya IB. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

Aspek Ekonomi

8. Peningkatan produksi hasil IB (Y1.8) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap hasil IB berdasarkan produksinya seperti berat lahir sapi, berat sapih dan/atau pertambahan berat badan per hari dibandingkan dengan sapi hasil kawin alam dalam satuan kilogram. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

9. Keuntungan relatif IB (Y1.9) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap harga (rupiah) sapi hasil IB dibandingkan dengan harga sapi hasil kawin alam. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

Aspek kebijakan perbibitan

10. Persilangan (Y1.10) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap adanya kebebasan memilih jenis sapi pejantan untuk dikawinsilangkan dengan sapi induk miliknya. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

11. Pemurnian (Y1.11) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap tidak adanya pilihan jenis sapi pejantan untuk dikawinkan dengan sapi induk miliknya, kecuali dengan sapi sejenis induknya. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

12. Pemurnian dan silang (campuran) (Y1.12) adalah pernyataan peternak responden tentang persepsinya terhadap tidak adanya ketentuan boleh atau tidak memilih jenis sapi pejantan untuk dikawinkan dengan sapi induk miliknya. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

(9)

E. Tingkat penerapan IB (Y2.1) adalah tingkat perubahan perilaku peternak sapi potong terhadap cara perkawinan sapinya yang ditunjukkan oleh berapa banyak komponen inovasi IB yang terdiri dari aspek pengetahuan, keterampilan dan sikap yang telah dimiliki/diterapkan oleh peternak sapi potong, mencakup indikator:

1.

Pengetahuan tanda sapi betina berahi (Y2.11) adalah pernyataan peternak responden yang menunjukkan pengetahuannya tentang tanda-tanda sapi berahi (minta kawin). Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

2.

Pengamatan sapi berahi (Y2.12) adalah pernyataan peternak responden tentang tingkat kemampuan peternak untuk memperhatikan sapi induk miliknya apakah sapi induknya tersebut menunjukkan tanda-tanda berahi atau tidak yang diukur berdasarkan frekuensi perhatiannya menggunakan skala ordinal.

3.

Pelaporan ke inseminator (Y2.13) adalah pernyataan peternak responden tentang tindakan peternak ketika melihat sapi induknya menunjukkan tanda-tanda berahi, apakah segera melapor ke inseminator atau tidak yang diukur berdasarkan frekuensi melapor sejak sapinya diketahui menunjukkan tanda berahi, menggunakan skala ordinal.

4.

Pengenalan jenis sapi/semen (Y2.14) adalah pernyataan peternak responden tentang sikap peternak ketika melapor ke inseminator bahwa sapi miliknya menunjukkan tanda-tanda berahi, apakah peternak selalu meminta jenis sapi/semen tertentu yang diinginkan atau tidak kepada inseminator. Diukur berdasarkan frekuensi permintaannya menggunakan skala ordinal.

5.

Recording (Y2.15) adalah pernyataan peternak responden tentang sikap peternak dalam melakukan aktivitas inseminasi buatan tersebut selalu dicatat atau tidak yang diukur berdasarkan frekuensi pencatatannya terhadap tanggal perkawinan, jenis sapi/semen, nama sapi dan tanggal lahir, menggunakan skala ordinal.

F. Kecepatan adopsi inovasi (Y2.2) adalah waktu rata-rata yang dibutuhkan oleh peternak sapi potong sejak adanya kepedulian (awareness) dan ketertarikan terhadap IB sampai dengan mengambil keputusan menggunakan IB, yang mencakup indikator:

(10)

1.

Lamanya waktu adopsi (Y2,21) adalah waktu yang dibutuhkan oleh peternak sapi potong sejak peduli (awareness) dan tertarik terhadap IB sampai dengan mengambil keputusan menggunakan IB dalam satuan tahun dengan skala ratio.

2.

Sifat inovasi IB (Y2.21) adalah karakteristik inovasi mencakup dimensi kelebihan/keutamaan relatif, kesesuaian, kerumitan, dapat dicoba dan dapat dilihat yang diukur berdasarkan jumlah sifat yang dipertimbang-kan dalam mengadopsi IB dengan menggunadipertimbang-kan skala ordinal

3.

Sumber/saluran informasi tentang IB (Y2.22) adalah pernyataan peternak responden tentang banyaknya jenis sumber informasi yang digunakan dalam mengadopsi teknologi IB yang terdapat di sekitar daerah tempat tinggalnya dalam kurun waktu setahun terakhir. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

4.

Intensitas penyuluhan (Y2.23) adalah pernyataan peternak responden tentang frekuensi penyuluhan IB yang dilakukan oleh petugas di sekitar daerah tempat tinggalnya dalam kurun waktu 6 (enam) bulan terakhir. Pengukuran dilakukan dengan skala ordinal.

Uji Kesahihan (Validitas)

Menurut Ancok (1989:123-131), validitas menunjukkan sejauhmana alat pengukur itu mengukur apa yang ingin diukur. Lebih jauh dikatakan bahwa validitas ini digolongkan dalam beberapa jenis yaitu (1) validitas konstruk, yaitu berkaitan dengan kerangka suatu konsep, (2) validitas isi, yaitu sejauh mana isi alat pengukur tersebut mewakili semua aspek yang dianggap aspek kerangka konsep, (3) validitas eksternal, yaitu dengan memanfaatkan alat pengukur yang telah diciptakan oleh para peneliti sebelum-nya dan alat pengukur ini telah teruji validitasnya, (4) validitas prediktif, yaitu alat pengukur yang dibuat oleh peneliti dan berfungsi untuk memprediksi apa yang akan terjadi dan (5) validitas budaya, yaitu validitas antar budaya. Hal ini sangat penting, khususnya di Indonesia yang terdiri dari banyak suku bangsa, bahasa dan adat-istiadat yang bervariasi. Untuk memperoleh data sesuai dengan yang diharapkan, maka instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpul data, perlu diuji kesahihan (validitas) isinya.

Metode yang digunakan adalah dengan menyesuaikan isi kuesioner dengan:

(11)

1. Kajian-kajian pustaka yang berkaitan dengan konsep teoritis mengenai karakteristik internal, eksternal dan usaha peternak sapi potong, persepsi peternak tentang IB dan proses adopsi inovasi IB.

2. Hasil penelitian relevan yang pernah dilakukan peneliti sebelumnya sebagai pembanding.

Uji Keterandalan (Reliabilitas)

Keterandalan (reliabilitas) adalah indeks yang menunjukkan tingkatan suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Jika suatu alat pengukur dipakai dua kali (untuk mengukur fenomena yang sama) dan hasilnya relatif konsisten, maka alat pengukur tersebut reliabel (Ancok 1989: 140). Untuk mencapai hal tersebut, dilakukan uji keterandalan instrumen dengan teknik ”belah dua,” dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

r.total = angka reliabilitas keseluruhan item

r.tt = angka korelasi belahan pertama dan belahan kedua

Uji coba kuesioner terhadap 20 responden dilakukan di Kec. Burnei Kab. Bangkalan dan Kec. Sanbeng Kab. Lamongan tanggal 4-6 Desember 2009. Hasil analsis menggunakan teknik split-half reliability test atau uji belah tengah menghasilkan korelasi Cronbach’s Alpha sebesar 0,586 untuk karakteristik internal peternak sapi potong, 0,615 untuk karakteristik eksternal peternak sapi potong dan 0,508 untuk persepsi peternak sapi potong terhadap IB. Hasil uji realibilitas secara simultan seluruh variabel penelitian menghasilkan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,704. Menurut Kusnendi (2008:96), suatu instrumen diindikasikan memiliki reliabilitas yang memadai jika koefisien alpha Cronbach lebih besar atau sama dengan 0,70.

Analisis Data

Data penelitian yang telah dikumpulkan dilakukan tabulasi untuk selanjutnya dianalisis sesuai dengan tujuan penelitian, yaitu secara umum untuk mengetahui tingkat dan kecepatan adopsi inovasi IB berdasarkan karakteristik internal, usaha dan eksternal serta persepsi peternak sapi potong. Secara khusus adalah, untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis data deskriptif

2 (r.tt)

r.total =

(12)

karakteristik internal, eksternal dan karakteristik usaha peternak sapi potong serta persepsi peternak sapi potong terhadap IB; (2) menganalisis keragaman data deskriptif antar lokasi penelitian; (3) membangun model yang dapat menjelaskan pola keterkaitaan faktor-faktor yang terkait dengan penerapan IB pada peternak sapi potong; dan (4) memanfaatkan hasil penelitian untuk merancang strategi kebijakan IB dengan menggunakan analisis SWOT.

Beberapa uji statistik yang digunakan untuk menganalisis data adalah (1) analisis deskriptif; (2) Analisis tes U Mann-Whitney dan Kruskal-Wallis digunakan untuk menguji perbedaan rataan beberapa sampel; dan (3) Analisis Structural Equation Modeling (SEM) untuk membangun model dan menjelaskan pola keterkaitan faktor-faktor yang terkait dalam penerapan IB. Khusus untuk merancang strategi kebijakan di bidang IB, digunakan SWOT anaysis. Dipilihnya teknik SEM ini adalah (a) untuk memperluas kemampuan eksplanatori dan efisiensi statistik; (b) karena peubah bersifat latent (tidak dapat diamati atau diukur secara langsung), tetapi melalui indikator-indikatornya; dan (c) mampu menganalisis peubah laten, peubah indikator dan kesalahan pengukuran secara langsung (Supranto 2004:219 & Sitinjak dan Sugiarto 2006:1). Program komputasi yang digunakan adalah SPSS 17 untuk analisis deskriptif dan uji beda antaran lokasi penelitian. Sedangkan untuk SEM menggunakan program linear structural relationship (LISREL).

Model struktural menurut Bollen (1989:13) dinyatakan sebagai:

Keterangan

η : vektor peubah laten endogen yang berukuran m x 1 :

B : matriks koefisien peubah laten endogen yang berukuran m x m Γ : matriks koefisien peubah laten endogen yang berukuran m x n ξ : vektor sisaan error peubah endogen yang berukuran m x 1

Pada dasarnya vektor-vektor ηdan ξ tidak dapat diukur atau diamati secara langsung, oleh karena itu diukur melalui indikator-indikator dalam bentuk vektor-vektor y = (y1, y2, y3, ....yp) dan x = (x1, x2, x3, ...xq

y = Λyη + ε

). Model pengukurannya (Bollen,1989) adalah:

x = Λxξ + δ

(13)

dengan ε dan δ adalah vektor-vektor galat pengukuran y dan x. Λy adalah

matriks koefisien regresi antara y terhadap η yang berukuran p x m dan Λx

adalah matriks koefisien regresi antara x dan ξ yang berukuran q x n. Pada model ini diasumsikan memenuhi kriteria bahwa ε tidak berkorelasi dengan η, δ tidak berkorelasi dengan ξ, ξ tidak berkorelasi dengan ξ, cov(ξ)=Φ(nxn),

cov(ξ)=Ψ(mxm), cov(ε)Θɛ(pxp) dan cov (δ)=Θ(qxq). Asumsi tersebut berimplikasi

terhadap matriks koragam bagi peubah pengamatan. Matriks koragam ∑ (Salim 2009:7) dari indikator-indikator x dan y dapat ditulis sebagai berikut:

dimana: ∑yy

∑yy adalah matriks koragam bagi peubah pengamatan y yang dapat ditulis: = Λy(I-B)-1(ΓΦΓ’+Ψ)[(I-B)-1]Ấy

∑yx adalah matriks koragam bagi peubah pengamatan y dan x yang dapat +Θε

ditulis: ∑yx = Λy(I-B)-1ΓΦẤ

Sedangkan ∑

x

xy adalah matriks putaran dari ∑yx

, serta matriks koragam bagi peubah pengamatan x adalah:

xy = ΛxΦẤx+Θ sehingga dapat ditunjukkan bahwa koragam ∑ merupakan fungsi

dari parameter, selanjutnya dapat dituliskan sebagai:

Dengan A=(I – B)-1 Identifikasi Parameter

Identifikasi parameter diperlukan untuk menentukan apakah dapat dilakukan pendugaan dengan solusi tunggal atau tidak bagi parameter-parameter θ = [Λx,Λy

1. Setiap baris matriks Λ

,B,Γ,ΦεΘ,Θδ ] pada ∑(θ). Metode dua langkah dapat digunakan untuk mengidentifikasi parameter model umum persamaan struktural (Bollen, 1989). Langkah pertama adalah memperlakukan model sebagai model pengukuran murni, selanjutnya diperiksa apakah parameter model memenuhi kondisi berikut ini:

x hanya mengandung satu nilai bukan nol,

Λ

y

Λ(ΓΦΓ’+Ψ)Α’Λ

y

Θ

ε

Λ

y

ΑΓΦΛ

x

=

(14)

2. Paling sedikit terdapat dua indikator untuk setiap faktor laten, 3. øij≠ 0 untuk paling sedikit sepasang i ≠ j; øij

4. Θ adalah matriks diagonal

adalah elemen matriks Φ

Langkah kedua adalah identifikasi parameter-parameter struktural B, Γ, Ψ dengan aturan rekursif yaitu B harus merupakan matriks segitiga, dan Ψ adalah matriks diagonal. Aturan dua langkah merupakan syarat cukup tetapi bukan syarat perlu bagi identifikasi model. Hal ini berarti model yang tidak memenuhi aturan dua langkah masih mungkin untuk dapat diidentifikasi.

Pendugaan Parameter Model

Tujuan pendugaan adalah untuk menduga nilai parameter model dari matriks koragam contoh S. Syarat perlu (necessary condition) bahwa model dapat diduga jika derajat bebasnya > 0. Perhitungan derajat bebas menggunakan:

dengan

p : banyaknya indikator peubah eksogen q : banyaknya indikator peubah endogen

t : banyaknya indikator peubah model yang diduga

Dalam pendugaan parameter model, nilai awal parameter bebas dipilih supaya menghasilkan dugaan matriks koragam populasi terhadap matriks koragam sampel. Perbedaan kedua matriks tersebut diharapkan relatif kecil agar menghasilkan penduga yang konsisten. Matriks koragam populasi dari Lisrel tidak dapat diduga langsung, karena η dan ξ bukan merupakan peubah pengamatan dari suatu hasil pengukuran. Pendugaan matriks koragam populasi dapat dilakukan dengan menggunakan metode pendugaan melalui beberapa tahap. Dengan asumsi bahwa sebaran dari peubah-peubah pengamatan dapat digambarkan oleh vektor nilai tengah dan matriks koragam, maka masalah pendugaan secara substansial merupakan pengepasan matriks ∑ (θ) dengan matriks koragam contoh S. Misalkan fungsi pengepasan dinyatakan dengan F(S,∑(θ)) yakni suatu fungsi yang tergantung pada S dan ∑ (θ). Beberapa sifat fungsi pengepasan (Bollen, 1989) ini adalah:

1. F(S,∑(Ø)) adalah besaran skalar, 2. F(S,∑(Ø)) > 0,

3. F(S,∑(Ø)) = 0 jika dan hanya jika ∑ = S,

4. F(S,∑(Ø)) adalah fungsi kontinu dalam S dan ∑(0) df = ½[(p + q)(p + q + 1)] - t

(15)

Metode Kuadrat Terkecil Tanpa Pembobot (Unweighted Least Squares) Metode yang digunakan untuk menduga parameter dalam penelitian ini adalah metode ULS (Unweighted Least Squares). Metode ULS dipilih karena asumsi-asumsi yang digunakan lebih fleksibel. Fungsi pengepasan metode ULS (Bollen, 1989) dinyatakan oleh:

Fungsi FULS meminimumkan setengah jumlah kuadrat dari masing-masing unsur

matriks sisaan (s – ∑(θ)). Hal ini dapat dianalogikan sebagai metode kuadrat terkecil biasa (ordinary least squares: OLS). Metode OLS meminimumkan jumlah sisaan, yaitu galat antara nilai pengamatan peubah tak bebas dengan nilai dugaan. Sementara FULS

Evaluasi dan Modifikasi Model

meminimumkan jumlah kuadrat masing-masing unsur dalam matriks sisaan (S – ∑(θ)). Matriks sisaan ini memuat selisih antar koragam contoh dengan nilai-nilai dugaannya.

1. Tes khi-kuadrat (Chi-Square test)

Hipotesis yang diuji adalah H0: ∑= ∑(θ) lawan H1: ∑≠ ∑(θ) dengan ∑ adalah

matriks koragam populasi dan ∑(θ) adalah matriks hasil dugaan. Untuk menguji hipotesis di atas digunakan uji X2 yaitu hasil perkalian (n-1) dengan nilai terkecil dari fungsi pengepasan WLS. Statistik uji dibandingkan dengan X2 tabel pada taraf 5%. Jika X 2 > X 2db, 0,05 maka H0

2. GFI (Goodness of Fit Index) dan AGFI (Adjusted Goodness of Fit Index)

ditolak.

GFI mengukur besarnya keragaman dalam matriks koragam data S yang dapat diterangkan oleh ∑(θ), yaitu keragaman yang dinyatakan dalam model. GFI (Salim 2009:10) diperoleh dari rumus berikut:

Aturan praktis untuk kelayakan sebuah model adalah nilai GFI hendaknya lebih besar dari 0,90. Rumus AGFI diperoleh sebagai berikut:

FULS = (1/2) tr [(S-∑(θ))2] tr [(∑Λ-1S-1)2] GFI = 1- tr [(∑Λ-1S)2] k(k+1) AGFI = 1- [1-GFI], 2df

(16)

dengan k adalah banyaknya indikator dan df adalah derajat bebas. Derajat bebas (Hair et al. 1998) dihitung dengan menggunakan rumus: df = ½[(p+q)(p+q+1)] – t. AGFI analog dengan R2

3. NCP (Noncentrallity Scaled Parameters)

pada model regresi. Pada model ini disarankan nilai AGFI-nya lebih besar 0,90. Bollen (1989) mengungkapkan bahwa nilai GFI dan AGFI cenderung meningkat seiring dengan peningkatan ukuran contoh. Nilai harapan GFI dan AGFI akan menurun dengan semakin sedikitnya indikator per faktor laten, khususnya pada ukuran data kecil.

NCP merupakan ukuran kesesuaian yang melengkapi kelemahan metode khi-kuadrat. Secara teori, ukuran khi-kuadrat tidak terpusat lebih tegar terhadap ukuran contoh apabila dibandingkan dengan khi-kuadrat biasa. Formula bagi NCP adalah NCP = X 2

4. RMSR (Root Mean Square Residual)

– db (Hair, et. al. 1998)

RMSR (Salim 2009:11) didefinisikan sebagai:

dengan:

p = banyaknya indikator bagi peubah laten endogen, q = banyaknya indikator bagi peubah laten eksogen, sij

σ = unsur matriks ∑ = unsur matriks S,

RMSR merupakan ukuran rata-rata kuadrat sisaan, semakin besar nilainya semakin buruk dalam pengepasan model dan begitu pula sebaliknya. Nilai yang dianjurkan untuk Standardized RMSR adalah < 0.05.

5. RMSEA (Root Mean Square Error of Approximation)

RMSEA adalah alternatif ukuran kesesuaian model yang diperlukan untuk mengurangi kesensitifan X2

terhadap ukuran sampel. Nilai yang dianjurkan untuk SMSEA adalah < 0.08 dihitung dengan rumus:

(17)

6. TLI (Tucker-Lewis Index)

Rumus TLI sebagai berikut:

Nilai yang dianjurkan untuk TLI adalah > 0,90.

7. NFI (Normed Fit Index)

Nilai NFI merupakan besarnya ketidakcocokan antara model target dengan model dasar. Nilai yang dianjurkan untuk NFI adalah > 0,90. Formula bagi NFI adalah:

8. PNFI (Parsimonious Normed Fit Index)

PNFI merupakan modifikasi dari NFI. PNFI memperhitungkan besaran derajat bebas yang digunakan untuk mencapai tingkat kesesuaian. Parsimony didefinisikan sebagai pencapaian tingkat kesesuaian yang lebih tinggi pada setiap derajat bebas. Semakin tinggi nilai PNFI, maka semakin baik model yang diusulkan. Formula PNFI adalah sebagai berikut:

9. PGFI (Parsimonious Goodness of Fit Index)

Formula PGFI adalah sebagai berikut:

(18)

10. Construct Reliability

Reliabilitas merupakan ukuran kekonsistenan peubah indikator dalam mengukur peubah latennya. Pemeriksaan terhadap kekonsistenan pengukuran ini dilakukan terhadap peubah laten (construct reliability) untuk menilai kekonsistenan pengukuran keseluruhan peubah indikator yang mengukur peubah laten dan terhadap masing-masing peubah indikator. Formula construct reliability adalah:

11. Variance Extracted

Ukuran kekonsistenan lain yang dapat digunakan adalah variance extracted. Ukuran ini menggambarkan besar keragaman peubah-peubah indikator yang dapat dikandung oleh peubah laten. Formula variance extracted adalah:

Sebuah konstruk mempunyai reliabilitas yang baik jika nilai construct reliability (CR)-nya > 0.70 dan nilai variance extracted (VE)-nya > 0.50.

12. Validitas

Validitas berhubungan dengan apakah suatu peubah mengukur apa yang sebenarnya diukur. Validitas dalam penelitian menyatakan derajat ketepatan alat ukur penelitian terhadap isi atau arti sebenarnya yang diukur. Kusnendi (2008:108) menyatakan bahwa suatu peubah dikatakan mempunyai validitas yang baik terhadap peubah lainnya, jika:

a) Nilai t muatan faktornya lebih besar dari nilai t kritis (>1,96). b) Muatan faktor standarnya > 0.70

Kusnendi (2008:111), menyatakan bahwa muatan faktor standarnya > 0.50 adalah sangat signifikan.

Secara umum prosedur penerapan SEM menurut Sitinjak dan Sugiarto (2006:63-73) dan Kusnendi (2008:279-286) adalah sebagai berikut:

1) Spesifikasi model (model specification) adalah (a) merumuskan model berbasis teori sehingga dapat diidentifikasi variabel laten eksogen-endogen, argumen teoritis hubungan kausal antar variabel laten, serta

(19)

indikator-indikator atau variabel manifes eksogen dan endogen; (b) menterjemahkan model menjadi diagram jalur dan (c) mengkonversikan diagram jalur menjadi persamaan (Gambar 8).

2) Identifikasi (identification). Dalam identifikasi model, dapat ditentukan apakah model bersifat under, just atau over-identified.

3) Estimasi (estimation). Estimasi parameter model adalah memilih data input, metode estimasi dan strategi estimasi parameter model.

4) Uji kecocokan (testing fit) dengan menggunakan pendekatan dua tahap, yaitu uji model pengukuran, kemudian uji basic atau hybrid model.

5) Respesifikasi model (model re-specification) adalah tahap perbaikan model dan interpretasi hasil. Modifikasi model didasarkan justifikasi teoritis tertentu. Interpretasi hasil dilakukan dalam rangka menjawab masalah penelitian yang diajukan.

Gambar 8. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian

X1.2 X1.1 X1.3 X1.4 X1.5 X3.4 X2.3 X3.2 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y2.11 Y1.8 Y2.12 Y2.13 Y1.12 Y1.11 Y1.10 Y1.9 Karakteristik eksternal peternak (X3) X2.1 X2.2 X2.4 X3.1 X3.3 Karakteristik usaha peternak (X2) Karakteristik internal peternak (X1) Persepsi peternak terhadap adopsi inovasi IB (Y1) Tingkat penerapan IB (Y2.1) Tingkat kecepatan adopsi inovasi IB (Y2.2) Y2.13 Y2.14 Y2 15 Y2.12 Y2.11 Y1.13 Y1.14 Y2.4

(20)

Berikut adalah hipotesis penelitian dan uji statistik yang digunakan. Hipotesis 1:

“Terdapat perbedaan karakteristik internal dan eksternal serta karakteristik usaha peternak sapi potong.” Hipotesis 1 dianalisis dengan Kruskal Wallis dan Mann-Whitney U tes.

Hipotesis 2:

“Terdapat perbedaan persepsi peternak sapi potong tentang IB.” Hipotesis 2 dianalisis dengan Kruskal Wallis dan Mann-Whitney U tes.

Model hubungan antar faktor-faktor terkait dalan penerapan IB dapat dilihat pada gambar 9 berikut.

δ λ y λ ε

Gambar 9. Model hubungan antar faktor-faktor terkait dalam penerapan IB

X1.2 X1.1 X1.3 X1.4 X1.5 X3.4 X2.3 X3.2 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y2.11 Y1.8 Y2.12 Y2.13 Y1.12 Y1.11 Y1.10 Y1.9 Karakteristik eksternal peternak (X3) X2.1 X2.2 X2.4 X3.1 X3.3 Karakteristik usaha peternak (X2) Karakteristik internal peternak (X1) Persepsi peternak terhadap adopsi inovasi IB (Y1) Tingkat penerapan IB (Y2.1) Tingkat kecepatan adopsi inovasi IB (Y2.2) Y2.13 Y2.14 Y2 15 Y2.12 Y2.11 Y1.13 Y1.14 Y2.4

(21)

Di samping analisis kuantitatif, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis kualitatif melalui pengamatan langsung di lapangan dan wawancara mendalam (indepth interview) kepada beberapa narasumber, yaitu tokoh agama, tokoh adat, tokoh masyarakat, budayawan lokal dan mantan mantri ternak, untuk memperoleh informasi lebih lengkap dan mendalam tentang hal-hal yang terkait dengan penelitian ini, khususnya aspek sosial budaya masyarakat di lokasi penelitian.

Gambar

Gambar 8. Kerangka hipotetik model struktural peubah penelitian X1.2 X1.1 X1.3 X1.4 X1.5 X3.4 X2.3 X3.2  Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y2.11 Y1.8 Y2.12 Y2.13  Y1.12 Y1.11 Y1.10 Y1.9 Karakteristik eksternal peternak (X3) X2.1 X2.2 X2.4 X3.1 X3.3 Karakt
Gambar 9. Model hubungan antar faktor-faktor terkait dalam penerapan IB X1.2 X1.1 X1.3 X1.4 X1.5 X3.4 X2.3 X3.2 Y1.1 Y1.2 Y1.3 Y1.4 Y1.5 Y1.6 Y1.7 Y2.11 Y1.8 Y2.12 Y2.13 Y1.12 Y1.11 Y1.10 Y1.9 Karakteristik eksternal peternak (X3) X2.1 X2.2 X2.4 X3.1 X3.3

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk melakukan ujicoba budidaya rumput laut Gelidium amansii dengan menggunakan metode apung sistem longline vertikal agar dapat dibudidayakan

Penelitian ini dilakukan di desa Bumiaji kota Batu dan Laboratorium Biologi Fakltas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,

Dalam kaitan dengan upaya yang sedang dilakukan, para informan mengungkapkan bahwa hal yang paling penting adalah memahami komunikasi interpersonal, menempatkan baik orang tua

Kondisi faktor lingkungan sosial seperti tempat tinggal, pekerjaan, pendidikan dan kuantil indeks kepemilikan merupakan determinan variabel yang dapat dimodifikasi

Tujuan : mengetahui hubungan antara sosial ekonomi dan status perkawinan terhadap kebiasaan merokok pada perempuan di Indonesia Timur berdasarkan data IFLS East.. Metode :

Menampilkan halaman yang berisi tabel total pemasukan dan pengeluaran Berhasil Pengujian membuka tampilan menu kasir Login menggunakan akun dengan level kasir

umyelinerte afferente nerver som kan påvirke smerte persepsjonen. Det henvises videre til at noe av effekten til akupunktur ikke er punkt spesifikk, og at disse kan være relevante for

Program peningkatan mutu guru dibutuhkan oleh para guru SMP se- Kabupaten Banyumas. Agar efektif, program peningkatan mutu guru hendaknya berbasis pada kebutuhan