TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM PERSPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL
DAN IMPLEMENTASINYA DI INDONESIA
ARTIKEL
Diajukan Guna Memenuhi Sebagai Persyaratan
Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum
Oleh
Oleh:
FAUZAN
1010012111080
Program Kekhususan Hukum Internasional
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PADANG
2014
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS BUNG HATTA
PERSETUJUAN ARTIKEL/JURNAL
Nama : FAUZAN
Nomor Pokok Mahasiswa : 1010012111080
Program Kekhususan : Hukum Internasional
Judul Skripsi : Tindak Pidana Pencucian Uang (Money Laundering) Dalam Perspektif Hukum Internasional dan
Implementasinya di Indonesia
Telah dikonsultasi dan disetujui oleh pembimbing untuk upload ke website
1. Poniar Warsono S.H (Pembimbing I) ______________
1
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG (MONEY LAUNDERING) DALAM PERSPPEKTIF HUKUM INTERNASIONAL DAN IMPLEMENTASINYA DI
INDONESIA
Fauzan¹ Poniar Warsono, S.H¹ Deswita Rosra, S.H,M.H² ¹Prodi Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Unversitas Bung Hatta¹
(E-mail:fauzan727@rocketmail.com) ABSTRAK
In International crime wealth is usually the result of a crime by the offender concealed, then removed again as if from the legal outcome, it is better known internationally in terms of money laundering or money laundering, is an act or an attempt by criminals to conceal or disguise the origin of the assets with the intent refrain from prosecution for the crimes that have been carried out and securing wealth confiscated proceeds of crime from law enforcement agencies. This essay will discuss how setting money laundering (money laundering) in the perspective of international law? and how the implementation of money laundering (money laundering) was in Indonesia?, which aims to identify and analyze money laundering regulation and to find out what the rules are used in laundering money laundering money is good in the perspective of international law and its implementation in Indonesia. The method used to make this thesis is to use a kind of normative legal research methods that are done by examining library materials or secondary data, a qualitative analysis using secondary data consisting of primary legal materials, legal materials and secondary legal materials tertiary. Money Laundering setting research results in the Perspective of International Law can be seen from the money laundering control act, 1986 (MLCA), the Vienna Convention of 1988, the Palermo Convention of 2000, and the FATF. While Indonesia itself has had a law on money laundering arrangement with the passing of the Act. No. 15 of 2002 which converted into law. No. 25 of 2003 and replaced by the Act. No. 8 of 2010 on the prevention and combating of money laundering.
Keywords : Money Laundering, Internasional Law, National Law, Criminal offense
PENDAHULUAN
Dalam kejahatan internasional harta kekayaan hasil dari kejahatan biasanya oleh
pelaku disembunyikan, kemudian
dikeluarkan lagi seolah-olah dari hasil legal, hal tersebut lebih dikenal dalam dunia internasional dengan istilah pencucian uang
atau money laundering, adalah merupakan perbuatan atau upaya dari pelaku kejahatan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal-usul harta kekayaan, yang diperoleh dari tindak pidana dengan cara memasukkan harta kekayaan hasil kejahatan kedalam
sistem keuangan, khususnya sistem
2
negeri, dengan maksud untuk
menghindarkan diri dari tuntutan hukum atas kejahatan yang telah dilakukan dan
mengamankan harta kekayaan hasil
kejahatan dari sitaan aparat hukum.
Secara sederhana, pencucian uang adalah suatu praktek pencucian uang panas atau kotor (dirty money), yaitu uang berasal dari praktek-praktek ilegal seperti korupsi,
perdagangan wanita dan anak-anak,
terorisme, penyuapan, penyeludupan,
penjualan obat-obat terlarang, judi, tindak pidana perbankan. Untuk membersihkannya uang tersebut ditempatkan (placement) pada suatu bank atau tempat tertentu untuk
sementara waktu sebelum akhirnya
dipindahkan ke tempat lain (layering), misalnya menjadi pembeli saham di pasar modal, transfer valuta asing atau pembelian suatu aset. Setelah itu si pelaku akan menerima uang yang sudah bersih dari ladang pencucian berupa pendapatan yang
diperoleh dari pembelian saham, valuta asing atau aset tersebut (integration).
Pencucian uang dimasukkan dalam kategori kejahatan, pertama kali dikenal di Amerika Serikat pada tahun 1930-an. Istilah “money laundering” ditujukan pertama kali pada tindakan mafia yang mempergunakan uang hasil kejahatan yang berasal dari pemerasan, penjualan ilegal minuman keras dan perjudian serta pelacuran membeli perusahaan yang bersih guna mencampur uang hasil kejahatan dengan uang bersih. Tahun 1980-an jutaan uang hasil tindak kejahatan masuk dalam bisnis legal dan
ekonomi. Money Laundering sebagai
kejahatan kerah putih (white collar crime) yang dikenal sejak zaman perompak yang merampok kapal Portugis yang membawa berlian di Laut. Kemudian dikenal dengan money laundering ketika Al Capone, salah satu mafia besar di Amerika Serikat pada tahun 1930-an memulai bisnis Laundromats
3
(tempat cuci otomatis) yang modal usahanya jelas-jelas dari bisnis ilegal.
Bedasarkan uraian latar belakang di atas bagaimana “Tindak Pidana Pencucian
Uang (Money Laundering) Dalam Perspektif Hukum Internasional Dan Implementasinya Di Indonesia” Adapun
yang menjadi perumusan permasalahan skripsi ini adalah:
Perumusan Masalah
1. Bagaimanakah pengaturan tindak pidana pencucian uang (money laundering) dalam perspektif hukum Internasional?
2. Bagaimanakah implementasi dari
pengaturan pencucian uang (money
laundering) di Indonesia ? Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui dan menganalisa
pengaturan pencucian uang (money
laundering) dalam perspektif hukum Internasional.
2. Untuk mengetahui implementasi tindak pidana pencucian uang (money laundering) di Indonesia.
Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum normatif yaitu suatu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder.
Sumber data
Sumber data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang diambil
melalui penelitian kepustakaan.Data
sekunder terdiri dari : a. Bahan Hukum Primer
Data yang diperoleh didalam
perundang-undangan yang berlaku dan
mempunyai kekuatan hukum yang
mengikat. Maksudnya bahan hukum yang dikeluarkan oleh pemerintah dan bersifat mengikat, berupa peraturan
perundang-4
undangan dan perjanjian internasional dalam bentuk traktat dan konvensi diantaraya: 1. Money Laundering ControlAct 1986 (MLCA)
2. Financial Action Task Force (FATF) tentang pencucian uang Empat Puluh Rekomendasi.
3. Konvensi Wina 1988 (Vienna
Convention 1988) tentang Pemberantasan Pencucian Uang dari Kejahatan Peredaran Gelap Narkotika dan Psikotorpika.
4. UU No. 7 Tahun 1997 tentang pengesahan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa Tentang United Nations Convention Against Illicit in Narcotic Drugs an Psychotropic, 1988
5. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, yang kemudian diubah melalui Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidan Pencucian Uang (UU TPPU).
6. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. 7. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Transfer Dana.
b. Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti rancangan Undang-Undang, hasil-hasil penelitian, atau pendapat para pakar hukum, berupa : buku-buku, hasil penelitian, jurnal-jurnal hukum, hasil seminar, majalah-majalah, data yang didapat dari internet,
serta sumber lainnya yang dapat
dipertanggung jawabkan muatannya dan media masa lainnya baik elektronik maupun cetak.
c. Bahan Hukum Tersier
Bahan-bahan hukum yang
memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahn hukum primer dan sekunder yaitu :
1. Kamus Hukum
5
3. Kamus Bahasa Indonesia
Teknik dan alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi dokumen. Metode pengumpulan bahan dilakukan dengan penelitian kepustakaan (library research), studi ini dilakukan dengan jalan meneliti dokumen-dokumen yang ada, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi baik yang berupa buku, karangan ilmiah, peraturan perundang-undangan dan bahan tertulis lainnya yang terkait dengan penelitian ini.
Analisis Data
Dari data dan informasi yang diperoleh dari data sekunder, maka datayang telah di olah tersebut akan dianalisis secara kualitatif, dimana penulis akan mempelajari
hasil data sekunder yang kemudian
dijabarkan secara sistematis dalam skripsi tanpa bantuan rumusan statistik karena data-data tidak menggunakan angka-angka.
Hasil dan Pembahasan
A. Pengaturan Pencucian Uang (money Loundering) dalam Perspektif Hukum Internasional
1. United Nation Convention Against illicit Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances 1988 atau disebut juga dengan Konvensi Wina 1988 merupakan titik puncak untuk pemberantasan pencucian
uang dari krjahatan peredaran gelap
narkotika dan psikotropika. Konvensi ini mewajibkan setiap Negara yang telah
meratifikasinya untuk melakukan
kriminalisasi pencucian uang melalui
perturan perundang-undangan. Beberapa ketentuan penting dalam konvensi tersebut yaitu Pasal 3 (1)(a) yang mengharuskan
setiap Negara anggota melakukan
kriminalisasi pencucian uang yang
berkatitan dengan peredaran gelap obat bius, selain itu mengatur ketentuan-ketentuan mengenai daftar pelanggran yang berkaitan dengan industry, distribusi atau penjualan gelap dari obat bius dan organisasi serta
6
pengelolaannya, atau keuangan dari aktivitas perdagangan gelap obat bius.
2. Pada tahun 2000 dikeluarkan pula
konvensi Palermo (the Internasional
Convention Against Transnational Organized Crime) di Palermo, Italia. Jika dalam konvensi Wina 1988 masih focus kepada pengendalian obat bius, di konvensi Palermo 2000 ini di atur lebih focus lagi ke dalam memberantas money loundering. 3. Upaya internasional yang cukup monumentasl dalam uapaya mencegah dan memberantas pencucian uang terjadi pada tahun 1989 di Paris, Perancis oleh Negara-negara yang tergabung dalam pertemuan The Group of Seven (G7) menyepakati dibentuknya the Financial Action Task Forces (FATF) dengan tujuan untuk menyusun rekomendasi internasional untuk memerangi dan memberantas pencucian uang.
4. Committee on banking regulatiaons and supervisory practice, yang laazim disebut
basle committee atau komite bassel, pada tahun 1974 didirikan oleh kelompok sepuluh dari para Gubernur Bank sentaral, yang kebanyakan berasal dari eropa barat dan amerika uatara. Komite ini pada tahun 1988, mengeluarkan sebuah asas etika melalui sebuah pernyataan yang disedut dengan Statement on prevention of criminal use of the banking system foe the purpose of money laundering.
B. Implementasi Pengaturan Tindak Pidana
Pencucian Uang (money Laundering) di Indonesia.
Lahirnya United Nations Against Illicit Traffic in Narcotic Drugs an Psychotropic Substances atau lebih dikenal United Nations Drugs convention (Vienna Convention 1988) yang ditandatangani oleh 107 negara diratifikasi oleh Indonesia 9 tahun kemudian dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang pengesahan konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika. Konvensi
7
Wina 1988 tersebut menjadi tonggak awalnya pemberantasan pencucian uang bagi dunia internasional yang bertujuan untuk menyelaraskan peraturan perundang-undangan dan prosedur administrasi di Negara berdaulat di seluruh dunia.
Hasil pengkajian FATF terhadap
Indonesia diperoleh kesimpulan bahwa atas dasar sumber daya yang tersedia, Indonesia telah memenuhi kriteria.Sementara itu
Indonesia masih belum memenuhi
ketentuan-ketentuan dasar mengenai anti-pencucian uang karena sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 15 tahun 2002, pencucian uang bukan merupakan tindak pidana di Indonesia.Kemudian tidak terdapat system yang mengharuskan dibuatkannya
laporan mengenai transaksi-transaksi
mencurigakan kepada Financial Intelligence Unit.
Dalam perjalan lahirnya undang-undang Nomor 15 tahun 2002 merupakan hasil dari tekanan FATF terhadap Indonesia melalui
perpanjangan tangan IMF, barulah lahir peraturan tentang pencucian uang di Indonesia diatur dalam undang-undang Nomor 15 tahun 2002 tentang tindak pidana pencucian uang. Kemudian pihak nasional
maupun internasional menyikapi agar
pemerintah melakukan amandemen dalam
undang-undang tersebut karena masih
banyak kelemahan didalamnya, diantaranya dalam UU no. 15 tahun2002 belum dicantumkannya defenisi pencucian uang. Barulah setahun kemudian lahir amandemen melalui undang-undang nomor 25 tahun 2003 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (UUTPPU). Untuk memenuhi kepentingan nasional dan menyesuaikan standar internasional, pemerintah pada tanggal 22 oktober 2010 telah memberlakukan UU No. 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sebagai pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun
8
2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 25 tahun 2003 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang tindak Pidana Pencucian Uang.
Kesimpulan A. Simpulan
Dari hasil penelitian dan pembahasan pada bab sebelumnya, maka penulis dapat menarik simpulan, antara alain:
1. Pengaturan money laundering dapat dilihat dari berbagai peraturan-peraturan
baik secara Internasional maupun
implementasinya secara nasional, berikut ini
diuraikan beberapa peraturan-peraturan
Internasional yang mengatur tentang money laundering seperti:
Konvensi Wina 1988, dan pada tahun 2000 dikeluarkan pula Konvensi Palermo 2000 di Palermo, Italia.
Selanjutnya kelompok Group of Seven (G-7) mendirikan financial action Task Forces (FATF). FATF bertindak dengan keras bagi
Negara-negara yang tidak menerapkan standar-standar yang sudah ditetapkan untuk mempersempit ruang gerak pencuci uang. Kemudian lahir juga komite Basel yang
merupakan kelompok perkumpulan
Gubernur Bank sentra di dunia, pada intinya FATF dan komite Basel merekomendasikan agar Negara-negara menerapkan prinsip mengenal nasabah bagi penyedia jasa keuangan yang terkenal ketat menaganut asa kerahasian bank.
2. Implementasi peraturan money
laundering di Indonesia lahir tahun 2002 dengan Undang-Undang Nomor 15 tahun 2002. Namun UU No.15 tersebut dirasa
masih setengah-setengah sehingga
diamandemen dengan Undang-undang
Nomor 25 Tahun 2003, barulah pada tahun 2004 Indonesia terlepas dari NCCT list, dan kini pemerintah Indonesia pada tanggal 22 oktober telah memberlakukan UU No.8 Tahun 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian
9
uang sebagai pengganti UU No 25 Tahun 2003 tersebut.
Bank Indonesia mengeluarkan peraturan
bank Indonesia Nomor 3/10/PBI/2001
tentang prinsip menegenal nasabah (know Your Costumer Principles).
Undang-undang tindak pidana pencucian uang juga melahirkan pusat pelaporan dan analisi transaksi keuangan (PPATK) sebagai financial Intelligent unit (FIU) di Indonesia, dimana fungsi PPATK adalah melakukan pencegahan dan pemberantasan TPPU, pengelolaan data informasi dan pengawasan terhadap kepatuhan pihak pelapor serta analisa atau pemeriksaan laporan dan informasi transaksi keuangan berindikasi tindak pidana pencucian uang.
Dibentuknya pusat pelaporan dan
analisis transaksi keuangan (PPATK) di Indonesia didirikan sebagai lembaga yang independen untuk menelusuri transaksi yang
mencurigakan agar dapat membantu
menegakkan hukum dalam memerangi
pencucian uang (money laundering) yang
diikuti dengan pembentukan Komite
Koordinasi Nasional oleh Presiden sebagai
bentuk perhatian pemerintah terhadap
pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
B. Saran
1. Penerapan sanksi yang lebih ketat oeleh Financial Action Task Forces (FATF) terhadap Negara yang tidak Kooperatif dalam pemberantasan pencucian uang bias menjadikan cambuk bagi Negara-negara yang belum kooperatif dengan rekomendasi FATF
2. Dirasa pemerintah Indonesia bisa
melibatkan Financial Action Task Forces
(FATF) dalam perumusan perjanjian
ektradisi dengan Negara yang tidak
koopertif yang menjadikan negaranya surge bagi koruptor Indonesia untuk bersembunyi dari jeratan hukum. Ekstradisi menjadi poin penting dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang, agar Negara tersebut
10
meratifikasi dan mengikuti rekomendasi dunia Internasional.
Ucapan Terima Kasih
Pada kesempatan ini penulis ingin
menyampaikan ucapan terimah kasih
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Ibu Dwi Astuti Palupi, S.H,.M.H. selaku Dekan Fakultas hukum Universitas Bung Hatta Padang.
2. Ibu Nurbeti, S.H,.M.H. selaku Wakil Dekan Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang.
3. Deswita Rosra, S.H, M.H selaku Ketua Bagian Hukum Internasional Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta Padang.
4. Poniar Warsono, S.H selaku Dosen
Pembimbing 1 yang telah banyak meluangkan waktu tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Kepada seluruh Bapak dan Ibu Dosen
yang telah bekerja keras demi
kelangsungan dan kejayaan bersama untuk Fakultas Hukum Univesitas Bung
Hatta dan atas pengabdian dan
dedikasinya dalam menyumbangkan
ilmu serta mendidik penulis selama duduk dibangku perkuliahan, serta Bapak dan Ibu Karyawan/karyawati Fakultas hukum yang telah membantu.
6. Sahabat dekat beserta kawan-kawan Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Hatta dan lainnya yang senantiasa memberikan dukungan dan masukan yang sangat membangun bagi penulis 7. Semua pihak yang tidak mungkin
penulis sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan dan bantuan yang sangat bermanfaat bagi penulis demi terselesainya skripsi ini
8. Teristimewa Ayahanda (Musril) dan Ibu
(Ardinah) tercinta yang selalu
memberikan dukungan dalam bentuk dukungan moral, do’a, maupun materil
demi kelancaran penulis mencapai
tujuan dan cita-citanya yang tampa kenal
lelah membesarkan dan mendidik
penulis, yang tidak akan mampu penulis membalasnya walau sampai kapanpun, hanya ALLAH SWT penulis berdo’a agar semua pengorbanan dan kasih sayang Papa Mama selama ini dibalas dengan kebaikan di dunia.
Akhirnya kata penulis ucapkan terima kasih sekali lagi atas segala
11
bantuan baik moril maupun materil yang telah penulis terima selama ini, dan hanya Allah SWT memberikan balasan yang setimpal terhadapnya. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca sekalian.
Daftar Pustaka A. Buku-buku
Amrullah Arief, 2004, Tindak Pidana
Pencucian Uang Money Laundering, Bayumedia Publishing, Malang.
Ashofa Burhan, Metode Penelitian
Hukum, Rineka Cipta, Jakarta. Imam Sjahputra, 2013, Teori dan Kasus
Money Laundering
(PencucianUang), Harvarindo,
Jakarta.
Husein Yunus, 2007, Bunga Rampai
Anti Pencucian Uang, Book
Terrace & Library, Bandung. N.T.H Siahaan, 2005, Money
Laundering (pencucian uang dan kejahatan perbankan),
Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Rajagukguk Erman, 2005, Rezim Anti
Pencucian Uang dan Undang-undang Tindak Pidana Pencucian Uang, Makalah, Medan.
Remy Sjahdeini Sutan, 2007, Seluk
Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta.
Sutedi Adrian, 2007, Hukum Perbankan
(suatu tinjauan pencucian uang, merger, likuidasi, dan kepailitan), Sinar Grafika, Jakarta.
————, 2008, Tindak Pidana Pencucian Uang, PT. Citra
Aditya Bakti, Bandung.
Tb. Irman, 2006, Hukum Pembuktian
Pencucian Uang Money Laundering, MQS Publishing &
AYYCCS Group, Jakarta. Setijoprodjo Bambang, 1998, Money
Laundering Pandangan Dalam Rangka Pengaturan, Jurnal Hukum Bisnis, Jakarta.
B. Peraturan Perndang-undang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian uang.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana.
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1997 tentang Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika
Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang yang kemudian diubah menjadi undang-Undang 25 Tahun 2003
12 Konvensi Wina 1988 tentang
pemberantasan peredaran gelap narkotika dan psikotropika
C. Sumber Lain
Tindak Pidana Pencucian Uang (money laundering),
http://www.jdih.bpk.go.id/ informasi
hukum/MoneyLaundering.pdf
Kasus Rudi Rubiandini,
http://www.sindonews.com.
Kasus Ahmad Fatanah,