• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SMP KARUNADIPA PALU TERHADAP KONSEP BANGUN- BANGUN SEGIEMPAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA SMP KARUNADIPA PALU TERHADAP KONSEP BANGUN- BANGUN SEGIEMPAT"

Copied!
422
0
0

Teks penuh

(1)

PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN VAN HIELE UNTUK MENINGKATKAN

PEMAHAMAN SISWA SMP KARUNADIPA PALU TERHADAP

KONSEP BANGUN- BANGUN SEGIEMPAT

M. Nur Yadil

Pendidikan Matematika, FKIP Univesitas Tadulako

ABSTRAK

Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas untuk mengatasi masalah

pembelajaran geometri SMP Karunadipa Palu. Untuk mencapai maksud tersebut, maka

peneliti menerapkan pembelajaran geometri model Van Hiele.

Dalam penelitian ini yang menjadi obyek penelitian adalah tiga siswa kelas I

SMP Karunadipa Palu tahun ajaran 2008/2009 khususnya tahap berpikirnya berada

pada tahap visualisasi. Sedangkan bahan ajar dibatasi pada bangun-bangun segiempat

yang terdiri dari jajargenjang, persegipanjang, belah ketupat, persegi, trapesium dan

layang-layang.

Sedangkan rancangan penelitian tindakan kelas ini mengikuti model Spiral

Kemmis dan Mc Taggart yang meliputi tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap

observasi/ evaluasi dan tahap refleksi. Penelitian ini dibagi dalam tiga siklus kegiatan,

masing-masing sebagai berikut: (1) siklus pertama dengan bahan ajar jajargenjang dan

persegipanjang, (2) siklus kedua dengan bahan ajar persegi dan belah ketupat dan (3)

siklus ketiga dengan bahan ajar trapesium dan layang-layang. Sedangkan data

dikumpul melalui tes , lembar observasi dan hasil wawancara. Pada umumnya data

bersifat kualitatif. Oleh karena itu pengolahan data menggunakan analisis kualitatif.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa skenario pembelajaran yang dirancang

pada setiap siklus dapat meningkatkan pemahaman siswa dari tahap berpikir

visualisasi ke tahap analitik.

Kata Kunci: Van Hiele, pembelajaran, pemahaman, Bangun Segiempat, dan konsep.

A.

PENDAHULUAN

a.

Latar Belakang Masalah

Matematika merupakan salah satu matapelajaran sekolah yang sulit

dipahami siswa pada umumnya. Mungkin karena obyek kajian matematika sifatnya

abstrak dan hanya ada dalam mental atau pikiran yang mempelajarinya. Meskipun

demikian bila sajian materi matematika itu dikemas sedemikianrupa dengan

(2)

pendekatan pembelajaran tertentu dan disesuaikan dengan perkembangan

inteletual siswa, maka akan dapat meningkatkan pemahaman siswa terhadap

materi yang akan dipelajarinya.

Bangun-bangun segiempat merupakan bagian materi geometri dari

matapelajaran matematika SMP. Menurut Kurikulum 2006 (KTSP) materi ini

diajarkan pada semester pertama di kelas I SMP. Berdasarkan kurikulum tersebut

kajian materinya meliputi pengertian bangun-bangun segiempat, sifat-sifat

bangun-bangun segiempat, keliling dan luas bangun-bangun segiempat.

Berdasarkan pengalaman mengajar para guru matematika yang

mengajarkan konsep-konsep bangun-bangun segiempat di SMP Karuna Dipa Palu

ternyata materi tentang pengertian dari bangun-bangun segiempat tersebut sangat

sulit dipahami siswa. Dalam hal ini siswa sangat sulit memahami pengertian

bangun-bangun segiempat itu bila disajikan dalam bentuk definisi formal. Pada

umumnya siswa hanya menghafal saja definisi itu tanpa memahami makna dari

definisi tersebut. Sebagai akibatnya siswa sulit untuk memahami sifat-sifat dan

hubungan antara sifat dari bangun-bangun segiempat tersebut. Sebagai contoh

dari hasil tes yang merupakan hasil survey awal kami dari calon peneliti ditemukan

bahwa ada siswa berpendapat bahwa jajargenjang merupakan persegipanjang

dengan alasan bahwa bentuk kedua bangun datar tersebut serupa.

Bila kondisi tersebut tidak ditangani secara intensif oleh pengajar (guru

matematika), maka siswa akan mengalami kesulitan yang lebih fatal lagi dalam

memahami konsep-konsep bangun-bangun ruang (kubus, balok, limas dan

lain-lain). Karena untuk memahami konsep-konsep bangun-bangun ruang dalam

geometri siswa terlebih dahulu harus memahami dengan baik konsep-konsep

bangun-bangun datar (bangun-bangun segiempat). Hal ini sesuai dengan pendapat

Hudojo (1990:4) bahwa “...mempelajari konsep B yang mendasarkan pada konsep

A, seseorang perlu memahami lebih dahulu konsep A. Tanpa memahami konsep A,

tidak mungkin orang tersebut akan dapat memahami konsep B”.

(3)

sebagian besar mereka berada pada tahap nol (visualisasi). Padahal berdasarkan

teori perkembangan intelektual dari Piaget bahwa siswa SMP ideal tahap

berpikirnya berada pada tahap formal. Akibat dari fenomena tersebut bahwa siswa

yang berada pada tahap berpikir visualisasi pada umumnya mereka mengalami

kesulitan dalam memahami konsep-konsep geometri yang disajikan secara formal.

Hal ini berarti pembelajaran dengan pendekatan informal- induktif perlu untuk

kelompok siswa yang berada pada tahap berpikir visualisasi.

Salah satu pembelajaran geometri yang menggunakan pendekatan informal

– induktif adalah pembelajaran geometri model Van Hiele. Menurut Van Hiele

apabila pembelajaran ini dirancang dengan tepat akan dapat meningkatkan tahap

berpikir siswa. Dengan demikian berarti akan dapat meningkatkan pemahaman

siswa terhadap konsep yang akan dipelajarinya.

Dengan demikian, atas dasar pemikiran dan fenomena di atas kami calon

peneliti tertarik untuk mengkaji masalah tersebut lewat suatu penelitian tindakan

kelas khusus untuk kelompok siswa yang berada pada tahap berpikir visualisasi.

b.

Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada bagian pendahuluan di atas, maka masalah penelitian ini

dinyatakan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:

“Bagaimanakah skenario pembelajaran model Van Hiele yang dapat meningkatkan

pemahaman siswa SMP Karuna Dipa Palu dalam memahami konsep

bangun-bangun segiempat?”.

c.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

a.

menghasilkan perangkat (skenario) pembelajaran tertentu untuk meningkatkan

pemahaman siswa SMP dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat.

Tentu skenario pembelajaran yang dimaksud mengacu pada model pembelajaran

(4)

Van Hiele khusus untuk kelompok siswa yang tahap berpikirnya visualisasi (kasus

tertentu).

b.

membantu guru matematika dalam rangka meningkatkan pemahaman kelompok

siswa yang tahap berpikirnya visualisasi dalam memahami konsep bangun-bangun

segiempat.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi:

a.

guru matematika SMP Karuna Dipa Palu dalam upaya meningkatkan kualitas

pembelajaran geometri. Karena kegiatan pembelajaran yang dilakukan selama ini

bersifat mekanistik sehingga perlu ada suatu inovasi pembelajaran yang bersifat

konstruktivis. Selain itu juga hasil penelitian ini diharapkan dapat sebagai bahan

banding atau bekal pengetahuan bagi guru matematika SMP Karuna Dipa Palu

khususnya dalam rangka merancang pembelajaran untuk kegiatan remidi.

b.

siswa SMP Karuna Dipa Palu dalam rangka meningkatkan kemampuan dirinya

untuk dapat memahami konsep bangun-bangun segiempat.

c.

pihak sekolah dalam rangka menambah khasanah perangkat pembelajaran

geometri SMP yang dimilikinya. Selain itu pula sebagai bahan informasi bagi pihak

sekolah (SMP) Karuna Dipa Palu dalam rangka mengambil kebijakan perbaikan dan

inovasi dalam bidang pendidikan.

B.

METODE PENELITIAN

Penelitian tindakan kelas ini termasuk penelitian tindakan partisipan.

Siswa kelas I SMP Karuna Dipa tahun ajaran 2007/2008 yang dijadikan subyek

penelitian. Kriteria siswa yang menjadi subyek dalam penelitian ini adalah siswa yang

tahap berpikirnya dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat berada pada

tahap visualisasi.

Jenis data dalam penelitian ini pada umumnya bersifat kualitatif. Data ini

diperoleh dari hasil observasi selama tindakan dan setelah tindakan pembelajaran

pada setiap siklus. Data ini juga diperoleh dari hasil wawancara sebelum

(5)

diperoleh dari hasil observasi dalam bentuk catatan lapangan para observer.

Wawancara dengan menggunakan Pedoman wawancara Terstruktur yang diadopsi dari

Eksprimental Task yang terdapat pada Appendix A (pp.35-53) dalam Final Report

Assessing Children’s Intellectual Growth In Geometry. Pedoman wawancara ini untuk

menjaring siswa yang menjadi subyek penelitian. Selain itu juga untuk menentukan

tahap berpikir siswa dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat setelah

diberikan tindakan pembelajaran (bila semua siklus telah berakhir).

Observasi dengan menggunakan Pedoman Observasi Terstruktur untuk

mengetahui kesesuian pelaksanaan tindakan pembelajaran yang dilakukan dengan

rancangan dan perangkat pembelajaran yang digunakan.

Sedangkan perangkat pembelajarannya terdiri atas (1) Skenario pembelajaran

yang merupakan rencana pembelajaran (RP) dan, (2) Lembaran Kerja Siswa (LKS).

Perangkat pembelajaran ini dibuat sedemikian rupa mengacu pada teori pembelajaran

geometri menurut Van Hiele.

Rancangan penelitian tindakan kelas ini mengikuti model Spiral Kemmis dan Mc

Taggart yang terdiri atas tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap observasi/ evaluasi

dan tahap refleksi.

Indikator keberhasilan tindakan pembelajaran pada setiap siklus ditentukan oleh

Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK) minimal dicapai 75% dari keseluruhan TPK pada tes

tindakan pembelajaran pada siklus tersebut. Bila pada suatu siklus indikator

keberhasilan itu belum dicapai, maka akan dilanjutkan tahap-tahap kegiatan seperti

diuraikan diatas dengan memperbaiki rancangan dan perangkat pembelajaran yang

digunakan. Bila pada suatu siklus tertentu indikator keberhasilannya tercapai maka

kegiatan-kegiatan pada siklus tersebut dinyatakan berakhir dan akan dilanjutkan pada

siklus berikutnya dengan materi (bahan ajar) yang lain. Bila semua bahan ajar tersebut

telah selesai diajarkan dengan mengalami beberapa siklus dan setiap tindakan pada

siklus tersebut berhasil, maka kegiatan penelitian selanjutnya mewawancarai subyek

penelitian dengan menggunakan pedoman wawancara yang dianggap telah baku

tersebut untuk menentukan tahap berpikir siswa setelah diberikan pembelajaran

(6)

dengan menerapkan model pembelajaran Van Hiele. Bila tahap berpikir subyek

penelitian telah mencapai tahap analitik, maka skenario (perangkat) pembelajaran

yang digunakan dalam penelitian ini cukup berhasil dapat meningkatkan pemahaman

siswa SMP Karunadipa Palu dalam memahami konsep bangun-bangun segiempat.

Demikian sebaliknya bila ada subyek penelitian tahap berpikirnya belum pencapai

tahap analitik, maka akan dilakukan pengecekan kembali terhadap kelemahan atau

kekurangan pada perangkat pembelajaran tersebut.

C.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil tindakan pada siklus I

Dari hasil tindakan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus pertama

ini diperoleh hasil bahwa hasil wawancara dan tes tindakan I menunjukan bahwa:

1.

Subyek penelitian 1 (S1) mampu menentukan sifat-sifat persegi panjang dan

jajargenjang dengan lengkap. S1 juga mencoba mendefinisikan persegi panjang

dan jajargenjang, tetapi salah. S1 dapat menggambar jajargenjang dan

persegipanjang serta diagonal-diagonalnya dengan sempurna.

2.

Subyek penelitian 2 (S2) hanya dapat menetukan sebagian sifat-sifat

persegipanjang dan jajargenjang serta dapat menggambar kedua bangun

tersebut dengan sempurna. Tetapi ia tidak dapat mendefinisikan kedua bangun

tersebut.

3.

Sedangkan subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat

persegipanjang dan jajargenjang serta dapat menggambar kedua bangun

tersebut dengan sempurna. S3 mencoba mendefinisikan kedua bangun

tersebut, tetapi kurang tepat (salah). Berdasarkan hasil tes tindakan 1 ini,

ternyata S3 dalam menggunakan istilah –istilah dalam geometri. Misalnya

susut-sudut dalam persegipanjang sama panjang dan titik-titik sudutnya sama

besar. Padahal yang ia maksudkan adalah besar sudutnya bukan titik sudutnya.

Dengan demikian penguasaan ketiga subyek penelitian tentang materi ini

cukup baik, hal ini ditandai dengan ketuntasan TPK utama (100%) dicapai.

Dengan kata lain tindakan pembelajaran yang telah dilaksanakan pada siklus

(7)

melanjutkan penelitian ini pada siklus berikutnya.

Hasil Tindakan Siklus II

Berdasarkan hasil tes tindakan 2 serta hasil wawancara kepada subyek

penelitian, diperoleh informasi bahwa:

1.

Subyek penelitian 1 (S1) dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat

meskipun tidak lengkap. S1 ini belum dapat menentukan definisi kedua bangun

tersebut. Kemampuan verbal yang dimiliki S1 ini relatif kurang, sehingga dalam

proses pembelajaran perlu dibimbing secara hati-hati oleh guru sehingga tingkat

pemehamannya terhadap konsep yang diajarkan dapat lebih meningkat.

2.

Subyek penelitian 2 (S2) dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat

dengan lengkap. Tetapi S2 belum mampu mendefinisikan kedua bangun tersebut,

ia hanya mengulangi saja menulis sifat-sifat persegi dan belah ketupat. Hal ini

berarti S2 belum memahami cara mendefinisikan suatu konsep. Berdasarkan hasil

wawancara S2 ini beranggapan bahwa belah ketupat merupakan jajargenjang yang

dibalik. Hal ini berbarti konversi siswa terhadap suatu gambar merupakan hal yang

perlu diperhatikan dengan baik oleh guru dalam mengajarkan geometri.

3.

Subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat persegi dan belah ketupat

dengan lengkap, tetapi mereka tidak dapat mendefinisikan kedua bangun tersebut.

Ternyata ketiga subyek penelitian itu dapat menentukan sifat-sifat persegi dan

belah ketupat. Hal ini berarti kedua TPK utama yakni siswa dapat menentukan

sifat-sifat persegi dan belah ketupat dalam tindakan pembelajaran pada siklus ini telah

tercapai (100%). Hal tersebut juga menggambarkan tingkat penguasaan siswa

terhadap bahan ajar mencapai di atas 85%. Dengan demikian tindakan pembelajaran

yang dilaksanakan pada siklus dua cukup berhasil, sehingga kegiatan penelitian ini

dapat dilanjutkan pada siklus berikutnya.

Hasil Tindakan Siklus III

(8)

1.

Subyek penelitian 1 (S1) dapat menentukan sifat-sifat trapesium dan layang-layang

meskipun belum lengkap. S1 juga dapat mendefinisikan trapesium dengan tepat,

tetapi belum dapat mendefinisikan layang-layang dengan lengkap.

2.

Sedangkan subyek penelitian 2 (S2) dapat menentukan sifat-sifat trapesium dan

layang-layang meskipun belum lengkap, tetapi S2 mampu mendefinisikan

trapesium dan layang-layang meskipun belum sempurna.

3.

Subyek penelitian 3 (S3) dapat menentukan sifat-sifat trapesium dan layang-layang

dengan lengkap, tetapi tidak mampu mendefinisikan kedua bangun tersebut

dengan sempurna. Dengan demikian TPK yang dirumuskan dalam tindakan

pembelajaran pada siklus ini dapat dicapai. Ternyata semua bahan ajar (materi)

bangun-bangun segiempat itu hanya dilaksanakan dalam tiga siklus dan setiap

tindakan dalam siklus tersebut cukup berhasil.

Sedangkan hasil wawancara dengan menggunakan Pedoman Wawancara yang

diadopsi dari Eksprimental Task yang terdapat pada Appendix A (pp.35-53) dalam Final

Report Assessing Children’s Intellectual Growth In Geometry terhadap ketiga subyek

penelitian ini setelah ketiga siklus tersebut selesai, diperoleh hasil ketiga subyek

penelitian itu telah mencapai tahap berpikir analitik. Hal ini berarti skenario

pembelajaran yang dirancang berdasarkan teori pembelajaran Van Hiele dapat

meningkatkan tahap berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analitik khususnya

pada topik bangun- bangun segiempat.

D.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka ada beberapa hal yang dapat disimpulkan

sebagai berikut:

1.

Ternyata skenario pembelajaran model Van Hiele yang digunakan dalam

pembelajaran pada pokok bangun-bangun segiempat dapat meningkatkan

pemahaman siswa. Skenario pembelajaran itu terdiri dari Rencana Pembelajaran

(9)

berpikir visualisasi ke tahap berpikir analitik. Perangkat pembelajaran ini dapat

dilihat pada lampiran laporan penelitian ini.

2.

Pembelajaran dalam seting kelompok yang sifatnya heterogen ternyata sangat

membantu siswa dalam memahami suatu konsep. Karena melalui negosiasi ide

dalam diskusi tingkat perkembangan pemahaman siswa terhadap konsep-konsep

yang diajarkan dapat lebih meningkat. Hal ini sesuai dengan pendapat Vygotsky

bahwa dalam pembelajaran kelompok hakekat sosial belajar memegang peranan

sangat penting.

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi .1999. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Bumi Aksara.

Bekti, Susilo. 2000. Pengembangan paket pembelajaran geometri pokok bahasan

segiempat berpandu pada langkah-langkah pembelajaran Van Hiele untuk

meningkatkan tahap berpikir siswa dari tahap visualisasi ke tahap analitik.

Tesis. PPS Unesa .

Burger, W.F. & Shaughnessy, J.M. 1990. Assessing Children’s Intelectual Growth in

Geometry . Final Report . Oregon : Oregon State University .

Carey,Lou and Dick, Walter. 1978. The Systematic Design of Instruction (3

rd

ed). United

States Of America, Harper Collins.

Clements, D.H & Battista, M.T. 1992. Geometry and Spatial Reasoning. Handbook of

research on mathematics teaching and learning. NCTM.

Dahar, Ratna Willi. 1989. Teori- Teori Belajar. Erlangga.Jakarta

Depdikbud. 1993. GBPP SLTP Mata Pelajaran Matematika. Kurikulum Pendidikan

Dasar.Proyek Peningkatan SMA , Tenaga Edukatif dan BPG Jawa Timur.

Depdiknas. 2001. Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SLTP.

Diknas Jakarta.

Fuys, D; Geddes, D:& Tischer, R. 1988. The Van Hiele Model of Thingking in Geometry

Among Adolescents. JRME , Monograph no.3 Reston: NCTM.

(10)

Ibrahim, Muslimin. 2001. Model Pengembangan Perangkat Pembelajaran Menurut

Jerold E. Kemp & Thiagarajan. A reference used in the Overseas Fellowship

Program Contextual Learning Materials Development Proyek Peningkatan

Mutu SLTP, Jakarta.

Mudhoffir. 1990. Teknologi Instruksional. PT. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Kho, Ronaldo. 1996. Tahap Berpikir Dalam Belajar geometri Siswa-siswa kelas II SMP

Abepura berpandu Model Van Hiele. Tesis. PPS IKIP Malang .

Pandoyo dkk.1994. Matematika 1b untuk SLTP. Balai Pustaka. Jakarta.

Ratumanan, T.G. 2001. Pengenalan Teori Vygotsky dan Implikasinya Dalam Pendidikan

Matematika. Buletin Pendidikan Matematika. Tahun 3, no.1 PS

Pend.Matematika FKIP Universitas Patimura Ambon.

Ruseffendi . 1985. Pengajaran Matematika Modern. Tarsito Bandung.

Soebakri. 1998. Penguasaan Tingkat Penalaran Geometrik Siswa SMU Negeri Kodya

Surabaya (Suatu Paradigma Evaluasi Penguasaan Tingkat Penalaran

Geometrik). Tesis. PPS IKIP Surabaya.

Soedjadi & Moesono, Djoko.1994. Matematika 2a untuk SLTP . Balai Pustaka .Jakarta.

Soedjadi.1996. Diagnosis Kesulitan Siswa Sekolah Dasar Dalam Belajar Matematika

(Kajian kualitatif pembelajaran topik yang sering menjadi masalah). Laporan

Penelitian. FPMIPA IKIP Surabaya .

--- . 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia . Dikti . Jakarta.

--- . 1993. Fungsi Penelitian Kelas Secara Mandiri oleh Pengajar Matematika

sehubungan

dengan

Orientasi

Matematika

Sekolah

Dalam

Era

Perkembangan IPTEK ( Suatu upaya perbaikan implisit dan mencari model

pengajaran ). Media Pendidikan dan Ilmu Pengetahuan. Tahun 15, no. 64

IKIP Surabaya .

Suparno ,P. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Kanisius. Yogyakarta.

Suwarsono ,ST .2000. Permasalahan-Permasalahan Dalam Pembelajaran Geometri dan

Pemikiran Tentang Upaya-upaya Pemecahannya .Makalah seminar nasional

geometri FPMIPA Univeritas Negeri Surabaya .

Soekamto , T & Winataputra, U.S.1995. Teori Belajar dan Model-Model Pembelajaran.

Depdikbud Dikti. Jakarta.

(11)

Sunardi.2000a. Pembelajaran Geometri SLTP dan Problematikanya. Makalah disajikan

pada seminar nasional pengajaran matematika sekolah menengah di

Universitas Negeri Malang . FPMIPA Universitas Negeri Malang.

--- . 2000b. Teori Van Hiele sebagai dasar Pengembangan Bahan Pembelajaran

Geometri SLTP . Makalah kuliah Psikologi Kognitip. PPS Universitas Negeri

Surabaya.

--- . 2000c. Hubungan Tingkat Berpikir Siswa Dalam Geometri dan Kemampuan

Siswa dalam Geometri. Jurnal Matematika .Universitas negeri Malang.

---. 2000d. Tingkat Perkembangan Konsep Geometri Siswa Kelas 3 SLTP Di Jember.

Proseding Konferensi Naional X Matematika ITB, 17-20 Juli 2000.

Usiskin ,Z,& Senk,S. 1990. Evaluating a Test of Van Hiele Levels : A Response to Crowley

and Wilson. Journal for Research in Mathematics Education. Vol.21, no 3.

Reston : NCTM.

(12)

P-2

MODEL PENGAJARAN UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN

PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PADA GURU SMP

Drs. Syaiful, M.Pd

Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

FKIP Universitas Jambi

E-mail: pak_bakri@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini mencobakan suatu model pengajaran Pemecahan Masalah

Matematika (PMM) di SMP. Rancangan penelitian berbentuk eksperimen dengan tes

awal dan tes akhir. Subyek sampel penelitian adalah 18 guru matematika di SMP di

Jambi. Pemilihan penelitian guru dilakukan dengan cara mengundang partisipasi

mereka secara sukarela. Sampel guru dipilih sedemikian rupa sehingga mewakili semua

tingkat kelas (I, II, dan III) yang berasal dari SMP.

Perlakuan diberikan secara bertingkat, yaitu peneliti mengajarkan PMM kepada

sampel guru, kemudian mereka mengajarkan PMM kepada siswa di kelasnya

masing-masing. Perlakuan kepada guru dilakukan sebanyak 7 kali pertemuan dengan sekitar 3

jam tiap pertemuan. Perlakuan kepada siswa dilaksanakan kepada subyek sample guru

sesuai dengan jadwal masing-masing dan dengan materi yang sama untuk tiap tingkat

kelas yang sama.

Penelitian ini melibatkan beberapa macam instrument, yaitu tes untuk guru

sebagai tes awal dan tes akhir, skala pendapat model Likerst dan angket tentang PMM

untuk guru, dan 6 set tes PMM untuk siswa, masing-masing 2 set tes (tes awal dan tes

akhir) untuk siswa kelas I, II, dan III. Instrumen untuk guru dibuat oleh peneliti, dan

penelitian untuk siswa dibuat oleh guru dan diperiksa kembali bersama-sama dengan

peneliti.

Dari hasil penelitian menemukan bahwa hasil belajar PMM guru tergolong baik,

sedang hasil belajar PMM siswa masih tergolong kurang, dan pendapat guru tentang

PMM cenderung positif. Selanjutnya ditemukan pula pengajaran PMM memberikan

perolehan belajar yang berarti untuk siswa kelas III. Meskipun guru menyatakan

kesetujuannya terhadap pengajaran PMM di SMP, dan ada kenaikan skor pendapat

guru terhadap PMM, perlakuan tidak memberikan peningkatan yang berarti mengenai

derajat kepositifan pendapat guru terhadap PMM.

Kata Kunci: PBM, pemecahan masalah matematika (PPM), model pengajaran

(13)

Pendahuluan

Proses berfikir banyak diperlukan orang dalam memecahkan berbagai masalah.

Dalam beberapa hal mungkin sekali masalah perhitungan dapat diselesaikan dengan

menggunakan bantuan alat hitung yang sederhana atau yang canggih. Sebaliknya

proses berfikir dalam pemecahan memerlukan kemampuan intelektual tertentu yang

akan mengorganisasi strategi yang ditempuh sesuai dengan data dan permasalahan

yang dihadapi. Kemampuan intelektual seperti di atas akan melatih orang berfikir

kritis, logis dan kreatif, dimana cara berfikir semacam ini sangat diperlukan dalam

menghadapi perkembangan masyarakat yang semakin kompleks.

Pentingnya pemilikan kemampuan penyelesaian masalah oleh siswa dalam

matematika dikemukakan oleh Branca (1980) sebagai berikut: 1) kemampuan

penyelesaian masalah merupakan tujuan umum pengajaran matematika, bahkan

sebagai jantungnya matematika, 2) penyelesaian masalah meliputi metode, prosedur,

dan strategi merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika, dan 3)

penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika.

Sebagai implikasi dari pendapat di atas, maka kemampuan penyelesaian masalah

hendaknya dimiliki oleh semua anak yang belajar matematika mulai dari tingkat

Sekolah Dasar sampai Perguruan Tinggi. Polya(1956) dalam bukunya “How To Solve It”

menguraikan secara rinci empat langkah penyelesaian masalah disertai dengan

ilustrasi masalah, pertanyaan yang membimbing pemahaman tiap langkah, soal

latihan, dan menyelesaikannya dalam matematika. Keempat langkah itu adalah: 1)

memahami masalah, 2) merencanakan penyelesaian atau mencari alternatif

penyelesaian, 3) melaksanakan rencana atau perhitungan, dan 4) memeriksa atau

menguji kebenaran perhitungan atau penyelesaian. Serupa dengan Polya (1956),

Novak (1977) mengemukakan lima urutan kegiatan dalam penyelesaian masalah

sebagai berikut: 1) memahami masalah, 2) memilih atau mencari pengetahuan yang

(14)

relevan, 3) menyeleksi kemungkinan penyelesaian, 4) mengolah data, dan 5) menilai

kembali permasalahan

Dua penelitian (Utari dkk, 1993): Utari dalam Sanusi 1993) dengan

menggunakan tes yang berdasarkan langkah pemecahan masalah Polya, menemukan

masih rendahnya keterampilan siswa SMP (Utari, 1993) dan (Utari dalam Sanusi, 1993)

dalam menyelesaikan masalah matematika. Penemuan di atas mendorong peneliti

untuk merancang suatu model pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

pemecahan masalah matematika pada guru SMP. Secara rasional bila guru telah

memiliki keterampilan pemecahan masalah matematika yang memadai, diharapkan

mereka dapat melaksanakan pengajaran yang berorientasi pada pemecahan masalah

dan pada akhirnya diharapkan akan meningkatkan keterampilan pemecahan masalah

matematika siswanya. Dengan memperhatikan pentingnya pemilikan keterampilan

pemecahan masalah matematika untuk semua yang belajar matematika, maka

penelitian ini dirasakan semakin perlu untuk dilaksanakan.

Perumusan Masalah

Penelitian ini mencoba suatu model pengajaran yang dapat meningkatkan

keterampilan pemecahan masalah matematika subyek. Perlakuan diberikan secara

bertingkat, yaitu: peneliti memberikan perlakuan terhadap beberapa guru matematika

SMP, yang sedang mengikuti studi lanjut di Program Studi Pendidikan Matematika, dan

selanjutnya mereka memberikan perlakuan serupa kepada siswanya. Dengan demikian

penelitian ini menelaah efek perlakuan terhadap kemampuan pemecahan masalah

matematika pada guru dan siswa SMP.

Secara umum keberhasilan belajar seseorang antara lain dipengaruhi oleh

kesiapan belajar yang bersangkutan. Terdapat dua macam kesiapan belajar yaitu yang

bersifat kognitif dan yang bersifat afektif. Kesiapan belajar secara kognitif antara lain

berkaitan dengan penguasaan subyek terhadap pengetahuan dan jenis belajar yang

relevan dan pernah dipelajari dengan tuntutan belajar yang sedang dihadapi. Kesiapan

belajar secara efektif antara lain berhubungan dengan kesediaan subyek untuk

(15)

guru.

Berdasarkan uraian di atas penelitian ini ingin mengungkap empat pertanyaan

utama yaitu:

1) Bagaimana kualitas hasil belajar pemecahan masalah matematika guru dan siswa

SMP, ditinjau pada tiap langkah pemecahan masalah, secara keseluruhan, dan

pada tiap tingkat kelas siswa?

2) Adakah perolehan belajar yang berarti mengenai pemecahan masalah matematika

pada guru dan siswa SMP, ditinjau pada tiap langkah pemecahan dan secara

keseluruhan dan pada tiap tingkat kelas siswa?

3) Adakah perubahan pendapat guru terhadap proses belajar mengajar pemecahan

masalah matematika?

4) Apakah kelemahan dan keunggulan PBM pemecahan masalah matematika di

tingkat SMP?

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

a) meneliti kualitas hasil belajar pemecahan masalah matematika guru dan siswa SMP,

ditinjau pada tiap langkah pemecahan, secara keseluruhan dan pada tiap tingkat

kelas siswa.

b) meneliti kecendrungan dan perubahan pendapat guru tentang pendekatan proses

belajar mengajar pemecahan masalah matematika, setelah mereka mendapat

perlakuan.

c) mengembangkan model pengajaran yang dapat meningkatkan kemampuan

penyelesaian masalah matematika pada guru dan siswa SMP. Dengan kata lain

yang akan diteliti sejauh mana perolehan belajar yang dicapai guru dan siswa

sesudah perlakuan.

d) Meneliti kelemahan dan keunggulan pendekatan proses belajar mengajar

pemecahan masalah matematika di SMP.

(16)

Manfaat Penelitian

Pembahasan mengenai proses belajar mengajar dan hasil belajar dalam

pemecahan masalah pada berbagai bidang studi, terutama pada matematika, untuk

siswa pada berbagai tingkat sekolah pada dasarnya adalah sangat penting. Terdapat

beberapa alasan yang mendasari rasionalitas di atas.. Pertama, kemampuan

pemecahan masalah pada dasarnya merupakan satu diantara tujuan umum

pengajaran matematika, bahkan sebagai jantungnya matematika. Kedua, pemecahan

masalah merupakan proses inti dan utama dalam kurikulum matematika. Ketiga,

penyelesaian masalah merupakan kemampuan dasar dalam belajar matematika. Studi

mengenai pengembangan PBM pemecahan masalah dapat dicobakan terhadap subyek

pada tiap tingkat kelas dan tiap tahap kognitif siswa, asalkan disesuaikan dengan

kesiapan belajar subyek. Dalam kaitan ini dapat dikembangkan bermacam-macam

pendekatan baik mengenai PBM maupun dalam menyusun instrument untuk

pemecahan masalah matematika.

Dengan menelaah kelemahan dan keunggulan PBM pemecahan masalah, dan

dengan mempertimbangkan keterbatasan waktu belajar di sekolah, pendekatan PBM

ini dapat dicobakan untuk topik-topik tertentu yang merupakan topik esensial.

Penguasaan keterampilan pemecahan masalah merupakan topik esensial, dapat

dikembangkan oleh subyek terhadap topik lain, bidang studi lain, bahkan untuk

bertindak cerdas dalam kehidupan sehari-hari. Melalui PBM pemecahan masalah

diharapkan akan terbina sikap belajar yang positif, kreatif dan tidak mudah menyerah

dalam menghadapi tantangan. Sikap belajar di atas akan memberikan sumbangan

terhadap pribadi yang tangguh, karena pada dasar hidup di masyarakat adalah penuh

tantangan.

Dalam penelitian ini dilaksanakan PBM pemecahan masalah terhadap guru

yang kemudian akan diterapkan kepada siswanya. Oleh karena itu penelitian ini

(17)

kepada siswa yang kemudian diharapkan akan meningkatkan kemampaun pemecahan

masalah pada siswanya

Metode Penelitian

Disain dan Sampel Penelitian

Penelitian ini merupakan suatu studi eksperimen yang melibatkan guru

matematika SMP dan siswanya. Eksperimen dilakukan secara bertingkat dengan disain

seperti terlihat pada gambar 1.

Kelas eksperimen 0 01 X1 0 01

--- Sampel guru

0 01

Kelas eksperimen 02 X2 03

--- Sampel siswa

Kelas control 03

Keterangan :

0 : Skala pendapat guru terhadap PBM Pemecahan Masalah.

01 : Tes awal dan tes akhir PMM (tes yang sama) untuk guru disusun oleh peneliti.

02 :Tes awal PMM untuk siswa (terdiri dari 3 set, masing-masing satu set untuk

Tiap kelas, disusun oleh guru dan peneliti.

03 : Tes akhir PMM untuk siswa (terdiri dari 3 set, masing-masing satu set untuk

tiap kelas, disusun oleh guru dan peneliti

X1 : Pendekatan PBM pemecahan masalah untuk guru oleh peneliti.

X2 : Pendekatan PBM pemecahan masalah untuk siswa oleh guru.

Gambar 1. Disain Penelitian

Untuk memperoleh kualitas pelayanan terhadap guru dan tingkat ketelitian

dalam analisis data yang memadai maka penelitian ini bekerja dengan ukuran sampel

guru yang kecil. Subyek sample terdiri dari 18 orang guru matematika SMP dan 806

orang siswanya, dengan rincian seperti table berikut

(18)

Catatan: * Satu kelas siswa dari tiap guru

** Satu kelas siswa dari tiap guru kelompok kontrol ditambah 1 kelas siswa

dari guru yang sama pada kelompok eksperimen untuk kelas I, II, dan III.

Pemilihan subyek sampel guru kelompok eksperimen (12 0rang) dilakukan

dengan cara mengundang partisipasi guru matematika SMP yang bersamaan waktu ini

mereka sedang mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi Pendidikan

Matematika FKIP Universitas Jambi.. Dari 12 orang guru kelompok eksperimen, 3 orang

guru masing-masing seorang guru kelas I, II, dan III juga mengajar pada siswa kelompok

kontrol. Subyek sampel guru pada kelompok kontrol (6 orang) dipilih dengan cara

mengundang partisipasi (secara sukarela) guru matematika yang bersesuaian kelas dari

tiap subyek kelompok eksperimen pada SMP yang sama. Dengan demikian siswa kelas

kontrol terdiri dari 3 kelas siswa yang diajar oleh guru kelompok eksperimen, dan 6

kelas siswa yang diajar oleh guru kelompok kontrol; siswa kelompok eksperimen

terdiri dari 9 kelas siswa dari guru kelompok eksperimen, dan 3 kelas dari guru

kelompok eksperimen yang tidak disertai kelompok kontrol. Pengolahan data siswa

dari ketiga guru kelompok eksperimen di atas dilakukan secara terpisah dari kelompok

eksperimen yang lainnya.

Beberapa alasan yang mendasari cara pemilihan subyek guru seperti di atas

adalah: (1) dengan mengambil subyek guru yang sedang melanjutkan studi,

memudahkan pelaksanaan perlakuan dari peneliti dan tidak mengganggu jadwal

kegiatan mengajar subyek guru; (2) dengan kesertaan mereka secara sukarela, subyek

akan melaksanakan program (perlakuan kepada siswanya) tanpa merasa terpaksa; (3)

dengan mengambil subyek guru kelompok kontrol dari sekolah yang sama dengan guru

kelompok eksperimen akan mengurangangi faktor keragaman keadaan awal subyek

siswa.

Perlakuan Penelitian

Eksperimen dalam penelitian ini diberikan dengan tahap sebagai berikut:

1) Subyek guru dilatih mengembangkan pendekatan PBM pemecahan masalah

matematika. Latihan dilaksanakan dalam 10 kali pertemuan sekitar 3 – 4 jam tiap

(19)

PBM matematika, tahap-tahap pemecahan masalah, menyusun dan mengevaluasi tes

pemecahan masalah matematika, merancang PBM yang sesuai untuk siswa pada kelas

yang berkaitan.

2) Berdasarkan penjelasan pada butir 1) subyek guru menyusun tes dan pendekatan

PBM PMM untuk siswa masing-masing. Hasil tes yang disusun guru, kemudian dibahas

bersama dengan peneliti, dan disunting oleh peneliti untuk disiapkan sebagai tes akhir

PMM guru.

3) Berdasarkan hasil tes untuk guru, kemudian dilakukan penyederhanaan bahasa agar

mudah dipahami siswa, dan pengurangan banyaknya butir tes agar sesuai dengan

waktu yang tersedia. Diperoleh dua set tes PMM untuk tiap tingkat kelas siswa (untuk

tes awal dan tes akhir).

4) Subyek guru kelompok eksperimen melaksanakan pendekatan PBM pemecahan

masalah matematika untuk siswa di kelas masing-masing, dengan pokok bahasan yang

sama untuk tiap kelas yang sama. Perlakuan dari guru dimulai dengan pemberian tes

awal PMM, dan diakhir dengan tes akhir PMM. Pemantauan pelaksanaan PBM guru

kelas eksperimen dijaring melalui angket yang diberikan setelah tes akhir untuk siswa.

Pengajaran yang diberikan guru kelompok kontrol berjalan seperti biasa dengan

pokok bahasan yang sama dengan yang diberikan subyek guru kelompok eksperimen.

Rincian pokok bahasan yang diberikan pada penelitian ini adalah:

1). Himpunan, kalimat matematika, persaman dan pertidaksamaan sudut, dan bilangan

cacah untuk kelas I.

2). Teorema Phytagoras, perbandingan, keliling dan luas persegipanjang, dan jajar

genjang untuk kelas II.

3). Aritmatika, jarak dan waktu, lingkaran, kesebangunan, operasi aljabar, bangun

ruang, barisan bilangan, persamaan dan pertidaksamaan untuk kelas III.

Karena pelaksanaan tes awal pada kelompok kontrol pada beberapa sekolah

bersamaan waktu dengan kegiatan lain maka data tes awal tersebut tidak lengkap.

Selanjutnya data awal kelompok kontrol dalam penelitian ini tidak diolah.

(20)

Instrumen Penelitian dan Pengembangannya

Penelitian ini melibatkan 3 macam instrument yaitu: Tes Pemecahan Masalah

Matematika (Tes PMM), Skala pendapat tentang PMM, dan angket untuk guru tentang

pelaksanaan pengajaran PMM. Tes PMM terdiri dari 7 set, yaitu tes PMM awal untuk

guru dan 2 set tes PMM untuk siswa kelas I, II, III SMP, masing-masing sebagai tes awal

dan tes akhir.

Pengembangan instrument dilakukan sebagai berikut:

1). Tes Pemecahan Masalah Matematika (tes PMM).

a). Tes awal PMM untuk subyek guru.

Tes disusun oleh peneliti khusus untuK studi ini, berdasarkan langkah-langkah

Polya (1954) dan model intrumen yang dikembangkan oleh IPSP (Schoen dan Ohmke,

1980). Materi tes dipilih mengenai matematika SMP dengan asumsi subyek guru telah

menguasai materi tes dengan baik. Ditinjau dari kecocokan antara kisi-kisi tes dengan

butir tes yang bersangkutan, tes menunjukkan mempunyai kesaihan isi yang memadai.

b). Tes akhir PMM untuk guru, tes awal dan akhir PMM untuk siswa. Tes akhir PMM

untuk guru yang juga merupakan tes awal dan tes akhir PMM untuk siswa terdiri dari 2

set, dan disusun oleh guru bersama-sama peneliti selama perlakuan terhadap guru.

Cara ini dilaksanakan untuk beberapa tujuan, yaitu:

(1) sebagai usaha untuk menilai apakah subyek guru telah menguasai cara

menyusun dan menilai PMM untuk siswa.

(2) sebagai tes akhir PMM subyek guru.

(3) untuk meninjau kesaihan isi dan kesaihan muka tes PMM, terutama untuk

siswa.

Tes PMM awal mengenai materi yang sudah diajarkan guru sebelum perlakuan

PMM diberikan dan tes PMM akhir mengenai materi yang diajarkan guru kepada siswa

dalam perlakuan guru terhadap siswa. Tes disusun bedasarkan langkah-langkah Polya

(1954) dan model instrument yang dikembangkan oleh IPSP (Schoen dan Ohmke,

(21)

telah memiliki kesaihan isi dan kesaihan muka yang memadai. Reliabelitas tes PMM

untuk siswa kelas I, II, dan III yang ditinjau melalui koefesien Cronbach, berturut-turut

diperoleh sebesar 0, 48, 0,59, dan 0,60 untuk tes awal, dan 0,76, 0,74, dan 0,58 untuk

tes akhir. Hasil di atas menunjukkan bahwa tes PMM mempunyai derajat ketegapan

(reliabelitas) antara sedang dan tinggi dan dipandang telah memadai untuk diujikan,

menunjukkan tes mempunyai koefesien reliabelitas tes memadai.

2). Skala pendapat terhadap PBM pemecahan masalah matematika.

Skala pendapat terdiri dari 3 sub skala yaitu mengenai: (1) pandangan

konstruktivisme dalam pemecahan masalah; (2) pandangan cara PMM harus diajarkan;

dan (3) pandangan bahwa pemecahan masalah mendukung pencapaian pemahaman

yang lebih baik.

Pengembangan Skala dilakukan sebagai berikut:

a). Skala disusun dalam model Skala Likert dalam lima pilihan. Skala dikembangkan

dengan cara memodifikasi model skala pendapat dalam studi Pui Yee (1993).

Berdasarkan kecocokan antara kisi-kisi dengan butir skala yang bersangkutan, skala

pendapat telah memiliki kesaihan isi yang memadai.

b). Skala diuji cobakan kepada 24 orang guru matematika SMP, untuk medapatkan

butir-butir yang memadai. Butir skala yang dapat dipakai adalah butir yang mempunyai

respon pada kelima pilihan jawabannya (sangat tidak setuju, tidak setuju, netral,

setuju, dan sangat tidak setuju). Berdasarkan kriteria tersebut, dari 42 butir skala

terpilih sebanyak 38 butir terdiri dari 22 butir positif dan 16 butir negative. Pemberian

skor tiap pilihan jawaban (5 pilihan) dilakukan berdasarkan “pembobotan deviasi

normal dari kategori respons” (Edwarrs, 1969).

c). Reliabelitas skala ditinjau dari koefesien korelasi motode parohan untuk butir

ganjil dan genap. Perhitungan menghasilkan koefesien r = 0,67 untuk separoh tes, dan

0, 81 untuk keseluruhan tes dengan n = 24 yang menunjukkan releabilitas skala yang

memadai.

(22)

Angket ditujukan kepada subyek guru untuk memperoleh umpan balik dan

informasi mengenai pelaksanaan PBM pemecahan masalah matematika yang

dilaksanakan guru terhadap siswanya.

Analisis Data

Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:

1). Perhitungan rata-rata dan simpangan baku skor tes pemecahan masalah

matematika untuk guru dan siswa pada awal dan akhir perlakuan, baik pada kelas

eksperimen maupun kelas kontrol, tiap langkah PMM dan secara keseluruhan untuk

tiap tingkat kelas.

2). Perhitungan perolehan belajar pemecahan masalah matematika pada guru dan

siswa pada kelompok eksperimen dan kontrol, tiap langkah PMM dan secara

keseluruhan untuk tiap tingkat kelas.

3). Perhitungan rata-rata dan simpangan baku skor skala pendapat terhadap PBM

pemecahan masalah matematika untuk guru pada awal dan akhir perlakuan, baik pada

kelas eksperiment maupun kelas kontrol, secara keseluruhan dan berdasarkan tingkat

kelas.

4). Perhitungan perubahan pendapat guru terhadap PBM pemecahan masalah

matematika pada kelompok eksperimen dan kontrol secara keseluruhan dan pada tiap

tingkat kelas.

5). Pengujian hipotesis perbedaan rerata skor PMM guru, skor PMM siswa, dan

pendapat guru terhadap PMM dengan menggunakan uji statistik t, setelah pengujian

kenormalan distribusi data yang terkait.

Kesimpulan

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini memberikan beberapa kesimpulan yang

bervariasi. Beberapa temuan tersebut adalah:

1). Mengenai kualitas penguasaan pemecahan masalah matematika (PMM) guru dan

siswa; a) Penguasaan PMM guru yang mendapat pengajaran PMM tergolong baik,

(23)

masih merupakan proses yang sulit untuk siswa SMP.

2). Mengenai pengajaran dan hasil belajar PMM pada guru dan siswa SMP; a) ditinjau

dari segi pemahaman mengenai tahap-tahap PMM, cara menyusun soal latihan dan tes

PMM serta cara pemberian skornya, pengajaran PMM pada guru memberikan

peningkatan pemahaman proses PMM yang baik; b) ditinjau dari keadaan awal dan

akhir, pengajaran PMM bagi guru memberikan perolehan belajar PMM yang

bermakna, dengan kata lain terdapat peningkatan hasil belajar guru dalam PMM; c)

untuk siswa, meskipun hasil belajar PMM masih tergolong belum memuaskansekitar

44% dari skor ideal, pengajaran PMM memberikan perolehan belajar yang bermakna

pada siswa kelas II dan II SMP, terutama pada siswa kelompok pandai. Pada siswa kelas

III, pengajaran PMM belum memberikan peningkatan hasil belajar yang bermakna.

Namun jika ditinjau dari besarnya persentase siswa yang mencapai skor di

atas`kalisifikasi cukup, pengajaran PMM pada siswa memberikan peningkatan hasil

belajar yang bermakna.

3). Mengenai pendapat guru terhadap pengajaran PMM, dan pelaksanaannya; a)

ditinjau berdasarkan tingkat kelas dan secara keseluruhan, pendapat guru mengenai

pengajaran PMM di SMP tergolong positif. Ditinjau antar tingkat kelas, terdapat

peningkatan derajat kepositifan pendapat pada guru kelas yang makin tinggi.

Meskipun terdapat peningkatan derajat kepositifan pendapat guru setelah pengajaran

PMM, namun secara khusus pengajaran PMM belum memberikan peningkatan derajat

kepositifan pendapat guru terhadap PMM. Peningkatan derajat kepositifan pendapat

guru “mungkin” lebih banyak ditentukan oleh tingkat kematangan siswa dari guru yang

bersangkutan; b) meskipun hasil belajar siswa dalam PMM belum memuaskan, guru

setuju dengan pengajaran PMM di SMP antara lain untu: memberikan variasi bentuk

soal latihan matematika, dan mendorong siswa belajar lebih aktif; c) Kelemahan dan

kelebihan pengajaran PMM di SMP. Beberapa hambatan pelaksanaan PMM di SMP

diantaranya adalah: bentuk soal masih baru bagi siswa. Siswa belum terbiasa dengan

bentuk soal PMM; sukar menyusun soal latihan/tes bentuk PMM terutama untuk butir

yang mengukur tahap “mencari alternative penyelesaian”; pelaksanaan pengajaran

(24)

PMM memerlukan waktu relative lebih lama; dalam tes sumatif matematika dan

pengajaran bidang studi lain proses pemecahan masalah belum merupakan aspek yang

akan diujikan. Kebaikan pengajaran PMM diantaranya adalah: memberikan variasi

bentuk soal yang baru sehingga diharapkan siswa lebih kreatif dan tidak bosan,

terutama untuk siswa yang padai.

Implikasi dan Saran-Saran

Meskipun penelitian ini ditinjau dari berbagai segi, memberikan kesimpulan

tentang pengajaran PMM di SMP yang bervariasi, namun implikasi dari temuan

penelitian mendukung rasional bahwa pengajaran PMM di SMP merupakan satu

bentuk alternative pengajaran yang dapat dilaksanakan, dikembangkan, dan

disempurnakan lebih lanjut.

Sebagai tindak lanjut dari penelitian ini, antara lain dikemukakan saran sebagai

berikut:

1). Pengajaran PMM pada dasarnya pernah dilaksanakan oleh guru dalam latihan/tes,

sehingga beberapa bentuk soal pada dasarnya sudah dikenal oleh siswa. Keterbatasan

penelitian ini antara lain, adalah untuk menyelesaikan soal bentuk PMM memerlukan

waktu belajar yang cukup, siswa belum terbiasa dengan bentuk soal PMM, dan waktu

belajar yang terbatas karena menghadapi persiapan tes sumatif. Oleh karena itu

pengajaran PMM di SMP perlu dibiasakan, dan dikembangkan lebih lanjut, dengan

memilih topik-topik yang relevan. Saran tersebut pada dasarnya merupakan pemikiran

rencana pengajaran yang dapat merangsang siswa berpikir, dan beroreantasi pada

tantangan di masa depan.

2). Saran untuk penelitian selanjutnya. Secara umum proses PMM masih merupakan

aspek yang sukar untuk siswa SMP. Namun demikian aspek proses PMM adalah suatu

aspek penting dalam belajar matematika. Proses PMM melibatkan beberapa aspek

proses prasyarat yang lebih rendah. Ada kemungkinan hasil belajar siswa berkaitan

dengan tahap struktur hasil belajar siswa. Oleh karena itu disarankan dilakukan suatu

studi mengenai keterkaitan tahap struktur hasil belajar dalam matematika dan

penguasaan PMM, dan studi mengenai alternative pengajaran matematika yang

(25)

siswa.

Daftar Pustaka

Arikunto S, (1998), Prosedur Penelitian Suatu Penedekatan Praktek. Rineka Cipta,

Jakarata

Anonim, (2003) Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika SMA da MA. Diknas,

Jakarta

Branca, N. A (1980). “Problem Solving as Agoal, Process, and Basic Skill”, dalam Krulik,

S. dan Reys, R. E. Problem Solving in School Mathematics. NCTM.

Butts, T, (1980). “ Posing Problem Properly”, dalam Krulik, S. dan Reys, R.E. Problem

Solving in School Mathematics. NCTM

Krulik, S, dan Rudnick, L. A, (1980). Developing Problem Solving Skiils Mathematics

Teacher. Vol. 78, No. 9, Desember 1985

Margono S, (1997), Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta, Jakarta.

Polla G, 2001), Upaya Mencipta Pengajaran Matematika yang Menyenangkan. Buletin

Pelangi Pendidikan, Vol.2, Jakarta

Polya, G, (1956), Haw to Solve IT.

Pui Yee, F, (1993). Teachers Pedagogical Beliefs in Teaching Mathematical Problem

Solving in Primary School. Makalah Conference on Mathematics Education (SEACMEA)

dan Konferensi Matematika Nasional ke tujuh, di Surabaya, 7 – 11 1993

Ruseffendi, E.T. (1997), Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan

Kompetensinnya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA, Bandung:

Tarsito

Schoen, H. L, dan Oehmke, T. “A New Approach to The Mesurement of Problem

Solving Skiils”. NCTM.

Skemp, R.R (1975), The Psychology of Learning Mathematics, Harsmonsworth: Penguin

Book.

Utari, S dkk, (1993). Peranan Kemampuan Logik dan Kegiatan Belajat Terhadap

Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Pada Siswa di Kodya Bandung, Laporan

Penelitian

(26)

Utari, S dkk, (1991). Hubungan Antara Kegiatan Belajar, Pelaksanaan Perkuliah, dengan

Hasil Belajar Mahasiswa Dalam Matakuliah Kalkulus I, Laporan Penelitian.

(27)

PERILAKU METAKOGNISI ANAK DALAM MATEMATIKA: KAJIAN BERDASARKAN ETNIS

DAN GENDER PADA SISWA SMP DI KALIMANTAN BARAT

Dwi Astuti dan Bambang Hudiono

Pend.Matematika Univ.Tanjungpura

Abstrak

Luaran penelitian ini berupa temuan teori ataupun hipotesis yang mengungkap

karakteristik aktivitas metakognisi anak dalam keterkaitannya dengan kemampuan

akademis dalam bidang matematika yang dikaji dari perbedaan etnis dan gender.

Penelitian ini adalah penelitian investigasi yang dapat dipandang sebagai bagian dari

penelitian pengembangan tentang kemampuan metakognisi dalam matematika. Siswa

yang terlibat sebagai partisipan adalah siswa SMP kelas VIII dari empat daerah di

Kalimantan Barat yang terbagi dalam empat etnis dan dua jenis kelamin. Instrumen

yang digunakan berupa angket metakognisi, perangkat tes pemecahan masalah, dan

pedoman wawancara. Sistematika penyajian analisis data disusun dengan

menggunakan langkah analisis kuantitatif (statistik deskriptif dan statistik inferensial),

dan analisis kualitatif. Dari analisis deskriptif terdapat pengaruh etnis dan gender

terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika dan kemampuan metakognisi

siswa. Namun dari uji statistik, diperoleh simpulan bahwa kemampuan metakognisi

untuk ke-empat etnis tidak memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan dari uji

Anova: rata-rata skor kemampuan dasar dan pemecahan masalah untuk keempat

etnis, tidak identik. Dari hasil Post Hoc Test disimpulkan bahwa kemampuan

pemecahan masalah matematika etnis Cina dengan etnis Dayak dan antara etnis Dayak

dengan etnis Melayu memiliki perbedaan rata-rata skor yang signifikan. Berdasarkan

uji t dengan equal variance not assumed kemampuan pemecahan masalah dan

metakognisi untuk siswa laki-laki maupun siswa perempuan, tidak berbeda secara

signifikan. Begitu juga tidak ada interaksi antara etnis dan gender dalam kemampuan

memecahkan masalah matematika, dan dalam kemampuan metakognisi. Dalam

menghadapi soal pemecahan masalah matematika aktivitas metakognisi siswa

sebelum, selama, setelah dan dalam menghadapi soal sudah terlihat tetapi belum

optimal, masih dalam rentang kategori rendah sampai sedang.

Kata kunci: Metakognisi, Pemecahan Masalah Matematika

Pendahuluan

Dalam pembelajaran matematika, kemampuan metakognisi dapat tergali dan

teramati ketika siswa memecahkan masalah. O’Neil dan Abedi (1996) menyatakan

bahwa metakognisi adalah kesadaran seseorang untuk merancang, menerapkan, dan

(28)

memonitor strategi kognisinya. Untuk memecahkan permasalahan yang kompleks,

sangat diperlukan kemampuan metakognisi. Siswa sebagai pemecah masalah yang baik

jika dapat membimbing usahanya sendiri dengan menemukan cara dan informasi dan

mengkaitkannya antara pengetahuan awal yang telah dimiliki dengan situasi masalah

yang dihadapi (Lerch, 2004).

Kajian beberapa tahun terakhir menunjukkan pentingnya metakognisi dalam

perolehan dan penerapan keterampilam belajar dalam berbagai domain inkuiri

(Alexander, Fabricus, Fleming, Zwahr & Brown, 2003). Menurut Sperling (2004) kajian

metakognisi ada dua aspek, yaitu pengetahuan tentang kognisi yang merujuk pada

tingkatan pemahaman siswa terhadap memori dan cara mereka belajar; dan regulasi

kognisi merujuk pada bagaimana siswa dapat mengatur sistem belajar yang dimiliki.

(Boekaerts, 1997; Fernandez-Duque, Baird & Posner, 2000).

Mestre (1989) menyatakan bahwa budaya berpengaruh terhadap cara belajar

matematika. Upaya komprehensif untuk mengembangkan kemampuan matematika,

harus memperhitungkan faktor budaya, bahasa, sosioekonomi, dan sikap. Bahkan,

Shipman & Shipman (1985) menyatakan bahwa gaya kognisi dari kelompok etnis

sejenis, lebih baik dari pada kelompok dari berbagai etnis. Ini menunjukkan bahwa

adanya pengaruh kelompok etnis terhadap aktivitas kognisi siswa.

Kalimantan Barat merupakan propinsi yang penduduknya terdiri dari beberapa

kelompok etnis, diantaranya etnis Cina, Dayak, Melayu, Madura, Jawa dan etnis lain

yang masih kuat memegang adat budayanya masing-masing. Untuk itu timbul

pertanyaan ” Bagaimanakah keragaman perilaku metakognisi anak dari berbagai

kelompok etnis dan gender dalam menyelesaikan permasalahan matematika di

Kalimantan Barat?

Luaran penelitian ini berupa temuan teori ataupun hipotesis yang mengungkap

karakteristik aktivitas metakognisi anak dalam keterkaitannya dengan kemampuan

akademis dalam bidang matematika yang dikaji dari perbedaan etnis dan gender.

(29)

Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian investigasi yang dapat dipandang sebagai

bagian dari penelitian pengembangan tentang kemampuan metakognisi dalam

matematika. Kajian investigasi ditekankan pada keterkaitan beberapa variabel seperti

kemampuan metakognisi anak dalam matematika, kemampuan siswa dalam

memecahkan permasalahan matematika, dan latar belakang siswa baik secara etnis

dan gender. Siswa yang terlibat sebagai partisipan adalah siswa SMP kelas VIII dari

empat daerah di Kalimantan Barat berjumlah 219 orang, yang terbagi dalam empat

etnis dan dua jenis kelamin. Instrumen yang digunakan berupa angket metakognisi,

perangkat tes pemecahan masalah, dan pedoman wawancara.

Prosedur penelitian meliputi: pemberian tes pemecahan masalah untuk

melihat penalaran dan kemampuan akademis siswa, juga untuk menyegarkan proses

kognisi siswa dalam memecahkan masalah matematika, pemberian angket

metakognisi dalam bentuk skala likert yang terdiri dari empat kelompok pertanyaan

berkaitan dengan self monitoring yaitu: sebelum, ketika, setelah, dan strategi ketika

menghadapi soal pemecahan masalah matematika, dan wawancara terhadap

wakil-wakil dari kelompok, baik berdasarkan kemampuan, etnis, dan gender.

Hasil dan Pembahasan

Kemampuan Dasar dan Pemecahan Masalah Matematika

Untuk melihat kemampuan dasar dan pemecahan masalah matematika dari

para siswa, diamati dari hasil pengerjaan soal kemampuan dasar dan pemecahan

masalah matematika yang dilakukan oleh para siswa yang dikaji berdasarkan etnis dan

gender. Ringkasan skor para siswa berdasarkan etnis dan gender disajikan pada tabel 1

berikut ini.

(30)

TABEL 1

RINGKASAN SKOR HASIL PENGERJAAN SOAL KEMAMPUAN DASAR

DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA PARA SISWA

KELAS VIII SMP BERDASARKAN ETNIS DAN GENDER

DI KALIMANTAN BARAT

Etnis

Jenis

Kelami

n

Skor

Terting

gi

Skor

Terend

ah

Rera

ta

Rerata

dalam

%

Ukura

n

Samp

el

Simpanga

n

Baku

1. Cina

1

26

1

10,9

1

35,19

43

6,023

2

26

1

9,74

31,42

57

5,780

2. Dayak

1

15

1

7,29

23,52

14

3,561

2

26

1

6,92

22,32

26

5,137

3.

Melayu

1

20

1

9,62

31,03

21

6,289

2

29

3

12,1

6

39,22

45

8,099

4. Lain

1

18

2

8,4

27,10

5

6,269

2

16

5

9,00

29,03

8

4,375

Keterangan: Skor maksimal = 31

Jenis Kelamin: 1 = laki-laki; 2 = Perempuan

Data tabel 1 memperlihatkan, secara deskriptif kemampuan dasar dan

pemecahan masalah matematika siswa perempuan untuk etnis Melayu lebih baik

dibanding siswa perempuan dari etnis yang lain dan lebih baik dibanding siswa laki-laki

dari semua etnis dengan rata-rata skor 12,16 dari skor maksimal 31, kemampuan dasar

dan pemecahan masalah matematika untuk siswa laki-laki dicapai kelompok etnis Cina

dengan rata-rata skor 10,96. Skor tertinggi dicapai oleh siswa perempuan dari etnis

Melayu yaitu 29. Namun demikian secara umum kemampuan dasar dan pemecahan

masalah matematika siswa di Kalimantan Barat masih tergolong rendah karena

presentasi rata-rata skor nya sekitar 30 % dari skor maksimal.

(31)

Metakognisi Siswa

Untuk melihat kemampuan metakognisi siswa, diamati dari hasil angket

metakognisi yang terdiri dari empat kelompok pertanyaan yaitu: sebelum, ketika

(selama), setelah, dan strategi ketika menghadapi soal pemecahan masalah

matematika. Setiap aspek terdiri dari beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan

perilaku aktivitas metakognisi yang dapat dijawab oleh siswa dengan kategori: ya

(setuju), kadang-kadang (tidak yakin), dan tidak (tidak setuju). Ringkasan skor para

siswa berdasarkan etnis disajikan pada tabel 2.

TABEL 2

RINGKASAN SKOR HASIL JAWABAN ANGKET METAKOGNISI

PARA SISWA KELAS VIII SMP BERDASARKAN ETNIS DAN

SELF MONITORING DI KALIMANTAN BARAT

Rerata

Rerata (%)

Simpangan Baku

Ukuran Sampel

Sebelum 1

2

3

4

Total

8,02

8,13

8,18

8,92

8,14

66,83

67,75

68,17

74,33

67,83

2,00

1,539

1,672

1,847

1,818

100

40

66

13

219

Selama 1

2

3

4

Total

6,90

6,78

7,65

6,92

7,11

69

67,8

76,5

69,2

71,1

1,580

1,968

1,544

2,100

1,706

100

40

66

13

219

Setelah 1

2

3

4

Total

5,54

5,53

6,06

5,69

5,70

69,25

69,12

75,75

71,12

71,25

1,660

1,396

1,201

1,182

1,471

100

40

66

13

219

Jawab Soal 1

2

3

4

Total

6,22

5,80

6,18

6,08

6,12

51,83

48,33

51,5

50,67

51,00

2,521

2,151

2,155

1,656

2,296

100

40

66

13

219

Keterangan: 1: etnis Cina, 2: etnis Dayak, 3: etnis Melayu, 4: etnis Lain

(32)

Dari data tabel 2 terlihat bahwa secara deskriptif kemampuan metakognisi para

siswa dari kelompok etnis lain (selain etnis Cina, Dayak dan Melayu) yang berkaitan

dengan aktivitas-aktivitas sebelum memecahkan masalah, lebih tinggi dari siswa-siswa

etnis Cina, Dayak dan Melayu. Kemampuan metakognisi kelompok siswa dari etnis Cina

yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas sebelum memecahkan masalah paling rendah

dibanding etnis lainnya. Kemampuan metakognisi yang berkaitan dengan

aktivitas-aktivitas selama dan setelah memecahkan masalah paling tinggi dicapai siswa dari

kelompok etnis Melayu , dan terendah dicapai oleh siswa dari kelompok etnis Dayak.

Kemampuan metakognisi yang berkaitan dengan aktivitas-aktivitas dalam menghadapi

soal, rerata skor tertinggi dicapai oleh siswa dari kelompok etnis Cina, dan skor

terendah dicapai oleh siswa dari kelompok etnis Dayak. Namun demikian secara

klasikal kemampuan metakognisi yang berkaitan dengan aktivitas sebelum, selama,

dan setelah menyelesaikan masalah matematika tergolong sedang karena persentase

rerata skor kemampuan metakognisinya sekitar 70% dan kemampuan metakognisi

yang berkaitan dengan aktivitas menghadapi soal pemecahan masalah matematika,

tergolong rendah karena persentase rerata skor kemampuan metakognisinya kurang

dari 60%.

Untuk melihat kemampuan metakognisi siswa berdasarkan etnis dan gender,

dapat dilihat melalui ringkasan skor para siswa yang disajikan pada tabel 3 berikut ini.

TABEL 3

RINGKASAN SKOR HASIL JAWABAN ANGKET METAKOGNISI

PARA SISWA KELAS VIII SMP BERDASARKAN ETNIS DAN GENDER

DI KALIMANTAN BARAT

Etnis

Jenis

Kelamin

Rerata

Rerata

dalam %

Ukuran

Sampel

Simpangan

Baku

1. Cina

1

26,14

62,24

43

5,379

2

27,09

64,50

57

5,432

2. Dayak

1

25,64

61,05

14

5,242

2

26,54

63,19

26

5,508

3. Melayu

1

27,90

66,43

21

5,999

2

28,13

66,98

45

3,769

4. Lain

1

26,40

62,86

5

3,435

2

28,38

67,57

8

5,208

(33)

Jenis Kelamin: 1 = laki-laki; 2 = Perempuan

Dari data tabel 3 terungkap bahwa etnis dan gender berpengaruh terhadap

kemampuan metakognisi siswa. Hal ini telihat bahwa kemampuan metakognisi siswa

perempuan untuk etnis lain lebih baik dibanding semua siswa dari etnis Cina, Dayak,

dan Melayu. Kemampuan metakognisi siswa perempuan untuk etnis Melayu lebih baik

dibanding siswa laki-laki maupun perempuan dari etnis Cina dan Dayak. Kemampuan

metakognisi siswa perempuan untuk setiap etnis lebih baik dibanding siswa

laki-lakinya. Kemampuan metakognisi untuk siswa laki-laki rata-rata tertinggi dicapai oleh

siswa laki-laki dari etnis Melayu, disusul kemudian siswa laki-laki dari etnis lain, etnis

Cina dan rata-rata paling rendah dicapai siswa laki-laki dari etnis Dayak.

Hubungan Metakognisi dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika

Jika hasil pengamatan kemampuan dasar dan pemecahan masalah matematika

dihubungkan dengan hasil pengamatan kemampuan metakognisi siswa, secara lengkap

ringkasan skor para siswa disajikan pada tabel 4.

TABEL 4

RINGKASAN SKOR HASIL PENGERJAAN SOAL KEMAMPUAN DASAR

DAN PEMECAHAN MASALAH MATEMATIKA SERTA SKOR HASIL JAWABAN

ANGKET METAKOGNISI PARA SISWA KELAS VIII

SMP BERDASARKAN ETNIS DAN GENDER

DI KALIMANTAN BARAT

Etnis

Jenis

Kelamin

Rerat

a

K.D. &

PM

Rerata

K.D. &

PM

dalam %

Simp.Baku

K.D &

Rerata

MK

Rerata MK

dalam %

Simp.

Baku

MK

Ukuran

Sampel

1.

1

10,91

35,19

6,023

26,14

62,24

5,379

43

2

9,74

31,42

5,780

27,09

64,50

5,432

57

2.

1

7,29

23,52

3,561

25,64

61,05

5,242

14

2

6,92

22,32

5,137

26,54

63,19

5,508

26

3.

1

9,62

31,03

6,289

27,90

66,43

5,999

21

Gambar

Gambar 1. Disain Penelitian
Tabel 1.   Distribusi Frekuensi Kompetensi Guru Sekolah Dasar dalam
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kompetensi Guru Sekolah Dasar dalam Pemahaman  Notasi Matematika Guru  SD Pokjar Borobudur dan Guru SD Pokjar  Tegalrejo Tahun Akademik 2008/2009
Tabel 2. Daftar Jumlah Jawaban Benar Kelompok Eksperimen.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Koleksi Program VB 6.0 Konsep ADO untuk Tugas Akhir dan Skripsi. Jakarta : PT Elex

Dim AddStatus As Boolean Dim StrFilePath As String Dim SQLTemp As String Dim NewForm As Form. Private Sub cmdHapus_Click() On Error

World Bank Implementation Review Mission started with a kick-off meeting on January 15, 2015 with follow-up meeting on January 19, 2015. A wrap-up meeting was held on January

adendum Dokumen Pengadaan, dengan ini kami mengaju?,an Wnawaran untuk pekerlaan.

Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengetahuan, pengalaman dan dukungan keluarga pada ibu hamil trimester III yang tidak melakukan pemeriksaan kehamilan pertama

Sekolah yang telah memiliki tenaga operator komputer yang secara rutin memiliki tugas pendataan, sekolah diharapkan memanfaatkan tenaga tersebut untuk pemasukan

/APBD-P/2015 tanggal 17 Maret 2015, pekerjaan Penyusunan Detail Engineering Design (DED) Gedung Diklat dan Fasilitas Pendukung Lainnya, maka peserta yang masuk dalam calon daftar

melaksanakan tugas lainnya yang diberikan oleh pimpinan/atasan sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas Seksi Sumber Daya Manusia Dan