• Tidak ada hasil yang ditemukan

I. PENDAHULUAN Latar Belakang. pangan nasional telah banyak dilakukan salah satunya dengan cara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "I. PENDAHULUAN Latar Belakang. pangan nasional telah banyak dilakukan salah satunya dengan cara"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

Masalah kekurangan pangan masih merupakan masalah utama yang berkelanjutan, meskipun usaha-usaha untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional telah banyak dilakukan salah satunya dengan cara diversifikasi pangan. Diversifikasi pangan merupakan pilar utama dalam mendukung keberhasilan ketahanan pangan sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan pada beras dan upaya perbaikan gizi masyarakat.

Upaya diversifikasi pangan sebetulnya sudah dilakukan oleh pemerintah sejak awal tahun 60-an, namun sampai sekarang upaya tersebut masih sulit terwujud. Menurut Gayatri K. Rana, Kepala Pusat Penganekaragaman Konsumsi dan Keamanan Pangan, Badan Ketahanan Pangan Nasional (Tempo, 14 September 2012), proses diversifikasi masih terhambat pola pikir masyarakat. Kebijakan diversifikasi pangan kedepan harus mengacu pada aturan yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Nomor 68 tentang Ketahanan Pangan, yaitu dengan memperhatikan sumberdaya; kelembagaan; budaya lokal; teknologi pengolahan dan produk; serta peningkatan kesadaran masyarakat untuk mengonsumsi aneka ragam pangan dengan prinsip seimbang. Ini berarti keberhasilan diversifikasi pangan adalah tanggung jawab bersama, bukan hanya pemerintah apalagi Kementerian Pertanian.

(2)

Pencapaian diversifikasi pangan perlu memperhatikan tiga hal yaitu 1) peningkatan dan pencatatan produksi pangan pokok selain beras, 2) pengembangan diversifikasi produk olahan dengan melibatkan industri/swasta, 3) peningkatan pendapatan masyarakat melalui penciptaan lapangan kerja yang produktif dan berkelanjutan serta peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya pangan yang bergizi, beranekaragam, berimbang melalui model Komunikasi Informasi dan Edukasi (Ariani, 2012).

Diversifikasi pangan pada dasarnya memperluas pilihan masyarakat dalam kegiatan konsumsi sesuai dengan cita rasa yang diinginkan dan menghindari kebosanan untuk mendapatkan pangan dan gizi agar dapat hidup sehat dan aktif. Hal ini memang sangat dipengaruhi oleh daya beli masyarakat, pengetahuan, ketersediaan, dukungan kebijakan dan faktor sosial budaya. Secara implisit, upaya diversifikasi konsumsi pangan dapat diidentikkan dengan upaya perbaikan gizi untuk mendapatkan kualitas sumberdaya manusia Indonesia yang mampu berdaya saing dengan negara-negara lain. Diversifikasi konsumsi pangan ini dapat diukur dengan angka kecukupan energi (AKE) melalui pendekatan Pola Pangan Harapan (PPH).

PPH adalah susunan beragam pangan yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan utama yang bisa diketahui dari pola konsumsi pangan harian dari suatu rumah tangga. Penghitungan PPH diperoleh dari Angka Kecukupan Energi (AKE). Berdasarkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) tahun 2004 AKE pada tingkat konsumsi

(3)

adalah 2000 kkal/kapita/hari, sedangkan pada tingkat persediaan adalah 2150 kkal/kapita/hari. Angka 2000 kkal/kapita/hari ini terdiri dari 1000 kkal kelompok padi-padian, 120 kkal umbi-umbian, 240 kkal pangan hewani, 200 kkal minyak dan lemak, 60 kkal buah/biji berminyak, 100 kkal kacang-kacangan, 100 kkal gula, 120 kkal sayur dan buah, serta 60 kkal kelompok pangan lain-lain.

Gambaran pengeluaran konsumsi makanan di lokasi penelitian dapat dilihat pada tabel 1.1. Data pengeluaran konsumsi dalam satuan kkal/kap/hari disajikan di tingkat provinsi karena tidak ada data di tingkat Kabupaten.

Tabel 1.1. Pola Konsumsi Makanan Penduduk Kabupaten Boyolali dan Rata-Rata Konsumsi Kalori Per Kapita Sehari Propinsi Jawa Tengah Menurut Kelompok Makanan Tahun 2010

No Jenis Pengeluaran Makanan Kab. Boyolali*% PerkotaanProp. Jateng**

(kkal/kap/hari) (kkal/kap/hari)Perdesaan

1. Padi-padian 19,92 775,71 890,17

2. Umbi-umbian 0,70 21,83 36,06

3. Ikan/udang/cumi/kerang 2,61 23,01 22,41

4. Daging 3,11 36,69 23,52

5. Telur dan Susu 6,38 54,69 37,42

6. Sayur-sayuran 8,59 38,88 48,97

7. Kacang-kacangan 5,79 69,29 73,52

8. Buah-buahan 3,39 34,56 36,28

9. Minyak dan lemak 4,56 204,02 222,48

10. Bahan Minuman 6,08 98,24 98,51

11. Bumbu-Bumbuan 3,04 18,26 20,50

12 Konsumsi Lainnya 3,86 59,05 54,83

13 Makanan dan Minuman Jadi 22,42 368,93 301,11

14. Tembakau dan Sirih 9,56 -

-Jumlah 100,00 1.803,20 1.865,79

Keterangan:

Tembakau dan sirih walaupun termasuk jenis pengeluaran konsumsi namun dalam penghitungan kalori tidak ikut diperhitungkan karena dianggap tidak menghasilkan kalori Sumber : * Badan Pusat Statistik Propinsi Jawa Tengah : Pemerataan Pendapatan dan Pola

Konsumsi Penduduk Jawa Tengah (2010).

** Badan Pusat Statistik Indonesia: Konsumsi Kalori dan Protein Penduduk Indonesia dan Provinsi berdasarkan Hasil Susenas Panel Maret 2010

(4)

Tabel 1.1 memperlihatkan bahwa kelompok terbesar pengeluaran konsumsi makanan di Kabupaten Boyolali adalah kelompok makanan serta minuman jadi. Hal ini menunjukkan, sebagian besar masyarakat Boyolali pada saat sekarang lebih banyak mengonsumsi makanan yang praktis baik itu beli dari warung-warung makan atau memasak makanan siap saji yang mudah diperoleh.

Hipocrates, seorang filosof Yunani, menyatakan bahwa makanan mempunyai manfaat penting untuk pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan penyakit. Dalam pernyataannya tersirat bahwa ada zat-zat tertentu dalam makanan yang apabila dikonsumsi akan membantu membangun kesehatan seseorang. Sebaliknya, apabila zat tersebut tidak diperoleh dari makanan yang dikonsumsi, maka dapat menimbulkan penyakit. Hasil analisis kandungan gizi pada berbagai jenis pangan menunjukan tidak ada satu jenis pangan pun yang mengandung zat gizi yang lengkap yang mampu memenuhi semua zat gizi yang di butuhkan oleh manusia. Oleh karena itu penting sekali upaya diversifikasi pangan terutama di rumah tangga-rumah tangga yang masih memiliki anak dalam masa perkembangan sebelum beranjak ke usia dewasa.

Makanan beragam itu penting untuk kesehatan. Semestinya setiap orang sadar akan makan makanan beragam sehari-harinya. Kenyataan tidaklah demikian. Meskipun mengerti, banyak orang yang tidak dapat melakukannya karena keterbatasan daya beli. Tidak semua orang memiliki kemampuan yang sama dalam mengakses pangan secara beragam, sehingga

(5)

diperlukan upaya-upaya untuk mendorong dan memfasilitasi agar setiap orang memperoleh pangan dalam jumlah dan keragaman yang cukup (Forum Kerja Penganekaragaman Pangan, 2003 dalam Nur Aripin, 2012).

Hasil Penelitian Darwanto (2005) menunjukkan bahwa untuk menjamin keberlanjutan ketahanan pangan melalui peningkatan ketersediaan pangan nasional, utamanya beras sekaligus peningkatan kesejahteraan petani diperlukan kebijakan jangka panjang dan jangka pendek. Untuk jangka pendek masih diperlukan kebijakan perlindungan petani dengan pembatasan impor beras dan didukung dengan kebijakan yang mendorong peningkatan produksi domestik. Untuk jangka panjang kebijakan pembatasan impor tersebut dapat dikurangi secara bertahap namun kebijakan peningkatan produksi domestik masih diperlukan yang disertai pula dengan upaya penganekaragaman konsumsi atau pangan sehingga mengurangi tekanan pada ketersediaan satu macam produk pangan, terutama beras. Konsekuensinya, keanekaragaman ketersediaan bahan pangan perlu ditingkatkan pula dengan didukung agroindustri pengolahan pangan non beras yang berbasis produk dalam negeri agar dapat tersedia dan mudah diperoleh dimana saja. Pengembangan agroindustri tersebut diupayakan agar dapat sekaligus mendorong berkembangnya agroindustri rumah tangga sehingga sekaligus dapat meningkatkan kesejahteraan rumah tangga di perdesaan umumnya dan petani khususnya, menyangkut penelitian ini termasuk petani di sekitar hutan yang daerahnya sering diidentikkan dengan daerah rawan pangan.

(6)

Orientasi pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hutan pada dasarnya ada tiga yaitu orientasi dalam bentuk produk unggulan yaitu kayu-kayuan, orientasi pada kepentingan konservasi sumberdaya alam, dan orientasi pada kepentingan melakukan proteksi sumberdaya alam hutan untuk kepentingan publik. Orientasi yang ketiga ini sangat ditentukan oleh partisipasi masyarakat dalam mengelola kawasan Daerah Aliran Sungai. Untuk dapat mensinergikan ketiga orientasi tersebut, upaya menghidupkan kembali sosial forestri perlu dilaksanakan agar tiga fungsi hutan (ekologis, ekonomis, sosial) dapat tercapai.

Menurut Babulo (2009) fungsi hutan yang berperan dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat adalah mendukung konsumsi langsung masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan subsistennya, sebagai cadangan untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak dan menyediakan kemungkinan cara untuk mengatasi kemiskinan. Sebagaimana dulu kegiatan sosial forestri yang diusulkan pada Kongres Kehutanan sedunia ke-8 di Jakarta tahun 1978 yang mengangkat tema hutan untuk rakyat (forest for people) harus kembali didengungkan. Tujuan dari sosial forestri untuk meningkatkan standar kehidupan penduduk pedesaan, melibatkan mereka dalam proses pengambilan keputusan yang dipengaruhi oleh keadaan nyata masyarakat dan mendorongnya menjadi penduduk desa yang dinamis, mampu mengontribusi untuk kepentingan yang lebih luas dan menggunakan bermacam kegiatan yang bermanfaat. Seiring dengan tujuan tersebut, Menteri Kehutanan, Zulkifli Hasan melalui Direktur Jenderal Bina

(7)

Pengelolaan Daerah Aliran Sungai dan Perhutanan Sosial, Hari Santoso ketika membuka Hari Pangan Sedunia ke-31 pada Kamis 29 September 2011, bahwa hutan merupakan sumber cadangan pangan, energi dan air (Sarinah, 2011). Dengan mengusung tema "Penguatan Para Pihak Dalam Mendukung Akses Pangan Menuju Ketahanan Pangan Nasional", diharapkan subsektor Kehutanan dapat turut andil dalam mendukung ketersediaan pangan. Tanggung jawab Kementerian Kehutanan dalam mendukung ketahanan pangan ini juga tertuang dalam Peraturan Presiden No. 83 tahun 2006 tentang Dewan Ketahanan Pangan.

Sejak 2008 hingga Juli 2010, sektor kehutanan telah memberikan kontribusi pangan lebih dari 16,43 juta hektar dengan luas rata-rata mencapai 6,314 juta hektar per tahun dan komoditas pangan yang diberikan sejumlah 9,477 juta ton, setara pangan per tahun dari jenis padi, jagung, kedelai dan lain-lain. Upaya ini tak lepas dari usaha bersama dalam program kehutanan sosial.

Suhardi dkk (2002) menyebutkan sasaran program ketahanan pangan melalui pemanfaatan kawasan hutan dan kebun di Jawa adalah agroforestri yang lebih difokuskan pada agroforestri jenis ketela (agroforestri awal, yakni pada umur satu sampai tiga tahun) sedangkan tegakan yang berumur tiga tahun atau lebih (di bawah naungan), ditekankan untuk diagroforestrikan dengan garut ataupun ganyong. Hal ini dapat dilihat pada areal-areal kehutanan masyarakat dan juga hutan rakyat, salah satunya Hutan Rakyat di Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali yang dijadikan

(8)

lokasi penelitian. Hutan rakyat di Ampel memadukan tanaman kehutanan yaitu sengon dengan tanaman pangan antara lain ubi kayu, pepaya, pisang, cabai, kacang panjang, kacang tanah dan empon-empon juga rumput gajah. Namun, sebagian petani ada pula yang hanya menanam jenis tanaman keras saja.

Jenis tanaman yang dipilih petani di Hutan Rakyat dipengaruhi oleh pengetahuan petani dalam mengelola atau memanajemen lahannya. Menurut Mosher (1968), petani berperan dua hal yaitu sebagai manajer dan juru tani. Peran pertama, petani sebagai manajer salah satunya adalah menentukan jenis tanaman yang diusahakan oleh petani. Peran lain petani sebagai manajer adalah menentukan cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan, dan sebagainya. Jenis tanaman yang ditanam oleh petani tentunya tidak sembarangan dipilih, ada pertimbangan-pertimbangan tertentu dalam memutuskannya. Salah satu faktor yang berpengaruh adalah pengeluaran petani yang salah satunya adalah pengeluaran untuk konsumsi pangan di dalam rumah tangga.

Konsumsi pangan di dalam rumah tangga, menurut beberapa hasil penelitian tergantung pada tingkat pendapatan petani. Pada umumnya semakin besar pendapatan petani semakin beragam pula konsumsi pangannya. Menurut penulis, ada satu hal yang mendasari mengapa sebuah rumah tangga melakukan konsumsi pangan yang beragam, yaitu mereka sudah sadar kalau konsumsi pangan beragam akan berpengaruh pada

(9)

kesehatan. Ada niat tersendiri di dalam diri mereka untuk bisa melakukan konsumsi pangan yang beragam bagaimanapun kondisi ekonomi rumah tangganya. Selain itu adanya dukungan sosial di masyarakat dalam menunjang keberhasilan diversifikasi pangan, seperti pemberian makanan tambahan bagi anak balita sewaktu penimbangan berat badan di Posyandu. Contoh dukungan sosial lainnya adalah bantuan bibit tanaman keras yang diberikan oleh UD. Abioso (perusahaan kayu) kepada petani. Hal ini dapat mengurangi pengeluaran rumah tangga petani sehingga secara tidak langsung dapat membantu meningkatkan usahatani agroforestri di lahannya. Demikian pula akses informasi melalui penyuluh kesehatan maupun penyuluh pertanian mengenai penganekaragaman pangan akan sangat membantu keberhasilan diversifikasi pangan.

Petani dapat mendukung diversifikasi pangan apabila mereka juga bebas menentukan jenis pangan apa yang akan mereka tanam. Semakin beragam jenis tanaman harapannya akan semakin beragam pula ketersediaan pangan bagi rumah tangganya. Dalam situasi tertentu, seperti serangan hama karat puru pada tanaman sengon, petani juga cenderung berhati-hati karena apabila batangnya sampai busuk dapat jatuh menimpa tanaman pangan di bawahnya. Hal lain yang turut mendukung diversifikasi pangan adalah sumberdaya yaitu ketersediaan sarana seperti kendaraan pengangkut panen dan prasarana seperti jalan desa yang sudah beraspal yang akan memperlancar distribusi hasil panen petani ke konsumen.

(10)

Peran kedua, petani sebagai juru tani harus dapat mengatur, melaksanakan, dan mengawasi kegiatan usahataninya, baik secara teknis maupun ekonomis. Sebagian besar petani melakukan perhitungan dalam usahataninya namun tidak secara tertulis masih terbatas pada kebiasaan mengingat-ingat saja. Kebiasaan seperti ini memiliki banyak kelemahan, karena petani tidak bisa mengetahui secara cepat berapa jumlah biaya yang sudah dikeluarkannya dalam satu tahun atau dalam satu periode tanam, berapa keuntungan dan kerugian yang dia peroleh. Secara teknis banyak petani di perdesaan yang menguasai lahannya, namun secara ekonomis banyak yang belum benar-benar memperhatikannya. Seberapa besar hasil panen yang mereka peroleh dan berapa bagian yang mereka keluarkan untuk kebutuhan sehari-hari mereka, terutama untuk keperluan pangan, apakah hasil panen mereka dikonsumsi untuk keperluan rumah tangga sendiri, apakah untuk tujuan komersial atau kedua-duanya. Dari sini akan kelihatan bagaimana sebuah rumah tangga memandang sepetak lahan sebagai tempat produksi dan di sisi lain untuk tempat memenuhi pangan (konsumsi). Sebagaimana gagasan Prihatmoko et.al (2012) tentang Kisah Meja Makan, yang mengungkapkan bagaimana membangun kembali relasi antara lahan dan pangan yang tersaji di tengah keluarga tani dalam bentuknya yang paling dekat, langsung dan sederhana.

Berkaitan dengan penelitian ini, penulis ingin mengetahui jenis tanaman apa saja dari hasil agroforestri di hutan rakyat yang dikonsumsi oleh rumah tangga petani dan seberapa besar pengeluaran petani yang

(11)

terkait pangan yang harus dipenuhi di luar hasil panen agroforestrinya sendiri.

Kabupaten Boyolali sebagai salah satu kabupaten yang dikenal dengan kota susu dan memiliki areal hutan rakyat, lebih khusus di Unit Manajamen Hutan Rakyat Tunas Sari Mulyo (UMHR TSM) yang sebagian besar anggotanya adalah petani yang tidak menanam padi diharapkan bisa turut menyediakan pangan juga bagi rumah tangganya. UMHR TSM baru saja memperoleh sertifikat untuk Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat Lestari (PHBML) dari Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) di bulan Juni tahun 2012, dengan didampingi Lembaga Swadaya Masyarakat Aliansi Relawan untuk Penyelamatan Alam (LSM ARuPA). Keberadaan PHBML di kemudian hari harus dapat mencerminkan tingkat kesadaran masyarakat dalam melakukan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari melalui kerjasama dengan berbagai pihak terkait. Keberhasilan proses sertifikasi UMHR TSM ini diharapkan semakin memperkuat posisi hutan rakyat sebagai pemasok hasil hutan yang lestari serta meningkatkan perekonomian daerah dan nasional melalui cara yang bertanggung jawab dengan tetap mempertahankan 3 fungsi hutan yaitu fungsi ekologi, sosial dan ekonomi.

UMHR TSM yang terdiri dari 10 kelompok tani ini mengelola areal seluas 475.846 Ha, sebagian kelompoknya telah melaksanakan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL) sejak tahun 2003. Tujuan dari GNRHL sendiri ada empat yaitu meningkatkan pendapatan petani dan diversifikasi usaha tani, menyediakan sarana penyuluhan dan percontohan,

(12)

meningkatkan ketrampilan dan partisipasi anggota dalam penyediaan bahan kayu industri dan kayu bakar, serta meningkatkan kondisi lingkungan mikro. Mencermati tujuan GNRHL yang pertama yaitu meningkatkan pendapatan dan diversifikasi usahatani, penulis akan meneliti dan mencari keterkaitan hubungan antara diversifikasi tanaman di hutan rakyat atau usahatani agroforestri dengan diversifikasi pangan.

Diversifikasi pangan memiliki tujuan akhir yang erat hubungannya dengan kesehatan. Di Boyolali, prevalensi gizi kurang pada anak balita mulai tahun 2007-2009 semakin menurun dari 17,3% menjadi 11.37% dan terakhir 8,07% (Dinkes, 2009). Hal tersebut menunjukkan sebuah asumsi semakin meningkatnya kesadaran keluarga akan gizi. Peningkatan gizi ini tak lepas dari ketersediaan pangan yang beragam di masyarakat dan juga di dalam rumah tangga. Oleh karena itu, mengetahui perkembangan data keberagaman kebutuhan pangan dari rumah tangga untuk upaya peningkatan diversifikasi pangan perlu dilakukan baik itu di perkotaan maupun di perdesaan. Terlebih di perdesaan, mayoritas masyarakatnya adalah petani yang terkadang digolongkan sebagai masyarakat menengah ke bawah dan dianggap kurang memperhatikan keberagaman pangan.

Petani di hutan rakyat pada umumnya secara tidak sadar sudah menganalisa usahataninya walaupun masih sederhana dan hanya dalam ingatan. Namun, kebiasaan untuk mencatat semua hal yang terkait dengan pengeluaran dan penerimaan uang dari lahannya masih sangat kurang. Apalagi untuk mencatat pemasukan dan pengeluaran kebutuhan rumah

(13)

tangganya lebih khususnya pangan. Walaupun sering terdengar ucapan petani, “kalau dilihat dari pemasukan tidak imbang dengan pengeluaran tapi alhamdulillah kebutuhan sehari-hari masih bisa tercukupi”. Satu hal yang kadang mereka ketahui tapi tidak disadari, bahwa sebenarnya lahan-lahan hutan rakyat memberikan kontribusi besar dalam mengurangi kebutuhan rumah tangga karena pangan sehari-hari mereka sebagian besar dapat dipenuhi dari sana tanpa harus membeli. Ditambah lagi dengan dukungan sosial antar petani yang tinggi untuk saling membantu baik dalam bentuk fisik maupun tenaga apabila tetangga atau keluarga ada pekerjaan besar. Hal ini pula yang ingin diketahui peneliti apakah petani hutan rakyat sudah tidak banyak bergantung lagi dengan ketersediaan pangan di pasar.

Berdasarkan uraian singkat di atas mengenai usaha diversifikasi pangan dan pentingnya bagi manusia, fungsi-fungsi yang mempengaruhi perilaku seseorang serta usahatani petani hutan rakyat apakah nantinya dapat mendukung diversifikasi pangan, maka penulis merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang “Perilaku Petani Agroforestri untuk Mendukung Diversifikasi Pangan Rumah Tangga di Unit Manajemen Hutan Rakyat Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah usahatani agroforestri mendukung diversifikasi pangan?

2. Apakah faktor-faktor yang mendukung diversifikasi pangan di hutan rakyat ?

(14)

3. Bagaimana dengan pola konsumsi rumah tangga petani hutan rakyat apakah sudah ada diversifikasi pangan?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, penelitian ini bertujuan mengetahui perilaku petani agroforestri untuk mendukung diversifikasi pangan rumah tangga. Secara rinci tujuan yang akan diteliti adalah:

1. Menganalisis usahatani agroforestri di Unit Manajemen Hutan Rakyat Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali dalam mendukung diversifikasi pangan rumah tangga.

2. Mengidentifikasi faktor-faktor perilaku petani dalam mendukung diversifikasi pangan di Unit Manajemen Hutan Rakyat Kecamatan Ampel Kabupaten Boyolali yang meliputi niat, dukungan sosial, akses informasi, kebebasan pribadi, situasi bertindak, dan sumberdaya.

3. Menganalisis pola konsumsi pangan rumah tangga petani terkait angka kecukupan energi.

1.4. Manfaat Penelitian 1. Manfaat akademis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemikiran untuk pengembangan ilmu penyuluhan pembangunan khususnya penyuluhan pertanian, kehutanan dan peternakan.

(15)

2. Manfaat praktis

a. Memberikan informasi kepada masyarakat tentang pentingnya diversifikasi pangan

b. Memberikan informasi kepada rumah tangga petani tentang perlunya melakukan analisis usahatani di Hutan Rakyat dan perlunya penganekaragaman pangan.

c. Diharapkan dapat menjadi bahan informasi kepada: Unit Manajemen Hutan Rakyat untuk perencanaan pelatihan analisis usahatani, Badan Ketahanan Pangan dan Pelaksana Penyuluhan untuk perencanaan pangan, LSM Pendamping untuk melengkapi data sosial ekonomi menuju proses Sertifikasi Hutan Rakyat selanjutnya.

1.5. Keaslian Penelitian

Penelitian tentang Perilaku Petani sudah cukup banyak dilakukan dan penelitian tentang Diversifikasi Pangan sudah ada pula yang melakukan. Sejauh penelusuran penulis, penelitian mengenai perilaku petani lebih banyak memfokuskan tujuan pada perilaku risiko bisnis sedangkan untuk diversifikasi pangan memfokuskan pada prospek pengembangan sorgum. Perilaku petani dalam usahatani agroforestri untuk mendukung diversifikasi pangan di Unit Manajemen Hutan Rakyat belum pernah dilakukan. Adapun penelitian terdahulu yang sejenis dan berkaitan dengan penelitian ini adalah: 1) Analisis Perilaku Petani Terhadap Risiko Usahatani Lidah Buaya di Pontianak (Imelda, 2008); 2) Studi Komparatif Perilaku Petani Terhadap

(16)

Risiko Usahatani Padi Non Organik dan Semi Organik di Kabupaten Sragen (Abdullah, 2007); 3) Dampak Perilaku Petani Dalam Konservasi Lahan Terhadap Ragam Tanaman dan Pendapatan Usahatani Hutan Rakyat di Wilayah Perbukitan Kabupaten Bantul (Sutrisno, 2007); 4) Kajian Faktor-faktor Yang Berpengaruh Terhadap Perilaku Petani Dalam Pengambilan Keputusan Penebangan Hutan Rakyat di Kabupaten Semarang (Iriatno, 2007); 5) Risiko Pendapatan dan Perilaku Petani Terhadap Risiko Pendapatan Pada Usahatani Ubi Kayu di Kecamatan Kotabumi Utara Kabupaten Lampung Utara (Vitratin, 2009); 6) Prospek Pengembangan Sorgum Di Jawa Barat Mendukung Diversifikasi Pangan (Irawan dan Sutrisna, 2011); 7) Kajian Potensi Hutan Rakyat dan Analisis Interaksi Masyarakat dengan Sumberdaya Alam di Kabupaten Boyolali (Widayati, dkk; 2005)

Penelitian-penelitian di atas dengan judul perilaku semuanya lebih mengarah kepada perilaku risiko bisnis, artinya perilaku petani dikaitkan dengan keberaniannya untuk melaksanakan usahatani dalam rangka memperoleh penghasilan. Penelitian yang akan dilaksanakan mencoba mengukur perilaku petani tidak hanya dari motivasi dia untuk melaksanakan usahatani tersebut tapi juga bagaimana usaha tersebut dalam mendukung diversifikasi pangan. Perbedaan lain dari penelitian yang telah dilakukan di atas adalah mengenai topik penelitian yang sekaligus berbeda juga dari hal permasalahan dan tujuan. Sedangkan penelitian Hutan Rakyat yang dilaksanakan di Boyolali lebih menekankan pada kajian potensi untuk

(17)

tanaman kayunya dan interaksi masyarakat terhadap hutannya. Dari sini penulis meyakini bahwa penelitian tentang perilaku petani agroforestri untuk mendukung diversifikasi pangan di Unit Manajemen Hutan Rakyat belum pernah dilakukan dan berbeda dengan penelitian-penelitian terdahulu.

Gambar

Tabel  1.1.  Pola  Konsumsi  Makanan  Penduduk  Kabupaten  Boyolali dan Rata-Rata  Konsumsi  Kalori  Per  Kapita  Sehari  Propinsi  Jawa Tengah Menurut Kelompok Makanan Tahun 2010

Referensi

Dokumen terkait

Pada penelitian ini, wawancara yang dilakukan adalah wawancara terstruktur yaitu teknik pengumpulan data dimana peneliti telah mengetahui dengan pasti tentang

Ketiga pesan Paulus bagi jemaat Efesus dapat kita jadikan senjata untuk memelihara kebersamaan dalam komunitas/kelompok kita : keluarga, pekerjaan, gereja,

Oleh sebab itu, peran guru dalam mengembengkan multimedia pembejaran berbasis video sangatlah membantu pesrta didik karena semua kegiatan belajar mengajar

Dari gambaran keempat konsep yang telah dijelaskan di atas, maka penelitian ini akan dilanjutkan guna mengukur kontribusi antara keseluruhan variabel baik secara partial

Untuk mengetahui ada tidaknya hubungan secara bersama-sama antara pemahaman sejarah dan lingkungan sosial terhadap kesadaran sejarah siswa kelas XI IPS SMA Negeri 1

Berdasarkan data yang didapat selama bulan Januari sampai dengan Maret 2020 di PSC Kabupaten Barito Kuala jenis kejadian yang sering terjadi adalah KLL atau Kecelakaan Lalu

Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan ilmu pengetahuan dan sains dalam berbagai disiplin ilmu pada masa dinasti Umayyah Andalusia menjadi salah satu pemantik kemajuan peradaban

Dokumentasi ini dilakukan berdasarkan pemahaman bahwa ekspresi budaya (folklore) dan pengetahuan tradisional tidak memerlukan pendaftaran karena hal tersebut adalah sudah menjadi