• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB V KESIMPULAN. Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari. Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

387

BAB V KESIMPULAN

1. Kesimpulan

Dari uraian hasil penelitian mengenai aspek pewarisan Tari Klasik Gaya Yogyakarta (TKGY) yang dilakukan oleh Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat, lembaga formal, dan lembaga non formal di Daerah Istimewa Yogyakarta. Disertasi ini menjawab empat pertanyaan penelitian. Pertama, adalah langkah-langkah yang dilakukan oleh Kraton dalam memelihara keberadaan TKGY, dan alasan langkah-langkah tersebut dilakukan. Kedua, adalah peran lembaga di luar Kraton dalam mewariskan TKGY dan alasan atas peran tersebut. Ketiga, adalah metode pewarisan yang dilakukan oleh lembaga tersebut beserta alasannya. Keempat adalah nilai estetik yang menjadi kontribusi lembaga tersebut dalam pewarisan TKGY. Hal ini dapat disimpulkan sebagai berikut.

Pertama, langkah Kraton dalam pewarisan TKGY dapat diabstraksikan dalam tahap-tahap mulai dari isolasi, pemaparan, akuisisi, pengembangan, hingga umpan balik. Isolasi adalah langkah membangun aset jangka panjang atau ekuitas merek (brand equity) TKGY dengan menjaga TKGY sebagai sebuah barang langka dengan konsumsi terbatas. Langkah selanjutnya yang

(2)

388

dilakukan oleh Kraton setelah ekuitas merek terbangun adalah memberikan citra TKGY kepada masyarakat dalam bentuk yang paling megah. Langkah ketiga yang dilakukan Kraton adalah mengambil seni pertunjukan rakyat seperti wayang golek Menak lalu menjadi sebuah bentuk tari istana yang dinamakan Beksan Golek Menak. Setelah transaksi kultural terjadi, langkah selanjutnya yang diambil Kraton adalah membangun lembaga pewarisan TKGY di luar Kraton dan membuka ruang masukan dari abdi dalem dan masyarakat demi pengembangan TKGY lebih jauh.

Kedua, peran lembaga luar Kraton terdiri dari dua versi, yaitu versi formal yang dikembangkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai suprastruktur dari Kraton dan lembaga nonformal yang dikembangkan oleh para individu Kraton, abdi dalem, atau masyarakat umum. Dalam iklim politik global modern yang berbasis negara bangsa, keberadaan lembaga formal menjadi sangat penting untuk pewarisan TKGY. Lembaga pendidikan formal menjadi wadah pendidikan modern tari bukan saja bagi keluarga sultan dan abdi dalem, tetapi juga bagi masyarakat secara umum.

Lembaga formal berperan dalam transmisi TKGY ke luar negeri yang dijalankan baik melalui pementasan di luar negeri maupun mengajar TKGY secara keilmuan maupun secara praktis

(3)

389

di berbagai negara. Hal ini menjadikan langkah pembangunan ekuitas merek lapis kedua bagi Kraton atau lapis pertama bagi negara Indonesia.

Selain itu, lembaga formal menunjukkan kemampuannya dalam menampung individu-individu yang tertarik dengan TKGY untuk belajar di lembaga formal, baik dari dalam negeri maupun luar negeri. Akan sangat sulit bagi lembaga nonformal ataupun Kraton untuk melakukan fungsi ini karena setiap individu dalam latar modernitas diwajibkan untuk memiliki latar pendidikan formal dan mempelajari tari di lembaga nonformal yang dibatasi kesempatan pendidikan formal karena faktor usia.

Lembaga formal juga menjadi wadah pewarisan TKGY lintas karakter. Tradisi yang berkembang dalam Kraton dan sanggar adalah seorang penari TKGY harus mampu dalam satu karakter. Di lembaga formal, seorang penari putra harus mampu menari putri, dan begitu juga sebaliknya. Hal ini berfungsi penting bagi pewarisan karena menjamin ketersediaan sumber daya untuk semua karakter walaupun seandainya, seperti pada kecenderungan yang terjadi secara global, hanya perempuan yang berminat dalam mempelajari tari.

Peran terakhir lembaga formal adalah menjadi wadah inovasi TKGY. Lembaga formal pendidikan tinggi di Indonesia memiliki tiga tugas yang disebut tri darma perguruan tinggi:

(4)

390

pengajaran, penelitian, dan pengabdian pada masyarakat. Para pelajar di lembaga pendidikan formal kemudian ditugaskan untuk membuat kreasi tari atau hal-hal baru sebagai syarat kelulusan mereka. Karenanya, untuk pertama kalinya, seorang pencipta tari datang bukan dari kalangan abdi dalem, tapi datang dari kalangan rakyat. Akibatnya, bukan saja TKGY terwariskan, tetapi tari ini menjadi sangat beranekaragam.

Peran Lembaga Nonformal dikembangkan dengan tetap menjaga hubungan dengan Kraton dalam bentuk transmisi-transmisi karya. Perbedaan lembaga nonformal dari lembaga formal adalah orientasinya yang lebih pada aspek praktis TKGY daripada aspek ideal. Hal ini menghasilkan banyak penari TKGY yang memiliki karir di lembaga formal dan juga Kraton. Selain peran tersebut, lembaga nonformal juga menjadi penjaga aspek tampak dari TKGY. Sebagian di antara pendiri lembaga nonformal adalah putra atau saudara sultan sehingga merasa bertanggungjawab besar terhadap kelestarian TKGY.

Lembaga nonformal juga menjadi sarana pelatihan TKGY. Aspek penting pengembangan TKGY sebagai objek budaya di lembaga nonformal adalah orientasinya kepada pelatihan, daripada pendidikan. Dalam masyarakat modern, belajar TKGY secara komprehensif dapat menghilangkan minat atau bahkan menghambat pewarisan TKGY karena individu merasa bosan

(5)

391

apalagi jika segmen sasaran berada pada waktu yang masih jauh untuk dipelajari. Pendidikan nonformal berperan dalam memberi kepada individu secara langsung segmen sasaran mereka sehingga mereka tidak kehilangan motivasi.

Ketiga, metode pewarisan yang dilakukan oleh lembaga luar Kraton mengambil beberapa bentuk. Metode intensifikasi dilakukan dengan memberikan sebanyak mungkin materi TKGY sehingga menjamin TKGY terwariskan secara utuh walaupun tidak secara mendalam. Pembelajaran lintas lembaga dan Kraton dilakukan dengan mentransfer pelajar lewat ekstrakurikuler. Pembelajaran lintas lembaga memungkinkan TKGY terwariskan secara komprehensif dari segi metode karena setiap tipe lembaga memiliki metode pengajaran yang berbeda.

Pembagian pelajar berdasarkan kompetensi dilakukan pula untuk menjamin TKGY terwariskan secara bertahap mulai dari dasar hingga lanjutan. Pembagian pelajar juga dilakukan dengan berorientasi pada tingkat perkembangan bio-psikologis pelajar. Adanya kesamaan dalam materi tetapi berbeda dalam kriteria seleksi ini menunjukkan perbedaan dari segi paradigma. Tidak mengherankan jika paradigma usia merupakan paradigma yang digunakan oleh lembaga nonformal sementara paradigma kompetensi lebih sering digunakan oleh lembaga formal.

(6)

392

Metode imitasi digunakan dengan pelajar terlebih dahulu mengikuti guru dan tidak melakukan variasi apapun. Ada dua versi metode imitasi yaitu metode aliran (dinamis) dimana pelajar mengimitasi guru dalam satu tari penuh dan metode sempurna dimana pelajar mengimitasi guru dalam satu segmen atau satu gerakan tertentu sehingga pelajar tidak merasakan aliran dari tari, namun mengalami pembetulan dengan segera. Penelitian menunjukkan bahwa metode aliran lebih baik daripada metode sempurna. Metode wejedan (memegang) dan metode cermin adalah metode imitasi lanjutan. Selain itu, lembaga formal juga menggunakan metode analitik agar pelajar memahami mengapa gerakan-gerakan tertentu dilakukan.

Dilihat dari fokus pengajaran, terdapat metode individual yang memberikan pendidikan maksimum pada individu agar dapat menguasai TKGY. Metode alternatifnya adalah metode kolektif yang diarahkan pada pengajaran untuk banyak penari. Tujuan metode ini adalah memberikan imitasi maksimum sehingga diharapkan individu dapat mempelajari satu gerakan bukan saja dari guru tetapi juga dari rekan pelajar yang berada dalam kelompoknya.

Metode pengajaran lain mencakuplah menyanyikan, iringan gamelan, tepuk tangan, dan hitungan. Metode tersebut digunakan

(7)

393

untuk memberikan segmen-segmen tertentu TKGY pada pelajar, khususnya dalam aspek wirama.

Keempat, nilai estetik dilihat mulai dari Kraton dimana para sultan merancang sendiri versi TKGY yang kemudian disempurnakan lagi melalui kolaborasi antara Kraton, lembaga formal, dan lembaga nonformal. Rasa kreasi yang dimiliki oleh sultan dan abdi dalem juga ditransfer ke luar Kraton lewat sanggar-sanggar. Sementara itu, pemerintah Republik Indonesia mengembangkan sendiri upaya kreasi nilai estetis melalui pendidikan formal. Akibatnya, terjadi sebuah ledakan nilai estetis yang berkembang seiring dengan selera masyarakat dan identitas TKGY itu sendiri. Hampir setiap lembaga luar Kraton, formal maupun nonformal memiliki kreasi mereka sendiri. Akibatnya, sejumlah negara telah mengundang dan bahkan mempelajari aspek estetik TKGY untuk dinikmati berbagai kalangan di luar lingkungan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Motif-motif penari untuk menarikan TKGY pun mengalami transformasi dari awalnya tujuan supranatural menjadi upaya olah jasmani, pendidikan karakter, sarana perjalanan ke luar negeri, sarana mendapatkan beasiswa, memperkuat kesatuan sosial, mendorong kebanggaan kelompok, mendorong pariwisata, mendukung kapitalisme, dan mendatangkan kesejahteraan.

(8)

394

2. Saran

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh upaya memecahkan masalah pewarisan yang dihadapi oleh Malaysia dalam kasus tari Istana Melayu yang saat ini mengalami kemunduran. Kontribusi disertasi ini diharapkan pertama adalah memberikan best practice untuk dapat diadaptasi oleh pemerintah Malaysia dalam menghidupkan kembali tari Istana Melayu di Malaysia. Berdasarkan hasil penelitian yang dipaparkan di bagian awal bab ini, terdapat sejumlah rekomendasi bagi lembaga formal dan nonformal di Malaysia untuk mengembangkan Tari Istana Melayu di Malaysia.

1. Lembaga formal dan nonformal perlu membangun sebuah kerangka filosofis Tari Istana Melayu di Malaysia, yang analog dengan Joged Mataram dalam TKGY. Kerangka filosofis seperti pembinaan patokan baku ini dapat disarikan melalui studi lintas disiplin oleh para pakar lembaga formal dan refleksi mendalam para pakar lembaga nonformal terkait identitas kultural tari Istana Melayu seperti tari Asyik dan Joget gamelan di Malaysia. Kerangka filosofis ini kemudian ditanamkan dalam kurikulum pendidikan formal di dalam bidang seni tari di Malaysia.

2. Hasil penelitian memberikan sejumlah saran yang dapat diaplikasikan oleh para pengelola lembaga formal, nonformal,

(9)

395

negeri, dan Kerajaan di Malaysia. Saran ini mencakup perlunya membangun kerangka filosofis bagi Tari Istana Melayu, penggunaan penari berdasarkan kompetensi tanpa melihat etnis, regenerasi, orientasi sosial, dan dukungan kerajaan.

3. Seleksi penari di lembaga formal dan nonformal harus berdasarkan kompetensi, bukannya kedekatan atau etnisitas. Seandainya penari itu Tionghoa, jika mereka pandai menari tari ini, mereka harus dipilih. Dalam TKGY, tidak ada aturan untuk penari harus orang Jawa, dan semestinya juga dalam Tari Istana Melayu di Malaysia. Hal ini memang sulit dalam latar multikultural Malaysia, tetapi bukannya tidak mungkin. Langkah-langkah kompromi dapat dilakukan, misalnya jika etnik Tionghoa harus diajari menari Tari Istana Melayu di Malaysia, etnik Melayu juga harus diajari menari TKT (tari klasik Tionghoa). Di Indonesia, khususnya di kantong-kantong etnik Tionghoa di kawasan Melayu seperti Pontianak dan Singkawang, tidak sulit ditemukan etnik Melayu yang pandai menarikan tari singa dan ikut serta menjadi penari singa dalam kegiatan-kegiatan kapitalistik maupun budaya Tionghoa. Program ini akan lebih efektif dalam pewarisan objek budaya berbagai etnik di Malaysia daripada harus mengisolasi kembali objek-objek budaya tari berbagai etnik

(10)

396

dan mengutamakan tari-tari kontemporer yang bernuansa multikultural lebih pada gerak dan cerita daripada penarinya. 4. Regenerasi harus dilakukan di lembaga formal dan

nonformal. Para penari muda lebih mudah dilatih daripada penari tua. Mereka yang masih muda dapat diarahkan menarikan Tari Istana Melayu di Malaysia dengan benar dan dapat mewariskan Tari Istana Melayu di Malaysia yang benar, daripada penari yang sulit untuk menerima perubahan. Para penari usia muda ini penting khususnya pada lembaga pendidikan formal. Di lembaga formal yang sepenuhnya mengandung etnik Melayu, Tari Istana Melayu di Malaysia dapat diajarkan dengan mudah dan diterima semua pihak, dan kesempatan ini harus diambil karena kedepannya akan lebih sedikit terdapat kelas dengan komposisi etnik tunggal di Malaysia.

5. Orientasi sosial harus lebih ditekankan. Hal ini mudah jika dilihat bahwa Tari Istana Melayu di Malaysia tidak banyak mendapatkan perhatian di mata kapitalis. Walaupun begitu, hal ini juga sulit karena berarti dibutuhkan guru-guru yang berdedikasi tinggi untuk tugas sosial mendidik pelajar guna menari Tari Istana Melayu di Malaysia dengan bayaran rendah.

(11)

397

6. Dinas-dinas pemerintahan di negeri maupun kerajaan harus merekrut lembaga formal dan nonformal untuk melakukan pertunjukan di dalam dan di luar negeri. Saat ini langkah ini telah berjalan dengan baik dan diharapkan ke depannya menjadi lebih intensif dalam segi jumlah.

7. Selain itu, hasil ini kemudian dapat dijadikan sebuah best practice bagi upaya pewarisan tari Istana di berbagai tempat lainnya di Nusantara.

Selain saran khusus di atas, saran secara umum antara lain:

1. Pewarisan tari klasik harus dilakukan dengan melibatkan lembaga formal maupun lembaga nonformal. Lembaga formal berfungsi memberikan standar dan kurikulum penting untuk program pewarisan dari segi pendidikan dan memberikan alat kajian penting untuk menggali sejarah dan inovasi bagi tari yang ada. Lembaga nonformal berfungsi mewariskan langsung tari yang ada pada masyarakat lewat kemampuannya yang lebih mampu beradaptasi dengan konteks lokal.

2. Pelestarian tari klasik harus diarahkan pada berbagai bentuk pertunjukan sehingga tidak memunculkan kesan bahwa tari klasik hanya bersifat kecil dan tidak dapat dikembangkan. Harus ada model tari klasik yang bersifat

(12)

398

tunggal, berpasangan, hingga dramatari. Tugas bagi lembaga formal dengan berkolaborasi dengan lembaga non formal dalam upaya membangun tari klasik yang lebih kompleks sehingga mendorong ruang gerak pelestarian yang lebih besar.

3. Pemuliharaan (konvensi) tari klasik harus dilakukan dan ini merupakan tanggungjawab bukan saja lembaga formal dan nonformal tetapi juga lembaga Kraton sebagai pengelola budaya informal di masyarakat. Penglibatan Kraton dalam pemuliharaan bukan saja mengangkat kembali peran Kraton di masyarakat, tetapi menunjukkan bahwa tari klasik merupakan tari yang hidup, memiliki latar kesejarahan yang jelas, dan merupakan intisari yang lebih dalam di masyarakat. Hal ini berdampak bukan saja pada legitimasi upaya pemuliharaan dari berbagai stakeholder tetapi juga menjamin pemuliharaan dapat berlangsung berkelanjutan dan didukung oleh masyarakat yang saat ini sedang berada dalam upaya mencari kembali identitas mereka yang tenggelam dalam budaya modernitas.

(13)

399

3. Rekomendasi

Rekomendasi penelitian berikut ini berada di luar ruang lingkup penelitian sekarang, tetapi penting untuk proyek penelitian ke depannya.

Studi selanjutnya dapat dilihat bagaimana pewarisan Tari Klasik Gaya Surakarta (TKGS). Walaupun berada di kawasan Daerah Istimewa Yogyakarta, TKGS juga berkembang dengan baik. Akan menjadi sebuah tema penelitian yang menarik bagaimana TKGS dapat tumbuh di kawasan yang menjadi saudara kembar Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat tersebut. Studi harus diorientasikan pada aspek peran Kasunanan Surakarta Hadiningrat dan lembaga formal dan nonformal, baik di Surakarta maupun di Yogyakarta.

Studi untuk melihat embodiment ketubuhan diantara dua gaya tari klasik yaitu Tari Klasik Gaya Yogyakarta dan Tari Klasik Gaya Pura Pakualaman. Hal ini dapat dibahas mengapa gaya itu terjadi padahal kedua-dua istana itu terletak di Daerah Istimewa Yogyakarta. Aspek-aspek yang boleh dibahas menerusi penelitian ini mungkin dari politik budaya antar dua Kraton ini yang akan bisa dihuraikan mengapa perbedaan gaya ini terjadi.

Studi selanjutnya dapat diarahkan pada pewarisan tari Istana Melayu di Malaysia. Orientasi harus diarahkan pada upaya mengumpulkan saran dari lembaga-lembaga formal maupun

(14)

400

nonformal untuk perbaikan pewarisan Tari Istana Melayu di Malaysia ke depannya. Upaya sejenis dapat dilakukan misalnya dengan membentuk kerangka inti Tari Istana Melayu di Malaysia, yang analog dengan patokan baku pada TKGY.

Studi lintas budaya juga pantas untuk dilakukan dengan membandingkan antara Tari Istana Melayu di Malaysia dan TKGY secara lebih sistematis. Studi ini dapat diarahkan untuk mengetahui secara lebih mendalam aspek apa saja dari Tari Istana Melayu di Malaysia yang dapat menyumbang bagi TKGY dan aspek apa saja dari TKGY yang dapat menyumbang bagi TIM. Studi hibrid lain dapat dilakukan dengan melibatkan TKGS atau bahkan Tari Istana di Thailand.

Pada masa datang, akan lebih menarik lagi jika studi dilakukan dengan narasumber dari dalam istana sendiri, daripada lembaga-lembaga formal dan nonformal. Hal ini menawarkan perspektif orang pertama mengenai sejarah, makna, maupun upaya pengembangan kedepannya. Studi yang dapat sangat berkualitas adalah sebuah studi yang berhasil melakukan wawancara pada para sultan yang berkuasa di istananya masing-masing mengenai perspektif mereka terkait perkembangan seni tari kerajaannya.

Studi mengenai persepsi masyarakat terhadap Tari Istana Melayu di Malaysia juga layak dilakukan, dan studi ini dapat

(15)

401

dilakukan dengan narasumber atau responden lintas budaya. Studi ini dapat melihat bagaimana persepsi masyarakat Melayu, Tionghoa, Hindu, dan etnik-etnik lainnya terhadap Tari Istana Melayu di Malaysia.

Referensi

Dokumen terkait

tinggi dapat dilihat juga pada ibu yang bekerja sebagai buruh di Jepara akan membayar orang untuk mengasuh anaknya, yang bisa oleh tetangga atau keluarga, dengan upah

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini, yang merupakan syarat untuk

Kegiatan berikutnya yaitu dilakukan pendampingan dan pelatihan fotografi. Kualitas gambar-gambar produk yang ditampilkan di media sosial mencerminkan kualitas hasil

Dari hasil penelitian ini didapat bahwa pengamanan pesan melalui metode vigenere cipher dengan penggunaan kunci secara berlapis dapat meminimalisir kelemahan yang

Berdasarkan data tersebut diperoleh nilai SPI (Secondary Porosity Index) sebagai nilai adanya porositas sekunder (touching vuggy) pada batugamping dan rock type sebagai

alat ini juga terdiri dari sterilisasi, yaitu alat yang digunakan untuk sterilisasi. Sterilisasi adalah usaha untuk membebaskan alat-alat maupun

Sejauh ini belum diperoleh informasi mengenai pemanfaatan VCO yang mengandung karotenoid wortel dalam pembuatan sabun mandi padat, teristimewa informasi mengenai

Perlakuan pemberian Pupuk Organik Cair dengan konsentrasi 15 ml/l + pupuk NPK 50% dosis anjuran cenderung lebih baik mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman padi Ciherang