• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KONSEP, LANDASAN TEORI, DAN MODEL PENELITIAN

2.1. Kajian Pustaka

Dalam sub bab ini diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini, khususnya tentang pengembangan desa wisatsa . Untuk lebih jelasnya, akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai referensi penelitian ini.

2.1.1. Hasil Penelitian Desa Wisata Sebelumnya

Berdasarkan kajian pustaka yang telah dilakukan dapat diketehaui bahwa tulisan yang berkaitan dan membahas secara komprehensif tentang masalah pariwisata pedesaan, baik dalam bentuk buku, makalah, ataupun laporan hasil penelitian sejauh ini telah banyak dilakukan oleh para ilmuwan.. hal ini disebabkan karena pariwisata pedesaan mempunyai arti penting dalam membangun dan menggerakan wilayah pedesaan (Swarbrooke, 1994:164). Demikian pula apa yang disampaikan oleh Urry (dalam Chang, dkk 1996:288), bahwa pariwisata pedesaan sebagai bagian pariwisata global menjadi penting sebagai faktor alternatif bagi pembangunan pedesaan.

Diuraikan beberapa hasil penelitian terdahulu yang dianggap relevan dengan penelitian ini khususnya tentang pengembangan pariwisata pedesaan. Untuk lebih

(2)

13

jelasnya akan dipaparkan penelitian terdahulu sebagai pembanding dengan penelitian ini.

Penelitian yang dilakukan Wijaya (2008) berjudul “ Strategi Pengembangan Desa Wisata Tenganan Pegringsingan Kecamatan Manggis Kabupaten Karangasem” . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji kesiapan Desa Tengganan Pegrinsingan di kawasan Desa Tenganan sebagai objek wisata yang berkelanjutan, untuk mengetahui kendala-kendala yang dihadapi dalam pengelolaan dan pengembangan desa wisata di Desa Tenganan Pegrinsingan, selain itu juga untuk mengetahui strategi pengembangan yang cocok bagi Desa Tenganan Pegrinsingan. Dari hasil analisis menunjukkan bahwa Desa Tenganan Pegrinsingan memiliki potensi wisata yang bisa dikembangakan. Untuk dapat menjadi objek wisata pedesaan yang ideal dan mampu bersaing dalam pengembangannya perlu strategi berupa pembangunan sarana fisik dan non fisik.

Selanjutnya dari hasil analisis SWOT yang telah dilakukan strategi tersebut dapat dijabarkan ke dalam beberapa program yaitu : (1) program melengkapi fasilitas dan infrastruktur; (2) program pengelolaan atraksi wisata; (3) program melestarikan lingkungan dan budaya; (4) program memberdayakan lembaga adat dan masyarakat dalam pengelolaan kawasan; (5) program peningkatan sumber daya manusia dan (6) program promosi dan pemasaran (Wijaya:6)

Keterkaitan penelitian Wijaya dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang strategi pengembangan potensi desa wisata dan perbedaanya

(3)

14

terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan yaitu Wijaya pada kawasan Desa Tenganan Pegringsingan, Kabupaten Karangasem, Bali sedangankan penelitian ini dilakukan di kawasan Desa Pampang Kota Samarinda, Kecamatan Samarinda Ulu, Provinsi Kalimantan Timur.

Penelitian selanjutnya yang dapat menambah referensi pada penelitian ini yaitu penelitian yang dilakukan oleh oleh Jeffry (2007) mengulas tentang “Perancangan Fotografi Tentang Kehidupan Suku Dayak di Desa Pampang, Kecamatan Samarinda Ulu ProVinsi Kalimantan timur” menyatakan bahwa moderenisasi mulai mempengaruhi kehidupan Suku Dayak di Desa Pampang. Banyaknya generasi muda yang mulai meninggalkan tradisi suku Dayak yang seharusnya mereka warisi secara turun menurun. Jefrry juga menguraikan secara singkat Banyaknya masyarakat yang kurang mengetahui akan aktivitas yang terjadi di Desa Pampang, untuk itu perlu adanya media yang mengekspose keunikan itu. Penelitian Jeffry adalah untuk mendokumentasikan kehidupan suku Dayak ke dalam bentuk foto dan merancang media pendukung yang menarik sebagai penunjang dokumentasi potret kehidupan suku Dayak.

Jeffry menyimpulkan untuk meningkatkan jumlah wisatawan yang datang ke Desa Pampang diperlukan pembenahan kualitas desa Pampang itu sendiri. Dengan peningkatan dan pembangunan sarana dan prasarana yang mendukung objek wisata ini, pihak pengelola Desa Pampang harus lebih inovatif dalam menampilkan bentuk paket wisatanya, pengelolaan atraksi budaya harus dilaksanakan secara disiplin,

(4)

15

pemerintah daerah diharapkan lebih mengintensifkan usaha publikasi dan promosi dalam memperkenalkan Desa Pampang kepada masyarakat baik lokal, regional hingga internasional. Suku Dayak hendaknya mengatasi permasalahan identitas kultural yang mereka hadapi dan menerima modernisasi secara hati-hati sehingga nilai-nilai tradisi sudah terkikis oleh modernisasi tersebut.

Keterkaitan penelitian Jeffry dengan penelitian ini adalah sama-sama meneliti di lokasi penelitian Desa Pampang Kecamatan Samarinda Ulu Propinsi Kalimantan Timur. Hasil penelitian Jeffry ini dapat memberikan inspirasi terhadap penelitian ini khususnya dalam membuat kebijakan program pengembangan pariwisata pedesaan di Desa Pampang, Kecamatan Samarinda Utara Provinsi Kalimantan Timur.

Penelitian lain yang terkait dengan penelitian ini adalah Penelitian yang dilakukan oleh Muliadiyasa (2008), tentang “Strategi Pengembangan Desa Baha Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Menjadi Desa Wisata”. Dalam penelitian ini Muliadiyasa membahas tentang empat komponen yang menjadi kriteria ideal dalam pembangunan desa wisata tersebut dijadikan landasan pencanangan Desa Baha menjadi desa wisata, di samping itu Desa Wisata Baha telah menjadi satu paket dalam promosi dengan objek wisata terkenal lainnya yang ada di sekitar Pura Taman Ayun dan Sangeh hanya dilintasi saja seolah-olah tidak ada sesuatu yang menarik untuk disaksikan.

Berkenaan dengan ketimpangan yang berkaitan dengan komponen empat “A” yaitu attraction, accessibility, amenities, dan ancilarry, secara keseluruhan Desa

(5)

16

Baha belum mampu memenuhi harapan wisatawan dan masyarakat setempat dan Desa Baha yang diharapkan mampu menjadi satelit dari pengembangan objek-objek wisata tersebut untuk menarik kunjungan wisatawan untu berkunjung ke Desa Baha. Namun kenyataannya sebagian besar wisatawan yang datang dan hendak berkunjung ke Pura Taman Ayun dan objek wisata terkenal lainnya yang ada di sekitarnya, tanpa berhenti sejenak untuk menyaksikan berbagai potensi yang ditawarkan oleh Desa Baha, (Muliadiyasa,2008).

Keterkaitan penelitian Muliadiyasa dengan penelitian ini adalah sama-sama membahas tentang strategi pengembangan potensi desa wisata dan perbedaanya terletak pada lokasi penelitian yang dilakukan yaitu Muliadiyasa pada kawasan Desa Desa Baha Kecamatan Mengwi, Kabupaten Badung Bali sedangankan penelitian ini dilakukan di kawasa Desa Pampang Kota Samarinda, kecamatan Samarinda Ulu, Propinsi Kalimantan Timur. Penelitian Muliadiyasa fokus pada empat komponen yaitu aktraksi, aksesbilitas, amenitas, dan ancillary yang merupakan kriteria ideal disamping merupakan produk yang dapat dijual dipasar dan juga sebagai landasan dalam pengembangan Desa Baha menjadi Desa Wisata. Penelitian Muliadiyasa tersebut dapat memberikan inspirasi dalam hal pengembangan potensi-potensi budaya di Desa Pampang, Kecamatan Samarinda Utara Provinsi Kalimantan Timur.

Seminar yang dilakukan oleh Senior Konsultan PT. Kawanusa Prakarsa Mandiri, Denpasar Bali di dalam Seminar Pengembangan Ekowisata Pampang di Hotel Swiss Bell Borneo Hotel, Samarinda (2008). Seminar ini mengulas tentang

(6)

17

“Strategi Pengembangan Ekowisata Di Pampang”, yang mana subyek utama dalam pengembangan ekowisata Desa Pampang adalah masyarakat Desa Pampang. Seminar ini menyatakan bahwa Desa Pampang dilihat sangat potensial karena dihuni oleh masyarakat suku Dayak Kenyah, masih terlihat simbol-simbol budaya asli dan sangat mudah dijangkau dari kota Samarinda sebagai pusat pemerintahan. Kontinutas aktifitas wisata ini menjadi ikon budaya masyarakat Dayak yang ada di Kalimantan Timur. Hingga saat ini kegiatan wisata masih tetap berlangsung di tengah keterbatasan yang dihadapi. Pertunjukan kesenian tari-tarian tidak berkembang bahkan kualitas pertunjukkan semakin menurun, semangat kepengurusan juga melemah, terjadi kemandegan ide-ide inovatif dalam mengembangkan atraksi wisata yang berimbas pada keuntungan ekonomi dari aktivitas wisata ini belum dirasakan oleh masyarakat.

Keterkaitan seminar Pengembangan Ekowisata Pampang dengan penelitian ini adalah terletak pada lokasi penelitian di kawasan Desa Pampang Kota Samarinda, kecamatan Samarinda Ulu, Propinsi Kalimantan Timur. Seminar tersebut dapat memberikan inspirasi khususnya dalam rekomendasi strategi pengembangan pariwisata pedesaan di Desa Pampang, Kecamatan Samarinda Utara Provinsi Kalimantan Timur.

Dengan demikian juga, diharapkan bahwa kajian-kajian tersebut diatas dapat mendukung konsep judul penelitian yang diajukan , yaitu: “Strategi Pengembangan Desa Wisata Pampang Kecamatan Samarinda Utara Provinsi Kalimantan Timur”,

(7)

18

dengan penuh harapan agar nilai orisinalitas dari penelitian yang akan dilakukan dapat tercapai.

2.1.2 Pengertian Pariwisata

Secara etimologi kata pariwisata berasal dari bahasa Sansekerta yang terdiri dari dua suku kata yakni : pari, yang berarti banyak, berkali-kali, berputar-putar, dan wisata, berarti perjalanan, yang bersinonim dengan kata “travel” dalam Bahasa Inggris (Yoeti, 1996:112). Dengan demikian, “pariwisata” berarti perjalanan yang dilakukan berkali-kali atau berputar-putar, dari suatu tempat ke tempat lain.

Schulalard (dalam Yoeti, 1996:114) , memberikan suatu batasan mengenai pengertian pariwisata sebagai berikut:

“tourism is the sum of operations, mainly of an economic nature, which directly related to the entry, stay and movement of foreigner inside certain country, city or region”.

Menurut pendapatnya pariwisata adalah sejumlah kegiatan yang berkaitan dengan perekonomian sebagai tujuan utama yang secara langsung terkait dengan masuknya, adanya pendiaman dan bergeraknya orang-orang asing masuk suatu kota, daerah atau negara.

Pariwisata adalah berbagai macam kegiatan wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh masyarakat, pengusaha, pemerintah, dan pemerintah daerah. Sedangkan wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh

(8)

19

sesorang atau kelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara (Anonim, 2009). Pariwisata adalah sejumlah gejala dan hubungan yang timbul, mulai dari interaksi antara wisatawan disatu pihak, perusahan-perusahaan yang memberikan pelayanan kepada wisatawan dan pemerintah serta masyarakat yang bertindak sebagai tuan rumah dalam proses menarik dan melayani wisatawan dimaksud MacIntosh (dalam Yoeti, 2008:9). Batasan yang diberikan MacIntosh ini menekan pada 4 unsur penting yaitu (1) wisatawan (tourist), yaitu orang yang melakukan perjalana wisata; (2) para pemasok (business suppliers), yaitu perusahaan yang menyediakan kebutuhan dan keinginan serta pelayanan; (3) pemerintah (host government) yang berwenang menetapkan kebijakan, mengatur dan mengarahlan wisatawan dapat dilayani dengan baik ; (4) masyarakat (host communities) yang bertindak sebagai tuan rumah untuk memberikan pelayanan yang baik kepada wisatawan.

2.1.3. Pariwisata Alternatif

Istilah pariwisata alternatif menurut Kodhyat dalam Gunawan (1997:75-79) diartikan dalam dua pengertian, yaitu: 1) sebagai salah satu bentuk kepariwisataan yang ditimbulkan sebagai reaksi terhadap dampak-dampak negatif dari pengembangan dan perkembangan pariwisata konvensional; 2) sebagai bentuk kepariwisataan yang berbeda (yang merupakan alternatif) dari pariwissata

(9)

20

konvesional untuk menunjang kelestarian lingkungan. Ditambahkan pula terdapat suatu perubahan persepsi mengenai pariwisata sebgai suatu alat atau instrument untuk meningkatkan: 1) kualitas hubungan antar manusia; 2) kualitas hidup penduduk setempat; 3) kualitas lingkungan hidup.

Eadington & Smith dalam bukunya Tourism Aternative (1992:3) mengartikan pariwisata alternatif sebagai suatu bentuk pariwisata yang konsisten dengan nilai-nilai alam, sosial dan nilai-nilai masyarakat serta memungkinkan baik masyarakat lokal maupun wisatawan untuk menikmati interaksi yang positif serta bermanfaat serta menikmati pengalaman secara bersama-sama. Sedangkan menurut Koslowski dan Travis dalam Eadington & Smith (1992:50) mengartikan pariwisata alternatif sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang tidak merusak lingkungan, berpihak pada ekologis, dan menghindari dampak negatif dari pembangunan pariwisata berskala besar yang dijalankan pada suatu area yang tidak terlalu cepat pembangunannya.

Hampir serupa halnya dengan pengertian yang diungkapkan oleh Saglio, Bilsen dan Gonsalves dalam Eadington & Smith (1992:50), yang mengartikan pariwisata alternatif sebagai kegiatan kepariwisataan yang memiliki gagasan yang mengandung arti sebagai suatu pembangunan berskala kecil atau juga sebagai suatu kegiatan kepariwisataan yang disuguhkan kepada wisatawan, yang dibentuk dan diatur sedemikian rupa oleh masyarakat lokal. Dari pernyataan diatas dapat kita lihat yang mengambil peranan penting dalam suatu kegiatan pariwisata alternatif adalah masyarakat lokal.

(10)

21

Pendapat senada mengenai pentingnya peran serta atau partisiapasi masyarakat lokal dikemukakan Wilkinson dalam Eadington & Smith (1992:72) dengan menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi perubahan perkembangan pariwisata dengan karakteristik “alternatif” pada skala mikro, berkahir pada adanya suatu partisipasi masyarakat pada pengembangan pariwisata lokal. Namun ditambahkan oleh Kadt dalam Eadington & Smith (1992:73) bahwa tingkat partisipasi masyarakat tidak dapat dilakukan disemua tingkatan pengembangan karena adanya keterbatasan pengetahuan mengenai pengelolaan kepariwisataan sehingga bantuan dari pihak swasta sangat diperlukan. Menurut Suwantoro (2004:79) salah satu bentuk pariwisata alternatif dalam artian jenis atau bentuk pariwisata yang berbeda dari pariwisata konvensional disebut dengan ekoturisme.

2.2 Konsep penelitian 2.2.1 Strategi

Menurut Hatten Kinneth J dalam Salusu (1998:7) menyatakan konsep strategi selalu memberi perhatian serius terhadap perumusan tujuan dan sasaran organisasi. Faktor-faktor yang menjadi kekuatan dan kelemahan serta peluang dan tantangan yang dihadapi oleh setiap organisasi, sangat berguna dalam merumuskan alternatif strategi yang akan memudahkan untuk mengambil keputusan yang tertinggi dalam setiap organisasi kearah yang lebih baik. Pemilihan alternatif yang terbaik dilakukan setelah memperhitungkan konsekuensi-konsekuensi yang akan timbul apabila suatu

(11)

22

alternatif dipilih dan dilaksanakan. Konsep stratejik dapat diringkaskan dalam dua istilah, yaitu kompetensi distinktif (distinctive competence) dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) atau ada juga menyebutkan keunggulan daya saing yang artinya “garaplah apa yang paling baik”.

Menurut Amirullah (2004:4) menyatakan strategi sebagai suatu rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai suatu tujuan. Rencana dalam mencapai tujuan tersebut sesuai dengan lingkungan eksternal dan internal perusahaan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia edisi ketiga menyebutkan strategi sebagai renana yang cermat mengenai kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.

Rangkuti (2005:3) strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya. Dalam hubungannya dengan perencanaan strategis mempunyai tujuan agar perusahaan dapat melihat secara objektif kondisi internal dan eksternal, sehingga perusahaan dapat mengantisipasi perubahan lingkungan eksternal. Perencanaan strategis sangat penting untuk memperoleh keunggulan bersaing dan memiliki produk yang sesuai dengan keinginan konsumen dan dukungan sumber daya yang ada.

Strategi seperti yang dikemukakan dalam Husein (2001:31) merupakan suatu proses penentuan rencana para pemimpin puncak yang berfokus pada tujuan jangka panjang organisasi, yang disertai penyusunan suatu cara atau upaya, bagaimana agar tujuan dapat dicapai.

(12)

23

Adanya suatu pemahaman yang berhubungan dengan konsep strategi maupun konsep-konsep lain yang berkaitan tentunya sangat memberikan arti bagi suksesnya strategi yang disusun, sehingga diperlukan suatu bntuk manajemen strategi yang tepat. Untuk itu Hunger dan Wheelen (2001:4) menunjukkan bahwa manajemen strategi menawarkan serangkaian keputusan dan tindakan manajerial yang mementukan kinerja perusahaan dalam jangka panjang. Manajemen strategis melputi adanya pengamatan langsung, perumusan strategis (perencanan strategis atau perencanaan jangka panjang), implementasi strategi, dan evaluasi serta pengendalian. Disisi lain Stanto (dalam Amirullah, 2002:4) memberikan batasan definisi berupa suatu rencana dasar yang luas dari suatu tindakan organisasi untuk mencapai suatu sasaran. Sedangkan Chandler (dalam Rangkuti, 2002:3) menekankan bahwa strategi merupakan suatu alat yang digunakan untuk mencapai tujuan perusahaan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, suatu program ridak lanjut yang lebih memprioritaskan pada alokasi sumber daya.

Menyadari perkembangan pariwisata yang begitu cepat, maka dibutuhkan suatu strategi yang handal yang mampu memfungsikan strategi tersebut sebagai suatu alat untuk mencapai keunggulan dalam bersaing, seperti apa yang dikemukakan oleh Christensen (dalam rangkuti, 2002:3). Hal serupa juga disampaikan oleh Porter (dalam Rangkuti, 2002:40) yang menyatakan strategi merupakan suatu alat yang sangat penting dalam melakukan pengembangan disamping untuk keunggulan bersaing.

(13)

24

Jadi berdasarkan kumpulan adanya konsep tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa strategi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah suatu kesatuan rencana yang komprehensif dan terpadu untuk mencapai keunggulan bersaing dalam menggapai tujuan yang diwujudkan dalam bentuk program-program pengembangan.

2.2.2 Pengembangan Daerah Tujuan Wisata

Masing-masing para ahli mengemukakan pendapat yang berbeda mengenai arti dari pengembangan itu sendiri. Menurut Paturusi (2001) mengungkapkan bahwa pengembangan adalah suatu strategi yang dipergunakan untuk memajukan, memperbaiki dan meningkatkan kondisi kepariwisataan suatu objek dan daya tarik wisata sehingga dapat dikunjungi wisatawan serta mampu memberikan manfaat bagi masyarakat disekitar objek dan daya tarik wisata maupun bagi pemerintah. Selanjutnya Suwantoro (1997:120) pengembangan bertujuan untuk mengembangkan produk dan pelayanan yang berkualiats, seimbang dan bertahap. Sedangkan Porwadarminta (2002:474). Lebih menekankan kepada suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik sempurna dan berguna.

Disamping itu pengembangan pariwisata bertujuan untuk memberikan keuntungan bagi wisatawan maupun komunitas tuan rumah. Dengan adanya pembangunan pariwisata diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui keuntungan secara ekonomi yang dibawa kekawasan tersebut. Dengan kata

(14)

25

lain pengembangan pariwisata melalui penyediaan fasilitas infrastruktur, wisatawan dan penduduk setempat akan saling diuntungkan. Pengembangan tersebut hendaknya sangat memperhatikan berbagai aspek, seperti, aspek budaya, sejarah dan ekonomi daerah tujuan wisata. Pada dasarnya pengembangan pariwisata dilakukan untuk memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan permasalahan (Mill, 2000:168)

Pengembangan Desa Wisata sebagai daya tarik wisata akan berhubungan dengan wisatawan. Wisatawan tidak hanya menyaksikan kebudayaan tradisional, tetapi biasanya langsung ikut berpartisipasi dalam kegiatan masyarakat setempat (Marpaung 2002:11). Dalam pengembangan, baik pengembangan destinasi tujuan wisata adalah penetapan posisi, daerah tujuan wisata pada umumnya mengikuti alur hidup pariwisata. Butler (1980), mengungkapkan bahwa pengembangan destinasi tujuan wisata adalah penetapan posisi daerah tujuan wisata yang menjadi sasaran wisata dan daya tarik wisata yang akan dikembangkan. Beberapa faktor utama yang harus menjadi beberapa pertimbangan adalah :

a) Atraksi wisata

Atraksi wisata dapat berupa kejadian ataupun kegiatan yang dapat menarik wisatawan untuk mengunjungi tempat tersebut. Atraksi atau objek atraksi didasarkan pada sumber-sumber alam, budaya, etnisitas, atau hiburan. Suatu hubungan dengan keindahan alam, kebudayaan, perkembangan ekonomi, politik lalu lintas kegiatan olah raga dan sebagainya tergantung kepada kekayaan suatu daerah dalam pemilikan

(15)

26

atraksi ini (Pendit,1994:97). Lebih lanjut Pendit menegaskan segala sesuatu yang menarik dan bernilai untuk dikunjungi dan dilihat disebut atraksi atau lazim dinamakan objek wisata. Atraksi yang merupakan karunia alam, keajaiban Tuhan dan sebagai budaya hasil cipta manusia yang ada dimana-mana. Beberapa atraksi sebagai potensi alam dalam mendukung kepariwisataan yang dikembangkan pada Obyek dan Daya Tarik Wisata yang ada di Desa Pampang, meliputi kegiatan atraksi seni, pasar rakyat, kegiatan atau kehidupan suasana asli Suku Dayak dan Rumah Khas Suku Dayak, Lamin.

b) Aksesibilitas

Faktor kemudahan dengan pengertian mudah dicapai (darat, laut, dan udara) oleh wisatawan karena tersedianya fasilitas transportasi yang lengkap dan baik serta komunikasi yang canggih. Aksesbilitas mencakup keseluruhan infrastruktur transportasi yang menghubungkan wisatawan dari ke dan selama di daerah tujuan wisata (Inskeep,1991:34). Aspek ini bukan hanya menyangkut aspek kuantitas tetapi juga inklusif mutu, ketepatan waktu, kenyamanan dan keselamatan. Modal transportasi layak ditawarkan adalah angkutan penumpang tersebut berangkat ke dan tiba tepat waktu di obyek dan daya tarik wisata, tentu saja dengan tingkat kenyamanan dan keselamatan yang standar, dalam hal modal angkutan darat, kualitas prasarana transportasi harus terjamin.

(16)

27 c) Amenitas

Faktor ini meliputi penyediaan fasilitas layanan yang sesuai dengan selera wisatawan seperti tempat makan dan minum, pusat informasi, toilet, toko cenderamata, dan lain sebagainya. Amenitas adalah infrastruktur yang secara tidak langsung terkait dengan pariwisata tetapi sering menjadi bagian dari kebutuhan wisatawan seperti bank, penukaran uang, telekomunikasi, usaha persewaan, penerbitan dan penjualan buku panduan wisata (Plog, 2001:87). Fasilitas yang tersedia melayani mereka selama berada disana. Karena mereka jauh dari rumah, para pengunjung membutuhkan barang tertentu, tenpat untuk tinggal, sesuatu untuk dimakan dan diminum. Dukungan fasilitas, fasilitas utama adalah tempat menginap artinya sebuah tempat tujuan wisata membutuhkan akomodasi yang cukup dan cocok untuk bisa menarik kedatangan wisatawan, seperti kawasan untuk berkemah, atau tempat untuk menginap dalam rumah pribadi, hotel, motel, atau resort atau tergantung pada pasar yang dang dilayani, restoran makanan dan minuman, pelayanan-pelayanan pendukung seperti cenderamata atau toko-toko bebas pajak, jasa pencucian pakaian, pramuwisata dan fasilitas-fasilitas rekreasi.

d) Ancillary

Ancillary adalah faktor penunjang (penyokong) yaitu kelembagaan sebagai satu eleman institutional yang meliputi : perencanaan sumber daya manusia, program pendidikan dan pelatihan, program pendidikan dan pelatihan, program strategi pemasaran dan promosi struktur organisasi pariwisata publik maupun pribadi, aturan

(17)

28

dan peraturan pariwisata, kebijakan investasi dan program ekonomi, lingkungan dan sosial budaya serta pengendalian terhadap dampaknya di samping segala bentuk kegiatan-kegiatan berupa hiburan-hiburan yang dapat menunjang dalam melengkapi kepariwisataan di Desa Pampang sehingga wisatawan dapat menjalani aktivitas dengan baik dan lancar setelah berada di tempat tujuan (Inskeep, 1991:38).

Implementasi dari konsep dalam penelitian ini digunakan untuk membedah permasalahan yang berkaitan dengan pengembangan sebuah destinasi wisata, yaitu bagaimana potensi desa wisata yang dapat diangkat, apakah pengembangan yang dilakukan sudah sesuai dengan prinsip-prinsip produk terpadu sehingga produk yang ditawarkan menarik. Hal ini juga terkait dengan banyaknya masalah yang terjadi di lokasi penelitian, maka dipandang perlu melihat potensi dan fasilitas yang ada disamping untuk mengadakan cross check terhadap hasil dari rumusan masalah kedua dan ketiga. Bagaimanakah kondisi lingkungan internal yang dilihat dari kekuatan dan kelemahan serta kondisi lingkungan eksternal yang dilihat dari peluang dan ancaman dalam pengembangan Desa Pampang sebagai desa wisata.

2.2.3 Desa Wisata

Sebelum memberikan batasan tentang pengertian desa wisata, diberikan batasan wisata pedesaan dan perwilayahan pariwisata. Wisata pedesaan sebagai salah satu bentuk pengembangan pariwisata berkelanjutan yang memiliki pasar tersendiri dan menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan suasana asli pedesaan.

(18)

29

Pariwisata pedesaan termasuk dalam industri kecil, karena melayani pasar kecil, memerlukan modal relatif sedikit, memanfaatkan sumber daya setempat, dan tidak memerlukan sumberdaya yang canggih dan mahal (Suryasih, 20029: 296).

Perwilayahan dalam pariwisata adalah pembagian wilayah pariwisata yang memiliki potensi. Wilayah pariwisata adalah tempat atau daerah yang karena atraksinya, situasinya dalam hubungan lalu lintas dan fasilitas-fasilitas yang ada dalam kepariwisataan menyebabkan tempat atau daerah tersebut menjadi objek kebutuhan wisatawan (Pendit, 1994:12).

Definisi dari desa wisata menurut Suwantoro (1997), menyatakan desa wisata sebgai berikut:

“Suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan baik dari tata ruang, arsitektur bangunan, maupun pola kehidupan sosial-budaya masyarakat, adat istiadat keseharian serta mampu menyediakan komponen-komponen kebutuhan pokok wisatawan seperti akomodasi, makanan dan minumam, cinderamata, dan atraksi-atraksi wisata”.

Berdasarkan definisi desa wisata diatas, substansi yang terkandung dalam desa wisata adalah pengembangan suatu wilayah desa memanfaatkan berbagai potensi serta kemampuan unsur-unsur yang ada dalam masyarakat desa yang berfungsi sebagai atribut produk wisata, menjadi suatu rangkaian aktifitas pariwisata yang terpadu.

Bila dipelajari dengan teliti dari definisi, dapat disimpulkan bahwa ada tiga kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh suatu daerah untuk menjadi tujuan wisata:

(19)

30 1) Memiliki atraksi dan objek menarik.

2) Mudah dicapai dengan sarana transportasi.

3) Menyediakan tempat tinggal sementara.

Suatu daerah bisa menjadi objek pariwisata karena daerah tersebut mempunyai atraksi wisata dimana dalam atraksi tersebut mempunyai beberapa aspek historis, aspek nilai, aspek keaslian dan aspek handicraft (Prastyo,2003:23).

Dalam desa tersebut juga mampu menyediakan dan memenuhi serangkaian kebutuhan suatu perjalanan wisata, baik dari aspek daya tarik maupun berbagai fasilitas pendukungnya. Adapun unsur-unsur dari desa wisata adalah :

1) Memiliki potensi pariwisata, seni dan budaya khas daerah setempat.

2) Lokasi desa masuk dalam lingkup daerah pengembangan pariwisata atau setidaknya berada dalam koridor dan rute paket perjalanan wisata yang sudah dijual.

3) Diutamakan telah tersedia tenaga pengelola, pelatihan dan pelaku-pelaku pariwisata yang sudah dijual.

4) Aksesbilitas dan infrastruktur mendukung program desa wisata.

5) Terjaminnya keamanan, ketertiban, dan kebersihan (Prastyo,20030:33).

Desa wisata juga dapat diartikan sebagai suatu wilayah pedesaan yang menawarkan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian pedesaan, baik dari

(20)

31

segi kehidupan sosial budaya, adat istiadat, arsitektur, bangunan dan tata ruang desa yang khas, serta memiliki potensi untuk dikembangkan berbagai komponen kepariwisataan (Prastyo,2005:40).

Konsep Desa wisata adalah wilayah pedesaan yang memiliki potensi wisata atau suatu atraksi wisata, yang terletak di lokasi yang strategis yang mana aksesbilitasnya mudah dan infrastruktur yang mendukung untuk dikembangkan menjadi salah satu komponen kepariwisataan (Prastyo,2001).

Secara konseptual Desa wisata dalam konteks Bali didefinisikan sebagai: “Suatu wilayah pedesaan dengan keseluruhan suasana yang mencerminkan keaslian desa Bali, baik dari struktur tata ruang, arsitektur bangunan maupun pola kehidupan sosial budaya masyarakat serta menyediakan komponen-komponen kebutuhan wisatawan seperti akomodasi, makan, minum, cendramata, dan atraksi-atraksi wisata”. Dari batasan ini desa wisata akan menjadi suatu kawasan mini yang self contained dan pariwisata diharapkan terintegrasi dengan masyarakat. Desa wisata menyediakan akomodasi ini tetap mempunyai nuansa Bali yang sangat kental (khusus yang berciri khas desa setempat), tetapi hanya dapat memenuhi tahap standar minimal dari segi kesehatan dan kenyamanan. Desa wisata juga mampu menawarkan berbagai atraksi (Pitana,1994: 312).

Dengan demikian desa wisata yang dimaksud dari penelitian ini adalah Desa Pampang sebagai suatu wilayah (desa) yang memiliki potensi, seni dan budaya, berlokasi di dalam lingkup daerah pengembangan pariwisata dan berada dalam rute

(21)

32

paket perjalanan, yang memiliki pelaku-pelaku pariwisata, seni dan budaya, memiliki aksesbilitas dan infrastruktur yang mendukung program desa wisata serta keamanan, ketertiban dan kebersihan terjamin.

2.3.Landasan Teori

Dalam mengkaji permasalahan yang berkaitan dengan penelitian Strategi Pengembangan Desa Wisata sebagai desa wisata di Kecamatan Samarinda Utara, diperlukan beberapa teori sebagai landasan. Di bawah ini dikemukakan beberapa teori yang ada relavansinya dengan penelitian.

2.3.1. Teori Siklus Hidup Area Wisata

Menurut kamus besar Bahasa Indonesia (2007 : 538) pengembangan adalah proses, cara, perbuatan mengembangkan. Ditambahkan oleh Poerwa Darminta (2002: 474) pengembangan adalah suatu proses atau cara menjadikan sesuatu menjadi maju, baik, sempurna, dan berguna. Pengembangan dalam penelitian ini diartikan sebagai proses atau perbuatan pengembangan dari belum ada, dari yang sudah ada menjadi lebih baik dan dari yang sudah baik menjadi lebih baik, demikian seterusnya.

Tahapan pengembangan merupakan tahapan siklus evolusi yang terjadi dalam pengembangan pariwisata, sejak suatu daerah tujuan wisata baru ditemukan (discovery), kemudian berkembang dan pada akhirnya terjadi penurunan (decline). Menurut Butler (dalam Pitana, 2005: 103) ada 7 fase pengembangan pariwisata atau siklus hidup pariwisata (Destination Area Lifecycle) yang membawa implikasi serta dampak yang berbeda, secara teoritis diantaranya:

(22)

33

1. Fase exploration (eksplorasi/penemuan) yang berkaitan dengan discovery yaitu daerah pariwisata baru mulai ditemukan, dan dikunjungi secara terbatas dan sporadis, khususnya bagi wisatawan petualang. Pada tahap ini terjadi kontak yang tinggi antara wisatawan dengan masyarakat lokal, karena wisatawan menggunakan fasilitas lokal yang tersedia. Karena jumlah yang terbatas dan frekuensi yang jarang, maka dampak sosial budaya ekonomi pada tahap ini masih sangat kecil.

2. Fase involvement (keterlibatan).yang diikuti local control Dengan meningkatnya jumlah kunjungan, maka sebagian masyarakat lokal mulai menyediakan berbagai fasilitas yang memang khusus diperuntukan bagi wisatawan. Kontak antara wisatawan dengan masyarakat dengan masyarakat lokal masih tinggi, dan masyarakat mulai mengubah pola-pola sosial yang ada untuk merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Disinilah mulainya suatu daerah menjadi suatu destinasi wisata, yang ditandai oleh mulai adanya promosi.

3. Fase development (pembangunan). Investasi dari luar mulai masuk, serta mulai munculnya pasar wisata secara sistematis. Daerah semakin terbuka secara fisik, dan promosi semakin intensif, fasilitas lokal sudah tesisih atau digantikan oleh fasilitas yang benar-benar berstandar internasional, dan atraksi buatan sudah mulai dikembangkan, menambahkan atraksi yang asli alami. Berbagai barang dan jasa inpor termasuk tenaga kerja asing, untuk mendukung perkembangan pariwisata yang pesat.

(23)

34

4. Fase consolidation (konsolidasi). Pariwisata sudah dominan dalam struktur ekonomi daerah, dan dominasi ekonomi ini dipegang oleh jaringan internasional atau major chains and franchises. Jumlah kunjungan wisatawan masih naik, tetapi pada tingkat yang lebih rendah. Pemasaran semakin gencar dan diperluas untuk mengisi fasilitas yang sudah dibangun. Fasilitas lama sudah mulai ditinggalkan.

5. Fase stagnation (kestabilan). Kapasitas berbagai faktor sudah terlampaui ( diatas daya dukung, carrying capasity), sehingga menimbulkan masalah ekonomi, sosial dan lingkungan. Kalangan industri sudah mulai bekerja keras untuk memenuhi kapasitas dari fasilitas yang dimiliki, khususnya dengan mengharapkan repeater guest dan wisata konvensi/bisnis. Pada fase ini, atraksi buatan sudah mendominasi atraksi asli alami (baik budaya maupun alam), citra awal sudah mulai luntur, dan destinasi sudah tidak lagi populer.

6. Fase decline (penurunan). Wisatawan sudah mulai beralih ke destinasi wisata baru atau pesaing, dan yang tinggal hanya ‟sisa-sisa‟, khususnya wisatawan yang hanya berakhir pekan. Banyak fasilitas pariwisata sudah beralih atau dialihkan fungsinya untuk kegiatan non-pariwisata, sehingga destinasi semakin tidak menarik bagi wisatawan. Partisipasi lokal mungkin meningkat lagi, terkait dengan harga yang merosot turun dengan melemahnya pasar. Destinasi bisa berkembang menjadi destinasi kelas rendah atau secara total kehilangan jati diri sebagai destinasi wisata.

(24)

35

7. Fase rejuvenation (Peremajaan). Perubahan secara dramatis bisa terjadi (sebagai hasil dari berbagai usaha dari berbagai pihak), menuju perbaikan atau peremajaan. Peremajaan ini bisa terjadi karena inovasi dan pengembangan produk baru, atau menggali atau memanfaatkan sumber daya alam dan budaya yang sebelumnya belum dimanfaatkan. Siklus hidup destinasi wisata (Destination Area Lifecycle) tersebut diatas bila digambarkan adalah seperti Gambar 2.1

Decline

Teori ini dipergunakan untuk mengetahui sejauh mana terjadi tahap exploration (eksplorasi), involvement (keterlibatan) , development (pengembangan), consolidation (konsolidasi), stagnation (stagnasi), decline (penurunan), rejuvenate (peremajaan) sehingga akan nampak kegiatan-kegiatan yang menonjol dari pengembangan desa wisata yang dipadukan dengan kondisi lingkungan internal dan eksternal Desa Pampang.

Time

Number of Tourists

Rejuvenation CRITICAL RANGE OF

ELEMENTS OF CAPACITY Stagnation

Development

Involvement

Exploration

Consolidation

Gambar 2.1 Siklus Evolusi Area Wisata (Sumber: Butler, 1980)

(25)

36

2.3.2. Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas

Pengelolaan sumber daya berbasis komunitas dalam pengoperasiannya mengacu kepada tiga alasan yang mendasar yaitu :

1) Variasi antar daerah (local variety), yaitu adanya variasi kehidupan masyarakat lokal atau kehidupan yang berbeda menuntut sistem pengelolaan yang berbeda, pelakuan yang sama tidak dapat diberikan dan masyarakat lokal lah yang selalu paling akrab dengan situasinya.

2) Sumber daya lokal (local resources), yakni sumber daya secara tradisional dikuasai dan dikelola oleh masyarakat setempat. Merekalah yang lebih mengetahui bagaimana cara mengelola sumber daya tersebut, yang bersumber dari pengalaman generasi ke generasi.

3) Tanggung jawab lokal (local accountability) yaitu pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat setempat yang biasanya bertanggung jawab karena kegiatan yang dilakukan secara langsung akan mempengaruhi hidup mereka.

Natori (2001:44) yang mengatakan bahwa pengelolan sumber daya berbasis komunitas adalah aktivitas masyarakat untuk mempromosikan daerahnya melalui pertukaran dan menciptakan kreasi masyarakat melalui sumber daya lokal yang ada secara penuh dengan memanfaatkan alam, budaya, sejarah. Industri, orang-orang yang berbakat, dan sumber daya lokal lainnya. Hal ini diperkuat oleh Diyana, (2004:38) mengungkapkan bahwa pengelolaan sumber daya berbasis komunitas adalah suatu industri pariwisata yang pelaku utamanya adalah masyarakat itu sendiri

(26)

37

dengan bermodalkan pada kesederhanaan dan keunikan kehidupan keseharian dan adat istiadat, dimana rakyat akan mendapat nilai tambah dalam kehidupan ekonominya maupun sosial.

Teori ini dipergunakan untuk membedah permasalahan mengenai potensi dan pengembangan desa wisata, mengetahui kondisi lingkungan dalam pengembangan Desa Pampang sebagai desa wisata yang selama ini diharapkan dengan menggunakan teori pengelolaan sumber daya berbasis komunitas akan terlihat adanya keberhasilan dan sejauh mana strategi pengembangan serta kendala-kendala yang dihadapi. Teori ini juga akan dipadukan dengan pengembangan desa wisata telah memenuhi prisnip-prinsip pengembangan pariwisata berbasis masyarakat atau belum.

2.3.3. Teori SWOT

Berkembangnya penemuan-penemuan baru di bidang teknologi berdampak terhadap berkembangnya organisasi dan kegiatan bisnis di tahun 1990-an sehingga terjadi perubahan konsep persaingan dalam bisnis. Pada periode sebelum 1990-an persaingan merupakan kegiatan pembuatan produk sebanyak-banyaknya dan produsen dapat memaksakan kehendaknya kepada kosnumen. Namun yang terjadi selanjutnya adalah kebalikannya, yaitu pada abad XXI, masing-masing negara di dunia sudah tidak memiliki batas ruang dan waktu. Konsumenlah yang justru memaksakan kehendaknya kepada produsen. Produsen dipaksa untuk membuat

(27)

38

produk yang sesuai dengan nilai dan keinginan konsumen. Oleh sebab itu orientasi perencanaan sangat diperlukan.

Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategi, dan kebijakan perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan analisis situasi. Model yang paling popular untuk analisis situasi adalah analisis SWOT. Rangkuti (2003:71) menyebutkan SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strenghts dan Weakness serta lingkungan eksternal Opportunities dan Threats yang dihadapi dunia bisnis. Analisis SWOT membandingkan antara faktor eksternal peluang (Opportunities) dan ancaman (Threats) dengan faktor internal kekuatan (Strengts) dan kelemahan (Weakness). Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities) namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weakness) dan ancaman (Threats).

Dalam penelitian ini, teori SWOT digunakan untuk mempertajam analisis dalam upaya menjawab rumusan masalah kedua yaitu analisis lingkungan Desa Pampang untuk dikembangkan sebagai desa wisata dan permasalahan ketiga yaitu tentang strategi dan program yang relevan dalam pengembangan Desa Pampang sebagai desa wisata.

(28)

39 2.4. Model Penelitian

Model penelitian merupakan suatu tahapan yang harus dilakukan dalam suatu penelitian karena dapat dipergunakan sebagai kerangka kerja atau pola pikir dalam penelitian. Dalam menjelaskan suatu model penelitian akan dilihat hubungan variabel-variabel yang ada.

Untuk menjawab dan memecahkan permasalahan yang dirumuskan di atas, diperlukan kerangka konsep atau model yang merupakan abstraksi dari penelitian ini. Secara kualitatif penelitian ini diawali dengan melihat kondisi pariwisata di Kecamatan Samarinda Utara. Kecamatan Samarinda Utara selama ini hanya dikenal oleh wisatawan dan masyarakat umum dengan wisata air terjun dan kebun raya Unmul Samarinda. Pada dasarnya kecamatan ini memiliki beberapa objek yang masih berpotensi untuk dikembangkan, dengan adanya pengembangan pariwisata khususnya pariwisata Desa Wisata di Desa Pampang di kota Samarinda dan merupakan salah satu sektor tempat pariwisata andalan di Samarinda. Pemerintah kota Samarinda memegang peranan penting dalam pengembangan kepariwisataan di Kota Samarinda. Salah satu program Pemerintah Kota Samarinda dalam bidang kepariwisataan yaitu mendorong pengembangan daya tarik wisata secara bersama-sama dengan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

Mengikuti trend perkembangan kepariwisataan akhir-akhir ini, maka salah satu daya tarik wisata yang dapat dikembangkan yaitu daya tarik wisata pedesaan. Desa Pampang di Samarinda memiliki potensial yang mendukung pengembangan

(29)

40

daya tarik wisata desa tersebut. Pengembangan pariwisata khususnya pariwisata Desa Wisata di Desa Pampang di kota Samarinda dan merupakan salah satu sektor tempat pariwisata andalan di Samarinda. Pemerintah Kota Samarinda memegang peranan penting dalam pengembangan kepariwisataan di Kota Samarinda. Salah satu program Pemerintah Kota Samarinda dalam bidang kepariwisataan yaitu mendorong pengembangan daya tarik wisata secara bersama-sama dengan pemerintah daerah, swasta dan masyarakat.

Mengikuti trend perkembangan kepariwisataan akhir-akhir ini, maka salah satu daya tarik wisata yang dapat dikembangkan yaitu daya tarik wisata pedesaan.. Desa Pampang merupakan salah satu desa yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Desa ini berada di Kecamatan Samarinda Ulu dengan jarak yang tidak terlalu jauh dari Kota Samarinda. Desa ini terkenal dengan budaya masyarakat setempat memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi daya tarik desa wisata .

Penelitian ini terdiri dari tiga masalah; yang mana penelitian ini diawali dengan mencari potensi-potensi yang dimiliki Desa Pampang dan kemudian mengidentifikasikannya ke dalam pengembangan produk desa wisata yang memanfaatkan potensi fisik dan potensi non fisik. Potensi yang telah teridentifikasi selanjutnya dipadukan dengan permasalahan yang ke dua yaitu mencari informasi kondisi lingkungan internal dan eksternal dalam pengembangan Desa Pampang sebagai objek wisata, dengan penyebaran angket / kuesioner untuk mengetahui pengembangan Desa Pampang dan sekitarnya dan dengan wawancara mendalam (

(30)

in-41

depth interview). Setelah hasil informasi didapatkan maka selanjutnya menjawab permasalahan ketiga yaitu bagaimana strategi pengembangan desa wisata di Desa Pampang. Beberapa pendekatan teori dan konsep dipakai untuk menggambarkan serta membahas fenomena masalah yang terjadi, beberapa konsep tersebut yaitu konsep Strategi , Pengembangan Daerah Tujuan Wisata dan Desa Wisata yang merupakan konsep yang perlu diterapkan. Berdasarkan atas konsep diatas dan didukung oleh Teori Siklus Hidup Area Wisata, Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas dan Teori SWOT serta dikombinasikan dengan Metode analisis deskritif kualitatif.

Hasil yang diperoleh selanjutnya akan dianalisis dengan bantuan analisis SWOT serta menganalisis lingkungan internal dan lingkungan eksternal Desa Pampanf, sehingga hasil analisis SWOT ini merupakan hasil penelitian yang akan sangat membantu didalam upaya mencari berbagai alternatif strategi pengembangan desa wisata. Untuk mewujudkan pengembangan desa wisata yang nantinya hasil dari penelitian ini dapat di rekomendasikan kepada Desa Pampang, Kecamatan Samarinda Utara Propinsi Kalimantan Timur dan Dinas Pariwisata Kalimantan Timur. Adapun Model Penelitiannya dapat di lihat pada Gambar 2.3.

(31)

42

Gambar 2.3 Model Penelitian Dinas Pariwisata

Pembangunan Desa Wisata Samarinda Desa Pampang Rekomendasi Potensi Desa Pampang Sebagai Desa Wisata Kondisi Lingkungan Internal dan Eksternal Desa Pampang untuk dikembangkan Sebagai Desa Wisata

Teori

- Teori Siklus Hidup Area Wisata

- Teori Pengelolaan Sumber Daya Berbasis Komunitas - Teori SWOT Konsep - Strategi - Pengembangan Daerah Tujuan Wisata - Desa Wisata Strategi Pengembangan Desa Pampang Sebagai Desa Wisata

Gambar

Gambar 2.1 Siklus Evolusi Area Wisata  (Sumber: Butler, 1980)
Gambar 2.3 Model Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

e-ASPIRASI KEMENKES 2015 atau Anugerah Situs Inspirasi Sehat Indonesia merupakan kegiatan penilaian website unit di lingkungan Kementerian Kesehatan RI kedua

Penelitian yang dilaksanakan untuk penyusunan disertasi ini berjudul : Rancangbangun Pengelolaan Pulau -pulau Kecil Berbasis Pemanfaatan Ruang (Kasus Gugus Pulau

Menganalisis akurasi metode non-parametrik CTA dengan teknik data mining untuk klasifikasi penggunaan lahan menggunakan citra Landsat-8 OLI serta menerapkan hasil dari KDD

R4.19 Kalo dari conference call for paper itu eemm pengetahuan tentang bahasa mungkin mas ya karena bahasa Inggris ini kan luas tidak hanya dari Amreika saja dari British saja

Setelah menentukan tingkat resiko kontrol, auditor akan melakukan pengujian terhadap kontrol, dalam hubungannya dengan audit sistem informasi maka yang diuji adalah kontrol

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat ditarik kesimpulan: Tingkat stres kerja karyawan sebelum diberikan terapi ROP berada pada kategori

Melihat kondisi yang terjadi pada J&J Travel maka kami mengusulkan untuk mengembangkan metode sistem reservasi manual menjadi sistem reservasi berbasis aplikasi