• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemodelan Rencana Promosi dan Kebijakan Persediaan untuk Mendapatkan Profit Sharing Supply Chain yang Optimal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Pemodelan Rencana Promosi dan Kebijakan Persediaan untuk Mendapatkan Profit Sharing Supply Chain yang Optimal"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Abstrak— Dalam tujuannya untuk mencapai sebuah supply chain yang efektif dan efisien, perlu dilakukan koordinasi antar pemain dalam supply chain. Salah satu jenis koordinasi yang menarik untuk diamati ialah koordinasi antara manufaktur dengan retailer. Pada penelitian ini dilakukan pengembangan model koordinasi dengan memperhatikan promotion plan (besar diskon dan frekuensi promosi) yang dilakukan oleh retailer dan penentuan kebijakan persediaan menggunakan newsvendor inventory model. Dalam penelitian ini ingin didapatkan sebuah koordinasi yang mampu mengoptimalkan profit supply chain. Ada dua skenario koordinasi yang diamati pada penelitian ini yaitu Off-Invoice (OI) trade deal dan Scan Back (SB) trade deal. Dari dua skenario ini dihitung rencana promosi (besar harga dan panjang promosi) dan kebijakan persediaan dengan menggunakan Markov switching AR(1) time series dan newsvendor inventory model. Kemudian dari model yang telah dibuat dilakukan uji numerik dengan menggunakan beberapa parameter yang berpengaruh terhadap promosi dan kebijakan persediaan. Dari hasil numerik didapatkan bahwa retailer lebih cenderung memilih koordinasi OI trade deal sedangkan supply chain akan optimal apabila menggunakan SB trade deal. Dimana kedua permasalahan ini dapat diselesaikan dengan buyback contract. Didapatkan fenomena bahwa retailer akan selalu melakukan overstock apabila kerugian dari overstock lebih kecil dari kerugian lost sales. Pada OI trade deal retailer akan melakukan overstock lebih besar daripada pada saat SB trade deal karena retailer mengambil keuntungan dari trade deal pada saat OI trade deal.

Kata kunci : supply chain coordination, customer promotion plan, Markov switching time-series, newsvendor inventory model, buyback contract

I. PENDAHULUAN

Dalam sebuah supply chain terdapat beberapa pemain yang berperan didalamnya. Diantara pemain tersebut ialah manufaktur dan retailer. Interaksi yang dilakukan antar pemain memiliki fungsi yang penting dalam supply chain. Apabila terjadi ketiadaan koordinasi antar perusahaan, tiap pemain akan melakukan pengambilan keputusan secara independen yang bertujuan untuk memaksimasi keuntungannya sendiri [1]. Hal ini menyebabkan channel inefficiency yang tidak mampu menghasilkan supply chain profit yang optimal [2]. Dalam penelitian ini akan diamati koordinasi antara satu manufaktur dan satu retailer dengan membandingkan supply chain profit yang disebabkan oleh strategi promosi dan order optimal.

Promosi merupakan instrumen penting dalam kondisi persaingan yang ketat dalam keadaan demand yang tidak menentu [3]. Promosi merupakan aktivitas yang digunakan untuk meningkatkan penjualan. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh retailer dengan sasaran konsumen akhir yang memiliki tujuan untuk meningkatkan penjualan dalam jangka waktu pendek dengan memberikan tambahan insentif pembelian kepada konsumen [4]. Strategi pricing promotion ialah salah satunya, dengan memberikan potongan harga dari retail price pada konsumen dalam jangka waktu tertentu.

Dalam penelitian ini diharapkan mendapatkan strategi pricing promotion yang optimal dengan menggunakan parameter besar harga dan panjang promosi. Dalam melakukan sebuah promosi, manufaktur memiliki peran memberikan sejumlah besar uang (insentif) kepada retailer untuk melakukan promosi. Pemberian sejumlah uang oleh manufaktur ini memiliki istilah trade promotion.

Terdapat dua jenis trade promotion yang diamati dalam penelitian ini, yaitu strategi Off-Invoice (OI) dan Scan Back (SB) trade deal. Dalam OI trade deal, tidak terjadi sharing informasi penjualan dari retailer k manufaktur. Sehingga manufaktur memberikan insentif sesuai dengan jumlah pesanan retailer, kekurangan dari strategi ini ialah manufaktur tidak dapat mengetahui apakah uang tersebut 100% digunakan oleh retailer untuk melakukan promosi. Manufaktur hanya dapat mengetahui sebatas jumlah pesanan yang dilakukan oleh retailer. Hal ini dapat memunculkan permasalahan principal-agent, yaitu permasalahan melakukan motivasi penentuan keputusan salah satu pemain dalam supply chain atas dasar kepentingan pemain lainnya [3].

Sedangkan pada SB trade deal dengan menerapkan teknologi informasi dalam supply chain, manufaktur menggantikan modal retailer berdasarkan sejumlah penjualan yang dilakukan oleh retailer [3]. Dalam menerapkan strategi ini manufaktur akan terbebas dari permasalahan principal-agent. Dalam penelitian yang dilakukan Kurata & Yue (2008) didapatkan bahwa dengan hanya menerapkan trade promotion tidak dapat mengkoordinasikan supply chain, oleh karena itu perlu diadakan BB contract.

Dari penelitian [5] membuat pemodelan promosi yang optimal (besar diskon dan frekuensi) dengan memperhatikan kebijakan inventory manufaktur dalam kondisi AR(1) demand dengan konsep Markov switching time-series. Pada model

Pemodelan Rencana Promosi dan Kebijakan

Persediaan untuk Mendapatkan Profit Sharing

Supply Chain yang Optimal

Wahyu Bagus Anshori, I Nyoman Pujawan, dan Imam Baihaqi.

Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)

Kampus ITS Sukolilo Surabaya 60111

(2)

yang dibuat tersebut belum melihat mengenai pengaruh penentuan kebijakan trade promotion yang dilakukan antara manufaktur dengan retailer terhadap promosi retailer. Perlu adanya penelitian ini untuk mengetahui pengaruh promosi pada koordinasi manufaktur-retailer berdasarkan kebijakan persediaan yang dilakukan.

Masalah yang akan diangkat dalam penelitian ini ialah bagaimanakah perbedaan promotion plan dan kebijakan persediaan yang terjadi pada kedua jenis koordinasi trade promotion yang dilakukan oleh retailer-manufaktur. Dan bagaimanakah pengaruh dari kedua jenis koordinasi ini terhadap profit supply chain.

Dalam penelitian ini aspek utama yang diamati ialah pengaruh kebijakan trade promotion (OI trade deal dan SB trade deal) terhadap promotion plan dan economic order quantity (EOQ). Dalam menentukan promotion plan digunakan metode Markov Chain dengan pendekatan AR(1) process yang bertujuan untuk menentukan panjang waktu diskon. Kemudian dapat diambil keputusan jumlah EOQ yang mampu mengoptimalkan profit supply chain pada kondisi tersebut. Nilai EOQ ini dihitung menggunakan newsvendor model. Sehingga diharapkan akan didapatkan besar profit supply chain optimal untuk kedua jenis trade promotion tersebut.

II. METODOLOGIPENELITIAN

II.1 Tahap Identifikasi Masalah

Pada tahap ini dilakukan studi literatur tentang penelitian-penelitian pada bidang retail supply chain management. Studi dilakukan terhadap jurnal-jurnal ilmiah dan buku-buku yang memiliki keterkaitan terhadap topik retail supply chain management. Studi literatur terhadap penelitian sebelumnya antara lain dilakukan pada penelitian yang dilakukan dalam [3], [5], [6] dan [7]. Dari studi literatur yang dilakukan akan dapat diketahui cakupan penelitian yang sudah ada serta identifikasi gap-gap penelitian yang ada. Selain itu dari studi literatur ini diperoleh beberapa model acuan dalam mengembangkan model optimal promotion plan and newsvendor based on trade deal sratetgy dalam retail supply chain management.

II.2 Tahap Pengembangan dan Formulasi Model

Pada tahapan ini akan dilakukan pengembangan dan formulasi model dari Markov switching time-series dan newsvendor inventory model. Dalam penelitian ini digunakan dua skenario trade promotion untuk dibandingkan, yaitu OI dan SB trade deal. Untuk tiap skenario ini kemudian dilakukan perhitungan strategi promosi retailer. Terdapat dua jenis kondisi demand yaitu kondisi non-promosi dan promosi. Dimana kondisi non-promosi dilambangkan dengan st = 1, dan kondisi promosi dilambangkan dengan st = 2. Kemudian akan didapatkan besar dan panjang promosi optimal. Selanjutnya dihitung profit supply chain optimal menggunakan newsvendor inventory model. Berikut Notasi model yang digunakan.

Notasi Keterangan

= µ (p,r) Fungsi demand, st= 1 dan 2

α Besar pasar potensial

β Customer sensitivity

yt Demand pada periode t

st Kondisi promosi pada periode t, st =1

dan st = 2

pij Probabilitas transisi dari kondisi i ke

kondisi j (i,j = 1 atau 2)

ф Koefisien auto-korelasi pada AR(1)

process

εt Nilai error pada AR(1) process,

εt dimana σ > 0

σ2 standar deviasi dari nilai error

θk Panjang promosi pada trade promotion

k = 1, 2

Jumlah pesanan retailer ke manufaktur pada OI (k = 1) atau SB (k = 2) trade

deal pada promosi st

Perkiraan profit pada skenario k untuk retailer (l = r) atau manufaktur (l = m) pada promosi st

Пk Perkiraan profit dari supply chain pada

skenario k

r Jumlah trade deal yang diberikan manufaktur ke retailer

λ Pass-through rate dari retailer (0

)

S(q|p,r) Perkiraan penjualan pada saat pesanan sebesar q, apabila harga p dan biaya promosi r

F(y|p,r) c.d.f dari penjualan akhir

f(y|p,r) p.d.f dari penjualan akhir

w Harga wholesale manufaktur

c Biaya produksi manufkatur

b Besar buyback yang diberikan

manufaktur untuk tiap produk tak terjual

II.2.1 Fungsi Demand

Dalam model yang dikembangkan demand pada supply chain dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu besar harga (p) dan biaya promosi (r) yang dikeluarkan oleh retailer untuk melakukan promosi. Dengan fungsi demand diformulasikan sebagai berikut,

(1) Besar p merupakan harga yang diberikan oleh retailer, pada saat promosi besar p ialah dimana memiliki range

p . Sedangkan pada kondisi non-promosi menggunakan harga reguler yang dilambangkan oleh . Nilai α merupakan besar pasar potensial yang dipengaruhi oleh harga. Untuk β yang melambangkan customer sensitivty, jika nilainya semakin besar maka perubahan harga kecilpun mampu mempengaruhi ukuran demand dalam skala besar

.

II.2.2 Model Markov switching AR(1) time-series

Model Markov switching regime ini, menggunakan AR(1) process dalam perhitungannya. Dimana fungsi dari AR(1) process-nya dituliskan sebagai berikut.

(3)

Dengan mengasumsikan nilai dari koefisien auto-korelasi (ф) dan nilai error (εt) tidak dipengaruhi waktu. Semakin

tinggi koefisien korelasi ini maka nilai dari demand periode mendatang akan semakin mendekati besar demand periode sebelumya. Dimana nilainya memiliki range 0 1. Dalam melakukan perhitungan menggunakan model ini, dimisalkan Markov chain bersifat ergodic sehingga untuk awal perhitungan menggunakan fungsi,

(3)

Dilakukan proses iteratif dengan menggunakan algoritma perhitungan AR(1) process. Setelah dilakukan perhitungan secara iterasi didapatkan sebuah nilai probabilitas transisi yang optimal.

(4) Dalam fungsi demand diatas, besar demand dihitung selama panjang periode T. Dimana periode T ini merupakan akumulasi dari masa promosi dan non-promosi, sehingga dapat dituliskan sebagai,

(5) Dengan mengasumsikan panjang periode T bernilai 1, dengan besar θ ialah panjang masa promosi, dan 1-θ merupakan panjang masa non-promosi selama periode T. II.2.3 Model Newsvendor Off-Invoice trade deal

Dengan menggunakan nilai expected sales yang merupakan nilai ekspektasi dari penjualan dengan mempertimbangkan nilai overstock dan understock yang dapat terjadi pada akhir periode. Berikut nilai expected sales dari model.

(6)

Dalam dua skenario trade promotion,EOQ dibagi menjadi dua, yaitu model EOQ pada saat kondisi promosi dan pada saat non-promosi. Dikarenakan demand pada kedua kondisi ini memiliki µ(p,r) dan θ yang berbeda, maka kuantitas order

optimalnya juga sebaiknya dihitung terpisah untuk mengantisipasi deviasi yang terjadi akibat perbedaan besar demand.

Profit supply chain dari kedua kondisi promosi ini kemudian diakumulasikan menggunakan persamaan,

(7) Pada kondisi promosi ekspektasi profit dari retailer dapat dituliskan sebagai berikut,

(8)

Dalam skenario OI jumlah biaya promosi yang dikeluarkan retailer (rλ q) hanya sebagian dari uang trade deal (rq) yang

diberikan manufaktur. Dimana uang trade deal sisanya diambil sebagai keuntungan retailer sendiri. Sedangkan profit manufaktur ialah sebagai berikut,

(9)

Dengan melakukan penjumlahan antara profit yang didapatkan oleh retailer dengan profit manufaktur maka profit dari supply chain pada kondisi promosi dapat dituliskan menjadi,

(10)

Untuk mendapatkan besar order optimal digunakan first order condition (FOC) dari fungsi profit supply chain tersebut.

(11)

Nilai q optimal akan didapatkan apabila turunan pertama dari fungsi bernilai 0. Sehingga nilai , didapatkan dengan menggunakan fungsi

(12)

Dalam kondisi non-promosi besar profit supply chain yang merupakan penjumlahan profit retailer dan manufaktur dapat dituliskan,

(13)

Sehingga, dengan menggunakan first order condition (FOC), nilai , didapatkan

(14) II.2.4 Model Newsvendor Scan-Back trade deal

Karena pada skenario ini terjadi information sharing antara retailer dengan manufaktur, sehingga manufaktur mengetahui jumlah penjualan retailer. Maka uang promosi yang didapatkan oleh retailer sebesar , yang berhubungan linier dengan penjualan yang dilakukan retailer.

Fungsi profit dari retailer dalam skenario SB pada saat promosi berlangsung dapat dituliskan sebagai berikut,

(15)

Karena dalam skenario SB terjadi information sharing, retailer tidak dapat mengambil prosentase bagian dari uang promosi. Sehingga pass-through rate dari skenario ini 100% dari uang promosi (r). Sedangkan profit manufaktur dapat dituliskan,

(16)

Sehingga profit supply chain-nya memiliki fungsi,

(17)

Sehingga dengan menggunakan first order condition (FOC) nilai , didapatkan

(18)

Pada saat non-promosi fungsi profit supply chain pada OI dan SB trade deal sama. Karena kondisi ini tidak dipengaruhi oleh koordinasi trade promotion. Sehingga fungsi profitnya sama dengan fungsi (13) sedangkan untuk mendapatkan besar order optimal sama dengan fungsi (14).

II.2.5 Performansi buyback contract

Buyback bertujuan untuk mengkoordinasikan retailer dan manufaktur. Untuk produk yang tidak terjual oleh retailer akan dikembalikan ke manufaktur dengan harga tertentu. Pada

(4)

saat OI trade deal fungsi (8) diturunkan agar memenuhi FOC. Didapatkan fungsi berikut,

(19) Dengan mengasumsikan turunan dari profit retailer diatas mampu mengkoordinasikan supply chain, maka dapat dituliskan sebuah persamaan berikut,

(20)

Dari persamaan diatas, akan dapat diketahui pengaruh kebijakan buyback terhadap keputusan order yang dilakukan oleh retailer.

II.3 Percobaan Numerik dan Analisis Hasil

Dilakukan pengujian numerik untuk menguji beberapa parameter yang berbeda. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh perubahan parameter input terhadap profit retailer, profit manufaktur dan profit supply chain saat promosi dan non-promosi.

Terdapat lima variabel yang akan diuji pengaruhnya terhadap perubahan profit. Variabel tersebut ialah r (trade deal), λ (pass-through rate), p (promotion price), P11 dan P22

(probabilitas transisi) dan b (buyback amount). II.3.1 Uji Numerik λ (pass-through rate)

Uji numerik λ (pass-through rate) hanya dilakukan untuk OI trade deal saja. Karena variabel ini diasumsikan besarnya 1 pada SB trade deal. Hasil yang didapatkan dari promosi didapatkan bahwa profit meningkat pada saat nilai λ kecil dan pada λ tertentu profit menjadi menurun. Karena profit retailer semakin mengecil apabila nilai pass-through rate semakin besar. Pada kondisi non-promosi menghasilkan nilai profit yang sama untuk beberapa perubahan nilai r. Karena kondisi non-promosi tidak dipengaruhi oleh besar biaya promosi. Berikut hasil profit supply chain optimal yang didapatkan dengan menggunakan perubahan pass-through rate,

Gambar 1. Grafik Total Profit SC berdasarkan pass-through rate Nilai profit optimal didapatkan pada pass-through rate sebesar 0,3.

Hasil yang didapatkan bahwa profit meningkat pada saat nilai λ kecil dan pada λ tertentu profit menjadi menurun. Hal ini diindikasikan dengan menurunnya profit supply chain saat besar pass through rate dinaikkan. Apabila retailer meningkatkan besar pass through rate lebih dari 0,3 maka retailer akan merugi. Hal ini disebabkan karena pendapatan yang diterima oleh retailer dengan meningkatkan pass through rate tidak jauh lebih baik daripada mengambil proporsi trade

deal yang diberikan oleh manufaktur. Hal ini memenuhi fungsi pertidaksamaan,

Dimana apabila didapatkan fungsi pertidaksamaan diatas maka lebih baik retailer mengambil sejumlah (1-λ) trade deal dibandingkan menggunakannnya untuk melakukan promosi.

II.3.2 Uji Numerik r (trade deal)

Uji numerik dilakukan dengan mengubah parameter jumlah trade deal yang didapatkan hingga mencapai batas dimana pendapatan manufaktur sama besar dengan pengeluaran promosi yang dilakukan, . Pada OI trade deal didapatkan hasil profit supply chain berikut,

Gambar 2. Grafik Total Profit SC berdasarkan trade deal (OI) Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa profit supply chain optimal didapatkan pada saat besar trade deal sebesar 4 dengan total profit supply chain sebesar 146,26.

Uji Numerik trade deal dari SB trade deal dilakukan dengan menggunakan parameter yang sama dengan skenario OI trade deal. Sehingga hasilnya didapatkan hasil profit supply chain berikut,

Gambar 3. Grafik Total Profit SC berdasarkan trade deal (SB) Dimana dapat dilihat dari gambar grafik (5.4) nilai profit optimal didapatkan pada saat trade deal sebesar 3 dengan jumlah total profit yang optimal sebesar 154,66.

Dari kedua percobaan didapatkan fenomena dimana manufaktur mengalami defisit pada saat nilai r (trade deal) mencapai nilai tertentu. Kondisi ini disebabkan karena pada saat tersebut besar trade deal yang dikeluarkan oleh manufaktur untuk tiap produknya lebih besar dibandingkan profit penjualan manufaktur. Besar trade deal ini menyebabkan kerugian bagi manufaktur apabila besarnya,

Hasil disebabkan karena kerugian yang ditanggung manufaktur lebih besar dibanding pendapatan yang didapat oleh retailer. Hal ini dapat dituliskan kedalam pertidaksamaan

II.3.3 Uji Numerik p (price promotion)

Uji numerik yang dilakukan pada besar potongan harga dilakukan dengan mengubah parameter tersebut dari

(5)

batasnya p , dimana nilai p ditetapkan sama besar dengan biaya wholesale (w). Dari OI trade deal didapatkan nilai profit suply chain optimal didapat pada saat sebesar 26 dengan besar profit sebesar 147,29.

Gambar 4. Grafik Total Profit SC berdasarkan price promotion (OI) Sedangkan pada SB trade deal didapatkan nilai profit supply chain sebagai berikut.

Gambar 5. Grafik Total Profit SC berdasarkan price promotion (SB) Dari gambar tersebut dapat dilihat bahwa profit optimal didapatkan pada saat retailer menetapkan harga diskon sebesar 29 dengan profit yang didapatkan mencapai 155,88.

Besar diskon optimal ini didapatkan pada saat nilai dari selisih pendapatan retailer dengan biaya yang dikeluarkan oleh manufaktur menghasilkan nilai yang paling besar. Dimana besar harga dibawah harga tersebut semakin tidak menarik untuk retailer pilih, sedangkan manufaktur lebih menyukai retailer untuk menetapkan harga diskon yang rendah. Untuk retailer, sedangkan untuk manufaktur,

.

II.3.4 Uji Numerik P11 dan P22 (probabilitas transisi)

Dengan menggunakan kedua nilai probabilitas transisi ini akan didapatkan besar panjang promosi (θ). Dengan mengubah nilai dari kedua parameter ini akan didapatkan nilai profit supply chain optimal pada saat besar θ ialah 20%. Hal ini terjadi baik pada OI trade deal maupun SB trade deal. Pada saat itu nilai profit supply chain sebesar 331,319 pada OI trade deal

. Tabel 1. Profit Supply chain OI trade deal Uji Numerik P11 & P22

θ profit supply chain 10% 326,0312 20% 331,3192 31% 325,9184 40% 322,5812 50% 318,9327 60% 315,0078 69% 312,0657 80% 298,3396

Dari hasil tersebut didapatkan bahwa nilai θ optimal didapatkan pada saat nilainya sebesar 20%, dengan besar profit optimal 334,814.

Tabel 2. Profit Supply chain SB trade deal Uji Numerik P11 & P22

θ profit supply chain 11 % 304,135 20 % 334,814 31 % 330,317 40 % 326,349 50 % 320,602 60 % 313,341 69 % 305,958 80 % 274,981

Dimana besar jumlah pesanan dipengaruhi oleh panjang promosi sebesar θ. Dengan melakukan perhitungan kombinasi antara P11 dan P22, nilai θ optimal sebesar 0,2, dengan besar P11 = 0,9 dan P22 = 0,6. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa promosi efektif hanya pada saat jangka waktu pendek. Semakin panjang masa promosi dilakukan tidak signifikan terhadap peningkatan demand yang terjadi. Hal ini menyebabkan kecenderungan untuk menggunakan non-promosi, karena keuntungan yang didapatkan akan lebih besar, dibandingkan memperpanjang masa promosi.

II.3.5 Uji Numerik b (buyback contract)

Dengan menggunakan pendekatan bahwa buyback mampu mengkoordinasikan supply chain dilakukan perhitungan dengan model newsvendor inventory. Kebijakan buyback mempengaruhi tingkat profit supply chain. Dimana nilainya akan meningkat apabila besar buyback yang diberikan semakin kecil.

Gambar 6. Grafik Total Profit SC berdasarkan buyback (OI) Dari grafik dapat dilihat bahwa profit optimal didapatkan pada saat buyback yang diberikan oleh manufaktur sebesar 12, dengan profit mencapai 139,326.

Kemudian dari perhitungan buyback ini juga diukur keputusan understock atau overstock yang dilakukan oleh retailer. Dimana dalam grafik 5.12 menunjukkan bahwa retailer akan memutuskan lebih baik melakukan overstock apabila nilai buyback-nya b > 7.

(6)

Gambar 7. Grafik Performansi Buyback (OI trade deal) Pada saat SB trade deal nilai profit optimal didapatkan pada saat buyback adalah 12, dimana profit optimal yang didapatkan sebesar 154,07. Dimana hasil tersebut diplotkan pada grafik dibawah ini.

Gambar 8. Grafik Total Profit SC berdasarkan buyback (SB) Dimana performansi buyback ini diukur dengan menggunakan keputusan overstock atau understock yang dilakukan oleh retailer. Dari grafik dibawah, didapatkan bahwa pada skenario SB trade deal, overstock akan terjadi apabila buyback memiliki nilai b > 5.

Gambar 9. Grafik Performansi Buyback (SB trade deal) Dari hasil uji numerik, pada kondisi promosi retailer lebih memilih overstock karena kerugian yang ditanggung oleh retailer apabila barang tidak laku lebih kecil, dimana besarnya ialah w-b. Sehingga retailer lebih cenderung untuk melakukan overstock karena kerugiannya tidak lebih besar apabila terjadi lost sales.Hal ini benar adanya apabila,

Nilai buyback optimal yang mampu mengoptimalkan profit didapatkan pada saat nilainya mendekati harga wholesale. Dimana, semakin mendekati nilai wholesale jumlah pemesanan (q) akan semakin meningkat. Yang akan mempengaruhi peningkatan pendapatan manufaktur hingga besar b tertentu. Apabila pertidaksamaan dibawah ini terpenuhi, maka manufaktur akan merugi.

II.3.6 Analisis OI dan SB trade deal

Dari hasil perhitungan untuk keseluruh skenario uji numerik kemudian dibandingkan antara skenario OI dan SB trade deal. total profit supply chain terbesar didapatkan pada saat SB trade deal. Sedangkan dari hasil tersebut didapatkan bahwa retailer lebih cenderung memilih untuk menggunakan skenario OI karena dilihat dari keuntungan yang didapat nilainya lebih besar dibandingkan pada saat menggunakan skenario SB untuk kondisi-kondisi normal.

III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang dapat ditarik dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Dalam penelitian ini dikembangkan model newsvendor inventory model dengan mengakomodasi rencana promosi didalamnya sehingga mampu menghasilkan profit supply chain yang optimal.

2. Trade promotion mengakomodasi rencana promosi dan kebijakan persediaan. Dimana nilai profit supply chain yang optimal didapatkan pada saat menggunakan SB trade deal. Walaupun disisi lain retailer lebih diuntungkan dengan menggunakan OI trade deal.

3. Didapatkan besar promosi dari model apabila selisih antara pendapatan yang didapatkan oleh retailer dengan biaya yang dikeluarkan oleh manufaktur paling besar. Dimana hal ini dipengaruhi oleh keinginan retailer untuk menaikkan harga sedangkan manufaktur cenderung menurunkan harga.

4. Dengan mengembangkan skenario promosi dan non-promosi didapatkan model EOQ berdasar skenario tersebut yang telah dibahas diatas untuk memenuhi demand yang ada. Dimana pada saat non-promosi overstock yang dilakukan oleh retailer akan lebih besar dibanding pada saat promosi.

5. Setelah dibandingkan retailer cenderung memilih skenario OI trade deal sedangkan manufaktur lebih memilih menggunakan SB trade deal.

UCAPANTERIMAKASIH

Pada penelitian ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberi dukungan dan membantu kelancaran terselesaikannya penelitian. Serta kepada dosen pembimbing dan ko-pembimbing yang telah banyak membantu dalam proses penyelesaian penelitian ini.

DAFTARPUSTAKA

[1] Xie, J. & Wei, J. C., 2009. Coordinating advertising and pricing in a manufacturer–retailer channel. Europan Journal of Operations Research, CXCVII(2), pp. 785-791. [2] Xie, J. & Neyret, A., 2009. Co-op advertising and pricing models in manufacturer-retailer supply chain. Computers & Industrial Engineering, LVI(4), pp. 1375-1385.

[3] Kurata, H. & Yue, X., 2008. Trade promotion mode choice and information sharing in fashion retail supply chians. International Journal of Production Economics, CXIV(2), pp. 507-519.

[4] Sigue, S. P., 2008. Consumer and Retailer Promotions: Who is Better Off?. Journal of Retailing, Volume LXXXIV, pp. 449-460.

[5] Kurata, H. & Liu, J. J., 2007. Optimal promotion planning -depth and frequency- for a two-stage supply chain under Markov switching demand. European Journal of Operational Research, Volume CLXXVII, pp. 1026-1043. [6] Drèze, X. & Bell, D. R., 2003. Creating Win–Win Trade Promotions: Theory and Empirical Analysis of Scan-Back Trade deals. Marketing Science, XXII(1), pp. 16-39.

[7] Cachon, G. P., 2003. Supply chain Coordination with Contracts. Handbooks in OR & MS, Volume XI, pp. 229-339.

Gambar

Gambar 1. Grafik Total Profit SC berdasarkan pass-through rate  Nilai profit optimal didapatkan pada pass-through rate sebesar  0,3
Gambar 4. Grafik Total Profit SC berdasarkan price promotion (OI)  Sedangkan  pada  SB  trade  deal  didapatkan  nilai  profit  supply  chain sebagai berikut
Gambar 7. Grafik Performansi Buyback (OI trade deal)  Pada  saat  SB  trade  deal  nilai  profit  optimal  didapatkan  pada  saat  buyback  adalah  12,  dimana  profit  optimal  yang  didapatkan  sebesar  154,07

Referensi

Dokumen terkait

Karakteristik Edible Film dengan Penambahan Filtrat Gambir ( Uncaria gambir Roxb) dan Filtrat Daun Pepaya ( Carica papaya L.).. Characteristics of Edible Film with Addition of

Pengaruh jarak tanam berbeda pada berbagai dosis pupuk organik terhadap pertumbuhan dan hasil jagung hibrida P-12 di Jatinangor.. Peningkatan Hasil Jagung

Berdasarkan hasil evaluasi kemampuan membuat kalimat tanya melalui teknik 5W 1H di kelas SD Inpres Lobu Gio pada tabel di atas, diperoleh hasil, yakni dari 25 siswa

[r]

Adanya perubahan Kurikulum sejak kurikulum 1994, Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) sampai pada kurikulum 2013 perubahan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keterlaksanaan pembelajaran inkuiri, peningkatan kemampuan argumentasi ilmiah siswa setelah melakukan model pembelajaran

Dalam cakupan pengertian sistem pendidikan termuat adanya berbagai komponen (unsur), berbagai kegiatan (menunjuk fungsi dari setiap komponen), adanya saling hubungan

Nilai koefisien reaktivitas suhu reaktor teras yang merupakan total dari bahan bakar, moderator, dan pendingin bernilai negatif sehingga syarat karakteristik