• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakanadambaan setiap keluarga. Setiap keluarga mengharapkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Anak merupakanadambaan setiap keluarga. Setiap keluarga mengharapkan"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 A. Latar belakang

Anak merupakanadambaan setiap keluarga. Setiap keluarga mengharapkan anaknya tumbuh kembang secaraaoptimal (Soetjiningsih, 2015). Kualitas seorang anak dapat dinilaiadari proses pertumbuhan dan perkembangan. Pertumbuhan adalah suatu proses pertambahan ukuran, baik volume, bobot, dan jumlah sel yang bersifat irreversible (tidak dapat kembali ke asal) sedangkan perkembangan adalah salah satu indikator dalamamemantau kesehatan anak. Perkembangan anak mencakup perkembangan personal sosial, motorikakasar, bahasa, dan motorik halus (Kharisma & Sri, 2016).

Perkembangan paling pesat terjadi pada usia 1-5 tahun karena masa perkembangan yang pendek tetapi merupakan masa yang sangat penting. Anak usia 5 tahun atau masa balita disebut juga sebagai masa keemasan (Golden Periode), jendela kesempatan (Window Opportunity) atau masa kritis (Critical Periode) karena periode iniamerupakan masa dimana pertumbuhan dan perkembangan mengalami peningkatan yang pesat pada otak atau masa yang paling peka dalam menerima masukan darialingkungan sekitarnya (Wijaya, 2009).

(2)

World Health Organization (WHO) tahun 2010 menyatakan bahwa 5-25% anak-anak usia prasekolah di dunia menderita disfungsi otak minor, termasuk gangguan perkembangan motorikahalus. Menurut data profil kesehatan Indonesia tahun 2013 jumlah balita sebanyak 19.104.193 dari jumlah penduduk sekitar 248.422.956 jiwa atau sekitar 7,69%, di Amerika Serikat anak-anak yang terdeteksi gangguan perkembangan sebelum usia sekolah sebesar 20-30%, di Indonesiaasekitar 45,12%, sedangkan Amerika Serikat gangguan perkembangan ditemukan pada 12-16% populasi anak.

Mengingat masa sejak lahir sampai lima tahun pertama kehidupan anak merupakan masa yang relatif pendek dan tidak akan terulang kembali dalam kehidupan seorang anak, makaaorangtua, pengasuh, pendidik atau masyarakat dan tenaga kesehatan harus dapat memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membentuk anak menjadi anak yang berkualitasatinggi (Wijaya, 2009). Oleh karena itu orangtua perlu mengupayakanaagar anaknya tumbuh dan berkembang optimal sesuai dengan potensi yang dimiliki antara lain melalui upaya Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) pada balita (Rahayu, 2012).

SDIDTK merupakan kegiatan atau pemeriksaan untuk menemukan penyimpangan tumbuh kembang secara dini agar lebih mudah diintervensi serta memberikan konseling kepada keluarga bagaimana cara menstimulasi tumbuh kembang anak. Keterlambatan dalam mendeteksiapenyimpangan

(3)

akan berdampak terhadap sulitnya upaya intervensi dan berpengaruh pada tumbuh kembang anak berikutnya (Hermawan, 2011).

American Academy of Family Physicians (2012) memperkirakan 15% dari anak-anakadi Amerika Serikat memiliki setidaknya satu keterlambatan perkembangan, namun kurang dari seperlima dari anak-anak menerima layanan intervensi dini sebelum usia tiga tahun. Perilaku pemberian stimulasi merupakan salah satuafaktor yang dapat mempengaruhi perkembangan motorik anak. Anak yang mendapatkan stimulasi terarah dan teratur akan lebih cepat berkembangadibandingkan dengan anak yang kurang mendapat stimulasi, demikian juga untuk aspek perkembangan yang lain seperti bahasa dan sosial kemandirian (Larasati & Maulidha, 2017).

Pelaksanaan SDIDTK dapat dilakukan di lingkungan keluarga, Popsyandu, taman kanak-kanak (TK), tempat penitipanAanak (TPA), pendidikan anak usia dini (PAUD), kelompok bermain, panti asuhan atau tempat sarana pelayanan kesehatan lain. Salah satu upaya pemerintah untuk menunjang keberhasilan program DDIDTK yaitu penyelenggaraan pelatihan SDIDTK bagi tenaga kesehatan baik di kabupatenamaupun di Puskesmas (Hermawan, 2011).

Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang

(4)

(DDTK) yang telah dilakukan sejak tahun 1988 dan termasuk salah satu program pokok Puskesmas yang dilakukan di Posyandu. Cakupan pelayanan kesehatan anak balita pada tahun 2013 sebesar 57,34%. Angka ini lebih kecil dibandingkan tahun 2012 sebesar 61,46%, cakupanatahun 2013 belum mencapai target Standar Pelayanan Minimal (SPM) 90%, begitu pula dengan target Provinsi Sulawesi Selatan belum mencapi 90% danacakupan pelayanan balita hanya mencapai 58% (Dinas kesehatan Sul-Sel, 2014).

Rendahnya cakupan pelayanan kesehatan pada balita dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain masih rendahnya partisipasi masyarakat untuk membawa anak balitanya ke fasilitas kesehatan dan posyandu secara rutin setiap bulan, sehingga tidak semua sasaran anak balitaaterpantau pertumbuhan dan perkembangannya. Ada anggapan di masyarakat bahwa kunjungan ke posyandu atau fasilitas kesehatan hanya dilakukan pada saat anak sakit serta belum semua masyarakat memahami bahwaapenimbangan di posyandu bukan hanya sekedar untuk mengetahui berat badan anak tetapi lebih jauh untuk memantau status gizinya. Belumasemua tenaga kesehatan terlatih menggunakan SDIDTK dan MTBS (Dinkes Luwu Utara, 2016).

Berdasarkan survei awal yang dilakukan oleh peneliti di Puskesmas Bajo Barat pada bulan Juni sampai Desember tahun 2018, dari 272 ibu yang menjadi sasaran program SDIDTK hanya 45,2% (123 ibu) yang memeriksakan anaknya ke Posyandu, dan dari jumlah tersebut terdapat 35%

(5)

(43 balita) yang mengalami penyimpangan perkembangan dengan penemuan terlambat karena deteksi yang tidak teratur. Sebagian besar kasus yang ditemukan adalah gangguan bicara dan bahasa, serta keterlambatan perkembangan motorik kasar seperti duduk atau berdiri. Peneliti juga melakukan wawancara pada 10 orangtua yang ada diwilayah kerja Puskesmas Bajo Barat di dapatkan bahwa 6 orangtua memberikan kebebasan kepada anak dan tidak terlalu membatasi aktifitas anak selama di rumah maupun sekolah, menemani anak bermain, melatih anak dengan berbagai permainan edukasi, dan mengajari anak berbagai hal baru. Selebihnya 4 orangtua mengatakan sangat khawatir dengan anak, tidak percaya kepada anak, dan kesal di saat anak tidak mengikuti keinginan orangtuanya sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu faktor pemicu terhambatnya tingkat keberhasilan stimulasi, deteksi dan intervensi dini pada balita adalahatidak adanya dukungan dari keluarga khususnya orangtua. Mereka cenderung melakukannya sendiri dengan cara mencontoh orangtua terdahulu atau mencontoh orang lain di sekitar lingkungan yang sudah memiliki anak dan dijadikan sebagai role model yang diyakininya sebagai suatu kebenaranayang memberikan contoh positif dalam perawatan tumbuh kembang anak (Sholicha, 2017).

Menurut Soetjiningsih (2015), penyebab dari keterlambatan perkembangan anak salah satunya adalah kurang aktifnya perilaku orangtua dalam

(6)

memberikan stimulasi, deteksi, dan intervensi dini tumbuh kembang kepada anak, ketidaktahuan orangtua terhadap pentingnya SDIDTK. Namun sebagian orangtua belum memahami hal ini, terutama orangtua yang mempunyai motivasi rendah dalam melakukan SDIDTK anaknya sesuai dengan usia perkembangan. Perilaku tersebut timbul karena masih banyak orangtua yang beranggapan bahwa memberikan SDIDTK pada anak dengan sendirinya akan dimiliki jika waktunya tiba, padahal pengetahuan tentang SDIDTK harus dipahami dengan benar oleh setiap orangtua. Seorang ibu harus mengetahui tentang tahapan perkembangan anak dan stimulasi agar perkembangan anak menjadi optimal. Saat ibu mengetahui ada keterlambatan perkembangan anak dan penyebabnya karena ibu yang kurang aktif dalam pemberian SDIDTK, maka faktor utama yang harus dirubah adalah perilaku orangtua (Christi, 2013).

Kesadaran orangtua untuk memeriksakan anak balitanya secara rutin di PuskesmasAmasih terbilang rendah. Padahal, pemeriksaan rutin seperti menimbang berat dan mengukur tinggi badan di Puskemas sangat diperlukan untuk memantauamasa pertumbuhan anak. Gangguan pertumbuhan (Growth faltering) pun bisa terdeteksi dan diatasi lebih dini. Orangtua cenderung merasa tidak perlu lagi menimbang dan memeriksakan anaknya di Posyandu setelah anak tuntas dalam pemberian imunisasi dasar, sementara program SDIDTK dilakukan oleh petugas kesehatan di Posyandu sesuai dengan tahapan tumbuh kembang anak hingga usia anak 72 bulan (6 tahun). Peran

(7)

orangtua sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan anak, terutama di usia nol hingga enam tahun (Staal, 2011). Kemandirian orangtua dalam deteksi dini tumbuh kembang akan menjadi bekal yang sangat berharga khususnya bagi ibu dalam merawat dan membesarkan anaknya (Wina. P, (2012).

Selama ini upaya yang dilakukan untuk memaksimalkan pertumbuhan dan perkembangan anak yaitu dengan diadakannya pendidikan kesehatan kepada keluarga mengenai pentingnyaapemantauan tumbuh kembang anak. Peningkatan kemandirian orangtua dalam stimulasi tumbuh kembang anak dilakukan denganamemberikan pendidikan kesehatan. Pendidikan kesehatan adalah sarangkaian upaya yang ditujukan untuk menggugah kesadaran, memberikan danameningkatkan kemandirian sasaran pendidikan kesehatan serta peningkatan kesehatan individual, kelompok, keluarga dan maysrakat (Setiawati, 2008). Pendidikan kesehatan yang diberikan kepada orangtua diharapkan dapat menimbulkan interaksi antara orangtua sebagai caregiver yang memberikan stimulasi dan anak menunjukkan respon terhadap stimulasi yang diberikan serta didukung rangsangan dan objek yang digunakan untuk melakukan stimulasi seperti yang digambarkan oleh Barnard dalam teori parent child interaction (Alligood & Tomey, 2010)

Pelaksanaan pendidikan kesehatan memerlukan media sebagai alat bantu, dengan adanya media materiapembelajaran yang rumit dan tidak jelas dapat

(8)

disampaikan kepada sasaran dengan lebih sederhanaadan mudah ditangkap (setiawan, 2008). Salah satu bentuk media yang digunakan dalam pelaksanaan pendidikan kesehatan adalah booklet. Booklet merupakanamedia penyampai pesanakesehatan dalam bentuk buku dengan kombinasi tulisan dan gambar. Kelebihanayang dimiliki media booklet yaitu informasi yang dituangkan lebihalengkap, lebih terperinciadan jelas serta bersifat edukatif. Selain itu, booklet yang digunakan sebagai media edukasi ini bisa dibawa pulang, sehinggaadapat dibaca berulang dan disimpan (Nursalam, 2008).

Rathore (2014) menyatakan bahwa terdapat peningkatan pengetahuan pada ibu setelah diberikan pendidikanakesehatan menggunakan media booklet dengan nilai rata-rata pre test 44,26% dan nilai rata-rata post test 75,88%, sehingga informasi pada booklet sangat efektifauntuk peningkatan pengetahuan pada ibu. Selain menggunakan booklet, media yang digunakan yaitu media elektronik berupa aplikasi. Aplikasi adalahaalat bantu untuk mempermudah dan mempercepat proses pekerjaan dan bukan merupakan beban bagi penggunanya (Ibisa, 2010). Aplikasi dapat memfasilitasi dan mempermudah orangtua dalam memantau tumbuh kembang balitanya secara cepat dan akurat (Sudarmilah, 2011).

Sudarmilah (2011) melakukan sebuah penelitian tentang sistem monitoring pertumbuhan balita berbasis web (KMS online) hasilnya menunjukan bahwa sistem monitoring ini, memberikanakemudahan kepada user secara umum

(9)

dan khususnya orangtua dalam mengetahui pertumbuhan anak mereka. Sistem ini memudahkan bagi petugas posyandu dalam mengelola data pertumbuhan balita serta bagi petugasapuskesmas dalam mengontrol laporan kegiatan dari tiap posyandu.

Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saurina (2015) tentang aplikasi deteksi dini tumbuh kembangaanak usia nol hingga enam tahun berbasis android. Hasil penelitian tersebut menyatakan aplikasi ini dapat mendeteksi gangguan tumbuh kembang anak berdasarkan informasi dan masukan dari pengguna menggunakan instrumen kuesioner pra skrining perkembangan, dengan menghitung jumlah jawaban dari pengguna aplikasi mengenai tumbuh kembang anak. Terdapat tiga hasil uji coba aplikasi yang telah dilakukan oleh ahli tumbuh kembang anak (81%), oleh tim medis kesehatan (89%), serta oleh orangtua (81%), dimana ketiga kelompok tersebut menyatakan bahwa aplikasi dapat dikategorikan sebagai alat bantu yang sangat baik dan bisa digunakan orangtua untuk mendeteksi dini tumbuh kembang anak secara mandiri.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan booklet dengan aplikasi SDIDTK terhadap kemandirian keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang diwilayah Kerja Puskesmas Bajo Barat.

(10)

B. Rumusan masalah

Program Stimulasi, Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh Kembang (SDIDTK) merupakan revisi dari program Deteksi Dini Tumbuh Kembang (DDTK), kegiatan ini dilakukan menyeluruh dan terkoordinasi diselenggarakan dalam bentuk kemitraan antara keluarga, masyarakat dengan tenaga profesional dan merupakan salah satu program pokok Puskesmas yang dilaksanakan di Posyandu.

Kurangnya kesadaran orangtua untuk memeriksakan tumbuh kembang anaknya ke posyandu menjadi kendala besar dalam pelaksaan SDIDTK, untuk itu dilakukan upaya pendidikan kesehatan untuk memandirikan keluarga melakukan pemantauan tumbuh kembang balita yang meliputi stimulasi, deteksi dan intervensi dini. Pendidikan kesehatan dilakukan dengan menggunakan media booklet yang isinya disesuaikan dengan kebutuhan orangtua serta dikombinasikan dengan gambar sehingga menarik perhatian dan menghindari kejenuhan dalam membaca (Nursalam, 2008). Seiring perkembangan zaman yang semakin modern maka dibuat perangkat dalam bentuk aplikasi untuk memudahkan orangtua dalamamemantau pertumbuhan dan perkembangan buah hati mereka dimanapun dan kapanpun meraka berada (Sudarmilah, 2011). Berdasarkan fenomena tersebut, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Adakah pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan booklet dengan aplikasi SDIDTK terhadap kemandirian

(11)

keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang balita diwilayah Kerja Puskesmas Bajo Barat?”

C. Tujuan penelitian 1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah teridentifikasi pengaruh pendidikan kesehatan menggunakan media booklet dan media aplikasi SDIDTK terhadap kemandirian keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang balita di wilayah kerja Puskesmas Bajo Barat?

2. Tujuan khusus

a. Teridentidentifikasi karakteristik responden (usia dan tingkat pendidikan).

b. Teridentifikasi perbedaan tingkat kemandirian keluarga sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media booklet di wilayah kerja Puskesmas Bajo Barat.

c. Teridentifikasi perbedaan tingkat kemandirian keluarga sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media aplikasi SDIDTK di wilayah kerja Puskesmas Bajo Barat.

d. Teridentifikasi perbedaan tingkat kemandirian keluarga sebelum dan sesudah diberikan pendidikan kesehatan menggunakan media booklet+aplikasi SDIDTK di wilayah kerja Puskesmas Bajo Barat.

(12)

e. Teridentifikasi intervensi yang paling efektif untuk meningkatkan kemandirian keluarga dalam pemantauan tumbuh kembang di Wilayah kerja Puskesmas Bajo Barat.

D. Manfaat penelitian 1. Bagi tenaga kesehatan

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai alat bantu bagi tenaga kesehatan dalam menjalankan program SDIDTK yang merupakan salah satu program kerja yang ada di Puskesmas. Selain itu akan lebih mudah mendapatkan data terkait pertumbuhan dan perkembangan anak yang ada di wilayah kerjanya.

2. Bagi masyarakat dan orangtua

Hasil penelitian ini dapat digunakan masyarakat khususnya orangtua untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan anaknya dan diharapkan dengan aplikasi ini orangtua dapat melakukan skrining, deteksi, dan intervensi dini tumbuh kembang secara mandiri.

3. Bagi peneliti selanjutnya

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti selanjutnya untuk melakukan penelitian terkait dengan tahapan perkembangan balita sesuai dengan usianya. Peneliti selanjutnya juga

(13)

dapat mengembangkan aplikasi SDIDTK untuk lebih memudahkan pengguna khususnya orangtua.

Referensi

Dokumen terkait

Pengaruh ion logam terhadap aktivitas enzim diuji dengan cara menginkubasikan larutan enzim dalam 0,1 M bufer Atkins dan Pantin pH 8,0 yang mengandung 1 mM berbagai ion logam

Nah sekarang kita akan berlatih mengembangkan ornamentasi ritmis maupun melodis musik populer dalam bentuk ansambel, yang akan ditampilkan pada kegiatan pementasan

Sikap titak jujur Buyung tidak pantas untuk ditiru karena tidak sesuai dengan pengamalan sila pertama Pancasila.. Sikap tidak jujur dapat merugikan diri kita sendiri

tersebut dapat dialokasikan untuk memperbaiki sistem pendidikan, kesehatan, membuka lapangan kerja baru, dan meningkatkan pemanfaatan energi baru terbarukan. Saat ini,

Alhamdulillahirobbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Jika Yesus adalah Illahi dan Roh adalah suatu pribadi, maka monoteisme Yudaisme (lih. Ul 6:4-6 tapi perhatikan Yes 63:9-10) harus ditafsirkan kembali dalam terang dari satu

Dengan berbagai karya yang inovatif baik itu di Asia, Afrika, Amerika Selatan dan Timur Tengah, Ahsin Rasheed secara agresif terus mengejar peluang-peluang baru dan terus

Berdasarkan uraian pada latar belakang maka dapat diidentifikasi beberapa masalah sebagai berikut: Bagaimana pengelolaan usahatani padi sawah sistem irigasi dengan padi sawah