• Tidak ada hasil yang ditemukan

Best Practice Pendidikan Karakter PGSD UPI Serang 2

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Best Practice Pendidikan Karakter PGSD UPI Serang 2"

Copied!
68
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN

KAJIAN TENTANG

KAJIAN TENTANG

BE

BE ST

ST PRACT

PRACTII CE 

CE 

 PENDIDIKAN KARAKTER

 PENDIDIKAN KARAKTER

DENGAN PENDEKATAN

DENGAN PENDEKATAN

VALU

VALUEE S

S CLARI

CLARI FI

FI CAT

CATII O

ON 

N TECH

TECH NI

NI Q

QUE (VCT

UE (VCT))

DI SD/MI BERBASIS AGAMA DI KOTA

DI SD/MI BERBASIS AGAMA DI KOTA SERANG

SERANG

Disusun Oleh : Disusun Oleh : Dr. Encep Supriatna, M.Pd. Dr. Encep Supriatna, M.Pd. M. Ilham Gilang, M.Pd. M. Ilham Gilang, M.Pd.

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

KAMPUS SERANG

KAMPUS SERANG

2016

2016

(2)
(3)

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

LAPORAN PENELITIAN

LAPORAN PENELITIAN

• Identitas PengusulIdentitas Pengusul ::

•  Nama Nama :: Dr. Encep Supriatna, M.PdDr. Encep Supriatna, M.Pd

•  NIP/Pangkat/Gol/Jabatan NIP/Pangkat/Gol/Jabatan :: 197601052005011001 / III d / Penata Tk. I / Lektor 197601052005011001 / III d / Penata Tk. I / Lektor 

• Jurusan/Program StudiJurusan/Program Studi :: Pendidikan Guru Sekolah Dasar Pendidikan Guru Sekolah Dasar 

• FakultasFakultas :: UPI Kampus SerangUPI Kampus Serang

• Identitas ProposalIdentitas Proposal ::

• JudulJudul ::  Best Practice Best Practice Pendidikan Karakter Dengan Pendidikan Karakter Dengan Pendekatan

Pendekatan Values ClarificationValues Clarification Technique (Vct)Technique (Vct) Di Sd/Mi Berbasis Agama Di Kota Serang

Di Sd/Mi Berbasis Agama Di Kota Serang

•  Nama Anggota Peneliti 1 Nama Anggota Peneliti 1 :: M. Ilham Gilang, M.PdM. Ilham Gilang, M.Pd

• Bidang IlmuBidang Ilmu :: Ilmu SosialIlmu Sosial

• SpesialisasiSpesialisasi :: Pendidikan SejarahPendidikan Sejarah

• Jangka Waktu PenelitianJangka Waktu Penelitian :: 4 Bulan4 Bulan

• Biaya yang diusulkanBiaya yang diusulkan :: Rp. 1.500.000,-Rp.

1.500.000,-(Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah) (Satu Juta Lima Ratus Ribu Rupiah)

• Deskripsi Deskripsi isi isi laporanlaporan Penelitian

Penelitian

:: Penelitian ini dilatarbelakangi oleh keresahan padaPenelitian ini dilatarbelakangi oleh keresahan pada  proses

 proses pendidikan pendidikan yang yang hanya hanya bertumpu bertumpu padapada aspek kognitif, mengabaikan aspek afektif, aspek kognitif, mengabaikan aspek afektif, sehingga membuat pembelajaran kurang bermakna. sehingga membuat pembelajaran kurang bermakna. Akibatnya tidak menghasilkan anak didik yang Akibatnya tidak menghasilkan anak didik yang memiliki karakter yang baik. Hal ini disebabkan memiliki karakter yang baik. Hal ini disebabkan oleh rendahnya pemahaman tentang Pendidikan oleh rendahnya pemahaman tentang Pendidikan Karakter. Upaya untuk mengimplementasikan Karakter. Upaya untuk mengimplementasikan  pendidikan

 pendidikan karakter karakter sudah sudah sangat sangat meluas, meluas, akanakan tetapi belum di dapatkan contoh-contoh sekolah tetapi belum di dapatkan contoh-contoh sekolah

(4)

yang melaksanakan dengan efektif. Kajian ini yang melaksanakan dengan efektif. Kajian ini menampilkan

menampilkan best practicebest practice Pendidikan Karakter di Pendidikan Karakter di SD/MI di Kota Serang.

SD/MI di Kota Serang.

Mengetahui, Mengetahui,

Direktur UPI Kampus Serang

Direktur UPI Kampus Serang Ketua PenelitiKetua Peneliti

Dr. H. Heri Salim, M.Ed Dr. H. Heri Salim, M.Ed  NIP. 195910221985031008  NIP. 195910221985031008 Dr. Encep Supriatna, M.Pd Dr. Encep Supriatna, M.Pd  NIP. 197601052005011001  NIP. 197601052005011001 Menyetujui/Mengesahkan Menyetujui/Mengesahkan Ketua LPPM UPI Ketua LPPM UPI

Prof. Dr. H. Soemarto, M.SIE Prof. Dr. H. Soemarto, M.SIE  NIP. 195507051981031005  NIP. 195507051981031005 BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

•• Latar Belakang MasalahLatar Belakang Masalah

Dewasa ini, fenomena sosial masyarakat Indonesia mengalami sebuah perilaku Dewasa ini, fenomena sosial masyarakat Indonesia mengalami sebuah perilaku negatif, seperti; kekerasan, intoleransi, meningkatnya korupsi, penggunaan bahasa buruk, negatif, seperti; kekerasan, intoleransi, meningkatnya korupsi, penggunaan bahasa buruk,

(5)

 penurunan etos kerja, lemahnya rasa tanggung jawab, ketidak jujuran, melemahnya kohesi sosial. Fenomena sosial tersebut diyakini karena terjadinya “degradasi moral”  dalam karakter individu dan masyarakat Indonesia. Lickona (2013: 18) menyatakan bahwa masyarakat kini banyak yang berpandangan individualisme, mementingkan egoisme,  berperilaku menyimpang dari sistem yang telah berlaku. Ironisnya, berbagai macam  permasalah dalam masyarakat ini merambah pada peserta didik di tingkat Sekolah Dasar (SD). Sehingga mengakibatkan munculnya perilaku non-edukatif seperti; kecurangan dalam Ujian Nasional, rendahnya hormat kepada guru, dan tidak menghormati sesama. Hal tersebut di atas membuat pemerintah merespons cepat dengan mengupayakan solusi penyelesaian. Salah satunya melalui pendidikan karakter.

Pendidikan karakter dicanangkan dalam visi secara implisit ditegaskan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025. Pada kerangka itu, pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan  beradab berdasarkan falsafah Pancasila. Begitu strategisnya pendidikan karakter, menempatkannya sebagai tulang punggung dalam mendukung perwujudan cita-cita yang diamanatkan dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945, dan Nawa Cita Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla. Ditargetkan, pendidikan karakter dapat menjadi sarana “Revolusi Mental”  Pemerintahan Kabinet Kerja Jokowi-JK. Sekaligus menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan dalam masyarakat. Salah satu upaya menjalankan  pendidikan karakter berada di institusi pendidikan atau sekolah.

Pendidikan karakter penting diterapkan dalam sekolah, sebab memiliki peran dan fungsi yang penting sebagai pusat pembudayaan dan pengembangan. Sekolah dapat menjadi ruang lingkup sasaran pembangunan karakter bangsa melalui; (a) pendekatan terintegrasi dalam semua mata pelajaran, (b) pengembangan budaya satuan pendidikan, (c) pelaksanaan kegiatan ko-kurikuler, dan ekstrakulikuler, serta (d) pembiasaan / habituasi perilaku dalam kehidupan satuan pendidikan (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 5). Pendidikan karakter akan efektif ketika berada pada instrisusi pendidikan yang memiliki sebuah ”budaya  sekolah” (school culture). Deal dan Peterson (dalam Wagiran, 2011: 4) mengatakan bahwa

(6)

kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktikkan oleh kepala sekolah, guru,  petugas administrasi, siswa, dan masyarakat sekitar sekolah. Dalam tinjauan sosiologi- pendidikan, budaya sekolah tercipta dari proses interaksi siswa, guru, kepala sekolah, karyawan sekolah dan orang tua/masyarakat yang bekerjasama dalam menciptakan suasana sekolah sedemikian rupa. Lebih jauh lagi, pendidikan karakter di tingkat sekolah merupakan langkah preventif, sebagai daya tangkal yang ampuh dari desarnya nilai-nilai negatif pada globalisasi dan modernisasi. Sehingga memperkecil rusaknya nilai karakter bangsa. Dapat dipastikan pembangunan karakter bangsa tanpa Pendidikan Karakter yang dilakukan pada tingkat sekolah, tidak akan berjalan efektif.

Pelaksanaan pendidikan karakter dalam proses kegiatan belajar mengajar harus disesuaikan dengan usia peserta didik yang akan menerima pembelajaran. Pembelajaran dalam pendidikan karakter yang sesuai untuk tingkat pendidikan dasar, atau anak usia dini adalah pembelajaran yang memberi ruang kepada peserta didik untuk dapat mencari dan menilai sendiri nilai karakter yang baik, bukan dengan cara pemberian teoretis dan ajaran yang doktinatif. Disini pentingnya memilih pendekatan pembelajaran yang tepat bagi keberhasilan pendidikan karakter. Salah satu, pendekatan yang dapat digunakan ialah Value Clarification Techique (VCT). Sebuah pendekatan pendidikan karakter yang memberikan kesempatan kepada para peserta didik untuk dapat menilai, mengkaji dan menganalisis suatu  perbuatan sehingga anak dapat memahami sebab akibat dari sebuah perbuatan atau nilai karakter tertentu. Dengan model VCT yang beragam guru dapat mendesain pembelajaran moral yang menyenangkan sehingga pendidikan moral yang berlangsung dikelas menjadi efektif.

Kota Serang merupakan Ibukota Provinsi Banten, sekaligus kota termuda dalam usia  pembentukannya. Akan tetapi kemajuan dalam tingkat pendidikan cukup tinggi. Menurut

data BPS dan BAPPEDA Provinsi Banten, di Kota Serang terdapat 18 SD/MI Swasta. Setiap sekolah SD/MI swasta ini memiliki “budaya sekolah” yang menjadi nilai dasar dalam mengembangkan kekhasan sekolahnya. Kekhasan tersebut berbasis pada keagamaan yang  berkesusaian dengan motto Kota Serang sebagai Kota Madani. Pada kajian ini akan diambil tujuh sampel SD/MI yang menjadi tempat observasi. Dari tujuh SD/MI tersebut

(7)

mencerminkan pemetaan dari sekolah swasta yang berbasis Agama Islam dan Agama Kristiani.

Atas dasar pemikiran di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian yang mengekplorasi antara pendidikan karakter di SD/MI, pendekatan VCT di Kota Serang. Oleh karena itu, peneliti memberi judul penelitian ini ialah: “Kajian Tentang Best Practice  Pendidikan Karakter dengan Pendek atan VCT di SD/MI Berbasis Agama di Kota Serang”

• Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini ialah “bagaimana best practice  pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI berbasis Agama di Kota Serang ?.

Untuk mempertajam penelitian, disusun pertanyaan penelitian secara rinci, yakni:

• Bagaimana implementasi pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI  berbasis Agama di Kota Serang ?

• Bagaimana kendala pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI berbasis Agama di Kota Serang ?

• Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan dalam penelitian ini adalah;

• Mendeskripsikan implementasi pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI berbasis Agama di Kota Serang ?

• Mendeskripsikan kendala pendidikan karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI  berbasis Agama di Kota Serang ?

(8)

Adapun luaran penelitian ini, yakni:

• Adanya artikel ilmiah yang dapatdimuat di jurnal nasional atau internasional yang  belum terakreditasi atau terakreditasi

• Adanya artikel ilmiah berbahasa asing yang dapat dipresentasikan di seminar internasional

• Adanya Model Pendidikan Karakter dengan pendekatan VCT di SD/MI Berbasis Agama di Kota Serang

• Masukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan karakter dalam konteks  pendidikan dasar. Baik oleh Sekolah, Dinas Pendidikan Kota Serang, Pemerintahan

Kota Serang, Dinas Pendidikan Provinsi Banten dan Pemerintahan Provinsi Banten.

• Peta Jalan Penelitian

(Road Map)

Penelitian tentang Pendidikan Karakter dengan Pendekatan VCT di SD/MI di Kota Serang ini merupakan kelanjutan dari peta jalan di Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD).

• Alur Penelitian

Gambar 1.1 Alur Penelitian

(9)

Sumber: Diadaptasi Oleh Peneliti Tahun 2016

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

• Karakter

Sebelum masuk dalam konsep pendidikan karakter ada baiknya diketahui dahulu kajian tentang karakter. Kata karakter berasal dari bahasa Yunani charassein dan “kharax” yang maknanya ialah mengukir (Fauziah, 2012: 233). Banyak yang mengatakan membentuk karakter itu seperti mengukir di atas batu permata, dimana mengukirnya sangat sulit karena batu permata memiliki permukaan yang sangat keras. Sehingga untuk membentuk karakter seseorang itu memerlukan proses yang tidak sebentar, tetapi cukup lama agar sesuai dengan karakter yang diharapkan. Karakter merupakan ciri khas baik

(10)

yang berupa pola pemikiran, sikap dan bahkan tindakan yang dimiliki oleh seorang individu. Karakter ini menjadi sebuah pembeda antara satu individu dengan individu lainnya. Sebuah karakter terwujud dari karakter masyarakat, dan karakter masyarakat terbentuk dari karakter masing-masing anggota masyarakatnya tersebut. Pengembangan karakter, atau pembinaan kepribadian pada anggota masyarakat, secara teoretis maupun secara empiris, dilakukan sejak usia dini hingga dewasa. Sejalan dengan hal tersebut, Megawangi (2010: 2) menyebutkan bahwa pembentukan karakter erat kaitannya dengan menyiapkan internal/batin individu yang senantiasa berpikir baik, berhati baik, dan  bertindak baik.

Lickona (2013: 84) menjelaskan ciri-ciri karakter yang baik, yakni: (1) memahami  pengetahuan moral, (2) menghayati perasaan moral, (3) melakukan tindakan moral. Oleh

karena itu nilai yang ada dalam karakter merupakan nilai operatif atau nilai dalam tindakan.

Gambar 2.1

Komponen Karakter Baik

Sumber :

“Mendidik untuk Membentuk Karakter ”

(Lickona, 2013: 84)

(11)

Dalam kerangka acuan pendidikan karakter yang diterbitkan oleh Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional tahun 2010 terdapat empat konfigurasi karakter, yakni: Olah Hati (Spiritual and emotional development ), Olah Pikir (intellectual development ), Olah Raga dan Kinestetik ( Physical and kinestetic development ), dan Olah Rasa dan Karsa ( Affective and Creativity development ).

Gambar 2.2

Koherensi Konfigurasi Karakter

Sumber:

Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas RI, 2010: 9

Keempat bagian tersebut jika sudah terpadu akan menghasilkan karakter sebagai individu (warga negara). Untuk itu akan dijelaskan bagaimana empat bagian tersebut  berfungsi, sebagai berikut:

• Olah hati berkenaan dengan perasaan sikap dan keyakinan/keimanan dengan karakter yang akan muncul diantaranya jujur serta bertanggung jawab.

• Olah pikir berkenaan dengan proses nalar guna dengan karakter yang akan muncul diantaranya cerdas serta kreatif.

• Olah raga berkenaan dengan peniruan, manipulasi, penciptaan aktivitas baru dengan karakter yang akan muncul diantaranya sehat dan bersih.

• Olah rasa dan karsa berkenaan dengan kemauan yang tercermin dalam kepedulian dengan karakter yang akan muncul diantaranya peduli dan gotong royong (Pemerintah Republik Indonesia, 2010: 21-22).

(12)

Empat bagian di atas merupakan dimiensi psiko-sosial yang terkait secara holistik dan koheren.  Saling keterkaitan dan saling melengkapi, yang bermuara pada  pembentukan karakter yang menjadi perwujudan dari nilai-nilai luhur. Masing-masing  proses psiko-sosial (olah hati, olah pikir, olah raga, dan olahrasa/karsa) secara konseptual dapat diperlakukan sebagai suatu klaster atau gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung sejumlah nilai. Karena itu setiap karakter, seperti juga sikap, selalu  berdimensi jamak. Pengelompokan nilai tersebut sangat berguna untuk kepentingan  perencanaan. Dalam proses intervensi (pembelajaran, pemodelan, dan penguatan) dan  proses habituasi (pensuasanaan, pembiasaan, dan penguatan) yang pada akhirnya menjadi karakter. Keempat kluster nilai luhur tersebut akan terintegrasi melalui proses internalisasi dan personalisasi pada diri masing-masing individu.

• Pendidikan Karakter

Pemerintah merancang sebuah pembangunan jangka panjang nasional tahun 2005-2025 yang tercantum dalam Kebijakan Nasional Pembangunan Karakter Bangsa 2010-2025. Karakter merupakan nilai-nilai yang khas-baik yang terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam perilaku. Memperkuat kebijakan tersebut, dalam dokumen yang diterbitkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Pusat Kurikulum Kementrian Pendidikan Nasional, karakter disini dimaknai sebagai “watak, tabiat, akhlak atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakannya sebagai landasan untuk cara pandang, berpikir, bersikap, dan bertindak (Hasan, 2010 : 3).

Megawangi (2010: 2) mendifinisikan pendidikan karakter sebagai sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif kepada lingkungannya. Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang sungguh-sungguh dengan cara dimana ciri kepribadian positif dikembangkan, didorong, dan diberdayakan melalui keteladanan, kajian (sejarah dan biografi para bijak dan pemikir besar), serta praktik elmusi (usaha yang maksimal untuk mewujudkan hikmah dari apa-apa yang diamati dan dipelajari).Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang

(13)

sengaja dan secara sadar diwariskan oleh guru kepada peserta didik dengan tujuan positif tertentu baik berupa pengetahuan ataupun model keteladanan agar peserta didik memiliki karakter yang baik. Dalam hal ini sekolah merupakan saran pengembangan pendidikan karakter dalam konteks mikro yang berdasarkan perpaduan dari integrasi dalam kegiatan  belajar mengajar pada setiap mata pelajaran, pembiasaan kehidupan keseharian di satuan  pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakulikuler, serta pembiasaan dalam kehidupan

keseharian di rumah, dapat dilihat dalam gambar berikut:

Gambar 2.3

Strategi Mikro Pendidikan Karakter

Sumber :

Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 28

Dari Gambar 2.3 tersebut dapat dilihat adanya sebuah perpaduan pada integrasi dalam kegiatan belajar mengajar pada setiap mata pelajaran, pembiasaan kehidupan keseharian di satuan pendidikan, integrasi dalam kegiatan ekstrakulikuler (misalnya: Pramuka, Paskibra, Olahraga, Karya Tulis), serta pembiasaan dalam kehidupan keseharian

(14)

di rumah. Selaras dengan Depdiknas, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,  pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Sejalan dengan pemaparan Lickona (2013: 67) tempat yang strategis untuk mengajarkan dan menyebarluaskan pendidikan karakter adalah di sekolah. Pengembangan tersebut harus dilakukan dengan perencanaan yang baik, pendekatan yang sesuai, dan metode belajar dan pembelajaran yang efektif. Sesuai dengan sifat nilai pendidikan karakter merupakan usaha bersama sekolah dan oleh karenanya harus dilakukan secara  bersama oleh semua guru, semua mata pelajaran, dan menjadi bagian yang tak terpisahkan

dari budaya sekolah. Ia menjelaskan beberapa alasan yang sangat mendesak dan urgensinya pendidikan karakter bangsa sangat diperlukan di sekolah, yakni  Pertama, apabila ingin menjadi manusia seutuhnya, maka kita membutuhkan karakter yang baik. Karakter yang baik membutuhkan pikiran, hati dan kemauan yang kuat sebagai contoh  jujur, empati, perhatian, ketekunan, disiplin diri sendiri dan dorongan moral.  Kedua, sekolah merupakan tempat yang baik untuk mengajarkan, menyebarluaskan nilai-nilai karakter bangsa.  Ketiga, pendidikan karakter sangat penting untuk membangun sebuah masyarakat yang bermoral.

• Prinsip Pengembangan Pendidikan Karakter

Secara prinsip pendidikan karakter tidak menjadi sebuah mata pelajaran tetapi melalui integrasi dan habituasi. Berikut prinsip pengembangan pendidikan karakter, yang masih mengacu “Kerangka Acuan Pendidikan Karakter” Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional:

• Berkelanjutan, artinya pendidikan karakter merupakan proses pengembangan nilai-nilai yang berlangsung panjang, sejak TK/RA sampai Perguruan Tingi.

(15)

• Melalui semua mata pelajaran, pengembangan diri, dan budaya satuan pendidikan, artinya pengembangan melalui setiap mata pelajaran dalam proses kegiatan kurikuler, ekstrakulikuler, kokurikuler.

•  Nilai tidak diajarkan melainkan dikembangkan melalui proses belajar, artinya tidak disampaikan berupa konsep, teori, prosedur, atau pun fakta. Media atau bahan dijadikan mengembangkan nilai-nilai karakter, materi pokok tidak diubah melainkan materi pokok tersebut digunakan untuk mengembangkan nilai-nilai. Aktivitas belajar digunakan untuk mengembangkan kemampuan dalam kognitif, afektif, konatif  psikomotor. Sehingga nilai-nilai tersebut tidak ditanyakan dalam ulangan.

• Proses pendidikan dilakukan secara aktif dan menyenangkan, artinya hal utama  pendidikan karakter dilakukan peserta didik bukan oleh pendidik.pendidikan harus meneraplan filosofi Ki Hajar Dewantara “Tut Wuri Handayani”. Suasana belajar dalam keadaan senang dan tidak indoktrinasi. (Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2010: 11-13).

• Fungsi Pendidikan Karakter

Menurut Kemdiknas ada beberapa fungsi Pendidikan Karakter. Adapun Pendidikan karakter berfungsi sebagai berikut:

• Wahana pengembangan, yakni: pendidikan karakter berfungsi sebagai pengembangan  potensi peserta didik untuk menjadi perilaku yang baik bagi peserta didik yang telah

memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan karakter.

• Wahana perbaikan, yakni: pendidikan karakter dapat memperkuat kiprah pendidikan nasional untuk lebih bertanggungjawab dalam perbaikan dan pengembangan potensi  peserta didik yang lebih bermartabat.

• Wahana penyaring, yakni: pendidikan karakter dapat berfungsi untuk menyaring  budaya-budaya bangsa sendiri dan budaya bangsa lain yang tidak sesuai dengan

(16)

Berdasarkan pemaparan diatas dapat disimpulkan bahwa fungsi pendidikan karakter adalah sebagai wahana pengembangan perilaku peserta didik dalam mengembangkan  potensi perilaku baiknya, sebagai wahana perbaikan perilaku dimana pendidikan karakter memperkuat karakter dan watak peserta didik agar sesuai dengan karakter bangsa, dan yang terakhir adalah sebagai wahana penyaring, dimana peserta didik diharapkan mampu memilih dan memilah budaya asing yang masuk apakah sesuai dengan budaya Indonesia atau tidak, sehingga peserta didik tidak menelan bulat-bulat budaya asing yang masuk dan dijadikan sebagai trend.

• Tujuan Pendidikan Karakter

Merujuk pada Kerangka Acuan Pendidikan Karakter Direktorat Ketenagaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional,tujuan dari  pendidikan karakter sebagai berikut:

• Mengembangkan potensi kalbu/nurani atau afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai karakter.

• Mengembangkan kebiasaan dan perilaku (habituasi) peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya ban gsa yang religius.

• Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi  penerus bangsa.

• Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif,  berwawasan kebangsaan.

• Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman,  jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan  penuh kekuatan (dignity).

(Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional, 2 010: 5) • Nilai-nilai Pendidikan Karakter

(17)

 Nilai-nilai di dalam pendidikan karakter berlandaskan dari sumber-sumber yang menjadi pedoman berbangsa dan bernegara serta pedoman dalam pendidikan. Menurut Kemendiknas (2010: 8-10) ada 4 unsur yang mendasari nilai-nilai karakter bangsa yaitu agama, pancasila, budaya dan tujuan pendidikan nasional. Nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter diidentifikasi dari sumber-sumber sebagai berikut:

• Agama

Masyarakat Indonesia adalah masyarakat beragama. Oleh karena itu kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa selalu didasari pada ajaran agama dan kepercayaannya. Secara politis kehidupan kenegaraan pun didasari oleh nilai-nilai yang berasal dari agama. Atas dasar pertimbangan itu, maka nilai-nilai pendidikan karakter harus didasarkan pada nilai-nilai dan kaidah yang berasal dari agama.

• Pancasila

 Negara Kesatuan Republik Indonesia ditegakkan atas prinsip-prinsip kehidupan kebangsaan dan kenegaraan yang disebut Pancasila. Pancasila terdapat pada Pembukaan UUD 1945 dan dijabarkan lebih lanjut dalam pasal-pasal yang terdapat dalam UUD 1945 tersebut. Artinya, nilai nilai yang terkandung dalamPancasila menjadi nilai-nilaiyang mengatur kehidupan politik, hukum, ekonomi, kemasyarakatan, budaya, dan seni yang diatur dalam pasal-pasal UUD 1945. Pendidikan karakter bertujuan mempersiapkan  peserta didik menjadi warga negara yang lebih baik, yaitu warga negara yang memiliki kemampuan, kemauan, dan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupannya sebagai warga negara.

• Budaya

Adalah suatu kebenaran bahwa tidak ada manusia yang hidup bermasyarakat yang tidak didasari oleh nilai-nilai budaya yang diakui masyarakat tersebut. Nilai-nilai budaya tersebut dijadikan dasar dalam memberi makna terhadap suatu konsep dan arti dalam komunikasi antar anggota masyarakat tersebut. Posisi budaya yang demikian penting dalam kehidupan masyarakat mengharuskan budaya menjadi sumber nilai-nilai dari  pendidikan karakter

(18)

• Tujuan Pendidikan Nasional

Tujuan pendidikan nasional mencerminkan kualitas yang harus dimiliki setiap warga negara Indonesia, dikembangkan oleh berbagai satuan pendidikan di berbagai jenjang dan jalur. Dalam tujuan pendidikan nasional terdapat berbagai nilai kemanusiaan yang harus dimiliki seorang warga negara Indonesia. Oleh karena itu, tujuan Pendidikan nasional adalah sumber yang paling operasional dalam pengembangan pendidikan karakter dibandingkan ketiga sumber yang disebutkan di atas. (Kemendiknas 2010: 7).

Berdasarkan keempat sumber nilai diatas, teridentifikasi sejumlah nilai untuk  pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai berikut ini nilai-nilai karakter dan

deskripsinya:

• Religius; Sikap dan perilaku yang taqwa kepada Tuhan yang Maha Esa

• Jujur; Sikap dan Perilaku yang dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan  pekerjaan.

• Toleransi; Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan.

• Disiplin; Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

• Kerja keras; Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh.

• Kreatif; Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

• Mandiri; Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain.

• Demokratis; Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

• Rasa Ingin Tahu; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam.

(19)

• Semangat Kebangsaan; Sikap dan perilaku yang menempatkan kepentingan bangsa dan negari atas kepentingan diri dan kelompoknya.

• Cinta Tanah Air; Sikap dan perilaku yang menunjukan kesetian terhadap negaranya • Menghargai Prestasi; Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan

sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain.

• Bersahabat/Komunikatif; Sikap dan perilaku yang suka bekerja sama dengan orang lain. • Cinta Damai; Sikap, perkataan, dan tindakan membuat orang lain merasa senang dan

aman atas kehadiran dirinya.

• Gemar Membaca; Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca.

• Peduli Lingkungan; Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

• Peduli Sosial; Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan.

• Tanggung-jawab; Sikap dan perilaku seseorang untuk melakukan tugas dan kewajibannya.

• Pendekatan

Values Clarification Technique(VCT)

• Pengertian

Hall (dalam Wijayanti 2013) mengartikan values clarification technique: “By value clarification we mean methodology or process by which we help a person to discover values through behavior, feelings, ideas and trough important choices he has made and is continually in fact, acting upon in and trough his life”.

(20)

Barth (1990: 371) menjelaskan bahwa pendekatan klarifikasi nilai yaitu: Values clarification approach, a teaching  strategy which is used to focus on the process of valuing rather than the content of values. It attempts to help students answer questions about how values are formed and to develop their own values system.

Menurut Nasution (2006: 163) Teknik Klarifikasi Nilai atau Values Clarification Technique (VCT)  merupakan model pembelajaran dalam rangka menanamkan karakter siswa dimana siswa tidak menghafal dengan nilai-nilai yang dipilihkan tetapi siswa dibantu menemukan, menganalisis, mempertanggungjawabkan dan mengembangkan nilai hidupnya sendiri mana yang baik dan benar.

Wina Sanjaya (2008: 283) menjelaskan bahwa teknik klarifikasi nilai (values clarification technique)  dapat diartikan sebagai teknik pembelajaran untuk membentuk siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanan dalam diri siswa.

Dari beberapa pengertian di atas dapat kita pahami bahwa bahwa values clarification technique merupakan metode klarifikasi nilai dimana siswa tidak disuruh menghafal dengan nilai yang sudah dipilihkan tetapi dibantu untuk menemukan, memilih, menganalisis, mengembangkan, mempertanggungjawabkan, mengambil sikap dan mengamalkan nilai-nilai kehidupannya sendiri.

• Tujuan VCT

Sementara itu, Wina Sanjaya (2008: 284), menjelaskan tentang tujuan model klarifikasi nilai yang merupakan salah satu teknik pembelajaran yang dapat memenuhi tujuan pencapaian  pendidikan nilai dan merupakan cara bagaimana menanamkan dan menggali atau mengungkapkan nilai-nilai tertentu dari diri siswa. Pada prosesnya, teknik klarifikasi nilai  berfungsi untuk:

• mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai;

• membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kemudian dibina kearah peningkatan atau pembetulannya;

(21)

• menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya.

• Model Klarifikasi Nilai

Simon (1972: 15) menggolongkan beberapa model klarifikasi nilai sebagai berikut: •  Moralizing is the direct, although sometimes subtle, inculcation of the adults values upon

the young.

• Some adults maintain a laissez-faire attitude toward the transmission of values. •  Modeling is a third approach in transmitting values.

• The values-clarification approach tries to help young people answer some of these questions and build their own value system.

• Langkah-langkah Pembelajaran dengan Pendekatan

VC T 

Dalam pendekatan klarifikasi nilai terdapat tujuh langkah yang menjadi prinsip klarifikasi nilai, yaitu:

•  Nilai harus dipilih secara bebas

•  Nilai harus dipilih dari berbagai alternatif

• Memilih nilai sesudah dipertimbangkan akibat-akibat dari pilihannya •  Nilai harus diwujudkan dihadapan umum

•  Nilai adalah kaidah hidup •  Nilai selalu dipelihara

• Berani mengemukakan nilai di depan orang lain.

Adapun alur langkah-langkah pembelajaran dengan metode VCT  dalam 7 langkah itu dibagi ke dalam 3 tahap, dijelaskan di bawah ini:

Gambar 2.4

(22)

Sumber : Wijayanti, 2013: 75

• Manfaat Pendekatan

VCT 

Teknik klarifikasi nilai apabila diterapkan dalam pembelajaran maka dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk:

• memilih, memutuskan, mengkomunikasikan, mengungkapkan gagasan, keyakinan, nilai-nilai dan perasaannya;

•  berempati atau memahami perasaan orang lain dan melihat sudut pandang orang lain; • memecahkan masalah;

• menyatakan sikap setuju atau tidak setuju, menolak atau menerima pendapat orang lain; • mempunyai pendirian dalam mengambil keputusan, menginternalisasikan dan bertingkah

(23)

• Kelebihan Teknik VCT

Teknik VCT memiliki kelebihan, yaitu untuk melatih siswa mengkomunikasikan keyakinan, nilai hidup, cita-cita pribadi pada teman sejawat, berlatih berempati pada teman yang mungkin berbeda keyakinan, berlatih memecahkan persoalan dilema moral, berlatih untuk setuju atau menolak keputusan kelompok, berlatih terlibat dalam membuat keputusan ataupun mempertahankan keyakinannya.

• Kelemahan Teknik VCT

Di samping kelebihan, teknik ini terdapat sisi kelemahannya, yakni ketika dalam proses  pembelajaran nilai seperti proses pembelajaran yang dilakukan secara langsung oleh guru, artinya guru menanamkan nilai-nilai yang dianggap baik tanpa memperhatikan nilai yang tertanam dalam diri anak, akibatnya sering terjadi benturan konflik dalam diri siswa. Maka dari itu, teknik klarifikasi nilai menjadi alternatif strategi sebagai proses penanaman nilai yang dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya pada diri siswa kemudian diselaraskan dengan nilai baru yang akan ditanamkan.

BAB III

METODE PENELITIAN

• Metode dan Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif yaitu mengumpulkan praktik terbaik Pendidikan Karakter di SD/MI Berbasis Agama di Kota Serang. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan kualitatif. Nasution (1989: 5) mengatakan bahwa penelitian kualitatif pada hakikatnya mengamati perilaku keseharian orang dalam lingkungan hidupnya. Pendekatan terhadap yang diteliti dilakukan secara berkelanjutan dan berintegrasi dengan mereka tanpa ada  batas atau sekat-sekat, berusaha memahami bahasa, dan tafsiran mereka tentang dunia

(24)

didefiniskan secara longgar dari model penelitian yang semuanya menghasilkan data verbal, visual, data yang ada di sekitar lokasi penelitian. Data diambil dalam bentuk narasi deskriptif (catatan lapangan, rekaman, dan catatan tertulis lainnya), yang terkait dengan pendidikan karakter di sekolah dasar. Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut:

• Subyek Penelitian

Subyek penelitian dalam penelitian ini, yakni Kepala Sekolah, Guru, Pembina Ekstrakulikuler, peserta didik di Sekolah Dasar di Kota Serang yang telah ditetapkan oleh Penliti. Dasar pertimbangannya ialah diterapkan pendidikan karakter dalam Sekolah Dasar  banyak dilakukan oleh para Kepala Sekolah, Guru, juga beberapa oleh staff adminsitartif. Para

Kepala Sekolah bertanggung jawab penuh atas berjalannya visi dan misi sekolah. Sementara itu, Pembina Ekstrakulikuler karena aktor dalam menjalankan pendidikan karakter di luar kelas ialah  pembina ekstrakulikuler ini. Hal tersebut di atas menjadi acuan bagi peneliti untuk menentukan

subjek penelitian di atas pada penelitian mengenai Pendidikan Karakter . • Instrumen

Salah satu ciri utama penelitian kualitatif adalah human instrument  atau peneliti sebagai alat/instrumen utama (Moleong, 2014, hlm. 168). Dalam hal ini, maka yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti sendiri. Peneliti sebagai human instrument , berfungsi menetapkan fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan pengumpulan data, menilai kualitas data, menafsirkan data, dan membuat kesimpulan atas temuannya (Lincoln & Guba, 1985: 39, 194). Sejumlah alasan mengapa manusia sebagai alat pengumpul data (Lincoln dan Guba, 1985: 193), yaitu:

•  Responsivenes; Manusia dapat merasakan dan memberikan tanggapan terhadap petunjuk- petunjuk baik perorangan maupun lingkungan.

•  Holistic emphasi; Holistik dalam lingkungan sekeliling, akan memerlukan manusia sebagai instrumen yang mampu menangkap gejala lingkungan alamiah yang menyeluruh.

(25)

•  Adaptability; Daya guna manusia untuk menyesuaikan diri sangat tinggi sehingga dapat mengumpulkan informasi mengenai banyak aspek pada berbagai tingkatan secara simultan.

•  Knowledge base expansion; Berkemampuan menjalankan fungsi secara simultan dalam ranah pengetahuan proposisional dan dalam pengetahuan yang dikumpulkan  berdasarkan pengalaman.

•  Processual immediacy; Kemampuan manusia sebagai instrumen untuk memproses data segera setelah terkumpul, dan dapat segera mengembangkannya

• Opportunities to explore typical or idiosyncratic response; Mempunyai kemampuan untuk menyelidiki jawaban-jawaban sumber data dan informasi sampai pada tingkat  pemahaman yang lebih tinggi.

• Opportunities for clarification and summarization; Mempunyai kemampuan yang unik dalam menyimpulkan data serta meminta perbaikan dan penjelasaan secara langsung dari sumber informasi.

Adapun menurut Nasution (2003, hlm. 55-56), peneliti sebagai alat penelitian karena mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

• Peneliti sebagai alat, peka, dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi penelitian.

• Peneliti sebagai alat, dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek keadaan dan dapat mengumpulkan angka ragam data sekaligus.

• Tiap situasi merupakan suatu keseluruhan.

• Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, dipahami dengan merasakan dan menyelaminya berdasarkan penghayatan.

(26)

• Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatu saat dan segera menggunakannya sebagai balikan untuk memperoleh penegasan, perubahan, perbaikan atau penolakan.

• Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang lain dari pada yang lain dipakai untuk mempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahaman mengenai aspek yang diselidiki.

Lincoln dan Guba (1985: 199) menyatakan bahwa “...the human-as-instrument is inclined toward methods that are extensions of normal human activities: looking, listening,  speaking, reading, and the like”. Dari pernyataan ini semakin jelas bahwa keunggulan manusia sebagai instrumen dalam penelitian naturalistik karena alat ini dapat melihat, mendengar, membaca, merasa, dan sebagainya yang biasa dilakukan manusia umumnya. Hal itu dilakukan dengan pengamatan berperan serta (observasi partisipatoris), wawancara mendalam (deep interview), pengumpulan dokumen, foto dan sebagainya. Keseluruhan metode itu pada dasarnya menyangkut hubungan peneliti dengan subjek penelitian.

• Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang penting dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan jawaban penelitian yang menenuhi standar data yang di tetapkan.

Pada penelitian ini, peneliti berada pada posisi pengamat dan pengumpul data. Data dikumpulkan melalui tiga sumber, yaitu: dokumen, , wawancara, dan observasi (Yin, 2014: 101). Pengamatan dan pengumpulan data bersifat alami (natural). Adapun masing-masing  pengumpulan data dapat dijabarkan sebagai berikut:

• Observasi

Observasi merupakan teknik yang baik untuk penelitian kualitatif. Patton (dalam  Nasution, 1988: 59-60) mengemukakan beberapa manfaat dari teknik observasi dalam

(27)

• Dengan berada di lapangan peneliti lebih mampu memahami konteks data dalam keseluruhan situasi.

• Pengalaman langsung memungkinkan peneliti menggunakan pendekatan induktif,  jadi tidak dipengaruhi oleh konsep-konsep atau pandangan sebelumnya.

• Peneliti dapat melihat hal-hal yang kurang atau yang tidak diamati oleh orang lain, khususnya orang yang berada dalam lingkungan itu, karena telah dianggap biasa, dank arena itu tidak akan terungkap dalam wawancara.

• Peneliti dapat menemukan hal-hal yang sedianya tidak akan terungkap oleh responden dalam wawancara keran bersifat sensitive atau ingin ditutupi karena dapat merugikan lembaga.

• Peneliti dapat menemukan hal-hal di luar persepsi responden sehingga peneliti memperoleh gambaran yang lebih komprehensif.

• Dalam lapangan penelitian tidak hanya dapat mengadakan pengamatan akan tetapi  juga memperoleh kesan-kesan pribadi.

• Wawancara

Untuk melakukan penelitian ini peneliti akan melakukan wawancara dengan  berbagai pihak di antaranya dengan kepala sekolah untuk memperoleh gambaran umum, kepemimpinan sebagai kepala sekolah. Selanjutnya, wawancara juga dengan Wakil Kepala Sekolah Bidang Kesiswaan (Wakasek Kesiswaan) guna memperoleh data mengenai aspek dalam Pendidikan Karakter. Kemudian tentang persoalan siswa-siswi dalam hal prestasi, sikap dan tingkah laku. Kemudian kepada guru mengenai pelaksanaan  proses Pendidikan Karakter, selanjutnya kepada Pembina ekstrakulikuler.

Untuk mencari data mengenai pemahaman siswa tentang pendidikan karakter,  peneliti juga melakukan wawancara dengan siswa, bagaimana pemahaman mereka setelah memanfaatkan lingkungan sekolah dalam pengembangan pendidikan karakter. Informasi yang diperoleh akan diolah dan dikonfirmasikan melalui tahap member-chek.

(28)

Hal ini dilakukan untuk memperoleh masukan mengenai kesesuaian data tersebut dengan informan penelitian.

• Dokumentasi

Lincon dan Guba, (1984: 276-277) mengatakan bahwa dokumentasi dan catatan digunakan sebagai pengumpulan data didasarkan pada beberapa hal yakni:

• Dokumen dan catatan ini selalu dapat digunakan terutama karena mudah diperoleh dan relative lebih murah.

• Merupakan informasi yang mantap baik dalam pengertian merefleksikan situasi secara akurat maupun dapat dianalisis ulang tanpa melalui perubahan didalamnya. • Dokumen dan catatan merupakan sumber informasi yang kaya.

• Keduanya merupakan sumber resmi yang tidak dapat disangkal, yang menggambarkan kenyataan formal.

Sementara itu, menurut Yin (2014: 104), dokumen penting untuk mendukung dan menambah bukti dari sumber-sumber lain. Data dokumen berupa; surat, memorandum,  pengumuman resmi, agenda, kesimpulan pertemuan, laporan peristiwa tertulis, dokumen admnistratif (proposal, laporan kemajuan), penelitian pada situs yang sama, kliping di media massa. Secara rinci manfaat dokumen adalah sebagai berikut :

• Dokumen membantu penverifikasian ejaan dan judul atau nama yang benar dari organisasi-organisasi yang telah disinggung, misalkan dalam wawancara

• Dokumen dapat menambah rincian spesifik lainnya guna mendukung informasi dari sumber-sumber lain

• Dokumen memberikan inferensi yang dapat menjadi rambu-rambu dari penelitian selanjutnyanya atau terdahulu.

(29)

Triangulasi terbagi menjadi dua jenis, yakni triangulasi teknik dan triangulasi sumber (Sugiyono, 2013: 331). Triangulasi teknik merupakan teknik pengumpulan data yang penulis gunakan untuk menguji kredibilitas data. Misalnya peneliti ingin mengetahui informasi tentang kendala yang dihadapi dalam melaksanakan pendidikan karakter dalam pembelajaran sẹarah, maka solusinya adalah peneliti melakukan observasi dengan melihat pembelajarannya secara langsung di dalam kelas, mewawancarai guru dan peserta didik yang terlibat dalam pembelajaran sẹarah di dalam kelas, dan menganalisis dokumentasi yang penulis dapatkan.

Gambar 3.1

Triangulasi Teknik

Sumber: Sugiyono, 2013: 331.

Selanjutnya triangulasi sumber, yaitu untuk mendapatkan data dari sumber yang berbeda-beda dengan teknik yang sama. Hal ini dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 3.2

Triangulasi Sumber

Sumber: (Sugiyono, 2013: 331).

Dari gambar di atas, bisa dijelaskan bahwa peneliti mencari sumber informasi dengan menggunakan teknik wawancara terhadap beberapa sumber, untuk mengetahui tentang  penerapan pendidikan karakter di sekolah dasar. Peneliti melakukan wawancara dengan

(30)

menanyakan terhadap beberapa peserta didik secara langsung. Peneliti menggunakan observasi  partisipasif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data.

• Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data penelitian yang telah diperoleh akan dianalisis secara deskriptif kualitatif. Analisis dilakukan oleh peneliti dengan mempertimbangkan informasi, sikap, dan pendapat dari peserta  pelatihan melalui proses pemahaman makna intersubjektif (Burhan Bungin, 2007:237 -238). Data

yang dikumpulkan dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Proses analisis dilakukan dengan tahap: seleksi, menyederhanakan, mengklasifikasi, memfokuskan, mengorganisasi (mengkaitkan gejala) secara sistematis dan logis, serta membuat abstraksi atas kesimpulan makna hasil analisis. Adapun model analisis kualitatif dari Miles dan Hubberman (Sugiyono, 2004:17) sebagaimana lazim digunakan setelah pengumpulan data adalah:

• Reduksi Data

Peneliti mencoba memilahkan data yang relevan, penting, bermakna, dan data yang tidak  berguna, untuk menjelaskan apa yang menjadi sasaran analisis. Langkah yang dilakukan adalah menyederhanakan dengan jalan membuat fokus, klasifikasi, dan abstraksi data kasar menjadi data yang bermakna untuk dianalisis.

• Sajian Deskripsi Data

Menyajikan data secara deskriptif tentang apa yang ditemukan dalam analisis. Sajian deskriptif dapat diwujudkan dalam narasi, visual gambar, dan lain-lain yang lebih memudahkan bagi pembaca. Alur sajiannya sistematik dan logis.

• Penyimpulan/Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan atas apa yang disajikan. Kesimpulan merupakan intisari dari analisis yang memberikan pernyataan tentang makna hasil penelitian best practice  pendidikan karakter di SD/MI berbasis agama di Kota Serang guna mewujudkan contoh  praktik terbaik pendidikan karakter di sekolah dasar.

Gambar 3.3

(31)

Sumber:

Miles dan Huberman dalam Sugiyono, 2013:338

• Menurut Miles & Huberman (1992, hlm. 20) mengumukakan bahwa aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh.

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Dalam bab ini akan dideskripsikan hasil penelitian di lapangan dan pembahasan hasil  penelitian. Adapun hasil penelitian yang dapatkan di lapangan seperti data-data lengkap yang

diperoleh, baik melalui observasi (partispatoris dan dokumen), wawancara, serta catatan lapangan. Hasil-hasil penelitian disajikan secara keseluruhan tentang deskripsi profil sekolah, deskripsi hasil penelitian, dan pembahasan hasil penelitian.

• Hasil Penelitian

(32)

• Identitas Sekolah

 Nama Sekolah : SDIT Widya Cendekia

Alamat Sekolah : Jl. Lingkar Selatan Perum Taman Widya Asri Ruko BB No. 4, Kec. Serang, Kota Serang 42115 No. Telp : (0254) 200198 • Waktu Pelaksanaan : Selasa, 29 November 2016, Pukul 07.30

WIB.

• Objek Observasi : Siswa, Guru, Kepala Sekolah • Deskripsi Hasil Pengamatan

Salah satu sekolah yang berada di daerah Serang, tepatnya di perumahan Komplek Taman Widya Asri, yaitu SDIT Widya Cendekia. Letaknya yang sangat strategis dan kualitas pendidikan menjamin siswanya mampu menjadi generasi yang diharapkan,  program-program yang diterapkan di SDIT Widya Cendekia sangat bermutu, terutama dalam menanamkan 18 nilai karakter. Selain itu, program yang bermutu juga didukung dengan kualitas pengajar, sarana dan prasarana, komitmen dari orang tua dalam mewujudkan program pendidikan yang telah dicanangkan oleh pihak SDIT Widya Cendekia.

SDIT Widya Cendekia memiliki bangunan yang tidak terlalu luas, tetapi pihak sekolah menyiasatinya dengan membangun gedung bertingkat sehingga tidak memerlukan lahan yang terlalu banyak. Sekolah ini memiliki tiga lantai, dan juga ada  beberapa gedung (gedung A dan gedung B). Pemanfaatan lahan secara efisien diterapkan dengan baik, sehingga terlihat rapi dan bersih. Ketika masuk ke dalamnya, kita akan merasa sekolah tersebut penuh ketertiban, pengelolaan kelasnya juga baik. Dan hal yang  baru bagi kami yaitu, adanya rak makanan yang difungsikan untuk makanan para siswa yang dikirimkan oleh keluarganya dirumah, sehingga mereka tidak perlu jajan di kantin,

(33)

karena keluarganya akan mengirimkan makanan ke sekolah dan dimasukkan ke dalam rak makanan tersebut.

Gambar 4.1

Lapangan SD Widya Cendikia

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Gambar 4.2

(34)

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Sekolah menekankan siswa agar menjadi pribadi yang Islami juga menjadi individu yang mampu bersaing dengan masyarakat kelak. Dimulai dengan pembiasaan hal-hal terkecil, seperti menjaga kebersihan diri, kelas, serta lingkungan sekolah; membiasakan siswa untuk selalu melakukan kegiatan shalat duha; pengajian dan membaca Asmaul Husna; dan berdoa sebelum belajar.

Gambar 4.3

Rak Sepatu Di Setiap Kelas

Sumber : Dokumentasi Peneliti

Dalam mewujudkan 18 nilai karakter tersebut diperlukan kerjasama antar semua  pihak seperti orang tua dan sekolah, kegiatan sekolah harus diketahui oleh orang tua dan  perlu didukung. SDIT Widya Cendekia tidak menyediakan kantin jujur atau kantin sekolah seperti kebanyakan sekolah lainnya, juga tidak diperbolehkannya membawa uang saku ke sekolah apalagi sampai siswanya membeli makanan di luar sekolah disaat jam sekolah. Hal ini bertujuan agar para siswa lebih terfokus dalam mengikuti kegiatan  pembelajaran di sekolah mereka setiap harinya membawa bekal makanan sebagai

(35)

 pengganti jajan mereka sehingga banyak hal-hal positif yang bisa diambil dari program tersebut.

Gambar 4.4

Tata Tertib Yang Berlaku

Sumber : Dokumentasi Peneliti

• Deskripsi Hasil Wawancara

• Deskripsi Hasil Wawancara Kepala Sekolah

Proses pembelajaran di SDIT Widya Cendikia dalam membentuk karakter, khususnya karakter jujur, mempunyai kurikulum sendiri yang telah dimodifikasi dari kurikulum nasional. Maksud dari kurikulum yang dimodifikasi yaitu, sekolah lebih menitik beratkan  pada nilai agama, karena SD tersebut lebih mengualitaskan akhlak-akhlak yang diajarkan

oleh Nabi Muhammad SAW.

Salah satu cara untuk merealisasikan program pembentukan karakter khususnya  pembentukan karakter jujur dengan diadakannya “Market Day”  kegiatan ini dilakukan setiap satu semester sekali. “Market Day”  merupakan kegiatan dimana siswa diberi tanggung jawab untuk mengelola produk yang telah disepakati untuk dipasarkan dalam kegiatan ini. Tujuan dari kegiatan ini yaitu, untuk menumbuhkan rasa kejujuran ketika anak mengelola hasil dari kegiatan “Market Day”.

Dalam mengukur ketercapaian program pembentukan karakter jujur, sekolah mempunyai kegiatan rutin untuk Dewan Guru, yaitu rapat setiap akhir pekan. Ketika dalam proses pembelajaran terjadi penyimpangan perilaku yang tidak diinginkan maka

(36)

dalam rapat yang dilakukan setiap akhir pekan akan dibahas untuk menemukan solusi untuk kedepannya. Ketika dalam pembahasan rapat akhir pekan dewan guru atau kepala sekolah belum menemukan solusi yang baik maka akan dibahas kembali pada rapat akhir  pekan selanjutnya. Selain kepala sekolah, Dewan Guru yang terlibat dalam menyelesaikan masalah tersebut tetapi juga ada beberapa pihak yang dilibatkan yaitu,  pihak yayasan, Komite Sekolah, dan Wali Murid.

Dari hasil evaluasi program pembentukan karakter, sekolah lebih menekankan kepada Dewan Guru untuk lebih mendalami atau membekali dirinya untuk dipraktekan kepada anak didik.

• Deskripsi Hasil Wawancara Guru Kelas

Dari hasil wawancara kami di SDIT Widya Cendekia dengan Walikelas, kelas lima tentang bagaimana metode yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk membantu tercapainya tujuan pembelajaran pada anak dalam hal keterampilan afektifnya khususnya tentang kejujuran yaitu, bahwa seorang guru perlu memikirkan dengan matang  bagaimana metode pembelajaran yang mungkin dapat diberikan dan juga dapat diterima

oleh para siswa untuk kemudian siswa dapat mengaplikasikan ilmu yang didapatnya. Menanamkan sikap jujur pada setiap anak adalah mutlak diperlukan. Baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun dalam lingkungan kehidupan  berbangsa dan bernegara. Metode yang digunakan dalam proses pembelajaran untuk dapat menanamkan sikap jujur pada anak-anak adalah pertama seorang guru harus memberikan stimulus berupa keteladanan, konsistensi reward  dan punishment  pun harus ditegakkan agar siswa akan terbiasa bersikap jujur.

Kemudian yang kedua yaitu, dengan memberikan anak sebuah cerita yang dapat memberikan motivasi untuk bersikap jujur, biasanya seorang anak akan terbawa oleh sebuah cerita dan akan merekam dengan baik cerita tersebut, kemudian mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya.

Dari pernyataan Walikelas, kelas lima, beliau mengatakan hukuman yang baik untuk siswa yang melakukan sikap ketidakjujuran yaitu, dengan memberikan hukuman yang mendidik yaitu, dengan teguran. Teguran sesungguhnya merupakan hukuman juga, dan tidak akan dirasakan siswa sebagai hukuman jika disampaikan secara kekeluargaan dan

(37)

cukup halus. Cara ini akan lebih efektif untuk memperbaiki kesalahan siswa, daripada menggunakan sindiran ataupun kecaman.

Hukuman dalam bentuk celaan sedapat mungkin akan dihindari oleh beliau, karena kemungkinan besar dapat menimbulkan rasa putus asa dalam diri siswa, sehingga motivasi belajarnya mati. Beliau juga mengatakan hukuman yang diberikan biasanya untuk siswa yang tidak mengerjakan PR, lupa membawa buku tugas, beliau akan memberikan tugas untuk mengerjakan PR di luar kelas setelah selesai masuk kelas kembali menyerahkan PR nya, tidak diperintahkan untuk keluar kelas selama 2 jam  pelajaran tanpa diberi tugas mengerjakan PR, sehingga siswa keluyuran di luar kelas. Selama beliau menjabat sebagai wali kelas lima beliau belum pernah menemukan anak didiknya sedang melakukan tindakan ketidakjujuran seperti menyontek pada saat ulangan.

Pembahasan yang tidak kalah menarik adalah ketika kita bertanya mengenai sikap seorang guru yang berbohong demi tercapainya tujuan pendidikan, nampaknya  pertanyaan diatas sangat sulit dijawab oleh beliau, tetapi berdasarkan pema haman dan  pengalaman yang beliau alami berbohong demi kebaikan adalah sesuatu yang dibolehkan, dalam tanda kutip hal tersebut dilakukan pada saat tertentu saja tidak bisa dilakukan dengan sering dan juga harus dapat memberikan motivasi terhadap anak,  beliau memberikan contoh pengalaman yang pernah dialaminya yaitu, beliau

menyebutkan keunggulan sekolah-sekolah diluar tanpa tahu kebenarannya hal ini  bertujuan untuk dapat memotivasi peserta didiknya, berbohong hanya dapat dilakukan dengan sebuah cerita, tidak bisa dilakukan pada sesuatu yang berkaitan dengan materi  pelajaran, karena sebuah materi pelajaran adalah bersifat mutlak.

• SDS Peradaban • Identitas Sekolah

Nama Sekolah :SDS Peradaban

Alamat Sekolah : Jl. Raya Sepang, Serang, Kec. Taktakan , Kota Serang,

(38)

Visi Sekolah : “Menjadi Sekolah Masa Depan Yang Melahirkan Generasi Berkarakter “ Misi Sekolah :

• Membangun Paradigma pendidikan yang maju dan visioner

• Menumbuhkembangkan potensi fitrah insane (manuisawi) anak didik • Menciptakan komunitas masyrakat terdidik, berbudaya, dan berkarakter • Mewujudkan organisasi pembelajar yang menyesuaikan diri terus menerus • Membina generasi secara utuh dan menyeluruh

• Waktu Pelaksanaan : Selasa, 22 November 2016 • Objek Observasi : Kelas 1A, 3B, dan 4A

• Deskripsi Hasil Pengamatan

• Hasil Pengamatan di Kelas 1B SDS Peradaban

Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh jumlah siswa keseluruhan Kelas 1B terdiri dari 21 siswa diantaranya 15 siswa laki laki dan 6 siswa perempuan, dan juga terdapat anak yang berkebutuhan khusus. Dikelas 1B terdapat dua pengajar yaitu guru kelas dan guru pendamping. Dimana guru kelas membimbing anak anak satu kelas dan guru pendamping khusus mendampingi anak yang memerlukan layanan khusus.

Berdasarkan yang kami amati guru menyajikan pembelajaran dengan kreatif dan menyenangkan sehingga anak-anak sangat aktif dan antusias dalam belajar. Di dalam setiap proses pembelajarannya guru menyelipkan nilai-nilai karakter. Dari Pembelajaran yang berlangsung banyak nilai nilai karakter yang dapat kita amati khususnya nilai karakter budi pekerti dan etika yang menjadi pandangan pokok kami.

Nilai-nilai budi pekerti dan etika yang kami dapatkan dari proses pembelajaran, diantaranya; Guru menanamkan sifat sifat religius dan hormat diantaranya dengan membiasakan anak mengucap salam ketika memasuki kelas, mencium tangan guru, duduk dengan rapi, berdoa sebelum kegiatan belajar dimulai, sholat dhuha dengan tertib, dan menghafal hadis-hadis singkat. Hal tersebut dapat kami nilai bahwa tertanam

(39)

karena adanya rutinitas sehingga kebiasaan baik tersebut telah tertanam pada masing masing anak.

Anak-anak dibiasakan untuk saling menghargai sesama, tidak membeda bedakan teman terutama pada anak berkebutuhan khusus mereka sangat diperhatikan teman temannya dan sering dibantu teman yang lainnya ketika ada kesulitan. Ketika ada teman yang berbicara, kami mendapati adanya sikap toleran yang tinggi, tidak mengejek teman yang sedang berbicara. Anak sudah terbiasa dengan budaya sikap antri. Anak anak terlihat begitu sopan, ketika teman temannya duduk dan ada satu siswa yang ingin berjalan lewat, dia sambil mengucap kata-kata ”permisi”, “maaf”.

Dalam kegiatan pembelajaran sesekali anak diberi kesempatan untuk minum, dan sebagian besar anak telah sesuai dengan adab minum yaitu dengan duduk namun pada saat itu kami dapati ada anak yang minum dengan berdiri padahal sebelumnya guru telah menasehati untuk minum sambil duduk. Ketika pembelajaran berlangsung guru mengarahkan dan membimbing anak dengan santun, bahasa tegas namun tidak ada unsur ucapan yang menyakiti anak sehingga anak anak pun juga terlihat santun ketika menanggapi gurunya.

• Hasil Pengamatan di Kelas 3B SDS Peradaban

Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh di kelas 3B terdapat satu guru kelas dan dua guru pendamping khusus. Didalam proses pembelajaran kami mengamati bahwa guru terlihat bisa terjun dalam dunia anak sehingga anak anak senang dalam merespon pembelajaran tersebut. Pembelajaran yang dilaksanakan dengan membentuk kelompok kelompok.

Adapun nilai budi pekerti dan etika yang kami amati diantaranya; Sebelum memulai pembelajaran guru mengingatkan anak untuk selalu berdoa dengan santun kepada Allah. Di dalam mengawali pembelajarannya guru memulainya dengan cerita cerita yang mengandung nilai budi pekerti yang pada saat itu guru sedang berbicara tentang rendah hati. Guru memberikan contoh tentang macam macam sifat rendah hati

(40)

yang tergolong sifat berbudi pekerti yang baik. Disitulah kami menilai bahwa dalam mengajarkan nilai nilai karakter di SDS Peradaban itu diselipkan didalam pembelajaran baik diawal, tengah, maupun di akhir pembelajaran. Dalam menjelaskan guru mencontohkan dengan perilaku sehari hari anak, dan disampaikannya dengan bercerita dengan bahasa yang santun sehingga anak anak tampak menerima nasehat tersebut dengan baik.

• Hasil Pengamatan di Kelas 4 A SDS Peradaban

Berdasarkan pengamatan yang kami peroleh di kelas 4A SDS Peradaban terdapat 24 siswa, 2 diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus. Terdapat 2 guru kelas dan 2 guru pendamping khusus. Adapun nilai budi pekerti dan etika yang kami amati diantaranya; Guru mengucapkan salam ketika memasuki kelas. Ketika kami memasuki kelas, terdapat anak yang menyapa dengan memberi salam sebelum kami mengucapkan salam. Itu artinya bahwa sikap beretika dengan baik telah diterima dan dilaksanakan dengan baik oleh anak. Sebelum kegiatan pembelajaran dimulai guru menganjurkan anak untuk berdoa bersama sama terlebih dahulu.

Sebelum memulai pelajaran guru bertanya dengan baik tentang siswa yang terlambat, guru tidak menegurnya namun guru memberikan nasihat yang baik kepada semua siswa tidak hanya pada siswa yang terlambat. Guru menyelipkan nasehat berupa akibat dari datang terlambat yaitu cemas, takut, dan khawatir serta tidak konsentrasi ketika belajar. Dengan begitu anak diharapkan untuk bisa mengambil pelajaran dari suatu kejadian. Sehingga anak akan menyadarinya sendiri.

Didalam proses pembelajaran kami menjumpai anak yang menjawab soal dengan santun, dengan etika yang sopan yaitu dengan tunjuk jari sebelum menjawab pertanyaan. Kami juga mennjumpai anak yang berbicara sendiri dengan temannya ketika guru sedang berbicara, namun sesekali tetap memperhatikan apa yang dibicarakan guru. Ketika game (permainan) tentang menjawab soal anak yang tidak bisa menjawab tidak berkesempatan untuk menjawab soal lagi sehingga asyik sendiri, tidur tiduran dan sebagainya. Namun guru pembimbing khusus menegaskan dengan nasehat

(41)

terhadap siswa yang dirasa kurang sopan. Sebagian besar siswa mengerjakan soal dengan mandiri namun ketika dirasa ada yang mencontek guru mengingatkan dengan menasehati serta menanamkan sikap percaya diri pada anak.

Di tengah tengah proses pembelajaran anak yang berkebutuhan khusus jalan mondar mandir ditengah siswa lain yang sedang belajar. Berdiri sendiri ketika teman lain sedang memperhatikan guru, dengan adanya hal tersebut guru tidak langsung menegurnya namun guru pembimbing khusus cepat tanggap dan mengajaknya keluar untuk belajar ditempat yang khusus yang telah disediakan sekolah. Guru menyelipkan pendidikan karakter yang berkaitan dengan materi pembelajarannya yaitu sifat ikhlas untuk saling memberi kepada orang lain tanpa meminta imbalan seperti halnya tumbuhan yang memberikan oksigen bagi makhluk hidup lain. Budaya antri telah tertanam pada masing masing anak

• Hasil Pengamatan Pada Waktu Istirahat

Berdasarkan pengamatan ketika jam istirahat anak anak di SDS Peradaban ada yang beretika baik adapula yang sebaliknya. Dari beberapa anak yang kami temukan ketika makan jajan sambil berdiri, sambil berjalan, dan sambil mengobrol, ada yang membuang sampah sembarangan, makan dengan menggunakan tangan kiri. Ada juga sikap anak kepada yang lebih tua tidak sopan, namun guru ketika menjumpai hal tersebut selalu diingatkan.

Selain itu etika dan budi pekerti yang baik bagi keseluruhan siswa telah tampak  jelas, bertutur kata sopan, mengajak teman istirahat bersama, tidak membedakan anak

anak yang berkebutuhan khusus, mengajak anak yang berkebutuhan khusus untuk tetap bergaul dengan teman teman yang lain, sehinga rasa toleransi dan sikap percaya diri anak yang berkebutuhan khusus semakin bertambah karena tidak adanya perbedaan dalam memperlakukan teman. Namun, disisi lain ada guru yang acuh tidak mengingatkan siswanya, dari yang kami amati mereka adalah guru pembimbing khusus, memang tugas pokok mereka hanya pada anak berkebutuhan khusus, tetapi alangkah

(42)

lebih baiknya jika aktivitas diluar pembelajaran guru juga mengamati semua anak dan mengingatkan terhadap hal hal yang dirasa kurang baik.

• Deskripsi Hasil Wawancara

• Hasil Wawancara Kepala Sekolah

Dalam wawancara dengan Bapak Kepala Sekolah ini kami lebih menanyakan hal hal yang berkaitan dengan penanaman nilai karakter secara umum di SDS Peradaban. Dengan tujuan agar profil karakter di SDS Peradaban pada umumnya dapat kita ketahui secara menyeluruh bukan hanya terbatas pada etika dan budi pekerti saja. Dari wawancara yang telah kami lakukan, kami memperoleh data bahwa, nilai nilai karakter yang diterapkan di SDS Peradaban diantaranya kejujuran, disiplin, tanggung jawab, saling menghargai, kepemimpinan, sopan santun, budi pekerti, dan lain lain. Diantara beberapa karakter tersebut di SDS Peradaban lebih menekankan pada karakter kepemimpinan karena sebagai upaya untuk mewujudkan visi menjadikan sekolah Masa Depan yang Melahirkan Generasi yang berkarakter.

Di SDS Peradaban penerapan pendidikan karakternya diselipkan ke setiap mata pelajaran, pendidikan karakter juga ditanamkan dalam kegiatan pembelajaran maupun kegiatan kegiatan lainnya. Berhasilnya Penerapan pendidikan karakter di SDS Peradaban bisa dilihat dari mampunya anak mengerjakan atau menerapkan karakter tersebut, misal di SDS Peradaban diajarkan bagaimana sikap bertanggung jawab setelah selesai makan maka harus mencuci peralatan makannya sendiri. Untuk hari hari selanjutnya siswa telah terbiasa melakukannya sehingga hal tersebut juga dapat dijadikan tolak ukur sejauh mana karakter tersebut telah tertanam dalam diri anak.

Kendala yang dihadapi dalam menerapkan pendidikan karakter di SDS Peradaban salah satunya adalah banyaknya siswa dengan karakteristik yang berbeda, siswa sebagai individu yang unik sehingga strategi atau pe ndekatan yang digunakan pun berbeda beda pula. Apalagi di SDS Peradaban terdapat juga anak yang berkebutuhan khusus. Dalam pelaksanaannya berbeda dengan anak normal, sulit juga untuk bisa diterapkan dengan

(43)

strategi seperti anak anak pada umumnya, sehingga guru perlu pendekatan individual danmembutuhkan ketelatenan dan kesabaran. Namun dari hasil temuan kami, kami  juga menemukan anak ABK yang justru etika, adab ketika bertemu contohnya mengucap

salam tanpa harus di kasih kode oleh guru ia berinisiatif dengan sendirinya.

Data lain yang kami peroleh diantaranya pelaksanaan evaluasi pendidikan karakter. Evaluasi dilaksanakan satu semester sekali namun untuk evaluasi berkelanjutan dilaksanakan setelah 2 pekan sekali, tetapi ketika ada anak yang benar benar menyimpang dari nilai nilai karakter dan terjadi permasalhan pada saai itu juga langsung dilaksankan evaluasi.

• Hasil Wawancara Guru

Dalam wawancara dengan guru ini kami menekankan tentang budi pekerti dan etika. Karena menurut kami guru kelas lebih memahami secara khusus karakter dari masing masing anak pada umumnya. Dari beberapa pertanyaan wawancara diatas kami memperoleh data bahwa, hal hal yang dilakukan siswa mulai dari datang hingga pulang sekolah adalah ketika mereka datang mereka menerapkan 5S Senyum, Salam, Sapa ,Sopan dan Santun.

Setelah itu ada ibadah pagi shalat dhuha, dan saling menanya kabar di awal pembelajaran, dan menanyakan bagaimana mereka menghormati kepada orang tuanya, ibadah dirumah bagaimana, kemudian berdoa sebelum belajar dimulai selain itu guru  juga memberikan perhatian dengan menanyakan tentang sarapan, uang jajan, dan mengingatkan untuk selalu mengucap “bismillah”   ketika memulai sesuatu dan

mengucaphamdalah ketika mengakhirinya.

Di dalam proses pembelajaran mereka beretika sopan dan antusias dalam pembelajaran, ketika istirahat mereka keluar kelas dengan tertib, pada siang hari semua shalah dhuhur berjamaah, tertib waktu, setelah itu siswa bergantian untuk piket, dan ketika pulang sekolah diadakan mentoring, siswa berkumpul didalam suatu komunitas kecil untuk liqo’ kecil salah satunya belajar tentang ilmu tajwid, membaca Alqur’an.

(44)

Selain itu ketika kegiatan pulang sekolah mereka berdoa dan berpamitan, bersalaman dengan guru yang mengajar maupun dengan guru lain yang mereka temui ketika pulang sekolah. Selain itu kita mendapatkan data bahwa momen-momen yang tepat untuk menanamkan pendidikan karakter khusunya tentang budi pekerti dan etika adalah momen ibadah lewat momen tersebut budi pekerti siswa akan terpupuk, selain itu untuk mengajarkan rasa hormat kepada yang lebih tua.

Di SDS Peradaban salah satunya melalui kegiatan perayaan, didalam perayaan tersebut semua siswa berkumpul dan saling menghargai dan menghormati antara adik kelas dan kakak kelas yang lebih tua, mereka yang lebih tua saling mengayomi, melindungi. Di situlah karakter bagaimana untuk bisa saling menghormati bisa ditanamkan.

Untuk bisa menciptakan pembelajaran yang efektif dan pendidikan karakter sekaligus di SDS Peradaban menerapkan model pembelajarancreative learning yaitu ada game, materi, dan evaluasi. Di mana didalam game guru bisa menanamkan karakter sosial bagaimana cara beretika dan berbudi yang baik terhadap teman, di dalam materi guru bisa menanamkan karakter yang dikaitkan dengan materi yang diajarkan.

Dalam evaluasi guru dapat melatih siswa untuk beretika yang sopan ketika berbicara dengan guru pada saat mengungkapkan pendapat maupun bertanya tentang hal hal yang tidak difahami.

• Hasil Wawancara Siswa

Data yang kami peroleh berdasarkan hasil wawancara dengan siswa adalah bahwa pada dasarnya siswa di SD Peradaban selalu diajari hal-hal yang baik oleh guru. Mereka berbuat baik karena ingin masuk surga, selain itu tokoh yang menjadi teladan untuk berbuat baik adalah orang tua dan guru, dari data tersebut dapat kami uraikan bahwa orang tua dan guru adalah tokoh yang harus menjadi model yang mencontohkan kebaikan bagi anak anaknya.

Gambar

Gambar 3.1 Triangulasi Teknik

Referensi

Dokumen terkait

keuangan historis juga berlaku bagi Akuntan Publik yang merupakan Pihak Terasosiasi (akuntan publik yang tidak menandatangani laporan auditor independen namun terlibat langsung

Responden dengan pendidikan SMA sudah dianggap dapat menerima berbagai informasi pengetahuan tentang masalah ISPA pada balita, termsuk bagaimana tindakan yang harus

Tugas akhir pengerawi t dalam bentuk penyajian gendhing-gendhing karawitan gaya Surakarta merupakan salah satu alternatif dari tiga jalur Tugas akhir yang ditawarkan

Untuk mencarikan solusi bagi ACS maka pada makalah ini dilakukan pendekatan dari framework Zachman dalam hal identifikasi arsitektur data skala enterprise dan

Sehubungan adanya perbedaan pendapat dari para pengikutnya maka, dalam tulisan ini penulis merasa perlu untuk mengkaji lebih dalam lagi mengenai Saksi-Saksi Yehuwa khususnya

Dilihat dari pentingnya pemahaman tentang public speaking tersebut, Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Islam Bandung memasukkan mata kuliah public speaking untuk

Residual income merupakan suatu informasi penting bagi KPRI “Pertanian” Kabupaten Banyuwangi guna menilai kinerja keuangan koperasi dalam kemampuannya untuk

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi Pelaksanaan Program Posyandu Lansia dan Tingkat Kepuasan Lansia Pengguna Posyandu di Puskesmas Buntu Raja Kecamatan Siempat