• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARAKTERISTIK PEMISAHAN GULA DARI TETES TEBU DENGAN PELARUT MINYAK SAYUR, N-BUTANOL, DAN N-HEKSANA DALAM KOLOM EKSTRAKSI TUBE SIEVE TRAY SEDERHANA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KARAKTERISTIK PEMISAHAN GULA DARI TETES TEBU DENGAN PELARUT MINYAK SAYUR, N-BUTANOL, DAN N-HEKSANA DALAM KOLOM EKSTRAKSI TUBE SIEVE TRAY SEDERHANA"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

KARAKTERISTIK PEMISAHAN GULA DARI TETES TEBU

DENGAN PELARUT MINYAK SAYUR, N-BUTANOL, DAN N-HEKSANA

DALAM KOLOM EKSTRAKSI TUBE SIEVE TRAY SEDERHANA

Yoga Wienda Pratama, Donni Adinata, Setijo Bismo, Sutrasno Kartohardjono, Asep Handaya S.

Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus Baru UI, Depok, 16424, Indonesia

Email: yoga.wienda@ui.ac.id

Abstrak

Karakteristik pemisahan gula dari tetes tebu dengan pelarut minyak sayur, n-butanol, dan n-heksana diteliti dengan uji kecepatan sedimentasi bola, sedimentasi-coalescence pada sistem tetes tebu-pelarut, dan perpindahan massa gula dalam pelarut dalam kolom ekstraksi tube sieve tray sederhana dengan laju alir 60 % dari laju alir flooding. Pada penelitian ini tetes tebu dimodelkan dengan larutan gula 25 % berat dan uji perpindahan massa dalam kolom ekstraksi dilakukan dengan variasi waktu selama 5, 10, 15, 20, dan 30 menit. Dari penelitian diketahui bahwa kecepatan sedimentasi bola pada minyak sayur paling lambat dibandingkan dengan pelarut lain karena viskositasnya yang tinggi dan kecepatan sedimentasi bola semakin rendah dengan pengurangan diameter. Selain itu proses sedimentasi-coalescence pada sistem larutan gula-minyak sayur berlangsung paling lama karena viskositas sistem yang tinggi, ukuran bentukan gelembung yang kecil ,dan dipengaruhi oleh terjadinya emulsi. Ekstraksi gula dari model tetes tebu dalam kolom ekstraksi menunjukkan peningkatan perpindahan massa dengan penambahan waktu hingga tercapai kesetimbangan dengan perpindahan massa terbesar terjadi pada pelarut minyak sayur karena pengaruh emulsi yang terjadi dengan koefisien distribusi 3,194 diikuti oleh n-butanol dan n-heksana dengan koefisien distribusi masing-masing 0,971 dan 0,0008.

Abstract

Characteristics of sugar separation from molasses using vegetable oil, n-butanol, and n-hexane as solven were investigated by balls sedimentation velocity test, sedimentation-coalescence in the system of molasses-solvent, and the mass transfer of sugar in solvent using simple tube sieve tray extraction column at 60 % of flooding flow rate. In this research, molasses was modeled using 25 % wt sugar solution and mass transfer study in extraction column was done by time variation of 5, 10, 15, 20, and 30 minutes. The research found that balls sedimentation velocity in vegetable oil are the slowest among other solvents due to high viscousity and ball sedimentation velocity are slower by reducing diameter of ball. Afterwards, sedimentation-coalescence in the sistem of water-sugar-vegetable oil take the longest occuring time because of systems’ high viscousity, the small size of bubble ,and also affected by emulsion form. Sugar extraction from model of molasses in extraction column shows mass transfer increase by increasing time untill the equilibrium reached with the highest mass transfer take place by using vegetable oil as solvent because of emulsion influence that resulting distribution coefficient of 3.194 followed by n-butanol and n-heksana with coefficient of distribution 0.971 and 0.0008

Keyword: extraction, sedimentation-coalescence, extraction columns tube sieve tray, flooding, coefficient of distribution

1. Pendahuluan

Ekstraksi adalah metode pemisahan senyawa berdasarkan beda distribusi kelarutannya. Salah satu aplikasi ekstraksi adalah pemisahan gula dari tetes tebu

yang diteliti pada penelitian ini menggunakan kolom ekstraksi tube sieve tray sederhana.

Gula merupakan komoditas yang banyak dikonsumsi masyarakat di dunia, termasuk Indonesia. Tahun 2012, konsumsi gula rumah tangga Indonesia diprediksi

(2)

mencapai 3,9 juta ton sedangkan produksi gula nasional diprediksi hanya mencapai 3,1 juta ton pada 2012 (Respati dkk., 2010). Tetes tebu adalah limbah produksi gula dimana 2,5 juta ton per tahun tetes tebu dihasilkan di Indonesia. Di dalam tetes tebu masih terkandung gula dengan kadar rata-rata 62 % (Olbrich, 2006) sehingga penelitian lebih lanjut untuk memperoleh lebih banyak gula dari tetes tebu sangat diperlukan. Pada penelitian ini kandungan gula dalam tetes tebu dipisahkan menggunakan metode ekstraksi cair-cair.

Penelitian mengenai pemisahan gula dari tetes baik itu tetes tebu maupun tetes beet pernah dilakukan oleh Landis (1980) dan secara terpisah oleh Neuzil dan Fergin (1980) menggunakan carbonaceous pyropolymer sebagai adsorben gula. Steffen menggunakan Steffen’s

Extraction Process untuk mengekstrak sukrosa dari

tetes menggunakan strontium hidroksida (Olbrich, 2006). Penelitian lain dilakukan oleh French (Kononenko dan Hersteni, 1956), Friedrich dan Rajtora (Olbrich, 2006), dan Usines De Melle (Olbrich,2006) mengenai proses terpisahnya sukrosa dari tetes tebu akibat ketidaklarutan sukrosa dalam asam asetat secara parsial setelah mengalami penambahan etil asetat atau benzena, menghasilkan gula recovery dalam bentuk kristal.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik kecepatan sedimentasi bola pada minyak sayur, n-heksana, dan n-butanol dan untuk mengetahui karakteristik sedimentasi-coalescence dan koefisien distribusi gula pada sistem ekstraksi gula-air (tetes tebu) dengan pelarut minyak sayur, n-heksana, n-butanol serta mengetahui karakteristik aplikasi pelarut organik minyak sayur, n-butanol, dan n-hexan dalam proses pemisahan gula dari tetes tebu menggunakan kolom ekstraksi tube sieve tray.

Pada penelitian ini sistem ekstraksi gula dari tetes tebu diteliti dengan menggunakan pelarut minyak sayur, n-heksana, dan n-butanol karena n-heksana dan n-butanol banyak digunakan sebagai pelarut ekstraksi dari senyawa-senyawa organik yang terlarut dalam air (Perry dan Green, 1984), sementara itu minyak sayur digunakan karena diketahui bahwa gula dapat terdispersi dalam jumlah yang sangat besar di dalam minyak sayur (Babin dkk., 2005; Killian, 2011) dan telah dimanfaatkan pada industri coklat (Anon, 2012; Killian, 2011). Dalam penelitian ini beberapa parameter sistem ekstraksi seperti kecepatan sedimentasi bola pejal, sedimentasi-coalescence, serta pengaruh waktu dan pelarut terhadap koefisien distribusi gula pada fasa air dan fasa pelarut organik dipelajari.

2. Metode Penelitian

Uji sedimentasi bola di dalam fluida pelarut dilakukan dengan menjatuhkan bola dengan diameter bervariasi ke

dalam fluida dan diukur kecepatan jatuhnya dan dibandingkan dengan model sedimentasi bola dengan persamaan Stokes (Perry dan Green, 1984).

(1) Dengan: ut = kecepatan sedimentasi bola (m/s)

g = percepatan grafitasi (m/s2)

Dp = diameter bola (m)

ρp = massa jenis bola (kg/m 3

)

ρ = massa jenis fluida fasa kontinyu (kg/m3)

µ = viskositas fluida fasa kontinyu (Pa.s)

Tabel 1: Massa jenis dan viskositas fluida pada kondisi atmosferik 30 oC (Perry dan Green, 1984); *(hasil

laboratorium)

Fluida Massa Jenis (kg/m3) Viskositas (cP) Air 1.000 0,84 Minyak Sayur* 920 14,00 n-Butanol 810 3,00 n-Heksana 670 0,30

Kemudian, uji sedimentasi dan coalescence dilakukan dengan mencampurkan model tetes tebu-pelarut ke dalam suatu botol (bejana) dengan variasi tinggi fasa, fluida pelarut, dan konsentrasi gula. Setelah itu ekstraksi gula dari model tetes tebu dilakukan menggunakan kolom ekstraksi berbentuk tube sieve tray dimana laju alir fooding untuk sistem dan kolom yang digunakan ditentukan dengan trial-error. Selanjutnya, dari data laju alir umpan dan pelarut saat terjadi flooding, proses ekstraksi menggunakan kolom ekstraksi yang sudah dirancang dilakukan pada laju alir 60 % dari laju alir flooding dengan variasi jenis pelarut dan lama waktu ekstraksi yaitu 5, 10, 15, 20, dan 30 menit.

Pada penelitian ini bola untuk uji sedimentasi bola bermassa jenis 1010 kg/m3. Pelarut yang digunakan adalah n-butanol dan n-heksana dengan kadar kemurnian 96,7 % v/v dan minyak sayur yang digunakan adalah minyak sayur komersil

yang

diproduksisi oleh PT. Indofood Sukses Makmur Tbk., dengan merk dagang Minyak Goreng Bimoli Special tanpa purifikasi lebih lanjut. Kolom ekstraksi yang digunakan adalah kolom ekstraksi berbentuk tube sieve

tray sederhana dengan tinggi 14 inci dan diameter 4 inci

(3)

Gambar 1: Susunan Alat (A: Tangki Tetes Tebu, B: Tangki Pelarut, C=F:Aliran Tetes Tebu, D=G:Aliran

Pelarut, E:Kolom Ekstraksi

(A)

(B)

Gambar 2: Bentuk Kolom Tube Sieve Tray Sederhana (A) Gambar Lengkap, (B) tube sieve tray

Kadar gula di dalam fasa raffinat diukur dengan menggunakan UV-vis spektrofotometer dengan perlakuan awal berupa fasa raffinat diradiasi dengan lampu UV selama kurang lebih 10 menit (Roig, 2003) pada panjang gelombang 210 nm.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1 Sedimentasi Bola dalam Fluida Pelarut

Gambar 3 menunjukkan bahwa minyak sayur memiliki kecepatan sedimentasi yang paling lambat dibandingkan air, n-butanol, dan n-heksana karena memiliki viskositas paling besar sehingga tahanan yang diberikan kepada

bola mejadi sangat besar. Selain itu, beda massa jenis minyak sayur dan bola pejal yang relatif kecil menyebabkan gaya jatuh ke bawah yang dimiliki bola menjadi lebih kecil.

Gambar 3: Kecepatan Sedimentasi Bola

Karena n-heksana memiliki viskositas yang rendah yaitu sebesar 0,3 cP (Perry dan Green, 1984) memiliki kecepatan sedimentasi bola yang paling tinggi, selain itu selisih massa jenisnya dengan massa jenis bola paling besar dibandingkan dengan fluida lain menyebabkan gaya apung yang diberikan kepada bola paling kecil dibandingkan dengan fluida lain.

Hasil tersebut juga menunjukkan pada kondisi tertentu prediksi kecepatan sedimentasi dengan persamaan Stokes berbeda dengan hasil penelitian. Hal tersebut adalah wajar mengingat koefisien gesek yang didefinisikan pada persamaan Stoke diasumsikan sebagai fungsi linear berbanding terbalik terhadap bilangan Reynold. Padahal pada bilangan reynold yang lebih besar dari 0,1 koefisien gesek bukan lagi fungsi linear terhadap bilangan Reynold (Perry dan Green, 1984)

3.2 Sedimentasi-Coalescence pada Sistem Larutan gula-Pelarut

Pengaruh konsentrasi gula terhadap sedimentasi dan

coalescence pada sistem minyak sayur-model tetes tebu

dapat dilihat pada gambar 4 di bawah ini. Dari gambar tersebut terlihat bahwa semakin kecil konsentrasi gula menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk pemisahan kedua fasa minyak dan air tersebut semakin lama.

Hasil penelitian sebelumnya menyatakan bahwa semakin kecil beda densitas antara fasa dispers dan fasa kontinyu maka kecepatan sedimentasi drop yang terbentuk dari fasa dispers pada fasa kontinyu akan semakin lambat karena kecilnya gaya berat dan besarnya gaya apung per satuan massa yang diterima oleh gelembung dapat menjelaskan pengaruh konsentrasi gula yang semakin kecil menyebabkan waktu pemisahan fasa organik dan fasa air (sedimentasi-A B C D E F G

(4)

coalescence) menjadi lebih lama. Hal ini dikarenakan

semakin sedikit konsentrasi gula di fasa air maka massa jenis fasa air tersebut juga semakin kecil.

(A)

(B)

Gambar 4: Sedimentasi-Coalescence pada Sistem Minyak Sayur-Larutan Gula. (A) variasi rasio tinggi fasa (B) variasi

konsentrasi gula (g:tinggi fasa larutan gula, m:tinggi fasa minyak sayur)

A B C

Gambar 5: (A) 2 Fasa Minyak Sayur dan Larutan Gula, (B) Emulsi pada Larutan Gula-Minyak Sayur Sebelum, dan (C) Sesudah Pemisahan Fasa Minyak Sayur-Larutan Gula

Emulsi antara minyak dan larutan gula pada Gambar 5 menyebabkan waktu yang diperlukan untuk terjadi pemisahan fasa minyak sayur dan fasa larutan gula cukup lama, mencapai 7 hingga 13 menit untuk tinggi total kedua fasa sebesar 60 mm. Hal ini terjadi karena ketika terjadi emulsi, gelembung-gelembung yang

terbentuk memiliki ukuran sangat kecil. Selain itu, tegangan permukaan minyak yang besar menyebabkan penyatuan gelembung-gelembung tersebut untuk membentuk gelembung yang lebih besar menjadi sangat lambat. Faktor perpindahan massa gula ke dalam fasa minyak yang sangat besar (lihat hasil dan pembahasan bagian 3.3) juga berpengaruh untuk memperkecil beda densitas antara fasa minyak dan larutan gula sehingga akan menurunkan kecepatan sedimentasi-coalescence sistem tersebut.

Gambar 6: Gelembung-gelembung Minyak Sayur pada Sistem Larutan Gula-Minyak Sayur Sulit Menyatu (coalescence)

Pada sedimentasi-coalescence sistem larutan gula-n-butanol terbentuk diagram sedimentasi dan coalescence dengan pola mirip dengan sistem larutan gula-minyak sayur yaitu kecepatan sedimentasi-coalescence yang lambat di awal-awal proses diikuti dengan akselerasi sedimentasi-coalescence dan diakhiri dengan deselerasi yang ditandai dengan kecepatan

sedimentasi-coalescence yang semakin lambat hingga akhirnya

kedua fasa benar-benar terpisah secara visual ditunjukkan pada Gambar 8.

A B C

Gambar 7: (A) n-Butanol-Tetes Tebu Sebelum Pencampuran, (B) Sedimentasi-Coalescence n-Butanol-Tetes Tebu, dan

(C) Kedua Fasa Terpisah

Pengaruh variasi rasio tinggi fasa organik dan fasa air serta pengaruh konsentrasi gula pada larutan gula yang terjadi pada n-butanol memiliki karakteristik yang sama dengan pengaruh variabel-variabel tersebut terhadap sedimentasi dan coalescence pada minyak sayur.

Gambar 9 menunjukkan kecepatan sedimentasi

(5)

pada n-butanol. Gelembung-gelembung yang terbentuk pada sistem gula-air-minyak sayur lebih kecil dibandingkan dengan pada sistem larutan gula-n-butanol, selain itu beda densitas antara larutan gula dan n-butanol lebih besar dari pada sistem larutan gula-minyak sayur.

Pada penelitian ini sedimentasi dan coalescence pada sistem larutan gula-n-heksana juga diusahakan untuk diteliti, namun karena viskositas n-heksana sangat kecil ditambah dengan selisih densitas larutan gula dan n-heksana yang besar menyebabkan kecepatan sedimentasi-coalescence yang terjadi juga sangat cepat. Hal ini juga didorong oleh kenyataan yang didapatkan secara visual kualitatif bahwa gelembung-gelembung yang terbentuk berukuran cukup besar. Sehingga keterbatasan ketelitian yang dimiliki menyebabkan data sedimentasi-coalescence pada n-heksana tidak dapat diperoleh dengan akurat.

A

B

Gambar 8: Sedimentasi-Coalescence pada Sistem n-Butanol-Larutan Gula. (A) variasi rasio tinggi fasa (B) variasi konsentrasi gula (g:tinggi fasa larutan gula, m:tinggi

fasa n-butanol)

Gambar 9: Sedimentasi-Coalescence pada Minyak Sayur dan n-Butanol (hg = tinggi fasa larutan gula, hp = tinggi fasa

pelarut)

3.3 Ekstraksi Gula dari Tetes Tebu dengan Kolom Ekstraksi Tube Sieve Tray Sederhana

Gambar 10: Grafik Hubungan Waktu Ekstraksi dan Konsentrasi Gula di Fasa Raffinat pada Beberapa Pelarut

Gambar 10 menunjukkan hubungan waktu ekstraksi dan konsentrasi gula di fasa raffinat pada berbagai pelarut dimana pada grafik tersebut telihat bahwa kemampuan minyak sayur dalam mengekstrak gula dari model tetes tebu sangat baik dibandingkan dengan n-butanol dan n-heksana. Meskipun memiliki koefisien difusifitas minyak sayur rendah (2,4 x 10-4 cm2/s) dan kelarutan gula di dalamnya juga sangat rendah, minyak sayur dapat menangkap lebih banyak gula dari model tetes tebu karena pengaruh terbentuknya emulsi pada sistem larutan gula-minyak sayur yang mendispersikan gula di dalam minyak sayur (Babin dkk., 2005; Killian, 2011).

Dari penelitian diketahui bahwa proses sedimentasi dan

coalescence pada minyak sayur berjalan sangat lambat

sehingga proses pemisahan fasa organik dan fasa air sulit terjadi dan memerlukan waktu yang lama. Sementara itu n-heksana hanya dapat mengekstrak gula

(6)

dengan koefisien distribusi sangat kecil selain karena gula tidak dapat larut dengan baik ke dalam n-heksana karena polaritas yang jauh berbeda, juga karena gula tidak terdispersi dengan baik ke dalam n-heksana dilihat dari viskositas dan densitas n-heksana itu sendiri.

Koefisien difusi mempengaruhi perpindahan massa dalam ekstraksi. Tabel 2 menunjukkan koefisien difusi pelarut-pelarut yang dihitung menggunakan persamaan Young-Carroad-Bell (Forciniti, 2008).

Dij =

(2)

Dengan Dij = koefisien difusifitas i di dalam j (cm2/s)

T = suhu absolut (K)

η = viskositas intrinsik (cm3/g) M = berat molekul (g/mol)

Dari perhitungan tersebut diketahui bahwa difusifitas gula di dalam minyak sayur sebenarnya paling rendah dibandingkan difusifitas gula di dalam butanol dan n-hexana. Selain itu kelarutan gula dalam fasa kristal di dalam pelarut minyak sayur sangat kecil, namun pada penelitian ini didapatkan bahwa minyak sayur dapat mengambil kandungan gula dari model tetes tebu paling banyak dibandingkan dengan pelarut lain yang digunakan. Hal ini dikarenakan sistem larutan gula-minyak sayur membentuk emulsi yang mengakibatkan molekul gula terperangkap di dalam fasa minyak. Selain itu gula pada fasa larutan dengan air dapat berinteraksi ke dalam minyak sayur dalam bentuk gula kristal dengan selubung air yang terdispersi ke dalam minyak sayur sebagaimana peristiwa ini pernah diteliti oleh Babin pada 2005 dan Killian pada 2011.

Tabel 2: Koefisien Difusi Minyak Sayur, Butanol, dan n-Heksana [P 1 atm, T 30 oC] Pelarut Berat Molekul (g/mol) Viskositas Intrinsik (cm3/g) Koefisien Difusisitas (cm2/s) Minyak Sayur 851,4 1,11 2,4 x 10 -4 n-Butanol 74,12 1,23 4,9 x 10-4 n-Heksana 86,17 1,49 3,8 x 10-4

Gula merupakan senyawa yang memiliki gugus OH yang dapat berinteraksi dengan air dan juga gugus CH yang dapat berinteraksi dengan minyak sayur sehingga gula dari model tetes tebu dapat terdispersi ke dalam minyak sayur. Kecepatan sedimentasi dan coalescence pada n-butanol dan n-heksana lebih tinggi daripada minyak sayur sehingga waktu kontak antara fasa kontinyu dan dispers menjadi lebih sedikit

menyebabkan butanol dan n-heksana menangkap gula lebih sedikit. Kecepatan sedimentasi yang tinggi ini menyebabkan n-butanol dan n-heksan gagal memepertahankan molekul gula yang tertangkap di dalamnya. Dalam hal ini, kecepatan sedimentasi n-heksana yang sangat tinggi mengakibatkan kemampuannya menangkap molekul gula menjadi sangat rendah.

4. Kesimpulan

Kecepatan sedimentasi bola di dalam fluida dipengaruhi oleh viskositas fluida tersebut dan diameter bola yang tersedimentasi. Semakin kecil diameter bola maka kecepatan sedimentasinya juga semakin kecil.

Kecepatan sedimentasi dan coalescence sistem larutan gula-pelarut menggunakan pelarut minyak sayur dan n-butanol dipengaruhi oleh rasio tinggi fasa, konsentrasi gula, dan jenis pelarut. Kecepatan sedimentasi dan

coalescence sistem larutan gula-minyak sayur paling

lembat dibandingkan dengan pada butanol dan n-heksana. Hal ini disebabkan karena gelembung yang terbentuk pada sistem larutan gula-minyak sayur sangat kecil dan kemampuan coalescence antar gelembung-gelembung yang terbentuk sangat rendah dan juga dipengaruhi oleh emulsi yang terbentuk pada sistem larutan gula-minyak sayur.

Dari studi ekstraksi gula dari model tetes tebu (larutan gula) menggunakan kolom ekstraksi tube sieve tray pada laju alir 60 % dari laju alir flooding selama 30 menit, didapatkan koefisien distribusi gula dengan pelarut minyak sayur, n-butanol, n-hexana semakin besar dengan penambahan waktu ekstraksi hingga tercapai kesetimbangan dengan koefisien distribusi di menit ke 30 didapatkan masing-masing sebesar 3,194; 0,971; dan 0,0008.

Ucapan Terimakasih

Kami megucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada DIKTI dan Fakultas Teknik Universitas Indonesia atas program dan beasiswa unggulan Fast Track (S1+S2) yang telah diberikan dan dipercayakan kepada penulis sehingga memberikan kesempatan bagi penulis untuk dapat menyajikan tulisan ini kepada publik dan memberikan peluang keberlangsungan riset lanjutan dari penelitian ini untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan yang ada.

Daftar Pustaka

Anon. 2012. The Science of Foof. Dokumen Presentasi [Online: ift.org. 2012] (diakses tanggal 25 Desember 2012]

(7)

Babin, H., dkk. Interactions in Dispersion of Sugar in

Food Oil: Influence of Emulsifier. J Food

Hydrocoloid 19 (2005) 513-520.

Forciniti, D. 2008. Industrial Bioseparation: Principles

and Practice. Iowa: Blackwell Pub.

Killian, Laurent BA. 2011. Development of Water-Oil

Emulsions for Application to Model Chocolate Products. M. Sc Thesis. The Pennsylvania State

University.

Kononenko, O, K. dan Hersteni, K, M. 1956.

Nonaqueous Solvents for Sucrose. J Chem. Eng.

Data. 1. 87-92.

Landis, A, M. 1980. Extraction of Sucrose from

Molasses. US 4312678. January 26. 1982.

Matsumoto. M., dkk. Separation of Sugar by Solvent

Extraction with Phenylboronic Acid and Trioctylmethylammonium Chloride. J Seppur 43

(2005) 269-274.

Neuzil, RW, dan Fergin, RL. 1980. Extraction of

Sucrose from Molasses. US 4333770. June 8.

1982.

Olbrich, H. 2006. The Molasses. Berlin. Biotechnologie-Kempe gmbH.

Perry, RH, dan Green, D. 1984. Perry's Chemical

Engineers' Handbook Sixth Edition. Singapore.

McGraw-Hill Book Co.

Roig, B dan Thomas, O. Rapid Estimation of Global

Sugars by UV Photodegradation and UV Spectrophotometry. Anal. Chim. Acta 477 (2003)

Gambar

Gambar 1: Susunan Alat (A: Tangki Tetes Tebu,  B: Tangki Pelarut, C=F:Aliran Tetes Tebu, D=G:Aliran
Gambar 4: Sedimentasi-Coalescence pada Sistem Minyak  Sayur-Larutan Gula. (A) variasi rasio tinggi fasa (B) variasi
Gambar 8: Sedimentasi-Coalescence pada Sistem  n-Butanol-Larutan Gula. (A) variasi rasio tinggi fasa (B)  variasi konsentrasi gula (g:tinggi fasa larutan gula, m:tinggi
Tabel 2: Koefisien Difusi Minyak Sayur, n-Butanol, dan n- n-Heksana [P 1 atm, T 30  o C] Pelarut  Berat  Molekul  (g/mol)  Viskositas Intrinsik (cm3/g)  Koefisien  Difusisitas (cm2/s)   Minyak  Sayur  851,4  1,11  2,4 x 10 -4 n-Butanol  74,12  1,23  4,9 x

Referensi

Dokumen terkait

Dalam menghadirkan kota Makassar menuju kota dunia, diperlukan perhatian dan fokus pada beberapa hal yang dominan bernilai di atas 100 responden skala penilaian dari total

• Panjang gelombang pada range ultraviolet memiliki respon yang baik dalam pendeteksian kualitas bahan bakar minyak yang digunakan. • Neural network yang digunakan mampu

Dengan emosi yang positif dan mampu mengavaluasi diri di dalam melakukan pekerjaan sehingga mampu meminimalisir hal negatif seperti turnover intention, maka hal tersebut

Masih ada kepala Masih ada kepala desalurah dan petugas desalurah dan petugas ke0amatan belum ke0amatan belum mengetahui %ad,al mengetahui %ad,al  posyandu balita  posyandu

Dari API RBI 581 maka langkah mitigasi yang cocok digunakan untuk mengurangi besarnya konsekuensi kegagalan adalah inventory blowdown , sehingga besarnya

Secara kognitif, keterlibatan ayah dalam kegiatan bermain maupun pengasuhan dan perawatan anak akan membawa dampak positif bagi pertumbuhan dan perkembangan anaknya

Lain halnya di sekolah dengan model school feeding anak TK tidak bisa jajan makanan sampai jam pulang sekolah (15.30) karena tidak diperbolehkan dari pihak

3.4 Product Setelah dilakukannya proses menyusun product backlog, sprint planning, sprint backlog, proses pengkodean serta pengujian sistem hingga sprint retrospective sebanyak lima