PENDAHULUAN
Latar Belakang
Konsumsi pangan yang beragam dan berimbang melalui diversifikasi
pangan akan meningkatkan kualitas hidup manusia. Manusia memerlukan lebih 40
jenis zat gizi yang diperoleh dari berbagai jenis produk pangan untuk dapat hidup
aktif dan sehat (Martianto, 2005). Diversifikasi pangan akan memungkinkan
manusia untuk memperoleh lebih banyak komponen-komponen gizi maupun bahan
bioaktif yang dibutuhkan untuk kesehatan, dibandingkan jika hanya mengonsumsi
beberapa jenis makanan saja.
Meningkatnya tingkat kehidupan masyarakat telah merubah pola makan,
dari pola makan yang didominasi oleh nasi sebagai makanan utama menjadi
diversifikasi pangan pokok yang lebih beragam. Pada masyarakat dengan
pendapatan yang tinggi sudah terjadi penurunan konsumsi beras tetapi ternyata
terjadi peningkatan konsumsi pangan yang berbahan dasar terigu seperti roti dan
kue-kue. Peningkatan konsumsi terigu juga terjadi pada masyarakat dengan tingkat
pendapatan yang lebih rendah, karena terjadinya kenaikan harga beras, sehingga
masyarakat mengurangi makan nasi dan beralih ke roti dan mie instan yang terbuat
dari terigu.
Terigu adalah bahan baku pangan yang berasal dari biji gandum dan hingga
saat ini masih diimpor. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), impor biji
gandum pada tahun 2011 mencapai 4,8 juta ton dengan nilai 1.4 Milliar US$,
sedangkan impor terigu mencapai 775 ribu ton (BPS, 2012). Permintaan terigu
diperkirakan akan terus meningkat menjadi 10 juta ton per tahun menurut Asosiasi
terigu ini, akan mengancam ketahanan dan kedaulatan pangan nasional. Oleh
karena itu, perlu dikembangkan pemanfaatan tepung berbahan baku lokal.
Terigu mengandung komponen gluten yang membedakannya dari
tepung-tepungan lain.Gluten adalah protein yang bersifatlengket dan elastis. Dalam
pembuatan roti, gluten bermanfaat untuk mengikat dan membuatadonan menjadi
elastis sehinggamudah dibentuk. Karakteristik gluten yang demikian menyebabkan
terigu menjadi bahan utama dalam pembuatan roti dan mie. Tetapi adanya
kandungan gluten pada terigu, membuat sebagian orang seperti penderita autis dan
penyakit seliak (celiac disease) menjadi alergi jika mengonsumsi bahan pangan
yang mengandung terigu. Penderita penyakit seliak adalah orang yang sepanjang
hidupnya tidak toleran terhadap kandungan prolamin pada gandum (gliadin), rye
(secalin) dan barley (hordein).Oleh karena itu, untuk penderita autis dan penyakit
seliak dibutuhkan produk pangan yang tidak mengandung gluten.
Tepung dan pati yang tidak mengandung gluten sebenarnya ketersediannya
di seluruh dunia lebih besar daripada tepung yang mengandung gluten. Tetapi
pemanfaatan tepung-tepungan ini untuk membuat roti dan cake memiliki
kelemahan dibanding terigu yaitu tidak dapat menghasilkan adonan yang elastis
sehingga diperoleh produk roti yang tidak mengembang dan keras. Teknologi
pembuatan roti, cake dan mie dari tepung komposit sebenarnya sudah banyak
tersedia, tetapi umumnya masih menggunakan terigu sedikitnya 70% (Antarlina,
1998; Ridwansyah et al., 2011). Untuk mengatasi kelemahan dari tepung yang
tidak mengandung gluten maka ditambahkan bahan-bahan tambahan seperti putih
telur,margarin,xanthangum,gliadindanemulsifier seperti gliserol monostearat
sebagai bahan mengikat dan juga meningkatkanvolumeadonan agar dihasilkan
Indonesia memiliki keanekaragaman bahan baku pangan yang tersebar di
seluruh nusantara, yang sebenarnya dapat menghasilkan makanan yang banyak
jenisnya dan kualitas serta cita rasanya tidak kalah dengan makanan yang berasal
dari terigu. Beras, jagung, ubi jalar, garut dan ubi kayu merupakan bahan yang
banyak dan mudah ditanam di Indonesia, namun pemanfaatannya masih sangat
terbatas. Pengolahan bahan-bahan ini menjadi tepung atau pati kemudian
diformulasikan dengan komposisi tertentu serta penambahan bahan tambahan
berupa hidrokoloid akan dapat menghasilkan produk roti dan cake yang tidak
mengandung gluten tetapi dengan bentuk dan cita rasa yang tidak kalah dengan roti
dan cake yang terbuat dari terigu.
Hasil penelitian Sanchez et al., (2002) tentang pembuatan roti dari tepung
komposit bebas gluten (non terigu) berupa campuran tepung maizena, tepung beras
dan tapioka pada perbandingan 74,2:17,2:8,6 menghasilkan roti tawar yang dapat
diterima tetapi rasa dan penampakannya masih kurang. Penambahan xanthan gum
pada pembuatan roti bebas gluten memberikan keuntungan berupa kemampuannya
berinteraksi dengan komponen lain seperti pati dan protein, serta kemampuan
mengikat air sehingga saat pemanggangan air yang dibutuhkan untukgelatinisasi
pati tersedia dan gelatinisasi lebih cepatterjadi. Selain itu gum xanthan dapat
membentuklapisan film tipis dengan pati sehingga dapatberfungsi seperti gluten
dalam roti (Whistler dan Be Miller, 1993). Xanthan gum juga mampu membentuk
gel yang dapat mempertahankan kelembaban dan memperbaiki sifat sensoris roti
tawar tanpa gluten. Pada umumnya penggunaan gum xanthan pada produk roti
berkisar antara 0,1-0,5% (Jungbunzlauer, 1987 di dalam Kuswardani et al., 2008).
Lopez et al. (2004) menggunakan gum xanthan sebanyak 0,5% dalam pembuatan
maizena, atau tapioka. Penambahan konsentrasi gum xantan pada pembuatan roti
sangat ditentukan oleh formula roti tawar yang digunakan. Berdasarkan hal
tersebut maka perlu dilakukan penelitian penggunaan gum xantan pada roti non
gluten yang terbuat dari tepung komposit beras, ubi kayu, pati kentang dan kedelai.
Perumusan Masalah
Roti merupakan produk pangan yang populer hampir di seluruh negara di
dunia, dan saat ini bagi masyarakat yang berpenghasilan tinggi sudah menjadi
bagian dari menu sehari-hari untuk mengurangi konsumsi nasi. Roti umumnya
dibuat dari tepung terigu. Di Indonesia tepung terigu merupakan produk impor dan
ini dapat mengancam ketahanan pangan nasional. Bagi penderita penyakit autis dan
seliak gluten harus dihindari sepanjang hidupnya. Di Indonesia, terigu dan gandum
hingga saat ini masih merupakan produk impor sehingga dapat mengancam
ketahanan pangan nasional. Berdasarkan hal ini maka perlu dicari bahan yang
dapat menggantikan terigu pada produk pangan yang menggunakan terigu sebagai
bahan baku. Tepung dan pati selain gandum seperti tepung dan pati beras, jagung,
ubi jalar dan ubi kayu jika diolah menjadi roti mempunyai kelemahan karena
kekurangan protein gluten, sehingga dihasilkan roti dengan tekstur yang keras.
Formulasi campuran tepung dan pati dari beras, ubi kayu, kentang dengan tepung
kedelai dan penambahan hidrokoloid seperti gum xanthan dengan komposisi
tertentu akan menghasilkan tepung komposit yang dapat digunakan sebagai
pengganti terigu dalam pembuatan produk pangan yang berbahan baku terigu
seperti roti. Roti yang dihasilkan dapat dimanfaatkan bagi bukan saja bagi orang
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik fisik, kimia dan
sensori roti dari tepung komposit berbahan dasar tepung beras, tepung ubi kayu,
pati kentang, tepung kedelai dan xanthan gum.
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini berguna untuk mendapatkan data penyusunan skripsi sebagai
salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana teknologi pertanian di Fakultas
Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, untuk mendapatkan roti berbahan
baku lokal yang dapat digunakan dalam pengolahan pangan secara luas serta
sebagai sumber informasi ilmiah dan rekomendasi, baik bagi pemerintah maupun
pihak industri untuk menggunakan bahan baku lokal sebagai salah satu upaya
dalam menunjang ketahanan pangan nasional melalui diversifikasi pangan
sehingga mendorong munculnya produk-produk yang lebih beragam yang dapat
meningkatkan nilai jualkomoditas produk lokal dan meningkatkan pendapatan
petani di Indonesia.
Hipotesa Penelitian
Perbedaan perbandingan formulasi campuran tepung beras, tepung ubi
kayu, tepung kedelai, pati kentang dan tepung terigu dan konsentrasi xanthan gum
serta interaksi antara kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap karakteristik fisik