• Tidak ada hasil yang ditemukan

Relasi Kekuasaan Dalam Pengelolaan Dana Desa di Desa Purba Dolok Kecamatan Parmonangan Kabupaten Tapanuli Utara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Relasi Kekuasaan Dalam Pengelolaan Dana Desa di Desa Purba Dolok Kecamatan Parmonangan Kabupaten Tapanuli Utara"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Untuk menjelaskan relasi kekuasaan dalam pengelolaan dana desa di desa Purba Dolok, maka penelitian ini menggunakan beberapa konsepdan teori sebagai bingkai analisis atas fakta atau fenomena sosial yang terjadi berkaitan dengan topik penelitian. Penggunaan konsep dan teori disesuaikan dengan pilihan paradigma penelitian oleh peneliti. Hal ini dimaksudkan untuk memperjelas posisi peneliti dalam penelitian yang dilakukan.

Berkaitan dengan topik penelitian ini, penulis mengeksplorasi sejumlah konsep dan teori antara lain : teori kubus kekuasaan (power cub), konsep kekuasaan Max Weber, teori modal (capital) menurut Bordiue, relasi kekuasaan menurut beberapa ahli dan sistem kekuasaan pemerintahan desa. Lebih jelasnya, uraian batasan teori dan konsep sebagaimana telah disebutkan akan dipaparkan pada bagian berikut tulisan ini.

2.1. Teori Kekuasaan Max Weber

Sejarah umat manusia membuktikan bahwa tidak ada masyarakat tanpa kekuasaan, dan tidak ada kekuasaan tanpa masyarakat. Kehadiran kekuasaan dalam masyarakat demikian penting sehingga tanpa kekuasaan dunia seolah tidak berguna bagi manusia. Tetapi sebaliknya kekuasaan juga membawa dampak buruk yang sering dikaitkan dengan kekejaman, diktator, kekerasan, totalitarianisme, dan lain sebagainya.

(2)

termasuk kategori relasi sosial yang menunjukkan adanya hubungan antara dua pihak baik individu maupun kelompok (Hendropuspito, 1989 : 115). Namun harus dipahami bahwa relasi tersebut bukanlah relasi biasa melainkan mempunyai unsur yaitu unsur memaksa oleh pihak yang berkuasa.

Max Weber (dalam Sahid, 2011 : 33) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan kesempatan seseorang atau sekelompok orang untuk menyadarkan masyarakat akan kemauannya sendiri dengan sekaligus menerapkannya terhadap tindakan-tindakan perlawanan dari orang-orang atau golongan-golongan tertentu. Sedangkan Harold D. Laswell (dalam Budiarjo, 2008 : 60) mengatakan bahwa kekuasaan merupakan suatu hubungan di mana seseorang atau sekelompok orang dapat menentukan tindakan seseorang atau kelompok lain ke arah tujuan dari pihak pertama. Adapun Damsar (2010 : 65) mengatakan bahwa kekuasan merupakan suatu kemampuan untuk menguasai atau memengaruhi orang lain untuk melakukan sesuatu atau kemampuan untuk mengatasi perlawanan dari orang lain dalam mencapai tujuan, khususnya untuk mempengaruhi perilaku orang lain.

Untuk menganalisis jenis kekuasaan yang terdapat dalam masyarakat desa Purba Dolok, peneliti akan menggunakan teori kekuasaan yang dikemukakan oleh Max Weber. Max Weber sebagaimana dikutip dari Damsar (2010 : 69) membagi kekuasaan dalam tiga tipe, yaitu :

(3)

memberi manfaat ketentraman pada warga.Weber membedakan kekuasaan tradisional menjadi tiga yaitu gerontokrasi, patriarkalisme dan patrimonial. Kekuasaan gerontokrasi merupakan kekuasaan yang terdapat pada golongan tua dalam suatu masyarakat. Kekuasaan patriarkalisme merupakan kekuasaan yang terdapat pada suatu satuan kekerabatan yang dipegang oleh seorang individu tertentu yang memiliki otoritas warisan. Sedangkan kekuasaan patrimonial merupakan kekuasaan yang diperoleh oleh keluarga pemimpin.

b. Kekuasaan kharismatik. Tipe kekuasaan yang keabsahannya berdasarkan pengakuan terhadap kualitas istimewa dan kesetiaan kepada individu tertentu serta komunitas bentukannya, tipe ini di miliki oleh seseorang karena kharisma kepribadiannya. Kekuasaan tipe ini akan hilang atau berkurang apabila yang bersangkutan melakukan kesalahan fatal atau dapat hilang apabila pandangan atau paham masyarakat berubah.

(4)

melainkan kepada lembaga yang bersifat impersonal.

2.2. Relasi Kekuasaan

Kekuasaan senantiasa ada di dalam setiap masyarakat, baik yang masih sederhana maupun yang sudah kompleks susunannya. Akan tetapi meskipun selalu ada, kekuasaan tidak dapat dibagi rata kepada semua anggota masyarakat (Soemardjan & Soelaeman, 1964 : 337). Oleh karena pembagian kekuasaan yang tidak merata tersebut maka timbul makna pokok dari kekuasaan yaitu kemampuan untuk mempengaruhi pihak lain menurut kehendak yang ada pada pemegang kekuasaan.

Adanya kekuasaan tergantung dari hubungan antara yang berkuasa dan yang dikuasai, atau dengan kata lain antara pihak yang memiliki kemampuan untuk melancarkan pengaruh dan pihak lain menerima pengaruh tersebut. Kekuasaan terdapat di semua bidang kehidupan, kekuasaan mencakup kemampuan untuk memerintah dan juga untuk memberi keputusan-keputusan yang secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi tindakan-tindakan pihak lain. Berry (2003 : 205) mengatakan bahwa kekuasaan bukanlah kekuatan yang bersifat fisik, tetapi terutama menunjukkan suatu relasi atau hubungan. Relasi kekuasaan merupakan suatu bentuk hubungan sosial yang menunjukkan hubungan yang tidak setara, hal ini disebabkan dalam kekuasaan terkandung unsur pemimpin. Coleman (2008 : 79) mengatakan bahwa relasi kekuasaan satu pelaku atas pelaku lain dapat terjadi ketika seorang individu memiliki hak untuk mengontrol tindakan-tindakan tertentu dari individu lainnya.

(5)

1989:115). Namun harus dipahami bahwa relasi tersebut bukanlah relasi biasa melainkan mempunyai unsur yaitu unsur memaksa oleh pihak yang berkuasa. Hak milik kebendaan dan kedudukan adalah sumber kekuasaan. Untuk menganalisis relasi kekuasaan dalam penelitian ini akan diajukan beberapa pertanyaan mendasar seperti siapa yang memiliki kekuasaan atau dari mana kekuasaan itu bersumber, bagaimana kekuasaan beroperasi atau dengan cara apa kekuasaan itu dioperasikan oleh aktor-aktor dalam masyarakat.

Sifat hakikat kekuasaan dapat terwujud dalam hubungan yang simetris dan asimetris (Soekanto, 2012 : 232). Masing-masing hubungan dapat terwujud dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat diperoleh gambaran sebagai berikut.

Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Hakikat Kekuasaan

No Kekuasaan Asimetris Kekuasaan Simetris

1 Popularitas Hubungan persahabatan

2 Peniruan Hubungan sehari-hari

3 Mengikuti perintah Hubungan yang bersifat

ambivalen

4 Tunduk pada pemimpin formal dan informal Pertentangan antara mereka yang sejajar kedudukannya

5 Tunduk pada seorang ahli

6 Pertentangan antara mereka yang tidak sejajar kedudukannya

(6)

2.3. Modal Dalam Kekuasaan

Aktor hadir dalam suatu arena atau ruang kekuasaan bukan tanpa bekal yang memampukan dirinya untuk bersaing dalam perebutan posisi maupun taruhan yang ada pada arena atau ruang tersebut. Aktor memiliki modal yang darinya praktik bisa dimungkinkan. Modal menurut Bourdieuadalah sekumpulan sumber kekuatan dan kekuasaan yang benar-benar dapat digunakan. Istilah modal dipakai Bourdieu untuk memetakan hubungan-hubungan kekuatan dan kekuasaan dalam masyarakat. Dalam istilah lain, Surbakti (1984 : 34) menyebut hal ini sebagai sumber kekuasaan yang menjadikan seseorang atau individu atau sekelompok orang berkuasa atas orang lain.

Secara rinci Bourdieu (dalam Adib, 2013) menggolongkan modal ke dalam empat jenis yakni modal ekonomi, modal budaya, modal sosial dan modal simbolik.

1. Modal ekonomi mencakup alat-alat produksi (mesin, tanah, buruh), materi (pendapatan dan benda-benda), dan uang. Modal ekonomi sekaligus juga berarti modal yang secara langsung bisa ditukar dan dipatenkan sebagai hak milik individu. Modal ekonomi merupakan jenis modal yang relatif paling independen dan fleksibel karena modal ekonomi secara mudah bisa digunakan atau ditransformasikan ke dalam arena atau ruang lain serta fleksibel untuk diberikan atau diwariskan pada orang lain.

(7)

pengetahuan, informasi dan keahlian bisa memiliki pengaruh pada pihak lain, termasuk para pembuat dan pelaksana keputusan publik.

3. Modal sosial atau jaringan sosial yang dimiliki pelaku (individu atau kelompok) dalam hubungannya dengan pihak lain yang memiliki kuasa. Modal sosial memungkinkan terjadinya simpul kekuasaan antar berbagai aktor dalam arena atau ruang kekuasaan. Dengan modal sosial dapat diidentifikasi individu atau kelompok mana yang mendominasi dalam kekuasaan yang disebabkan oleh kuatnya jaringan sosial yang dimiliki. 4. Modal simbolik yaitu segala bentuk prestise, status, otoritas dan legitimasi

yang terakumulasi.Seseorang atau sekelompok orang yang memiliki pengaruh terhadap orang lain karena norma sosial yang berlaku mengharuskan masyarakat patuh, dalam hal ini raja, tokoh adat, tokoh agama dan lain sebagainya. Popularitas atau pribadi yang terkenal, jabatan atau posisi sosial yang ada pada diri seseorang memungkinkannya untuk memiliki modal simbolik yang besar.

(8)

menempati posisi hirarki sebagai kelas menengah; yang tidak menguasai satu modal pun menempati posisi hirarki terendah.

Dalam bangun teoritiknya, Bourdieu sering menggunakan istilah kuasa simbolik. Istilah tersebut digunakan Bourdieu untuk menjelaskan proses reproduksi sosial yang melibatkan aktor-aktor dalam suatu arena atau ruang sebagaimana Jhon Gaventa menyebut dalam teori kubus kekuasaan. Masing-masing aktor memiliki modal yang berlainan, namun saling berkontestasi antara satu sama lain. Kuasa simbolik adalah adalah kuasa untuk mengubah dan menciptakan realitas, yakni mengubah dan menciptakannya sebagai sesuatu yang diakui, dikenali, dan juga sah. Kuasa simbolik untuk membuat orang melihat dan percaya, untuk memperkuat atau mengubah cara pandang terhadap dunia dan bagaimana mengubah dunia itu sendiri.

2.4. Teori Kubus Kekuasaan (Powercube)

Teori kubus kekuasaan dicetuskan oleh John Gaventa (Wigraheni, dkk, 2014)

(9)

Dalam teori kubus kekuasaan, kekuasaan dipahami sebagai kontrol seseorang atau kelompok terhadap orang atau kelompok lainnya, dan sebuah kerangka pemikiran untuk menganalisis tiga dimensi kekuasaan, yaitu level (wilayah-wilayah interaksi), ruang, dan bentuk (dimensi-dimensi kekuasaan). Teori kubus kekuasaansendiri memudahkan kita melihat dan memetakan hal-hal yang berperan dalam kekuasaan, para aktor di dalamnya, persoalan, dan situasi yang melatarbelakanginya, bahkan memungkinkan untuk melakukan perubahan secara tepat dan evolusioner. Dengan demikian, pandangan teori kubus kekuasaan akan difokuskan pada ruang-ruang yang telah dibuat baik oleh pemerintah desa Purba Dolok maupun masyarakat secara umum.

Gambar 2.1 Ilustrasi Kubus Kekuasaan

(10)

komunitas politiktertentu. Kekuasaan yang disimbolkan dengan bentuk kubus masing-masing sisi kubus saling berhubungan satu sama lain.

Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa untuk menjelaskan relasi kekuasaan yang terjadi pada level atau wilayah-wilayah kekuasaan, dapat dianalisis dengan melihat ruang (spaces) yang diciptakan oleh para aktor. Ruang dilihat sebagai peluang, momen, dan wahana yang dapat mempengaruhi kebijakan kebijakan, wacana, keputusan-keputusan. Gaventa (dalam Fahmid, 2011) menjelaskan bahwa terdapat tiga jenis ruang (spaces) yang memungkin kita dapat melihat dan menganalisis relasi kekuasaan yang terjadi, yaitu sebagai berikut :

1. Ruang tertutup (closed) adalahruang yang dibuat oleh sekelompok aktor atau elite yang difungsikan untuk mengambil keputusan tanpa melibatkan pihak lain tanpa ada keinginan untuk membuka lebih luas ruang tersebut untuk membuka kemungkinan masuknya pihak lain atau partisipan secara lebih luas. Keputusan dibuat oleh sekelompok aktor di belakang “pintu tertutup”, tanpa mencoba untuk membuka sebuah proses yang lebih inklusif. Dalam kacamata pemerintah, cara lain untuk memahami ruang ini adalah sebagai ruang yang diberikan kepada elit (baik itu birokrat, ahli atau wakil-wakil terpilih) yang membuat keputusan dan memberikan pelayanan kepada masyarakat, tanpa harus perlu lebih luas untuk melakukan konsultasi dan adanya partisipasi masyarakat.

(11)

memutuskan sesuatu (NGO, donor, sektor swasta, kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat dll). Ruang “diundang” ini mungkin diatur sedemikian rupa dan kegiatan tersebut dilembagakan sebagai bentuk konsultasi.

3. Ruang terciptakan(claim)adalah ruang yang dibangun secara mandiri oleh masyarakat secara umum yang diakibatkan oleh kekecewaan atas ruang-ruang yang tersedia di wilayah mereka untuk berproses keterlibatan atau dibangun secara khusus untuk menyediakan ruang bagi aktifitas mereka sendiri tanpa ada intervensi dari pihak luar. Biasanya ruang semacam ini terbangun akibat mobilisasi rakyat atas persoalan yang tak dapat diselesaikan oleh para pejabat setempat yang bertanggungjawab atas ruang dan proses yang ada. Pada bagian ini, terdapat aktor atau kelompok yang berani mengklaim ruang dengan melakukan perlawanan terhadap penguasa. Ruang ini berkisar dari yang diciptakan oleh gerakan sosial dan forum warga, di mana di ruang ini orang bukan hanya berkumpul tetapi dapat pula untuk berdebat, berdiskusi dan menolak.

Selain itu Gaventa (dalam Yohana, 2015) juga mengatakan bahwadimensi-dimensi yang mempengaruhi relasi kekuasaan khususnya dalam pengambilan keputusan terbagi menjadi tiga jenis yakni sebagai berikut :

(12)

demokratis dan akuntabel dan melayani kebutuhan dan hak-hak masyarakat.

2. Kekuatan tersembunyi (hidden power)adalah kekuasaan yang dikontrol oleh orang-orang tertentu atau institusi yang memiliki power institutions yang menjaga pengaruh mereka melalui pengontrolan terhadap siapa yang dapat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan dan penentuan agenda. Dinamika semacam ini beroperasi pada banyak level kekuasaan, sedikit banyak menafikan dan mengecilkan arti atau nilai dari orang-orang tersisih.

3. Kekuatan tak terlihat (invisible power) merupakan kekuasaan yang paling terdalam dan tidak terlihat. Kekuasaan tak terlihat tersebut mampu membentuk batasan-batasan proses keterlibatan secara ideologis dan psikologis. Dengan demikian, persoalan dan isu-isu tidak hanya dijaga pada meja pengambilan keputusan, tapi juga dari pikiran, dan kesadaran dari para pemain yang terlibat. Dengan mempengaruhi bagaimana masyarakat berpikir tentang tempat mereka di dunia, maka level kekuasaan ini adalah membentuk kepercayaan (beliefs), rasa kedirian (sense of self), dan penerimaan akan status quo (acceptance of the status quo) mendefinisikan apa yang dimaksud dengan “normal”, apa yang dapat “diterima”, dan apa yang dianggap “aman”.

2.5. Program Dana Desa

(13)

Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/kota dan digunakan untuk mendanai penyelenggaraan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan, dan pemberdayaan masyarakat. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan, prioritas penggunaan dana desa diarahkan untuk pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan desa, meliputi :

a. Pembangunan, pengembangan, dan pemeliharaan infrasruktur atau sarana dan prasarana fisik untuk penghidupan, termasuk ketahanan pangan dan permukiman.

b. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana kesehatan masyarakat.

c. Pembangunan, pengembangan dan pemeliharaan sarana dan prasarana pendidikan, sosial dan kebudayaan.

d. Pengembangan usaha ekonomi masyarakat, meliputi pembangunan dan pemeliharaan sarana prasarana produksi dan distribusi.

e. Pembangunan dan pengembangan sarana-prasarana energi terbarukan serta kegiatan pelestarian lingkungan hidup.

Desa dalam perencanaan program dan kegiatan pembangunan desa serta pemberdayaan masyarakat desa, dapat mempertimbangkan tipologi desa berdasarkan tingkat perkembangan kemajuan desa, meliputi:

(14)

b. Desa berkembang, memprioritaskan pembangunan sarana dan prasarana pelayanan umum dan sosial dasar baik pendidikan dan kesehatan masyarakat desa untuk mengembangkan potensi dan kapasitas masyarakat desa.

c. Desa maju dan/atau mandiri, memprioritaskan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yang berdampak pada perluasan skala ekonomi dan investasi desa, termasuk prakarsa desa dalam membuka lapangan kerja, padat teknologi tepat guna dan investasi melalui pengembangan Badan Usaha Milik Desa.

Prioritas penggunaan dana desa untuk program dan kegiatan bidang pemberdayaan masyarakat desa, dialokasikan untuk mendanai kegiatan yang bertujuan meningkatkan kapasitas warga atau masyarakat desa dalam pengembangan wirausaha, peningkatan pendapatan, serta perluasan skala ekonomi individu warga atau kelompok masyarakat dan desa, antara lain :

a. Peningkatan investasi ekonomi desa melalui pengadaan, pengembangan atau bantuan alat-alat produksi, permodalan, dan peningkatan kapasitas melalui pelatihan dan pemagangan.

b. Dukungan kegiatan ekonomi baik yang dikembangkan oleh Badan Usaha Milik Desa atau BUM Desa Bersama, maupun oleh kelompok dan atau lembaga ekonomi masyarakat Desa lainnya.

c. Bantuan peningkatan kapasitas untuk program dan kegiatan ketahanan pangan desa.

(15)

Pemberdayaan Masyarakat Desa (KPMD) dan pengembangan kapasitas Ruang Belajar Masyarakat di desa (Community Centre).

e. Promosi dan edukasi kesehatan masyarakat serta gerakan hidup bersih dan sehat, termasuk peningkatan kapasitas pengelolaan Posyandu, Poskesdes, Polindes dan ketersediaan atau keberfungsian tenaga medis/swamedikasi di desa.

f. Dukungan terhadap kegiatan pengelolaan hutan/pantai desa dan hutan/pantai kemasyarakatan.

g. Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk energi terbarukan dan pelestarian lingkungan hidup.

h. Bidang kegiatan pemberdayaan ekonomi lainnya yang sesuai dengan analisa kebutuhan desa dan telah ditetapkan dalam musyawarah desa.

(16)

2.6. Kekuasaaan Pemerintahan Desa

Dilihat dari posisi desa yang dilematik, pada satu sisi membutuhkan otonomi untuk merealisasikan keaslian dan aspirasi lokal, dan disisi lain harus memperhatikan pusat, dapat dikatakan bahwa kekuasaan pemerintahan desa untuk mengatur wilayahnya sangat besar dan bersifat mutlak. Oleh sebab itu, kontrol menjadi elemen penting untuk memastikan bahwa kekuasaan tidak disalahgunakan dan tidak menjadikan alat bagi penguasa untuk memperdayakan rakyat. Suatu pemerintahan desa yang demokratis adalah pemerintahan yang lahir dari bentukan masyarakat sendiri, dan bukan merupakan hasil rekayasa elit penguasa.

Penyelenggaraan pemerintahan desa merupakan subsistem dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan nasional. Sehingga desa memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakatnya. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa pasal 23 dan 24 dikatakan bahwa pemerintahan desa diselenggarakan oleh pemerintah desa yang mana dalam menyelanggarakan pemerintahan desa, harus berdasarkan asas-asas berikut :

a. Kepastian hukum

b. Tertib penyelenggaraan pemerintahan

c. Tertib kepentingan umum

d. Keterbukaan

e. Akuntabilitas

f. Efektivitas dan efisiensi

g. Kearifan lokal

(17)

i. Partisipatif

Adapun penyelenggara pemerintahan desa ialah sebagai berikut :

a. Kepala Desa, yang mana dalam menjalankan roda pemerintahan kepala desa memiliki beberapa wewenang yaitu sebagai berikut :

1) Memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa

2) Mengangkat dan memberhentikan perangkat desa

3) Memegang kekuasaan pengelolaan keuangan dan aset desa

4) Menetapkan peraturan desa

5) Menetapkan anggaran pendapatan dan belanja desa

6) Membina kehidupan masyarakat desa

7) Membina ketentraman dan ketertiban masyarakat desa

8) Membina dan meningkatkan perekonomian desa serta mengitegrasikannya agar mencapai perekonomian skala produktif untuk sebesar-besarnya kemakmuran masyarakat desa

9) Mengembangkan sumber pendapatan desa

10)Mengembangkan kehidupan sosial budaya masyarakat desa

11)Memanfaatkan teknologi tepat guna

12)Mengoordinasikan pembangunan desa secara partisipatif

13)Mewakili desa di dalam dan diluar pengadilan atau menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan

(18)

c. Badan Permusyawaratan Desa adalah lembaga yang melakukan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil dari penduduk desa berdasarkan keterwakilan wilayahnya. Badan Permusyawaratan Desa mempunyai fungsi yang diatur didalam Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yaitu sebagai berikut :

1) Membahas dan menyepakati rancangan Peraturan Desa bersama kepala desa

2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa 3) Melakukan pengawasan kinerja kepala desa

Selain fungsi, Badan Permusyawaratan Desa juga mempunyai beberapa wewenang yang diatur oleh undang-undang yaitu :

1) Membahas rancangan Peraturan Desa bersama Perbekel

2) Melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Desa dan Peraturan Perbekel

3) Mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian Perbekel 4) Membentuk panitia pemilihan Perbekel

5) Menggali, menampung, menghimpun, merumuskan dan menyalurkan aspirasi masyarakat

6) Menyusun tata tertib BPD

Pambudi, dkk (2003 : 43) mengatakan bahwa pemerintahan desa mengakui ada tiga kuasa yang menjadi kekuatan utama penggerak pemerintahan desa yaitu sebagai berikut :

(19)

persepsi mengenai kekuasaan yang rasional, di mana kekuasaan datang dari rakyat dan karena itu harus dipertanggungjawabkan pada rakyat. b. Parlemen desa adalah badan yang berfungsi dalam skema demokrasi

perwakilan. Posisi parlemen desa sebagai penyampai aspirasi rakyat, dan tidak memiliki otonomi di hadapan rakyat. Parlemen desa juga bukan sebuah badan yang menerima kekuasaan mutlak dari rakyat desa, sebab yang diberikan hanya sebagian, sehingga ketika sewaktu-waktu dirasakan terjadi pengingkaran suara rakyat, maka rakyat bisa menggunakan hak dasarnya.

c. Pemerintahan desa adalah badan eksekutif yang bertugas menjalankan aspirasi rakyat, untuk menjawab masalah dan harapan rakyat.

2.7. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini penulis mencantumkan beberapa hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan masalah yang diteliti. Penelitian tersebut berfungsi sebagai referensi, perbandingan maupun sebagai dasar pemilihan topik. Masing-masing penelitian tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

(20)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi kompromi di antara sumber-sumber kekuasaan, yaitu Kepala Desa dan Kepala BPD selaku si Pukka Huta. Partisipasi dan keterlibatan masyarakat desa tidak telihat dalam melakukan kritik secara keras maupun tindakan-tindakan protes terhadap kepala desa dan badan permusyawaratan desa. Si Pukka Huta yakni Kepala Desa bersekongkol dengan para perangkat desa dan pihak BPD dalam mengambil keputusan serta memanipulasi alokasi dana desa, di sisi lain masalah yang juga muncul di desa yaitu lemahnya akuntabilitas pemerintah Desa Sihopur dalam mengelola Alokasi Dana Desa. Peraturan undang-undang yang telah ada hanyalah sebagai tulisan belaka, yang dalam aplikasinya pemerintahan ditingkat desa tidak sesuai dengan mekanisme yang telah tertulis. Relasi kekuasaan dalam pemerintah desa bersifat sentralistik dan elitis terutama dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian kekuasaaan pembuatan kebijakan serta pengambil keputusan benar-benar terpusat pada elit desa yang dikenal sebagai di si Pukka Huta yaitu kepala desa dan kepala BPD. Elemen-elemen lain yang ada di desa Desa Sihopur juga tidak mempunyai kekuasaan yang signifikan dalam pengambilan keputusan di desa.

(21)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat dominasi kekuasaan oleh Pangulu dalam menyelenggarakan pemerintahan desa cenderung menuju sebuah pola yang melahirkan konsentrasi kekuasaan politik. Ketimpangan kekuasaan antara Pangulu dan Maujana Nagori memungkinkan badan eksekutif desa berjalan sendiri sehingga memungkinkan penggunaan sumber-sumber kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Dari dua hasil penelitian terdahulu yang dijadikan sebagai dasar dan pembanding, terdapat beberapa persamaan sekaligus perbedaan dengan penelitian yang dilakukan di Desa Purba Dolok Kecamatan Parmonangan Kabupaten Tapanuli Utara. Persamaan kedua penelitian terdahulu dengan penelitian ini ialah terletak pada jenis penelitian dan metode pengumpulan data yang digunakan.Adapun perbedaan masing-masing penelitian akan diuraikan sebagai berikut :

1. Perbedaan paling mendasar ialah objek kajian yang memusatkan perhatian pada relasi kekuasaan antar aktor di desa dalam hal pengelolaan sebuah program pembangunan yaitu dana desa. Fokus penelitian terdahulu terletak pada analisis relasi kuasa dalam sistem pemerintahan desa. Sistem dimaksudkan dalam hal ini adalah lembaga pemerintah desa sebagai satu kesatuan.

2. Penelitian terdahulu memandang kekuasaan dari perspektif politik sedangkan penelitian yang dilakukan merupakan penelitian dengan menggunakan perspektif sosiologi.

(22)

relasi kekuasaan juga terdapat sumber-sumber kekuasaan (modal) yang secara sosiologis menjadikan seorang aktor atau individu mampu menjalin relasi dengan aktor lainnya dalam kerangka kekuasaan.

Gambar

Tabel 2.1. Perbandingan Sifat Hakikat Kekuasaan
Gambar 2.1 Ilustrasi Kubus Kekuasaan

Referensi

Dokumen terkait

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan hidayah, taufiq, dan rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

a. Sumber primer adalah sumber data yang memiliki otoritas, artinya bersifat mengikat, meliputi peraturan perundang-undangan, Putusan hakim. 12 Dalam penelitian ini sumber

Wasiat wajibah juga dapat diartikan sebagai suatu pemberian yang wajib kepada ahli waris atau kaum keluarga terutama cucu yang terhalang dari menerima harta warisan karena ibu atau

Resources Resources 19 Résumé Training Internal inspections Sanctions Agreement signed Formation Inspections internes Sanctions Signature d’un accord L’administrateur de groupe

Where is Nakamises Dori as a souvenir or souvenir shopping place typical of Asakusa Termple Japan.. Nakamise dori is famous for its crowded visit and full of foreign tourists who

Perencanaan Tindakan Siklus I, kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu penyususnan perangkat pembelajaran yang meliputi Rencana Pelakanaan Pembelajaran (RPP)

Berdasarkan latar belakang diatas, karena Pantai yang tidak memiliki nilai pasar, maka dapat dilakukan penilaian ekonomi dan metode yang dipilih adalah menggunakan Travel Cost

… gambaran dan uraian situasi bentuk; bagaimana cara memakainya; kapan dan dalam kesempatan apa alat tersebut dimainkan; siapa saja yang boleh memainkannya;