• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Limbah Cair Fermentasi Tempe sebagai Bahan Penggumpal Lateks untuk Memproduksi SIR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Limbah Cair Fermentasi Tempe sebagai Bahan Penggumpal Lateks untuk Memproduksi SIR"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Lateks

Tanaman karet (Hevea Brasiliensis) adalah tanaman yang tumbuh subur

padaiklimtropis. Tanaman ini dapat tumbuh subur pada temperatur rata-rata 80oF

(27oC) dan mengalami penurunan hujan tahunan sebanyak 80 inci (Blackley,

1997).

Karet alam yang berwujud cair disebut lateks. Lateks merupakan suatu

cairan yang berwarna putih atau putih kekuning-kuningan, yang terdiri atas

partikel karet dan bahan non karet yang terdispersi di dalam air (Triwiyoso,dkk.

1995).

Lateks karet alam yang diperoleh dari lateks Hevea brasiliensis

adalahberupa cairan putih seperti susu yang diperoleh dari proses penyadapan

batang pohon karet. Cairan ini mengandung 30-40% partikel-partikel hidrokarbon

karet yang terkandung di dalam serum dan mengandung partikel-partikel seperti

protein, karbohidrat dan lainnya (Ong et al,1998). Sementara itu, menurut

Goutara, et al (1985), lateks merupakan suatu sistem koloid dengan partikel karet

yang dilapisi oleh protein dan fosfolipid yang terdispersi di dalam air.

Lateks segar pada umumnya berupa cairan susu, tetapi kadang-kadang

sedikit berwarna, tergantung dari klon (varietas) tanaman karet. Lateks atau getah

karet terdapat di dalam pembuluh-pembuluh lateks yang letaknya menyebar secara

melingkar di bagian luar lapisan kambium. Lateks diperoleh dengan membuka

atau menyayat lapisan korteks. Penyayatan lapisan korteks tanaman karet dikenal

sebagai proses penyadapan, yaitu suatu tindakan membuka pembuluh lateks agar

(2)

mempengaruhi produksi lateks adalah penyadapan, arah dan sudut kemiringan

irisan sadap, panjang irisan sadap, letak bidang sadap, kedalaman irisan sadap,

frekuensi penyadapan dan waktu penyadapan. Lateks hasil penyadapan dikenal

dengan nama lateks kebun (Junaidi, 1996).

Lateks segar ketika baru disadap dari pohon bersifat sedikit basa atau

netral. Lateks segar dapat dengan cepat berubah menjadi asam akibat kerja

bakteri. Pembentukan asam organik menetralisasi muatan negatif pada partikel

karet dan lateks terkoagulasi secara otomotis. Akan tetapi hal ini harus dicegah,

biasanya dengan penambahan 0,7 % amoniak (Loganathan, 1998).

Telah diketahui bahwa material karet dalam aplikasinya tidak terdiri dari

komponen tunggal. Biasanya, ditambahkan satu atau lebih material dasar

(kompon) yang terdiri atas elastomer bersama dengan pemvulkanisasi, pengisi,

pemplastisasi, antioksidan, pigmen dan lain-lain. Bahan dasar yang diubah

menjadi karet pada campuran diatas terntunya adalah polimer, suatu bahan yang

memiliki massa molekul tinggi. Polimer jenis ini yang telah dikenal dan telah

lama digunakan adalah karet alam. Karet alam terdiri dari rantai linier

cis-1,4-poliisoprena yang bermassa molekul tinggi, yang terjadi secara alami sebagai

partikel koloid yang terdispersi pada lateks dari spesies tanaman tertentu. Sejauh

ini, spesies yang paling penting adalah Hevea brasiliensis. Ketertarikan yang

tinggi pada produksi karet alam terjadi pada akhir abad 19 dan awal abad 20

disebabkan perkembangan industry motor. Dari periode perang dunia I, terjadi

ketertarikan pada produksi karet sintetis sebagai alternatif karet alam. Polimer

karet tersebut dihasilkan dari polimerisasi monomer yang biasanya diperolehdari

minyak tanah (Lovell, 1997).

Faktor-Faktor yang mempengaruhi kualitas lateks yaitu :

1. Iklim

Musim hujan akan mendorong terjadinya prokogulasi, sedangkan musim

(3)

2. Alat-alat yang digunakan untuk penyadapan, pengumpulan, dan pengangkutan.

Peralatan yang digunakan harus bersih untuk menjaga kualitas lateks.

3. Pengaruh pH

Pengaruh pH dapat terjadi karena adanya penambahan asam, basa ataupun

elektrolit sehingga membuat lateks tidak stabil dan menggumpal.

4. Pengaruh jasad renik

Jasad renik yang berasal dari udara maupun dari peralatan yang digunakan akan

menyerang karbohidrat terutama gula yang terdapat dalam serum lateks yang

menghasilkan asam sehingga membuat lateks menggumpal.

5. Pengaruh mekanis

Pengaruh mekanis ini dapat disebabkan oleh proses pengangkutan yang

menyebabkan guncangan-guncangan sehingga partikel akan bertubrukan satu

sama lain yang dapat menyebabkan terpecahnya lapisan pelindung, dan

mengakibatkan penggumpalan (Ompusunggu, 1987).

2.2 Komposisi Lateks

Secara fisiologis lateks merupakan sitoplasma dari sel-sel pembuluh lateks yang

mengandung partikel karet, lutoid, nukleus, mitokondria, partikel Frey Wessling,

dan ribosom. Selain partikel karet, di dalam lateks terdapat bahan-bahan bukan

karet yang berperan penting mengendalikan sifat lateks dan karetnya meskipun

(4)

Apabila lateks Hevea Brasiliensis dilakukan sentrifugasi pada kecepatan 32.000

rpm selama 1 jam, maka akan terbentuk 4 (empat) fraksi :

1. Fraksi Karet

Fraksi karet terdiri dari partikel-partikel karet yang berbentuk bulat dengan

diameter 0,05 – 3 mikron (μ). Partikel karet diselubungi oleh lapisan pelindung yang terdiri dari protein dan lipida dan berfungsi sebagai pemantap.

2. Fraksi Kuning

Fraksi ini terdiri dari partikel-partikel berwarna kuning yang mula-mula

ditemukan oleh Frey Wyssling, sehingga disebut partikel Frey Wyssling. Ukuran

partikel dan berat jenisnya lebih besar dari partikel karet dan bentuknya seperti

bola. Setelah pemusingan dilakukan, partikel Frey Wyssling biasanya terletak di

bawah partikel karet dan di atas fraksi dasar.

3. Fraksi Serum

Fraksi serum juga disebut fraksi C (centrifuge cerumi) mengandung sebagian

besar komponen bukan karet yaitu air, karbohidrat, protein, dan ion-ion logam.

4. Fraksi Dasar

Fraksi dasar biasanya terdiri dari partikel-partikel dasar. Partikel dasarmempunyai

diameter 2 - 5 mikron dan berat jenisnya lebih besar dari berat jenis karet,

sehingga pada saat pemusingan partikel-partikel dasar berkumpul di bagian bawah

(5)

Komposisi lateks segar dari kebun dapat dilihat dalam tabel 2.1sebagai berikut :

Tabel 2.1 Komposisi Lateks Segar dari Kebun

Komponen Komposisi dalam

Lateks Segar (%)

Karet hidrokarbon 36

Protein 1,4

Karbohidrat 1,6

Lipida 1,6

Persenyawaan organik 0,4

Sumber: (Ompusunggu, 1987).

Komposisi lateks dalam karet kering dapat dilihat pada tabel 2.2 sebagai berikut :

Tabel 2.2 Komposisi Lateks dalam Karet Kering

Komponen Komposisi dalam

Lateks Kering (%)

Karet hidrokarbon 92–94

Protein 2,5–3,5

Karbohidrat -

Lipida 2,5–3,2

Persenyawaan organik -

Persenyawaan anorganik 0,1-0,5

Air 0,3–1,0

Sumber: (Ompusunggu, 1987).

2.3 Sifat Lateks

Kualitas dan hasil produk karet alam sangat terkenal dan merupakan dasar

(6)

Secara umum sifat – sifat lateks adalah sebagai berikut :

a. Sifat fisik

1. Warna setelah koagulasi putih hingga coklat.

2. Elatisitas lateks tersebut semakin bertambah setelah vulkanisasi.

3. Larut dalam benzen.

4. Tidak larut dalam air.

5. Sensitif terhadap perubahan temperatur.

6. Bila dipanaskan maka sifat fisiknya akan semakin baik.

b. Sifat kimia

1. Mudah teroksidasi oleh udara

2. Bila dibakar lateks alam akan berubah menjadi CO2 dan H2O

(Yayasan Karet, 1983).

Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia

yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang

bersifat elastis (rubberiness). Karet alam adalah suatu komoditi homogen yang

cukup baik. Karet alam mempunyai daya lentur yang tinggi, kekuatan tensil dan

dapat dibentuk dengan panas yang rendah. Daya tahan karet terhadap benturan,

gesekan dan koyakan sangat baik. Namun, karet alam tidak begitu tahan terhadap

faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi dan ozon. Karet alam juga mempunyai

daya tahan yang rendah terhadap bahan-bahan kimia seperti bensin, minyak tanah,

pelarut lemak (degreaser), pelumas sintetis, dan cairan hidrolik. Karena sifat fisik

dan daya tahannya, karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang

membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban

pesawat terbang, ban truk raksasa dan ban – ban kendaraan) dan produksi – produksi teknik lain yang memerlukan daya tahan yang sangat tinggi

(7)

Sifat – sifat karet alam dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut :

Tabel 2.3 Sifat – Sifat Karet Alam

No. Sifat Parameter

1 Massa jenis (g/cm3) 0,91 – 0,93

2 Indeks bias (nd25) 1,519

3 Kuat tarik 300 – 4000

4 Elongasi (%) 100 -700

5 Modulus tarik (105 psi) 0,025

6 Titik leleh (oC) Tidak tajam (Amorf)

7 Titik transisi gelas (oC) -70

8 Suhu pakai (oC) -50 sampai 80

9 Kekerasan 20 – 100

10 Sifat dinamik Baik

11 Sifat listrik Baik

12 Permanen set Rendah

13 Adhesi Baik

14 Ketahanan cuaca Cukup

15 Ketahanan ozon Rendah

16 Ketahanan minyak/pelarut organik Rendah

17 Ketahanan abrasi Cukup

Sumber: (Studebaker, 1984).

Dari tabel diatas dapat disimpulkan bahwa karet alam mempunyai beberapa

kelebihan dibanding material lain, yaitu mempunyai kekenyalan yang tinggi

dengan kalor yang terjadi rendah, daya rekat cukup tinggi, ketahanan leleh cukup

tinggi, sangat elastis, mempunyai kekuatan tumbuk (Impact Strength) yang baik.

serta kuat tarik yang tinggi. Sedangkan kelemahan karet alam yaitu: relatif dapat

terdegradasi oleh sinar UV dan ozon karena mempunyai ikatan rangkap, serta

(8)

2.4 Penggumpalan Lateks

Penggumpalan lateks merupakan peristiwa perubahan sol menjadi gel. Proses

penggumpalan lateks dapat terjadi dengan sendirinya dan dapat pula karena

pengaruh dari luar seperti gaya mekanis (gesekan), listrik panas, enzim, asam,

maupun zat penarik air. Penggumpalan lateks dari luar atau disengaja untuk

mempercepat proses penggumpalan dan untuk memperoleh koagulum karet

dengan mutu yang lebih baik dengan cara yang lebih efisien dan lebih murah..

Penggumpalan lateks dilaksanakan 3-4 jam setelah penyadapan dilakukan. Untuk

memperoleh hasil karet yang bermutu tinggi, penggumpalan lateks hasil

penyadapan di kebun dan kebersihan harus diperhatikan.

Pembekuan atau koagulasi bertujuan untuk mempersatukan (merapatkan)

butir-butir karet yang terdapat dalam cairan lateks agar menjadi suatu gumpalan

atau koagulum. Perubahan lateks menjadi suatu koagulum membutuhkan bahan

pembeku (koagulan) seperti asam semut atau asam cuka. Lateks segar yang

diperoleh dari hasil penyadapan memiliki pH 6,5.

Proses penggumpalan (koagulasi) lateks terjadi karena muatan partikel

karet di dalam lateks, sehingga daya interaksi karet dengan pelindungnya menjadi

hilang. Partikel karet yang sudah bebas akan bergabung membentuk gumpalan.

Penurunan muatan dapat terjadi karena penurunan pH lateks, dengan menurunkan

pH hingga tercapai titik isoelektrik yaitu pH dimana muatan positif protein

seimbang dengan muatan negatif sehingga elektrokinetis potensial sama dengan

(9)

Adapun hubungan antara pH dan muatan listrik pada lateks dapat dilihat

pada gambar 2.1 sebagai berikut :

Titik Isoelektrik

Daerah stabil

( + )

0 2 4 6 8 10

Daerah stabil

Daerah ( - )

Pembekuan

Gambar 2.1 Hubungan antara pH dan Muatan Listrik Sumber : (Manday, 2008)

Proses penggumpalan karet didalam lateks juga dapat terjadi secara

alamiah akibat aktivitas mikroba. Karbohidrat dan protein lateks menjadi sumber

energi bagi pertumbuhan mikroba dan diubah menjadi asam-asam lemak eteris

(asam formiat, asam asetat dan propionat). Semakin tinggi konsentrasi-

konsentrasi asam tersebut maka pH lateks akan semakin menurun dan setelah

tercapai titik isoelektrik karet akan menggumpal (Manday, 2008).

Kandungan protein yang terdapat dalam lateks segar berkisar antara 1,0 – 1,5 % dan sebagian dari protein tersebut teradsorbsi pada partikel karet, dan

sebagian larut dalam serum. Protein yang teradsorbsi pada permukaan partikel

karet berfungsi sebagai lapisan pelindung, dimana protein akan memberikan

muatan negatif yang mengelilingi partikel karet sehingga mencegah terjadinya

(10)

1

Gambar 2.2. Partikel Karet dengan Lapisan Pelindung dan Molekul air

1. Partikel karet

2. Lapisan fosfolipid dan protein muatan negatif

3. Molekul air

Namun dengan adanya mikroorganisme maka protein tersebut akan terurai

sehingga lapisan pelindung partikel karet akan rusak dan terjadilah interaksi

antara partikel karet membentuk flokulasi atau gumpalan (Safitri, 2009).

Penambahan elektrolit yang bermuatan positif akan dapat menetralkan

muatan negatif, sehingga interaksi air dengan partikel karet akan rusak,

mengakibatkan karet menggumpal. Petani karet sering menggunakan tawas (Al3+)

sebagai bahan penggumpal lateks. Sifat penggumpalan lateks dengan tawas

kurang baik, karena dapat mempertinggi kadar kotoran dan kadar abu karet. Selain

itu semakin tinggi konsentrasi logam dapat mempercepat oksidasi karet oleh udara

yang menyebabkan terjadi pengusangan karet dan PRI menjadi rendah. Pada

pembuatan lump mangkok untuk bahan olah SIR 20 atau SIR 10 penggumpalan

secara alamiah sering dilakukan. Lateks dibiarkan menggumpal selama 24 jam,

kemudian besok harinya dipungut. Lump mangkok harus dideres setiap harinya,

(11)

Beberapa cara penggumpalan lateks dari luar antara lain:

1. Penurunan pH lateks

Penurunan pH lateks dapat dilakukan dengan penambahan larutan asam.

Asam-asam yang banyak digunakan sebagai penggumpal lateks adalah Asam-asam formiat dan

asam asetat. Pada proses ini, pH lateks diusahakan disekitar titik isoelektrik lateks

yaitu 4,4-5,3 dimana muatan positif protein seimbang dengan muatan negatif

sehingga elektrokinetis potensial sama dengan nol.

2. Penambahan larutan elektrolit

Penambahan larutan elektrolit yang mengandung logam seperti Ca2+, Mg2+, Ba2+,

K+, Al3+ kedalam lateks menyebabkan penurunan potensial listrik partikel karet

dan mengakibatkan lateks menggumpal.

3. Penambahan senyawa penarik air

Penggumpalan lateks dengan cara menarik air (dehidrasi) dilakukan dengan

menambahkan senyawa alkohol dan aseton yang dapat mengganggu lapisan

molekul air di dalam lateks. Penggumpalan dengan cara ini jarang dilakukan

karena karet yang dihasilkan memiliki mutu yang kurang baik (Ompusunggu,

1987).

2.5 Struktur Kimia Karet

Polyisoprena adalah gabungan dari unit – unit monomer hidrokarbon C5H8 (isoprene) yang membentuk rantai panjang dan jumlahnya sangat banyak. Karet

alam adalah makro molekul polyisoprenayang bergabung dengan ikatan kepala ke

ekor. Konfigurasi dari polimer ini adalah konfigurasi ”cis” dengan susunan ruang yang teratur, sehingga rumus dari susunan karet adalah 1,4 cis polyisoprena.

(12)

Adapun rumus bangun dari isoprena dan cis 1,4 polyisoprena dapat dilihat

pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 sebagai berikut :

CH3

CH2 C CH CH2

Gambar 2.3 Struktur monomer Isoprena

C = C

CH3 H

CH2 CH

2

n

Gambar 2.4 Rumus bangun cis - 1,4 –Polyisoprena

Sumber: (Stevens, 2001).

”n” adalah derajat polimerisasi yaitu bilangan yang menunjukkan jumlah

monomer dalam rantai polimer. Nilai ”n” dalam karet berkisar antara 3000 – 15000. Viskositas karet berkorelasi dengan nilai ”n”. Semakin besar nilai n akan

semakin penjang rantai molekul karet menyebabkan viskositas mooney semakin

tinggi. Karet yang terlalu keras kurang disukai konsumen, karena akan

mengkonsumsi energi yang lebih besar sewaktu proses vulkanisasi pada

pembuatan barang jadi. Tetapi sebaliknya karet yang viskositas mooney-nya

terlalu rendah juga kurang disukai karena sifat tegangan putus dan perpanjangan

putus menjadi rendah. Adanya ikatan rangkap karbon ( -C=C- ) padas molekul

karet memungkinkan dapat terjadi reaksi oksidasi. Oksidasi karet oleh udara (O2)

terjadi pada ikatan rangkap molekul, sehingga viskositas mooney menurun.

(13)

semakin pendek. Terjadinya pemutusan rantai polimer mengakibatkan sifat Po

dan PRI karet jadi rendah. Oksidasi karet oleh udara (O2) akan semakin lambat

bila kadar antioksidan alam (protein dan lipida) tinggi serta kadar ion – ion logam dalam karet (Ca, Mg, Cu, Fe, Na, Rb dan Mn) rendah (Ompusunggu, 1987).

2.6 Tempe

Tempe adalah makanan hasil fermentasi yang sangat terkenal di Indonesia. Tempe

yang biasa dikenal oleh masyarakat Indonesia adalah tempe yang menggunakan

bahan baku kedelai. Fermentasi kedelai dalam proses pembuatan tempe

menyebabkan perubahan kimia maupun fisik pada biji kedelai, menjadikan tempe

lebih mudah dicerna oleh tubuh. Tempe segar tidak dapat disimpan lama, karena

tempe tahan hanya selama 2 x 24 jam, lewat masa itu, kapang tempe mati dan

selanjutnya akan tumbuh bakteri atau mikroba perombak protein, akibatnya tempe

cepat busuk ( Sarwono, 2005).

Fermentasi adalah perubahan kimia dalam bahan makanan yang

disebabkan oleh enzim dari kedelai yang mengandung enzim lipoksidase.Bahan

pangan umumnya merupakan medium yang baik untuk pertumbuhan berbagai

jenis mikroorganisme (Buckle, 2007).

Selain meningkatkan mutu gizi, fermentasi kedelai menjadi tempe juga

mengubah aroma kedelai yang berbau langu menjadi aroma khas tempe. Jamur

yang berperanan dalam proses fermentasi tersebut adalah Rhizopus oligosporus.

Beberapa sifat penting dari Rhizopus oligosporus antara lain meliputi: aktivitas

enzimatiknya, kemampuan menghasilkan antibiotika, biosintesa vitamin - vitamin

B, kebutuhannya akan senyawa sumber karbon dan nitrogen, perkecambahan

spora, dan penertisi miselia jamur tempe ke dalam jaringan biji kedelai (Kasmidjo,

(14)

Proses fermentasi pembuatan tempe memakan waktu 36 – 48 jam. Hal ini ditandai dengan pertumbuhan kapang yang hampir tetap dan tekstur yang lebih

kompak. Jika proses fermentasi terlalu lama, menyebabkan terjadinya kenaikan

jumlah bakteri, jumlah asam lemak bebas, pertumbuhan jamur juga menurun dan

menyebabkan degradasi protein lanjut sehingga terbentuk amoniak. Akibatnya,

tempe yang dihasilkan mengalami proses pembusukan dan aromanya menjadi

tidak enak. Hal ini terjadi karena senyawa yang dipecah dalam proses fermentasi

adalah karbohidrat (Winarno, 1984).

Tempe segar mempunyai aroma lembut seperti jamur yang berasal dari

aroma miselium kapang bercampur dengan aroma lezat dari asam amino bebas

dan aroma yang ditimbulkan karena penguraian lemak makin lama fermentasi

berlangsung, aroma yang lembut berubah menjadi tajam karena terjadi pelepasan

amonia (Astawan, 2008).

Komposisi kimia dalam 100 gr tempe kedelai dapat dilihat pada tabel 2.4

sebagai berikut :

Tabel 2.4 Komposisi Kimia dalam 100 gram Tempe Kedelai

Komposisi Jumlah

Kaloro (kal) 149,00

Air (gr) 64,00

Protein kasar (gr) 18,30

Lemak (gr) 4,00

Vitamin A (SI) 50,00

Karbohidrat (gr) 12,70

Kalsium (gr) 129,00

Fosfor (mg) 154,00

Vitamin B1 (mg) 0,17

Besi (mg) 10,00

(15)

2.7 Limbah cair tempe

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri

maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang

kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan

karena tidak memiliki nilai ekonomis (Nisandi, 2007).

Proses produksi tempe, memerlukan banyak air yang digunakan untuk

perendaman, perebusan, pencucian serta pengupasan kulit kedelai. Limbah yang

diperoleh dari proses proses tersebut diatas dapat berupa limbah cair maupun

limbah padat. Sebagian besar limbah padat yang berasal dari kulit kedelai, kedelai

yang rusak dan mengambang pada proses pencucian serta lembaga yang lepas

pada waktu pelepasan kulit, sudah banyak yang dimanfaatkan untuk makanan

ternak. Limbah cair berupa air bekas rendaman kedelai dan air bekas rebusan

kedelai masih dibuang langsung diperairan disekitarnya (Anonim, 1989).

Jika limbah tersebut langsung dibuang keperairan maka dalam waktu yang

relatif singkat akan menimbulkan bau busuk dari gas H2S, amoniak ataupun fosfin

sebagai akibat dari terjadinya fermentasi limbah organik tersebut

(Wardoyo,1975). Adanya proses pembusukan, akan menimbulkan bau yang tidak

sedap, terutama pada musim kemarau dengan debit air yang berkurang.

Ketidakseimbangan lingkungan baik fisik, kimia maupun biologis dari perairan

yang setiap hari menerima beban limbah dari proses produksi tempe ini, akan

dapat mempengaruhi kualitas air dan kehidupan organisme di perairan tersebut .

Bahan yang terbuang dalam proses pembuatan tempe yang berasal dari

1000 gram tempe kedelai adalah sebesar 21,9 % yang terdiri dari 8 % kulit, 12,2

% larut dalam proses perebusan dan 1,7 % hilang pada proses inkubasi. Pada

proses pembuatan tempe diperlukan proses perebusan kedelai selama kurang lebih

setengah jam kemudian dilakukan perendaman kedelai selama satu malam dan

(16)

Adapun bagan proses pembuatan tempe dapat dilihat pada gambar 2.3

(17)

Berdasarkan bagan diatas nampak bahwa hampir disetiap tahap pembuatan

tempe menghasilkan limbah. Komposisi kedelai dan tempe yang sebagian besar

terdiri dari protein, karbohidrat dan lemak, maka dalam limbahnya dapat diduga

akan terkandung unsur unsur tersebut.

Hasil analisis kandungan limbah cair tempe dapat dilihat pada tabel 2.5

Tabel 2.5 Hasil Analisis Kandungan Limbah Cair Tempe

No. Parameter Satuan

Keterangan: Tercetak tebal berarti melampaui standart Baku Mutu Limbah Cair.

(18)

Berdasarkan Tabel 2.5 diatas dapat dinyatakan bahwa baik limbah cair

yang berasal dari air rebusan maupun air rendaman kedelai berpotensi untuk

mencemari lingkungan perairan disekitarnya. Suhu limbah cair yang berasal dari

rebusan kedelai mencapai 750C. Apabila setiap hari perairan memperoleh pasokan

limbah cair dengan suhu yangtinggi maka akan membahayakan kehidupan

organisme air. Suhu yang optimum untuk kehidupan dalam air adalah 25 – 300C.Air sungai yang suhunya naik akan mengganggu kehidupan hewan maupun

tanaman air karena kadar oksigen terlarut akan turun bersamaan dengan kenaikan

suhu (Wardhana, 2004).

Tumbuhan air akan terhenti pertumbuhannya pada suhu air dibawah 100C

atau diatas 400C. Terdapat hubungan timbal balik antara oksigen terlarut dengan

laju pernapasan mahkluk hidup. Meningkatnya suhu akan menyebabkan

peningkatan laju pernapasan makhluk hidup dan penurunan oksigen terlarut dalam

air. Laju penurunan oksigen terlarut (DO) yang disebabkan oleh limbah organik

akan lebih cepat karena laju peningkatan pernapasan makhluk hidup yang lebih

tinggi.

2.8 Karet SIR-20

Standar mutu karet bongkah Indonesia tercantum dalam Standar Indonesia Rubber

(SIR). SIR adalah Karet bongkah (karet remah) yang telah dikeringkan dan

dikilang menjadi bandela-bandela dengan ukuran yang telah ditentukan. Karet

SIR-20 berasal dari koagulum (lateks yang sudah digumpalkan) atau hasil olahan

seperti lum,sit angin, getah keeping sisa, yang diperoleh dari perkebunan rakyat

dengan asal bahan baku yang sama dengan koagulum. Prinsip tahapan proses

pengolahan karet SIR-20 yaitu tahapan sortasi bahan baku, tahapan pembersihan

dan pencampuran makro, tahapan peremahan pengeringan, tahapan pengempaan

(19)

Perbedaan SIR 5, SIR 10, dan SIR 20 adalah pada standar spesifikasi mutu

kadar kotoran, kadar abu dan kadar zat menguap yang sesuai dengan Standar

Indonesia Rubber. Langkah proses pengolahan karet SIR 20 bahan baku koagulum

(lum mangkok, sleb, sit angin, getah sisa). Disortasi dan dilakukan pembersihan

dan pencampuran mikro, pengeringan gantung selama 10 hari sampai 20 hari,

peremahan, pengeringan, pengempaan bandela, (setiap bandela 33 Kg atau 35

Kg), pengemasan dan karet SIR-20 siap untuk diekspor (Ompusunggu, 1987).

2.9 Uji Mutu Karet

2.9.1. Plastisitas Awal (Po)

Plastisitas awal (Po) menggambarkan kekuatan karet. Kegagalan pemenuhan

syarat Po dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Bahan baku yang telah

mengalami degradasi akibat perlakuan yang tidak tepat seperti perendaman

didalam air, penggunaan formalin sebagai pengawet lateks kebun dan umur bahan

olah yang terlalu lama dapat menyebabkan nilai Po.

Nilai Po yang rendah juga bias disebabkan oleh adanya pengeringan suhu

yang terlalu tinggi (<1300C) dalam waktu yang lama dan pengeringan ulang karet

yang kurang matang.. Pemeraman juga dapat menyebabkan karet menjadi keras

dengan disertai peningkatan nilai viskositas atau Po, serta penurunan PRI.

Nilai Po crumb rubber juga dipengaruhi oleh karakter bahan baku yaitu lateks

kebun. Jenis bahan penggumpal berpengaruh baik terhadap nilai Po maupun

ketahanan karet terhadap pengusangan (PRI).

2.9.2. Plastisitas Retention Index (PRI)

(20)

tinggi. Oksidasi karet oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet,

yang akan berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbon-karbon sehingga

panjang rantai polimer semakin pendek.

Terputusnya rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat karet menjadi

rendah. Bila nilai PRI diketahui, dapat diperkirakan mudah atau tidaknya karet

mudah menjadi lunak atau lengket jika lama disimpan atau dipanaskan. Hal ini

berhubungan dengan vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar

diperoleh sifat dari barang jadi karet yang lebih kuat. Tinggi rendahnya nilai PRI

dipengaruhi oleh jenis bahan baku yang digunakan dan proses pengolahan karet.

Terdapatnya nilai PRI yang rendah, disebabkan karena terjadinya reaksi oksidasi

pada karet.

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya oksidasi pada karet antara lain

adalah:

a. Sinar Matahari

Sinar matahari mengandung sinar ultraviolet yang menggiatkan terjadinya

oksidasi pada karet apabila bahan baku lateks dan koagulum tekena langsung oleh

sinar matahari, hal ini ditandai dengan mengeringnya kulit permukaan lateks dan

koagulum.

b. Pengenceran lateks dan Koagulum

Pengenceran lateks dengan penambahan air yang terlalu banyak dan perendaman

dengan air yang terlalu lama yang tujuannya untuk mencuci kotoran-kotoran yang

melekat pada koagulum. Hal ini akan menurunkan konsentrasi zat-zat non-karet

didalam lateks seperti terlarutnya asam-asam amino yang berfungsi sebagai anti

oksidasi dan dapat juga berfungsi sebagai bahan pemacu cepat pada pembuatan

(21)

c. Zat-zat pro-oksidasi (tembaga atau mangan)

Kandungan ion-ion log seperti Cu, Mg, Mn, dan Ca berkolerasi dengan kadar abu

didalam analisa karet. Kadar abu diharapkan rendah karena sifat logam tembaga

(Cu) dan mangan (Mn) adalah zat pro-oksidasi yang dalam bentuk ion merupakan

katalis reaksi oksidasi pada karet sehingga dalam jumlah yang melewati batas

konsentrasinya akan merusak mutu karet, sehingga oksidasi dipercepat dan

mengakibatkan nilai PRI karet menjadi rendah.

d. Pengeringan karet

Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet

dikeringkan terlalu lama dan temperatur pengeringan yang dipakai adalah 127oC,

dengan waktu pengeringan 2 - 4 jam tergantung pada jenis alat pengeringan. Nilai

PRI akan turun bila terjadi ikatan silang (Storage Hardening) didalam lateks

kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi

pada pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran-butiran karet

menjadi melendir dan lengket-lengket. Hal ini akan menyebabkan plastisitas karet

Po karet, maka akan merubah nilai PRI karet sehingga menjadi turun

(Omppusunggu, 1987).

Nilai PRI yang tinggi menunjukkan bahwa karet tahan terhadap oksidasi

khususnya pada suhu tinggi, sebaliknya karet dengan nilai PRI rendah akan peka

terhadap oksidasi dan pada suhu tinggi cepat lunak. Faktor utama yang

mempengaruhi nilai PRI adalah perimbangan prooksidan dan antioksidan dalam

karet (Wadah, 1991).

Pengujian ini meiiputi pengujian plastisitas Wallace dari potongan uji

sebelum dan sesudah pengusangan didalam oven. Nilai PRI diukur dari besarnya

keliatan karet mentah yang masih tertinggal apabila sampel karet tersebut

dipanaskan didalam oven selama 30 menit pada suhu 1400C. Nilai PRI adalah

persentase keliatan karet sesudah dipanaskan dan ditentukan dengan alat ukur

(22)

Suhu dan waktu pengusangan diatur sedemikian rupa sehingga dapat

memberikan perbedaan yang nyata dari berbagai jenis karet mentah. Nilai PRI

yang tinggi menunjukkan ketahanan yang tinggi terhadap degadasi oleh oksidasi.

Besarnya nilai plasticity retention index (PRI) dapat dihitung dengan rumus 2.1

sebagai berikut :

Plasticity Retention Index (PRI) =

× 100% (2.1)

dimana :

Pa = plastisitas karet sesudah dipanaskan selama 30 menit (setelah pengusangan )

Po = plastisitas karet sebelum dipanaskan (sebelum pengusangan)

(Kartowardoyo, 1980).

2.9.3. Viskositas Mooney

Viskositas mooney menunjukkan panjangnya rantai molekul karet atau berat

molekul serta derajat pengikatan silang rantai molekulnya. Pada umumnya

semangkin tinggi berat molekul (BM) hidrokarbon karet semakin panjang rantai

molekul dan semakin tinggi tahanan terhadap aliran, dengan kata lain karetnya

semakin viskous dan keras. Apabila berat molekul tinggi maka viskositas

mooneyakan naik sehingga karet menjadi viskous dan keras sehingga energi yang

dibutuhkan untuk melumat karet sangat besar maka akan kurang menguntungkan

maka hal itu tidak dikehendaki oleh konsumen. Sebaliknya apabila viskositasnya

rendah hidrokarbon karet dengan berat molekul yang rendah membutuhkan energi

yang lebih sedikit jumlahnya, tetapi sifat fisika yang dihasilkan kurang baik. Oleh

karena itu karet alam dengan berat molekul yang medium dapat memberikan titik

temu antara energi yang hemat dengan sifat fisika yang unggul.

Pengukuran viskositas mooney dilakukan dengan mooney viskometer,

yaitu berdasarkan pengukuran gesekan rotor pada karet padat yang berfungsi

(23)

dapat berputar.Sebelum rotor dijalankan, dipanaskan 1 menit. Kemudian rotor

dijalankan dan rotor akan berputar. Tenaga yang digunakan untuk memutar rotor

didalam sampel karet dapat dibaca pada skala. Pembacaan dilakukan setelah 5

menit. Bila pada skala tercatat 55, artinya viskositas mooney adalah 55 (ML1+4)

pada suhu 100˚C dengan pengertian satuan sebagai berikut :

M = Mooney

L = Large rotor(rotor ukuran besar)

1 = Pemanasan pendahuluan 1 menit

100˚C = Suhu yang dipakai untuk pengujian

5 = Pembacaan 5 menit setelah rotor dipanaskan dan dijalankan.

Mooney viskometer pada dasarnya adalah alat untuk mengukur aliran

viskositas gesek yang dirancang pada ML (1+4) dengan tingkat ketegangan ±

1,5/detik setelah pemanasan pendahuluan pada suhu 1000C selama 1 menit,

kemudian dilanjutkan periode gesekan selama 4 menit. Pengukuran aliran

dilakukan selama kompresi sederhana pada suhu 1000C.

2.9.4 Kadar Kotoran

Kotoran adalah benda asing yang tidak larut dan tidak dapat melalui saringan 325

mesh. Adanya kotoran didalam karet yang relatif tinggi dapat mengurangi sifat

dinamika yang unggul darl vulkanisat karet alam antara lain kalor timbul dan

ketahanan retak lenturnya. Kotoran tersebut juga mengganggu pada pembuatan

vulkanisat tipis.

Potongan uji untuk penetapan kadar kotoran perlu ditipiskan lagi untuk

memudahkan pelarutan. Potongan uji yang telah digiling ulang, dilarutkan

didalam pelarut yang mempunyai titik didih tinggi, disertai penambahan suatu zat

untuk memudahkan larutnya karet (rubber peptiser). Larutan kotor yang tertinggal

(24)

saringan setelah dikeringkan didalam oven, kemudian ditimbang setelah

didinginkan. Hasil pelaksanaan pengujian yang baik, dapat dilihat dari mudah

bergeraknya kotoran kering didalam saringan .

Kadar kotoran dapat dihitung dengan rumus 2.2 sebagai berikut :

Kadar kotoran = × 100% (2.2)

dimana:

A = bobot saringan + kotoran

B = bobot saringan kosong

C = bobot contoh

2.9.5 Kadar Abu

Abu didalam karet terjadi dari Oksida, Karbonat dan Fosfat dari Kalium,

Magnesium, Kalsium, Natrium dan beberapa unsur lain dalam jumlah yang

berbeda-beda. Abu dapat pula mengandung silicat yang berasal dari karet atau

benda asing yang jumlah kandungannya bergantung pada pengolahan bahan

mentah karet.

Tingginya kadar abu dapat disebabkan beberapa faktor seperti tanah yang

mengandung kalsium tinggi, musim gugur (dimana daun akan membusuk). Kadar

abu ini dapat tinggi akibat perlakukan yang tidak dianjurkan misalnya

penggumpalan lateks dengan menggunakan ammonium sulfat mengakibatkan

kadar abu karet kering tinggi. Faktor pengolahan dapat mempengaruhi kadar abu,

dimana makin besar tingkat pengolahan maka kadar abu semakin rendah,

misalnya lateks yang digumpalkan tanpa pengenceran mempunyai kadar abu yang

lebih tinggi dari pada dengan pengenceran. Dengan kata lain semakin encer lateks

yang digumpalkan maka semakin rendah kadar abu karet yang diperoleh karena

(25)

Abu dari karet memberikan sedikit gambaran mengenai jumlah bahan

mineral didalam karet. Beberapa bahan mineral didalam karet yang meninggalkan

abu dapat mengurangi sifat dinamika yang unggul seperti kalor timbul ( heat build

- up) dan ketahanan retak Ientur (flex cracking resistance) dari vulkanisat karet

slam.

Kadar abu dapat dihitung dengan rumus 2.3 sebagai berikut :

Kadar Abu = × 100% (2.3)

dimana :

A = bobot cawan + abu

B = bobot kosong

C = bobot contoh

2.9.6. Kadar Karet Kering

Kadar karet kering adalah banyaknya kadar karet kering yang terdapat didalam

lateks yang digumpalkan dengan asam, digiling dan kemudian dikeringkan pada

suhu 70oC selama 16 jam atau pada suhu 1000C selama 2 jam. Kadar karet kering

Gambar

Tabel 2.2 Komposisi Lateks dalam Karet Kering
Tabel 2.3 Sifat – Sifat Karet Alam
Gambar 2.1 Hubungan antara pH dan Muatan Listrik Sumber : (Manday, 2008)
Gambar 2.2. Partikel Karet dengan Lapisan Pelindung dan Molekul air
+5

Referensi

Dokumen terkait

Dalam proses pemesanan yang sedang terjadi, marketing di lapangan yang melakukan pencatatan dengan buku untuk menerima order /pesanan dari konsumen/klien.. Selain

tentang Penyelenggaraan Tugas dan Wewenang Gubernur sebagai Wakil Pemerintah di WilayahProvinsi (Berita Negara Republik Indonesia Tahun2011Nomor 342) sebagaimana telah

Kegiatan pemboran tersebut berhubungan dengan masalah-masalah yang disebabkan oleh kondisi yang kompleks di formasi karena tingginya suhu, tekanan.Maka masalah yang dihadapi

(1) Tunjangan alat kelengkapan dan tunjangan alat kelengkapan lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a angka 6 dan angka 7 diberikan

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Daerah Nomor 3 Tahun 2014 tentang Perubahan Bentuk Badan Hukum Perusahaan Daerah Bangun Banua Kalimantan Selatan menjadi

Dengan diadakannya penelitian diharapkan bisa memberikan sumbangsih kepada lembaga atau program studi tersebut untuk lebih mengetahui tingkat bacaan, kapasitas menulis, dan

Berdasarkan persepsi pelanggan Kecamatan Baitussalam yang belum terlayani air bersih PDAM Tirta Mountala, strategi dominan dalam penyediaan air bersih di desa rawan

TEMANG PERUBAHAN ATAS PERATURAN PRESIDEN NOMOR 123 TAHUN 2016 TENTANG PETUNJUK TEKNIS DANA AI,OXASI KHUSUS FISIK.. RENCANA