• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisa Perbandingan Pelat Hollow Pracetak (Hollow Core Slab) Terhadap Pelat Konvensional Dengan Beban Hidup Yang Variatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisa Perbandingan Pelat Hollow Pracetak (Hollow Core Slab) Terhadap Pelat Konvensional Dengan Beban Hidup Yang Variatif"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

I. Umum

Dewasa ini seiring dengan berkembangnya pengetahuan dan teknologi,

pembangunan konstruksi sipil juga semakin meningkat. Hal ini terlihat dari semakin

meningkatnya pembangunan infrastruktur jalan, jembatan maupun gedung-gedung untuk

memenuhi permintaan dan kebutuhan masyarakat. Banyaknya permintaan akan

pembangunan konstruksi menuntut para engineers untuk bekerja dengan cepat namun tetap

menghasilkan bangunan yang aman dengan biaya yang murah.

Pada umumnya beton masih menjadi pilihan yang paling banyak digunakan untuk

konstruksi. Beton dipilih karena memiliki sifat yang sangat kuat menahan beban tekan.

Selain itu beton mudah dibentuk sesuai selera perancangnya. Namun beton juga memiliki

kelemahan yaitu kuat tarik rendah, konstruksinya berat dan untuk mendapatkan beton dengan

mutu yang baik diperlukan pengawasan tersendiri.

Untuk menahan gaya tarik yang terjadi pada beton maka beton diberi baja

tulangan di bagian tepi bawah. Dari sinilah muncul istilah beton bertulang. Beton bertulang

adalah beton yang mengandung batang tulangan dan direncanakan berdasarkan anggapan

bahwa kedua bahan tersebut bekerjasama dalam memikul gaya-gaya. Dalam hal ini tulangan

baja yang bekerja menahan gaya tarik pada penampang.

Beton bertulang memiliki berat sendiri yang besar. Hal ini kurang menguntungkan

untuk bangunan-bangunan dengan bentang yang panjang seperti jembatan karena dimensi

(2)

pondasi dan dimensi pondasinya. Dimensi balok dan pondasi yang besar ini akan

mempengaruhi biaya pekerjaan menjadi semakin mahal.

Bagian tekan

q

bagian tarik bagian retak

(a) Balok dengan beban q (b) balok melengkung

Sebagai pengganti beton bertulang terutama untuk bentang yang panjang telah

dikenal beton prategang. Beton prategang pertama sekali ditemukan pada tahun 1886 oleh

P.H. Jackson dari California, Amerika Serikat. Beton prategang yang dirancang saat itu

menggunakan baja dengan mutu yang rendah sehingga menghasilkan efek rangkak dan susut

pada beton yang dapat mengurangi kekuatan beton prategang. Meskipun sudah dipatenkan

namun penemuan ini masih dianggap gagal. Pada tahun 1888 ahli struktur dari Prancis

memecahkan masalah tersebut dengan cara yang sistematis menggunakan baja mutu tinggi

dan berhasil. Sejak saat itu beton prategang mulai dikenal dan digunakan dalam konstruksi.

Beton prategang erat kaitannya dengan beton pracetak (precast). Beton pracetak

(precast) adalah elemen atau komponen beton tanpa atau dengan tulangan yang dicetak terlebih dahulu sebelum dirakit menjadi bangunan (SNI 03-2847-2002). Masih menurut SNI

03-2847-2002, beton prategang adalah beton bertulang yang telah diberikan tegangan tekan

(3)

Beton bertulang (beton konvensional) maupun beton pracetak, prategang banyak

digunakan untuk struktur bangunan pelat lantai.

Pelat adalah struktur bidang (permukaan) yang lurus, (datar atau tidak

melengkung) yang tebalnya jauh lebih kecil dibanding dengan dimensinya yang lain. Pelat

biasanya memikul beban yang tegak lurus terhadap permukaannya.

Pelat dibagi menjadi dua bagian, yaitu :

1. Pelat satu arah (one way slab)

Pelat persegi panjang dapat dibedakan berdasarkan kondisi perletakannya dan

perbandingan panjang dengan lebar pelatnya (Ly/Lx), yaitu:

 Pelat persegi panjang yang hanya dipikul di kedua tepi yang

berseberangan adalah pelat satu arah yang bertumpu ke arah tegak

lurus tepinya. Pelat ini sering disebut sebagai pelat silindris karena

pelat hanya melengkung pada satu arah.

 Pelat persegi panjang yang disokong di keempat tepinya dan memiliki

perbandingan panjang (Ly) dengan lebar (Lx) lebih besar atau sama

dengan dua disebut pelat satu arah. Pelat ini bertumpu searah

bentangan yang terpendek.

B

L L

(4)

2. Pelat dua arah (two way slab)

Ketika pelat disokong di keempat tepinya dan perbandingan panjang (Ly)

dengan lebar (Lx) kurang dari dua maka pelat tersebut tergolong kepada pelat

dua arah.

Pelat persegi panjang dibedakan atas:

Flat slab : pelat yang tidak memiliki balok diantara kolom-kolomnya

namun memiliki drop panels atau pembesaran pada ujung kolom.

Flat plates atau pelat rata : pelat yang tidak memiliki balok-balok

maupun drop panels di antara kolom-kolomnya.

 Pelat dua arah dengan kolom : yaitu pelat yang memiliki balok diantar

kolom-kolomnya. Jika baloknya lebar dan tipis maka dihubungkan

sebagai gabungan balok-balok.

Waffle slab : pelat yang memiliki rusuk-rusuk di arah bentang panjang

maupun bentang pendek pelat. Pelat jenis ini biasa digunakan untuk

konstruksi dengan bentang yang sangat panjang.

(5)

a. Pelat Konvensional

Pelat konvensional merupakan pelat beton bertulang

yang banyak digunakan sebagai pelat lantai maupun

pelat atap gedung, lantai jembatan maupun lantai

dermaga. Beban yang bekerja pada umumnya

diperhitungkan terhadapa gravitasi yaitu beban mati dan

beban hidup. Beban tersebut mengakibatkan momen lentur sehingga pelat direncanakan

terhadap beban lentur seperti pada kasus balok.

b. Pelat Precast Hollow Core Slab (HCS)

Hollow core slab adalah pelat pracetak,

bagian dari beton prategang dimana kabel

prategang ditarik terlebih dahulu kemudian

beton di cor. Adanya lubang pada pelat

membuat pelat menjadi semakin ringan namun tetap dapat memikul beban-beban yang

bekerja pada pelat. Hal ini membuat hollow core slab menjadi ekonomis sementara

lubang pada pelat ini dapat dimanfaatkan untuk menyembunyikan kabel listrik pada

bangunan.

Ada beberapa kelebihan lain penggunaan hollow core slab yaitu :

a. Mempercepat pekerjaan konstruksi karena perusahaan pembuat beton precast

akan mempersiapkan dan mensimulasikan pengerjaannya di lapangan

sehingga nantinya beton dapat dipasang dengan cepat.

b. Mengurangi penggunaan bekisting dan perancah

(6)

Precast hollow core slab dicetak di pabrik, para produsen harus menyediakan desain hollow core slab sesuai dengan beban hidup yang akan dipikul pelat ditambah

berat sendiri pelat. Beban hidup (live load) pelat yang bervariasi ini disesuaikan dengan

peruntukkan bangunan. Kapasitas beban yang dapat dipikul pelat akan berpengaruh pada

ketebalan pelat, jumlah kabel prestress yang dibutuhkan dan letak kabelnya.

II. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah dalam penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Bagaimana perencanaan dan desain pelat konvensional dan hollow core slab yang

aman terhadap momen dan lendutan akibat beban hidup yang bervariasi.

2. Bagaimana perbedaan harga struktur pelat lantai konvensional dengan hollow core

slab.

III. Tujuan

Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah :

1. Agar mahasiswa dapat mendisain dan merencanakan pelat lantai konvensional

maupun hollow core slab, satu arh maupun dua arah.

2. Untuk membandingkan efisiensi harga antara penggunaan pelat lantai konvensional

dengan hollow core slab.

3. Sebagai referensi bagi mahasiswa maupun pihak-pihak yang berkecimpung dalam

bidang Teknik Sipil seperti konsultan maupun kontraktor dalam mempertimbangkan

(7)

IV. Batasan Masalah

Karena keterbatasan penulis sebagai mahasiswa maka penulis membuat

batasan-batasan dalam tugas akhir ini sebagai berikut :

1. Beban yang diperhitungkan adalah mati dan beban hidup. Beban hidup

yang ditinjau bervariasi yaitu 125 kg/m2, 250kg/m2, 400kg/m2, dan

500kg/m2. Pemilihan beban hidup ini berdasarkan “Pedoman Perencanaan

Pembebanan Untuk Rumah Dan Gedung” dengan mengasumsikan pelat

lantai digunakan untuk rumah tinggal (125 kg/m2), sekolah (250kg/m2),

ruang olahraga (400kg/m2) dan panggung penonton (500kg/m2).

2. Desain hollow core slab jenis flexicor dengan lebar 100 centimeter dan

tanpa topping seperti gambar dibawah ini.

3. Penulis hanya membahas tentang pelat dan tidak membahas hubungannya

dengan balok. Balok dianggap sebagai tumpuan.

4. Pelat konvensional didesain dua arah dan pelat pracetak didesain satu arah.

5. Pelat ditinjau per segmen, artinya untuk pelat dua arah pelat dianggap tidak

menerus.

6. Untuk pelat konvensional menggunakan tumpuan jepit-jepit sementara

(8)

8. Perbandingan kedua pelat merupakan perbandingan tidak sejenis untuk

mendapatkan efisiensi dan efektifitas dari keduanya.

9. Mutu beton, mutu baja dan ketentuan-ketentuan lain dalam desain

ditentukan oleh penulis pada bab berikutnya.

V. Metode Penelitian

Metode penelitian penulis pada tugas akhir ini yaitu:

1. Study literature, menggunakan buku-buku, jurnal maupun bahan ajar (modul) yang

berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pelat lantai beton bertulang dan

pelat lantai pracetak pre-tensioned

2. Study bimbingan, yaitu mengadakan konsultasi dan bimbingan dengan dosen

Gambar

Gambar 1.1 Skema two way slab (Sengupta, Amlan K & Devdas Menon)

Referensi

Dokumen terkait

Tegangan beton pada beban layan dihitung sebagai pengukuran pencapaian atau kemampuan daya layan. Pelat hollow core secara normal di desain tidak mengalami

PERBANDINGAN SISTEM PELAT KONVENSIONAL DAN PRECAST HALF SLAB DITINJAU DARI SEGI WAKTU DAN BIAYA PADA PROYEK MY TOWER APARTEMENT SURABAYA.. DIMAS HARYA WISANGGENI

vii ANALISIS PERBANDINGAN PELAT KONVENSIONAL DENGAN PELAT PRECAST HALF SLAB DITINJAU DARI SEGI WAKTU DAN BIAYA PADA PROYEK RUMAH NEGARA KPP PRATAMA SIDOARJO SELATAN Aditya Bagus

Perbandingan Sistem Pelat Konvensional dan Precast half slab Half Slab Ditinjau Dari Segi Waktu dan Biaya Pada Proyek My Tower Apartement Surabaya.. Institut Teknologi Sepuluh