BAB II
PENJABARAN PRINSIP-PRINSIP GCG DALAM CODE OF GOOD
CORPORATE GOVERNANCE YANG DIKELUARKAN OLEH KOMITE
NASIONAL KEBIJAKAN GOVERNANCE
A. Latar Belakang dan Pengertian Tata Kelola Perusahaan Yang Baik ( Good Corporate Governance/GCG).
1. Latar Belakang Good Corporate Governance ( GCG )
Dalam konteks global, kesadaran akan perlunya diskusi yang lebih mendalam
tentang penerapan tata kelola korporasi muncul sejak terjadinya serangkaian skandal
keuangan yang menimpa perusahaan-perusahaan besar di AS, seperti Enron,
WorldCom, Global Crossing. AS sebagai Negara besar dengan sistem pasar yang
dinamis, yang mampu melakukan fungsi kontrol pada prilaku namajemen serta
regulasi yang kuatpun masih bisa dibobol oleh berbagai praktik kecurangan
manajemen.63
Istilah corporate governance pertama sekali digunakan pada 1970-an ketika terdapat beberapa skandal korporasi yang terjadi di Amerika Serikat dan beberapa
tindakan perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat yang terlibat dalam kegiatan
berpolitik yang tidak sehat dan budaya korupsi. Terjadinya kegagalan perusahaan
berskala besar, skandal-skandal keuangan dan krisis-krisis ekonomi di berbagai
63
Negara, telah membuat banyak perusahaan memusatkan perhatiannya pada
pentingnya penerapan corporate governance.64
Corporate governance dalam arti sempit pada dasarnya berbicara tentang dua aspek yakni governance structure atau board structure dan governance process atau
governance mechanism pada suatu perusahaan. Governance structure adalah struktur hubungan pertanggungjawaban dan pembagian peran diantara berbagai organ utama
perusahaan yaitu pemilik atau pemegang saham, pengawas atau komisaris, dan
pengelola atau direksi atau manajemen. Sedangkan governance process
membicarakan tentang mekanisme kerja dan interaksi aktual diantara organ-organ
tersebut.65 Dengan demikian, tidak ada standar formula GCG yang efektif yang dapat
diterapkan dalam seluruh perusahaan. Karena penerapan sistem GCG akan
disesuaikan dengan keadaan masing-masing perusahaan. Untuk itulah, maka
perusahaan harus memformulasikan standar GCG mereka sendiri berdasarkan
keadaan perusahaan mereka masing-masing dengan tetap mengacu pada standar GCG
yang berlaku di Indonesia dan standar internasional (best practices).66
Secara teoritis konseptual GCG bukan sesuatu yang baru bagi manajemen
korporasi, tetapi di Indonesia konsep ini menjadi fenomena baru dalam tata kelola
64
Jeswald W. Salacuse, hal 70 Dalam Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Good Corporate Governance Perkembangan Pemikiran Dan Implementasinya Di Indonesia Dalam Perspektif Hukum,(Yogyakarta: Kreasi Total Media,2007), hal 61
65
Antonius Alijoyo dan Subarto Zaini, Op.Cit, hal 2.
66
korporasi semenjak pasca krisis tahun 1997.67 Awalnya konsep di Indonesia
diperkenalkan oleh Pemerintah Indonesia dan Internasional Monetary Fund (IMF)
dalam rangka Economy Recovery pasca krisis. GCG merupakan suatu konsep tentang tata kelola perusahaan yang sehat. Konsep ini diharapkan dapat melindungi
pemegang saham (shareholder) dan kreditor agar dapat memperoleh kembali investasinya.68
Dalam kasus krisis Asia, begitu luas kesadaran yang menilai bahwa salah satu
sumber adalah lemahnya tata kelola korporasi. Kebijakan utang yang eksesif dalam
bentuk valuta asing serta pemberian kredit perbankan pada perusahaan dalam
kroninya sendiri adalah hal yang biasa terjadi pada perusahaan di Asia, khususnya
Indonesia, Thailand, dan Korea. Akibatnya, manakala terjadi gejolak pada sistem
financial, perusahaan mengalami kebangkrutan dan menimbulkan efek berantai yang pasif sehingga stabilitas ekonomi makro ikut tumbang.69
Sejalan dengan letter of intent (LOI) yang ditandatangani Pemerintah Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencantumkan jadwal perbaikan
pengelolaan perusahaan-perusahaan di Indonesia, Komite Nasional Kebijakan
Corporate Governance (KNKCG) berpendapat bahwa perusahaan-perusahaan di
67
Nindyo Pramono, Op.Cit, hal.87
68
Ridwan Khairandy dan Camelia Malik, Op.Cit, hal 60
69
Indonesia mempunyai tanggungjawab untuk menerapkan standar Good Corporate Governance yang telah diterapkan di tingkat internasional 70
Menurut laporan World Bank pada 1999, krisis ekonomi di Asia Timur
disebabkan oleh kegagalan sistematik penerapan corporate governance yang berasal dari sistem kerangka hukum yang lemah, standar akutansi dan standar auditing yang
konsiten, praktik perbankan yang buruk, pengawasan board of director yang tidak efektif, serta kurangnya mempertimbangkan hak pemegang saham minoritas.dalam
kajiannya, bank pembangunan Asia menarik kesimpulan bahwa krisis ekonomi yang
menimpa Negara-negara ASEAN adalah terutama akibat sistem corporate governance yangburuk dalam perekonomian.71
Praktik-praktik corporate governance yang kurang terpuji sering ditandai dengan ciri-ciri dewan direksi yang tidak efektif, kontrol internal yang lemah, audit
yang buruk, kurangnya disclosure yang seimbang, dan kurangnya penegakan hukum. Budaya good corporate governance memang harus dimasyarakatkan. Repotnya, praktik-praktik perusahaan yang tercela sering tumpang-tindih dengan masalah
korupsi, kolusi dan nepotisme ( KKN).72
70
Sri Sulistyanto dan Rika Lidyah , Good Corporate: Antara Idealism Dan Kenyataan, modus, ( Jurnal Ekonomi dan Bisnis FE UAJY) vol.14 (1), Febuari 2002 dalam Adrian Sutedi, Good Corporate Governance ,( Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal 56
71
Adrian Sutedi, Good Corporate Governance,( Jakarta: Sinar Grafika, 2011), hal 66
72
Ada beberapa faktor yang menyebabkan krisis ekonomi di Indonesia antara lain :73
a. Menurut Paul Krgman, pertumbuhan ekonomi yang pesat sebelum krisis lebih didorong oleh perttumbuhan investasi bukan karena efisiensi dan inovasi. b. Sebagian besar nilai perusahaan-perusahaan yang tercatat di pasal modal
dikawasan ini adalah overvaluend.
c. Stuktur finasial perusahaan pada dasarnya tidak sehat.
d. Dalam proses penyaluran kredit terjadi praktik mark up. Sehingga pada akhirnya menghancurkan struktur kapitalmitu sendiri.
e. Terjadi konsentrasi ekonomi yang tidak sehat. Data di tahun 1996 menunjukkan bahwa puncak piramida struktur ekonomi hasnya diisi oleh 200 kolongmerat swasta ( yang dimiliki oleh lebih kurang 50 keluarga) dan 100 BUMN besar .
f. Runtuhnya perekonomian Indonesia juga disebabkan oleh tidak adanya good corporate governance didalam pengelolaan perusahaan.
Kelemahan tersebut antara lain terlihat dari minimnya pelaporan kinerja
keuangan dan kewajiban-kewajiban perusahaan, kurangnya pengawasan atas
aktivitas managemen oleh komisaris dan auditor, serta kurangnya insentif eksternal
untuk mendorong terciptanya efesiensi diperusahaan melalui mekanisme persaingan
yang fair.74
Fenomena global, regional, dan domestik membuka mata bahwa membangun
sistem ekonomi yang berkesinambungan, praktik tata kelola korporasi yang baik
tidak bisa ditinggalkan.75
73
Tanri Abeng, “Kelemahan Fundamen Mikro Perekonomian Indonesia”,1999 dalam Adrian Sutedi, Good Corporate Governance, ( Jakarta : Sinar Grafika, 2011), hal 66-68
74
Ibid, hal 68
75
2. Pengertian Good Corporate Governance ( GCG )
Pada dasarnya, tidak ada defenisi baku tentang tata kelola korporasi.
ketiadaan defenisi ini menimbulkan perdebatan yang panjang dan melelahkan.76
Organisasi for Ecomonic Co-Operation and development (OECD) menyatakan GCG adalah “struktur yang olehnya para pemegang saham, komisaris,
dan manajer menyusun tujuan perusahaan dan sarana untuk mencapai
tujuan-tujuan tersebut dan mengawasi kinerja.”77
Menurut Forum for Corporate in Indonesia (FCGI), GCG adalah “seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditor, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka dengan kata lain suatu sistem yang mengatur dan mengendalikan perusahaan.”78
Menurut Cadbury mengatakan bahwa good corporate governance adalah “mengarahkan dan mengendalikan perusahaan agar tercapai keseimbangan antara
kekuatan dan kewenangan perusahaan.”79
Menurut Center for Policy Study (CEPs) mengatakan Good Corporate Governance adalah ‘seluruh sistem yang dibentuk mulai dari hak (right), proses dan pengendalian baik yang ada di dalam maupun diluar manajemen perusahaan.”80
76
Ibid , hal 36
77
Sedarmayanti, Good Governance Dan Good Corporate Governance ( Bandung: Mandar Maju, 2007), hal 53
78
Forum for Corporate in Indonesia ( FCGI), Corporate Governance, FCGI Jilid I, edisi 3, Jakarta 2001, hal 3
79
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 1
80
Ibid
Menurut Nindyo Pramono GCG adalah “suatu sistem pengelolaan
korporasi yang mencerminkan hubungan yang sinergi antara manajemen dan
pemegang saham, kreditor, pemerintah, supplier, dan stakeholders lainnya.”81
Menurut Hasnati GCG adalah “suatu kerangka yang mengatur hubungan internal antar organ yang ada didalam suatu perusahaan. GCG juga mengatur hubungan organ-organ internal dengan pihak ekternal yang mempunyai hubungan dengan, dimana pengaturan terhadap pola hubungan ini akan tercipta suatu perusahaan yang transparan, fair, responsible dan mempunyai akuntabilitas.”82
Menurut Mas Ahmad Daniri GCG adalah “suatu pola hubungan, sistem
dan prosess yang digunakan oleh organ perseroan ( direksi, dewan komisaris, RUPS)
guna memberikan nilai tambah kepada pemegang saham sera kesinambungan dalam
jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan norma yang berlaku.’83
Menurut Ridwan Khairandy dan Camelia Malik GCG merupakan “suatu
konsep tentang tata kelola perusahaan yang sehat. Konsep ini diharapkan dapat
melindungi pemegang saham dan kreditor agar dapat memperoleh kembali
investasinya.”84
Menurut Adrian Sutedi ,Corporate governance dapat diartikan sebagai “suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ perusahaan (Pemegang Saham/Pemilik modal, Komisaris/Dewan Pengawas dan Direksi) untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan
81
Nindy Pramono,Op.Cit, hal 87
82
Hasnati, Peranan Komite Audit Dalam Organ Perseroan Terbatas Dalam Kerangka Good Corporate Governance, FH UI Press, Yogyakarta, 2004, hal 56
83
Mas Ahcmad Daniri, Op.Cit, hal 8
84
kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundang-undangan dan nilai-nilai etika.”85
Menurut Wahyudi Prakarsa GCG adalah “mekanisme administrative yang mengatur hubungan-hubungan antara managemen perusahaan, komisaris, direksi, pemegang saham dan kelompok-kelompok kepentingan ( stakeholders ) yang lain. Hubungan-hubungan ini dimanifestasikan dalam bentuk aturan permainan dan system insentif sebagai kerangka kerja yang diperlukan untuk menentukan tujuan-tujuan perusahaan dan cara-cara pencapaian tujuan-tujuan serta pemantauan kinerja yang dihasilkan.”86
Menurut Mohamad Fajri GCG merupakan “seperangkat sistem dan
struktur yang mengatur perusahaan untuk mencapai tujuan perusahaan dan
pemenuhan serta keseimbangan kepentingan stakeholder.”87
Dari pengetian GCG di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa GCG dalam
perspektif sempit diartikan sebagai mekanisme administrasi yang mengatur
hubungan-hubungan antara manajemen, komisaris, direksi, pemegang saham dan
kelompok-kelompok kepentingan ( stakeholders ) yang lain.88 Dalam hubungan ini, diperlukan aspek-aspek kunci dalam GCG yang meliputi :89
a. Transparansi struktur korporasi dan operasi;
b. Akuntabilitas manajer, direksi dan komisaris kepada pemegang saham;dan c. Tanggungjawab korporasi kepada karyawan, kreditor, pemasok, pelanggan,
komunitas lokal, dan kelompok-kelompok kepentingan yang lain.
Dalam persepktif yang luas GCG dalam pengertian sejauh mana
perusahaan telah dijalankan dengan cara yang terbuka dan jujur demi untuk
85
Adrian Sutedi ,Op.Cit. hal 1
86
Sedarmayanti , Op. Cit, hal 54
87
Mohammad Fajri dan Syarul OA, kisah-kisah GCG Pembelajaran Untuk Mewujudkan GCG Yang Lebih Baik, (Jakarta: Trisakti Governance Center ,2012) hal 18-19
88
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 177
89
mempertebal kepercayaan masyarakat luas terhadap mekanisme pasar,
meningkatkan efesiensi dalam alokasi sumber daya langka baik dalam skala
domestik maupun internasional, memperkuat struktur industri, dan akhirnya
meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat luas. Dalam pengertian
ini aspek-aspek kunci dalam good corporate governance adalah pembangunan legal
dan regulatory framework demi tercapainya praktik-praktik good corporate governance yang dapat membawa manfaat bagi perekonomian dan semua aspek kehidupan masyarakat luas.90
Dari pengertian good corporate governance tersebut di atas setelah disesuaikan dengan kondisi Indonesia maka suatu corporate governance sekurang-kurangnya meliputi objek-objek sebagai berikut :
91
a. Perlindungan stakeholder, seperti perlindungan terhadap pemegang saham minoritas, para pekerja , inverstor, konsumen, lingkungan dan masyarakat. b. Meningkatkan kinerja perusahaan.
c. Mamajemen bisnis dan perusahaan yang efektif.
d. Pengawasan yang itensif terhadap jalannya perusahaan.
e. Hubungan yang baik dan optimal antara pemegang saham, direksi, komisaris dan stakeholders lainnya.
f. Aturan dan panduan prilaku yang jelas antar pelaku perusahaan. g. Fiduciary duties dari pengontrol perusahaan.
h. Proses dan struktur yang efektif dalam rangka mengelola perusahaan. i. Pengambilan keputusan yang efektif dan efesien.
j. Mekanisme kerja yang baik dan pembagian tugas, hak dan tanggungjawab yang seimbang antar pelaku perusahaan.
k. Sistem, hak, proses, pengendalian dan managemen yang baik dari perusahaan.
90
Ardian Sutedi, Op.Cit, hal 178
91
l. Keterkaitan dan atau keterpisahaan antara kepemilikan perusahaan dengan manajemen perusahaan.
GCG merupakan hal yang sangat penting karena GCG adalah aturan atau
ketentuan tentang bagaimana seharusnya pemilik modal, direksi dan dewan komisaris
bertindak dalam menjalankan perusahaan demi kesinambungan perusahaan tersebut
dan kepentingan semua pemangku kepentingan (stakeholder)
3. Tujuan dan Manfaat Good Corporate Governance (GCG)
Penerapan prinsip good corporate governance dalam suatu perusahaan mempunyai dua konsekuensi sebagai berikut :92
a. Konsekuensi ekstern
Penerapan prinsip good corporate governance mempunyai pengaruh terhadap lingkungan ekstern perusahaan. Dalam hal ini, perusahaan haruslah bertindak dan
mengambil keputusan sedemikian rupa sehingga tidak ada stakeholders luar perusahaan yang dirugikan. Karena itu, dalam menjalankan bisnisnya, suatu
perusahaan tidaklah boleh merugikan kepentingan pihak kreditur, maupun
masyarakat dan lingkungannya.
b. Konsekuensi intern
Penerapan prinsip good corporate governance yang mempengaruhi lingkungan intern perusahaan adalah pengaturan dan pengambilan keputusan perusahaan dengan
92
mempertimbangkan kepentingan stakeholders dalam perusahaan. Dalam hal ini, pelaksanaan bisnis dari perusahaan tersebut haruslah memperhatikan kepentingan
pihak pemegang saham mayoritas, pemegang saham minoritas dan karyawan
perusahaan. Berbagai kepentingan pihak-pihak intern tersebut haruslah dilindungi
secara proposional, dimana yang satu tidak boleh merugikan pihak lainnya.
Pelaksanaan prinsip-prinsip good corporate governance bertujuan untuk :93
a. Memaksimalkan nilai perseroan bagi pemegang saham dengan cara meningkatkan prinsip tranparansi, akuntabilitas, kewajaran, dan responsibilitas agar perusahaan memiliki daya saing kuat, baik yang secara nasional maupun internasional, serta menciptakan iklim yang mendukung investasi.
b. Mendorong pengelolaan perseroan secara professional, transparan dan efesien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian dewan komisaris, direksi dan Rapat Umum Pemegang Saham.
c. Mendorong agar pemegang saham, anggota dewankomisaris dan anggota direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perudang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggungjawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan maupun kelestarian lingkungan di sekitar perseroan.
Manfaat GCG ada 2 secara teoritis dan khusus untuk korporasi. Manfaat GCG secara teoritis adalah: 94
a. Meningkatkan kinerja perusahaan melalui terciptanya proses pengambilan keputusan yang baik, meningkatkan efesiensi operasional perusahaan, serta lebih meningkatkan pelayanan kepada stakeholders.
b. Mempermudah diperolehnya dana pembiayaan yang lebih murah dan tidak rigid ( karena faktor kepercayaan ) yang pada akhirnya akan meningkatkan corporate value.
c. Mengembalikan kepercayaan inverstor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.
93
Sedarmayanti , Good Corporate Governance & Good Corporate Governance Edisi Revisi (Bandung ;Mandar Maju, 2012), hal 61
94
d. Pemegang saham akan merasa puas dengan kinerja perusahaan karena sekaligus akan meningkatkan shareholders dan dividen.
Manfaat goodcorporate governance bagi korporasi ;95 1. Memperbaiki komunikasi;
2. Minimalisasi pontesial benturan; 3. Fokus pada strategi utama;
4. Peningkatan dalam produktivitas dan efesiensi; 5. Kesinambungan manfaat ;
6. Promosi citra korporasi ;
7. Peningkatan kepuasan pelanggan; 8. Perolehan kepercayaan investor ; 9. Lebih mudah memperolah modal;
10. Biaya modal ( cost of capital ) yang lebih rendah; 11. Memperbaiki kinerja usaha;
12. Mempengaruhi harga saham; 13. Memperbaiki kinerja ekonomi.
B. Prinsip –Prinsip GCG
Prinsip-prinsip internasional mengenai corporate governance muncul dan berkembang , prinsip-prinsip tersebut mencakup:96
a. Hak-hak para pemegang saham, yang harus diberi informasi dengan benar dan tepat pada waktunya mengenai perusahan dapat ikut berperan serta dalam pengambilan keputusan mengenai perubahan-perubahan yang mendasar atas perusahaan, dan turut memperoleh bagian dari keuntungan perusahaan.
b. Perlakukan sama terhadap para pemegang saham, terutama kepada pemegang saham minoritas dan pemegang saham asing, dengan keterbukaan informasi yang penting serta melarang pembagian untuk pihak sendiri dan perdagangan saham oleh orang ( Insider trading ).
c. Peranan pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan kerja sama yang aktif antara perusahaan serta para pemegang kepentingan
95
Iman Sjahputra Tunggal dan Amin Widjaja Tunggal, Membangun Good Corporate Governance (GCG), Jakarta : Harvarindo, 2002, hal 9
96
dalam menciptakan kekayaan, lapangan kerja dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.
d. Pengukapan yang akurat dan tepat pada waktunya serta transparansi mengenai semua hal yang penting bagi kinerja perusahaan, kepemilikan, serta para pemegang kepentingan ( stakeholder)
e. Tanggung jawab pengurus dalam managemen, pengawasan manajemen serta pertanggungjawaban kepada perusahaan dan para pemegang saham.
Organization for Economic Co-operation and Development (OECD)
menyebutkan bahwa GCG terdiri dari empat prinsip dasar atau code principles, yaitu:97
1. Keadilan atau Kewajaran (Fairness)
Unsur keadilan ( fairness ) dalam suatu corporate governance
menitikberatkan pada perlakuan yang sama antar atau terhadap semua stakeholders
misalnya perlakukan yang adil antara pemegang saham mayoritas dengan pemegang
saham minoritas, atau kesetaraan diantara karyawan perusahaan, antara kreditur,
pelanggan, antara orang dalam (insider) dengan orang luar (outsider) perusahaan, dan lain-lain.98
Usaha mencapai unsur fairness bagi pemegang saham dalam suatu perseroan terbatas dilakukan diantara lain dengan memberikan hak-hak tertentu
97
I Nyoman Tjager, Peralihan Hak Atas Saham Melalui Pemindahbukuan Untuk Meningkatkan Efesiensi Dan Keamanan Transaksi Di Bursa Efek, Disertasi, Yogyakarta:UGM, 2003 Dalam Nindyo Pramono, Bunga Rampai Hkum Bisnis Actual , ( Bandung:PT.Citra Adtya Bakti,2006), hal 97
98
kepada pemegang saham minoritas. Hak-hak pemegang saham minoritas tersebut
adalah:99
a. Hak untuk meminta keterlibatan pengadilan
Sebagai pihak yang terganggu haknya, maka pihak pemegang saham minoritas dapat mengajukan gugatan ke pengadilan untuk minta dipulihkan haknya, baik berupa permohonan ke pengadilan, maupun berupa gugtan (langsung atau tidak langsung), dalam bentuk gugtan pribadi, gugatan derivative dan seyogianya juga gugatan kelompok.
b. Hak untuk melakukan pemeriksaan dokumen perusahaan
Pemegang saham minoritas memiliki hak meminta agar diberikan dokumen perseroan tertentu kepadanya, seperti pembukuan perusahaan, laporan tahunaan, neraca dan lain-lain.
c. Hak untuk mengusulkan dilaksanakannya RUPS
Pemegang saham minoritas juga mempunyai hak untuk mengusulkan agar dilaksanakan Rapat Umum Pemegang Saham jika dia beranggapan adanya hal-hal yang penting untuk diputuskan oleh rapat.
d. Hak untuk mengusulkan agenda tertentu dalam RUPS
Disamping itu, pemegang saham minoritas seyogianya juga mempunyai kewenangan untuk mengusulkan agenda tertentu sesuai kebutuhannya untuk dimasukkan kedalam sala satu mata acara dalam RUPS.
e. Hak untuk minta pengadilan membububarkan perusahaan
Apabila keadaan perusahaan sudah sedemikan parahnya, atau ada pertimbangan-pertimbangan lain, maka pemagang saham minoritas mempunyai hak untuk mengusulkan kepengadilan untuk membubarkan perusahaan tersebut.Terserah kepada pengadilan untuk mempertimbangkan apakah tepat atau tidak terhadap pembubaran perusahaan tersebut.
f. Hak voting dalam sistem voting kumulatif
Dalam sistem voting yang kumulatif, bahkan pihak pemegang saham minoritas mempunyai hak untukbmengusulkan satu atau lebih direksi dan
99
atau komisaris. Misalnya jika direksi tersebut terdiri dari 5 orang , maka pemegang 20% saham dapat mengusulkan satu kandidat direksi dan atau komisaris.
g. Hak berdasarkan kontrak antar pemegang saham
Pihak pemegang saham minoritas dapat juga membuat kontrak dengan pemegang sahamlainnya sehingga pemegang saham minoritas mempunyai kewenangan tertentu dalam perusahaan. Misalnya kontrak yang menyatakan bahwa dividen harus dibagi setiap tahunnya sepanjang perusahaan memperoleh untung.
h. Hak berdasarkan kontrak ikatan jual beli antar pemegang saham
Pihak pemegang saham minoritas dapat membuat kontrak ikatan jual beli dimana dilakukan jual beli dengan syarat-syarat tertentu, wajib atau optional, jika terjadi kejadian-kejadian tertentu, seperti meninggalkan dunia, menjadi tidak cakap berbuat, atau semata-mata salah satu pihak akan keluar dari perusahan bersangkutan.
i. Hak berdasarkan voting trust
Hak dari beberapa pemegang saham untuk menyerahkan sahamnya untuk diurus oleh pihak tertentu sebagai pemegang trust bersama-sama dengan pemegang saham lainnya, sehingga kesatuan antar pemegang saham minoritas tersebut sebagai suatu unit akan lebih mempunyai kewenangan dan bargaining position.
j. Hak berdasarkan proxy
Hak berdasarkan proxy dari pemegang saham minoritas adalah satu atau lebih pemegang saham memberikan kuasa kepada pihak tertentu untuk memungut suara dengan cara tertentu , sehingga pemegang kuasa yang merupakan akumulasi dari beberapa pemegang saham tersebut akan mempunyai kekuatan terhadap suatu voting dalam rapat umum pemegang saham.
k. Hak appraisal
dengan tindakan tertentu dari perseroan, misalnya jika dia tidak setuju terhadap tindakan merger yang akan dilakukan oleh perusahaan.
Tujuan diberikannya hak-hak tertentu kepada pihak pemegang saham
minoritas tersebut, adalah untuk menjaga agar dapat terpenuhinya prinsip majority rule minority protection ini sebagai suatu perwujudan dari prinsip fairness
karenanyanya hak-hak tersebut haruslah dilaksanakan dengan tidak menganggu
kepentingan pihak pemegang saham mayoritas, maupun kepentingan dari pihak
stakeholders lainnya.100
2. Transparansi ( Transparency)
Unsur transparansi dalam suatu corporate governance yang dimaksudkan adalah kepada pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas, dan pihak
stakeholder lainnya mesti diberikan informasi yang layak, akurat dan tepat waktu tentang keadaan perusahaan dan hak-hak pihak pemegang saham, termasuk
pemegang saham minoritas serta hak-hak para pekerja mesti diinformasikan dengan
baik sehingga mereka selalu sadar akan hak-haknya. Pengembangan unsur ini antara
lain dapat dilakukan dengan menyediakan laporan keuangan yang tersedia bagi
pemegang saham serta membangun suatu sistem teknologi informasi dan manajemen
informasi yang baik. Disamping itu, pendayagunaan fungsi corporate secretary juga sangat diperlukan dalam upaya meningkatkan transparansi perusahaan ini.101
100
Ibid, hal 58
101
Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholder yang harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya
untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya,
pengungkapan masalah yang khusus berhubungan dengan kompleksnya organisasi
dari kolongmerat. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan
pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki utang yang
menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan
membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko dan
pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).102
Intinya perusahaan harus meningkatkan kualitas, kuantitas dan frekuensi dari
pelaporan keuangan. Pengurangan dari kegiatan curang seperti manipulasi laporan
(creative accounting ), pengakuan pajak yang salah dan penerapan dari prinsip-prinsip pelaporan yang cacat, kesemuanya adalah masalah krusial untuk menyakinkan
bahwa pengelolaan perusahaan dapat dipertahankan ( sustainable ). Pelaksanaan menyeluruh dengan syarat-syarat pemeriksaan dan pelaporan yang sesuai hukum
yang akan meningkatkan kejujuran dan pengungkapan (disclosure).103
Standar yang dipakai dalam keterbukaan informasi dalam Perseroan Terbatas
adalah bagaimana menterjemahkan dan mengakselesari mitos Informed Layman ke
102
Adrian sutedi, Op.Cit , hal 10
103
dalam prinsip keterbukaan dalam perseroan. Doktrin Informed Layman yang berasal dari dunia pasar modal mengajarkan bahwa standar utama tentang keterbukaan
informasi adalah bahwa informasi yang tersedia harus jelas dan dapat dibaca serta
dimegerti oleh orang biasa. Oleh karena itu prinsip transparansi merupakan salah satu
unsur pokok dalam penerapan GCG dalam suatu perusahaandan penerapan prinsip
GCG dalam suatu perusahaan sudah merupakan kebutuhan mutlak dalam suatu
praktik korporat yang modern.104
Semua prinsip akuntansi yang berlaku umum dapat digunakan sepanjang tidak
menyalahi landasan konseptual dan kerangka dasar penyusunan laporan keuangan.
Bahkan, standar akuntansi dan pelaporan keuangan seperti IFRS dan United States
Generally Accepted Accounting Principles (US-GAAP) karena laporan keuangan
digunakan untuk pengambilan keputusan oleh para stakeholder perseroan. Ada tujuh kelompok pengguna informasi yang ada pada laporan keuangan yang merupakan
stakeholder perseroan. Ketujuh kelompok tersebut adalah:105
a. Investor adalah para penanam modal atau investor yang berkepentingan dengan resiko dan hasil investasi yang mereka lakukan.mereka akan melakukan pemilihan atas alternative apakah mempertahankan investasi yang telah dilakukan atau melepaskan. Biasanya para penanam modal sangat memperhatikan informasi terkait dengan laba bersih perseroan karena akan mempengaruhi deviden yang akan mereka peroleh.
b. Karyawan adalah para pekerja dan serikat pekerja berkepentingan dengan berlangsungnya kontrak kerja mereka dengan perseroan serta kemungkinan
104
Munir Fuady , Op.Cit, hal 60
105
mereka akan peroleh insentif selain upah atau gaji yang mereka peroleh sebagai konsekuensi kinerja dan prestasi yang mereka capai.
c. Kreditur adalah para pemberi pinjaman atau fasilitas kredit berkepentingan dengan kelangsungan hidup dan kemanpuan perseroan dalam melunasi pokok hutang beserta bunganya.
d. Pemasok dan kreditur lainnya. Pada dasarnya para pemasok dan kreditur memiliki keepentingan yang sama, yaitu apakah perseroan akan mampu mempertahankan keberlangsungan hidupnya sehingga akan terdapat keberlangsungan pasokan dan hubungan bisnis. Para pemasok juga tentunya berharap Perseroan dapat melunasi hutangnya apabila perseroan melakukan pembelian dengan kredit.
e. Pelanggan. Perjanjian jangka panjang dengan para pelanggan akan mengakibatkan ketergantungan para pelanggan pada perseroan termasuk keberlangsungan layanan pasca jual yang diberikan oleh perseroan jika ada. Para pelanggan sangat berkepentingan dengan keberlanjutan hubungan bisnis yang telah dilakukan.
f. Pemerintah. Salah satu pemasukan Negara yang paling besar adalah pajak. Pemerintah tentunya sangat berkepentingan dengan adanya pajak dan potensi pajak yang harus dibayar oleh perseroan. Pemerintah sebagai regulator juga sangat berkepentingan terhadap masalah-masalah selain perpajakan, seperti penyediaan lapangan kerja, ekspor dan impor yang dilakukan oleh perseroan dan lain-lain.
g. Masyarakat. Masyarakat baik langsung maupun tidak langsung sangat dipengaruhi oleh krberadaan perseroan. Keberlangsungan hidup perseroan tentunya akan mempengaruhi ketersediaan lapangan kerja dan berputarnya roda perekomonian baik lokal maupun nasional.
3. Akuntabilitas ( Accountability )
Unsur akuntabilitas sebagaimana yang disyaratkan oleh prinsip good corporate governance adalah tanggungjawab organ perusahaan dengan suatu pengawasan yang efektif, yang dilakukan antara lain dengan meningkatan kejelasan
perhitungan laba rugi perusahaan yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan
pendayagunaan semaksimal mungkin lembaga-lembaga pengawasan internal,
termasuk pendayagunaan lembaga komisaris dan komite audit, serta jika perlu
mengangkat auditor independen, komisaris independen, bahkan direktur
independen.106 Dengan prinsip akuntabilitas ini, keterbukaan informasi khususnya
yang berkenaan dengan keadaan keuangan sangat penting artinya dalam suatu
perusahaan. Untuk dapat dilakukan transparansi terhadap keadaan financial
perusahaan tersebut perhitungan keuangan, pembuatan neraca laba rugi dan
pembukuan haruslah menuruti cara-cara yang dapat dipertanggungjawabkan.107
Banyak perusahaan di Asia dikontrol oleh kelompok kecil pemegang saham
atau oleh pemilik keluarga ( Family-owned ). Hal ini menimbulkan masalah dalam mempertahankan objektivitas dan pengungkapan yang memadai ( Adequate disclosure). Sepertinya pengelolaan perusahaan didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manager perusahaan, yang bertanggungjawab pada pengoperasian
setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan
dereksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan ( oversight ) dengan pengawasan. Di banyak perusahaan, manajemen perusahaan duduk dalam dewan pengurus, sehingga
terdapat kurangnya accountability dan berpotensi untuk timbulnya konflik kepentingan. Komplikasi tambahan berulangnya kesenjangan ( lack ) dalam laporan komisi pemeriksaan keuangan ( audit committee reporting ) kepada dewan dan lemah atau tidak efektifnya sistem kontrol internal. Dalam kasus demikian, hasil akhirnya
106
Munir Faudy , Op.Cit. hal 48
107
(net result ) adalah seperti integritas manajemen yang rendah, etika bisnis yang buruk dan aturan kekuatan daripada aturan hukum.108 Itu sebabnya prinsip mengenai
tanggung jawab manajemen melalui pengawasan efektif berdasarkan keseimbangan
kekuasaan antara manajer, pemegang saham, dewan komisaris, dan auditor,
merupakan bentuk pertanggungjawaban manajemen kepada perusahaan dan
pemegang saham109
4. Tanggung Jawab ( Responsibility)
sangat penting untuk diterapkan.
Unsur responsibility adalah perusahaan haruslah berpegang kepada hukum yang berlaku dan melakukan kegiatan dengan bertanggungjawab kepada seluruh
stakeholder dan kepada masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan pada stakeholder maupun masyarakat.110
Peran pemegang saham harus diakui sebagaimana ditetapkan oleh hukum dan
kerja sama aktif antara perusahaan serta pemegang kepentingan dalam memciptakan
kekayaan, lapangan kerja, dan perusahaan yang sehat dari aspek keuangan.111
108
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 11-12
109
Sedarmayanti , Good Governance & Good Corporate Governance ,(Bandung: Mandar Maju, 2007), hal 56
110
Munir Faudy, Op.Cit, hal 48
111
Sedarmayanti , Op.Cit, hal 56
Prinsip
ini diwujudkan dengan kesadaran bahwa tanggung jawab merupakan konsekuensi
logis dari adanya wewenang; menyadari akan adanya tanggung jawab sosial;
etika; memelihara lingkungan bisnis yang sehat.112 Yang ditekankan prinsip
responsibilitas adalah perusahaan haruslah berpengang kepada hukum yang berlaku
dan melakukan kegiatan dengan bertanggung jawab kepada seluruh stakeholder dan kepada masyarakat, dengan tidak melakukan tindakan-tindakan yang merugikan para
stakeholder maupun masyarakat tersebut.Untuk dapat mencapai sasaran dari prinsip reponsibilitas tersebut sangat diperlukan tanggung jawab, termasuk kejelasan
tanggung jawab antar organ perusahaan atau tanggung jawab korporasi dengan
tanggung jawab individu.113
C. Kerangka hukum GCG di Indonesia
1. Kerangka hukum GCG di BUMN
Badan Usaha Milik Negara, yang selanjutnya disebut BUMN, adalah badan
usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh negara melalui
penyertaan secara langsung yang berasal dari kekayaan negara yang dipisahkan.114
1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah BUMN yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 % (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
BUMN di Indonesia terdiri dari ;
115
2. Perusahaan Umum, yang selanjutnya disebut Perum, adalah BUMN yang seluruh modalnya dimiliki negara dan tidak terbagi atas saham, yang bertujuan untuk kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan/atau jasa yang bermutu
112
I Nyoman Tjager, Corporate tantangan dan kesempatan bagi komunitas bisnis Indonesia, (Jakarta;Prehallindo), 2003
113
Munir Fuady, Op.Cit, hal 79
114
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
115
tinggi dan sekaligus mengejar keuntungan berdasarkan prinsip pengelolaan perusahaan.116
3. Perusahaan jawatan (Perjan) sebagai salah satu bentuk BUMN memiliki modal yang berasal dari negara. Saat ini hanya TVRI yang merupakan satu-satunya perjan yang dimiliki oleh BUMN. Besarnya modal perjan ditetapkan melalui APBN.
117
Dengan mengelola berbagai produksi BUMN, pemerintah mempunyai tujuan
untuk mencegah monopoli pasar atas barang dan jasa publik oleh perusahaan swasta
yang kuat. Karena, apabila terjadi monopoli pasar atas barang dan jasa yang
memenuhi hajat hidup orang banyak, maka dapat dipastikan bahwa rakyat kecil yang
akan menjadi korban sebagai akibat dari tingkat harga yang cenderung meningkat.118
116
Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang BUMN
117
http://id.wikipedia.org/wiki/Badan_Usaha_Milik_Negara, diakses pada tanggal 10 agustus 2013
118
Ibid
Supaya kekayaan Negara yang dijadikan modal pada perseroan dan atau
Perum serta perseroan terbatas lainnya maka prinsip-prinsip GCG sangat penting
untuk diterapkan dalam BUMN. Pasal 5 ayat 3 dan pasal 6 ayat 3 Undang-undang
BUMN mengatur bahwa dalam melaksanakan tugasnya, anggota Direksi, Komisaris
dan Dewan Pengawas harus mematuhi anggaran dasar BUMN dan peraturan
perundang-undangan serta wajib melaksanakan prinsip-prinsip profesionalisme,
efisiensi, transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, serta
kewajaran. Pasal 20 Undang-Undang BUMN mengatur dibentuknya sekretaris
Perusahaan dan Pasal 70 Undang-Undang BUMN mewajibkan dibentuknya komite
Untuk melaksanakan prinsip GCG pada Perusahaan BUMN , maka Menteri
Negara Badan Usaha Milik Negara mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Badan
Usaha Milik Negara Nomor ; Per-01/MBU/2011 tentang Penerapan Tata Kelola
Perusahaan ( good corporate governance ) pada Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan bahwa BUMN wajib menerapkan peraturan GCG secara konsisten dan
berkelanjutan dengan berpedoman pada Peraturan Menteri ini dengan tepat
memperhatikan ketentuan, dan norma yang berlaku bagi BUMN dan anggaran dasar
BUMN. Peraturan Menteri ini mengatur prinsip-prinsip GCG meliputi:
1. Transparansi meliputi dewan komisaris/dewan pengawas wajib menyampaikan
laporan tentang tugas pengawasan yang telah dilakukan selama tahun buku
yang baru lampau kepada RUPS/Menteri (Pasal 12 ayat 6), dewan
komisaris/dewan pengawas melaporkan BUMN mengenai kepemilikan saham
dan atau keluarganya pada BUMN yang bersangkutan dan perusahaan lain,
termasuk setiap perubahannya (Pasal 12 ayat 9 dan Pasal 19 ayat 4). BUMN
wajib mengungkapkan informasi penting dalam laporan tahunan dan laporan
keuangan BUMN sesuai dengan peraturan perundang-undangan secara tepat
waktu, akurat, jelas dan obyektif serta menyediakan fasilitas untuk akses
informasi mengenai BUMN (Pasal 32 dan Pasal 34.
2. Pasal 22 ayat 1 mengatur syarat akutabilitas, keterbukaan dan tertib administrasi
a. Membuat daftar pemegang saham, daftar khusus, risalah RUPS dan risalah
rapat
b. Membuat laporan tahunan dan dokumen keuangan perusahaan;
c. Memelihara seluruh daftar, risalah dan dokumen keuangan perusahaan dan
dokumen lainnya;
d. Menyimpan ditempat kedudukan perusahaan, seluruh daftar , risalah,
dokumen keuangan perusahan dan dokumen lainnya.
3. Prinsip kewajaran meliputi setiap pemegang saham memiliki saham dengan
klarifikasi yang sama diperlakukan setara dan dilindungi ( Pasal 5 dan Pasal 10)
serta pemegang saham berhak memeriksa daftar pemegang saham, daftar
khusus, risalah RUPS dan laporan tahunan serta mendapat salinan risalah RUPS
dan salinan laporan tahunan (Pasal 22 ayat 2). Untuk karyawan dan calon
karyawan BUMN kesempatan kerja yang sama serta menjamin tersedianya
lingkungan kerja yang bebas dari segala bentuk tekanan (pelecehan) yang
mungkin timbul sebagai akibat perbedaan watak, keadaan pribadi, dan latar
belakang kebudayaan seseorang (Pasal 36 dan Pasal 37) .
4. Prinsip kemandirian tugas dan fungsi direksi dan dewan komisaris/ dewan
pengawas yang tidak dapat didominasi/dicampuri oleh organ perseroan dan
dewan komisaris wajib membentuk komite audit untuk menunjang fungsi
5. Prinsip tanggungjawab meliputi keselamatan kerja dan pelestarian lingkungan
serta menghormati hak-hak pemangku kepentingan (Pasal 36 dan Pasal 38) dan
wajib menyelengaragan fungsi sekretaris perusahaan (Pasal 29).
Prinsip-prinsip GCG tidak hanya termuat dalam UU BUMN dan Peraturan Menteri
saja akan tetapi juga tercermin dalam code of conduct di perusahaan BUMN dimana dalam code of conduct tersebut berisi “Kumpulan prinsip, nilai, standar, atau aturan berperilaku yang menuntun keputusan, prosedur dan sitem dari sebuah organisasi,
untuk (a) Memberi kontribusi bagi kesejahteraan para pemangku kepentingan; dan (b)
Menghargai hak-hak dari setiap pihak yang terkena dampak dari pengoperasi
perusahaan” Dalam konteks yang lebih luas, CoC menjadi sebuah strategi untuk
mencari jalan keluar atas permasalahan yang muncul terkait dengan praktik bisnis
yang sarat dengan aspek korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) baik pada level
individu, organisasi, masyarakat maupun perundang-undangan. Jadi code of conduct
dapat dikatakan sebagai sebuah perangkat ( tool ) dan panduan bagi penerapan praktik bisnis yang beretika.119
2. Kerangka hukum GCG di Perbankan
Yang bertujuan terciptanya GCG dalam perusahaan
BUMN
Lembaga perbankan merupakan inti dari sistem keuangan dari setiap Negara.
Bank adalah lembaga keuangan yang menjadi tempat bagi orang perseorangan,
119
badan-badan usaha swasta, badan usaha milik Negara, bahkan lembaga-lembaga
pemerintahan menyimpan dana-dana yang dimilikinya. Melalui kegiatan perkreditan
dan berbagai jasa yang diberikan, bank melayani kebutuhan pembiayaan serta
melancarkan mekanisme sistem pembayaran bagi semua sektor perekonomian,120
karena bank adalah usaha di bidang keuangan yang menarik dan mengeluarkan uang
di masyarakat, terutama memberikan kredit dan jasa dilalu lintas pembayaran dan
peredaran uang121
Kegiatan yang sangat berisiko dapat membuat kepercayaan masyarakat
hilang. Kepercayaan masyarakat merupakan kata kunci utama bagi berkembang atau
tidaknya suatu bank, dalam arti tanpa adanya kepercayaan dari masyarakat suatu bank
tidak akan mampu menjalankan kegiatan usahanya.
, maka GCG sangat penting diterapkan untuk melindungi semua
pemangku kepentingan.
122
120
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia,(Jakarta:Kencana,2009),hal 7
121
Ibid, hal 7-8
122
Ibid, hal 19-20
Oleh sebab itu,
Undang-Undang Perbankan mengatur ketentuan bahwa bank sebagai lembaga keuangan
dalam melakukan kegiatannya harus menerapankan prinsip kehati-hatian. Pasal 2
Undang-Undang Perbankan mengemukakan bahwa, perbankan Indonesia dalam
melakukan usahanya berasaskan demokrasi ekonomi dengan menggunakan prinsip
kehati-hatian, walaupun tidak ada penjelasannya secara resmi, tetapi kita dapat
mengemukakan bahwa bank dan orang-orang yang terlibat didalamnya, terutama
tugas dan wewenangnya masing-masing secara cermat, teliti, dan profesional
sehingga memperoleh kepercayaan masyarakat.123 Undang-Undang perbankan,
secara prinsip juga mengatur aspek GCG, seperti governance structure, governance process, dan governance outcome. Governance structure yang terdiri atas:124
1. Peningkatan kompetensi dan integritas manajemen perbankan melalui uji kelayakan dan kepatutan terhadap pemilik, pemegang saham pengendali,dewan komisaris, direksi dan pejabat eksekutif bank dalam kegiatan pengelolaan bank. 2. Independesi manajemen bank, dimana para anggota dewan komisaris dan direksi
tidak boleh memiliki hubungan kekerabatan atau memiliki hubungan financial dengan dewan komisaris dan direksi atau menjadi pemegang saham pengendali di perusahaan lain;
3. Dalam standar penerapan fungsi internal audit bank publik, bank diwajibkan untuk menunjuk direksi kepatuhan yang bertanggung jawab atas kepatuhan bank terhadap regulasi yang ada;
Governance process terdiri atas manajemen risiko dan pengendalian internal. Implementasi manajemen risiko mewajibkan bank untuk menerapkan namajemen
risiko. Dan governance outcome, Bank Indonesia juga mengeluarkan beberapa peraturan, antara lain transparansi mengenai kondisi keuangan bank dan peningkatan
peran auditor eksternal. Bank diwajibkan untuk mengungkapkan non-performing loan, pemegang pengendali dan afiliasinya, serta praktik manajemen risiko dalam pelaporan keuangan.125
123
Ibid , hal 18-19
124
Mas Achmad Daniri,” Reformasi Corporate Governance Di Indonesia”, Jurnal Hukum Bisnis, Volume 24, No 3, Tahun 2005, Hal 23
125
Untuk memberikan perlindungan hukum kepada kepentingan nasabah
penyimpan dan simpanannya maka Undang-Undang No 10 Tahun 1998 tentang
Perbankan telah mengatur dalam pasal-pasal sebagai berikut :
1. Pasal 29 ayat 2 yang menyatakan bahwa bank wajib memelihara tingkat
kesehatan bank dan bank wajib melakukan kegiatan usahanya sesuai dengan
prinsip kehati-hatian;
2. Pasal 29 ayat 3 mengemukan bahwa bank dalam memberikan kredit wajib
menempuh cara-cara yang tidak merugikan bank dan kepentingan nasabah yang
mempercayakan dananya kepada bank;
3. Pasal 29 ayat 4 menyatakan bahwa bank wajib menyediakan informasi
mengenai kemungkinan terjadinya risiko kerugian sehubungan dengan transaksi
nasabah yang dilakukan melalui bank;
4. Pasal 11 ayat (1), ayat(2), ayat (3) dan ayat 5 menyatakan bahwa bank
Indonesia menetapkan batas minimum pemberian kredit dimana tidak boleh
melebih 30 % dari modal bank, untuk pihak yang terkait adalah sebesar 20 %
dari modal sedangkan untuk peminjam yang terkait adalah sebesar 10% dari
modal dan pelaksanaan kegiatan tersebut wajib dilaporkan sesuai ketentuan
yang ditetapkan oleh bank indonesia;
5. Pasal 34 dan pasal 35 mengemukakan bahwa bank wajib mengumumkan neraca
dan perhitungan laba rugi sesuai ketetapan bank Indonesia dan bank wajib
6. Pasal 37 mengemukakan bahwa setiap bank wajib menjamin dana masyarakat
yang disimpan pada bank yang bersangkutan, dan untuk menjamin simpanan
masayarakat maka dibentuk lembaga penjamin simpanan
Untuk melaksanakan prinsip GCG pada Perbankan, maka Bank Indonesia
juga mengeluarkan Peraturan Bank Indonesia Nomor 8/4/PBI/2006 tanggal 30
Januari 2006 Tentang Pelaksanaan Good Corporate Governance Bagi Bank Umum yang menyatakan bahwa Bank wajib melaksanakan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan atau jenjang organisasi. Pasal 2 PBI menyatakan Pelaksanaan prinsip-prinsip Good Corporate Governance sekurang-kurangnya diwujudkan dalam:
a. Pelaksanaan tugas dan tanggung jawab Dewan Komisaris dan Direksi Pasal 4 dan Pasal 8, Pasal 19 dan Pasal 25;
b. Kelengkapan dan pelaksanaan tugas komite-komite dan satuan kerja yang menjalankan fungsi pengendalian intern bank Pasal 38 s/d Pasal 46;
c. Penerapan fungsi kepatuhan, auditor internal dan auditor eksternal Pasal 49 s/d Pasal 52;
d. Penerapan manajemen risiko, termasuk sistem pengendalian intern Pasal 53;
e. Penyediaan dana kepada pihak terkait dan penyediaan dana besar Pasal 54 dan Pasal 55;
f. Rencana strategis Bank Pasal 56;
g. Transparansi kondisi keuangan dan non keuangan Bank Pasal 57 PBI.
Pasal 61 PBI menyatakan bahwa:
Bank wajib menyusun laporan pelaksanaan Good Corporate Governance pada setiap akhir tahun buku. Laporan pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana dimaksudpada ayat (1), paling kurang meliputi:
a. cakupan Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) dan hasil penilaian (self assesment) atas pelaksanaan Good Corporate Governance Bank;
Komisaris lain, anggota Direksi dan/atau pemegang saham Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17;
c. kepemilikan saham anggota Direksi serta hubungan keuangan dan hubungan keluarga anggota Direksi dengan anggota dewan Komisaris, anggota Direksi lain dan/atau pemegang saham Bank sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36; d. paket/kebijakan remunerasi dan fasilitas lain bagi dewan Komisaris serta
Direksi;
e. shares option yang dimiliki Komisaris, Direksi, dan Pejabat Eksekutif; f. rasio gaji tertinggi dan gaji terendah;
g. frekuensi rapat dewan Komisaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; h. jumlah penyimpangan (internal fraud) yang terjadi dan upaya penyelesaian
oleh Bank;
i. jumlah permasalahan hukum dan upaya penyelesaian oleh Bank; j. transaksi yang mengandung benturan kepentingan;
k. buy back shares dan/atau buy back obligasi Bank; dan
l. pemberian dana untuk kegiatan sosial dan kegiatan politik, baik nominal maupun penerima dana.
Pasal 62 mewajibkan Bank untuk menyampaikan laporan pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 kepada pemegang saham dan kepada:
a. Bank Indonesia;
b. Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI); c. Lembaga pemeringkat di Indonesia;
d. Asosiasi-asosiasi Bank di Indonesia;
e. Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI); f. 2 (dua) lembaga penelitian di bidang ekonomi dan keuangan;
g. 2 (dua) majalah ekonomi dan keuangan, paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku berakhir.
(2) Bagi Bank yang telah memiliki homepage wajib menginformasikan laporan pelaksanaan Good Corporate Governance sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada
homepage Bank paling lambat 5 (lima) bulan setelah tahun buku berakhir.
3. Kerangka hukum GCG di Pasar Modal
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 menyatakan Pasar Modal adalah
Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang diterbitkannya, serta lembaga
dan profesi yang berkaitan dengan Efek.126 Jadi pasar modal, yakni pasar tempat
dimana diperjualbelikan efek, termasuk saham perusahaan terbuka.127 Karena emisi
saham atau jual beli saham terbilang sangat rumit dan riskan penipuan,128 maka
sangat penting prinsip-prinsip GCG diterapkan dalam pasal modal. Prinsip-prinsip
GCG penting untuk diterapkan dalam suatu perusahaan termasuk pasar modal karena
hal-hal sebagai berikut:129
1. Bahwa pihak investor institusional lebih menaruh kepercayaan kepada perusahaan yang memiliki good corporate governance, bahkan menempatkan prinsip good corporate governance sebagai salah satu kriteria utama, disamping criteria kinerja keuangan dan potensi pertumbuhan.
2. Ada indikasi keterkaitan antara krisis ekonomi di Negara-negara Asia di akhir abad 20 dengan lemahnya penerapan prinsip good corporate governance dalam perusahaan-perusahaan di Negara tersebut. Lemahnya penerapan prinsip good corporate governance di Negara Asia tersebut misalnya terlihat dalam tindakan-tindakan seperti managemen keluarga, berkolusi dengan pemerintah, politik proteksi, intervensi pemerintah, suap menyuap dan lain-lain;
3. Penerapan prinsip good corporate governance sudah merupakan kebutuhan dalam internasionalisasi pasar, termasuk modernisasi pasar financial dan pasar modal, sehingga para inverstor bersedia menanamkan modalnya. Trend seperti ini dengan cepat menyebar di berbagai belahan dunia, sehingga perusahaan-perusahaan besar seperti Soni, Toshiba, Samsung dan lain-lain telah berupaya keras untuk menerapkan prinsip-prinsip GCG tersebut dalam perusahaannya.
4. Prinsip good corporate governance telah memberikan dasar bagi berkembangnya value dari perusahaan yang sesuai dengan lanskap bisnis yang sedang berkembang saat ini yang sangat mengedepankan nilai-nilai kemandirian, transparansi,profesionalisme, tanggungjawab sosial, dan lain-lain.
126
Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 Tentang Pasar Modal
127
Munir Fuady, Pengantar Hukum Bisnis Menata Bisnis Modern Di Era Global, (Bandung:PT. Citra Aditya Bakti,2012), hal 61
128
Ibid , hal 62
129
Pasal 85, pasal 86, pasal 87, pasal 88 dan pasal 89 UUPM mengatur
kewajiban bagi emiten atau perusahaan publik intuk memberikan informasi kepada
publik mengenai keadaan perseroan baik secara berkala, ataupun insidentil dalam hal
terjadinya peristiwa materiil yang menyangkut perusahaan. Keterbukaan bukan saja
merupakan kewajiban bagi perusahaan yang akan dan telah melakukan penawaran
umum, tetapi juga merupakan hak investor. Hanya dengan keterbukaan perlindungan
terhadapan investor dapat dilakukan. Keterbukaan merupakan kewajiban yang mutlak
harus dilaksanakan oleh perusahaan publik. Dengan adanya keterbukaan, maka
investor dapat mengambil keputusan untuk melaksanakan investasi atas efek
perusahaan, baik untuk membeli, menjual, atau menahan efek tersebut. Oleh karena
itu, sebelum emiten melakukan penawaran umum, maka emiten harus melakukan
keterbukaan kepada publik menyangkut segala sesuatu mengenai dirinya.130
Prinsip GCG yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan di bidang
pasar modal sebagai berikut :131
1. Hak dasar pemegang saham
a. Memperoleh metode yang aman dalam pendaftaran pemilik dan pengalihan sahamnya. Pasal 48 dan 49 UUPM serta peraturan No.IV.B.I dan peraturan No. IC.JI memungkinkan pemegang saham memperoleh kenyamanan dan keamanan dalam mendaftarkan saham dengan memperoleh perusahaan melimpahkan sahamnya dengan memperbolehkan perusahan melimpahkan kepemilikan, penyerahan atau penerimaan efek kepada biro administrasi efek( BAE). Dalam peraturan No. IXJ.I angka 11 diatur mengenai tata cara pemindahan hak atas saham harus dibuktikan dengan suatu dokumen yang
130
Hamud M Balfas, Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: PT Tatanusa,2006),hal 166
131
ditandatangani oleh atau nama pihak yang memindahkan hak dan oleh atau atas nama pihak yang menerimanya. BAE bertanggungjawab baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama kepada pemegang efek atas kerugian yang timbul sebagai akibat kelalaiannya dalam melaksanakan tugas.
b. Mendapatkan informasi yang relevan tentang perseroan dengan tepat waktu dan mudah mengenai aturan yang tersebar baik didalam UUPM maupun dalam peraturan pelaksanaannya yang mengatur tentang penyampaian dalam peraturan pelaksanannya dan penyebaran informasi kepada pemegang saham secara tepat waktu dan mudah. Aturan ini terdapat dalam pasal 85-89 UUPM yang mengatur kewajiban emiten atau perusahaan publik untuk memberikan informasi kepada publik atau pemegang saham mengenai keadaan perseroan baik secara berkala maupun insidental dalam hal terjadi peristiwa material yang menyangkut perusahaan. Selain itu, perseroan juga wajib mengumumkan neraca laba rugi yang telah disetujui oleh RUPS kepada publik. Peraturan X.K.1 tentang keterbukaan informasi yang harus segera diumumkan kepada publik, mewajibkan emiten untuk menyampaikan kepasa BAPEPAM dan mengumumkan kepada masyarakat paling lambat hari kerja kedua setelah keputusan atau terjadinya peristiwa atau fakta material yang mungkin dapat mempengaruhi nilai efek, perusahaan, dan keputusan investor. Termasuk dalam kategori informasi atau fakta material antara lain pengabungan usaha, pembelian saham, peleburan usaha, pembentukan usaha patungan, pembelian atau penjualan aktiva yang material dan perubahan dalam pengendalian atau perubahan penting dalam managemen.
c. Partisipasi dalam RUPS dan penggunaan hak suara . dalam peraturan No. IX.E.1. tentang benturan kepentingan transaksi tertentu, peraturan XI.K1. tentang penggabungan, peleburan usaha perusahaan publik atau emiten, dan peraturan No. IX.J.1. diatur bahwa pemegang saham berhak memperoleh kesempatan untuk berpartisipasi dan menggunakan hak suara dalam RUPS serta mendapat informasi tentang tata cara RUPS termasuk penggunaan hak suara.
2. Keterbukaan atau transparansi
maka penyusunan laporan tertentu yang memuat informasi tertentu seperti laporan keungan harus dilakukan oleh pihak independen yang professional.
3. Tugas Pengurusan Perseroan
Direksi dan komisaris harus menjalankan tugasnya dengan penuh tanggung jawab semata-mata hanya demi kepentingan perseroan (fiduciary duty) sesuai dengan UUPT. Bagi pengurus emiten atau perusahaan publik terdapat kewajiban lain seperti memantau atau mengelola konflik potensial antara kepentingan managemen, pengurus, pemegang saham dan penyalahgunaan asset perusahaan, memastikan keabsahaan akuntansi dan sistem pelaporan keuangan termasuk komite audit independen, dan menerapkan sistem kontrol yang tepat untuk memonitor risiko, keuangan dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan serta mengawasi proses keterbukaan dan komunikasi informasi. Komite audit independen di dalam suatu perseroan mempunyai peran penting dan tanggung jawab untuk:
a. Mengkaji laporan keuangan tahunan perusahaan dan memastikan dewan direksi menyetujuinya;
b. Menjaga hubungan dengan auditor eksternal dan internal; dan c. Mengkaji kontrol internal surat-surat manajemen.
Peraturan BAPEPAM melalui Surat Edaran No. SE-03/PM/2000 dalam
kerangka GCG merekomendasikan bahwa setiap emiten dan perusahaan publik harus
memiliki komite audit. Komite audit sekurang-kurangnya terdiri dari 3 orang yang
salah satunya haruslah komisaris independen yang juga berperan sebagai ketua
komite. Ketentuan-ketentuan ini telah diperbaharui melalui surat keputusan ketua
BAPEPAM Kep 41/PM/2003 terutama Peraturan Nomor IX.1.5 tentang pembentukan
dan pelaksanaan kerja komite audit.132
132
Ridwan Kharandy dan Camellia Malik, Op.Cit, hal 133-134
Pasal 80 UUPM yaitu tentang tanggung jawab
atas informasi yang tidak benar dan menyesatkan, dimana komisaris termasuk pihak
yang diancam oleh pasal tersebut, bila ikut menandatangani setiap dokumen yang
pernyataan pendaftaran. Bagi setiap calon emiten yang akan mencatatkan saham di
bursa efek, maka PT Bursa Efek Jakarta, mewajibkan adanya komisaris independen
didalam kepengurusan emiten tersebut.133
D. Komite Nasional Kebijakan Governance
1. Latar Belakang KNKG
Krisis ekonomi yang melanda Asia saat ini menimbulkan debat dan
perenungan yang mendalam terhadap karakter mendasar dari krisis ini,
kesalahan-kesalahan yang telah mendorong terjadinya krisis, seberapa jauh tindakan-tindakan
perubahan dan perbaikan telah membawa hasil serta langkah-langkah untuk
mencegah berulangnya krisis.134
Enron yang merupakan sebuah perusahaan terbesar ketujuh di Amerika
Serikat. Masyarakat Amerika pada saat terjadinya peristiwa tersebut akan selalu
menyempatkan diri untuk membaca artikel tentang skandal korporasi yang terbesar
sepanjang sejarah Amerika Serikat. Media televisi maupun media cetak lainnya
melaporkan secara berkesinambungan tentang bagaimana perusahaan-perusahaan
bonafid seperti Enron, Worldcom. Global Crossing, dan Qwest telah menyesatkan
publik tentang laporan pertumbuhan keuangan dan pendapatnnya, yang dipergunakan
133
Ibid, hal 134
134
untuk menaikkan nilai saham dan mempertahankan rating perusahaan yang diberikan
oleh para pengamat135
Secara garis besar, sering pula dikatakan bahwa faktor terpenting penyebab
buruknya krisis di Indonesia adalah tata kelola korporasi yang sangat buruk. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa pada saat-saat sulit sewaktu terjadinya depresiasi nilai
tukar, para manager justru mengambil tindakan-tindakan yang memperburuk kondisi
perusahan. Intinya, para manager bertindak buruk karena menumpuknya utang
ditengah prospek profitabilitas yang semakin menurun. Lebih buruk lagi, mereka
meminjam dalam bentuk mata uang asing dan berbentuk pinjaman jangka pendek.136
Kebijakan utang yang eksesif dalam bentuk valuta asing serta pemberian kredit
perbankan pada perusahaan dalam kroninya sendiri adalah hal yang biasa terjadi pada
perusahaan-perusahaan di Asia, khususnya Indonesia, Thailand dan Korea.
Akibatnya, manakala terjadi gejolak pada sistem financial, perusahaan mengalami
kebangkrutan dan menimbulkan efek berantai yang massif sehingga stabilitas
ekonomi makro ikut tumbang.137
Mengingat pentingnya permasalahan Good Corporate Governance bagi Indonesia, pada tanggal 19 Agustus 1999, di Indonesia telah berdiri sebuah lembaga
non pemerintah, yaitu Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang oleh pemerintah berdasarkan Keputusan Menko Ekuin Nomor :
135
Wahyono Darmabrata dan Ari Wahyudi Hertanto, Op.Cit, hal 33
136
A. Prasetyantoko, Op. Cit. hal 133
137
KEP/31/M.EKUIN/08/1999.138 Tugas Komite adalah merumuskan dan
merekomendasikan kebijakan nasional mengenai pengelolaan perusahaan yang baik
bagi dunia usaha Indonesia. Selain itu komite diharapkan juga membuat spesifikasi
bagi perbaikkan hukum dan peraturan perundang-undangan sejalan dengan penerapan
pedoman bagi pengelolaan perusahaan yang baik, dan membuat rumusan tentang
struktur institusi yang mendukung pelaksanaan pedoman bagi pengelolaan
perusahaan yang baik.139
Diluar negeri terjadi pula perkembangan dalam penerapan GCG. Organisasi for Ecomonic Co-Operation and development (OECD) telah merevisi Principles of Corporate Governance pada tahun 2004. Pedoman baru OECD adalah penegasan tentang perlunya penciptaan kondisi oleh pemerintah dan masyarakat untuk dapat
dilaksanakannya GCG secara efektif. OECD memberikan pedoman mengenai hal-hal
yang perlu diperhatikan agar tercipta good corporate governance dalam suatu perusahaan, yaitu sebagai berikut:140
a. Hak dan tanggung jawab pemegang saham b. Hak dan tanggung jawab stakeholder
c. Perlakuan yang wajar terhadap pemegang saham d. Keterbukaan dan transparansi
e. Wewenang dan tanggung jawab board of directors
Peristiwa World dan Enron di Amerika Serikat telah menambah keyakinan
tentang betapa pentingnya penerapan GCG. Di Amerika Serikat, peristiwa tersebut
138
SK Menko Ekuin No. Kep 10/M-KUIN/08/1999 Tanggal 19 Agustus 1999.
139
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 72
140
ditanggapi dengan perubahan fundamental peraturan perundang-undangan di bidang
audit dan pasar modal. Di negara-negara lain, hal tersebut ditanggapi secara berbeda,
antara lain dalam bentuk penyempurnaan pedoman GCG di Negara yang
bersangkutan.141
Sehubungan dengan pelaksanaan GCG, pemerintah menyadari perlunya
penerapan good governance di sektor publik, mengingat pelaksanaan GCG oleh dunia usaha tidak mungkin dapat diwujudkan tanpa adanya good public governance
dan partisipasi masyarakat, maka pada bulan November 2004 pemerintah dengan
Keputusan Menko bidang Perekomonian Nomor KEP/49/M.EKON/11/2004 telah
menyetujui pembentukan Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari sub-komite publik dan sub-komite korporasi. Dengan Keputusan Menko
Ekuin Nomor KEP 31/M.EKUIN/06/2000 dan KEP 10/M.EKUIN/08/1999 tentang
pembentukan KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi.
142
Setiap Negara memiliki corporate governance code tersendiri yang mengatur bagaimana perusahaan itu dikelola dan diarahkan demi kepentingan perusahaan itu
sendiri. Corporate governance code di masing-masing Negara tersebut pada prinsipnya ada beberapa aspek universal corporate governance framework yang terdapat di masing-masing code tersebut, yaitu:143
141
Komite Nasional Kebijakan Governance, Pedoman Good Corporate Governance 2006 ,(Jakarta :KNKG , 2006), hal 1
142
Komite Nasional Kebijakan Governance, Loc. Cit
143
1. Tujuan korporasi ( corporate objective )
Korporasi sudah seharusnya berusaha menjamin kelangsungan hidup bisnisnya dalam jangka panjang dan mengelola hubungan dengan stakeholder yang efektif. Korporasi seharusnya mengungkapkan informasi dengan akurat, memadai, dan tepat waktu. Dan juga bersikap transparan terhadap investor tentang akuisisi, hak dan kewajiban kepemilikan, serta penjualan saham.
2. Hak suara ( voting rights )
Pemegang saham biasanya mengeluarkan satu suara untuk satu saham .korporasi seharusnya menjamin hak pemilik untuk memberikan suara. Regulator seharusnya memfasilitasi hak memberikan suara dan mewajibkan adanya keterbukaan (disclosure) yang terkait dengan proses pengambilan putusan yang tepat waktu.
3. Non-executive corporate board
Terdapat desakan yang kuat board melibatkan anggota non-executive yang independen dalam jumlah dan kompetensi yang memadai. Non-executive yang idependen sebaiknya tidak kurang dari dua anggota ( tergantung besarnya board) dan sama banyaknya dengan substantial majority. Komite audit, komite remunerasi, dan komite nominasi sebaiknya mayoritas beranggotakan non-executive yang independen.
4. Kebijakan remurenasi perusahaan ( corporate remuneration policy)
Dalam setiap laporan tahunan korporasi seharusnya mengungkapkan ( disclose ) kebijakan board tentang remunerasi sehingga investor dapat memutuskan apakah praktik dan kebijakan remunerasi tersebut telah sesuai dengan standar, kepatuhan, dan kepatutan.
5. Fokus strategis ( strategic focus)
Modifikasi strategis yang penting bagi bisnis utama ( core business ) seharusnya tidak dibuat bila modifikasi yang diusulkan tidak disetujui oleh pemegang saham. Demikian juga bila terjadi perubahan penting korporasi yang mendasar dan secara material berpengaruh melemahkan ekuitas atau mengikis economi interest atau hak kepemilikan saham dari pegang saham yang ada.
6. Kinerja operasional ( operating performance)
7. Shareholder returns
Corporate governance framework seharusnya memfokuskan perhatian board
pada pengoptimalan return kepada pemegang saham.
8. Corporate citizenship
Korporasi harus taat kepada berbagai peraturan dan ketentuan hokum yang berlaku pada wilayah hukum di mana korporasi tersebut beroperasi.
9. Implementasi corporate governance.
Apabila di suatu Negara telah ada code yang menjadi rujukan atau pedoman praktik GCG, maka code tersebut harus diterapkan oleh perusahaan-perusahaan di Negara tersebut.
Standar-standar corporate governance yang disepakati ditingkat internasional merupakan keharusan bagi Indonesia .144
2. Tujuan Pembentukan KNKG
Oleh karenanya KNKG membuat pedoman
GCG Indonesia agar GCG dapat diterapkan pada perusahaan yang ada di Indonesia.
Code of good corporate governance menjadi rujukan bagi perusahaan-perusahaan yang di Indonesia. Bagi regulator untuk mengadopsi prinsip-prinsip tersebut agar
diterapkan dalam undang-undang sehingga penerapan GCG di Indonesia makin
meluas.
Pada tahun 1999, telah dibentuk Komite Nasional Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) yang oleh pemerintah berdasarkan keputusan Menko Ekuin Nomor : KEP/31/M.EKUIN/08/1999 yang memiliki tugas :145
144
Adrian Sutedi, Op.Cit, hal 5
145
a. Merumuskan dan merekomendasikan kebijakan nasional mengenai pengelolaan perusahaan yang baik bagi dunia usaha Indonesia
b. Membuat spesifikasi bagi perbaikkan hukum dan peraturan perundang-undangan sejalan dengan penerapan pedoman bagi pengelolaan perusahaan yang baik. c. Membuat rumusan tentang struktur institusi yang mendukung pelaksanaan
pedoman bagi pengelolaan perusahaan yang baik
Adapun tujuan dibentuknya KNKG untuk menyempurnakan pedoman Good Corporate Governance yang telah dikeluarkan oleh KNKCG pada tahun 2001 sehingga pada tahun 2006 KNKG mengeluarkan pedoman Good Corporate Governance bagi perusahaan yang ada di Indonesia sehingga pedoman tersebut menjadi rujukan untuk setiap perusahaan di Indonesia dalam menerapkan prinsip
GCG dan sebagai rujukan bagi regulator dalam membuat peraturan
perundangan-undangan.
3. Kedudukan Hukum KNKG
Pada bulan November 2004 pemerintah dengan Keputusan Menko Bidang
Perekomonian Nomor KEP/49/M.EKON/11/2004 telah menyetujui pembentukan
Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) yang terdiri dari sub-komite publik
dan sub-komite korporasi. Dengan Keputusan Menko Ekuin nomor KEP
31/M.EKUIN/06/2000 dan KEP 10/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan
KNKCG dinyatakan tidak berlaku lagi.146
146
Komite Nasional Kebijakan Governance,Pedoman Good Corporate Governance 2006,( Jakarta :KNKG , 2006, hal 1
Itu berarti KNKG merupakan sebuah
lembaga non pemerintah yang memiliki tanggungjawab dalam membuat pedoman
rujukan bagi perusahaan dan regulator dalam membuat peraturan
perundang-undangan di Indonesia.
E. Penjabaran Prinsip-Prinsip GCG Dalam Code of Corporate Governance
KNKG
Pada prinsipnya corporate governance menyangkut kepentingan para pemegang saham, perlakuan yang sama terhadap para pemegang saham, peranan
semua pihak yang berkepentingan (stakeholder) dalam corporate governance, tranparansi dan penjelasan, serta peranan dewan komisaris dan komite audit147. Oleh
karenanya setiap perusahaan harus memastikan bahwa asas GCG diterapkan pada
setiap aspek bisnis dan di semua jajaran perusahaan. Asas GCG yaitu transparansi,
akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan diperlukan
untuk mencapai kesinambungan usaha (sustainability) perusahaan dengan memperhatikan pemangku kepentingan (stakeholders).148
1. Prinsip Keterbukaan ( Transperancy)
Untuk menjaga obyektivitas dalam menjalankan bisnis, perusahaan harus
menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses
dan dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus mengambil inisiatif
untuk mengungkapkan tidak hanya masalah yang disyaratkan oleh peraturan
147
Munir Fuady, Op.Cit, hal 4
148