TINJAUAN PUSTAKA
Teknologi Transgenesis
Telah lebih dari 35 spesies ikan berbeda telah telah diteliti untuk kegiatan
transfer gen sejak penelitian pertama ikan transgenesis dimulai (Zhu dkk., 1985).
Transgenesis merupakan teknik rekayasa genetik yang dilakukan melalui
introduksi gen pengode karakter unik pada suatu individu yang dapat memberikan
nilai tambah bagi organisme target. Beberapa contoh yaitu transfer gen pengode
hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) untuk meningkatkan laju
pertumbuhan ikan hingga beberapa kali lipat (Devlin dkk., 1995), dan gen
cecropin (Dunham dkk., 2002) atau lisozim (Yazawa dkk., 2005) untuk
meningkatkan resistensi ikan terhadap bakteri pathogen (Alimuddin dkk., 2008).
Perkembangan teknologi molekuler berlangsung pada tahun 1970-an
khususnya dalam bidang DNA rekombinan yang juga menjadi salah satu
penemuan paling mengagumkan dalam sejarah ilmu pengetahuan. Keberhasilan
menghasilkan berbagai ikan transgenik diawali dengan penelitian dengan
menggunakan hewan uji berupa mamalia, amfibi, dan spesies serangga (Zhu dkk.,
1985).
Keberhasilan menghasilkan ikan transgenik melalui teknologi biologi
molekuler dengan karakter keunggulan tertentu memberikan harapan baru dalam
budidaya ikan khususnya dalam menunjang peningkatan produksi dan kualitas.
Meskipun rekayasa genetika bukan segalanya karena banyaknya keterbatasan
Dengan menggunakan teknik ini, pengode karakter unik tertentu yang
diinginakan dapat diintroduksi ke suatu individu. Sekali gen asing terintegrasi ke
dalam genom resipien, gen tersebut akan diwariskan ke keturunannya melalui
germline. Sebagai contoh, tingkat pertumbuhan dapat dipercepat dengan
mengintroduksi gen yang mengkodekan hormon pertumbuhan yang mensintesa
peptida hormon pertumbuhan dalam jumlah yang besar, dan daya tahan terhadap
suhu dingin dapat diperoleh dengan memasukkan gen yang mengkodekan protein
antibeku (antifreeze protein) dari ikan yang hidup di temperatur subzero
(Alimuddin dkk., 2003).
Beberapa metode telah berhasil dilakukan dalam menghasilkan ikan
transgenik diantaranya yaitu dengan menggunakan metode mikroinjektion pada
ikan channel catfish (lctalurus punctatus, Hayat dkk., 1991; Dunham dkk., 1987),
medaka (Oryzias latipes, Lu dkk., 1992; Chong and Vielkind, 1989), ikan mas
(Cyprinus carpio L, Zhang dkk., 1990); Northern pike (Gross dkk., 1992);
Atla ntic sa lmon (Fletcher dkk., 2004; Du dkk., 1992) dan nila (Oreochromis
niloticus: Brem dkk., 1988). Metode elektroporasi pada ikan loach (Misgurnus
a nguillica uda tus C, Xie dkk., 1993) dan ikan medaka (Oryzias latipes, Lu dkk.,
1992).
Transgenesis yang dilakukan melalui penyisipan gen pengode hormon
pertumbuhan ikan patin siam (PhGH) menggunakan metode elektroporasi, dengan
target: Peningkatan laju pertumbuhan 30%, Tingkat inbreeding rendah,
Peningkatan laju pertumbuhan 100%, FCR rendah (Balai Penelitian Pemuliaan
Hormon Pertumbuhan
Gen pengontrol hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) merupakan
gen target yang paling banyak digunakan dalam transgenik ikan. Introduksi gen
GH pada ikan telah berhasil diaplikasikan dalam rangka peningkatan kecepatan
pertumbuhan (Parenrengi dkk., 2009). Gen target berasal dari ikan patin siam
yang terlebih dahulu telah dikontruksikan bersama dengan promoter. Gen GH
ikan patin merupakan gen yang paling sering digunakan dalam teknologi
trangenesis percepatan pertumbuhan. Menurut Pusat Penyuluhan Kelautan dan
Perikanan (2011), ikan patin menjadi sangat popular karena pertumbuhannya
cepat, dan mudah beradaptasi dengan berbagai lingkungan.
Pemanfaatan teknik transfer gen dalam peningkatan laju pertumbuhan
menunjukkan bahwa kecepatan tumbuh pada beberapa jenis ikan uji dapat
menigkat secara dramatis dibandingkan dengan individu normal. Beberapa
penelitian yang meggunakan hormon pertumbuhan GH dalam mempercepat laju
pertumbuhan diantaranya pada ikan salmo salar (Du dkk., 1992), channel catfish
(Dunham dkk., 1992) ikan coho salmon (Devlin dkk., 2004) dan ikan nila
(Martinez dkk., 1996).
Pada ikan lele gen hormon pertumbuhan juga telah berhasil dilakukan
dengan konstruksi gen yang digunakan adalah all fish yang tersusun dari gen GH
yang berasal dari patin siam (PhGH) dan promoter β-aktin dari ikan mas
(pCcBA) (Dewi dkk., 2013).
Peran hormon pertumbuhan (growth hormone, GH) terhadap laju
pertumbuhan memiliki keterkaitan satu dengan yang lain dan mempengaruhi
banyak aspek di dalam tubuh yang berperan dalam meningkatkan laju
pertumbuhan, kelulushidupan, maupun tingkat konsumsi pakan ikan (Fitriadi
dkk., 2014).
Kelenjar pituitari merangsang pengeluaran hormon pertumbuhan (growth
hormone, GH), dan hormon pertumbuhan akan merangsang pertumbuhan sel-sel
tubuh. Pengeluaran hormon pertumbuhan juga dirangsang oleh hormon pelepas
pertumbuhan yang diproduksi oleh hyphothalamus yaitu growth hormone
relea sing hormone (GH-RH), selain itu ada juga hormon yang memiliki fungsi
berlawanan dengan GH-RH, yaitu hormon pelepas yang sifatnya menghambat
yaitu growth hormone inhibiting hormone (GH-IH) yang juga dihasilkan oleh
hyphothalamus. Jumlah hormon pertumbuhan yang dihasilkan oleh kelenjar
pituitari akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dari ikan itu sendiri, jika
hormon pertumbuhan diproduksi dalam jumlah sedikit maka pertumbuhan yang
dihasilkan akan lambat sebaliknya jika hormon pertumbuhan yang diproduksi
banyak maka pertumbuhan akan menjadi lebih cepat (Fitriadi dkk., 2014).
Transmisi Transgen
Transmisi merupakan penurunan searah dari stok kepada keturunan,
transgen spesifik, lokus bebas dan transgen aktif yang diturunkan pada generasi
target selanjutnya (Palauqui dkk., 1997). Alimuddin dkk., (2007) menyatakan
bahwa apabila persilangan antara induk transgenik dengan non-transgenik
menghasilkan individu yang proporsinya mengikuti pewarian sifat mendel maka
Tingkat transmisi pada ikan coho salmon (Oncorhynchus kisutch) yang
menggunakan kontruksi gen opAFPGHc pada keturunan F1 progeny
menunjukkan tingkat penurunan transgen berkisar antara 2.2-18,8% (Devlin dkk.,
1995). Ikan zebra transgenik yang menggunakan kontruksi gen pRSV-βGal
mentransmisikan transgen berkisar antara 7-25% pada keturunan F1
(Culp dkk., 1991).
Pertumbuhan
Pertumbuhan merupakan proses biologi yang kompleks, dimana banyak
faktor yang mempengaruhinya, seperti kualitas air (Rudiyanti dan Asri, 2009;
Sartika dkk., 2012), jenis kelamin (Sudrajat dkk., 2007), ketersediaan
organisme-organisme makanan dan makanan lainnya (Muchlisin dkk., 2003), serta jumlah
padat tebar ikan dalam suatu luasan tertentu (Unisa, 2000; Yuliati dkk., 2003;
Sumpeno, 2005).
Pertumbuhan didefinisikan sebagai pertambahan ukuran, baik panjang
maupun berat. Pertumbuhan pada organisme dapat terjadi secara sederhana
dengan peningkatan jumlah sel-selnya, dan juga dapat terjadi sebagai akibat
peningkatan ukuran sel. Pada umumnya, pertumbuhan ditandai oleh adanya
peningkatan jumlah dan ukuran sel. Pada organisme, agar pertumbuhan dapat
terjadi, maka laju sintesis molekul yang kompleks dari organisme itu misalnya
protein, harus melebihi laju perombakannya. Artinya harus ada tembahan
molekul organik (asam amino, asam lemak, gliserol dan glukosa) yang diambil
oleh organisme itu dari lingkungannya (Fujaya, 2004).
sukar dikontrol seperti sifat genetik, umur, dan jenis kelamin, sedangkan faktor
luar adalah makanan dan kualitas perairan (Effendi, 2003).
Pada sistem budidaya faktor yang perlu diperhatikan adalah pertumbuhan.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ikan adalah pakan
(Anggraeni dan Nurlita, 2013). Pakan merupakan salah satu faktor yag dapat
menunjang dalam perkembangan budidaya ikan secara intensif maupun semi
intensif, baik ikan air tawar, ikan air payau, maupun ikan air laut (Komariyah dan
Indra, 2009). Pakan merupakan salah satu unsur penting dalam kegiatan budidaya
yang menunjang pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan budidaya. Pakan
pada kegiatan budidaya umumnya adalah pakan komersial yang menghabiskan
sekitar 60-70% dari total biaya produksi yang dikeluarkan. Hal inilah yang
menyebabkan pentingnya pakan sehingga perlu dilakukan penelitian untuk
memperbaiki nilai nutrisi pakan yaitu dengan penambahan probiotik (Arief dkk.,
2014).
Pertumbuhan dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitats pakan, umur dan
kualitas air pemeliharan. Peningkatan biomassa merupakan tingkat pemberian
pakan yan diubah menjadi biomassa ikan. Pemanfaatan pakan dapat terindikasi
dari biomassa total dan peningkatan jumlah pakan yang diberikan pada ikan yang
dipelihara (Putra dkk., 2011).
Pembatasan makan pada ikan lele dapat merangsang laju pertumbuhan
untuk lebih cepat selama pemberian makan ulang tetapi manipulasi makanan tidak
akan meningkatkan laju pertumbuhan (Gaylord dan Delbert, 2001). Ikan yang
dipuasakan dapat mengalami peningkatan konsumsi pakan selama beberapa hari
dipuasakan tersebut diikuti dengan peningkatan laju pertumbuhan mutlak,
sehingga penggunaan pakan lebih efisien. Studi tentang konsumsi dan efisiensi
pakan penting dilakukan untuk penerapannya dalam manajemen pakan pada
sistem budi daya ikan (Yuwono dkk., 2005).
Rendahnya nilai laju pertumbuhan harian dan pertumbuhan mutlak
mungkin disebabkan protein pada pakan yang dikonsumsi oleh ikan lele dumbo
tidak dapat terserap secara efektif oleh ikan karena tidak dapat dicerna dengan
sempurna, melainkan dikeluarkan kembali oleh ikan melalui feses. Rendahnya
daya cerna ikan disebabkan oleh meningkatnya kandungan serat kasar dalam
pakan yang menyebabkan daya cerna nutrisi nutrisi lainnya juga menurun (Dewi
dkk., 2013).
Selain kualitas air, pakan juga merupakan faktor eksternal yang
mendukung pertumbuhan ikan lele (Witjaksono, 2009). Aspek yang perlu
diketahui dalam pengelolaan pakan terutama jumlah pakan. Pakan merupakan
faktor yang sangat berpengaruh secara dominan terhadap pertumbuhan ikan
karena pakan berfungsi sebagai pemasok energi untuk memacu pertumbuhan dan
mempertahankan kelangsungan hidup (Huet dan Timmermans, 1986)
Penggunaan pakan oleh ikan menunjukkan nilai presentase pakan yang
dapat dimanfaatkan oleh tubuh ikan. Faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya
efisiensi pakan adalah jenis sumber nutrisi dan jumlah dari masing-masing
komponen sumber nutrisi dalam pakan tersebut. Jumlah dan kualitas pakan yang
diberikan kepada ikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan. Semakin tinggi
Ikan Lele (Clarias gariepinus)
Ikan Lele (Clarias) adalah marga (genus) ikan yang hidup di air tawar.
Ikan ini mempunyai ciri-ciri khas dengan tubuhnya yang licin, agak pipih
memanjang serta memiliki sejenis kumis yang panjang, mencuat dari sekitar
bagian mulutnya. Ikan ini sebenarnya terdiri atas berbagai jenis (spesies).
Sedikitnya terdapat 55 spesies (jenis) ikan lele di seluruh dunia (Setiawan, 2010).
Kelas Clariidae atau ikan lele berjalan biasanya menyebar secara umum
pada perairan Asia, Afrika dan Asia Tenggara. Mereka ditandai oleh bentuk tubuh
yang memanjang dengan sedikit tulang pada bagian badan. Dan sirip punggung
dan sirip anal yang panjang, empat pasang sungut sirkumoral dan terutama
ditandai oleh kebberadaan alat napas tambahannya. Saat ini telah dikenal 92
spesies dai 14 negara berbeda (Teugels, 1996). Ikan lele dumbo (C. gariepinus)
miliki jumlah tulang insang sebanyak 16-50 buah (Teugels, 1982).
Ikan lele muda biasanya hanya tinggal sementara pada tempat tertentu,
biasanya disungai atau pada pinggiran danau. Setalah ikan dewasa, ikan lele akan
berpindah ke tempat yang lebih dalam untuk melakkan pemijahan. Perpindahan
habitat lele ke tempat yang lebih dalam biasanya bertujuan untuk mengurangi
resiko kekeringan dan untuk melindungi telur pada saat pemijahan. Tingkat
kelangsungan hidup ikan lele dewasa akan lebih baik pada perairan yang lebih
dalam. Pada danau yang rendah, pinggiran danau akan tersapu oleh ombak dan
akan menyisakan pakan dengan jumlah yang sedikit. Tingkat kehidupan larva lele
akan lebih tingi pada air dengan kedalaman tinggi ketika permukaannya tertutupi
Klasifikasi ikan lele dumbo berdasarkan Kottelat dkk., (1993) adalah
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Ostariophysi
Ordo : Clariidae
Family : Clarias
Spesies : Clarias gariepinus
Ikan lele (Clarias sp.) merupakan ikan air tawar yang sudah
dibudidayakan secara komersil oleh masyarakat Indonesia (Witjaksono, 2009).
Lele dumbo merupakan salah satu ikan lele unggul yang budidayanya pernah
mengalami perkembangan pesat di Indonesia. Secara umum, ikan lele dumbo
dipercaya sebagai ikan lele hibrida hasil hibridasi antara spesies ikan lele Afrika
C. ga riepinus dengan spesies ikan lele Taiwan C. fuscus. Tetapi, secara
morfologis ikan lele dumbo tidak berbeda dari strain-strain ikan lele Afrika C.
ga riepinus yang berikutnya diintroduksi ke Indonesia, sehingga para praktisi
perikanan juga menduga bahwa ikan lele dumbo sebenarnya merupakan spesies
ikan lele Afrika C. gariepinus (Iswanto, 2013).
Lele dumbo merupakan salah satu spesies yang diunggulkan dalam
budidaya perikanan tawar yang memiliki kelebihan bila dibandingkan dengan
ikan air tawar lainnya, antara lain mudah dipelihara, dapat tumbuh dengan cepat