BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Pengendalian Internal
COSO mendefinisikan pengendalian internal sebagai proses, dipengaruhi oleh dewan entitas, direksi, manajemen dan personel lainnya. Proses ini dirancang untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan dari efektifitas dan efisiensi operasi, keandalan laporan keuangan dan kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, Tipgos (2002).
Pengendalian internal adalah suatu proses yang dijalankan oleh dewan komisaris manajemen, dan personel lain entitas yang didesain untuk memberikan keyakinan memadai tentang pencapaian tiga golongan tujuan berikut ini: (a) keandalan pelaporan keuangan, efektivitas dan efisiensi operasi, dan (c) kepatuhan terhadap hukum dan peraturan yang berlaku, SPAP, Seksi 319 (2001).
Pengendalian internal merupakan suatu cara untuk mengarahkan, mengawasi, dan mengukur sumber daya suatu organisasi. Ia berperan penting untuk mencegah dan mendeteksi penggelapan (fraud) dan melindungi sumber daya organisasi baik yang berwujud (seperti mesin dan lahan) maupun yang tidak berwujud (seperti reputasi atau hak kekayaan intelektual seperti merek dagang). Adanya sistem akuntansi yang memadai, menjadikan akuntan perusahaan dapat menyediakan informasi keuangan bagi setiap tingkatan manajemen, para pemillik atau pemegang saham, kreditur dan para pemakai laporan keuangan (stakeholder)
digunakan oleh manajemen untuk merencanakan dan mengendalikan operasi perusahaan. Lebih rinci lagi, kebijakan dan prosedur yang digunakan secara langsung dimaksudkan untuk mencapai sasaran dan menjamin atau menyediakan laporan keuangan yang tepat serta menjamin ditaatinya atau dipatuhinya hukum dan peraturan, hal ini disebut pengendalian intern. Dengan kata lain, bahwa pengendalian intern terdiri atas kebijakan dan prosedur yang digunakan dalam operasi perusahaan untuk menyediakan informasi keuangan yang handal serta menjamin dipatuhinya hukum dan peraturan yang berlaku.
Pada tingkat organisasi, tujuan pengendalian intern berkaitan dengan keandalan laporan keuangan, umpan balik yang tepat waktu terhadap pencapaian tujuan tertentu, misalnya memastikan pembayaran terhadap pihak ketiga dilakukan terhadap suatu layanan yang benar-benar dilakukan. Prosedur pengendalian intern mengurangi variasi proses dan pada gilirannya memberikan hasil yang lebih dapat diperkirakan. Pengendalian intern merupakan unsur kunci pada Foreign Corrupt Practices Act (FCPA) tahun 1977 dan Sarbanes-Oxley tahun 2002 yang mengharuskan peningkatan pengendalian intern pada perusahaan-perusahaan publik Amerika Serikat.
Tujuan pengendalian intern adalah menjamin manajemen perusahaan agar: a. Tujuan perusahaan yang ditetapkan akan dapat dicapai
b. Laporan keuangan yang dihasilkan perusahaan dapat dipercaya
bagaimana menilai kinerja perusahaan dan manajemen perusahaan serta menyediakan informasi yang akan digunakan sebagai pedoman dalam perencanaan.
Elemen-elemen pengendalian intern menurut COSO (Committe of Sponsoring Organizations of the Treatway Commission) ada lima komponen:
a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
Lingkungan pengendalian perusahaan mencakup sikap para manajemen dan karyawan terhadap pentingnya pengendalian yang ada di organisasi tersebut. Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap lingkungan pengendalian adalah filosofi manajemen (manajemen tunggal dalam persekutuan atau manajemen bersama dalam perseroan) dan gaya operasi manajemen (manajemen yang progresif atau yang konservatif), struktur organisasi (terpusat atau terdesentralisasi) serta praktik kepersonaliaan. Lingkungan pengendalian ini sangat penting karena menjadi dasar keefektifan unsur-unsur pengendalian intern yang lain.
b. Penilaian Resiko (Risk Assesment)
Semua organisasi memiliki resiko, dalam kondisi apapun, yang namanya resiko pasti ada dalam suatu aktivitas, baik aktivitas yang berkaitan dengan bisnis (profit dan non profit) maupun non bisnis. Suatu resiko yang telah diidentifikasi dapat dianalisis dan dievaluasi sehingga dapat diperkirakan intensitas dan tindakan yang dapat meminimalkannya.
c. Prosedur Pengendalian (Control Procedure)
mendeteksi terjadinya ketidakberesan dan kesalahan. Prosedur pengendalian meliputi hal-hal sebagai berikut:
- Personil yang kompeten, mutasi tugas dan cuti wajib - Pelimpahan tanggung jawab
- Pemisahan tanggung jawab utnuk kegiatan terkait
- Pemisahan fungsi akuntansi, penyimpanan aset dan operasional
d. Pemantauan (Monitoring)
Pemantauan terhadap sistem pengendalian intern akan menemukan kekurangan serta meningkatkan efekkfiitas pengendalian. Pengendalian intern dapat dimonitor dengan baik dengan cara penilaian khusus atau sejalan dengan usaha manajemen. Usaha pemantauan yang terakhir dapat dilakukan dengan cara mengamati perilaku karyawan atau tanda-tanda peringatan yang diberikan oleh sistem akuntansi. Penilaian secara khusus biasanya dilakukan secara berkala saat terjadi perubahan pokok dalam strategi manajemen senior, struktur koperasi atau kegiatan usaha. Pada perusahaan besar, auditor internal adalah pihak yang bertanggung jawab atas pemantauan sistem pengendalian intern. Auditor independen juga sering melakukan penilaian atas pengendalian intern sebagai bagian dari audit atas laporan keuangan.
e. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication).
manajemen sebagai pedoman operasional dan menjamin ketaatan dengan pelaporan hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku pada perusahaan. Informasi juga diperlukan dari pihak luar perusahaan. Manajemen dapat menggunakan informasi jenis ini untuk menilai standar eksternal, hukum, peristiwa dan kondisi yang berpengaruh pada pengambilan keputusan dan pelaporan eksternal.
2.1.3 Kesesuaian Kompensasi
Kompensasi bagi organisasi/perusahaan berarti penghargaan/ganjaran pada para pekerja yang telah memberikan kontribusi dalam mewujudkan tujuannya, melalui kegiatan yang disebut bekerja (Nawawi, 2008:315). Pada umumnya, kompensasi diberikan untuk:
a. Menarik karyawan yang cakap masuk ke dalam organisasi b. Mendorong mereka untuk berprestasi tinggi, dan
c. Mempertahankan karyawan yang produktif dan berkualitas agar tetap setia Fungsi kompensasi adalah:
a. Penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif
kerja-kerja yang tidak perlu (yang diakibatkan oleh kurang efisien dan efektifitasnya kerja). Dengan demikian, pemberian kompensasi dapat menjadikan penggunaan SDM secara lebih efisien dan lebih efektif.
b. Mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi
Sistem pemberian kompensasi yang baik secara langsung dapat membantu stabilitas organisasi dan secara tidak langsung ikut andil dalam mendorong stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, pemberian kompensasi yang kurang baik dapat menyebabkan gejolak di kalangan karyawan akibat ketidakpuasan. Pada gilirannya, gejolak ketidakpuasan ini akan menimbulkan kerawanan ekonomi.
Besarnya kompensasi yang diberikan ditentukan oleh: a. Harga/Nilai Pekerjaan
Penilaian harga suatu jenis pekerjaan merupakan tindakan pertama yang dilakukan dalam menentukan besarnya kompensasi yang akan diberikan kepada karyawan. Penilaian harga pekerja dapat dilakukan dengan dua cara: 1). Melakukan analisis jabatan/pekerjaan
Berdasarkan analisis jabatan akan didapat informasi yang berkaitan dengan jenis keahlian yang dibutuhkan, tingkat kompeksitas pekerjaan, resiko pekerjaan, dan perilaku/kepribadian yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Dari informasi tersebut kemudian ditentukan harga pekerjaan. 2). Melakukan survei “harga” pekerjaan sejenis pada organisasi lain
kelayakan kompensasi. Jika harga pekerjaan yang diberikan lebih rendah dari organisasi lain, maka kecil kemungkinan organisasi tersebut mampu menarik atau mempertahankan karyawan yang qualified, begitu juga sebaliknya.
3). Menjamin keadilan
Pemberian kompensasi yang baik juga bertujuan untuk menjamin keadilan. Dalam arti, perusahaan memberikan imbalan yang sepadan untuk hasil karya atau prestasi kerja yang diberikan pada organisasi.
4). Menghargai perilaku yang diinginkan
Besar kecilnya pemberian kompensasi juga menunjukkan penghargaan organisasi terhadap perilaku karyawan yang diinginkan. Bila karyawan berperilaku sesuai dengan harapan organisasi, maka penilaian kinerja yang diberikan akan lebih baik dari pada karyawan yang berperilaku kurang sesuai dengan harapan organisasi. Pemberian nilai kinerja yang baik diiringi dengan pemberian kompensasi yang baik dapat meningkatkan kesadaran karyawan bahwa perilakunya dinilai dan dihargai sehingga karyawan akan selalu berusaha memperbaiki perilakunya.
5). Mengendalikan biaya
produktivitas atau kurang efektif dan efisiennya kerja karyawan. Sering kali biaya yang tidak perlu ini besarnya melebihi biaya tetap. Pemberian kompensasi yang baik diharapkan dapat mendorong karyawan untuk lebih produktif dan lebih efisien serta efektif dalam bekerja sehingga organisasi dapat memperkecil atau mengendalikan biaya-biaya yang harus dikeluarkan dan memperbesar pemasukannya.
6). Memenuhi peraturan-peraturan legal
Kompensasi juga bertujuan untuk memenuhi peraturan-peraturan legal seperti Upah Minimum Rata-rata (UMR), ketentuan lembur, Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), Asuransi Tenaga Kerja (Astek) dan fasilitas lainnya tersebut lebih tinggi dari organisasi lainnya, maka organisasi tersebut akan lebih mudah menarik dan mempertahankan karyawan yang qualified. b. Sistem Kompensasi
Beberapa sistem kompensasi yang biasa digunakan adalah: 1). Sistem Prestasi
Upah menurut prestasi kerja sering juga disebut dengan upah sistem hasil. Pengupahan dengan cara ini mengaitkan secara langsung antara besarnya upah dengan prestasi kerja yang ditujukan oleh karyawan yang bersangkutan. Sedikit banyaknya upah tersebut tergantung pada sedikit banyaknya hasil yang dicapai karyawan dalam waktu tertentu. Cara ini dapat diterapkan bila hasil kerja dapat diukur secara kuantitatif.
dapat bekerja cepat dan berkemampuan tinggi. Contoh kompensasi sistem hasil: per potong, per meter, per kilo, per liter dan sebagainya.
2). Sistem Waktu
Besarnya kompensasi dihitung berdasarkan standar waktu seperti jam, hari, minggu, bulan. Besarnya upah ditentukan oleh lamanya karyawan melaksanakan atau menyelesaikan suatu pekerjaan. Umumnya cara ini digunakan bila ada kesulitan dalam menerapkan cara pengupahan berdasarkan prestasi. Kelemahan dari sistem waktu adalah:
- Mengakibatkan mengendurnya semangat karyawan yang
produktifitasnya tinggi (diatas rata-rata)
- Tidak membedakan usia, pengalaman, dan kemampuan karyawan
- Membutuhkan pengawasan yang ketat agar karyawan sungguh-sungguh
bekerja
Sedangkan kelebihan dari sistem ini adalah:
- Dapat mencegah hal-hal yang kurang diinginkan serta pilih kasih,
diskriminasi maupun kompetisi yang kurang sehat - Menjamin kepastian penerimaan upah secara periodik - Tidak memandang rendah karyawan yang lanjut usia.
3). Sistem Kontrak/Borongan
dengan perjanjian baik secara kuantitas, kualitas maupun lamanya penyelesaian pekerjaan. Sistem ini biasa nya digunakan untuk jenis pekerjaan yang dianggap merugikan bila dikerjakan oleh karyawan tetap atau jenis pekerjaan yang tidak mampu dikerjakan oleh karyawan tetap. c. Faktor-faktor yang mempengaruhi kompensasi.
Jenis-jenis kompensasi: a. Gaji
Gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada karyawan secara teratur, seperti tahunan, caturwulan, bulanan atau mingguan. Harder (1992) dalam Panggabean (2004) mengemukakan bahwa gaji merupakan jenis penghargaan yang paling penting dalam organisasi.
b. Upah
Upah merupakan imbalan finansial langsung yang dibayarkan kepada para pekerja berdasarkan jam kerja, jumlah barang yang dihasilkan atau banyaknya pelayanan yang diberikan. Jadi, tidak seperti gaji yang jumlahnya relatif tetap, besarnya upah dapat berubah-ubah. Pada dasarnya, gaji atau upah diberikan untuk menarik calon pegawai agar mau masuk menjadi karyawan
c. Insentif
dibayarkan berdasarkan hasil kerja. Untuk itu, diperlukan kemampuan untuk menentukan standar yang tepat. Tidak terlalu mudah untuk dicapai dan juga tidak terlalu sulit. Standar yang terlalu mudah tentunya tidak menguntungkan bagi perusahaan. Sedangkan yang terlalu sulit menyebabkan karyawan frustasi
d. Kompensasi tidak langsung
Kompensasi tidak langsung merupakan kompensasi tambahan yang diberikan berdasarkan kebijaksanaan perusahaan terhadap semua karyawan dalam usaha meningkatkan kesejahteraan para karyawan. Contohnya asuransi kesehatan, asuransi jiwa, dan bantuan perumahan.
Penghargaan menjembatani kesenjangan antara tujuan organisasi dengan aspirasi serta pengharapan karyawan. Supaya efektif, kompensasi seharusnya dapat:
a. Memenuhi kebutuhan dasar
b. Mempertimbangkan adanya keadilan eksternal c. Mempertimbangkan adanya keadilan internal, dan
d. Pemberiannya disesuaikan dengan kebutuhan individu, (Cascio, 1995:330) dalam Panggabean (2004).
2.1.4 Komitmen Organisasi
dimana anggota organisasi mengekspresikan perhatiannya terhadap organisasi dan keberhasilan serta kemajuan yang berkelanjutan. Jika seorang pegawai memiliki komitmen organisasi yang tinggi, maka rasa tanggungjawab nya terhadap organisasi akan tinggi pula. Sehingga pegawai yang memiliki komitmen organisasi yang tinggi akan menjauhkan diri dari perilaku-perilaku yang tidak etis dan kecendrungan kecurangan akuntansi. Menurut teori yang dikembangkan oleh Meyer dan Allen (1991), Komitmen organisasi terdiri dari tiga dimensi yang menunjukkan bahwa orang yang tinggal dengan organisasi, karena mereka ingin (afektif), harus (normatif), dan perlu (berkelanjutan).
Karyawan berperilaku sesuai dengan hubungan mereka dengan organisasi. Jika mereka percaya akan adanya hubungan timbal balik di alam, mereka akan cenderung untuk berperilaku konsisten dengan norma-norma organisasi. Akibatnya, komitmen karyawan dan identitas organisasi telah diidentifikasi sebagai penentu perasaan individu dan perilaku dalam pengaturan organisasi, Wilks (2011).
2.1.4 Kecendrungan Kecurangan Akuntansi
pelakunya, kecurangan dapat dikelompokkan pada dua golongan besar, yaitu
employee fraud dan management fraud.Employee fraud biasanya disebut internal fraud dan occupational crime yang mengacu pada perbuatan mengambil harta dari majikan (pemberi kerja). Adapun management fraud mengacu kepada kejahatan organisasi-onal, perbuatan para manajer untuk membuat laporan keuangan secara curang, mamalsukan, membesar-besarkan (atau mengecilkan) aktiva atau keuntungan dengan tujuan untuk menipu pihak-pihak diluar organisasi.
Sawyer (2006) menyatakan ada banyak istilah untuk kejahatan dengan penipuan, antara lain dapat disebut dengan kecurangan (fraud), kejahatan kerah putih (white collar crime), dan penggelapan (embezzlement). Kecurangan, singkatnya adalah sebuah representasi yang salah atau penyembunyian fakta-fakta yang material untuk memengaruhi seseorang agar mau ambil bagian dalam suatu hal yang berbeda. Kejahatan kerah putih didefinisikan sebagai tindakan atau serangkaian tindakan kejahatan yang dilakukan dengan cara-cara nonfisik melalui penyembunyian ataupun penipuan untuk mendapatkan uang ataupun harta benda, untuk menghindari pembayaran atau hilangnya uang atau harta benda, atau untuk mendapatkan keuntungan bisnis atau pribadi. Penggelapan adalah konversi secara tidak sah untuk kepentingan pribadi harta benda yang secara sah berada di bawah pengawasan pelaku kejahatan.
1. Situasi akan kebutuhan
Situasi ini dapat disebabkan oleh alasan keuangan karena pengeluaran atau kerugian uang lainnya yang tidak dapat ditutupi oleh seumber daya keuangan yang normal dari individu tersebut. Contohnya adalah: keluarga yang sakit, perjudian, hidup melebihi kemampuan pribadi,
affair perselingkuhan, kerugian akibat investasi, kecelakaan, dan kebutuhan untuk pendidikan. Kebutuhan ini juga dapat bersifat psikologis, misalnya, keinginan untuk “hidup dalam marabahaya”, atau
untuk membalas dendam atau perlakuan yang tidak adil. Sudah pasti terdapat pengaruh yang memotivasi munculnya pemikiran untuk berusaha harus mendapatkan uang, sering kali dianggap meminjam, dalam kasus-kasus yang lainnya dengan tidak memiliki maksud untuk membayarnya kembali.
2. Lingkungan yang mengundang terjadinya penggelapan
3. Karakteristik perilaku seseorang
Kedua kondisi diatas dapat terjadi, namun jika individu tersebut memiliki sifat jujur yang tinggi, kecurangan tidak akan dilakukan. Akan tetapi, kasus-kasus ekstrem dari unsur pertama diatas, ditambah dengan situasi kontrol yang lemah dari unsur yang kedua, dapat menguasai moral dasar seseorang yang menjauhi hal-hal seperti itu dan akan membuka pintu terjadinya penyelewengan, Sawyer (2006).
Tinggi Rendah
kebutuhan
Ada Tidak Ada
Kecurangan Rendah Tinggi Kecurangan
kontrol
Buruk Bagus
karakter
Gambar 2.1. Kondisi ketiga faktor, Sawyer (2006)
kecurangan, pemikiran yang bersifat sementara dan bahwa uang yang diambil akan dikembalikan sebelum situasi tersebut terungkap, yang pada kenyataannya jarang terjadi, Sawyer (2006).
Sawyer dalam bukunya Sawyer‟s Internal Auditing (2006) menyatakan ada 40 bentuk umum kecurangan yaitu:
1. Pemalsuan cap stempel
2. Mencuri barang dagangan, peralatan, persediaan, dan barang-barang perlengkapan lainnya
3. Mengambil sejumlah kecil uang kas dan mesin kasir
4. Tidak mencatat penjualan barang, dan mengantongi uangnya
5. Menciptakan kelebihan dana kas dan register dengan melakukan kurang pencatatan
6. Pembebanan berlebihan pada akun-akun pengeluaran atau menggunkaan uang muka untuk kepentingan pribadi
7. Memutar penagihan atas rekening pelanggan
8. Mengambil pembayaran dari rekening pelanggan, mengeluarkan tanda terima diatas secarik kertas atau dari buku tanda terima yang dibuat sendiri
10.Membiayakan rekening pelanggan dan mencuri uangnya
11.Mengeluarkan kredit untuk klaim dan pengembalian oleh pelanggan palsu
12.Tidak memberikan setoran harian ke bank, atau menyetorkan sebagian dari uang saja
13.Mengganti tanggal pada slip setoran untuk menutupi pencurian
14.Membulatkan penjumlahan setoran-kemudian mencoba untuk mengejarnya di akhir bulan
15.Mencantumkan penggunaan tenaga bantuan tambahan fiktif dalam penggajian, atau meningkatkan tarif atau jam kerjanya
16.Masih mencantumkan karyawan dalam daftar gaji meskipun telah melewati tanggal akhir masa kerja aktualnya
17.Memalsukan penambahan daftar gaji; menahan upah yan gbelum diklaim
18.Menghancurkan, mengubah, atau membatalkan karcis penjualan dan mengambil uang hasil penjualannya
19.Mengambil penerimaan penjualan kas dengan menggunakan rekening pembebanan palsu
20.Mencatat diskon kas yang tidak sah
22.Menggunakan tanda terima pengeluaran pribadi untuk mendukung pembayaran-pembayaran palsu
23.Menggunakan salinan dari voucher asli yang sudah digunakan sebelumnya, atau menggunakan voucher tahun lalu yang telah disetujui dengan benar dengan mengganti tanggalnya
24.Membayar faktur-faktur palsu, yang dibuat sendiri atau diperoleh melalui kolusi dengan pemasok
25.Meningkatkan jumlah dari faktur pemasok melalui kolusi
26.Membebankan pembelian-pembelian pribadi ke perusahaan melalui penyalahgunaan order pembelian
27.Menagih barang curian ke rekening fiktif
28.Mengirimkan barang curian ke rumah karyawan atau keluarganya
29.Memalsukan persediaan utnuk menutupi pencurian atau kejahatan
30.Mengambil cek yang dibayarkan kepada organisasi atau pemasok
31.Meningkatkan cek bank yang dibatalkan agar sama dengan jurnal-jurnal fiktif
32.Memasukkan lembar buku besar fiktif
34.Dengan sengaja mengacaukan pembukuan ke akun kontrol dan akun rincian
35.Menjual limbah dan bahan baku sisa serta mengantongi hasil penjualannya
36.“Menjual” kunci-kunci pintu atau kombinasi dari lemari besi
37.Menimbulkan saldo kredit di buku besar dan mengkonversinya ke kas
38.Memalsukan konosemen (bill of lading) dan membagi dua hasilnya dengan pengirim
39.Mendapatkan cek-cek kosong (yang tidak dijaga) dan memalsukan tanda tangan
40.Memberikan harga khusus atau istimewa kepada pelanggan, atau memberikan bisnis kepada pemasok yang disukai, untuk mendapatkan “imbalan balik”
2.1.5 Perilaku Tidak Etis
Meski sulit dalam konteks akuntansi, namun memodelkan perilaku perlu dipertimbangkan guna memperbaiki kualitas keputusan serta mengurangi biaya yang berkaitan dengan informasi dan untuk memperbaiki tersedianya informasi bagi pasar.
Dengan mengacu pada dimensi perilaku yang menyimpang dalam bekerja dari Tang et al.,(2003) dalam penelitiannya menjelaskan indikator dari perilaku yang menyimpang atau tidak etis dalam perusahaan. Perilaku ini terdiri dari perilaku yang menyalahgunakan kedudukan/posisi (abuse position), perilaku yang menyalahgunakan kekuasaan (abuse power), perilaku yang menyalahgunakan sumber daya organisasi (abuse resources), serta perilaku yang tidak berbuat apa-apa
(no action).
Sebuah budaya organisasi yang efektif harus dapat mendorong perilaku etis dan mencegah perilaku tidak etis. Seseorang berperilaku tidak etis dikarenakan:
- Untuk kepentingan sendiri.
- Adanya tekanan dari klien untuk menyediaan laporan keuangan palsu. - Adanya konflik kepentingan.
-Kegagalan akuntan untuk melakukan analisis mendalam ketika mempersiapkan dan merevisi informasi keuangan.
2.2 Review Peneliti Terdahulu
Peneliti mencoba menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi nilai perusahaan. Penelitian empiris membuktikan bahwa yang mempengaruhi nilai perusahaan berbeda-beda. Perbedaan ini mungkin saja disebabkan oleh beberapa faktor misalnya data yang digunakan, perbedaan tempat penelitian, perbedaan periode pengamatanpenelitian dan lain sebagainya.
Hasil-hasil penelitian terdahulu secara singkat dapat dilihat pada Tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2.1. Review Peneliti Terdahulu Nama
Peneliti
Judul Variabel yang Digunakan Hasil Yang Diperoleh
Ahmad, dkk (2008)
The Control
Environment,
Employee Fraud and Counterproductive Workplace Behaviour:
An Empirical
Analysis.
Variabel dependen: Kecurangan Karyawan Variabel independen: Pengendalian Internal, Perilaku Etis.
Pengendalian Internal mempengaruhi sikap/perilaku karyawan terhadap Kecurangan. Kode etik yang memadai dan pelatihan yang bermanfaat dapat mempengaruhi karyawan untuk berperilaku etis.
Erickson, dkk (2004)
Is There A Link
Between Executive
Compensation and
Accounting Fraud.
Variabel dependen: Kecurangan Akuntansi Variabel independen: Struktur kompensasi executive
Persen kecurangan akuntansi meningkat dalam kompensasi eksekutif yang berbasis saham
Irianto (2012). Integrity, Unethnical
behaviour, and
tendency of fraud.
Variabel dependen:
kecendrungan kecurangan akuntansi.
Variabel independen: integritas dan sistem kompensasi.
Integritas dan sistem kompensasi yang baik merupakan faktor penentu perilaku etis, dimana kecendrungan kecurangan akuntansi dapat dikurangi jika berada di lingkungan yang beretika.
Naruedomkul (2011)
Organization Fraud in Thailand: A Survey on Risk Factors.
Variabel dependen: Kecurangan Akuntansi Variabel independen: Tata Kelola Perusahaan dan Pengendalian Intern.
Tata kelola perusahaan dan pengendalian intern dapat mencegah kecurangan akuntansi dalam organisasi sampai tingkat tertentu.
(2012) individu dan pengendalian internal terhadap
kecendrungan
kecurangan akuntansi: Studi eksperimen pada konteks pemerintah daerah.
Kecendrungan Kecurangan Akuntansi
Variabel independen: Moralitas Individu dan Pengendalian Internal
cenderung untuk melakukan kecendrungan kecurangan akuntansi pada saat tidak adanya pengendalian internal.
Sijabat (2009)
Faktor-faktor yang mempengaruhi kecendrungan
kecurangan akuntansi pada BUMN di Kota Medan.
Variabel dependen: Perilaku tidak etis dan kecendrungan kecurangan akuntansi
Variabel
independen:pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi, dan moralitas manajemen.
Pengendalian internal, kesesuaian kompensasi, ketaatan aturan akuntansi, asimetri informasi, dan
moralitas manajemen
berpengaruh signifikan terhadap kecendrungan kecurangan akuntansi dan perilaku tidak etis.
Soetkino (2011)
Analisis pengaruh faktor internal dan moralitas manajemen terhadap
kecendrungan
kecurangan akuntansi: Studi pada dinas pengelola keuangan dan aset daerah Kota Semarang.
Variabel dependen:
Kecendrungan kecurangan akuntansi
Variabel independen:
Pengendalian Internal, Kesesuaian Kompensasi, Ketaatan Aturan Akuntansi, Asimetri Informasi, dan Moralitas Manajemen.
Pengendalian Internal berpengaruh negatif terhadap kecendrungan kecurangan akuntansi. Sementara Kesesuaian Kompensasi, Ketaatan Aturan Akuntansi, Asimetri Informasi, dan Moralitas Manajemen tidak berpengaruh terhadap Kecendrungan Kecurangan Akuntansi.
Tang, et,al. (2004)
Is “The Love of Money” The Root of All Evil? Or Different Strokes
for Different
Folks: Lesson in 12 Countries.
Variabel dependen: Perilaku Tidak Etis Variabel Independen: Kecintaan pada Uang, Pendapatan
Kecintaan pada Uang memiliki hubungan terhadap Perilaku Tidak Etis. Kecintaan pada Uang akan menyebabkan kepuasan gaji rendah sehingga
mengurangi komitmen
organisasi dan menyebabkan perilaku tidak etis meningkat. Pendapatan tidak berdampak baik terhadap Perilaku Tidak Etis.
Thoyibatun (2012)
Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap perilaku tidak etis dan kecendrungan kecurangan akuntansi serta akibatnya
terhadap kinerja organisasi.
Variabel dependen: Perilaku Tidak Etis dan Kecendrungan Kecurangan Akuntansi Variabel independen:
Pengendalian Internal, Sistem Kompensasi, dan Ketaatan Aturan Akuntansi
Wilks (2011)
Attitude towards unethnical
behaviours in
organizational
settings: an
empirical study.
Dependen variabel: Perilaku Tidak Etis Independen Variabel: Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja
Komitmen Organisasi dan Kepuasan Kerja berhubungan negatif dengan Perilaku Tidak Etis
Wilopo (2006)
Analisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kecendrungan kecurangan akuntansi: Studi pada perusahaan
publik dan
BUMN di
Indonesia
Dependen variabel: Kecendrungan Kecurangan Akuntansi dan Perilaku Tidak Etis
Independen Variabel: Pengendalian Internal, Kesesuian Kompensasi, Ketaatan Aturan Akuntansi, Asimetri Informasi, dan Moralitas Manajemen.
Perilaku tidak etis dan kecendrungan kcurangan akuntansi dapat diturunkan
dengan meningkatkan
keefektifan pengendalian internal, ketaatan aturan akuntansi, moralitas
manajemen, serta