• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan Tahun 2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor-faktor Bahaya Pekerjaan pada Petugas Pemadam Kebakaran di Dinas Pencegah Pemadam Kebakaran (DP2K) Kota Medan Tahun 2017"

Copied!
38
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebakaran

Kebakaran merupakan kejadian yang dapat menimbulkan kerugian pada jiwa, peralatan produksi, proses produksi dan pencemaran lingkungan kerja. Khususnya pada kejadian kebakaran yang besar dapat melumpuhkan bahkan menghentikan proses usaha, sehingga ini memberikan kerugian yang sangat besar. Menurut Departemen Tenaga Kerja kebakaran adalah suatu reaksi oksidasi eksotermis (terjadi karena pemanasan) yang belangsung dengan cepat dari suatu bahan bakar yang disertai dengan timbulnya api atau penyalaan. Kebakaran dapat diartikan sebagai terjadinya api yang tidak dikehendaki dan tidak terkendali, dan selalu merugikan. Oleh sebab itu kebakaran tidak selalu identik dengan suatu api yang besar (Rijanto, 2010).

(2)

2.1.1 Penyebab Terjadinya Kebakaran 1. Karena kelalaian

Hampir setiap peristiwa kebakaran besar terjadi karena faktor kelalaian, yang disebabkan karena:

a) Kurangnya pengetahuan tentang pencegahan kebakaran

b) Kurang hati-hati dalam menggunakan alat atau bahan yang dapat menimbulkan api

c) Kurangnya kesadaran pribadi atau tidak disiplin 2. Karena peristiwa alam

Pada umumnya adalah peristiwa alam yang menyangkut keadaan cuaca atau kondisi alam, seperti sinar matahari, letusan gunung berapi, gempa bumi,petir,angin topan.

3. Karena penyalaan sendiri

Penyalaan sendiri sering terjadi pada gudang-gudang bahan kimia. Juga dapat terjadi pada tempat penyimpanan kopra, dimana udara yang kering dan panas dapat menyebabkan kopra terbakar sendiri

4. Karena unsure kesengajaan

Peristiwa kebakaran yang disengaja pada umumnya mempunyai tujuan tertentu misalnya:

(3)

b) Mencari keuntungan pribadi, misalnya karena hendak mendapatkan ganti rugi dari asuransi

c) Untuk menghilangkan jejak kejahatan dengan cara membakar dokumen arau bukti-bukti yang memberatkan

d) Untuk tujuan taktis dalam pertempuran, misalnya dengan bumi hangus (Rijanto, 2010).

2.1.2 Klasifikasi Kebakaran

Menurut peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per-04/MEN/1980, tanggal 14 April 1980 tentang syarat – syarat pemasangan dan pemeliharaaan Alat Pemadam Api Ringan, kebakaran dapat diklasifikasikan sebagai berikut.

Tabel 2.1. Klasifikasi Kebakaran di Indonesia

Kelas Jenis Contoh

Kelas A Bahan padat Kebakaran dengan bahan bakar padat bukan logam Kelas B Bahan cair dam gas Kebakaran dengan bahan bakar cair atau gas

mudah terbakar

Kelas C Listrik Kebakaran instalasi listrik bertegangan

(4)

2.1.3. Bahaya Kebakaran

Tingkat bahaya kebakaran dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu : 1) Bahaya kebakaran ringan

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas rendah, sehingga penyalaran api kecil.

2) Bahaya kebakaran sedang 1

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar setinggi 2,5 meter. Pelepasan panas kebakaran yang sedang sehingga penjalaran apinya sedang.

3) Bahaya kebakaran sedang 2

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang, penimbunan bahan yang mudah terbakar dengan tinggi lebih dari 4 meter. Pelepasan panas kebakaran panasnya sedang, sehingga penjalaran api sedang.

4) Bahaya kebakaran sedang 3

Ancaman bahaya kebakaran yang mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi. Menimbulkan suhu panas agak tinggi sehingga penjalaran api agak cepat.

5) Bahaya kebakaran berat/tinggi (Arif, 2015)

(5)

2.2 Petugas Pemadam Kebakaran

Petugas pemadam kebakaran adalah karyawan dinas yang dilatih dan bertugas untuk menanggulangi kebakaran dan penyelamatan (rescue). Selain terlatih untuk memadamkan api, menyelamatkan korban dari kebakaran, para petugas juga dilatih untuk menyelamatkan korban kecelakaan lalu lintas, gedung runtuh, dan lain-lain (Novianita, 2013). Pekerjaan pemadam kebakaran mengandung bahaya-bahaya yang tidak dimiliki oleh pekerjaan-pekerjaan lain. Pekerjaan tersebut meminta banyak pengorbanan, sedangkan imbalannya adalah perasaan kepuasan dapat menyelamatkan orang lain yang berada dalam suatu bahaya (suma’mur, 2013).

Jika melihat deskripsi pekerjaannya, petugas pemadam kebakaran merupakan yang berbahaya dan memiliki tingkat risiko kecelakaan kerja yang tinggi. Schuller (dalam Lestari, 2009) menyatakan beberapa jenis pekerjaan yang dikategoriakan beresiko tinggi, atau berbahaya bagi keselamatan meliputi pekerjaan di pertambangan minyak lepas pantai, tentara, pemadm kebakaran, pekerja tambang, kontraktor, buruh bangunan, atau bahkan pekerja cleaning service yang biasa menggunakan gondola untuk membersihkan gedung-gedung bertingkat. Pekerjaan ini dianggap berisiko tinggi karena dapat menyebabkan luka ringan, luka sedang, luka parah, kecacatan bahkan kematian pada pekerjanya.

2.2.1 Peralatan Pemadaman Kebakaran

(6)

1) Selang Kebakaran (Fire Hose)

Selang kebakaran berfungsi untuk mengalirkan air dari mobil pemadam atau hidran melalui nozzle ke sasaran (kebakaran). Panjang selang penyalur yaitu 20-30 meter dengan diameter sebesar 1-1,5 inchi, 2,5 inchi.

2) Saringan (Strainers)

Strainer berfungsi untuk menyaring air dan sumber air terbuka, baik kotoran yang halus maupun yang kasar.

3) Pipa Pemancar (Nozzle)

Nozzle berfungsi untuk memancarkan air dari selang penyalur ke sasaran (kebakaran). Jenis pancaran yang dihasilkan tergantung dari tipe nozzle yang digunakan. Adapun beberapa tipe nozzle yaitu : spray nozzle, foam nozzle, fog nozzle.

4) Kopling

Kopling berfungsi untuk menyambungkan antar selang. Beberapa tipe kopling yaitu : Yan Vander Hyder (hermaprodite), kopling jantan, kopling betina.

5) Kunci Kopling

Kunci kopling berfungsi untuk mengencangkan dan melepaskan kopling. 6) Adaptor

(7)

7) Hidran Kebakaran

Merupakan suatu alat yang dilengkapi dengan fire hose dan nozzle yang digunakan untuk mengalirkan air bertekanan bagi keperluan pemadaman kebakaran. Adapun klasifikasi hidran kebakaran yaitu :

a. Hidran Kelas I

Hidran yang outlet-nya berdiameter 2,5 inchi yang dipersiapkan untuk petugas pemadam kebakaran atau orang yang sudah terlatih.

b. Hidran Kelas II

Hidran yang outlet-nya berdiameter 1,5 inchi yang dipersiapkan untuk penghuni gedung.

c. Hidran Kelas III

Hidran yang outlet-nya berdiameter 1,5 dan 2,5 inchi (perpaduan hidran kelas I dan II).

8) Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

APAR diklasifikasikan sesuai dengan tujuan penggunaannya pada empat kelas api (A,B,C,D). Semua APAR berperan dengan suatu daya padam yang menunjukkan kecocokan pemadamannya untuk digunakan pada suatu kelas api tertentu yang terdiri dari :

a. Alat Pemadam Api Tipe Air (Tanki Pompa)

(8)

b. Alat Pemadam Air yang Berisi Tekanan

Berukuran 21/2 gallon berisi tekanan udara sekitar 6,8 bar di dalam kerangka atau ruangan yang sama dengan air..

c. Alat Pemadam Api Carbon Dioxide (CO2)

Dapat digunakan untuk memadamkan api kelas B dan C dengan mengeluarkan gas CO2 yang bertekanan dengan beberapa ―salju‖ melalui ujung pipa

pemancar.

d. Alat Pemadam Api Halon

Berukuran 1 gallon sampai 10 gallon. Dapat digunakan untuk memadamkan api kelas B dan C.

e. Alat Pemadam Kimia Kering Dasar Biasa/Normal

Berukuran 1.134-13.608 kg. Dapat dignakan untuk memadamkan api kelas B dan C.

f. Alat Pemadam Kimia Kering Biasa Serba Guna

Berukuran 1.134-13.608 kg. Dapat digunakan untuk memdamkan api kelas A, B, dan C.

2.2.2 Alat Pelindung Diri Petugas Pemadam Kebakaran

(9)

1) Peralatan Pelindung Kepala, Mata, dan Muka

Pelindung mata dan muka diperlukan jika bahaya-bahaya yang terjadi dapat mengakibatkan cedera pada mata atau muka. Peralatan ini harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang ada. Selama melaksanakan operasi pemadaman, petugas pemadam kebakaran harus menggunakan helm yang kuat dalam memberikan perlindungan baik dari kejatuhan benda, pukulan atau tusukan benda tajam. Helm tersebut dilengkapi dengan penutup telinga dan tali pengikat dagu yang dilengkapi dengan sistem suspensi. Helm harus kedap air, tidak mudah terbakar, atau meleleh, dan tidak boleh terbuat dari bahan penghantar arus listrik agar dapat menangkal bahaya terkena arus listrik. Peralatan pelindung jenis ini harus dipakai selama pelaksanaan operasi pemadaman kebakaran.

2) Peralatan Pelindung Tubuh

Para petugas pemadam kebakaran harus melindungi tubuh mereka dari kemungkinan sambaran kobaran api. Selama menjalankan tugas, setiap petugas pemadam kebakaran seharusnya menggunakan jas lengan panjang dan celana panjang yang terbuat dari bahan kapas atau serat yang tahan terhadap nyala api.

3) Sepatu dan Pelindung Kaki

(10)

4) Peralatan Pelindung Tangan

Petugas pemadam kebakaran yang menggunakan sarung tangan akan terhindar dari kemingkinan risiko tertusuk benda tajam dan perembesan panas atau cairan/bahan kimia yang bersifat merusak.

5) Alat Bantu Pernafasan

Penggunaan alat bantu pernafasan bertekanan positif (Positive Pressure

SCBA) sangat dianjurkan bagi petugas pemadam kebakaran, khususnya bagi mereka yang harus memasuki ruangan-ruangan tertutup dan mencari korban. Salah satu alasan penggunaan alat bantu pernafasan ini adalah karena berkurangnya oksigen dan terkontaminasinya udara dengan gas beracun di dalam ruangan yang terbakar.

6) Peralatan dan Kelengkapan Lainnya

Ada 2 jenis peralatan yang telah dikembangkan untuk membantu petugas pemadam kebakaran agar dapat bekerja dengan lebih aman, yaitu sistem keselamatan sinyal diri (Personal Alert Safety System / PASS) dan detektor karbon monoksida (CO Detector).

2.2.3 Prosedur Operasi Penanggulangan Kebakaran

Menurut Lampiran III Surat Keputusan Kepala Dinas Pencegah/Pemadam Kebakaran Kota Medan Nomor 970 / 0131 / SK / 2006 tentang Prosedur Penanggulangan Kebakaran Dan Bencana Lainnya, prosedur operasi penanggulangan kebakaran yaitu :

(11)

bila terjadi kebakaran pada saat jam tugas mereka dan melaporkannya kepada Kepala UPT.

b. Komandan serta Wakil Komandan Regu segera mengatur personil untuk masing-masing mobil, termasuk petugas yang akan menjadi Tim Rescue. c. Komandan serta Wakil Komandan Regu segera menugaskan masing-masing

supir bersama piket supir untuk memeriksa kesiapan mobil dan peralatan/perlengkapannya serta melakukan pemanasan mesin sesuai Prosedur Penggunaan dan Pemeliharaan Mobil Pemadam Kebakaran, Mobil DP2K Kota Medan lainnya dan Peralatan/Perlengkapannya sebagaimana terdapat pada Lampiran II.

d. Sesaat setelah mendengar sirene atau lonceng tanda adanya kebakaran, seluruh petugas pemadam kebakaran harus segera bergegas masuk ke mobil pemadam kebakaran dan segera memakai helm yang telah tersedia di mobil masing-masing. Dan bagi petugas yang menjadi Tim Rescue, segera mengenakan kelengkapan keselamatan personil (personil safety tools).

e. Mobil pemadam dan petugas yang berangkat menuju lokasi kebakaran ditentukan oleh Kepala UPT.

(12)

g. Sesuai dengan petunjuk dari petugas piket, seluruh mobil yang diberangkatkan segera bergerak menuju lokasi kebakaran dengan tidak lupa menyalakan lampu rotari dan membunyikan sirene. Kecepatan mobil pemadam kebakaran harus mempertimbangkan keselamatan dan kemanan seluruh pihak.

h. Dalam perjalanan menuju lokasi kebakaran, setiap unit mobil harus tetap melaporkan posisinya dan meminta panduan dari petugas piket tentang jalur lalu lintas yang paling lancar, singkat dan dapat dilalui mobil pemadam menuju lokasi kebakaran.

i. Seluruh unit mobil pemadam yang berangkat menuju lokasi kebakaran harus tetap memonitor petunjuk dari petugas piket atau Kepala UPT.

j. Pada saat regu pemadam telah sangat dekat dengan lokasi kebakaran dan dapat melihat dengan jelas kondisi kebakaran, anggota pemadam harus segera melaporkan hal-hal yang terlihat kepada petugas piket serta menyampaikan tentang perlu tidaknya penambahan jumlah unit mobil pemadam ke lokasi kebakaran.

k. Setelah mobil pemadam tiba di lokasi kebakaran, hal-hal yang harus dilakukan petugas pemadam kebakaran adalah :

 Supir menempatkan mobil pada posisi yang paling tepat menurut posisi obyek

(13)

 Operator mesin segera menempati posisi di dekat mesin pompa dan

melakukan persiapan yang dibutuhkan;

 Petugas pembawa selang segera menggelar selang menuju titik terdekat ke

obyek terbakar dengan meninggalkan ujung selang berkopling betina didekat mesin pompa, sedangkan Petugas pembawa nozzel bertugas membawa nozzel

untuk disambungkan dengan ujung selang berkopling jantan;

 Bila dibutuhkan penyambungan selang tambahan, maka Petugas lainnya

segera membawa selang dengan atau tanpa kopling sambungan cabang dua dan menyambungkannya dengan selang terdahulu;

 Operator segera menyambungkan ujung selang berkopling betina ke kopling

jantan yang ada di mesin pompa;

 Setelah ada permintaan pengaliran air dari petugas pemegang nozzle, Operator

segera mengalirkan air melalui selang dengan tekanan air disesuaikan dengan kondisi atau sesuai permintaan Petugas pemegang nozzle;

 Petugas tidak diperkenankan membiarkan selang atau nozzle dikuasai oleh

orang lain yang bukan petugas pemadam DP2K Kota Medan. Petugas boleh bekerjasama dengan masyarakat melakukan penyiraman air, namun kendali operasi selang tetap berada di tangan petugas;

 Pemadaman kebakaran harus mengutamakan upaya melokalisir

(14)

 Mekanisme penyuplaian air harus disesuaikan dengan formasi mobil atau

sistem pemadaman, apakah menggunakan sistem statis atau dinamis, atau sesuai dengan petunjuk Komandan Regu/Kepala UPT;

 Setiap mobil yang telah kehabisan air harus segera kembali untuk mengisi air

dengan meminta petunjuk dari Komandan Regu/Kepala UPT tentang dimana titik pengisian ulang air;

 Petugas yang ikut dengan setiap mobil yang kembali untuk mengisi ulang air

hanyalah supir bersama dengan satu orang anggota;

 Setelah selesai mengisi ulang air, supir bersama anggotanya harus segera

membawa kembali mobil tersebut ke lokasi kebakaran kecuali ditentukan lain oleh Komandan Regu/Kepala UPT;

 Setelah pemadaman dinyatakan selesai, masing-masing anggota pada unit

mobil dikomandoi oleh supir pemadam harus segera menggulung selang yang telah digunakan dan menyimpannya kembali ke mobil bersama-sama dengan peralatan lainnya;

 Setelah seluruh mobil dan peralatannya rapi, maka seluruh petugas segera

(15)

 Bila semuanya dinilai telah cukup, Komandan Regu/Kepala UPT segera

memerintahkan seluruh unit mobil bersama masing-masing anggota untuk kembali ke Pos Siaga dengan formasi konvoi yang teratur dan tertib;

 Setibanya di Pos Siaga/Pos Penjagaan masing-masing supir pemadam dibantu

anggotanya kembali mengisi ulang air pada tangki mobil yang kosong dan merapikan peralatan/perlengkapannya, serta melaporkan segala kerusakan/ kendala yang dialami mobil kepada Komandan Regu untuk diteruskan kepada Kepala Seksi guna diteruskan ke Subdis Harlat untuk ditindaklanjuti.

2.2.4 Pola Operasi Pemadaman Kebakaran

Pola Operasi Pemadaman (P.O.P) Kebakaran adalah suatu model strategi berupa tindakan yang harus diambil pada saat kebakaran bertujuan untuk melakukan tindakan-tindakan pencegah-an, pemadaman, dan penye-lamatan di lokasi kebakaran sesegera mungkin.

Pola Operasi Pemadaman akan berhasil dilakukan bila memperhatikan hal-hal sbb :  Lokasi kebakaran dekat dengan pos pemadam dan mudah dijangkau;

 Kondisi bangunan tidak menyulitkan petugas;

 Jumlah unit mobil dan personil yang dikerahkan memadai

 Sumber air di/dekat lokasi kebakaran cukup memadai;

 Sumber air yang digunakan seperti : hidran, tandon, kolam/ tambak, air

sungai, dll;

(16)

 Ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan (AGHT) dapat

diminimalisasi;

1. Pola Operasi Pemadaman a. Pola Dinamis

Pola Dinamis adalah suatu pola pemadaman dimana seluruh unit mobil pemadam kebakaran senantiasa bergerak dari lokasi ke sumber air terdekat dan dari sumber air ke lokasi, penyiraman dilakukan secara bergantian (mobil yang telah kosong berangkat kembali ke sumber air).

Pola Dinamis dilakukan bila :

 Sumber air di lokasi tidak ada

 Sumber air untuk pemadaman jauh dari lokasi kebakaran

 Jalur akses keluar masuk memungkinkan untuk dilalui oleh unit mobil

jalan dilingkungan untuk dilalui, dll b. Pola Statis

Pola Statis (Pasif) adalah suatu pola pemadaman dimana seluruh nit mobil pemadam kebakaran tidak bergerak (diam). Sistem penyiraman yang diterapkan adalah dengan menyalurkan air ke unit mobil terdepan posisinya tetap.

Pola Statis dilakukan bila :

 Sumber air di lokasi ada tersedia, dan memadai untuk digunakan selama

(17)

 Jalan lingkungan tidak memadai atau akses masuk untuk mobil pemadam

tidak tersedia

 Jalan buntu, atau tidak bisa dilalui (dalam Gang)

c. Pola Kombinasi (Dinamis dan Statis) dilakukan bila :

 Sumber air di lokasi memang ada akan tetapi tidak memadai untuk

memenuhi kebutuhan selama berlangsungnya pemadaman

 Jalur akses masuk buntu dan mengakibatkan unit mobil yang terdepan akan

sulit keluar (terjebak) karena harus mundur cukup jauh dan terhalang pula oleh unit mobil lain yang berada di belakangnya

 Alternatif sumber air lainnya untuk pemadaman harus diupayakan

meskipun cukup jauh

 Sebahagian unit mobil lain yang posisinya bebas harus meladeni

penyuplaian air terhadap unit mobil terdepan (statis) yang sedang melakukan tugas penyiraman

 Lokasi kebakaran di dalam gang dan sempit

2. Penerapan Pola Pemadam Kebakaran

Bila yang digunakan adalah Pola Dinamis maka posisi unit mobil yang digunakan yaitu :

a. PDM – 1 (Pola Dinamis Mobil - 1)

(18)

b. PDM – 2 (Pola Dinamis Mobil – 2)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 2 unit / dua sisi;

c. PDM – 3 (Pola Dinamis Mobil – 3)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 3 unit / tiga sisi;

d. PDM – 4 (Pola Dinamis Mobil – 4)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 4 unit /empat sisi;dst

Bila yang digunakan adalah Pola Statis maka posisi unit mobil yang digunakan yaitu :

a. PSM – 1 (Pola Statis Mobil - 1)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 1 (satu) unit atau satu sisi, sementara unit lain menjadi penyuplai;

b. PSM – 2 (Pola Statis Mobil – 2)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 2 unit atau dua sisi, sementara unit lain menjadi penyuplai;

c. PSM – 3 (Pola Statis Mobil – 3)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 3 unit atau tiga sisi, sementara unit lain menjadi penyuplai;

d. PSM – 4 (Pola Statis Mobil – 4)

Mobil yang melakukan penyiraman adalah 4 unit atau empat sisi, sementara unit lain menjadi penyuplai; dst

(19)

3. Saat Di Lokasi Kebakaran

 Dalam menyiasati penanganan kebakaran harus dicermati pengaturan unit

mobil dan personil di lapangan;

 Posisikan parkir mobil pada posisi yang serta tidak meng-ganggu unit

kendaraan lain yang ikut beroperasi;

 Senantiasa berkomunikasi dengan Posko dan segera informasikan hal-hal yang

sangat diperlukan;

 Segera melakukan tugas pencegahan / pemadaman, dan penyelamatan jiwa;

 Utamakan keselamatan diri dan orang lain, segera minta bantuan dan lakukan

pertolongan bila ada korban;

 Minimalkan kerugian yang mungkin timbul sebagai akibat kebakaran;

 Kenali klasifikasi kebakaran yang terjadi dan amati lingkungan bila arus listrik

belum putus segera hubungi PLN;

 Keberhasilan dalam pemadaman tergantung kepada kontinutas air yang tidak

terputus-putus;

 Batasi api, cegah terjadinya radiasi, konduksi, konveksi dan hubungan

langsung;

 Perhatikan bahaya yang mung-kin bisa terjadi sewaktu-waktu seperti bahaya

listrik, ledakan, jatuhan, dll;

(20)

 Awasi seluruh peralatan yang diguna-kan dan kembalikan ke tempat semula

bila alat telah selesai digunakan (jangan pindah tangankan);

4. Formasi Regu Dalam Pemadaman a. Nomor Pekerjaan :

 Petugas Nomor 1 sebagai Kepala Regu

 Petugas Nomor 2 sebagai Operator

 Petugas Nomor 3 sebagai Anggota Regu  Petugas Nomor 4 sebagai Anggota Regu

 Petugas Nomor 5 sebagai Anggota Regu

 Petugas Nomor 6 sebagai Anggota Regu

b. Tugas Anggota Regu : 1) Petugas Nomor 1 :

 Memimpin teknik dan taktik pemadaman

 Bertanggung Jawab di sumber air maupun di lokasi bencana

 Membawa dan menentukan pipa cabang (breeching)

2) Petugas Nomor 2 :

 Mengoperasikan unit Mobil dan Pompa kebakaran  Melayani penghisapan dan penyaluran air

3) Petugas Nomor 3 :

Mengoperasikan selang dan pipa pemancar (nozzle)

(21)

Mengoperasikan selang dan pipa pemancar (nozzle)

5) Petugas Nomor 5 :

Mengoperasikan selang dan pipa pemancar (nozzle)

6) Petugas Nomor 6 :

Mengoperasikan selang dan pipa pemancar (nozzle)

c. Formasi Regu Dalam Barisan

Formasi Regu dalam barisan dilakukan untuk menetapkan pembagian tugas pada saat serah terima tugas jaga. Formasi Regu dalam barisan dapat dibagi 2 yaitu 1 (satu) saf dan 2 (dua (dua) saf. Bila posisi barisan di depan mobil, maka sebaiknya dibentuk 2 (dua) saf untuk memudahkan personil bergerak menuju posisi di mobil pemadam. Setelah timbang terima dilaksana-kan untuk pemeriksaan perlengkapan unit, para anggota regu bernomor genap hadap kiri, sedangkan yang bernomor ganjil hadap kanan dan terus melaku-kan pemeriksaan kelengkapan unit mobil antara lain : BBM. Air, Selang, Pemancar,dll. Bila pemeriksaan telah selesai, maka seluruh anggota harus segera melapor kepada atasan, sebab kondisi unit mobil tetap siap pakai. Formasi Anggota Regu di mobil disesuaikan sesuai dengan formasi regu dalam barisan (menurut jenis mobil yang digunakan).

d. Formasi Regu Pada Saat Pemadaman

Pada saat pemadaman menggunakan unit Mobil maka tugas Regu crew unit mobil adalah sbb :

(22)

Nomor 1 :

 Mengatur teknik dan taktik pemadaman

 Bertanggung jawab dari sumber air sampai ke sumber api

Nomor 2 :

 Mengoperasikan mobil dan Pompa

 Menghubungkan selang Nomor 3 ke mobil  Melayani permintaan Anggota Regu

Nomor 3 :

 Membawa selang, menyambung selang ke selang petugas Nomor 4

 Mempersiapkan selang cadangan dekat sambungan dan selang penghisap

bila diperlukan

 Berdiri didepan sambungan selang

 Meneruskan berita/informasi

 Mengontrol selang

Nomor 4 :

 Membawa selang, menyambung selang ke selang petugas nomor 5

 Mempersiapkan selang cadangan dekat sambungan dan selang penghisap

bila diperlukan

 Berdiri didepan sambungan selang

 Meneruskan berita/informasi

(23)

Nomor 5 :

 Membawa selang, menyambung selang ke selang petugas Nomor 6

 Mempersiapkan selang cadangan dekat sambungan

 Berdiri didepan sambungan selang

 Meneruskan berita/informasi

 Mengontrol selang

 Membantu mengoperasikan pipa pemancar

Nomor 6 :

 Membawa selang dan pipa pemancar

 Menyambung selang dengan pipa pemancar (nozzle)

 Memberikan berita/informasi

 Memberikan aba-aba / isyarat

 Melaksanakan pemadaman

e. Formasi Regu Saat Pemadaman 1) Formasi Pemadaman I (Satu)

Pelaksanaan pemadaman kebakaran dengan menggunakan satu jalur selang dan 1 (satu) pemancar (nozzle).

Perhatian untuk tetap di ingat :

 Setelah selang tersambung dengan baik maka aba-aba / isyarat disampaikan

(24)

 Khusus untuk Nomor 2 agar benar-benar memperhatikan aba-aba / isyarat

yang diterima lalu melaksanakannya. 2) Formasi Pemadaman II (Dua) A

Pelaksanaan pemadaman kebakaran dilakukan dengan kombinasikan penghisapan air dari sumbernya dengan menggunakan satu jalur dan 1 (satu) pemancar (nozzle).

3) Formasi Pemadaman II (Dua) B

Pelaksanaan pemadaman kebakaran dilakukann dengan kombinasikan penghisapan air dari sumbernya dengan menggunakan 2 (dua) jalur dan 2 (dua) pemancar (nozzle).

4) Formasi Pemadaman III (Tiga)

Pelaksanaan pemadaman kebakaran menggunakan 2 (dua) jalur dan 2 (dua) pemancar (nozzle).

5) Formasi Pemadaman III (Tiga) B

Pelaksanaan pemadaman kebakaran dengan menggunakan 2 (dua) jalur dan 2 (Dua) pemancar (nozzle) sambil melakukan peng-hisapan air dari sumbernya.

6) Formasi Pemadaman IV (Empat)

(25)

7) Formasi Pemadaman IV (Empat) B

Pelaksanaan pemadaman kebakaran dengan menggunakan 1 (satu) jalur dan 2 (dua) pemancar (nozzle) serta melakukan penghisapan air.

2.3 Risiko K3

Risiko adalah sesuatu yang berpeluang untuk terjadinya kematian, kerusakan, atau sakit yang dihasilkan karena bahaya (ILO, 2000). Menurut Soehatman Ramli (2010), Risiko K3 berkaitan dengan sumber bahaya yang timbul dalam aktivitas bisnis yang menyangkut aspek manusia, peralatan, material, dan lingkungan kerja. Umumnya risiko K3 dikonotasikan sebagai konotasi negatif (negative impact) antara lain : kecelakaan terhadap manusia dan aset perusahaan, kebakaran dan peledakan, penyakit akibat kerja, kerusakan sarana produksi, gangguan operasi (Shafwani, 2012). 2.3.1 Risiko Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran

Pekerjaan pemadam kebakaran memiliki dampak risiko penyakit/gangguan kesehatan dan dampak kecelakaan kerja. Risiko petugas pemadam kebakaran dapat dilihat dari paparan potensi risiko dan dampak risiko. Paparan risiko yang diidentifikasikan pada pekerjaan operasional pemadam kebakaran merupakan

potential hazard yang meliputi physical hazard, chemical hazard, electrical hazard,

mechanical hazard dan biological hazard. Sedangkan untuk pshicological hazard dan

(26)

Bahaya-desease) (Andriyan, 2011) Berikut ini merupakan hasil identifikasi paparan risiko pada aktivitas pemadaman kebakaran yang dilakukan pegawai operasional Dinas Kebakaran secara umum.

Tabel 3.1. Identifikasi Paparan Risiko pada Aktivitas Pemadaman Kebakaran No Potensial Hazard Identifikasi Paparan Risiko

1. Physical Hazard Kebisingan

Suhu panas (Heat stress)

3. Electrical Hazard Tersengan aliran listrik 4. Mechanic al

Hazard

Getaran pada scroll delang penyemprot air dan mobil

5. Biological Hazard Terpapar bakteri dan parasit

(27)

Dampak risiko diidentifikasikan berdasarkan risiko yang diterima dan kondisi lingkungan kerja. Dampak risiko yang terjadi pada petugas pemadam kebakaran bisa berupa peyakit/gangguan kesehatan dan dampak kecelakaan kerja.

Dampak penyakit/gangguan kesehatan akibat kerja berupa (Andriyan, 2011) :

a. Gangguan pernafasan kronis : iritasi pada hidung dan tenggorokan, flu, batuk, syaraf pembau terganggu, batuk berdahak, radang saluran pernafasan, dada terasa sakit/nyeri sementara, pernafasan tersengal – sengal.

b. Gangguan pernafasan akut: sesak nafas, batuk parah (menahun), kerusakan permanen syaraf pembau, pendarahan pada saluran pernafasan, batuk darah, infeksi dan peradangan pada paru-paru.

c. Sakit kepala, pusing, gangguan konsentrasi, gangguan tidur (insomnia) d. Iritasi pada kulit, gatal-gatal pada kulit.

e. Kelelahan, tegang pada otot dan badan terasa lemah. f. Iritasi pada mata, sakit pada mata.

g. Gangguan pencernaan : mual, muntah, gangguan metabolisme. h. Nafsu makan berkurang, berat badan menurun.

i. Kehilangan kesadaran, pingsan. j. Gangguan pada jantung.

k. Demam.

(28)

a. Luka ringan yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, cukup dengan pertolongan pertama.

b. Luka sedang yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, perlu mendapatkan perawatan medis.

c. Luka parah yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, perlu mendapatkan perawatan medis yang serius, waktu pemulihan lama.

d. Luka sangat parah yang diakibatkan kecelakaan pada waktu bekerja, mengakibatkan cacat atau tidak berfungsinya bagian tubuh tertentu.

e. Kecelakaan yang berakibat kematian.

f. Tersengat listrik. Kontak langsung dengan arus listrik akan mengakibatkan cedera tubuh seperti kejang otot yang berakibat lanjut pada menurunnya kemampuan gerak, terjatuh, mengakibatkan kegosongan/kebakaran yang parah, terhentinya detak jantung dan aliran pernafasan.

2.4 Faktor Bahaya di Tempat Kerja

(29)

adalah sesuatu yang berpotensi untuk terjadinya insiden yang berakibat pada kerugian (ILO, 2013).

Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan, dalam melakukan pekerjaan perlu di pertimbangkan berbagai potensi bahaya serta risiko yang bisa terjadi akibat system kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya. Istilah hazard atau potensi bahaya menunjukkan adanya sesuatu potensial untuk mengakibatkan cidera atau penyakit, kerusakan atau kerugian yang dapat dialami oleh tenaga kerja atau perusahaan. Sedang kemungkinan potensi bahaya yang manifest,sering disebut resiko. Baik ―hazard‖ atau ―resiko‖ tidak selamanya menjadi bahaya , asalkan

pengendaliannya dilaksanakan dengan baik. Di tempat kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:

1) Beban kerja berupa beban fisik, mental dan sosial, sehingga upaya penempatan kerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan. 2) Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan,

kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.

3) Lingkungan kerja sebagai bahan tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologi, ergonomic maupun aspek psikososial.

Berbagai potensi bahaya kesehtaan dan kemungkinan dampaknya, antara lain: 1.) Faktor mesin/peralatan: cidera, kecelakaan kerja

(30)

3.) Faktor fisik : noise induced hearing loss, gangguan neuro vaskuler, efek radiasi

4.) Faktor kimia : intoksikasi, alergi, kanker 5.) Faktor biologic : infeksi, alergi

6.) Faktor psikologik :stress psikis, depresi, ketidaakpuasan 7.) Faktor psikososial : konflik, monotoni, kualitas kerja. Jenis bahaya dapat diklasifikasiakan antara lain (Ramli, 2010) :

1) Bahaya Mekanis

Bahaya mekanis bersumber dari peralatan mekanis atau benda bergerak dengan gaya mekanika baik yang digerakkan secara manual maupun dengan penggerak. Misalnya mesin gerinda, bubut, potong, press, tempa, pengaduk dan lain-lain.

2) Bahaya Listrik

Adalah sumber bahaya yang berasal dari energi listrik. Energi listrik dapat mengakibatkan berbagai bahaya seperti kebakaran, sengatan listrik, dan hubungan arus pendek. Dilingkungan kerja banyak ditemukan bahaya listrik, baik dari jaringan listrik, maupun peralatan kerja atau mesin yang menggu nakan energi listrik.

3) Bahaya Kimiawi

(31)

4) Bahaya Fisik.

Bahaya yang berasal dari faktor fisik diantaranya : karena getaran, tekanan, gas, kebisinga n, suhu panas atau dingin, cahaya penerangan, radiasi dari bahan radioaktif 2.4.1 Bahaya Pekerjaan Petugas Pemadam Kebakaran

Bahaya yang dihadapi petugas pemadam kebakaran antara lain (ILO, 2000) : 1. Bahaya Kecelakaan

a) Jatuh dari ketinggian selama bekerja dengan menggunakan tangga.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan gaitan tangga pada tangga ketika bekerja.

b) Jatuh dari ketinggian karena runtuhnya bangunan.

Petugas pemadam kebakaran yang terjatuh atau terperosok kemungkinan bisa mengalami patah tulang, cedera kepala, cedera punggung, dan kekurangan oksigen ataupun terhirup asap atau sebaran gas beracun. Maka tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap dan sesuai untuk bekerja di ketinggian.

c) Tertimpa benda atau rubuhan bangunan yang jatuh saat melakukan pemadaman kebakaran dan penyelamatan korban atau benda-benda.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

(32)

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

e) Terperangkap dalam bangunan yang roboh atau material yang runtuh.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA) serta menggunakan Personal Alert Safety System (PASS) untuk memberitahukan petugas pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya.

f) Kelelahan dalam mengangkat selama pemadaman kebakaran atau operasi penyelamatan.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mempertahankan tingkat kebugaran serta memperhatikan aturan cara mengangkat dan membawa yang tepat

g) Kontak dengan permukaan yang panas atau gas yang sangat panas.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

h) Menghirup udara yang sangat panas dan atau hasil dari pembakaran.

(33)

i) Kontak dengan atau terpapar dengan bahan kimia selama pemadaman kebakaran, operasi penyelamatan atau penanganan bahan kimia berbahaya. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

j) Gangguan pasokan udara selama operasi pemadaman kebakaran.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan melakukan rotasi kerja dan istirahat selama aktif pada saat melakukan penyelamatan dari kebakaran.

k) Cedera akibat kecelakaan transportasi dalam merespon keadaan darurat. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan perangkat penahan yang tepat seperti sabuk pengaman ketika berkendara. l) Tergelincir, tersandung dan jatuh ke api.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap.

2. Bahaya Fisik

a) Runtuhnya langit-langit, dinding atau lantai.

(34)

b) Munculnya flashover dan backdraft.

Flashover terjadi ketika semua bahan yang mudah terbakar didalam suatu ruangan telah dipanaskan hingga mencapai suatu titik yang akan mengeluarkan uap-uap bahan bakar. Ketika uap-uap bahan bakar ini mencapai titik penyalaannya, terjadilah nyala api. Semua bahan yang mudah terbakar didalam ruangan tersebut akan menyala secara serentak.

Backdraft adalah suatu ledakan yang terjadi pada saat unsur oksigen secara tiba-tiba memperoleh akses ke api yang mulai mengecil akibat berkurangnya kadar oksigen didalam ruangan yang terbakar.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

c) Terpapar panas yang dapat mengakibatkan kebakaran.

Panas dapat mengakibatkan cedera lokal dalam bentuk luka bakar. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

d) Heat Stress

(35)

tubuh. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan sistem rotasi kerja dan istirahat selama aktif pada saat melakukan penyelamatan kebakaran.

e) Meledaknya benda di permukaan tanah/lantai.

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA) dan menggunakan Personal Alert Safety System (PASS) untuk memberitahukan pemadam kebakaran lain yang ada di sekitarnya.

3. Bahaya Kimia

a) Kurangnya oksigen di udara.

Kekurangan oksigen dapat menyebabkan hilangnya kinerja fisik, kebingungan, dan ketidakmampuan untuk melarikan diri. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

b) Kehadiran gas karbon monoksida dan hasil pembakaran lainnya di udara. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA).

(36)

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan alat pelindung diri yang lengkap sesuai dengan bahaya yang dihadapi termasuk alat pelindung pernapasan Self Contained Breathing Apparatus (SCBA). 4. Bahaya Biologi

Ketika menolong korban kebakaran atau kecelakaan, Petugas pemadam kebakaran dapat terpapar penyakit menular termasuk penyakit yang menular melalui darah seperti AIDS, hepatitis B dan C. Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan yaitu dengan mengurangi kontak dengan korban secara langsung.

5. Bahaya Ergonomi dan Psikososial

a) Kelelahan dan cedera muskoskeletal selama penanganan atau memindahkan benda berat seperti selang kebakaran saat mengenakan alat pelindung diri yang berat

(37)

a) Stress

Bekerja sebagai pemadam kebakaran dapat menyebabkan stress. Jenis gangguan emosional yang dapat terjadi adalah post traumatic stress dan depresi. Menurut Landen yang dikutip oleh Dewi (2013) pekerjaan sebagai petugas pemadam kebakaran berkaitan dengan stress yang tinggi dan resiko yang tigggi. Hal ini dikarenakan setiap menjalankan tugasnya petugas pemadam kebakaran terlibat dalam ancaman terhadap kecelakaan, ketakutan akan kematian dan kesulitan emosional yang berhubungan dengan gambaran hilangnya nyawa atau harta benda mereka saat menyaksikan api.

(38)

2.5 Kerangka Pikir

Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penelitian Menurut ILO (2000):

1. Bahaya Kecelakaan 2. Bahaya Fisik 3. Bahaya Kimia 4. Bahaya Biologi 5. Bahaya Ergonomi

dan Psikososial Faktor Bahaya

Gambar

Tabel 3.1. Identifikasi Paparan Risiko pada Aktivitas Pemadaman Kebakaran
Gambar 2.1  Kerangka Pikir Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Independensi merupakan kode etik yang harus dimiliki oleh setiap auditor, maka setiap KAP yang memiliki auditor dengan disiplin yang tinggi akan kepatuhan terhadap kode etik

Code division multiple access (CDMA) adalah sebuah bentuk pemultipleksan (bukan sebuah skema pemodulasian) dan sebuah metode tidak berdasarkan waktu (seperti pad dengan

Sehingga, dalam perancangan pabrik asam laktat dari tongkol jagung ini, kami memilih untuk mempergunakan proses fermentasi secara konvensional yang sudah lama diterapkan

Jika pemberi materi dengan pembuat soal adalah dosen yang sama, maka pola baca mahasiswa memiliki keterkaitan signifikan dengan prestasi akademik, atau dapat

penelitian ini adalah siswa kelas XII SMA N 1 Suruh, dan sampel yang digunakan adalah kelas XII IPA 1 dan XII IPS 3 dengan total sampel 39 siswa. Hasil penelitian

boneka saya, saya meminjam boneka adik untuk gantian bermain, ternyata adiku tidak ingin memberikan bonekanya kepada saya, dengan rasa kesal saya megambil boneka adik dengan

Pada hari ini Jumat tanggal Delapan Bulan April tahun Dua Ribu Enam Belas, Kami Pokja ULP/Panitia Pengadaan Barang Dan Jasa Konstruksi Kegiatan Rehabilitasi dan

Bahkan sampai pada urusan dapur seperti pembagian makan, pengaturan jadwal menu hidangan kepada segenap santri, diatur oleh pengurus OSPC tepatnya Bagian Dapur.16 Tidak hanya